Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang maha pengasih lagi maha penyayang, serta
memanjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratNya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayahNya kepada kita semua. Sehingga dengan ini saya dapat menyelesaikan laporan
kunjungan ke meseum dan makam Ki Hadjar Dewanatara pada tanggal 06 Mei 2023 yang
menjadi tugas dari mata kuliah Ketamansiswaan.
Terlepas dari semua ini, saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan laporan ini, baik itu dari segi kata ataupun kalimat serta tata bahasanya. Akhir kata
saya mengucapkan terimakasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
Ki Hadjar Dewantara atau yang juga dikenal dengan bapak pendidikan, beliau
merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang lahir di Yogyakarta pada 2 Mei
1889. Ia juga berasal dari lingkungan keluarga keraton Yogyakarta, beliau lahir dengan
nama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Sebagai keturunan bangsawan, beliau
berkesempatan menempuh pendidikan bersama anak-anak bangsa Eropa Hindia-
Belanda. Semasa kecil Ki Hadjar Dewantara bersekolah di sekolah dasar untuk orang-
orang Eropa yaitu Eurepeesche Lagere School (ELS). Kemudian ia melanjutkan
pendidikannya ke STOVIA, sekolah dokter bumi putera pada tahun 1905.
Karena kerap sakit, ia tidak menamatkan sekolah tingginya. Sejumlah sumber lain
mendapati pemerintah Belanda-lah yang memutus beasiswa pendidikannya pada 1910.
Kendati demikian, ia gemar mencari ilmu di berbagai tempat, seperti dikutip dari
Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap oleh Mirnawati.
Ki Hajar Dewantara belajar beragam hal baru dari menggeluti profesi sebagai
wartawan. Salah satu surat kabar yang pernah menjadi tempatnya berkarya yaitu
Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Muoeda, Tjahaja
Timur, dan Poesara. Tulisannya dinilai sangat komunikatif, tajam, dan partiotik,
sehingga mampu membangkitkan semangat anti penjajahan. Ia juga aktif di organisasi
Budi Utomo untuk menggugah kesadaran masyarakat agar bersatu mewujudkan
kemerdekaan Indonesia. Pada 25 Desember 1912, ia juga membentuk Indische Partij,
partai politik nasionalisme pertama bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto
Mangunkusumo untuk mewujudkan kemerdekaan.
Bangunan dan tanah Museum Dewantara Kirti Griya sebelumnya dimiliki oleh
wanita penguasa tanah perkebunan Belanda yang akhirnya dibeli oleh Ki Hadjar
Dewantara, Ki Sudarminto, dan Ki Supratolo pada 14 Agustus 1934 dengan biaya
sebesar 3.000 Gulden. Bangunan ini kemudian difungsikan sebagai kompleks
perguruan Taman Siswa sekaligus tempat tinggal Ki Hadjar Dewantara setelah
dihibahkan kepada Yayasan Persatuan Tamansiswa pada tanggal 18 Agustus 1951. Pada
tanggal 3 November 1957, Ki Hadjar Dewantara berpindah tempat tinggal di Jalan
Kusumanegara no. 31 yang diberi nama Padepokan Ki Hadjar Dewantara.
Museum Dewantara Kirti Griya diresmikan pada tanggal 2 Mei 1970 oleh Nyi
Hadjar Dewantara. Berisikan lebih dari 3.000 koleksi yang merupakan peninggalan KI
Hadjar Dewantara semasa hidupnya terdiri atas perabot rumah tangga, naskah, foto,
koran, buku, majalah dan surat-surat. Museum Dewantara Kirti Griya juga merupakan
tempat berdirinya Badan Musyawarah Musea (Barahmus) DIY.
Di dalam meseum ini tersimpan barang-barang Ki Hadjar Dewanatara dan
keluarganya yang menjadi koleksi meseum. Serta juga terdapat beberapa foto dan
lukisan kegiatan pembelajaran siswa di awal berdirinya Tamansiswa.
Setelah Ki Hadjar Dewantara wafat pada tanggal 26 April 1959, mulai tahun 1960,
Tamansiswa berusaha mewujudkan gagasan almarhum Ki Hadjar Dewantara. Pada
tahun 1963 dibentuklah panitia pendiri Museum Tamansiswa yang terdiri dari:
Keluarga Ki Hadjar Dewantara, Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, Sejarawan, dan
Keluarga Besar Tamansiswa. Pada tanggal 11 Oktober 1969, Ki Nayono menerima
surat pribadi dari Nyi Hadjar Dewantara. Dengan surat tersebut Ki Nayono tergugah
untuk segera meminta perhatian kepada Majelis Luhur agar bekas tempat tinggal Ki
Hadjar yang sudah dinyatakan sebagai Dewantara Memorial segera dijadikan
museum. Cita-cita Ki Hajar Dewantara untuk menjadikan rumahnya sebagai museum
akhirnya terwujud pada peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 1970. Museum
diresmikan dengan nama “Dewantara Kirti Griya” artinya rumah yang berisi hasil kerja
Ki Hajar Dewantara. Nama tersebut pemberian Hadiwidjono, seorang ahli bahasa Jawa.
Visi : Terwujutnya nilai-nilai perjuangan dan ajaran hidup Ki Hadjar Dewantara dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Misi: Menggali, mengembangkan, menginformasikan dan melestarikan
koleksi tangible dan intangible peninggalan Ki Hadjar Dewantara dan Tamansiswa
untuk kepentingan studi, penelitian, dan rekreasi kepada masyarakat.
Museum diberi nama Dewantara Kirti Girya, nama tersebut pemberian dari bapak
Hadiwijono seorang ahli bahasa Jawa. Adapun keterangannya sebagai berikut .
Pembangunan Taman Wijaya Brata dimulai pada 1959. Saat peringatan 1000 hari
wafatnya Ki Hajar Dewantara tanggal 30 Januari 1962, dilakukan upacara peletakan
batu nisan di makam. Akhirnya tahun 1963 diresmikan. Peresmian Taman Wijaya Brata
ditandai dengan candra sengkala “Rinaras Trus Basukining Wiji” artinya suasana
harmonis menciptakan generasi baru yang hidup dalam suasana sejahtera atau
bahagia. Ki Hajar Dewantara wafat pada 26 April 1959 dan Nyi Hajar Dewantara wafat
pada 16 April 1971. Keduanya dimakamkan di Taman Wijaya Brata. Di dalam
kompleks taman ini juga terdapat 217 makam kerabat dekat Ki Hajar Dewantara,
keluarga Tamansiswa, serta para tokoh nasional bangsa Indonesia.
Foto 9 : Makam Ki Hadjar Dewanatara Dan Nyi Hadjar Dewantara
Makam Ki Hajar Dewantara dan Nyi Hajar Dewantara berada di atas batur
berbentuk persegi delapan berukuran panjang 10 m, lebar 8 m dan tinggi 0,8 m. Untuk
menggambarkan bahwa makam Ki Hajar Dewantara dapat dicapai dari segala arah,
batur makam diberi lima tangga. Kelima tangga tersebut terletak di sisi selatan dua
tangga, sisi barat dan timur satu tangga dan sisi utara satu tangga yang dibuat hanya
simbolis saja. Kelima tangga tersebut melambangkan Pancasila dan Pancadarma. Jirat
makam berbentuk persegi panjang, pada bagian atas terdapat nisan berupa lambang
Tamansiswa, yaitu Cakra Garuda di sisi utara dan Cakra Kembang di sisi selatan. Batu
andesit untuk nisan Ki Hajar Dewantara dan Nyi Hajar Dewantara diambil dari bukit di
desa Brejo, Godean, Sleman. Bahan jenis batunya padat dan masif, berwarna hijau
muda, tidak mudah “gempil” bila dipahat.
Di Taman Wijaya Brata terdapat relief perjuangan Ki Hajar Dewantara pada masa
lampau dan pakeliran dinding batur yang terdapat di sebelah utara batur atau
melatarbelakangi makam Ki Hajar Dewantara dan Nyi Hajar
Dewantara. Pakeliran tersebut disebut Wukir Pancadharma yang merupakan
perwujudan dari ide Ki Sindhusisworo dan sebagai desainernya ialah Ki Suratman,
Ketua Umum Majelis Luhur Tamansiswa. Relief pada pakeliran menggambarkan
pandangan hidup Tamansiswa dengan sistem Pendidikan Nasional, sebagai berikut:
1. Lahirnya Tamansiswa adalah 3 Juli 1922, atau disingkat 3722. Angka tersebut
dilambangkan dengan relief gunung yang berbobot 7 dan tiga gunung melambangkan
3, jadi tiga gunung dan bobot gunung menjadi 37. Sayap wataknya 2, dua sayap
melambangkan 2, menjadi secara keseluruhan 3722.
Pada bagian sisi selatan terdapat tempat untuk meletakkan karangan bunga
berbentuk Kelir Pewayangan yang menggambarkan pergelaran hidup kemasyarakatan
dari cita-cita Ki Hajar Dewantara bertuliskan Tut Wuri Handayani. Keliling dari
dinding batur terdapat relief berjumlah dua puluh dua yang menggambarkan perjalanan
hidup dan perjuangan Ki Hajar Dewantara dimulai sejak kanak-kanak hingga wafat.
Relief tersebut dibaca dengan cara mengelilingi batur searah jarum jam. Atas pesan Ki
Hajar Dewantara dan Nyi Hajar Dewantara juga, bahwa disamping makam keduanya
tersedia makam untuk putra dan putrinya, yaitu Ni Asti Wandansari (putri sulung)
terletak di samping kanan dan Mas Syailendra Wijaya (putra bungsu) di samping kiri.
Taman Wijaya Brata dipagari dengan tembok keliling. Pintu gerbang makam ada
di sisi timur. Pada bagian atas terdapat hiasan lambang Taman Siswa, yaitu stilirisasi
burung terbang dengan sayap terentang penuh menukik ke bawah. Pada ujung kepala
burung terdapat tulisan Taman Wijaya Brata. Di samping kanan depan pintu gerbang
terdapat prasasti peresmian pemugaran makam Taman Wijaya Brata yang dilakukan
oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Daoed Yoesoef.
Peresmian makam tersebut dilakukan bertepatan dengan pelaksanaan Hari Pendidikan
Nasional pada tanggal 2 Mei 1980 di Yogyakarta.
Dalam mengenal dan menerapkan konsep dari sosok bapak pendidikan Indonesia
maka kita juga perlu tau akan sejarah dan perjuangan beliau dalam mewujudkan
merdeka belajar di Indonesia seperti yang kita rasakan saat ini. Salah satu caranya
adalah dengan berkunjung secara langsung ke meseum atau rumah peninggalan beliau
dan juga berziarah ke makam beliau. Agar kita lebih dekat dan lebih tau mengenai
perkembangan pendidikan di Indonesia.
Perjuangan sosok bapak pendidikan Indonesia bukanlah suatu hal yang mudah.
Beliau rela mengorbankan segala yang ia miliki demi bisa terwujudnya pendidikan
yang anti kolonialisme. Semoga perjuangan beliau dapat terus tetap di lanjutkan oleh
kita semua selaku warga Indonesia.
Dua pilar pertama telah dipraktekan pada sistem pendidikan kita yaitu
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, tetapi itu terasa tidak cukup karena
kita mengharapkan manusia Indonesia yang tidak hanya memiliki kecerdasan, tetapi
juga harus berkarakter. Manusia Indonesia dituntut juga harus memahami jati dirinya
sebagai manusia yang memiliki dimensi individu dan sosial, memiliki akal budi,
kehendak bebas, dan hati nurani. Learning to be menghendaki para murid untuk
menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur, sedangkan learning to live
together mengarahkan murid untuk memiliki kesadaran untuk dapat hidup bersama
dengan manusia yang lain ditengah pluralitas dan heterogenitas. Sehingga yang
menjadi tujuan pendidikan yang holistik adalah membentuk pribadi utuh yang memiliki
kecerdasan intelektual, emosional, sosial, moral, spritual yang disebut melek moral dan
sosial (social and moral literacy).
Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam sistem among didasarkan pada dua
azas yaitu:Pertama, kodrat alam yang menjadi syarat untuk menghidupkan dan
mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya;Kedua, azas
kemerdekaan yang menjadi syarat untuk menghidupkan, menggerakkan dan
mengembangkan kekuatan lahir dan batin anak sehingga menjadi pribadi yang kuat,
berpikir dan bertindak merdeka. Dalam sistem among, ia sangat mengedepankan azas
kemanusiaan sehingga anak-anak harus diberikan kebebasan dan kemerdekaan yang
terbatas oleh tuntutan kodrat alam dan menuju ke arah kebudayaan. Sistem ini
menjunjung tinggi pedagogik pemeliharaan, dengan n perhatian penuh, yang menjadi
syarat berkembangnya anak secara lahir dan batin.
Jiwa yang merdeka sangat diperlukan sepanjang zaman agar bangsa Indonesia
tidak didikte oleh negara lain. Ki Hadjar Dewantara memiliki istilah sistem among,
yakni melarang adanya hukuman dan paksaan kepada anak didik karena akan
mematikan jiwa merdeka serta mematikan kreativitasnya. Esensi kemerdekaan berpikir
harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi.
Merdeka Belajar diharapkan dapat memperbaiki proses belajar mengajar agar dapat
berdampak baik dalam aspek kehidupan. Mulai dari aspek fisik, mental, jasmani dan
rohani dalam dunia pendidikan.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara perihal merdeka belajar selaras pula dengan
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terkait mencerdaskan bangsa. Mencerdaskan
bangsa bukan berarti mencerdaskan individu, namun menyesuaikan sistem pendidikan
dengan kebutuhan hidup dan penghidupan rakyat Indonesia. Kemerdekaan merupakan
salah satu yang bisa menggambarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Terdapat satu
hal dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara yang harus digaris bawahi, yaitu tentang
trisentris pendidikan. Trikonsentris pendidikan, yakni keluarga, perguruan, dan
masyarakat merupakan satu kesatuan yang utuh dalam pendidikan.
Pada permulaan abad ke-20 perhatian rakyat Indonesia terhadap pendidikan sangat
besar, hingga Departemen Pengajaran tidak dapat mengatasinya. Hal ini disebabkan
banyaknya orang yang ingin sekolah tetapi tempatnya tidak mencukupi. Sementara
sekolah yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda, sistem pengajarannya tidak
memuaskan rakyat. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan Barat yang diterapkan
oleh pemerintah Hindia Belanda terlalu intelektualistik dan materialistik, sehingga
tidak dapat menjawab kebutuhan bangsa. Diberinya kesempatan bagi bangsa Indonesia
untuk memasuki sekolah bumiputra yang kelak menjadi HIS, juga tidak memberi
harapan yang diinginkan. Lulusan HIS dinilai tidak bermutu sebab yang diterapkan
adalah sistem Eropa. Hasil pendidikan dengan sistem tersebut melahirkan anak-anak
yang bertabiat kasar, kurang memiliki rasa kemanusiaan sehingga tumbuh rasa
individualisme. Melihat hasil pendidikan tidak sesuai dengan karakteristik bangsa
Indonesia, maka dipikirkan sistem pendidikan nasional yang berdasarkan budaya
bangsa Indonesia dengan mengutamakan kepentingan masyarakat. Akhirnya pada
tanggal 3 Juli 1922 berdirilah Taman Siswa oleh Ki Hajar Dewantara. Taman berarti
tempat bermain atau tempat belajar, dan Siswa berarti murid. Ketika pertama kali
didirikan, sekolah Taman Siswa ini diberi nama "National Onderwijs Institut Taman
Siswa".
Setelah berdiri, maka tokoh Taman Siswa, yaitu Ki Hajar Dewantara, R.M. Sutomo
Suryokusumo, R.M.H. Suryoputro, dan Ki Pronowidigdo, mengadakan pertemuan untuk
menentukan sikap selanjutnya. Pendirian Taman Siswa menimbulkan berbagai kritik, baik dari
kalangan bangsa Indonesia maupun dari pemerintah kolonial. Olehnya itu demi perkembangan,
maka pada tanggal 20-22 Oktober 1923 diadakan kongres dengan hasil sebagai berikut:
Prinsip dasar dalam sekolah/pendidikan Taman Siswa yang menjadi pedoman bagi
seorang guru dikenal sebagaiPatrap Triloka. Konsep ini dikembangkan oleh Suwardi setelah
ia mempelajari sistem pendidikan progresif yang diperkenalkan oleh Maria Montessori
(Italia) dan Rabindranath Tagore (India/Benggala). Patrap Triloka memiliki unsur-unsur
(dalam bahasa Jawa) yaitu: