Anda di halaman 1dari 73

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antar manusia. Bahasa

sebagai sarana komunikasi ini dalam rangka memenuhi sifat manusia sebagai

makhluk sosial yang perlu berhubungan dan berinteraksi antar sesamanya.

Oleh karena itu bahasa merupakan sarana yang penting dalam kehidupan kita.

Karena bahasa merupakan suatu alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan

kepada orang lain. Bahasa juga dapat mengembangkan ekspresi dan juga

untuk mengembangkan kemampuan intelek seseorang. Hal itu perlu

dikembangkan kepada siswa sejak dini agar kelak dapat berkomunikasi

dengan baik.

Dalam perkembangannya, siswa usia 12 – 16 tahun sedang mengalami

fase peralihan dari masa siswa-siswa ke masa remaja awall. Ia mulai sadar

bahwa limgkungan tidak selalu sesuai dengan keinginannya, sehingga ia harus

belajar menyesuaikan diri kepada lingkungan tuntutannya itu.

Di SMP, kemampuan berbahasa merupakan salah satu unsur yang perlu

dikembangkan, di samping unsur-unsur pengembangan yang lain. Bidang

Pengembangan kemampuan berbahasa di SMP bertujuan untuk

mengembangkan aspek bahasa yang ada pada siswa-siswa sehingga mereka

dapat berkomunikasi dengan baik dengan lingkungannya. Oleh karena itu,

bidang pengembangan kemampuan berbahasa disusun sedemikian rupa

sehingga dapat memenuhi kebutuhan siswa. Ruang lingkup Bidang

1
2

pengembangan kemampuan berbahasa di SMP mencakup pengembangan dan

peningkatan berbahasa dalam:

1. Berbicara (dalam rangka keterampilan berbahasa lisan, melatih cara

berfikir dan membentuk konsep).

2. Mendengarkan (melatih siswa menangkap dan memahami pembicaraan

orang lain).

3. Mengembangkan kosa kata (dengan memperkenalkan berbagai jenis kata

dalam bentuk kegiatan sehari-hari).

4. Mengembangkan sikap senang berbahasa dengan melatihkan penggunaan

bahasa yang komunikatif (bercakap-cakap, bercerita, dsb.) (Depdikbud,

1998 : 5).

Dalam Kurikulum SMP “menceriatakan kembali isi cerita” adalah salah

satu indikator yang harus dicapai di dalam bidang pengembangan bahasa.

Namun dalam kenyataan di lapangan, kemampuan bercerita siswa SMP

Negeri 2 Pagerageung masih kurang memuaskan. Berdasarkan hasil

pengamatan sementara ditemukan beberapa hal yang menyebabkan

pembelajaran bercerita kurang mengena pada sasaran dan tujuan. Hal tersebut

tampak pada saat guru sedang bercerita tanpa media, perhatian siswa kurang

optimal. Siswa cenderung berperilaku negatif, seperti bermain dengan teman,

melamun, bernyanyi-nyanyi, berlari-larian dan mencari perhatian guru dan

temannya. Akhirnya, ketika siswa diminta untuk menceritakan kembali isi

cerita yang telah diceritakan oleh guru, banyak siswa yang kurang menguasai

dan memahami jalan cerita. Hasil ungkapan siswa cenderung asal-asalan


3

bercerita dan kemampuan berbicara siswa juga kurang memuaskan. Ada

beberapa siswa yang belum memiliki keberanian berbicara di depan teman-

temannya ketika guru menawarkan maju ke depan kelas untuk bercerita, dan

juga mereka cenderung diam atau pasif jika diberikan pertanyaan oleh guru.

Kondisi yang demikian haruslah mendapat perhatian lebih, dalam hal ini

gejala rasa takut, rasa malu dan rasa tidak percaya diri.

Perilaku negatif siswa SMP Negeri 2 Pagerageung pada saat

pembelajaran bercerita terjadi karena dua hal yaitu cara mengajar guru yang

kurang bervariasi dan media yang digunakan tidak menarik minat siswa. Cara

mengajar guru pada saat pembelajaran bercerita cenderung metode

konvensional, yaitu melalui ceramah, tanya jawab dan monoton, sehingga

siswa cepat bosan. Hal ini berpengaruh terhadap siswa sebagai pendengar dan

motivasi belajar siswa menjadi menurun atau tidak sama sekali.

Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam

pengajaran sekaligus diharapkan dapat mempertinggi juga hasil belajar yang

dicapai siswa.

Ada dua alasan mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses

belajar siswa yaitu :

1. Berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa

adalah dapat menarik perhatian siswa, dapat lebih mudah dipahami oleh

siswa. Metode guru lebih bervariasi dan dapat melibatkan aktivitas siswa

dalam pembelajaran.
4

2. Berkenaan dengan taraf berfikir siswa, taraf berfikir siswa mengikuti

perkembangan dimulai dari berfikir kongkrit menuju ke berfikir abstrak,

dimulai dari berfikir sederhana ke berfikir kompleks (Sudjana, 2002 : 2).

Bertitik tolak dari manfaat media pengajaran tersebut, peneliti akan

mencoba melakssiswaan pembelajaran bercerita dengan menggunakan media

“papan planel”.

Papan planel adalah suatu papan yang berukuran panjang 100 cm dan

lebar 80 cm. Ukuran ini tidak baku tergantung kebutuhan yang akan

digunakan. Papan dilapisi dengan kain planel dan gambar-gambar guntingan

yang melukiskan hal-hal (orang-orang, binatang-binatang dan benda-benda)

yang ada dalam cerita yang akan disajikan. Potongan gambar tersebut di

bagian belakang diberi kain sogo yang bisa melekat pada planel, sehingga

dapat dibongkar dan dipasang oleh siswa sendiri.

Untuk menunjukkan keaktifan media papan planel dalam pembelajaran

bercerita di SMP, maka perlu dilakukan tindakan penelitian kelas (action

research) yang diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas hasil

belajar siswa.

Atas dasar uraian di atas, maka dalam penelitian ini diambil judul

“Upaya Meningkatkan Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

Melalui Media Papan Planel (Penelitian pada Siswa VII.B SMP Negeri 2

Pagerageung Tahun Pelajaran 2016/2017)”.


5

B. Identifikasi Masalah

Pada dasarnya siswa-siswa senang sekali apabila guru memberi kegiatan

pembelajaran bercerita, namun siswa-siswa masih belum berani berbicara dan

menceritakan kembali isi cerita. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran antara lain:

a. pendekatan yang dilakukan oleh guru kurang optimal

b. Metode mengajar yang dipilih oleh guru kurang tepat

c. Media yang digunakan oleh guru kurang menarik siswa

C. Batasan Masalah

Agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan untuk mencegah meluasnya

permasalahan yang ada maka perlu dilakukan pembatasan masalah sebagai

berikut:

1. Penelitian yang dilakukan hanya pada peningkatan kemampuan

menceritakan menceritakan kembali isi cerita pada siswa VII.B SMP

Negeri 2 Pagerageung Tahun Pelajaran 2016/2017.

2. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media papan planel.

3. Penelitian yang dilakukan hanya pada perubahan perilaku siswa VII.B

SMP Negeri 2 Pagerageung Tahun Pelajaran 2016 / 2017 setelah

mengikuti pembelajaran bercerita dengan menggunakan papan planel.

4. Ruang lingkup penelitian hanya dilakukan pada siswa VII.B SMP Negeri

2 Pagerageung Tahun Pelajaran 2016 – 2017.


6

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan kemampuan menceritakan kembali isi

cerita oleh siswa VII.B SMP Negeri 2 Pagerageung setelah pembelajaran

bercerita dengan menggunakan media papan planel ?

2. Bagaimana perubahan perilaku siswa VII.B SMP Negeri 2

Pagerageung setelah mengikuti proses pembelajaran bercerita dengan

menggunakan media papan planel ?

E. Definisi Operasional (Spesifikasi Variabel)

Ada dua variabel yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini.

Kedua variabel tersebut adalah kemampuan menceritakan kembali isi cerita

dan pemberian media papan planel dalam pembelajaran bercerita.

Variabel yang pertama adalah kemampuan menceritakan kembali isi

cerita yang akan diteliti adalah kemampuan berbicara siswa dalam

mengungkapkan kembali isi cerita yang telah diceritakan oleh guru. Aspek

yang diteliti adalah aspek kelancaran berbicara, aspek keruntutan jalan cerita,

aspek penggunaan bahasa, aspek pemahaman isi cerita dan aspek keberanian

atau rasa percaya diri.

Variabel kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemberian

media papan planel dalam pembelajaran bercerita. Dari variabel ini yang

diteliti adalah mengenai pemberian media papan planel dalam pembelajaran

bercerita kaitannya dengan pemberian rangsangan terhadap kemampuan


7

mendengarkan atau menyimak siswa yang juga akan mempengaruhi

kemampuan berbicara siswa.

Agar diperoleh kesamaan penelitian tentang maksud dari kedua variabel

tersebut maka perlu dijelaskan tentang divinisi kedua variabel sebagai berikut:

1. Upaya meningkatkan kemampuan menceritakan kembali isi

cerita adalah suatu usaha untuk meningkatkan kegiatan menceritakan

kembali isi cerita oleh siswa sehingga dapat menghasilkan perubahan

perilaku siswa yang tadinya negatif menjadi positif dalam pembelajaran

bercerita.

2. Media papan planel adalah alat atau sarana untuk

menyampaikan cerita dari guru kepada siswa dan untuk menarik perhatian

siswa agar mengikuti alur cerita sampai tuntas.

Jadi upaya meningkatkan kemampuan menceritakan kembali isi cerita

melalui media papan planel pada VII.B SMP Negeri 2 Pagerageung Tahun

Pelajaran 2016/2017. Melalui kegiatan ini diharapkan siswa bisa

mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan bahasa lisan yaitu bahasa

Indonesia yang baik dan benar. Peneliti memandu penceritaan kembali isi

cerita dengan rangsangan media papan planel yaitu untuk menarik perhatian

siswa agar mengikuti cerita yang disampaikan oleh guru sampai tuntas dan

diharapkan siswa mampu menceritakan kembali isi cerita dengan teratur, logis

dan urut yang akhirnya akan terjadi perubahan perilaku siswa yang tadinya

negatif menjadi positif dalam mengikuti pembelajaran bercerita.


8

Pembelajaran menggunakan media merupakan hal yang ditekankan oleh

Kurikulum KTSP yang mengemukakan tentang pembelajaran kontekstual.

F. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

siswa dalam hal menceritakan kembali isi cerita.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang

kemampuan siswa VII.B SMP N 2 Pagerageung setelah mengikuti

pembelajaran bercerita dengan menggunakan media papan planel.

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua manfaat yaitu manfaat secara teoritis dan

manfaat secara praktis.

Manfaat secara teoritis: Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

tambahan pengetahuan tentang meningkatkan kemampuan menceritakan

kembali isi cerita melalui media papan planel untuk bahan pertimbangan dan

pedoman dalam usaha pengembangan bahasa.

Manfaat secara praktis: Penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat

untuk siswa dalam meningkatkan kemampuan menceritakan kembali isi cerita

melalui media papan planel.

Manfaat bagi guru: Diharapkan penelitian ini dapat untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran bercerita.


9

Manfaat bagi sekolah: Penelitian ini juga dapat sebagai sumbangan yang baik

bagi sekolah untuk dapat meningkatkan kualitas siswa dan mutu pendidikan.
10

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Jenis-jenis Pendekatan Pemerolehan Bahasa

Perkembangan bahasa siswa secara umum bersangkut paut dengan usia

seseorang. Pada dasarnya, perkembangan bahasa tidak terpisahkan dari

perkembangan pikiran, sehingga pembicaraan tentang perkembangan bahasa

akan selalu membicarakan atau berkaitan dengan perkembangan pikiran.

Perkembangan bahasa siswa dapat dipengaruhi oleh bagaimana seorang siswa

memperoleh bahasa.

Berbicara mengenai pemerolehan bahasa, ada 3 jenis pendekatan yaitu

pendekatan behavioristik, nativistik dan kognitif. Deskripsi jenis-jenis

pendekatan berikut diturunkan dari tulisan Kaswanti Purwo.

1. Pendekatan Behavioristik

Pendekatan Behavioristik dipelopori oleh Skiner tahun 1957.

Pendekatan ini menekankan bahwa belajar bahasa dapat dikendalikan dari

luar, yaitu dengan sistem stimulus – respon. Lingkungan memberikan

stimulus atau rangsangan, sedangkan pembelajar memberikan respon.

Perkembangan kematangan berbahasa tergantung pada frekwensi atau

lamanya latihan. Belajar bahasa dengan cara peniruan dan tubian merupakan

tehnik utama untuk pendekatan ini. Kemampuan berbahasa dibentuk secara

langsung oleh lingkungannya.

9
11

2. Pendekatan Nativistik

Pendekatan ini lahir atas pandangan Chomsky, seorang ahli linguistik.

Pendekatan Navistik menganggap bahwa kemampuan berbahasa merupakan

warisan biologis atau merupakan pemberian alam (innateness hypothesis).

Manusia lahir membawa apa yang disebut kemampuan bawaan untuk belajar

bahasa (innate ability for learning language) yang disebut piranti

pemerolehan bahasa (language ocquisition device / LAD). Piranti

pemerolehan bahasa ini ada dalam kotak hitam (black box) yang ada di dalam

otak manusia.

Alat ini secara terprogram mampu merinci butir-butir yang mungkin

dari suatu tata bahasa dan memproses suatu bahasa. LAD tidak berkaitan

dengan kemampuan kognitif lainnya.

Pendapat Chomsky tersebut diperkuat dengan asumsi bahwa bahasa

hanya dapat dikuasai oleh manusia. Dasar asumsi tersebut:

1). bahwa perilaku berbahasa merupakan sesuatu yang diturunkan secara

genetik.

2). pola perkembangan bahasa adalah sama pada pelbagai macam bahasa dan

budaya (universal).

3). lingkungan hanya memiliki peranan kecil dalam proses pematangan

berbahasa.

4). bahasa dapat dikuasai oleh siswa dalam waktu singkat. Secara normal

siswa usia 12 tahun sudah berkomunikasi dengan lancar mirip dengan

orang dewasa.
12

5). lingkungan bahasa tidak dapat menyediakan cukup data bagi penguasaan

tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.

3. Pendekatan Kognitif

Pendekatan ini dipelopori oleh Jean Piaget. Menurut Piaget, bahasa :

1). bukanlah suatu ciri alamaiah yang terpisah melainkan salah satu di antara

beberapa kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif.

2). dikendalikan oleh nalar.

3). berkembang berlandaskan (diturunkan dari) perubahan yang lebih

mendasar dan lebih umum di dalam kognisi.

4). urutan perkembangan kognisi menentukan urutan perkembangan bahasa.

(Purwo, 1990 : 91 – 124).

B. Teori dan Pandangan Perkembangan Bahasa Menurut Pandangan Jean

Piaget

Menurut Piaget, sejak awal sampai dewasa, seorang manusia mempunya

pikiran yang berkembang. Perkembangan ini memiliki fase-fase jenjang

tertentu. Setiap fase jenjang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan tingkat

kematangan siswa itu secara keseluruhan. Siswa-siswa (atau manusia) sesuai

dengan perkembangannya melakukan interaksi-interaksinya dengan

lingkungannya. Piaget membagi perkembangan siswa ke dalam empat fase

utama perkembangan pikiran siswa, yaitu:

1. Fase Sensori motoris : 0 – 18 / 24 bulan.

2. Jenjang Operasional : 18 / 24 bulan sampai 6 / 7 tahun.

3. Jenjang Operasi Kongkret : 6 / 7 tahun sampai 11 / 12 tahun.


13

4. Fase Operasi Formal : 12 hingga 15 tahun

Dalam penelitian ini diambil fase yang kedua yaitu jenjang operasional : 18 /

24 bulan sampai 6 / 7 tahun, karena usia SMP termasuk di dalam fase ini.

Jenjang operasional : 18 / 24 bulan sampai 6 / 7 tahun

Ciri utama perkembangan ini adalah berkembangnya kemampuan berpikir

dengan simbol simbol (lambang–lambang) yaitu segala sesuatu yang

dipergunakan untuk mewakili suatu obyek. Simbol yang dimaksud dapat

berupa mimik, gambar, citra mental, atau kata (bahasa). Simbol ini digunakan

siapa saja untuk dapat memikirkan sesuatu objek ketiadaan atau ketidak

hadiran objek itu bisa dipahami lewat simbol ini. Bahasa sebagai simbol

sangat berperan dalam periode ini. Perkembangan bahasa si siswa

menunjukkan gejala yang amat pesat. siswa-siswa mulai suka menggambar,

pada dasarnya gambar juga simbol yang mewakili objek atau objek-objek

tertentu.

Dilihat dari sisi perkembangan bahasanya, maka siswa dalam fase ini telah

mampu memikirkan suatu objek tanpa kehadiran objek tersebut, serta

memikirkan kejadian masa lalu dan di tempat lain. Dalam fase ini, pikiran

abstrak dan bernalar sudah mulai berkembang. (Pusat Pengembangan Guru

Tertulis, 2001 : 14-15).

C. Pendekatan Masalah dengan Teori Rangsang – Balas

Menurut teori rangsang – balas (stimulus response theory) yang

dikemukakan J.B. Watson, bahwa setiap tingkah laku pada hakekatnya

merupakan tanggapan atau balasan (response) terhadap (stimulus). Dengan


14

demikian, rangsang sangat mempengaruhi tingkah laku. Watson

mengemukakan pula bahwa setiap tingkah laku ditentukan atau diatur oleh

rangsangan. (Sarwono, 1987 : 13).

Menurut Thorndike, dasar dari belajar itu adalah asosiasi antara kesan

panca indera (sense impression) dengan impuls untuk bertindak (impuls to

action). Assosiasi yang demikian ini dinamakan “connection”. Dengan kata

lain, belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons,

antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respon ini akan terjadi suatu

hubungan yang erat kalau sering dilatih. Berkat latihan yang terus menerus,

hubungan antara stimulus dan respon itu akan menjadi terbiasa, otomatis.

(Sardiman, 2001 : 33).

Berkaitan dengan teori di atas, Thorndike mengemukakan beberapa

hukum mengenai hubungan rangsang (stimulus) dengan tanggapan (response).

Hukum-hukum itu adalah sebagai berikut:

1). Law of effect, yaitu hubungan rangsang (stimulus) dan tanggapan

(response) bertambah erat kalau disertai dengan perasaan senang atau

puas. Hubungan rangsang dan tanggapan menjadi kurang erat atau lenyap

kalau disertai rasa tidak senang.

2). Law of exercise atau law of use and disuse, yaitu hubungan rangsang dan

tanggapan bertambah erat kalau sering digunakan dan akan berkurang atau

lenyap jika pernah digunakan. Karena itu perlu diadakan banyak

pelatihan, pengulangan dan pembiasaan.


15

3). Law of mustiple response, yaitu individu akan mengadakan bermacam-

macam percobaan yang tidak berhasil walau akhirnya mungkin memberi

hasil yang baik jika rangsang diberikan dalam situasi yang problematik.

4). Law of assimilation atau law of analogy, yaitu seorang dapat

menyesuaikan diri atau memberi tanggapan yang sesuai dengan situasi

baru yang agak berlainan dengan yang terdahulu tetapi mengandung

unsur-unsur yang sama (identical element). (Sardiman, 2001 : 33 – 34).

Dengan mengasumsikan pengungkapan kembali isi cerita sebagai

bentuk tingkah laku, pengungkapan dalam hal ini menceritakan isi cerita dapat

diarahkan dan dipandu dengan suatu rangsang (stimulus). Dengan pemberian

rangsang, pola-pola pengungkapan kembali isi cerita yang baik dan teratur

dapat terbentuk.

Dalam pemberian rangsang itu perlu diperhatikan dua hal. Pertama,

pemberian rangsang (stimulus) perlu diberikan dalam kondisi seyogjanya

tidak mengakibatkan individu merasa tertekan, sebab individu yang merasa

tertekan akan mengakibatkan individu merasa tertekan akan mengakibatkan

hubungan rangsang (stimulus) dengan tanggapan (response) menjadi kurang

lengkap atau lenyap. Hal ini didasarkan atas law of effect yang dikemukakan

Thorndike.

Kedua, pelatihan, pengulangan dan pembiasaan perlu banyak diadakan sebab

hubungan rangsang dengan tanggapan dapat dipererat dengan ketiga hal itu.

Hal itu didasarkan atas law of exercise atau law of use and disuse yang

dikemukakan Thorndike.
16

D. Hakekat Pembelajaran Kemampuan Berbahasa Aspek Bercerita

Dalam ruang lingkup kurikulum di SMP terdapat dua bidang

pengembangan, yaitu bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui

pembiasaan dan bidang pengembangan kemampuan berbahasa. Pembentukan

perilaku melalui pembiasaan melakukan kegiatan yang dilakukan secara terus

menerus dan ada dalam kegiatan sehari-hari siswa sehingga menjadi kebiasaan

yang baik. Bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan

meliputi pengembangan moral dan nilai-nilai agama, serta pengembangan

sosial emosional dan kemandirian.

Pengembangan kemampuan dasar berbahasa merupakan kegiatan yang

dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas

sesuai dengan tahap perkembangan siswa.

Pengembangan Kemampuan Dasar tersebut meliputi:

1. Kemampuan Berbahasa Kognitif

2. Fisik motorik dan

3. Seni (Depdiknas, 2003 : 8).

Pembelajaran bercerita merupakan salah satu usaha yang dilakukan

dalam rangka pengembangan kemampuan berbahasa pada siswa usia SMP.

Pengembangan kemampuan berbahasa ini bertujuan agar siswa mampu

mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu

berkomunikasi secara efektif dan membangkitkan minat untuk dapat

berbahasa Indonesia (Depdiknas, 2003 : 8).


17

E. Pengertian Metode Bercerita

Dalam mengembangkan kemampuan berbahasa siswa, guru dapat

menggunakan metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan

perkembangan kemampuan berbicara, mendengar, membaca dan menulis.

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengalaman yang

luas dalam mendengarkan dan berbicara (Moeslichatoen, 2004 : 10).

Metode merupakan bagian dari strategi kegiatan. Metode dipilih

berdasarkan strategi kegiatan yang dipilih dan ditetapkan. Metode merupakan

cara yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan

(Moeslichatoen, 2004 : 7).

Metode bercerita merupakan salah satu usaha pemberian pengalaman

belajar bagi siswa SMP dengan membawakan cerita kepada siswa secara

lisan. Cerita yang dibawakan guru harus menarik dan mengundang perhatian

siswa dan tidak lepas dari tujuan pendidikan bagi siswa SMP. Bila isi cerita

itu dikaitkan dengan kehidupan siswa SMP, maka mereka dapat memahami isi

cerita itu, mereka akan mendengarkannya dengan penuh perhatian dan dengan

mudah dapat menangkap isi cerita.

Dunia kehidupan siswa itu penuh suka cita, maka kegiatan bercerita

harus diusahakan dapat memberikan perasaan gembira, lucu dan

mengasyikkan.

Isi cerita diusahakan berkaitan dengan kehidupan siswa dengan


lingkungan keluarga, sekolah dan luar sekolah, yang menjadi pengalaman
bagi siswa SMP yang bersifat unik dan menarik, yang menggetarkan perasaan
siswa dan motivasi siswa untuk mengikuti cerita itu sampai tuntas
(Moeslichatoen, 2004 : 157).
18

F. Papan Planel untuk Media Bercerita

Papan planel adalah alat peraga yang dapat digunakan dalam

pembelajaran bercerita atau pembelajaran yang lain. Alat peraga yang

digunakan adalah papan planel beserta potongan-potongan gambar lepas.

Papan planel adalah papan yang terbuat dari papan yang dilapisi busa

kemudian ditutup dengan kain planel. Tokoh-tokoh cerita digambar lalu

digunting dan di belakangnya dilapisi kain perekat (kain sogo), agar bisa

dipasang dan dilepas pada papan planel. Potongan gambar lepas ini

merupakan gambar yang dapat ditempatkan pada papan planel. Potongan

gambar lepas tersebut harus melukiskan hal-hal yang akan disajikan dalam

sebuah cerita. Misalnya gambar orang, binatang, buah-buahan dan benda-

benda lain yang sesuai dengan isi cerita. Dalam pelaksanaannya, sambil

bercerita guru meletakkan potongan gambar tersebut satu persatu pada papan

planel sesuai dengan jalan cerita. Dengan demikian sambil bercerita guru

membuat adegan-adegan.

Guru harus menjaga jangan sampai gerak geriknya pada waktu membuat
adegan di papan planel mengganggu konsentasi siswa. Untuk tidak
membingungkan siswa, diusahakan supaya tidak terlalu banyak adegan yang
dipasang di papan planel. (Depdikbud, 1998 : 12).

Pembelajaran bercerita merupakan salah satu usaha yang dilakukan

dalam rangka pengembangan kemampuan berbahasa pada siswa usia SMP.

Pengembangan kemampuan berbahasa ini bertujuan agar siswa mampu

mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu

berkomunikasi secara efektif dan membangkitkan minat untuk dapat

berbahasa Indonesia (Depdiknas, 2003 : 3).


19

Media papan planel dapat digunakan sebagai model dalam pembelajaran

bercerita. Adapun yang dimaksud dengan papan planel adalah sebuah papan

yang dilapisi oleh kain planel dengan perangkatnya yaitu potongan-potongan

gambar lepas.

Hasil pengamatan sementara menunjukkan bahwa hasil pembelajaran

bercerita kurang mengena sasaran. Hal ini dapat dilihat pada hasil

pengungkapan kembali isi cerita siswa yang masih kurang lancar dan tidak

urut. Dan juga perilaku yang ditunjukkan siswa dalam pembelajaran bercerita

masih negatif. Keadaan yang demikian terjadi karena metode guru dalam

mengajar kurang bervariasi dan media yang digunakan dalam pembelajaran

kurang menarik minat siswa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik satu kerangka berpikir bahwa

menceritakan kembali isi cerita merupakan bentuk tingkah laku dalam rangka

pengembangan kemampuan bahasa siswa. Menceritakan kembali isi cerita

sebagai bentuk tingkah laku dapat dipandu dengan rangsangan.

Bentuk ransang yang digunakan dalam penelitian ini adalah papan

planel. Maksud penggunaan rangsang berupa papan planel dan potongan-

potongan gambar pada dasarnya merupakan upaya untuk memvisualkan

gagasan pokok cerita dengan wujud gambar. Siswa diharapkan mampu

mengungkapkan kembali isi cerita dengan teratur, logis dan urut. Akhirnya,

akan terjadi perubahan perilaku siswa yang tadi negatif menjadi positif dalam

mengikuti pembelajaran bercerita.


20

G. Hipotesis Tindakan

Permasalahan dalam penelitian ini berkaitan dengan pembelajaran

Bahasa Indonesia untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam menceritakan

kembali melalui media papan planel di kelas VII. B SMP Negeri 2

Pagerageung, dimana hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut : “Jika

pembelajaran direncanakan dan dilaksanakan melalui penggunaan media

papan planel, maka hasil belajar siswa terhadap materi menceritakan kembali

akan meningkat”.
21

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan kelas (class room

action reasearch) yaitu penelitian yang merupakan suatu pencermatan

terhadap kegiatan belajar berupa tindakan yang sengaja dimunculkan dan

terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh

guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa.

Penelitian ini berusaha mengkaji, merefleksi secara kritis dan

kolaboratif rencana pembelajaran terhadap kinerja guru, interaksi guru dengan

siswa serta interaksi di dalam kelas. Metode Penelitian Tindakan Kelas ini

menekankan pada suatu kajian yang benar-benar dari situasi alamiah di kelas.

Model rancangan penelitian ini adalah dengan dua siklus, masing-

masing siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah di SMP Negeri 2 Pagerageung .

Mengapa peneliti memilih SMP Negeri 2 Pagerageung, karena peneliti adalah

salah satu guru di SMP Negeri 2 Pagerageung sehingga lebih mudah untuk

melakssiswaan penelitian, lebih efektif dan lebih efisien.

Waktu penelitian dilakukan pada jam kegiatan belajar mengajar di

kelas, yaitu pada jam pembelajaran berbahasa aspek cerita tahun pelajaran

2016/2017. Penelitian dilakssiswaan pada bulan Oktober - Desember 2016

20
22

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah kemampuan mengungkapkan kembali isi

cerita siswa VII.B SMP Negeri 2 Pagerageung. Seperti telah diuraikan di

depan bahwa SMP Negeri 2 Pagerageung kelas VII.B terbagi menjadi dua

perlakuan, yaitu pembelajaran langsung dan pembelajaran menggunakan

papan planel.

Adapun latar belakang dipilihnya VII.B sebagai subyek penelitian

adalah:

1. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, kemampuan

berbicara untuk menceritakan kembali isi cerita siswa VII.B lebih

rendah dibandingkan dengan siswa lainnya.

2. Minat siswa VII.B terhadap cerita lebih kecil dibandingkan dengan

siswa lainnya. Hal ini penting dipertimbangkan sebagai dasar awal

dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa ketika

menceritakan kembali isi cerita dengan media yang dapat menarik

perhatian dan minat siswa.

D. Instrumen Pengungkapan Data

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan dua bentuk instrumen untuk

mengambil data-data yang dibutuhkan dalam penelitian. Bentuk instrumen

tersebut adalah berupa bentuk tes dan non tes. Berikut ini akan dipaparkan

tentang bentuk instrumen yang digunakan.

1. Bentuk Instrumen Berupa Tes


23

Tes yang digunakan adalah tes lesan. Tes ini digunakan untuk

memperoleh gambaran seberapa besar hasil belajar siswa setelah ada

perubahan aktivitas dalam pembelajaran bercerita. Tes ini merupakan bentuk

penilaian unjuk kerja (performance) seperti yang digariskan dalam kurikulum

KTSP.

2. Bentuk Instrumen Berupa non Tes

Bentuk instrumen berupa non tes terdiri atas pedoman pengamatan,

pedoman wawancara dan dokumentasi foto kegiatan pembelajaran bercerita.

Berikut ini dijelaskan ketiga bentuk instrumen yang berupa non tes:

1). Pedoman Pengamatan

Pedoman pengamatan terdiri atas pengamatan guru dan siswa selama

proses pembelajaran bercerita berlangsung. Adapun aspek yang diamati

adalah kemampuan guru membuka dan menutup pelajaran, kemampuan

menyampaikan materi melalui media dalam pembelajaran, kemampuan

berkomunikasi dengan siswa, kemampuan menciptakan situasi yang kondusif

dan kemampuan mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Aspek

yang diamati pada siswa meliputi aktivitas siswa selama proses pembelajaran

berlangsung termasuk di dalamnya perilaku positif dan perilaku negatif siswa.

2). Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi tertentu

tentang seberapa jauh responden memperhatikan isi cerita yang berkaitan

dengan variabel penelitian. Acuan pertanyaan dalam wawancara adalah

tentang perasaan siswa terhadap pembelajaran bercerita dengan menggunakan


24

media papan planel dan perasaan siswa ketika mereka diminta untuk berbicara

di depan teman-temannya menceritakan kembali isi cerita.

3). Dokumentasi Foto

Dokumentasi foto digunakan untuk mengambil gambar kegiatan

penelitian di kelas dalam proses pembelajaran bercerita, peneliti menyediakan

kamera foto dan mengambil gambar ketika guru bercerita dan mengambil

gambar ketika siswa maju untuk menceritakan kembali isi cerita.

E. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan ada dua bentuk, yaitu tes dan

non tes. Bentuk tes yang digunakan adalah tes lisan. Sedangkan bentuk non

tes terdiri dari pengamatan, wawancara dan foto kegiatan pembelajaran

bercerita.

Berikut ini diuraikan tentang cara pengambilan data-data yang

dibutuhkan dalam penilaian ini.

1. Teknik Tes

Data penelitian diperoleh melalui tes lesan pada kedua siklus. Tes lesan

ini adalah tes berbicara menceritakan kembali isi cerita yang telah diceritakan

oleh guru. Penilaian dilakukan oleh peneliti dan pengamat dengan

menggunakan lembar penelitian yang telah disediakan. Penilaian meliputi

aspek kelancaran berbicara, aspek keruntutan jalan cerita, aspek penggunaan

bahasa, aspek pemahaman isi cerita dan aspek keberanian / rasa percaya diri

siswa.

Tes ini dilakukan setelah guru selesai memberikan cerita.


25

Pelaksanaan tes meliputi beberapa cara, yaitu :

1. menyiapkan lembar penilaian.

2. meminta siswa satu persatu untuk maju ke depan dan berbicara

menceritakan kembali isi cerita yang telah didengarnya.

3. memberi skor pada setiap aspek penilaian yang telah ditentukan.

4. merekap skor yang telah diperoleh dan menghitungnya dalam prosentase

dengan rumus yang telah ditentukan, dan

5. mengelompokkan nilai akhir siswa dalam kategori nilai.

2. Teknik Non Tes

Tehnik pengumpulan data non tes ini dilakukan dengan cara

pengamatan, wawancara, dan dokumentasi foto pembelajaran bercerita.

Berikut ini diuraikan satu persatu cara mengambil data dengan tehnik non tes.

1). Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap kinerja guru dalam

melakssiswaan kegiatan bercerita dan perilaku siswa selama proses

pembelajaran.

Adapun aspek perilaku siswa yang diamati adalah perilaku di dalam

kelas. Seperti memperhatikan dengan sungguh-sungguh, tertarik dengan

media pembelajaran, melamun, berjalan-jalan di dalam kelas, bermain

dengan teman di luar proses belajar, aktif dalam bertanya dan menanggapi

pertanyaan guru, senang dan menikmati cerita, berani memberikan

tanggapan atas pertanyaan guru tentang topik cerita, berbicara dengan


26

teman tentang topik cerita guru dan berbicara dengan teman di luar topik

cerita guru.

Peneliti dengan dibantu pengamat mengamati cara guru dalam

membuka dan menutup pelajaran, menyampaikan materi cerita melalui

media, berkomunikasi dengan siswa, menciptakan situasi belajar yang

kondusif dan mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

2). Wawancara

Kegiatan wawancara dilakukan di luar jam pelajaran, yaitu pada saat

istirahat. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui tanggapan siswa

terhadap pembelajaran bercerita dengan menggunakan media papan

planel. Lembar pertanyaan yang telah disiapkan ditujukan kepada semua

siswa dengan mengajak mereka berbincang-bincang seraya mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan.

3). Dokumentasi

Dokumentasi foto digunakan untuk mengambil gambar kegiatan

penelitian di kelas dalam proses pembelajaran bercerita.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini terdiri atas dua siklus, masing-masing

siklus terdiri dari: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Adapun

teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah

teknik pengamatan, wawancara, dokumentasi dan tes lesan. Waktu

pelaksanaan penelitian adalah pada jam kegiatan belajar mengajar di dalam

kelas yang telah disesuaikan dengan pembelajaran yang diajarkan.


27

Penelitian Siklus I

Penelitian yang dilakukan pada siklus ini terdiri atas empat tahap

perencanaan, tahap tindakan, tahap pengamatan dan tahap refleksi. Secara

rinci dijelaskan sebagai berikut:

1. Perencanaan

Dalam siklus I, peneliti mempersiapkan proses pembelajaran dengan

langkah-langkah:

1). Menyusun Satuan Kegiatan Harian sesuai dengan penelitian tindakan

kelas.

2). Menyusun rencana kegiatan harian sesuai dengan tindakan yang akan

dilakukan.

3). Menyusun pedoman pengamatan yaitu melalui tes dan non tes.

4). Menyusun rancangan evaluasi program.

2. Tindakan

Pada tahap ini dilakukan tindakan sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan. Tindakan pertama adalah menyiapkan segala kebutuhan yang

diperlukan untuk pembelajaran bercerita dengan papan planel yang akan

digunakan. Tindakan kedua adalah menyiapkan cerita yang akan diberikan

kepada siswa. Selanjutnya menyiapkan siswa agar berkonsentrasi penuh

memperhatikan contoh bercerita dari guru. Setelah semuanya siap barulah

dimulai pembelajaran bercerita dengan menggunakan papan planel


28

sebagai media. Dalam hal ini yang memberi tindakan di dalam kelas

adalah guru kelas.

Tindakan di dalam kelas meliputi :

1) Kegiatan pendahuluan, kegiatan pembelajaran diawali dengan

berdo’a bersama, bernyanyi bersama, dan berbagi cerita. Setelah

kegiatan apersepsi dilakukan, guru memperkenalkan tokoh-tokoh

dalam cerita.

2) Kegitan inti yaitu guru memulai memberikan contoh bercerita

dengan menggunakan papan planel dengan judul cerita “Siswa Ikan

yang Bandel”. Inti cerita : Siswa ikan dengan induknya sedang

bermain, tiba-tiba ada cacing dan si siswa ikan ingin memakannya,

namun induk ikan melarangnya. Si siswa ikan itu bandel sehingga

nasehat induknya tidak didengar dan tidak dipatuhi. Siswa ikan

akhirnya makan cacing dan ternyata cacing tadi adalah cacing milik

orang yang sedang mengail. Maka ditariklah kail tadi ke atas dan

alangkah gembiranya sang pengail setelah cacingnya dimakan siswa

ikan. Tapi dibalik gembiranya si pengail, maka menangislah induk

ikan tadi dan sangat sedih karena kehilangan siswanya.

3) Setelah contoh kegiatan bercerita dengan menggunakan papan

planel selesai, maka siswa diberi pertanyaan tentang isi cerita.

Kemudian guru menawarkan kepada siswa siapa yang berani maju ke

depan untuk menceritakan kembali isi cerita.


29

4) Guru memberi penguatan pada siswa ketika siswa bercerita di

depan kelas.

5) Akhir dari pelaksanaan kegiatan bercerita, guru dan siswa

mengadakan refleksi tentang kegiatan bercerita yang baru dilakukan.

Guru menanyakan tentang perasaan siswa ketika belajar bercerita

dengan menggunakan papan planel dan siswa memberikan tanggapan.

3. Pengamatan

Pengamatan dilakukan secara cermat atas semua tindakan dari awal

hingga akhir pembelajaran.

Peneliti mengadakan pengamatan langsung kondisi kelas dengan

melakukan pencatatan tindakan selama proses pembelajaran berlangsung.

4. Refleksi

Pada akhir tindakan dilakukan evaluasi mengenai hal-hal yang sudah

dilakukan. Bagaimana hasil tes lesan siswa, kendala apa yang ditemui

untuk meningkatkan siswa, dan bagaimana cara memperbaiki kekurangan-

kekurangan pada tindakan berikutnya.

Berdasarkan evaluasi itu dilakukan refleksi yang meliputi :

1). Mengevaluasi hasil pengamatan proses pembelajaran siklus I.

2). Mendeskripsikan hasil pengamatan proses pembelajaran siklus I.

3). Mengidentifikasi kekurangan yang ada pada kegiatan pembelajar-an

siklus I.

4). Merencsiswaan perbaikan untuk kegiatan pembelajaran siklus II.

Penelitian Siklus II
30

Berdasarkan refleksi siklus I, maka perlu dilakukan kegiatan-kegiatan

untuk memperbaiki renacana dan tindakan yang telah ditentukan. Langkah-

langkah kegiatan pada siklus II pada dasarnya sama dengan langkah-langkah

siklus I, perbedaannya terletak pada sasaran untuk melakukan perbaikan

tindakan pada siklus sebelumnya. Langkah-langkah siklus II adalah sebagai

berikut:

1. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi hal-hal:

1). Menyusun perbaikan Satuan Kegiatan Harian sesuai dengan pene-litian

tindakan kelas.

2). Menyusun perbaikan rencana kegiatan harian sesuai dengan tin-dakan

yang akan dilakukan.

3). Menyusun perbaikan pedoman pengamatan yaitu melalui tes dan non

tes.

4). Menyusun rancangan evaluasi program.

2. Tindakan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi perbaikan kegiatan yang

telah dilakukan pada siklus I sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.

Tindakan pertama adalah menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan

untuk pembelajaran bercerita dengan menggunakan papan planel.

Tindakan kedua adalah menyiapkan cerita yang lebih menarik untuk

diberikan pada siswa. Selanjutnya adalah menyiapkan siswa agar

berkonsentrasi penuh memperhatikan contoh bercerita dari guru.


31

Setelah semuanya siap barulah dimulai pembelajaran bercerita dengan

menggunakan papan planel sebagai medianya.

Langkah-langkah medianya seperti pada siklus I.

Berikut urutan tindakan pembelajaran siklus II.

1) Kegiatan pendahuluan: siswa seperti kegiatan pendahuluan pada siklus

I.

2) Kegiatan inti guru memulai yaitu guru memulai memberikan contoh

bercerita dengan menggunakan papan planel. Guru memeragakan

gambar yang memerankan tokoh kakak dan adik yang sedang

bercakap-cakap di ruang tamu.

3) Setelah contoh kegiatan bercerita dengan menggunakan papan planel

usai diberikan, waktu untuk berlatih seperti yang dicontohkan oleh

guru hingga berulang-ulang dan sesering mungkin.

4) Guru memberikan penguatan pada siswa ketika mereka berlatih

bercerita.

5) Setelah kegiatan berlatih cerita dengan menggunakan papan planel

dinilai cukup, maka segera diadakan pelaksanaan siswa tampil

bercerita dengan menggunakan papan planel di depan teman-

temannya dan mendapatkan nilai dari guru dan pengamat.

6) Akhir dari pelaksanaan latihan bercerita dengan papan planel, guru

dan siswa mengadakan refleksi tentang kegiatan bercerita yang baru


32

saja dilakukan. Guru menanyakan tentang perasaan siswa ketika

belajar dengan menggunakan papan planel sebagai medianya, dan

siswa memberikan tanggapan.

3. Pengamatan

Pengamatan dilakukan secara cermat atas semua tindakan dari awal

sampai akhir pembelajaran.

Peneliti mengadakan pengamatan langsung kondisi kelas dengan

melakukan pencatatan tindakan siswa selama proses pembelajaran

berlangsung.

Berikut rincian kegiatan pengamatan yang dilakukan.

1). Peneliti dan pengamat mengamati proses pembelajaran dari awal

hingga akhir dengan menggunakan pedoman yang telah tersedia.

2). Peneliti dan pengamat mengamati dan mencatat perilaku siswa dengan

pedoman yang tersedia.

3). Peneliti melakukan wawancara terhadap siswa dengan predikat nilai

terendah, nilai sedang dan nilai tertinggi waktu di luar jam belajar

mengajar.

4. Refleksi

Pada akhir tindakan didahulukan evaluasi mengenai hal-hal yang sudah

dilakukan. Dalam refleksi ini akan diperoleh hasil seberapa besar

peningkatan siswa.

Berdasarkan evaluasi itu dilakukan refleksi yang meliputi :


33

1). Mengevaluasi hasil pengamatan proses pembelajaran siklus II.

2). Mendeskripsikan hasil pengamatan proses pembelajaran siklus II.

3). Menghitung nilai perolehan tes lesan siswa dan kemudian memban-

dingkan jumlahnya antara jumlah dalam siklus I dan siklus II untuk

mengetahui ada tidaknya peningkatan yang terjadi setelah proses

pembelajaran.

G. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara

kuantitatif dan kualitatif.

1. Analisis Data Secara Kuantitatif

Analisis data kuantitatif adalah analisis terhadap data hasil tes lesan

menceritakan kembali isi cerita pada siklus I dan siklus II. Langkah-langkah

yang ditempuh dalam mengolah data secara kuantitatif adalah:

1). Mencatat nilai siswa pada lembar penilaian.

2). Merekap nilai siswa.

3). Mencari nilai komulatif dari setiap aspek.

4). Menghitung nilai yang diperoleh siswa.

5). Menentukan prosentase.

Penghitungan prosentase dengan rumus:

NP = R x 100 %

JS

Keterangan:

NP = Nilai dalam prosen.


34

R = Skor yang dicapai siswa

JS = Jumlah keseluruhan siswa

2. Analisis Data Secara Kualitatif

Data yang telah diperoleh melalui pengamatan, wawancara dan

dokumentasi dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan memilah,

mengklasifikasi dan mendeskripsikan seluruh data.

H. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan penelitian dapat diukur melalui aspek data

kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data berupa angka atau bilangan baik

yang diperoleh dari hasil pengukuran maupun di peroleh dengan cara merubah

data kualitatif menjadi kuantitatif. Diharapkan pada penelitian ini 70% dari

jumlah siswa mencapai hasil belajar diatas KKM 75,00.


35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam Bab ini penulis melaporkan segala kegiatan yang dilakukan selama

mengadakan penelitian sejak dimulai dari persiapan sampai dengan analisa data.

Dalam kegiatan untuk mengumpulkan data-data ini, penulis lakssiswaan dengan

metode interview, observasi, dokumentasi, dan dengan menggunakan tes

menceritakan isi cerita.

Berikut ini penulis uraikan tentang Data Pra Siklus, Deskripsi dan

Interpretasi Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian.

A. Deskripsi Data Pra Siklus

Pembelajaran bercerita di SMP memiliki peran yang sangat penting

demi keberhasilan belajar siswa didik. Tujuan pembelajaran bahasa adalah

agar siswa terampil berbahasa, yaitu terampil menyimak, terampil berbicara,

terampil membaca dan terampil menulis (Tarigan, 1986 : 2).

Berkaitan dengan tujuan pembelajaran keterampilan berbahasa perlu

diterapkan suatu media pembelajaran yang efektif dan dapat menunjang

kegiatan pembelajaran.

Media pembelajaran yang bermacam-macam menyebabkan guru harus

selektif dalam memilih media pembelajaran yang akan digunakan. Salah satu

faktor yang mempengaruhi pemilihan media pembelajaran adalah materi

pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan setiap materi mempunyai karakteristik

tersendiri yang turut menentukan dalam menentukan media. Begitu pula

dalam pembelajaran bercerita, seorang guru harus memilih dan menggunakan

34
36

media yang sesuai sebagai penunjang kegiatan pembelajaran agar dapat

mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Di SMP Negeri 2 Pagerageung setelah penulis amati, para siswa

mengalami kesulitan dalam keterampilan berbahasa di depan kelas, namun

apabila guru bercerita mereka berbicara sendiri dengan teman di dekatnya.

Seolah-olah mereka tidak tertarik dengan apa yang diceritakan guru. Agar

siswa dapat tertarik dengan pembelajaran bercerita, perlu media, karena

dengan media dapat memperjelas cerita dalam rangka mencapai tujuan.

Kemampuan siswa dalam menceritakan kembali baru mencapai 54,28% atau

sekitar 26 orang yang mampu mengungkapkannya di depan kelas. Sedangkan

44,72% lainnya masih merasa kesulitan.

Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam

pembelajaran sekaligus diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang

dicapai siswa. Penggunaan media dalam pembelajaran bercerita sebenarnya

ada bermacam-macam. Misalnya buku cerita bergambar, dengan boneka,

video, dan lain sebagainya. Namun dalam penelitian ini peneliti lebih memilih

penggunaan media papan planel, karena dibandingkan dengan media yang

lainnya, papan planel diyakini dapat menarik minat siswa agar memiliki

perhatian lebih terhadap pembelajaran bercerita dan kemudian diharapkan

dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita.

B. Deskripsi dan Interpretasi Hasil Penelitian

Penjelasan lebih rinci mengenai hasil penelitian yang berupa hasil

kemampuan menceritakan kembali isi cerita pada siklus I dan siklus II. Hasil
37

tes berdasarkan kelima aspek penilaian yang meliputi aspek kelancaran

berbicara, aspek keruntutan jalan cerita, aspek penggunaan bahasa, aspek

pemahaman isi cerita dan aspek keberanian atau rasa percaya diri, dibahas

dalam bab ini. Hasil tes masing-masing disajikan dengan menggunakan tabel.

Selain hasil tes, yang berikutnya diuraikan dalam bab ini adalah hasil

non tes. Hasil non tes baik siklus I maupun siklus II yang meliputi hasil

pengamatan terhadap kinerja guru, hasil pengamatan terhadap siswa dengan

mengamati perhatian siswa, aktivitas siswa, dan keaktivitasan berbicara siswa

selama proses pembelajaran, serta hasil wawancara juga hasil dokumentasi.

Dalam pembahasan dijelaskan lebih lanjut mengenai perbandingan hasil tes

pada siklus I dan siklus II yang disajikan dalam tabel, seberapa besar

peningkatan yang terjadi pada siswa, sebab-sebab yang menyebabkan adanya

peningkatan kemampuan pada siswa dan perbandingan hasil penilaian masing-

masing aspek penilaian pada siklus I dan siklus II yang disajikan dalam tabel.

Selanjutnya berikut ini akan dibahas hasil penelitian dari pra siklus,

siklus I dan siklus II.

1. Hasil Pengamatan Pra Siklus

Dari pengamatan peneliti, sebelum guru menggunakan media papan planel

dalam pembelajaran bercerita, siswa kurang memperhatikan guru, bahkan

mereka cenderung bercerita sendiri. Sehingga ketika guru menawarkan

siapa yang berani maju ke depan kelas untuk menceritakan kembali isi

cerita, hanya ada empat siswa dari 33 siswa di kelas VII.B yang mau maju.

Sebagai gambaran dapat dilihat tabel di bawah ini.


38

Tabel 4.1. Hasil Tes Menceritakan Kembali Isi Cerita Pra Siklus

No Interval Kategori f % Keterangan


1 0 – 50 Kurang 10 31 % Hasil klasikal
2 51 – 74 Cukup 20 62 % mencapai angka
3 75 - 100 Baik 3 8 % 54, 28 dengan
kategori kurang

Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 10 siswa mendapat nilai di bawah

target keberhasilan nilai individu yaitu kurang dari 60. Sedangkan 20

siswa mendapat nilai cukup dan 3 siswa mendapat nilai baik karena nilai

di atas 60. Hasil secara klasikal ini mencapai angka 55, 61 dengan kategori

kurang.

Penilaian tersebut berdasarkan kriteria sebagai berikut apabila di dalam

menceritakan kembali isi cerita, siswa tidak bersedia bercerita di depan

kelas diberi skor antara 0 – 49. Bila mau bercerita tetapi tidak lancar atau

tersendat-sendat diberi skor antara 51 – 74. Jika pengujaran lancar dan

dapat menceritakan kembali isi cerita secara runtut maka diberi skor antara

75 – 100.

Demikian juga untuk penilaian pada siklus I dan siklus II.

2. Hasil Penelitian Siklus I

Hasil penelitian siklus I diuraikan sebagai berikut:

Hasil penilaian siklus I berupa tes kemampuan siswa dalam menceritakan

kembali isi cerita dan hasil pengamatan, hasil wawancara dan dokumentasi

foto. Hasil penilaian tes menceritakan kembali isi cerita menggunakan

lembar penilaian yang terdiri dari 5 aspek.


39

Hasil pengamatan peneliti terdiri atas pengamatan proses guru mengajar

dan pengamatan perilaku siswa.

Hasil wawancara berupa jawaban dari para responden yang telah ditunjuk

dan dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

Hasil pengambilan gambar dijadikan dokumentasi foto.

Berikut adalah nilai setelah diambil nilai rata-rata dari lima aspek.

a. Hasil Tes Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

Peserta tes berjumlah 33 siswa yang terbagi menjadi 16 siswa putra

dan 17 siswa putri dari VII.B. Hasil tes pada siklus I dapat dilihat pada

table berikut ini.

Tabel 4.2. Hasil Tes Menceritakan Kembali Isi Cerita siklus I

No Interval Kategori f % Keterangan


1 0 – 50 Kurang 6 18 % Hasil klasikal
2 51 – 74 Cukup 18 55 % mencapai angka 63, 26
3 75 - 100 Baik 9 27 % dengan kategori baik

Berdasarkan tabel di atas, sebanyak sembilan siswa mendapat nilai di

bawah target keberhasilan nilai individu, yaitu < 60 (lebih kecil dari

60), sedangkan 30 siswa yang lain mendapatkan nilai sama dengan

atau di atas target keberhasilan nilai individu, yaitu > 60 (lebih besar

atau sama dengan 60). Hasil secara klasikal tes ini mencapai angka 63,

26 dengan kategori nilai baik. Hasil tes berdasarkan kelima aspek

penilaian yang diamati dalam penelitian siklus I diuraikan sebagai

berikut.
40

1). Aspek Kelancaran Berbicara

Hasil tes menceritakan isi cerita aspek kelancaran berbicara dapat

dilihat pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 4.3. Hasil Tes Aspek Kelancaran Berbicara

No Interval Kategori f % Keterangan


1 0 – 50 Kurang 4 12 % Hasil nilai rata-rata /
2 51 – 74 Cukup 19 57 % klasikal mencapai angka
3 75 - Baik 10 31 % 64, 65 dengan kategori
100 cukup

Dari Hasil tes aspek kelancaran berbicara ditemukan sebanyak 4

siswa atau 12 % siswa mendapat nilai dengan kategori kurang.

Sedangkan 19 siswa atau 57 % siswa mencapai nilai dengan

kategori cukup dan siswa yang lain mencapai nilai 75,0 dengan

kategori nilai baik. Secara klasikal aspek ini mencapai angka rata-

rata 64,65 dengan kategori cukup.

2). Aspek Keruntutan Jalan Cerita

Hasil tes menceritakan kembali isi cerita aspek keruntutan jalan

cerita dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4. Hasil Tes Aspek Keruntutan Jalan Cerita

No Interval Kategori f % Keterangan


1 0 – 50 Kurang 4 12 % Hasil nilai rata-rata /
2 51 – 74 Cukup 19 59 % klasikal mencapai angka
3 75 - Baik 10 29 % 63, 63 dengan kategori
100 cukup

Berdasarkan tabel nomor 4, sebanyak 4 siswa mendapat nilai

dengan kategori kurang, 19 siswa atau 59 % mendapat nilai cukup


41

dan 10 siswa atau 29 % mendapat nilai baik. Hasil klasikal untuk

aspek ini mencapai 63,63 dengan kategori cukup.

3). Aspek Penggunaan Bahasa

Hasil tes menceritakan kembali isi cerita untuk aspek penggunaan

bahasa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5. Hasil Tes Aspek Penggunaan Bahasa

No Interval Kategori f % Keterangan


1 0 – 50 Kurang 5 16 % Hasil klasikal mencapai
2 51 – 74 Cukup 19 59 % angka 64, 81 dengan
3 75 - Baik 8 24 % kategori cukup
100

4). Aspek Pemahaman Isi Cerita

Hasil tes menceritakan kembali isi cerita untuk aspek pemahaman

isi cerita dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.6. Hasil Tes Pemahaman Isi Cerita

No Interval Kategori f % Keterangan


1 0 – 50 Kurang 5 14 % Hasil klasikal mencapai
2 51 – 74 Cukup 22 67 % angka 63, 38 dengan
3 75 - Baik 6 19 % kategori cukup
100

Berdasarkan tabel no 6, sebanyak 5 siswa mendapat nilai dengan

kategori kurang 17 %, sebanyak 22 siswa atau 67 % mendapat nilai

cukup dan 6 siswa atau 19 % siswa mendapat nilai kategori baik.

Hasil nilai klasikal mencapai angka 63,38 dengan kategori cukup.

5). Aspek Keberanian / Rasa Percaya Diri


42

Hasil tes menceritakan kembali isi cerita aspek keberanian / rasa

percaya diri siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.7. Hasil Tes Aspek Keberanian

No Interval Kategori f % Keterangan


1 0 – 50 Kurang 12 36,7% Hasil klasikal mencapai
2 51 – 74 Cukup 9 28,5% angka 59,26 dengan
3 75 - 100 Baik 11 34,6% kategori cukup

Dari hasil tes pada tabel di atas, didapaSMPan hasil sebanyak 12

siswa atau 36,7 % mencapai nilai kurang dan sebanyak 9 siswa

atau 28,5 % mencapai nilai cukup dan 11 siswa atau 34 %

mencapai nilai baik. Hasil klasikal untuk aspek keberanian

mencapai angka 59,26 dengan kategori cukup.

b. Hasil Non Tes Siklus I

Hasil penelitian non tes pada siklus I yang terdiri atas hasil

pengamatan, hasil wawancara dan dokumentasi pembelajaran

diuraikan sebagai berikut.

1). Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan terdiri atas pengamatan proses guru mengajar

dan pengamatan terhadap perilaku siswa selama proses belajar.

Pengamatan terhadap kinerja guru dalam mengajar telah dilakukan

pada saat diadakannya pembelajaran bercerita di kelas B1. Hasil

pengamatan tersebut akan peneliti uraikan sebagai berikut.

Pengamatan terhadap guru untuk aspek kemampuan membuka dan

menutup pelajaran cukup baik.


43

Aspek kemampuan menyampaikan materi cerita melalui media

sudah cukup baik dilakukan oleh guru. Sebelum guru memulai

bercerita, guru memperlihatkan tokoh-tokoh dalam cerita.

Aspek kemampuan berkomunikasi masih kurang, karena guru

terlihat hanya konsentrasi di cerita tanpa memperhatikan keadaan

siswanya. Hal tersebut akhirnya membuat siswa bercerita di luar

topic cerita. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan baik oleh

peneliti.

Kemampuan guru dalam menciptakan situasi belajar yang kondusif

sudah baik. Guru memberi penguatan kepada siswa dengan

memberikan penghargaan berupa tepuk tangan dan pujian sebagai

tanda telah mengikuti kegiatan dengan bagus.

Kemampuan guru dalam mendorong keterlibatan siswa dalam

pembelajaran sudah baik. Hal tersebut terlihat saat guru bertanya

mengenai isi cerita, sudah banyak siswa yang menjawab

pertanyaan guru.

Pengamatan perilaku siswa yang diamati meliputi perhatian siswa,

aktivitas siswa, dan keaktivan siswa.

Aspek penelitian siswa meliputi kegiatan memperhatikan dengan

sungguh-sungguh dan ketertarikan dengan media.

Hasil pengamatan peneliti sebagian siswa sudah memperhatikan

dengan sungguh-sungguh. Meskipun ada siswa yang tidak

memperhatikan tetapi tidak mengganggu jalannya pembelajaran.


44

Kegiatan tertarik dengan media sudah telihat sejak awal proses

pembelajaran. Ketika guru sedang mempersiapkan media yang

akan digunakan untuk pembelajaran, antusiasme sudah terlihat di

dalam kelas.

Aspek aktivitas siswa meliputi kegiatan berjalan-jalan di dalam

kelas, bermain dengan teman di luar proses belajar, aktif dalam

bertanya dan menanggapi pertanyaan guru, dan sikap tenang

menikmati cerita. Ada empat siswa yang memiliki perilaku negatif

pada saat pembelajaran bercerita, yaitu berjalan-jalan di depan

kelas. Hal tersebut mengganggu teman yang lain, namun hal

tersebut dapat segera diatasi oleh guru pendamping agar tidak

mengganggu kelancaran proses belajar.

Pada akhir cerita, guru mengulas kembali isi cerita dengan

menanyakan beberapa pertanyaan mengenai cerita kepada siswa.

Pada saat itu sebagian besar siswa aktif menjawab pertanyaan guru,

tetapi masih ada juga beberapa siswa yang hanya diam.

Berdasarkan pengamatan peneliti, ditemukan beberapa fakta bahwa

sebagian besar siswa sudah dapat tenang dan menikmati cerita

meskipun masih ada beberapa siswa yang mengganggu konsentrasi

mereka yang sedang menikmati cerita.

Aspek terakhir yang diamati adalah keaktifan berbicara siswa yang

meliputi kegiatan berani memberikan tanggapan atas pertanyaan

guru tentang topik cerita, berbicara dengan teman tentang topik


45

cerita, dan berbicara dengan teman di luar topik cerita. Menurut

peneliti, pada kegiatan siswa berani memberikan tanggapan atas

pertanyaan guru tentang topik cerita masih kurang aktif dan belum

berjalan dengan baik karena seluruh siswa masih belum dapat

berperan aktif. Berdasarkan pengamatan peneliti terdapat empat

siswa yang sedang membicarakan topik cerita dengan teman,

sedangkan siswa yang sedang berbicara dengan teman di luar topik

ada enam siswa laki-laki.

2). Hasil Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap empat siswa yang memiliki nilai

kurang atau di bawah target keberhasilan, sedang, dan sesuai

dengan target keberhasilan. Masing-masing kategori nilai diwakili

oleh seorang siswa yang memiliki nilai kurang atau di bawah

target, dua orang siswa yang memiliki nilai sedang dan seorang

siswa yang memiliki nilai baik. Dari hasil wawancara diperoleh

data bahwa siswa yang bernama Rahma memiliki nilai kurang,

karena tidak mau maju ke depan menceritakan kembali isi cerita

karena malu dan takut. Dua orang siswa yang memiliki nilai cukup

mengungkapkan bahwa mereka sudah merasa tidak takut dan malu

ketika bercerita di depan kelas, sehingga mereka dapat berbicara

dalam mengungkapkan isi cerita.

Ada seorang siswa yang mendapatkan nilai dengan kategori baik.

Ketika peneliti menanyakan tentang perasaannya ketika berbicara


46

di depan kelas, dia menjawab bahwa dia merasa senang ketika

disuruh berbicara di depan kelas untuk mengungkapkan kembali isi

cerita dengan menggunakan papan planel.

3). Hasil Dokumentasi

Hasil dokumentasi pada siklus I berupa dokumentasi foto yang

dicetak dan disajikan di dalam hasil penelitian ini. Berikut ini

disajikan gambar kegiatan pembelajaran kemampuan berbahasa

aspek bercerita selama penelitian berlangsung. Gambar yang

disajikan berupa gambar ketika guru sedang melakssiswaan

kegiatan pembelajaran kemampuan berbahasa aspek bercerita, dan

gambar kegiatan siswa menceritakan kembali isi cerita dengan

menggunakan papan planel.

3. Hasil Penelitian Siklus II

Hasil penelitian siklus II sama dengan hasil penelitian siklus I, yaitu

berupa penilaian tes kemampuan siswa dalam mengungkapkan kembali isi

cerita dan hasil pengamatan, hasil wawancara dan dokumentasi foto. Hasil

penelitian tes menceritakan kembali isi cerita menggunakan lembar

penilaian yang terdiri atas lima aspek.

Hasil pengamatan peneliti terdiri atas pengamatan proses guru mengajar

dan pengamatan perilaku siswa.

Hasil wawancara berupa jawaban dari para responden yang telah ditunjuk

dan dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

Hasil pengamatan gambar dijadikan dokumentasi foto.


47

Berikut akan diuraikan tentang hasil tes kemampuan menceritakan

kembali isi cerita.

a. Hasil Tes Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

Peserta tes berjumlah 33 siswa yang terbagi menjadi 16 siswa putra

dan 17 siswa putri dari VII.B.

Hasil tes pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.8. Hasil Tes Menceritakan Kembali Isi Cerita Siklus II

No Interval Kategori f % Keterangan


1 0 – 50 Kurang 3 10 % Hasil klasikal mencapai
2 51 – 74 Cukup 13 40 % angka 69, 93 dengan
3 75 - Baik 17 50 % kategori baik
100

Berdasarkan tabel di atas, masih ada 3 siswa yang mendapat nilai di

bawah target keberhasilan nilai individu, yaitu < 60 (lebih kecil dari

60), sedangkan 30 siswa yang lain mendapat nilai sama atau di atas

target keberhasilan nilai individu, yaitu > 60 (lebih besar atau sama

dengan 60). Hasil secara klasikal tes ini mencapai 69,93 dengan

kategori nilai baik. Hasil tes berdasarkan kelima aspek penilaian yang

diamati dalam penilaian siklus II diuraikan sebagai berikut.

1). Aspek Kelancaran Berbicara

Hasil tes menceritakan kembali isi cerita aspek kelancaran

berbicara dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini.

Tabel 4.9. Hasil Tes Aspek Kelancaran Berbicara


48

No Interval Kategori f % Keterangan


1 0 – 50 Kurang 5 14,7% Hasil klasikal mencapai
2 51 – 74 Cukup 17 51,5% angka 69, 59 dengan
3 75 - Baik 11 42,8% kategori baik
100

Dari hasil tes aspek kelancaran berbicara ditemukan sebanyak 5

siswa atau 14,7 % siswa mendapat nilai dengan kategori cukup,

sedangkan 11 siswa atau 42,8 % siswa mencapai nilai dengan

kategori baik. Secara klasikal aspek ini mencapai angka rata-rata

69,59 dengan kategori baik.

2). Aspek Keruntutan Jalan Cerita

Hasil tes menceritakan kembali isi cerita aspek keruntutan jalan

cerita dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.10. Hasil Tes Aspek Keruntutan Jalan Cerita

No Interval Kategori f % Keterangan


1 0 – 50 Kurang 3 10,2% Hasil klasikal mencapai
2 51 – 74 Cukup 14 42,8% angka 69, 08 dengan
3 75 - 100 Baik 16 47 % kategori baik

Berdasarkan tabel no. 10, sebanyak 3 siswa atau 10,2 % siswa

mencapai nilai dengan kategori kurang dan 14 siswa atau 42 %

siswa mencapai nilai dengan kategori cukup, dan 16 siswa atau 47

% siswa mencapai nilai dengan kategori baik. Nilai klasikal

mencapai 69,08 dengan kategori baik.

3). Aspek Penggunaan Bahasa


49

Hasil tes menceritakan kembali isi cerita aspek penggunaan bahasa

oleh siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.11: Aspek Penggunaan Bahasa

No Interval Kategori f % Keterangan


1 0 – 50 Kurang 3 8,16% Hasil klasikal mencapai
2 51 – 74 Cukup 14 42,8% angka 69, 08 dengan
3 75 - Baik 16 48,9% kategori baik
100

Hasil tes menceritakan kembali isi cerita aspek penggunaan bahasa

oleh siswa adalah sebanyak 3 siswa atau 8,16 % siswa di dalam

kelas VII.B mencapai nilai dengan kategori kurang, 14 siswa atau

42,8 % siswa mencapai nilai dengan kategori cukup, dan sebanyak

16 siswa atau 48,9 % siswa mencapai nilai dengan kategori baik.

Nilai klasikal mencapai 69,08 dengan kategori baik.

4). Aspek Pemahaman Isi Cerita

Hasil tes menceritakan kembali isi cerita untuk aspek pemahaman

isi cerita dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.12

No Interval Kategori f % Keterangan


1 0 – 50 Kurang 2 6,1% Hasil klasikal
2 51 – 74 Cukup 13 38,7% mencapai angka 69,
3 75 - 100 Baik 18 55,1% 69ndengan kategori
baik

Dari hasil tes pada tabel di atas sebanyak 2 siswa atau 6,1 % siswa

mencapai nilai dengan kategori kurang, sebanyak 13 siswa atau

38,7 % siswa mencapai nilai dengan kategori cukup, sedang 18


50

siswa atau 55,1 % mencapai nilai dengan kategori baik. Nilai

klasikal mencapai 69,69 dengan kategori baik.

5). Aspek Keberanian / Rasa Percaya Diri

Hasil tes menceritakan kembali isi cerita aspek keberanian / rasa

percaya diri dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.13. Hasil Tes Aspek Keberanian / Rasa Percaya Diri

No Interval Kategori f % Keterangan


1 0 – 50 Kurang 3 8,1% Hasil klasikal mencapai
2 51 – 74 Cukup 12 36,7% angka 71,53 dengan
3 75 - Baik 18 55,1% kategori baik
100

Dari hasil pada tabel di atas sebanyak 3 siswa atau 8,1 % siswa

mencapai nilai dengan kategori kurang, dan sebanyak 12 siswa

atau 36,7 % siswa mencapai nilai dengan kategori cukup dan 18

siswa atau 55 % siswa mencapai nilai dengan kategori baik. Nilai

klasikal mencapai 71,53 dengan kategori baik.

b. Hasil Non Tes Siklus II

Hasil penelitian non tes pada siklus II yang terdiri atas pengamatan,

hasil wawancara, dan dokumentasi pembelajaran bercerita diuraikan

sebagai berikut.

1). Hasil Pengamatan


51

Hasil pengamatan terdiri atas pengamatan terhadap proses guru

mengajar dan pengamatan terhadap perilaku siswa selama proses

belajar.

a) Pengamatan Guru Mengajar

Pengamatan terhadap kinerja dalam mengajar telah dilakukan

peneliti pada saat diadakannya pembelajaran bercerita di VII.B.

Hasil pengamatan tersebut akan peneliti uraikan sebagai

berikut.

Pada siklus II ini kemampuan guru dilihat dari aspek

kemampuan membuka dan menutup pelajaran, kemampuan

menyampaikan materi melalui media, kemampuan

berkomunikasi dengan siswa, kemampuan menciptakan situasi

belajar yang kondusif dan kemampuan mendorong keterlibatan

siswa dalam pembelajaran sudah baik. Dalam siklus ini

pembelajaran sudah berlangsung baik dan mampu menarik

perhatian siswa.

b) Pengamatan Perilaku Siswa

Berikut ini diuraikan beberapa hasil pengamatan yang telah

dilakukan terhadap perilaku siswa pada siklus II. Dalam siklus

II, peneliti menemukan bahwa sebagian besar dari jumlah

siswa seluruhnya sudah mulai tertarik dengan media dalam

pembelajaran bercerita yang berupa potongan gambar yang

dipasang di papan planel, dengan bentuk tokoh dalam keluarga,


52

ayah, ibu, kakak perempuan dan adik laki-laki. Hal tersebut

menjadikan mereka dapat bersikap tenang dan dapat menikmati

cerita dari guru dengan baik. Kegiatan memperhatikan dengan

sungguh-sungguh belum dapat sepenuhnya dilakukan dengan

baik karena masih ada beberapa siswa yang belum dapat

bersikap memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Dalam

siklus II, peneliti tidak menemukan adanya siswa yang

melamun.

Aspek aktivitas siswa meliputi kegiatan berjalan-jalan di dalam

kelas, bermain dengan teman di luar proses belajar, aktif dalam

bertanya dan menanggapi pertanyaan guru, sikap tenang dan

menikmati cerita. Dalam siklus II ini, peneliti tidak

menemukan adanya siswa yang berjalan-jalan di dalam kelas.

Namun ada dua siswa yang memiliki perilaku negatif pada saat

pembelajaran bercerita, yaitu bermain dengan alat permainan

yang dibeli dari rumah. Hal tersebut dapat segera diatasi oleh

guru pendamping dalam hal ini peneliti sendiri agar tdak

menganggu kelancaran proses belajar.

Aspek terakhir yang diamati adalah keaktifan berbicara siswa

yang meliputi adalah kegiatan berani memberikan tanggapan

atas pertanyaan guru tentang topik cerita, berbicara dengan

teman tentang topik cerita, dan bicara dengan teman di luar

topik cerita. Menurut peneliti pada kegiatan siswa berani


53

memberi tanggapan atas pertanyaan guru tentang topik cerita

sudah aktif dan berjalan dengan baik karena mereka sudah

dapat berperan aktif.

2). Hasil Wawancara

Wawancara yang dilakukan pada saat istirahat ini ditujukan untuk

enam responden, seorang responden yang memiliki nilai rata-rata

terendah dan dua responden yang memiliki nilai rata-rata sedang

serta tiga responden yang memiliki nilai rata-rata tinggi.

Dari hasil wawancara diperoleh data bahwa siswa yang memiliki

nilai kurang karena dia kurang lancar berbicara sewaktu berada di

depan kelas. Setelah ditanyakan mengapa hal itu bisa terjadi,

ternyata didapat jawaban ia merasa malu berbicara di depan kelas,

meskipun rasa percaya dirinya sudah mulai ada sehingga

mempengaruhi konsentrasi dalam berbicara. Meskipun

mendapatkan nilai rendah dalam siklus II ini, tetapi jumlah

angkanya mengalami peningkatan dari 51 menjadi 52 dengan

kategori kurang.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap enam

responden diperoleh data bahwa rata-rata mereka sangat senang

mendengarkan cerita guru yang menggunakan media planel.

3). Hasil Dokumentasi


54

Hasil dokumentasi pada siklus II berupa foto yang dicetak dan

disajikan di dalam hasil penelitian ini. Setelah memperkenalkan

tokoh-tokoh di dalam cerita. Guru mulai bercerita dengan

menggunakan papan planel, guru menggunakan tiruan suara ketika

sedang menangis sesuai dengan karakter contoh cerita. Siswa

tertarik untuk menyimak cerita dengan sungguh-sungguh.

Pada akhir pembelajaran kemampuan berbahasa aspek bercerita,

guru mengulas kembali cerita yang telah disampaikan agar siswa

mudah mengingat kembali dan memahaminya.

Guru juga memberikan pertanyaan mengenai isi cerita dan siswa

menanggapi secara bersama-sama dengan suara keras. Sebelum

guru menutup kegiatan, guru menyampaikan nilai moral yang

dapat dipetik dari cerita tadi sebagai pelajaran budi pekerti yang

baik.

Pada akhir pembelajaran bercerita, siswa diberi kesempatan untuk

maju ke depan kelas menceritakan kembali isi cerita dengan

menggunakan papan planel. Pengamatan dan penilaian dilakukan

dengan seksama agar dapat diketahui adakah peningkatan yang

terjadi setelah siswa diberikan perlakuan dengan media papan

planel.

C. Pembahasan Hasil Penelitian


55

Pada bagian ini diuraikan perbandingan hasil penelitian dari pra siklus,

siklus I dan siklus II, yang disajikan dalam bentuk tabel dan perubahan

perilaku yang terjadi pada siswa.

1. Perbandingan Hasil Pra Siklus, Siklus I dan Siklus

Tabel 4. 14. Hasil Tes Menceritakan Kembali Isi Cerita dari Pra Siklus,

Siklus I dan Siklus II

No Interva Kategori Pra Siklus Siklus I Siklus II Ket.


l f % f % f %
1 0 – 50 Kurang 10 31 % 6 18 % 3 10 % Nilai klasikal
pra siklus
2 51 – 74 Cukup 30 62 % 18 55 % 13 40 % 54,28
Siklus I
3 75 - Baik 3 8% 12 37 % 17 50 % 63,26
100 Siklus II
69,93
mengalami
peningkatan

Berdasarkan hasil penelitian yang tercantum dalam tabel di atas dapat

diketahui bahwa pembelajaran bercerita dengan menggunakan media papan

planel dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi

cerita. Kemampuan siswa dalam mengungkapkan kembali isi cerita pada

siklus I mencapai kategori cukup, meskipun masih terdapat kekurangan pada

beberapa aspek yaitu aspek keruntutan cerita dan kelancaran bicara siswa.

Beberapa kendala muncul pada siswa karena siswa masih merasa malu

dan takut berbicara di depan teman-temannya sehingga kelancaran

berbicaranya pun terganggu dan adanya faktor penguasaan bahasa Indonesia

yang dimiliki siswa rata-rata mereka kurang fasih dalam berbicara dengan

bahasa Indonesia.
56

Hasil penelitian siklus II memperlihatkan kategori baik karena semua

aspek mengalami peningkatan. Pada siklus ini beberapa siswa sudah dapat

mengatasi rasa malu dan takut berbicara di depan kelas, meskipun masih ada

beberapa siswa yang lain yang masih malu dan takut. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa hasil tes menceritakan kembali isi cerita melalui media

papan planel mengalami peningkatan.

2. Perubahan Perilaku Siswa

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku siswa setelah

diadakannya penelitian mengenai pembelajaran kemampuan berbahasa aspek

bercerita dengan menggunakan media papan planel. Berdasarkan hasil

pengamatan yang telah dilakukan, adalah adanya faktor internal yang dapat

mempengaruhi kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita yaitu

adanya perasaan malu, takut dan tidak berani ketika mereka berbicara di depan

kelas kelas di depan teman-temannya. Namun setelah guru memberikan

beberapa nasehat dan semangat, akhirnya pada siklus II mereka sudah agak

lebih baik bersikap ketika berbicara di depan kelas tanpa merasa malu atau

takut lagi.

Faktor internal yang lain adalah mengenai minat siswa terhadap hal

baru dalam kegiatan belajarnya. Dalam hal ini pembelajaran kemampuan

berbahasa aspek bercerita dengan menggunakan papan planel adalah

merupakan hal baru bagi mereka, hal tersebut dikarenakan selama ini kegiatan

pembelajaran bercerita dengan menggunakan papan planel belum pernah

dilakukan.
57

Berdasarkan hasil pengamatan perilaku siswa menunjukkan bahwa

adanya perubahan perilaku negatif siswa menjadi perilaku yang positif dalam

kegiatan belajarnya. Dengan demikian, pembelajaran kemampuan berbahasa

aspek bercerita secara secara umum telah menunjukkan adanya peningkatan

ke arah yang lebih baik. Perubahan perilaku yang mengalami peningkatan ke

arah lebih baik juga terjadi pada sikap dan kemampuan guru dalam proses

pembelajaran. Guru berusaha memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah

dilakukannya dengan tujuan untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang

lebih baik.

Hasil perbaikan sikap dan kemampuan guru akhirnya dapat membuat

motivasi dan minat siswa untuk belajar menjadi meningkat. Mengenai

perkembangan bahasa siswa yang pada siklus I hanya memperoleh nilai

dengan kategori cukup meskipun masih ada beberapa siswa yang kurang fasih

dalam menggunakan bahasa Indonesia telah mengalami peningkatan pada

siklus II, yaitu dengan hasil klasikal berkategori baik. Beberapa faktor turut

mempengaruhi keadaan ini, yaitu disebabkan oleh munculnya rasa tertarik

siswa terhadap pembelajaran bercerita dengan menggunakan media papan

planel yang secara tidak langsung dapat mendorong rasa ingin berbahasa

dengan baik ketika berada di depan kelas untuk menceritakan kembali isi

cerita di dalam diri siswa. Faktor yang lain adalah karena dengan menyimak

cerita yang dibawakan oleh guru dengan sendirinya siswa memiliki rasa ingin

meniru cara berbicara guru dengan bahasa yang baik, dengan kata lain

rangsangan berupa pengucapan kata-kata oleh guru dengan baik dan didukung
58

oleh media yang menarik dapat merangsang keinginan siswa untuk dapat

berbahasa dengan baik. Berdasarkan hal di atas, dapat disajikan beberapa teori

yang bersangkutan dengan perkembangan bahasa siswa.

Berikiut ini teori yang dikemukakan oleh J.B. Watson mengenai teori

rangsang balas yang mengatakan bahwa setiap tingkah laku pada hakekatnya

merupakan tanggapan atau balasan (responce) terhadap rangsang (stimulus).

Dengan demikian, rangsang sangat mempengaruhi tingkah laku. Watson juga

mengungkapkan bahwa setiap tingkah laku ditentukan atau diatur oleh

rangsangan (Sarwono, 1987 : 13). Kemampuan berbahasa siswa yang telah

terbentuk hendaklah harus selalu dilatih, karena dengan adanya pelatihan yang

secara terus menerus akan menjadikan kemampuan ini semakin baik. Hal itu

sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Thorndike yaitu bahwa dasar dari

belajar itu adalah asosiasi antara kesan panca indera dengan impuls untuk

bertindak. Dengan kata lain, belajar adalah pembentukan hubungan antara

stimulus dan respon, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respon ini

akan terjadi suatu hubungan yang erat kalau sering dilatih. Berkat latihan yang

terus menerus, hubungan antara stimulus dan respon ini akan menjadi terbiasa,

otomatis (Sardiman, 2001 : 33). Ada beberapa teori tentang hubungan media

dengan peningkatan hasil belajar siswa. Media dalam pembelajaran bahasa

adalah segala alat yang dapat digunakan oleh para guru dan pelajar untuk

mencapai tujuan-tujuan yang sudah ditentukan (Subyakto 1993 : 206, dalam

Seno Nugroho 2003).


59

Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam

pengajaran sekaligus diharapkan dapat mempertinggi proses belajar siswa.

Alasan yang pertama berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam

proses belajar siswa antara lain: 1) pengajaran akan lebih menarik perhatian

siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, 2) bahan pengajaran

akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih mudah dipahami oleh siswa

dan memungkinkan siswa memahami tujuan pengajaran lebih baik, 3) metode

mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui

penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak

kehabisan tenaga, 4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab

tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain, seperti

mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain sebagainya.

Alasan kedua mengapa penggunaan media pengajaran dapat

mempertinggi proses dan hasil pengajaran adalah berkenaan dengan taraf

berpikir siswa mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir kongkret

menuju ke berpikir abstrak, dimulai dari berpikir sederhana ke berpikir

kompleks (Sudjana 2002 : 2). Dengan demikian, masalah yang terjadi di kelas

VII.B SMP Negeri 2 Pagerageung ini dapat diselesaikan melalui kegiatan

pembelajaran kemampuan berbahasa aspek bercerita dengan media papan

planel. Media papan planel ini dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

menceritakan kembali isi cerita.


60

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

dan pembahasan berdasarkan masalah yang ada di SMP Negeri 2 Pagerageung

dalam upaya mengembangkan kemampuan berbahasa aspek bercerita.

A. Simpulan

Berdasarkan masalah dan hasil penelitian serta pembahasan dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Penggunaan media papan planel dapat meningkatkan kemampuan

menceritakan kembali isi cerita pada siswa kelas B SMP Negeri 2

Pagerageung melalui pembelajaran kemampuan berbahasa aspek

bercerita. Hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai pada pra siklus, siklus I

dan siklus II. Dari data penilaian pra siklus mengalami peningkatan pada

siklus I. Pada pra siklus nilai rata-rata 54,28 dengan kategori kurang. Pada

siklus I dicapai nilai rata-rata 63,26 dengan kategori cukup, sedang pada

siklus II dicapai nilai rata-rata 69,93 dengan kategori baik.

2. Adanya perubahan perilaku siswa pada siklus I dan siklus II yang bersifat

positif. Siswa sudah tidak merasa takut atau malu lagi untuk bercerita di

depan kelas. Pemahaman siswa terhadap isi cerita menjadi lebih baik

karena mereka dapat melihat secara langsung objek yang dijadikan tokoh

dalam cerita sehingga ketika diminta untuk menceritakan kembali isi cerita

siswa tidak terlalu kesulitan. Seluruh siswa menyukai media papan planel

yang digunakan sebagai media dalam kegiatan belajar mereka.

59
61

B. Saran

Dalam pembelajaran, guru hendaknya mampu membermainkan siswa

yang dapat menarik perhatian dan minat siswa yang tujuannya adalah untuk

dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu alternatif yang dapat

digunakan adalah dengan mennggunakan media papan planel sebagai media

untuk pembelajaran kemampuan berbahasa siswa, pembelajaran budi pekerti

dan pembelajaran kognitif serta pembelajaran yang lain yang sesuai dengan

kurikulum SMP. Selain menggunakan media hendaknya juga diadakan

pelatihan yang berulang-ulang dan sesering mungkin agar kemampuan siswa

dapat meningkat. Penggunaan media papan planel sebagai media dipilih untuk

dapat meningkatkan kemampuan berbahasa siswa, karena dengan media papan

planel dapat dilihat dan dipegang dirasakan bentuknya oleh siswa sehingga

dapat mempermudah pemahaman siswa tentang pelajaran yang akan

disampaikan.
62

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas, 2003. Kurikulum 2006 KTSP SMP SMP Jakarta : Departemen


Pendidikan Nasional.

Depdikbud, 1994. Program Kegiatan Belajar Jakarta : Departemen Pendidikan


dan Kebudayaan.

Depdikbud, 1998. Pedoman Guru Bidang Pengembangan Kemampuan


Berbahasa. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Depdiknas, 2001. Metode Pengembangan Kemampuan Berbahasa. Bandung :


Pusat Pengembangan Penataran Guru Tertulis.

Moeslichatoen, R. 2004. Metode Pengajaran di SMP. Jakarta : Rineke Cipta

Pringgowidagd, Suwarna, 2002. Strategi Penguasaan Berbahasa. Yogyakarta :


Adicita Karya Nusa

Sarwono, Sarlito Wirawan. 1987. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta : CV.


Rajawali

Sardiman, 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja


Grafindo Persada

Shapiro, Hawrence E. 1999. Mengajarkan Emotional Intellegence. Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama

Simanjuntak, M. 1987. Pengatur Psiholinguistik Modern. Kuala Lumpur : Dewan


Bahasa dan Pustaka.

Suparno, 1980. Media Pengajaran Bahasa. Yogjakarta : Proyek Pengembangan


Perguruan Tinggi IKIP Yogjakarta.

Subyakto, dkk. 1993. Metologi Pengajaran Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka


Utama.

Sudjana, Nana. 2002. Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Al Qesindo.

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Kosa Kata. Bandung : Angkasa.


63

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENCERITAKAN


KEMBALI ISI CERITA MELALUI MEDIA PAPAN PLANEL
PADA SISWA VII.B SMP NEGERI 2 PAGERAGEUNG
TAHUN PELAJARAN 2016/2017

LAPOORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS


(Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Kenaikan Pangkat/Golongan
dari IV/a ke IV/b)

Oleh :
PIPIN PARIDA, S.Pd
NIP. 19620413 198305 2 006

PEMERINTAH KABUPATEN TASIKMALAYA


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMP NEGERI 2 PAGERAGEUNG
2016
64

LEMBAR PENGESAHAN

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENCERITAKAN


KEMBALI ISI CERITA MELALUI MEDIA PAPAN PLANEL
PADA SISWA VII.B SMP NEGERI 2 PAGERAGEUNG
TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Menyetujui Pagerageung, 14 Januari 2017


Kepala SMP Negeri 2 Pagerageung Peneliti
Pagerageung

SUHERMAN, S.Pd,M.Si PIPIN PARIDA,S.Pd


NIP. 19580820 198412 1 001 NIP. 19630413 198305 2 006
65

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas limpahan

rahmat, hidayah serta inayah-Nya, pada hari ini penulis masih diberi kesempatan

untuk dapat menuntut ilmu dengan baik dan menyelesaikan tugas akhir

perkuliahan ini dengan lancar.

PTK yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Menceritakan

Kembali Isi Cerita Melalui Media Papan Planel pada Siswa VII.B SMP Negeri 2

Pagerageung Tahun Pelajaran 2016/2017.

Ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna melengkapi persyaratan

kenaikan pangkat/ golongan dari IV/a ke IV/b.

Penulis menyadari bahwa PTK ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya

bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan

segenap kerendaharan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada yang terhormat:

1.Bapak Suherman, S.Pd, M.Si. selaku Kepala SMP Negeri 2 Pagerageung

2.Ibu-ibu teman sejawat yang telah membantu perolehandata untuk kebutuhan

PTK ini

3.Kepala perpustakaan atas izin peminjaman sumber sebagai bahan acuan

Akhirnya penulis menyadari bahwa PTK ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dan

semoga PTK ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pagerageung, 3 Januari 2017

Penulis

i
66

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................
Abstrak.................................................................................................................
Kata Pengantar....................................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................1

B. Identifikasi Masalah..........................................................................5

C. Batasan Masalah...............................................................................5

D. Rumusan Masalah ........................................................................... 6

E. Definisi Operasional ....................................................................... 6

F. Tujuan Penelitian ............................................................................ 8

G. Manfaat Penelitian............. ..............................................................8

BAB II LANDASAN TEORI

A. Jenis-jenis Pendekatan Pemerolehan Bahasa..................................9

B. Teori dan Pandangan Perkembangan Bahasa .................................11

C. Pendekatan Masalah dengan Teori Rangsang – Balas................... 12

D. Hakekat Pembelajaran .................................................................. 15

E. Pengertian Metode Bercerita ......................................................... 16

F. Papan Planel untuk Media Bercerita.............................................. 17

G. Hipotesis Tindakan………………………………………………. 19

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian..................................................................... 20

B. Tempat dan Waktu Penelitian......................................................... 20

ii
67

C. Subyek Penelitian ........................................................................... 21

D. Instrumen Pengungkapan Data ...................................................... 21

E. Tehnik Pengumpulan Data ............................................................. 23

F. Prosedur Penelitian......................................................................... 25

G. Tehnik Analisis Data...................................................................... 32

H. Indikator Keberhasilan………………………………………….. 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Pra Siklus.............................................................. 34

B. Deskripsi dan Interpretasi Hasil Penelitian .................................... 35

C. Pembahasan Hasil Penelitian.......................................................... 54

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan........................................................................................ 59

B. Saran ............................................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................61

LAMPIRAN-LAMPIRAN

iii
68

ABSTRAK

Pipin Parida (2016). Upaya Meningkatkan Kemampuan Menceritakan


Kembali Isi Cerita Melalui Media Papan Planel (Penelitian pada Siswa VII.B
SMP Negeri 2 Pagerageung Tahun Pelajaran 2016/2017)
Kata Kunci: Perkembangan Bahasa, Metode Bercerita, Media Papan Planel

Perilaku negatif siswa SMP Negeri 2 Pagerageung pada saat pembelajaran


bercerita terjadi karena dua hal yaitu cara mengajar guru yang kurang bervariasi
dan media yang digunakan tidak menarik minat siswa. Cara mengajar guru pada
saat pembelajaran bercerita cenderung metode konvensional, yaitu melalui
ceramah, tanya jawab dan monoton, sehingga siswa cepat bosan. Hal ini
berpengaruh terhadap siswa sebagai pendengar dan motivasi belajar siswa
menjadi menurun atau tidak sama sekali. Untuk menunjukkan keaktifan media
papan planel dalam pembelajaran bercerita di SMP, maka perlu dilakukan
tindakan penelitian kelas (action research) yang diharapkan dapat membantu
meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Tujuan penelitian ini secara khusus
untuk memberi gambaran tentang kemampuan siswa VII.B SMP N 2 Pagerageung
setelah mengikuti pembelajaran bercerita dengan menggunakan media papan
planel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK), yaitu penelitian yang dilakukan guru di kelas melalui refleksi diri
dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa
meningkat. Hipotesis tindakan penelitian ini adalah: Jika pembelajaran
direncanakan dan dilaksanakan melalui media papan planel, maka kemampuan
belajar siswa pada materi berbicara akan meningkat.Hasil penelitian m
enunjukkan bahwa: (1) Penggunaan media papan planel dapat meningkatkan
kemampuan menceritakan kembali isi cerita pada siswa kelas B SMP Negeri 2
Pagerageung melalui pembelajaran kemampuan berbahasa aspek bercerita. Hal
ini dapat dilihat dari perolehan nilai pada pra siklus, siklus I dan siklus II. Dari
data penilaian pra siklus mengalami peningkatan pada siklus I. Pada pra siklus
nilai rata-rata 54,28 dengan kategori kurang. Pada siklus I dicapai nilai rata-rata
63,26 dengan kategori cukup, sedang pada siklus II dicapai nilai rata-rata 69,93
dengan kategori baik. (2) Adanya perubahan perilaku siswa pada siklus I dan
siklus II yang bersifat positif. Siswa sudah tidak merasa takut atau malu lagi untuk
bercerita di depan kelas. Pemahaman siswa terhadap isi cerita menjadi lebih baik
karena mereka dapat melihat secara langsung objek yang dijadikan tokoh dalam
cerita sehingga ketika diminta untuk menceritakan kembali isi cerita siswa tidak
terlalu kesulitan. Seluruh siswa menyukai media papan planel yang digunakan
sebagai media dalam kegiatan belajar mereka.
69

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam Penelitian Tindakan Kelas

berjudul: Upaya Meningkatkan Kemampuan Menceritakan Kembali Isi

Cerita Melalui Media Papan Planel (Penelitian pada Siswa VII.B SMP

Negeri 2 Pagerageung Tahun Pelajaran 2016/2017), benar-benar hasil karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau

seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam Penelitian

Tindakan Kelas ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Pagerageung, 5 Januari 2017


Yang Membuat Pernyataan

PIPIN PARIDA, S.Pd


NIP: 19620413 198305 2 006
70

SURAT KETERANGAN PERPUSTAKAAN


Nomor : ……………….. 2017

Kepala Perpustakaan SMP Negeri 2 Pagerageung dengan ini menerangkan bahwa:

Nama : PIPIN PARIDA, S.Pd


NIP : : 19620413 198305 2 006
Pangkat/Gol. : Pembina IV/a
Jabatan : Guru Bahasa Indonesia
Unit Kerja : SMP Negeri 2 Pagerageung
 
Telah mendokumentasikan karya tulis berupa Penelitian Tindakan Kelas dengan

judul :

Upaya Meningkatkan Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita


Melalui Media Papan Planel (Penelitian pada Siswa VII.B SMP Negeri 2
Pagerageung Tahun Pelajaran 2016/2017)

Demikian surat keterangan ini di buat untuk dapat dipergunakan seperlunya.


 
 
Kepala Sekolah Pagerageung, 28 Januari 2017
SMPN 2 Pagerageung Kepala Perpustakaan

Suherman, S.Pd, M.Si Sowariah, S.Pd


NIP. 19580820 198412 1 001 NIP. 19680322 200801 2 006
71

DOKUMENTASI PENELITIAN

Dokumen 1 : Kegiatan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran


Siklus I

Dokumen 2 : Kegiatan Guru menjelaskan pelajaran


72

Dokumen 3 : Kegiatan Siklus II

Dokumen 4 : Kegiatan Evaluasi


73

Anda mungkin juga menyukai