Anda di halaman 1dari 135

Contoh Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bahasa Indonesia SD Kelas 1

Semester 2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Keberhasilan dunia pendidikan memiliki sistem yang relevan dengan
pembangunan, baik fisik maupun mental. Adaptasi dan antisipasi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibina secara
sistematik dan berkesinambungan. Dengan demikian untuk memecahkan
masalah harus dimulai dengan peningkatan dan pemerataan kualitas
tenaga pengajar dipendidikan dasar.

Pendidikan merupakan wahana pokok bagi pengembangan kualitas


sumber daya manusia, karena itu upaya peningkatan mutu pendidikan
dasar perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Lebih-lebih
SD/MI yang merupakan pondasi bagi seluruh jenjang pendidikan.

Pada awal pembelajaran bahasa Indonesia aspek mendengarkan di kelas I


SD Negeri 1 ., Kecamatan ., Kabupaten . tahun pelajaran 2009/2010,
menemui beberapa hambatan. Penyebab-penyebabnya dapat berasal dari
siswa, guru, serta sarana yang kurang memadai.

Pada pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek


mendengarkan di kelas I semester 2 di SD Negeri 1 ., Kecamatan .
Kabupaten . tahun 2009/2010 mengalami kegagalan. Hal ini ditunjukkan
dari 27 siswa hanya 4 orang siswa yang mencapai nilai di atas 75 sehingga
presentase ketuntasan belajar hanya 14,8 %. Oleh karena itu penulis
bermaksud memperbaikinya melalui Penelitian Tindakan Kelas.
B. Identifikasi Masalah
Dari pembelajaran mendongeng ini dapat diidentifikasi berbagai masalah
sebagai berikut :
1. Guru saat mendiskripsikan benda sekitar kurang menarik.
2. Guru mendongeng tentang kerajaan yang kurang diminati oleh siswa.
3. Saat mendongeng guru tidak menggunakan media yang dapat menarik
siswa.
4. Guru mendongeng dengan suara kurang menarik perhatian siswa.
5. Siswa mendengarkan tapi kurang antusias.
6. Siswa tidak dapat menceritakan dongeng yang telah didengarnya dari
guru kepada temannya.
7. Setelah mendengarkan guru mendongeng siswa tidak dapat
menyebutkan isi dongeng.

Semua data yang didapat di atas dapat diperbaiki melalui penelitian


tindakan kelas.

C. Analisis Masalah
Dari masalah di atas peneliti menganalisis bahwa masalah yang perlu
ditangani lebih dahulu adalah mengganti dongeng tentang kerajaan
sebelum perbaikan dengan dongeng yang lebih menarik perhatian anak,
seperti dongeng tentang binatang serta pemilihan pendekatan dan metode
pembelajaran yang lebih tepat yaitu pendekatan komunikatif dan metode
lebah berdengung.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan analisis masalah tersebut di atas maka dirumuskan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut : Bagaimana cara menerapkan
pendekatan komunikatif dan metode lebah berdengung untuk
meningkatkan pemahaman siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
aspek mendengarkan pada siswa kelas I semester 2 SD Negeri
1 ., Kecamatan ., Kabupaten . tahun pelajaran 2009/2010?

E. Tujuan Perbaikan
Penulis melakukan penelitian tindakan kelas ini dengan tujuan untuk :
1. Mendeskripsikan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa
Indonesia pada aspek mendengarkan.
2. Mendeskripsikan metode lebah berdengung dalam pembelajaran
bahasa Indonesia pada aspek mendengarkan.
3. Mendeskripsikan/menganalisis dampak penggunaan pendekatan
komunikatif dan metode lebah berdengung dalam pembelajaran bahasa
Indonesia pada aspek mendengarkan.

F. Manfaat Perbaikan
Adapun manfaat penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ini adalah :
1. Bagi siswa :
Siswa dapat meningkat pemahamannya, sehingga hasil ketuntasan
belajar siswa meningkat.
2. Bagi guru :
a. Menemukan permasalahan yang terjadi pada saat proses belajar
mengajar.
b. Merumuskan pemecahan masalah pembelajaran yang muncul.
c. Menyusun rencana perbaikan pembelajaran.
d. Dapat mengukur sampai sejauh mana materi yang diajarkan telah
dikuasai oleh siswa.
e. Untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam
menyampaikan materi pelajaran pada siswa.
f. Dapat menentukan cara yang paling efektif dalam mengatasi
permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan proses belajar
mengajar.
g. Melaksanakan perbaikan pembelajaran yang telah direncanakan.
h. Melaporkan hasil perbaikan pembelajaran.
3. Bagi Institusi Pendidikan :
a. Sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan proses belajar
mengajar.
b. Sebagai bahan diskusi dalam kegiatan Kelompok Kerja Guru
(KKG) di wilayah kerja penelti.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD)


Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat yang berupa
suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan mengandung makna.
Bahasa memeiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sisial,
dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam
mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan
membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang
lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam
masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta
menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.

Pembelajaran bahsa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan


peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik
dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi
terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

B. Pendekatan Komunikatif dan Metode Lebah Berdengung


1. Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk
membuat kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran
bahasa. Pendekatan komunikatif juga mengembangkan prosedur-
prosedur bagi pembelajaran empat ketrampilan berbahasa (menyimak,
membaca, berbicara dan menulis), mengakui dan menghargai saling
ketergantungan bahasa.

Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dengan pendekatan


komunikatif adalah membentuk kemampuan komunikatif siswa dalam
menggunakan bahasa Indonesia yang mencakup empat ketrampilan,
baik menyimak, membaca, menulis maupun berbicara.

Ada beberapa bentuk variasi yang bisa dilakukan oleh guru


sehubungan dengan penampilannya dalam kegiatan pembelajaran
mendongeng. Bentuk-bentuk variasi tersebut antara lain adalah variasi
dalam suara, Variasi dalam gerak anggota badan, variasi dalam dalam
posisi guru, mimik, kontak pandang, kesenyapan dan pemusatan
perhatian.

2. Metode Lebah Berdengung


Metode lebah berdengung merupakan metode mengajar yang
digunakan dalam mengajarkan materi dongeng. Dalam pelaksanaannya
metode lebah berdengung adalah siswa diberi kebebasan dalam
mendongeng dengan teman-temannya, baik dengan teman satu bangku
maupun dengan teman satu kelompok. Selama proses mendongeng
guru mengamati dan memberi motivasi pada siswa untuk mendongeng
bebas tanpa rasa takut kepada temannya.

Guru dituntut dapat sedekat mungkin dengan siswa, sehingga tidak


ditakuti oleh siswa, dalam pelaksanaannya bisa di luar kelas maupun di
dalam kelas, bila di dalam kelas menjadi gaduh dengan suara-suara
siswa mendongeng dengan bebasnya, teman yang diajak mendongeng
boleh menambah atau ikut mendongeng untuk membantu ingatan
temannya yang sedang mendongeng.

Prosedur metode lebah berdengung yang harus dilakukan dalam


pembelajaran adalah ;
Pertama, guru mendongeng dengan menggunakan alat bantu bisa
berupa gambar maupun boneka atau alat lain yang dapat menarik
perhatian siswa.
Kedua, memberi penjelasan cara mendongeng yang benar dan runtut.
Ketiga, pelaksanaan mendongeng bebas dengan teman, guru
membimbing dan memberi motivasi pada siswa.
Keempat, siswa disuruh menyebutkan isi dari dongeng yang telah
didongengkan oleh guru.

Menurut peneliti kelebihan dari metode ini adalah menjadikan siswa


lebih dapat memahami isi dongeng.

C. Materi Penelitian
Berdasarkan kurikulum KTSP tahun 2006, Pembelajaran Bahasa Indonesia
di kelas I (satu), maka peneliti mengangkat materi :
Standar Kompetensi : 5. Memahami wacana lisan tentang deskripsi
benda-benda di sekitar dan dongeng.
Contoh Materi :

Dengarkan dongeng ini dengan baik

monyet dan kura kura


monyet sangat kelaparan
monyet hendak mencari makanan
monyet melihat pohon pisang
pohon pisang itu di pulau seberang

monyet tidak dapat berenang


monyet mengajak kura kura
kura kura bersedia mengantar monyet

monyet memanjat pohon pisang


monyet makan pisang sepuasnya
monyet melupakan kura kura
kura kura sangat kecewa
kura kura pergi meninggalkan monyet
monyet baru sadar
ia tidak bisa pulang
ia tidak bisa berenang
itulah akibatnya kalau serakah

dikutip dari buncil dengan pengubahan

D. Kerangka Berfikir
Keberhasilan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar salah
satunya ditunjang oleh adanya pemilihan dan penggunaan metode
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, dengan pemilihan dan
penggunaan metode pembelajaran yang tepat akan memberi pengaruh
yang positif terhadap siswa yang peka akhirnya akan meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran dan akan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.

E. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berfikir seperti tersebut di atas,
maka dapat ditarik kesimpulan sementara (hipotesis) sebagai berikut :

“Bahwa penerapan pendekatan komunikatif dan metode lebah


berdengung terhadap pelajaran bahasa Indonesia dapat meningkatkan
penguasaan siswa pada materi menyebutkan isi dongeng, siswa kelas I
semester 2 SD Negeri 1 ., Kecamatan ., Kabupaten . tahun pelajaran
2009/2010”.
BAB III
PROSES PELAKSANAAN TINDAKAN KELAS

A. Subjek Penelitian
1. Lokasi dan Waktu.
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 . Kecamatan .,
Kabupaten ., Tahun Pelajaran 2009/2010.

Pelaksanaannya dilakukan dalam 2 tahap yaitu:


a. Siklus I
1) Pertemuan 1 : dilaksanakan pada hari Senin tanggal 15 Maret
2010.
2) Pertemuan 2 : dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 18 Maret
2010.
b. Siklus II
1) Pertemuan 1 : dilaksanakan pada hari Senin tanggal 22 Maret
2010.
2) Pertemuan 2 : dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 25 Maret
2010.

2. Mata Pelajaran dan Kelas


Perbaikan pembelajaran dilaksanakan pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia aspek mendengarkan pada siswa kelas I semester 2 SD
Negeri 1 . Kecamatan . Kabupaten . tahun pelajaran 2009/2010.

3. Karakteristik Siswa
a. Jumlah siswa keseluruhan 27 siswa.
b. Jumlah siswa laki-laki 14 siswa.
c. Jumlah siswa perempuan 13 siswa.
d. Minat dan semangat belajar siswa rendah.
e. Kondisi ekonomi orang tua siswa ekonomi lemah.
f. Sebagian besar orang tua siswa bekerja sebagai buruh pabrik,
bekerja seharian, berangkat pagi pulang malam, sehingga siswa
tidak mendapat perhatian dari orang tua.

B. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini hádala siswa kelas 1 SD Negeri 1 . .,
teman sejawat sebagai pengamat dan peneliti.

C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data


Cara pengumpulan data dengan menggunakan model observasi dan model
tes. Data diperoleh dengan observasi yang dilengkapi dengan lembar
pengamatan dan diskriptif.

Data penelitian yang peneliti kumpulkan adalah :


1. Tabel pengamatan partisipasi dalam mengikuti proses pembelajaran di
dalam kelas.
2. Tabel analisis perolehan nilai hasil ulangan harian.

Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai berikut :


1. Rencana Pembelajaran (RP)
Rencana pembelajaran yang penulis susun sesuai dengan pendekatan
dan metode pembelajaran..
2. Lembar observasi siswa
Lembar observasi siswa disusun untuk mengetahui rata-rata tingkat
aktivitas siswa, dan dilaksanakan tiap-tiap pertemuan.
3. Lembar observasi guru
Lembar observasi guru disusun untuk mengetahui rata-rata tingkat
aktivitas guru dalam proses pembelajaran, dan dilaksanakan tiap-tiap
siklus.
4. Lembar kerja siswa (LKS)
Lembar kerja siswa disusun dan diberikan kepada siswa untuk melatih
ketrampilan dalam menyelesaikan bentuk-bentuk soal-soal cerita,
selain itu digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa
dalam menyelesaikan soal.
5. Tes akhir
Tes akhir dilaksanakan pada tiap-tiap akhir siklus, yaitu pada
pertemuan keempat untuk siklus satu dan pertemuan kedelapan untuk
siklus kedua. Hasil dari tes akhir ini digunakan untuk mengukur
tingkat ketuntasan belajar.

D. Indikator Keberhasilan
Sebagai tolok ukur (kriteria) keberhasilan tindakan kelas ini berhasil bila:
1. Minimal rata-rata aktivitas siswa 70%.
2. Rata-rata aktivitas guru lebih dari 80%.
3. Minimal 80% dari siswa telah mencapai nilai 6 atau lebih untuk
rentang nilai ideal 0 sampai 10. Hal ini didasarkan pada hasil belajar
konsep pengukuran tahun sebelumnya yaitu 5,5.

Apabila tiga hal tersebut di atas belum terpenuhi, maka harus diadakan
program perbaikan, sesuai dengan hasil yang diperoleh. Maksudnya bila
aktivitas siswa dan guru kurang memenuhi tolok ukur maka diulang
sampai memenuhi, dan untuk perbaikan nilai siswa yang memperoleh nilai
kurang dari 6 jika jumlahnya sedikit yaitu 20%, maka diadakan program
perbaikan secara individual dengan pemberian tugas rumah atau pekerjaan
rumah (PR). Namun bila yang memperoleh nilai kurang dari 6 jumlahnya
masih banyak, yaitu lebih dari 20% maka dilanjutkan siklus berikutnya.

E. Prosedur Penelitian
1. Siklus I
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa peneliti mencoba
melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam
pelaksanaannya penelitian ini terdiri dari 2 siklus. Masing-masing
siklus terdiri dari Rencana, Pelaksanaan, Pengamatan/Pengumpulan
data/Instrumen dan Refleksi.
a. Rencana
1) Pada tahap identifikasi masalah dan perumusan masalah
peneliti dibantu oleh teman sejawat dan superior untuk
mengungkap dan menperjelas permasalahan yang peneliti
hadapi untuk dijadikan jalan pemecahan yang tepat.
2) Merancang pembelajaran dengan menitik beratkan mengganti
dongeng pada awal pembelajaran dengan dongeng yang lebih
diminati oleh siswa.
3) Menyusun lembar observasi dalam mengobservasi pelaksanaan
perbaikan pembelajaran yang difokuskan pada aspek motivasi,
keaktifan, kerjasama.
4) Merancang tes formatif.

b. Pelaksanaan
Prosedur penelitian tindakan kelas pada siklus I, meliputi :
1) Merencanakan, meliputi :
a) Mengidentifikasi masalah
b) Menganalisis dan merumuskan masalah
c) Merencanakan perbaikan
2) Melakukan tindakan
3) Megamati
4) Melakukan refleksi

Untuk mengumpulkan data dan permasalahan serta masukan dalam


perbaikan pembelajaran peneliti dibantu oleh seorang pengamat
yang disebut teman sejawat.
Adapun dalam pelaksanaan pembelajaran/kegiatan belajar
mengajar meliputi prosedur sebagai berikut : pra-kegiatan, kegiatan
awal, kegiatan inti, kegiatan akhir. Pada kegitan perbaikan
pembelajaran siklu I seluruh hipotesis tindakan dilaksanakan
secara terpadu, pada akhir siklus pertama hasilnya dianalisis baik
yang berupa keberhasilan maupun kegagalan sebagai bahan
perkembangan untuk memperbaiki perlakuan yang akan diberikan
pada siklus II, demikian seterusnya direncanakan berdasarkan
analisis/refleksi pada siklus sebelumnya.

c. Pengamatan/pengumpulan data/instrument
Data penelitian ini diambil dengan pengamatan/pengumpulan
data/instrument dengan menggunakan lembar observasi berisi
tentang tugas yang dilaksanakan siswa yang meliputi mendongeng
kepada teman sebangku, kesungguhan dalam mendongeng, latihan
mendongeng dengan inisiatif sendiri.

Angket digunakan untuk mencari informasi pelaksanaan


pembelajaran yang berisi kesukaan belajar, kepahaman materi,
penggunaan alat pembelajaran, bimbingan guru terhadap siswa,
penampilan guru dalam mengajar.

Guru sebagai subyek penelitian terlibat langsung


dalam planning, acting, observing dan reflecting tindakan-tindakan
yang diberikan.

d. Refleksi
Refleksi pada siklus I untuk mengungkapkan keberhasilan maupun
untuk mengungkapkan kelemahan pembelajaran, metode
mendongeng dengan menggunakan media berupa boneka,
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki
pembelajaran pada siklus II.
2. Siklus II
a. Rencana
Berdasarkan refleksi siklus I peneliti akan memfokuskan penelitian
pada pembelajaran guru mendongeng menggunakan media peraga
berupa boneka dipadu metode lebah berdengung/mendongeng
bebas.

Adapun prosedur pelaksanaan perbaikan pembelajaran secara garis


besar sebagai berikut :
1) Mengajukan pertanyaan tentang materi sebelumnya sebagai
kegiatan awal.
2) Guru mendongeng di depan kelas dengan gerakan dan mimik
yang meyakinkan serta dengan menggunakan alat peraga
berupa boneka, sambil mendengarkan siswa mencatat hal-hal
penting yang belum dipahami siswa.
3) Siswa menanyakan hal-hal penting dalam dongeng yang belum
mereka pahami.
4) Guru melakukan tanya jawab tentang isi cerita.
5) Siswa diberi kesempatan untuk mendongeng kepada teman
sebangku dengan metode lebah berdengung (mendongeng
bebas dengan suara jelas)
6) Guru bersama siswa mengulas cara mendongeng yang baik.
7) Guru mengevaluasi secara lesan (mendongeng di depan kelas)

b. Pelaksanaan
Prosedur penelitian tindakan kelas pada siklus II, meliputi :
1) Merencanakan, meliputi :
a) Mengidentifikasi masalah
b) Menganalisis dan merumuskan masalah
c) Merencanakan perbaikan

2) Melakukan tindakan
3) Mengamati
4) Melakukan refleksi

Untuk mengumpulkan data dan permasalahan serta masukan dalam


perbaikan pembelajaran peneliti dibantu oleh seorang pengamat
yang disebut teman sejawat.

Adapun dalam pelaksanaan pembelajaran/ kegiatan belajar


mengajar meliputi prosedur sebagai berikut : pra-kegiatan, kegiatan
awal, kegiatan inti, kegiatan akhir. Pada kegitan perbaikan
pembelajaran siklus II seluruh hipotesis tindakan dilaksanakan
secara terpadu, pada akhir siklus kedua hasilnya dianalisis untuk
direfleksi

c. Pengamatan/pengumpulan data/instrument
Data penelitian ini diambil dengan pengamatan/pengumpulan
data/instrument dengan menggunakan lembar observasi berisi
tentang tugas yang dilaksanakan siswa yang meliputi mendongeng
dengan teman sebangku, kesungguhan dalam mendongeng, latihan
mendongeng dengan inisiatif sendiri dan bimbingan guru.

Angket digunakan untuk mencari informasi pelaksanaan


pembelajaran yang berisi kesukaan belajar, kepahaman materi,
penggunaan alat pembelajaran, bimbingan guru terhadap siswa,
penampilan guru dalam mengajar.
Guru sebagai subyek penelitian terlibat langsung
dalam planning, acting, observing dan reflecting tindakan-tindakan
yang diberikan.

d. Refleksi
Refleksi pada siklus II untuk mengungkapkan keberhasilan
maupun untuk mengungkapkan kelemahan pembelajaran, guru
mendongeng dengan menggunakan media boneka dengan dipadu
metode lebah berdengung, digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus selanjutnya atau
dihentikan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Awal Pembelajaran


Pada awal pembelajaran bahasa Indonesia materi “menyebutkan isi
dongeng”, dari 27 siswa hanya 4 orang siswa yang sudah bisa
mendongengkan kembali dongeng yang telah diceritakan guru di depan
kelas kepada teman sebangkunya. Hal ini disebabkan karena dongeng
yang didongengkan oleh guru kurang diminati oleh siswa.

Hasil tes pembelajaran menyebutkan isi dongeng diperoleh data sebagai


berikut : nilai tertinggi yang diperoleh siswa 75, nilai terendah 30, dengan
nilai rata-rata kelas 54,6 dan tingkat ketuntasan klasikal 14,8%.
Berdasarkan hasil tersebut maka dilakukan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) siklus I.

B. Deskripsi per siklus


1. Siklus I
Peneliti membuat rencana dan melaksanakan perbaikan pembelajaran
siklus I, Guru mengganti deskripsi benda pada awal pembelajaran
dengan benda yang diminati dan disukai oleh siswa, seperti binatang.

Dalam melaksanakan pembelajaran siklus I, peneliti dibantu teman


sejawat untuk melakukan observasi/ pengamatan terhadap proses
belajar mengajar dan pengamatan terhadap siswa dalam pembelajaran.
Adapun hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer adalah sebagai
berikut : Siswa yang mendeskripsikan benda sekitar dengan inisiatif
sendiri meningkat dari 12 % menjadi 48 % dari keseluruhan siswa
kelas I, Siswa yang mendengarkan pendeskripsian benda sekitar
dengan sungguh-sungguh meningkat dari 50 % menjadi 70 % dan
siswa yang mendengarkan penndeskripsian benda sekitar dengan
sedang berkurang dari 40 % menjadi 30 %, aktivitas siswa dalam
belajar mendeskripsikan benda sekitar dengan inisiatif sendiri 40 %,
dengan bimbingan guru 40 %, dan yang diam saja/tidak bersuara 20 %.

Hasil Belajar
Sehingga hasil tes pembelajaran mendongeng diperoleh data sebagai
berikut : nilai tertinggi yang diperoleh siswa 90, nilai terendah 45,
dengan nilai rata-rata kelas 69,6 dan tingkat ketuntasan klasikal 37 %.
Berdasarkan hasil tersebut maka perbaikan pembelajaran siklus I
dilanjutkan dengan melakukan perbaikan pembelajaran siklus II.

Dari hasil tes perbaikan pembelajaran siklus I diperoleh nilai :

Nilai (X1) Tally Banyak Siswa (F1) F1X1

45 11 1 45

50 1 0 0

55 11111 3 165

60 11 3 180

65 11111 7 455

70 1111 3 210

75 111 3 225

80 111 3 240

85 1 0 0

90 1 4 360

Jumlah 27 1880

Tabel 1 : Distribusi frekwensi hasil belajar siklus I


Dari tabel distribusi frekwensi di atas diperoleh nilai rata-rata :
_
X = 1915 = 70,9
27
Dari tabel di atas dapat dibuat grafik sebagai berikut :

Refleksi Siklus I
Pada siklus I suasana proses pembelajaran terlihat masih kurang aktif,
interaksi antara guru dengan siswa sudah terjadi dua arah. Namun
demikian pada siklus ini semua siswa memperhatikan deskripsi benda
sekitar dengan sungguh-sungguh, namun belum bisa untuk
mendongeng sendiri. Dipandang dari sisi guru dalam perbaikan
pembelajaran siklus pertama sudah terlihat aktif dan lebih kreatif,
mendongeng lepas dari teks dongeng dan berdiri di depan kelas,
memotivasi siswa dengan baik. Namun guru masih canggung dalam
mendeskripsikan benda sekitar di depan kelas sehingga kelihatan agak
kaku.

2. Siklus II
Peneliti membuat rencana dan melaksanakan perbaikan pembelajaran
siklus II, Guru mendongeng dengan berdiri dengan mimik dan intonasi
suara dengan gerakan tubuh, serta disertai media berupa boneka
binatang yang disesuaikan dengan dongeng yang sedang didongengkan
oleh guru serta dipadu dengan metode lebah berdengung.

Dalam melaksanakan pembelajaran siklus II, peneliti dibantu teman


sejawat untuk melakukan observasi/pengamatan terhadap proses
belajar mengajar dan pengamatan terhadap siswa dalam pembelajaran.
Adapun hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer adalah sebagai
berikut : Siswa yang mendongeng tanpa ditunjuk oleh guru/inisiatif
sendiri meningkat menjadi 80 % dari keseluruhan siswa kelas I, Siswa
yang mendengarkan dongeng dengan sungguh-sungguh 90 % dan
sedang 10 %, aktivitas siswa dalam belajar mendongeng dengan
inisiatif sendiri 90 %, dengan bimbingan guru 10 %, semua sudah
belajar mendongeng.

Hasil Belajar
Sehingga hasil tes pembelajaran mendongeng diperoleh data sebagai
berikut : nilai tertinggi yang diperoleh siswa 100, nilai terendah 75,
dengan nilai rata-rata kelas 85,5 dan tingkat ketuntasan klasikal 100 %.
Berdasarkan hasil tersebut maka perbaikan pembelajaran siklus II
dihentikan

Dari hasil tes perbaikan pembelajaran siklus II diperoleh nilai :


Nilai (X1) Tally Banyak Siswa (F1) F1X1

75 1111 4 300

80 11111 10 800
11111

85 111 3 255

90 111 3 270

95 111 3 285

100 1111 4 400

Jumlah 27 2310

Tabel 2 : Distribusi frekwensi hasil belajar siklus II


Dari tabel distribusi frekwensi di atas diperoleh nilai rata-rata :
_
X = 2310 = 85,5
27
Dari tabel di atas dapat dibuat grafik sebagai berikut :
Refleksi Siklus II
Kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus pertama mendorong
peneliti untuk berupaya memperbaiki kekurangan. Dari sudut
pelaksanaan proses perbaikan pembelajaran pada siklus kedua ini
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Suasana proses belajar
semakin interaktif, sudah berjalan dua arah antara guru dengan siswa,
siswa berani mendongeng dengan teman sebangku dengan suara keras
walaupun kelihatan agak gaduh karena peneliti menggunakan metode
yang penulis namakan metode lebah berdengung. Hal ini berlangsung
selama pelaksanaan perbaikan pembelajaran.

Dari sudut guru dalam mengelola kegiatan perbaikan pembelajaran


sudah cukup maksimal, guru tidak terpaku pada pola lama guru
mendongeng siswa mendengarkan kemudian ganti siswa yang
mendongeng, namun lebih mengoptimalkan interaksi siswa dengan
guru dan banyak memberi kesempatan dan latihan mendongeng sendiri
dengan temannya yang lain.

Pada kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia materi menyebutkan isi


dongeng, dengan ditugasinya siswa untuk banyak latihan mendongeng
dengan teman sebangku maupun yang lain mendorong siswa lebih
proaktif tanpa menunggu perintah dari guru. Terhadap siswa yang
kurang berani dan kurang pandai guru memberikan bantuan
mendongeng ulang tersendiri saat siswa yang lain mendongeng dengan
teman yang lain. Kepada siswa yang berani mendongeng tanpa
ditunjuk guru, guru juga memberi aplaus atau penghargaan pujian dan
acungan jempol.

Berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat dan refleksi masing-


masing siklus dapat di simpulkan indikator penelitian tindakan
kelas mata pelajaran bahasa Indonesia materi mengidentifikasi unsur
dongeng yang terdiri atas : 1). Guru trampil mengelola proses belajar
mengajar bahasa Indonesia khususnya mendongeng, 2). Terjadinya
interaksi guru dengan siswa, siswa dengan siswa, 3). Siswa sudah bisa
menceritakan kembali dongeng guru kepada teman sebangkunya, 4).
Tercapainya target tingkat ketuntasan belajar klasikal dapat terwujud
walaupun dengan dua siklus.

C. Pembahasan
Pada awal pembelajaran guru bercerita dengan duduk sambil membaca
buku, pada awalnya siswa mendengarkan cerita dengan sungguh-sungguh
namun pada pertengahan guru membaca cerita siswa merasa bosan, dan
cenderung bermain sendiri, sehingga saat guru memberikan tugas bercerita
banyak siswa yang tidak berani, hanya beberapa siswa yang bisa bercerita
ke kepada teman sebangkunya. Hal ini disebabkan karena saat guru
bercerita hanya 50 % siswa yang mendengarkan sungguh-sungguh. Pada
awal pembelajaran masih banyak siswa yang dalam belajar tidak
bersuara/diam saja, tidak dapat mengawali bercerita. Perolehan nilai rata-
rata kelas pada awal pembelajaran adalah 54,6. Sehingga perlu diadakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) siklus I.

Pada Siklus I guru mengubah dongeng yang semula pada awal


pembelajaran berupa dongeng tentang kerajaan menjadi dongeng tentang
binatang yang lebih disukai oleh siswa, sehingga siswa bisa lebih tertarik
dan termotivasi dalam pembelajaran. Dalam hal aktivitas belajar bercerita,
sudah terjadi penurunan dalam hal yang tidak bersuara atau tidak dapat
bercerita dari 36% menjadi 20%, hal ini dikarenakan siswa termotivasi
guru dalam bercerita dan atas bimbingan guru, sehingga sudah banyak
yang memiliki inisiatif sendiri bercerita dengan temannya. Sehingga hasil
tes menyebutkan isi cerita terjadi kenaikan dari 60,9 menjadi 70,9.
Pada siklus II guru memaksimalkan pembelajaran dengan bercerita dengan
menggunakan media pembelajaran berupa boneka binatang yang
disesuaikan dengan dongeng yang sedang didongengkan oleh guru dan
dipadu dengan metode lebah berdengung/mendongeng bebas dengan
teman sebangku maupun dengan teman lain, dalam hal ini kelas kelihatan
gaduh namun hal ini menjadikan keunikan tersendiri dalam pembelajaran
dan ternyata dengan metode ini pembelajaran menyebutkan isi dongeng di
depan kelas berhasil dengan sempurna, dan keberanian siswa dalam
bercerita sangat bagus. Aktivitas siswa dalam belajar bercerita dengan
inisiatif sendiri meningkat menjadi 80%, hal ini secara lengkap dapat
dilihat pada tabel hasil tugas bercerita.

Hasil tes mengidentifikasi unsur cerita dari 27 orang siswa 100% tuntas
dalam pembelajaran dan rata kelas menjadi 85,5.

Adapun hasil angket yang diisi siswa saat awal dan akhir pembelajaran
dapat dideskripsikan sebagai berikut : Siswa yang menyenangi pelajaran
mendongeng terjadi peningkatan dari 84% menjadi 96%. Memahami
materi sebelum dan sesudah digunakan metode lebah berdengung 52%
pada awal pembelajaran menjadi 88%.Yang memanfaatkan kesempatan
bertanya pada guru terjadi peningkatan dari 12% pada awal pembelajaran
menjadi 72%, hal ini selengkapnya dapat dilihat pada tabel angket.

Berdasarkan data hasil tes dan diskusi dengan teman sejawat, perbaikan
pembelajaran tentang bercerita ada peningkatan pada masing-masing
siklus. Baik peningkatan rata-rata prestasi belajar yang cukup signifikan,
peningkatan apresiasi siswa terhadap pembelajaran. Berikut ini peneliti
sajikan tabel hasil penilaian serta tingkat ketercapaian target sebagai
perbandingan pada setiap siklus.

Perbandingan Hasil Penilaian tiap Siklus.


KBM Nilai Nilai Rata-rata Ketuntasan Ket.
Tertinggi Terendah %
Awal 75 40 54,6 14,8
Siklus I 90 45 69,6 37
Siklus II 100 75 85,5 100

Dari tabel di atas dapat dibuat grafik sebagai berikut :

Pada dasarnya kegiatan pembelajaran adalah suatu proses komunikasi,


melalui komunikasi informasi dapat diserap oleh siswa. Namun dalam proses
komunikasi terkadang terjadi salah penafsiran pesan. Sebaliknya guru kurang
tepat dalam menyampaikan pesan sehingga siswa mengalami kesulitan dalam
menerima pesan tersebut. Agar tidak terjadi salah kesesatan, kesalahtafsiran, perlu
adanya alat/sarana dan strategi yang tepat dan dapat membantu proses komunikasi
dengan siswa pada waktu proses belajar mengajar berlangsung, salah satunya
adalah media langsung siswa serta latihan yang berulang-ulang.

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Dari hasil perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan selama dua
siklus, dapat disimpulkan beberapa hal antara lain :
1. Kemampuan siswa dalam menyebutkan isi dongeng dapat ditingkatkan dengan
menggunakan pendekatan komunikatif dan metode lebah berdengung.
2. Meningkatkan minat siswa dalam memahami isi dongeng dapat dilakukan
dengan menggunakan metode lebah berdengung yang dipadukan dengan
penggunaan media berupa boneka binatang.
3. Perbaikan pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
B. Implikasi
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas pembelajaran Bahasa
Indonesia mengalami peningkatan melalui metode lebah berdengung artinya jika
dalam penyampaian materi Bahasa Indonesia dilakukan dengan menerapkan
metode lebah berdengung maka akan menghasilkan nilai yang optimal untuk
materi itu.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dikemukakan implikasi
bahwa untuk mencapai keberhasilan dalam penyampaian materi pelajaran Bahasa
Indonesia terutama dalam aspek mendengarkan diperlukan metode lebah
berdengung.

C. Saran
1. Kepada Guru
a. Dalam pembelajaran gunakanlah media pembelajaran yang nyata.
b. Dalam menggunakan metode, carilah metode yang tepat.
c. Dalam menggunakan metode diskusi dan latihan, guru harus menyiapkan soal-
soal yang cukup.
d. Gunakan bahasa yang komunikatif.
e. Gunakanlah media pembelajaran yang dapat memotivasi belajar siswa.
2. Bagi Siswa :
a. Siswa harus lebih giat belajar agar hasil belajar dapat meningkat.
b. Siswa harus berani bertanya kepada guru jika ada penjelasan yang kurang jelas.
c. Jangan putus asa bila menemukan soal-soal yang sulit.
3. Kepada Pengambil Kebijakan dalam Pendidikan
a. Laporan ini dapat dijadikan bahan referensi untuk mengambil keputusan.
b. Laporan ini dapat dijadikan bahan diskusi dalam Kelompok Kerja Guru (KKG)
c. Laporan ini dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Muhammad. 2000. Guru dan Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru
Algesindo

Puji santoso,dkk. 2003. Materi dan pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta :
Universitas Terbuka

Surakhman, Winarno. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Bintang

Wardani, I.G.A.K, Wihardit,K, dan Nasution,N. 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta
: Universitas Terbuka

Winkel. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grasindo

Wahyudin, Dian. 2004. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka


PTK B. INDONESIA KELAS 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pengembanagan kemampuan berbahasa merupakan salah satu kunci


keberhasilan peningkatan mata pelajaran dan sebagai bekal untuk memasuki dunia
informasi. Mengingat alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran bahasa
indoneesia di sekolah dasar dalam kurikulum 1994, yaitu ( Kelas I, kelas II, Kelas
III ), sepuluh jam perminggu, sedangkan untuk kelas IV, V ,VI delapan jam
perminggu ( Depdikbud, 1994 ).

Apabila melihat kurikulum sekolah dasar 1994, khususnya mata pelajaran


bahasa indonesia akan ditemukan beberapa pembaharuan. Pembaharuan tersebut
terutama tampak pada penggunaan pendekatan komunikatifanintegrative dalam
pembelajaran bahasa Indonesia.

Hal ini sejalan dengan pendapat K. Goodman tentang konsep keterampilan


materi pelajaran bahasa yang dapat dilihat dari dua segi, yaitu :,keterpaduan
antara materi bahasa dalam pembelajaran bahasa itu sendiri dan keterpaduan
antara pembelajaran bahasa dengan materi pebelajaran mata pelajaran lain.
Perubahan lain bukan hanya tampak pada pendekatan komunikatif yang menekan
pembelajaran yang berpusat pada siswa, tetapi sumber belajar atau sarana, alokasi
waktu dan evaluasi yang tidak ditemukan dalam garis-garis besar program
pembelajaran ( GBPP ) akan memberikan keleluasaan bagi guru dalam menyusun
program pembelajaran. Hal ini di dukung oleh keterampilan berbahasa.

Karakteristik lain kurikulum 1994, mata pelajaran bahasa Indonesia juga


tampak pada tujuan pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu :
1. Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa Indonesia secara baik dan benar.

2. Mengembangkan keterampilan dasar menggunakan bahasa yaitu terampil


berbahasa ( siswa belajar berbahasa ) dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

3. Menggunakan bahan kegiatan yang berkaitan dengan lingkungannya


( Sukarman, 1997 :78).

Kurikulum mata pelajaran bahasa Indonesia 1994 mengandung komponen terpadu


yaitu :

Kebahasaan ( lafal, ejaan, tanda baca, struktur, kosa kata, paragraph dan wacana),
pemahaman ( menyimak, membaca dan penggunaan bahasa berbicara dan
menulis).

Namun pengalaman menulis selama ini dengan cara belajar verbal siswa
hanya mendengarkan guru berceramah dari hari ke hari, tidak membuat siswa
senang mengikuti pelajaran, tetapi siswa menjadi jenuh dan tidak ada minat
belajar.

Muchlisoh, dkk ( 1998:5 ) mengutip pendapat psikolg, siswa yang hanya


belajar dengan mendengarkan informasi dari guru “ Tidak “ dapat menyerap dan
memahami pengetahuan dengan sepenuhnya. Siswa perlu belajar bagaimana
menemukan informasi dengan berbagai cara. Dengan pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan, guru bukanlah satu-satunya orang yang “ serba tahu “ di dalam
kelas.

Sejalan dengan teori belajar bermakna Ausubel ( 1963) dikemukakan bahwa


kebermaknaan belajar di tandai oleh munculnya dua kriteria, yaitu (1) Terjadinya
hubungan Substantif aspek-aspek konsep informasi atau situasi baru dengan
komponen yang relevan yang terdapat di dalam bentuk hubungan-hubungan
bersifat derivative, elaborative, korelatif, maupun yang bersifat kualitatif atau
representasional, (2) hasil belajar yang diperoleh bersifat tahan lama “ Actual “
eksperimental berbasis paa pengalaman pribadi dan minat.
Waktu belajar siswa yang selama ini digunakan guru untuk ceramah,
hendaknya dikembalikan pada siswa agar mereka dapat belajar aktif, kreaitf.
Untuk itu guru harus mempersiapkan kegiatan belajar mengajar yang menarik,
merangsang, menantang dan menyenangkan, melalui cara belajar yang bermakna
dan bervariasi agar siswa gemar belajar.

Karena membaca adalah kunci pokok didalam belajar, yang terpenting adalah
bagaimana mengupayakan membaca dan menulis menjadi suatu kegemaran.
Budaya membaca perlu dikembangkan karena mempelajari sesuatu dengan
membaca lebih dalam pengalamannya dari pada mendengarkan informasi.

Adapun yang menjadi dasar mempelajari suatu ilmu pengetahuan adalah


mengetahui dan paham apa yang dipelajari terutama bahasa yang digunakan.
Dengan demikian bahasa merupakan syarat mutlak bagi anak untuk
memahaminya. Oleh karena itu alokasi waktu pelajaran Bahasa Indonesia yang
diwajibkan di Sekolah Dasar paling besar dari mata pelajaran lainnya.

Mengerti dan memahami bahasa yang digunakan di buku-buku membantu


siswa untuk aktif belajar. Pada akhirnya siswa memiliki kegemaran tersendiri
untuk belajar ( membaca) dan tidak terbatas di sekolah saja. Sehubungan dengan
kreatfitas guru di sekolah diperlukan melalui kritik diri ( refleksi) terhadap proses
pembelajaran yang telah dilaksanakan untuk menumbuhkan minat membaca pada
siswa. Kemampuan membaca pada siswa merupakan dasar untuk belajar lebih
giat setelah siswa memiliki minat yang tumbuh dari dalam dirinya sendiri.

Dapat dikatakan bahwa membaca merupakan kegiatan manusia untuk


mengembangkan jiwanya. Apabila telah terampil dalam membaca mereka dapat
memperoleh pengalaman, pengetahuan, membentuk pengertian, mengembangkan
daya pikir dan imajinasi, serta dapat membentuk sikap hidup yang baik, sebagai
warga Negara yang berguna bagi masyarakat dan negaranya. (Supriadi, dkk,
1995).
Dalam hal ini siswa dituntut sering belajar membaca, untuk sering dan banyak
membaca, diperlukan minat yang besar untuk membaca. Kemampuan membaca
siswa hendaknya diiringi pada upaya meningkatkan minat siswa dalam membaca,
sehingga dapat mengubah “ Learning to read “ secara berangsur-angsur menjadi
“reading to learn”. Sehingga siswa kelas I mampu dalam keterampilan berbahasa
(membaca), Muchlisoh,dkk ( 1992).

Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa minat membaca sangat menurun(


rendah ), yang implikasinya terhadap prestasi belajar keterampilan berbahasa
Indonesia juga rendah ( Hasil belajar siswa rendah ).

Atas dasar kenyataan itu penulis mengadakan penelitian kelas yang berjudul
“Meningkatkan Ketrerampilan Berbahasa Indonesia Dengan Menumbuhkan
Minat Membaca Siswa Kelas I Sekolah Dasar Negeri Kasembon I Kecamatan
Kasembon Kabupaten Malang Pada semester II Tahun Pelajaran 2006/2007 “

Dengan maksud setelah selesai melakukan penelitian, indakan kelas ini,


melalui refleksi diri guru dan siswa, diharapkan siswa terampil dalam berbahasa
Indonesia sehingga prestasinya meningkat.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atasa maka Penelitian Tindakan Kelas ( PTK)


ini rumusan masalahnya sebagai berikut :

1. Apakah dengan menumbuhkan minat membaca dapat meningkatkan


keterampilan berbahasa Indonesia?

2. Bagaimana cara menumbuhkan minat membaca agar keterampilan berbahasa


Indonesia dapat meningkat ?

Alokasi waktu penelitian ini selama satu semester, tepatnya semester II tahun
Pelajaran 2006/2007 dalam siklus pembelajaran di sekolah dasar dengan pokok
bahasan “Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia Dengan
Menumbuhkan Minat Membaca Siswa Kelas I Sekolah Dasar Negeri Kasembon I
Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang Pada semester II Tahun Pelajaran
2006/2007 “

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ( PTK) ini bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bahwa dengan menimbulkan “ minat membaca”, dapat


meningkatkan keterampilan berbahasa Indonesia.

2. Untuk mengetahui cara menumbuhkan minat membaca agar keterampilan


berbahasa Indonesia siswa meningkat.

1.4.Hipotesis Penelitian

Menumbuhkan minat membacasiswa agar dapat meningkatkan berbahasa


Indonesia.

1.5.Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna dan bermanfaat bagi siswa, guru,kepala sekolah dan
pejabat di lingkungan Dinas P dan K sebagai berikut :

1. Berguna bagi siswa setelah mengetahui kekurangan dan kelemahannya, minat


membaca akan terus ditingkatkan sehingga prestasi belajar keterampilan
berbahasa Indonesia siswa dapat meningkat.

2. Bagi guru, temuan yang diperoleh dapat bermanfaat sebagai bahan balikan
refleksi diri agar dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui
menumbuhkan minat membaca dengan cara yang tepat sehingga keterampil
berbahasa Indonesia siswa meningkat.
3. Bagi Kepala Sekolah, bermanfaat sebagai bahan dalam melaksanakan
pembinaan bagi guru-guru dalam mengambil langkah-langkah menumbuhkan
minat membaca agar prestasi siswa meningkat secara optimal.

4. Bagi pejabat di lingkungan Dinas P dan K bermanfaat sebagai bahan balikan


dalam memberikan pembinaan kepada bawahannya agar keterampil berbahasa
dan prestasi belajar siswa meningkat.

1.6.Asumsi Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) ini dengan disadari sebagai berikut :

1. Minat membaca siswa kelas I Sekolah Dasar dapat diukur dengan menggunakan
alat pengumpul data pengamatan langsung ( observasi) atau observasi buku
raport.

2. Prestasi belajar keterampilan bahasa Indonesia siswa , sebagaimana dalam buku


raport merupakan evaluasi yang memenuhi karakteristik valid dan variable,
sehingga dapat digunakan sebagai bahan analisis.

1.7.Ruang Lingkup penelitian

Ruang lingkup penelitian tindakan Kelas ini dibatasi sebagai berikut :

Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia Dengan Menumbuhkan Minat


Membaca Siswa Kelas I Sekolah Dasar Negeri Kasembon I Kecamatan
Kasembon Kabupaten Malang Pada Semester II Tahun Pelajaran 2006/2007.

1.8 Definisi Operasional

Dengan berdasarkan perasalahan atau pernyataan penelitian diatas


beberapa istilah yang digunakan dijabarkan operasionalnya demi kejelasan, serta
menghindari salah penafsiran, salah pengertian dalam mengimplementasikan
masalah penelitian.

1. Menumbuhkan Minat Membaca

Menumbuhkan adalah mengupayakan suatu perubahan dari pada yang ada pada
diri siswa yang terkait dengan minat ditingkatkan agar motivasi intrinsiknya
meningkat.

2. Yang dimaksud “ minat “ adalah kesediaan jiwa yang aktif untuk menerima
pengaruh dari dunia luar dirinya. Minat yang bersifat tetap merupakan motivasi
intrinsik.

3. Yang dimaksud membaca adalah membaca lanjutan.

4. Meningkatkan keterampilan berbahasa Indonesia.

Adalah usaha-usaha untuk meningkatkan prestasi belajar secara proporsional


antara guru, siswa dan lingkungan satu sama lain yang saling terkait.

Guru harus mengenal dengan mengadakan observasi atau melihat raport siswa.
Mengetahui kondisi siswa seutuhnya sangat perlu untuk mengetahui strategi
pembelajaran seperti “ falsafah pisau” semakinsering diasah semakin tajam.
Kondisi siswa yang bervariasi perlu mendapatkan perhatian khusus dari guru.
Guru harus mampu mengupayakan kedisiplinan dan ketertiban. Kedisiplinan
adalah kunci untuk mencapai keberhasilan, khususnya kedisplinan soal waktu.
Siswa dibiasakan hidup disiplin, teratur, bertanggung jawab, baik di sekolah
maupun di rumah. Guru harus bias menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan, mengadakan evaluasi secara konsisten dengan alat evaluasi yang
valid sehingga prestasi keterampilan berbahasa Indonesia siswa meningkat.

5. Penelitian Tindakan

Yang dimaksud penelitian tindakan adalah penelitian yang dipusatkan pada


analisis refleksi terhadap apa yang secara actual terjadi di dalam kelas.
Dalam hal ini adalah proses (aktivitas guru, aktivitas siswa dan interaksi siswa-
siswi, guru-siswa) dan bahan tugas pembelajaran keterampilan berbahasa
Indonesia ( menyimak, berbicara, membaca dan menulis hal ini satu sama lain
yang saling terkait) selama pembelajaran berlangsung.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Pegertian Minat

Minat adalah kesediaan jiwa yang aktif, untuk menerima pengaruh dari dunia
luar diri siswa. Minat bersifat tetap, merupakan motivasi intrinsic. Menurut
Marsel ada sepuluh macam minat sebagai berikut :

1. Minat Jasmaniah, adalah suka akan pekerjaan yang memerlukan tenaga jasmani.

2. Minat Mekanik, adalah suka memperbaiki dan merancang hal-hal yang


berkaitan dengan mesin.

3. Minat sosial, adalah suka akan aktivitas kelompok.

4. Minat Domestik, adalah suka menyelenggarakan pekerjaan rumah tangga.

5. Minat Matematis, adalah suka bekerjaan dengan angka-angka.

6. Minat Ilmiah, adalah suka mempelajari gejala-gejala alamiah.

7. Minat Belajar, adalah suka menyelidiki sesuatu itu secara mendalam untuk
mengetahui suatu obyek.

8. Minat Eksperimentasi, adalah suka mencoba sesuatu dan memastikan hasil


percobaan.

9. Minat terhadap anak-anak, adalah suka bermain-main dengan anak-anak.


10. Minat terhadap Kepemimpinan, adalah lebih suka memimpin dari pada dipimpin.

Sesuai dengan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa minat anak sangat
berpengaruh besar terhadap proses belajar mengajar, khususnya proses belajar
membaca, karena dalam diri anak sebenarnya telah terbentuk konsep diri dan
kemampuan diri.

Oleh sebab itu guru mempunyai kewajiban menumbuhkan minat membaca


pada siswa melalui “ motivasi ekstrensik”( pengaruh dari luar siswa ).
Meningkatkan motivasi ektresnsik membaca lanjutan di kelas I agar tumbuh minat
membaca sekaligus belajar yang mengacu pada langkah-langkah awal rencana
refleksi dan siklus yang telah direncanakan.

2.2. Membaca

2.2.1. Pengertian Membaca

Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat aktif


represif. Suatu kegiatan aktif represif membaca dipandang sebagai suatu proses
yang melibatkan berbagai komponen, antara lain :

1. Pengetahuan Kebahasaan

2. Pengetahuan Keduniaan

3. Aspek Afektif

4. Kemampuan Penginderaan

Keterlibatan berbagai komponen tersebut mengakibatkan pengajaran membca


harus dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan kondisi komponen
tersebut. Pengajaran membaca dikembangkan. Berdasarkan hasil penelitian di
berbagai lembaga pendidikan formal tentang kegitan membaca. Pengajaran
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, yakni: (1) Setiap jenjang
pendidikan, (2) Keadaan/lokasi penyelenggaraan pendidikan, (3) Kondisi sosial
ekonomi pelaku pendidikan.

Meskipun demikian tujuan dan sasaran akhir dari pengajaran membaca adalah
sama. Seperti dikemukakan Anderson (dalam tarigan, 1984 : 7) bahwa membaca
dari segi linguistic merupakan proses dari penyandian kembali dan pembacaan
sandi. Tarigan (1987 : 7) mengemukakan bahwa membaca suatu proses
pengambilan atas ide pengarang melalui kata-kata atau bahasa tulis. Ada beberapa
pandangan ahli tentang pengertian membaca :

1) Membaca merupakan pengembangan keterampilan mulai dari keterampilan


memahami kata-kata kalimat, paragraph dalam bacaan sampai dengan mmahami
secara kritis dan evaluasi terhadap keseluruhan isi bacaan.

2) Membaca merupakan kegiattan visual berupa serangkaian kegiatan gerakan


mata dalam mengikuti baris-baris tulis pemusatan penglihatan pada kata dan
kelompok kata melihat ulang kata dan kelompok kata untuk memperoleh
pemahaman.

3) Membaca merupakan kegiatan mengamati dan memahami kata-kata yang


tertulis dan memberikan makna terhadap kata-kata tersebut berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

4) Membaca merupakan suatu pengolahan informasi yang dilaksanakan pembaca


dengan menggunakan informasi dalam bacaan dan pengetahuan serta pengalaman
yang telah dimiliki sebelumnya yang relevan dengan informasi tersebut.

5) Membaca merupakan proses menghubungkan tulisan dengan bunyi sesuai


dengan system tulisan yang digunakan.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Membaca merupakan proses mekanik berupa mengkoordinasi kembali


rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata dan kalimat yang
bermakna.
2) Proses psikologis berupa kegiatan dalam mengolah informasi.

3) Kegiatan mencari dan menemukan informasi dalam bacaan.

4) Mengidentifikasi, menguraikan dan menetukan makna bacaan dan aktivitas


yang melibatkan pengetahuan, pengalaman dan sikap.

2.2.2. Tujuan Membaca

Dalam (kurikulum 1994 : 4) dikatakan tujuan membaca di sekolah dasar


sebagai berikut :

1) Memupuk dan mengembangkan kemampuan siswa untuk memahami dan


melaksanakan cara membaca dan menulis dengan baik dan benar.

2) Melatih dan mengembangkan kemampuan siswa agar terampil mengubah huruf


menjadi suara.

3) Melatih dan mengembangkan kemampuan menyuarakan huruf dalam kata


menjadi suara yang di dengarnya.

4) Melatih keterampilan siswa untuk memahami kata-kata isi bacaan yang dibaca
atau di tulis

5) Memupuk dan mengembangkan kemampuan siswa untuk memahami,


menuliskan, menggunakan, menikmati dan menghargai keindahan cerita bahawa
Indonesia sederhana.

Pendapat lain yang mengemukakan tujuan membaca menurut Walpes ( dalam


Nurhadi, 1987 : 136 ) menggolongkan membaca menjadi lima, yaitu sebagai
berikut :

1) Membaca untuk memperoleh sesuatu yang praktis.

2) Membaca untuk mendapat rasa lebih dibanding orang lain.


3) Membaca untuk memperkuat nilai-nilai dan keyakinan.

4) Membaca untuk mengganti pengalaman yang sudah usang.

5) Membaca untuk menghindarkan dari kesulitan.

2.2.3.Aspek Keterampilan Membaca

Aspek keterampilan membaca menurut Nurhadi ( 1987 : 12-14) adalah


sebagai berikut :

1) Keterampilan mengenal kata-kata.

2) Tanda baca

3) Makna tersurat

4) Membaca kritis

5) Membaca kreatif

Sedangkan menurut Broughton ( dalam tarigan 1987 : 11-12), aspek keterampilan


membaca sebagai berikut :

1) Membaca merupakan keterampilan yang bersifat mekanik mencakup


pengenalan ejaan dan bunyi.

2) Keterampilan yang bersifat pemahaman mencakup pengertian sederhana, makna


evaluasi dan kecepatan membaca fleksibel.

2.2.4 Jenis-Jenis Membaca

Dalam pengajaran bahasa ada dua jenis membaca yaitu membaca permulaan
dan membaca lanjutan.
Jenis-jenis membaca lanjutan menurut Supriyadi, dkk, ( 1995 : 185 ) adalah
sebagai berikut :

1. Membaca dalam hati.

Tujuan membaca dalam hati adalah agar siswa memahami isi bacaan. Bahan
bacaan yang digunakan adalah buku paket dan buku pelengkap, dapat pula
ditambah buku-buku lain mempertimbangkan keluasan dan ke dalam materi.
Untuk mengembangkan kemampuan siswa memahami bacaan Smith dab Baret
mengemukakan “ suatu taksonomi yang dapat dipakai guru sebagai pedoman
dalam menyusun pertanyaan yang dapat mengembangkan kemampuan siswa
memahami bacaan “. Taksonomi itu terdiri dari empat kategori yaitu :

a. Pemahaman Harfiah

Membimbing siswa untuk menemukan informasi yang secara jelas diungkapkan


dalam bacaan.

b. Pemahaman Inferensial

Ditujukan oleh siswa bila dapat menarik kesimpulan dari fakta-fakta tertulis atau
hal-hal yang diketahui dari bacaan.

c. Pemahaman Evaluasi

Apabila siswa menunjukkan pikiran evaluative dengan membandingkan buah


pikiran yang disajikan wacana dengan kriteria yang ada dalam dirinya atau
kriteria sumber lain.

d. Pemahaman Apresiasi

Pemahaman apresiasi berhubungan dengan psikologis dan etetis siswa. Selain itu
juga membimbing siswa mengenal teknik-teknik, bentuk gaya dan struktur kata.

2. Membaca Bahasa
Tujuan mebaca bahasa adalah agar siswa memiliki pengetahuan tentang
kebahasaan Indonesia yang diperoleh dari membaca.

3. Membaca Teknik

Membaca teknik bertujuan agar siswa memiliki keterampilan mengubah lambing


tulisan menjadi ucapan yang dapat dipahami baik oleh diri sendiri atau orang lain
yang mendengarkan(Muchlisoh, dkk, 1992) yang perlu mendapat perhatian guru
dalam pengajaran ini ialah intonasi kata, kalimat atau lafal kata fungtuasi (tanda-
tanda baca).

4. Membaca Indah

Yang menjadi perhatian utama dalam membaca indah ialah unsur irama
informasi, ketepatan ucapan, intonasi, kalimat seru, kalimat ajakan dan
seterusnya. Bahan bacaan yang diperlukan ialah puisi, prosa, lirik, bacaan dialog
atau naskah drama.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

3.1.1. Jenis penelitian

Sunardi Suryabrata (1998) mengklasifikasikan jenis penelitian menjadi


tujuh macam, yakni sebagai berikut :
1. Penelitian Deskriptif

2. Penelitian Historis

3. PenelitianKoresional

4. Penelitian Kausal Komparatif

5. Penelitian Eksperimen

6. Penelitian Grounded

7. Penelitian Tindakan ( Action Research)

3.1.2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan ( Action Research)


berdasarkan pendekatan Naturalistik Kualitatif. Pendekatan ini memandang
kenyataan sebagai sesuatu yang berdimensi jamak, utuh dan merupakan kesatuan
serta open minded. Karena itu tidak mungkin disusun rancangan penelitian yang
terinci dan fixed sebelumnya. Rancangan penelitian berkembang selam proses
penelitian berlangsung. Peneliti dan obyek yang diteliti saling berinteraksi, yang
proses penelitiannya dilakukan dari “ luar” dan dari “dalam” dengan melibatkan
banyak fudgement.

Dalam pelaksanaannya peneliti sekaligus seorang alat peneliti yang dengan


sendirinya tidak dapat melepaskan sepenuhnya dari unsure subyektifitas.
Dengan kata lain dalam penelitian ini tidak ada alat penelitian yang baku yang
telah disiapkan sebelumya.

Penerapan penelitian didalam kelas diharapkan mampu memotivasi guru


memiliki kesadaran diri, melakukan refleksi diri dan kritik diri terhadap aktivitas
pembelajaran yang dilaksanakan ( MC. Niff, 1992, Hopkins, 1985,1993). Maka
penelitian tindakan ini didasarkan pada prinsip situasional yang berkaitan dengan
realitas lapangan yang dalam hal ini adalah suasana kelas. Membiarkan kelas
dalam suasana kewajaran, sebagaimana keadaan sebenarnya , artinya tindakan dan
penelitian yang akan dilakukan bertolak dari informasi-informasi yang actual
yang diperoleh dari “realitas” yaitu guru, siswa dan proses-proses selama
pembelajaran berlangsung. Kemudian dijadikan bahan dasar refleksi diri dalam
menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan. Kegiatan ini mengikuti alur
pokok sebagai berikut :

1. Refleksi Awal

2. Perencanaan Tindakan

3. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi

4. Refleksi untuk perbaikan selanjutnya dan seterusnya sampai tujuan yang hendak
dicapai berhasil.

3.2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti dalam penelitian tindakan ini berperan ganda, yaitu


sebagai peneliti dan praktisi. Sebagai praktisi dan peneliti guru melaksanakan
kegiatan pembelajaran di kelas I dengan menerapkan berbagai teori dan teknik
pembelajaran yang yang relevan secara kreatif, efektif dan menyenangkan.

Dalam kegiatan pembelajaran mengangkat masalah-masalah “aktual”


yang dihadapi oleh guru dilapangn, kemudian dilakukan suatu observasi dan
evaluasi yang hasilnya dapat dipakai sebagai masukan untuk melakukan “refleksi”
atas apa yang terjadi pada tahapan pelaksanaan pembelajaran. Hasil proses ini
kemudian melandasi upaya perbaikan dan penyempurnaan dari perencanaan
tindakan berikutnya. Tahapan-tahapan diatas dilakukan berulang-ulang dan
berkesinambungan sampai kualitas keberhasilan tertentu dapat dicapai dengan
baik.
3.3. Lokasi Penelitian

Pengertian lokasi pada penelitian tindakan ini adalah situasi social yang
terdiri dari dari tempat, pelaku dan kegiatan ( Nasution, 1992). Dengan demikian
yang dimaksud lokasi dalam penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut :

1. Aspek Tempat

Adalah lokasi dimana proses interaksi pembelajaran berlangsung. Dalam hal iini
kelas I Sekolah Dasar Negeri Kasembon I Kecamatan Kasembon Kabupaten
Malang.

2. Aspek Pelaku

Adalah Guru dan siswa kelas I yang terlibat dalam interaksi belajar mengajar di
dalam kelas.

3. Aspek Kegiatan

Adalah kegiatan yang dilakukan dalam hal ini adalah “ Meningkatkan


Keterampilan Berbahasa Indonesia Dengan Menumbuhkan Minat Membaca
Siswa Kelas I Sekolah Dasar Negeri Kasembon I Kecamatan Kasembon
Kabupaten Malang Pada semester II Tahun Pelajaran 2006/2007 “

3.4.Sumber Data

Sumber data yaitu aspek penelitian yang dapat memberikan informasi


yang dapat membantu perluasan teori (Bogdan dan Biken, 1990). Sumber data
dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri
Kasembon I Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang.

3.5. Prosedur Pengumpulan Data

Sumber data variable pertama dilakukan melalui dua tahap, yaitu :

1. Tahap Pertama
Siswa secara satu persatu membaca wacana yang telah dipersiapkan dalam waktu
dua menit.

2. Tahap kedua

Siswa diberi lembar pertanyaan yang menyangkut isi wacana dan dijawab secara
tertulis.

Pada tahap pertama dan tahap kedua akan menghasilkan data tentang
kemampuan membaca setelah dimotivasi dengan menumbuhkan minat membaca.

1. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mengetahui hasil belajar keterampilan berbahasa


Indonesia, sebelum tumbuh minat. Dengan melihat raport memiliki standar
validitas dan obyektifitas karena telah memenuhi kriteria standar.

2. Obsevasi

Menurut Suharsimi Arikunti (1992 : 128) observasi dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu :

a. Observasi non sistematis, yaitu dilakukan pengamat dengan tidak menggunakan


instrument pengamatan.

b. Observasi sistematis, yaitu dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan


pedoman sebagai instrument pengamatan.

3. Catatan Lapangan

Digunakan untuk menilai proses pembelajaran.

3.6.Analisi Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif berdasarkan hasil
observasi terhadap tumbuhnya minat membaca dan hasil belajar dengan langkah-
langkah sebagai berikut :

1. Melakukan reduksi yaitu mengecek dan mencatat kembali data-data yang telah
terkumpul.

2. Melakukan interpelasi yaitu menafsirkan yang diwujudkan dalam bentuk


pernyataan.

3. Melakukan inferensi yaitu menyimpulkan apakah dalam pembelajaran terjadi


peningkatan tumbuhnya minat membaca dan hasil belajar atau tidak.

4. Tahap tindak lanjut yaitu merumuskan langkah-langkah perbaikan untuk siklus


berikutnya atau pelaksanaan di lapangan setelah siklus berhasil berdasarkan
inferensi yang telah ditetapkan.

5. Pengambilan kesimpulan diambil berdasarkan analisis hasil-hasil observasi yang


sesuai dengan tujuan penelitian ini. Kemudian dituangkan dalam bentuk
pernyataan.

Kegiatan analisis data mempergunakan pedoman dibawah ini :

1. Tumbuhnya minat membaca siswa dalam pelajaran dengan indikator:

a. Tidak suka membuang waktu

b.Keaktifan yang tinggi

c. Mengerjakan tepat waktu

d. Mengerjakan sebaik mungkin

e. Bergairah belajar

Adapun kriteria penelitian tumbuhnya minat membaca adalah sebagai


berikut :
a. Rumus untuk menentukan prosentase pada setiap indicator adalah jumlah siswa
yang masuk dikalikan 100%.

b. Tumbuhnya minat membaca dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Minat membaca dinyatakan tumbuh ( meningkat) jika rata-rata prosentase


masing-masing kegiatan yang dinilai lebih dari atau sama dengan 75%.

2) Minat membaca dinyatakan belum tumbuh atau meningkat jika rata-rata


prosentase masing-masing kegiatan kurang dari 75%.

2 Meningkatkan hasil belajar siswa ditandai dengan indikator hasil belajar (nilai
ulangan harian) menjadi lebih baik daripada sebelum penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Penelitian Siklus I

Menumbuhkan atau meningkatkan minat membaca dalam keterampilan


berbahasa Indonesia dapat memberikan pengaruh yang positif sehingga siswa
merasakan pada dirinya ada perubahan berupa kemajuan dalam belajarnya karena
dirinya telah termotivasi sehingga minat membaca meningkat dan bergairah untuk
belajar.

Guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk menanyakan secara


individual tentang apa saja yang belum dipahaminya. Pertanyaan siswa secara
individual dijawab oleh guru juga secara indidual. Guru juga memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berlomba mendapatkan nilai yang terbaik.
Beberapa hal yang dicatat pada pertemuan siklus I ini antara lain :

1. Waktu yang dipergunakan mengerjakan pertanyaan belum merata.

2. Kurang telitinya siswa dalam menulis jawaban pertanyaan yang tersedia.

Berikut ini data siswa yang menunjukkan meningkatnya minat siswa pada siklus I
pada saat mengerjakan LKS

Tabel 4.1 Minat Siswa Pada Saat Pengerjaan LKS Siklus I

NO Indikator Jumlah Siswa Prosentase %

1. Tidak suka membuang waktu 8 62

2 Aktivitas yang sangat tinggi 8 69

3 Mengerjakan tepat waktu 8 62


4 Mengerjakan sebaik mungkin 8 62

5 Bergairah belajar 8 62

Rata-rata 8.2 63.4

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pada siklus ini minat membaca siswa
belum memenuhi harapan(masih dibawah 75%). Pada tahap selanjutnya guru
mengajak siswa untuk membahas hasil pengerjaan LKS dengan cara member
kebebasan siswa menulis jawaban di papan tulis.

Selanjutnya pembahasan tentang jawaban yang telah ditulis di papan tulis. Siswa
yang jawabannya salah atau kurang sempurna harus menyempunakan
jawabannya. Hal ini dimaksudkan agar pada kegiatan selanjutnya tidak
mengalami kesalahan. Apabila tidak diperbaiki, kesalahan ini terbawa pada
kegiatan-kegiatan selanjutnya.

Berikut daftar aktivitas yang menunjukkan menngkatnya minat


berprestasi siswa pada siklus pertama pada saat pembahasan LKS.

Tabel 4.2. Minat Siswa pada pembahasan LKS Siklus I

NO Indikator Jumlah Siswa Prosentase %

1. Tidak suka membuang waktu 10 76

2 Aktivitas yang sangat tinggi 10 76


3 Mengerjakan tepat waktu 9 69

4 Mengerjakan sebaik mungkin 9 69

5 Bergairah belajar 11 85

Rata-rata 9.8 75

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pada siklus I pembahasan LKS minat
siswa sudah cukup baik, rata-rata mencapai 75%.

Pada akhir tahap ini guru memberikan penelitian akan hasil tugas siswa. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan motivasi siswa bahwa semakin sempurna dan
teliti jawabannya akan mendapat nilai yang lebih baik.

Kemudian diadakan ulangan tertulis yang bahannya dari semua bahan yang
dipelajari siswa sebanyak sepuluh soal dengan waktu sepuluh menit. Pada saat
mengerjakan evaluasi terlihat adanya minat dan motivasi siswa untuk lebih
berprestasi mengerjakan sebaik-baiknya.

Berikut data aktivitas siswa yang menunjukkan minat belajar siswa


pada siklus I pada saat diskusi kelompok.

Tabel. 4.3. Minat siswa pada Saat Diskusi Siklus I

NO Indikator Jumlah Siswa Prosentase %

1. Tidak suka membuang waktu 10 76

2 Aktivitas yang sangat tinggi 10 76

3 Mengerjakan tepat waktu 10 76

4 Mengerjakan sebaik mungkin 10 76


5 Bergairah belajar 11 85

Rata-rata 10.2 77.8

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa minat dalam mengikuti diskusi Tanya
jawab sudah cukup baik yaitu mencapai nilai rata-rata 77.8%.

Pada saat pengerjaan evaluasi terlihat adanya minta untuk berpartisipasi dengan
mengerjakan sebaik-baiknya.

Tabel 4.4. Minat Siswa Pada Saat Evaluasi Siklus I

NO Indikator Jumlah Siswa Prosentase %

1. Tidak suka membuang waktu 11 85

2 Aktivitas yang sangat tinggi 10 76

3 Mengerjakan tepat waktu 10 76

4 Mengerjakan sebaik mungkin 10 76

5 Bergairah belajar 11 85
Rata-rata 10.4 79.6

Dari data diatas tersebut menunjukkan bahwa motivasi (minat) siswa dalam
evaluasi ini cukup baik, mencapai rata-rata 79.6%.

Pada akhir kegiatan guru dan siswa memberikan beberapa kesimpulan


kegiatan dan memberikan penilaian terhadap aktivitas siswa selama kegiatan dan
memberikan penyempurnaan kegiatan selanjutnya.

1. HASIL BELAJAR

Berdasarkan ulanga harian yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa telah ada
peningkatan hasil belajar daripada pertemuan sebelum dilaksanakan penelitian
walaupun kenaikan belum signifikan.

Beberapa siswa telah menunjukkan hasil yang nilainya rendah kurang dari 6,00.

Secara rinci dapat dilihat pada table 4.5

Tabel 4.5. Hasil Evaluasi Belajar Siklus I

No Rata-
rata
Urut Induk Nama MIN BC MB JML %

1 1541 Afifatun Nisak 60 60 60 180 60 60

2 1542 Akhorindra F. Bahara 60 70 60 190 63 63

3 1543 Andhi Firmanda 90 90 90 270 90 90

4 1544 Anwar Kautsar 80 85 85 250 83 83

5 1545 Ari Reza M 95 95 95 285 95 95

6 1546 Danis Alfitasari 95 95 95 285 95 95


7 1547 Dew Indra Rukmana 65 70 80 217 72 72

8 1548 Diah Meyta Nur CH 80 85 90 255 85 85

9 1549 Dinny Ramadani 80 80 85 245 82 82

10 1550 Dhona Suciliawati 95 95 95 285 95 95

11 1551 Filza Robby Zoel 95 95 95 285 95 95

12 1552 Fiqi Andrian 60 70 80 210 70 70

13 1553 Febrian Tri Susilo 60 70 60 190 63 63

14 1554 Gunawan Much 60 60 60 180 60 60

Jumlah 1075 1120 1130 3325 1108 1108

Rata-rata 76.6 80 80.71 237.5 79.14 79.14

Keterangan :

MIN : Menyimak

BC : Berbicara

MB : Membaca

Dari hasil evaluasi belajar tersebut nilai rata-rata 78.1 maka dapat disimpilkan
bahwa menumbuhkan minat membaca dapat meningkatkan keterampilan
berbahasa Indonesia.

2. Rekomendasi Siklus I

Walau pada siklus I ini menunjukkan hasil yang baik tetapi beberapa catatan
penyempurnaan masih perlu dilakukan sebagai berikut :
1) Tata tertib belajar perlu disempurnakan antara lain :

A. Perlu adanya pelaksanaan pembatasan waktu pengerjaan LKS

B. Ketelitian siswa dalam penulisan jawaban

C. Kelengkapan jawaban

2) Pada saat Pembahasan LKS

A. Guru sebaiknya menuliskan nomor soal yang akan diisi oleh siswa secara
berurutan di papan tulis kemudian menunjukkan siswa untuk mengisi.

B. Penukaran buku LKS untuk dilakukan pemeriksaan ulang.

3). Pada saat diskusi, tempat duduk siswa sebaiknya berdekatan dengan anggota
kelompoknya untuk mempercepat berkumpulnya kelompok.

4.1.2. Hasil Penelitian Siklus II

Dengan melihat hasil rekomendasi pada siklus I, peneliti telah melakukan


penyempurnaan pada siklus II. Pada saat pembukan pelajaran guru memberikan
pengarahan ulang tentang tat cara belajar yang disempurnakan dari siklus I,
meliputi :

Tabel 4.6. Minat siswa Pada Pengerjaan LKS Siklus II

NO Indikator Jumlah Siswa Prosentase %

1. Tidak suka membuang waktu 8 85

2 Aktivitas yang sangat tinggi 9 76

3 Mengerjakan tepat waktu 7 76

4 Mengerjakan sebaik mungkin 10 85

5 Bergairah belajar 14 85
Rata-rata 10,6 81,4

Dari data di atas dapat dilihat bahwa siklus II ini terjadi peningkatan minat siswa
pada saat mengerjakan LKS, yaitu sebesar 18% bila dibandingkan dengan siklus I.

Pada saat pembahasan LKS pada siklus II, guru tidak lagi memberikan kebebasan
terhadap siswa untuk menjawab soal di papan tulis, tetapi guru membatasi dengan
menuliskannomor-nomor yang akan dijawab untuk menunjukkan deret-deret
siswa yang akan menjawab.

Dengan cara ini pelajaran di papan tulis lebih terorganisasi. Disamping itu guru
membatasi jumlah siswa yang akan mengerjakan di papan tulis. Dengan cara ini
dapat diperoleh efisiensi waktu dan ketentuan pengerjaan di papan tulis dan
pembahasan cepat dilaksanakan.

Berikut data aktivitas siswa menunjukkan minat berprestasi siswa pada siklus
II, pada saat pembahasan LKS di papan Tulis.

Tabel 4.7. Minat Berprestasi Pada Pembahasan LKS Siklus II

NO Indikator Jumlah Siswa Prosentase %

1. Tidak suka membuang waktu 6 85

2 Aktivitas yang sangat tinggi 8 85

3 Mengerjakan tepat waktu 10 76

4 Mengerjakan sebaik mungkin 9 85

5 Bergairah belajar 15 85

Rata-rata 10.8 83.2


Dari data di atas diperoleh minat belajar siswa mengalami peningkatan sebesar
8,2% bila dibandingkan Siklus I.

Siklus II ini diberi waktu 10 menit untuk diskusi kelompok, semangat siswa
dalam melakukan diskusi cukup tinggi. Berikut data aktivitas siswa yang
menunjukkan minat belajar siswa pada siklus II pada saat siswa berdiskusi.

Tabel 4.8. Minat Berprestasi Berdiskusi Siklus II

NO Indikator Jumlah Siswa Prosentase %

1. Tidak suka membuang waktu 12 85

2 Aktivitas yang sangat tinggi 15 85

3 Mengerjakan tepat waktu 10 85

4 Mengerjakan sebaik mungkin 15 85

5 Bergairah belajar 16 92

Rata-rata 11,2 86,4

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa keikutsertaan siswa dalam


melaksanakan diskusi mengalami peningkatan sebesar 8,6% bila dibandingkan
dengan siklus I.

Tabel 4.9. Minat Berprestasi Pada Evaluasi Siklus II

NO Indikator Jumlah Siswa Prosentase %

1. Tidak suka membuang waktu 8 92

2 Aktivitas yang sangat tinggi 12 92

3 Mengerjakan tepat waktu 11 85


4 Mengerjakan sebaik mungkin 9 92

5 Bergairah belajar 12 92

Rata-rata 11,8 90,6

Dari data diatas menunjukkan rata-rata berprestasi siswa mengalami peningkatan


sebesar 11% dibandingkan siklus I.

Hasil yang diraih siswa pada siklus II ini mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Keteraturan yang diciptakan oleh guru dalam pembelajaran ini
membuahkan hasil positif berupa peningkatan hasilbelajar dari siklus I ke siklus
II.

Tabel 4.5. Hasil evaluasi Belajar Siklus II

No Rata-
rata
Urut Induk Nama MIN BC MB JML %

1 1541 Afifatun Nisak 75 75 75 225 75 75

2 1542 Akhorindra F. Bahara 75 75 75 225 75 75

3 1543 Andhi Firmanda 95 100 95 290 97 97

4 1544 Anwar Kautsar 85 85 85 225 85 85

5 1545 Ari Reza M 100 100 95 295 98 98

6 1546 Danis Alfitasari 100 100 95 295 98 98

7 1547 Dew Indra Rukmana 75 75 75 225 75 75

8 1548 Diah Meyta Nur CH 85 85 85 225 85 85

9 1549 Dinny Ramadani 80 80 85 245 82 82


10 1550 Dhona Suciliawati 95 95 95 285 95 95

11 1551 Filza Robby Zoel 95 95 95 285 95 95

12 1552 Fiqi Andrian 75 75 75 225 75 75

13 1553 Febrian Tri Susilo 75 75 75 225 75 75

14 1554 Gunawan Much 75 75 75 225 75 75

Jumlah 1185 1190 1180 3252 1185 1185

Rata-rata 84,64 85 84,28 251,7 84,64 84,64

Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan hasil evaluasi belajar sebesar
5,54% dari siklus I.

Peningkatan nilai menunjukkan bahwa perbaikan proses pembelajaran membawa


dampak positif terhadap hasil belajar siswa.

4.2. Pembahasan dan Refleksi

4.2.1. Pembahasan

Berdasarkan hasil belajar dan proses belajar yang telah dilaksanakan


menunjukkan ada peningkatan baik proses pembelajaran maupun hasil belajar.

Hasil belajar sebelum diadakan tindakan kelas mencapai nilai rata-rata


63,4% setelah siklus I dan siklus II rata-rata nilai 81,4% berarti ada peningkatan
18%.

Hasil prestasi sebelum diadakan, tindakan kelas nilai rata-rata mencapai


79,1%, setelah siklus I dan siklus II, serta rekomendasi mencapai nilai rata-rata
84,6% berarti ada peningkatan 5,5%.
4.2.2. Refleksi

Sesuai dengan catatn dilapangan dalam proses pembelajaran rekomendasi dan


refleksi berupa perbaikan dan penyempurnaan proses belajar dan mengajar
berdampak positif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penulisan dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat


disimpulkan sebagai berikut :

Hasil proses belajar sebelum tumbuh minat membaca mencapai nilai rata-
rata 63,4%. Setelah termotivasi minat siklus I dan siklus II, refleksi dan
rekomendasi nilai rata-rata mencapai 81,4%, berarti ada peningkatan 18%.

Hasil belajar sebelum siklus I dan siklus II mencapai nilai rata-rata 79,1%,
setelah siklus I dan siklus II, refleksi dan rekomendasi rata-rata mencapai 84,6%
berarti ada peningkatan 5,5%.

Maka menumbuhkan minat embaca dapat meningkatkan keterampilan


berbahasa Indonesia kelas I SDN Kasembon I Kecamatan Kasembon Kabupaten
Malang.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan di atas dapat disarankan sebagai berikut :


1.Agar keterempilan berbahasa Indonesia meningkat, siswa harus memiliki minat
yang tinggi dalam prosses pembelajaran.

2.Agar hasil belajar siswa bias meningkat secara optimal hendaknya guru
menumbuhkan minat siswa dengan perbaikan dan penyempurnaan proses
pembelajaran

DAFTAR PUSTAKA

Ausebel, D.P, 1963. The Psychology of meaning Verbal Learning. New York, grune &
Srattim

Arikunto, S. 1983. Dasar-dasar evaluasi pendidikan, prosedur Penulisan Suatu


Pendekatan Praktis. Jakarta: Bina Aksara.

Baso, M. 1999.Kapita Selekta Teknologi Pembelajaran. Surabaya: Alkon Training.

Depdikbud, 1994. Garis-garis Besar program Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VI


Sekolah Dasar. Jakarta : Dikdasmen.

De Porter,B.M.dkk.2000. Quantum Teaching. Bandung : Kaifa.

Hopkins, David. 1985. Teaching’s Guide the Classroom Research. Philadelphia : Open
University, Milton Keynes.

Muchlisoh, dkk. 1992. Materi Pokok pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Universitas
Terbuka.

Mc, Niff, jean. 1992. Action Research, principle and Practice. New York, Rontledge
Champman & Hall, Inc.

Nasution, S. 1992. Metodologi Penulisan Neturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Supriadi, dkk. 1995. Materi Pokok pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud
Bagian proyek peningkatan mutu guru SD, Setara D-II 1995.

Sudjana, N. 1997. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar baru.


Lampiran 2

Evaluasi Belajar Siklus I

SIAPA YANG BODOH

Seluruh binatang di hutan menganggap kancil sebagai binatang paling


pintar dan banyak akal. Oleh karena itu, baginda Singa pun sering bertanya
kepada Kancil bila ada masalah yang sulit dipecahkan.

Sudah beberapa hari ini Kancil melihat Baginda Singa akrab dengan
Keledai. Ia tidak senang dan merasa tersaingi. Ketika Baginda Singa sedang
sendiri.Kancil mendekat, “ Tuanku akhir-akhir ini Tuanku sering melihat bersama
Keledai. Hamba takut kalau Tuanku tertular kebodohannya.”

“ Terima kasih, Cil. Kalau begitu, aku akan berusaha menjauhinya,” jawab
Baginda Singa.

Kancil merasa senang karena hasutannya berhasil. Singa percaya bahwa Keledai
bodoh. Setelah kancil pergi, Baginda Singa berpikir,” Apa benar yang dikatakan
kancil? Ah, aku tidak mau lansung percaya begitu saja ! Aku harus menguji
kepintaran kancil dan keledai. Aku harus menguji kepintaran Kancil dan Keledai.
Aku harus mengajukan pertanyaan yang sulit yang sangat sulit untuk mereka
berdua.
Baginda Singa lalu mencari pertanyaan yang akan diajukan kepada
mereka. Setelah ia menemukan pertanyaan yang sulit, Baginda Singa
mengundang Kancil dan keledai.

“ Kancil, Keledai sengaja kalian aku undang malam ini. Kita rasakan udara begitu
sejuk. Langit bersih. Bintang bertaburan dan berkelip-kelip. Coba kalian lihat ke
atas! Berapa ya jumlah bintang-bintang itu?”Tanya Baginda Singa.

Kancil dan Keledai terus mengamati langit. Kancil beberapa kali


menghitung jumlah bintang, tetapi tidak pernah cocok jumlahnya berbeda terus.

“ kancil, Bagaimana Kamu?” Tanya Baginda Singa. Kancil terdiam. Ia akhirnya


menggelengkan kepala.

“ hamba menyerah, Baginda?”.

“Keledai, bagaimana kamu?” Singa bertanya kepada keledai. Keledai menjawab


tenang.

“ Jumlah bintang di langit sama dengan jumlah bulu yang tuan miliki.”

“ Kamu jangan asal menjawab saja,Keledai!” Ujar Singa agak marah.

“ Kalau Tuan tidak percaya, silahkan saja Tuan hitung sendiri!” kata Keledai.

Singa terdiam. Ia berpikir dalam hatinya dan benar kata keledai. Aku juga tidak
tahu, berapa jumlah buluku dan jumlah bintang di langit.

“ Kamu ternyata pintar. Keledai,” puji Baginda Singa.

Keledai tersenyum bangga, Kancil lalu pergi karena malu. Ternyata, ada juga
yang lebih pintar dari dirinya.

Dikutip dari : Buku BBI 3B Hal 130


PERTANYAAN SIKLUS I

JAWABLAH PERTANYAAN DI BAWAH INI!

1. Siapa yang menjadi raja hutan itu?

2. Mengapa kancil merasa tersaingi oleh keledai?

3. Apakah Singa langsung percaya pada laporan Kancil?

4. Apa yang dilakukan Singa untuk menguji kepandaian Keledai?

5. Mengapa Kancil akhirnya pergi meninggalkan Singa dan Keledai?

KUNCI JAWABAN SIKLUS I

1. Singa

2. Karena sudah beberapa hari Singa akrab dengan Keledai

3. Tidak

4. Mengajukan pertanyaan yang sulit

5. Kancil malu kepada Keledai karena Keledai lebih pintar dari dirinya.
PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA MELALUI PENDEKATAN TEMATIK
DENGAN MEDIA GAMBAR PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA,
MATEMATIKA, SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SISWA KELAS I

ABSTRAK
Penelitiian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatan aktivitas belajar siswa
pada pelajaran matematika, Bahasa Indonesia, dan SBDP melalui model
pembelajaran tematik dengan media gambar. Berdasarkan hasil pengamatan,
aktivitas siswa kelas I SD Negeri Pasir Wetan Kabupaten Banyumas Tahun
Pelajaran 2014/2015 masih sangat rendah. Dari 32 siswa, hanya 6 siswa (20%)
yang dapat dikategorikan aktif yaitu memiliki keberanian dalam bertanya,
menjawab pertanyaan, menanggapi, dan merespons tanggapan. Sedangkan 8
siswa (24%) dikategorikan sedang, dan 18 siswa (56%) dikategorikan kurang
aktif bahkan pasif sekali. Kondisi ini jelas menghambat proses pembelajaran.
Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, peneliti mencoba menerapkan pendekatan
pembelajaran tematik dengan media gambar. Tujuan dari penelitian tindakan
kelas ini adalah untuk mengetahui apakah pendekatan tematik dengan media
gambar dapat meningkatkan aktivitas siswa pada pelajaran Bahasa
Indonesia, matematika dan SBDP siswa kelas I Semester 1 SDNegeri Pasir
Wetan, Banyumas Tahun 2014/2015. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus
yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian
adalah aktivitas bertanya dari kondisi awal 25%, siklus pertama 58% dan siklus
kedua mencapai 82%. Aktivitas menjawab pertanyaan kondisi awal 23%, siklus
pertama 52% dan siklus kedua naik menjadi 80%. Memberi ide kondisi
awal 20%, siklus pertama 45% dan siklus kedua menjadi 75%. Aktivitas
merespon tanggapan, kondisi awal 20%, siklus pertama 48% dan siklus kedua
mencapai angka 75%. Rata-rata aktivitas siswa mengalami kenaikan. Pada
kondisi awal rata-rata aktivitas siswa baru 22%. Siklus 1 naik menjadi 48% dan
siklus 2 rata-rata mencapai 78%. Kesimpulan dari penelitian ini
bahwa penggunaan pendekatan tematik dengan media gambar dapat
meningkatkan aktivitas siswa kelas I SDN Pasir Wetan, Banyumas Tahun
2014/2015”.

Kata kunci : Aktivitas Siswa, Pendekatan Tematik, media


gambar, pembelajaran bahasa Indonesia, matematika, SBDP.
PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia, matematika dan SBDP merupakan beberapa mata
pelajaran di sekolah dasar yang dapat dikemas untuk mengembangkan aktivitas
siswa. Bahasa merupakan alat komunikasi. Belajar bahasa berarti belajar
berkomunikasi. Agar anak memiliki keterampilan berkomunikasi menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Matematika juga merupakan salah satu
mata pelajaran yang dapat mengaktifkan jika dirancang secara menyenangkan dan
dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Sedangkan SBDP merupakan pelajaran
yang menitikberatkan pada pembelajaran life skill yang dapat mengembangkan
bakat dan minat siswa.
Berdasarkan hasil pengamatan, aktivitas siswa kelas I SD Negeri Pasir
Wetan Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2014/2015 masih sangat rendah.
Dari 32 siswa, hanya 6 siswa (20%) yang dapat dikategorikan aktif yaitu memiliki
keberanian dalam bertanya, menjawab pertanyaan, menanggapi, dan merespons
tanggapan. Sedangkan 8 siswa (24%) dikategorikan sedang, dan 18 siswa (56%)
dikategorikan kurang aktif bahkan pasif sekali. Kondisi ini jelas menghambat
proses pembelajaran yang baik.
Berdasarkan dugaan sementara dari peneliti, salah satu faktor penyebab
kondisi tersebut adalah guru jarang menggunakan pendekatan pembelajaran yang
dapat mendorong siswa aktif secara fisik maupun mental. Siswa kurang mendapat
kesempatan untuk menyampaikan perasaan dan gagasannya, dan guru masih
berperan sebagai pusat informasi. Situasi seperti inilah yang akhirnya menjadikan
siswa takut salah, tidak memiliki keberanian berbicara, dan kelas menjadi sangat
pasif.

Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, peneliti mencoba menerapkan


pendekatan pembelajaran tematik dengan media gambar untuk meningkatkan
aktivitas siswa dan memilih mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, dan
SBDP. Salah satu teknik pembelajaran yang terinspirasi dari pendekatan tematik
dengan media gambar. Media gambar dipilih dengan latar belakang bahwa salah
satu yang menarik bagi anak-anak adalah gambar. Dengan media gambar ini
siswa dapat mengontruksikan pengalaman belajar yang sedang diperoleh dengan
konteks yang pernah dialami sehari-hari. Menurut J. Peaget (dalam Sanjaya,
2008:124), bahwa individu pada dasarnya memiliki kemampuan untuk
mengonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga pengetahuan itu menjadi
bermakna.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, permasalahan


dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah pendekatan tematik dengan media
gambar dapat meningkatkan aktivitas siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia,
matematika, dan SBDP siswa kelas I Semester 1 SD Negeri Pasir Wetan
Kecamatan Karanglewas, Banyumas Tahun 2014/2015?”.

Pembelajaran bahasa sekurang-kurangnya melibatkan tiga kelompok disiplin ilmu


yakni linguistik, psikologi, dan paedagogi. Linguistik memberikan informasi
kepada kita mengenai bahasa dan strukturnya secara umum, psikologi
menguraikan bagaimana seseorang belajar sesuatu, dan pedagogi memungkinkan
kita untuk meramu semua keterangan dari bahasa dan psikologi menjadi satu
metode yang sesuai untuk mengajar di kelas (Subyakto, 1988:5). Ketiga disiplin
ilmu tersebut menjadi acuan guru untuk mengembangkan kompetensi dasar yang
ada ke dalam indikator, materi pokok, pemilihan pendekatan dan metode,
merancang skenario pembelajaran, menentukan alat penilaian, dan lain-lain.

Berbicara merupakan suatu proses berkomunikasi, sehingga ada yang berperan


sebagai penyampai maksud dan penerima maksud. Agar komunikasi berjalan
lancar, kedua pihak harus bekerja sama dalam beberapa faktor antara lain: siapa
yang diajak komunikasi, situasi, tempat, isi pembicaraan, dan media yang
digunakan.

Dalam pembelajarannya, materi berbicara lebih banyak menuntut


aktivitas performance atau unjuk kerja siswa berupa aktivitas menceritakan,
menjelaskan, menanggapi, mendeskripsikan, menjelaskan, mengomentari, dan
melaporkan (Widharyanto, 2008:6). Untuk itu guru dituntut memahami
kurikulum, mengetahui karakteristik siswa, menentukan materi, memilih sumber
dan alat bantu, dan strategi pembelajarannya. Hal-hal yang perlu mendapat
perhatian guru dalam menentukan strategi pembelajaran berbicara adalah bahwa
kegiatan berfokus pada siswa, mengembangkan keterampilan proses, merangsang
siswa untuk belajar, mengembangkan penampilan kreativitas siswa dan
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi
modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya
pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi
dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan,
aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.

Matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan,


definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil yang dibuktikan kebenarannya,
sehingga matematika itu disebut ilmu deduktif (Ruseffendi, 1989. dalam
Subarinah, 2006: 1).

Pendidikan Seni Budaya dan Prakarya diberikan di sekolah karena keunikan


perannya yang tak mampu diemban oleh mata pelajaran lain. Keunikan tersebut
terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan
berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan: “belajar dengan seni,”
“belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.”

Pendidikan Seni Budaya dan Prakarya memiliki sifat multilingual,


multidimensional, dan multikultural. Multilingual bermakna pengembangan
kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara dan media
seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya.
Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi
konsepsi (pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi
dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika, kinestetika, dan
etika. Sifat multikultural mengandung makna pendidikan seni
menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap beragam
budaya Nusantara dan Mancanegara. Hal ini merupakan wujud pembentukan
sikap demokratis yang memungkinkan seseorang hidup secara beradab serta
toleran dalam masyarakat dan budaya yang majemuk.

Pendidikan Seni Budaya dan Prakarya memiliki peranan dalam pembentukan


pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan
perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan yang terdiri atas
kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik
matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas (AQ), kreativitas (CQ), spiritual
dan moral (SQ).

Bidang seni rupa, musik, tari, dan desain memiliki kekhasan tersendiri sesuai
dengan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam pendidikan seni dan prakarya,
aktivitas berkesenian harus menampung kekhasan tersebut yang tertuang dalam
pemberian pengalaman mengembangkan konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua
ini diperoleh melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik
berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam.

Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas


mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Guru dalam hal ini
membantu mengembangkan kapasitas belajar, kompetensi dasar, dan potensi
yang dimiliki siswa secara penuh sehingga pembelajaran menjadi kegiatan yang
efektif (Yamin, 2007:75). Pembelajaran yang efektif merupakan pembelajaran
yang berpusat pada siswa sehingga siswa ikut berpartisipasi dalam proses
pembelajaran, mengembangkan cara-cara belajar mandiri, sampai ikut berperan
dalam kegiatan menilai.

Pendidikan perlu mengarahkan keaktifan yang dimiliki siswa agar tidak terjadi
penyimpangan yang berakibat terganggunya perkembangan siswa. Salah satu
yang bertugas membantu berkembangnya aktivitas siswa adalah guru. Perilaku
guru yang pasif, lesu, dan sukar dikontrol mengakibatkan proses pembelajaran
tidak banyak melibatkan siswa dan tidak terdapat interaksi, karena waktu tersita
dengan penyajian materi yang serius (Yamin, 2007:76).

Beberapa ahli mengklasifikasikan jenis-jenis aktivitas siswa dalam pembelajaran.


Dierich (dalam Yamin, 2007:84) berpendapat bahwa jenis aktivitas siswa meliputi
kegiatan-kegiatan visual, kegiatan lisan, kegiatan mendengarkan, menulis,
menggambar, metrik, kegiatan mental, dan kegiatan emosional. Menurut Whipple
aktivitas siswa meliputi bekerja dengan alat-alat visual, ekskursi dan trip
(berkunjung, mengundang nara sumber, menyaksikan demonstrasi), mempelajari
masalah-masalah, mengapresiasi literatur, ilustrasi dan konstruksi, bekerja
menyajikan informasi, serta cek dan tes.

Raularson (dalam Mudyahardjo, 1996:92) berpendapat bahwa setiap kegiatan


belajar mengajar akan efektif bila terjadi rangsang terhadap materi yang akan
dipelajari, aktif menanggapi atau merespons situasi, ada kegiatan tanya jawab, dan
latihan melakukan respon yang tepat. Semakin tinggi aktivitas siswa dalam
pembelajaran akan berpengaruh terhadap pola interaksi yang terjadi.

Pendekatan Tematik merupakan pendekatan pembelajaran terpadu yang


menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat
memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik( BNSP:2007). Tema
adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan
(Poerwadarminta, 1983).

Pendekatan tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang meniadakan jarak


pembatas antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain. Dalam
melaksanakan pendekatan pembelajaran terpadu model tematik, tema digunakan
sebagai payung atau sebagai pemersatu beberapa mata pelajaran.

Dengan pendekatan pembelajaran terpadu model tematik, beberapa mata pelajaran


dapat dipadukan sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi
anak didik. Maksud dari bermakna pada pembelajaran terpadu model
tematik adalah anak memahami konsep yang dipelajari melalui pengalaman
langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami oleh
siswa melalui kesempatan menjelajahi apa yang berhubungan dengan tema atau
peristiwa otentik.
Kata media berasal dari bahasa latin bentuk jamak dari medium yang berarti
perantara yang dipakai untuk menunjukan alat komunikasi . Secara harfiah media
diartikan sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.

Menurut Gagne dan Reiser (dalam Mulyani 1983:3) sebagai alat-alat fisik dimana
pesan-pesan intruksional dikomunikasikan. Jadi seorang instruktur, buku cetak
pertunjukan film atau tape recorder dan peralatan fisik yang mengkomunikasikan
pesan intruksional dianggap sebagai media. Rumpuruk (dalam Mulyani, 2001:6)
mendefinisikan media pembelajaran sebagai alat,
baik hardware maupun software dipergunakan sebagai media komunikasi
tujuannya untuk meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar.
Dari dua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa media pembelajaran
adalah segala alat pembelajaran yang digunakan guru sebagai perantara untuk
menyampaikan bagan intruksional dalam proses belajar mengajar sehingga
memudahkan siswa untuk mencapai tujuan.

Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk


mengantarkan atau menyampaikan pesan, sejumlah pengetahuan, keterampilan,
dan sikap-sikap kepada peserta didik sehingga peserta didik itu dapat menangkap,
memahami dan memiliki pesan-pesan dan makna yang disampaikan itu.

Menurut Rowntrie (dalam Mulyani, 2001:168) fungsi media pengajaran adalah:


1) Engange the Student”s motivation (membangkitkan motivasi belajar).
2) Recall earlier learning (mengulang apa yang telah dipelajari ), 3) Provide new
learning stimuli ( menyediakan stimulus belajar ), 4) Activate the studentt’s
response (mengaktifkan peserta didik), 5) Give Speedy feedback (memberikan
balikan dengan tepat), 6) Encourage appropriate practice (mengalahkan latihan
yang serasi).
Dari berbagai macam media, peneliti menggunakan salah satu jenis media visual
yaitu gambar. Gambar memiliki beberapa kelebihan, antara lain : mudah didapat,
murah, efektif mengatasi ruang dan waktu, memberi pengalaman yang lebih
konkrit pada anak, dan menarik.

Sesuai dengan rumusan masalah, hipotesis dari penelitian ini adalah pendekatan
tematik dengan media gambar dapat meningkatkan aktivitas siswa pada pelajaran
bahasa Indonesia, matematika, dan SBDP siswa kelas I Semester 1 SD Negeri
Pasir Wetan, Banyumas Tahun 2014/2015.
Indikator Keberhasilan
Penelitian Tindakan Kelas ini dikatakan berhasil apabila mampu meningkatkan
aktivitas siswa dalam pembelajaran, di setiap siklusnya dengan indikator kinerja
sebagai berikut:

Tabel 2.1 : Indikator kinerja

No. Indikator Data Awal Target

1. Bertanya 20 % 80 % (16 dari 20)

2. Menjawab Pertanyaan 20 % 80 % (16 dari 20)

3. Memberi ide 20% 70 % (14 dari 20)


4. Merespon Tanggapan 20 % 70 % (14 dari 20)

Kegiatan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia perlu memberikan


kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan semangat kompetisi secara
sehat untuk memperoleh penghargaan, bekerja sama, dan solidaritas
(Widharyanto, 2008:8). Pendekatan pembelajaran yang dapat mengembangkan
semangat kompetisi yang sehat dan mampu meningkatkan aktivitas siswa adalah
pendekatan tematik.

Pendekatan pembelajaran tematik adalah suatu pendekatan pendekatan


pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada peserta
didik. Salah satu media yang tepat dalam pendekatan ini adalah media gambar.
Media gambar merupakan salah satu media yang tidak asing bagi siswa.
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, maka hipotesis penelitian tindakan kelas
ini adalah bahwa pendekatan tematik dengan media gambar dapat meningkatkan
aktivitas siswa pada pelajaran bahasa Indonesia, matematika, dan SBDP siswa
kelas I Semester 1 SD Negeri Pasir Wetan, Banyumas Tahun 2014/2015.

MEDTODE PENELITIAN
Subyek penelitian adalah siswa kelas I Semester 1 SD Negeri Pasir WetanTahun
Pelajaran 2014/2015, yang berjumlah 32 siswa terdiri dari 12 perempuan dan 20
laki-laki. Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Pasir Wetan Kecamatan
Karanglewas Kabupaten Banyumas. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan
pada semester I Tahun Pelajaran 2014/2015, tepatnya bulan Agustus s/d Oktober
2014, tepatnya 30 September-2 Oktober .

Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan dengan dua siklus masing-
masing siklus terdiri dari satu kali pertemuan (3 x 35 menit). Proses penelitian ini
masing-masing terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) Rencana Tindakan (planning),
(2) Pelaksanaan (acting), (3) Pengamatan (observing), dan (4) Analisis dan
Refleksi (reflecting). Secara rinci instrumen yang berupa rubrik pengamatan dapat
dilihat pada tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3 Rubrik Pengamatan Aktivitas Siswa

Aspek Skor Deskripsi Skor Maksimal

Bertanya 1 jumlah pertanyaan antara 1-2 kali 3

2 jumlah pertanyaan 3-4 kali

3 pertanyaan lebih dari 4 kali

Menjawab 1 menjawab pertanyaan antara 1-2 kali 3


pertanyaan
2 menjawab pertanyaan 3-4 kali

3 menjawab pertanyaan lebih dari 4 kali

Memberi ide 1 memberi ide antara 1-2 kali 3

2 memberi ide 3-4 kali

3 memberi ide lebih dari 4 kali

Merespons 1 merespons tanggapan antara 1-2 kali 3


tanggapan
2 merespons tanggapan 3-4 kali

3 merespons tanggapan lebih dari 4 kali

Jumlah skor maksimal 12

Tabel 3.4 Kondisi Awal Aktivitas Siswa dan Kondisi Akhir yang Diharapkan

Peubah Indikator Kondisi Awal Target


I II

Aktivitas a. Bertanya 25% 50% 80%

b. Menjawab 23% 50% 80%


pertanyaan

c. Memberi ide 20% 40% 70%

d. Merespons 20% 40% 70%


tanggapan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Secara keseluruhan hasil penelitian tindakan kelas mengalami kenaikan pada tiap
siklus. Pada kondisi awal rata-rata aktivitas 32 siswa rata-rata keempat indikator
hanya 22%. Peningkatan terbesar terjadi pada aktivitas bertanya yaitu dari 25%
menjadi 58%. Sedangkan peningkatan terkecil terjadi pada aktivitas memberi ide
yang mengalami kenaikan 25% yaitu dari 20% menjadi 45%. Peningkatan
aktivitas pada kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2 dapat terbaca pada grafik 4.1
berikut ini.

Grafik 4.1 Aktivitas Siswa pada Kondisi Awal, Siklus 1, dan Siklus 2

angkuman secara keseluruhan, rata-rata aktivitas siswa juga mengalami


peningkatan. Pada kondisi awal rata-rata aktivitas siswa baru 22%. Siklus 1 naik
menjadi 51% dan siklus 2 rata-rata aktivitas siswa mampu mencapai angka 78%.
Kenaikan rata-rata aktivitas siswa tersebut dapat terlihat dalam grafik sebagai
berikut.

Grafik 4.2 Rata-rata Aktivitas Siswa pada Kondisi Awal, Siklus 1, dan Siklus 2

Pembahasan
Hasil penelitian tindakan kelas tentang aktivitas siswa menunjukkan peningkatan.
Pada kondisi awal, rata-rata aktivitas siswa 22%. Pada siklus satu menjadi 50%
dan siklus kedua mencapai angka 78%. Peningkatan tersebut terjadi pada seluruh
indikator yang diamati, yang meliputi keberanian bertanya, menjawab pertanyaan,
memberi ide dan merespons tanggapan. Bahkan ada beberapa indikator yang
melampaui target yang ditetapkan. Pada siklus 1 aktivitas menjawab pertanyaan,
memberi ide dan merespons tanggapan melampaui target yang ditetapkan antara
2-8%. Hal ini terjadi karena beberapa anak sekedar menjawab pertanyaan tanpa
mempertimbangkan benar salahnya jawaban. Apabila ditinjau dari kondisi awal,
peningkatan yang paling rendah terjadi pada aktivitas memberi ide, yaitu dari
kondisi awal 20% menjadi 45%. Ini dipengaruhi bahwa anak usia SD masih takut
salah untuk memberi ide, tanggapan, atau komentar pada hasil kerja orang lain
dalam bentuk lisan.

Secara umum aktivitas bertanya mengalami peningkatan paling tinggi yaitu dari
25% pada kondisi awal, siklus pertama 58% dan pada akhir penelitian mencapai
angka 82%. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa aktivitas bertanya dapat
melampaui target yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu
karakteristik anak usia SD adalah memiliki rasa ingin tahu yang besar.
Keingintahuan ini akan teraktualisasikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan
yang selalu diajukan setiap kali menemukan fenomena baru. Apabila didukung
oleh lingkungan, maka keberanian untuk bertanya akan berkembang dengan baik.

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa sebenarnya anak memiliki potensi


yang besar dalam beraktivitas. Akan tetapi, secara umum guru kurang
memperhatikan potensi tersebut sehingga pembelajaran hanya bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan intelektual saja. Kemampuan yang lain seperti
keberanian bertanya, menjawab pertanyaan, mengungkapkan gagasan kurang
mendapat perhatian.

Peningkatan aktivitas siswa kelas I ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian


diterima, yaitu bahwa pendekatan tematik dengan media gambar dapat
meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia, matematika,
dan SBDP pada siswa kelas I SD Negeri Pasir Wetan Kabupaten Banyumas
Tahun 2014/2015.

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Peningkatan Aktivitas Siswa Melalui
Pendekatan Tematik dengan Media Gambar pada Pelajaran Bahasa Indonesia,
Matematika, dan SBDP Siswa Kelas I Semester 1 SDN Pasir Wetan, Banyumas
Tahun 2014/2015”, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan tematik
dengan media gambar dapat meningkatkan aktivitas. Aktivitas bertanya dari
kondisi awal 25%, siklus pertama 58% dan siklus kedua mencapai 82%. Aktivitas
menjawab pertanyaan kondisi awal 23%, siklus pertama 52% dan siklus kedua
naik menjadi 80%. Memberi ide kondisi awal 20%, siklus pertama 45% dan siklus
kedua menjadi 75%. Aktivitas merespon tanggapan, kondisi awal 20%, siklus
pertama 48% dan siklus kedua mencapai angka 75%. Rata-rata aktivitas siswa
mengalami kenaikan. Pada kondisi awal rata-rata aktivitas siswa baru 22%. Siklus
1 naik menjadi 48% dan siklus 2 rata-rata mencapai 78%.

Dari data yang diperoleh beberapa aspek mengalami peningkatan melebihi target
yang telah ditetapkan. Dengan demikian, penelitian tindakan kelas ini dinyatakan
berhasil dan dihentikan pada siklus kedua. Dengan demikian hipotesis penelitian
diterima.

DAFTAR PUSTAKA
Mudyahardjo, Redja. (1996). Dasar-dasar Kependidikan. Universitas Terbuka.
Jakarta.
Sanjaya, Wina. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Subyakto. 1988. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Depdikbud.
Widharyanto. B. (2008). Pendekatan dan Strategi Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia Untuk SD. (Modul Pendidikan Bahasa Indonesia SD, Program
Sertifikasi Guru Jalur Pendidikan).Yogyakarta; Universitas Sanata Dharma.
Yamin, Martinis. (2013). Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta:
Gaung Persada Press.
BIODATA
Nama Guru : Laelatul Qomariyah, S.Pd

NIP : 19661220 199211 2 001

Tempat Pengajar : SDN Pasir Wetan


Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Sub Pokok Bahasan Mengulang
Deskripsi Benda-Benda di Sekitar melalui Metode Pengamatan Pada Siswa
Kelas I SD Negeri ....

ABSTRAK

Nama Guru. Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Sub Pokok Bahasan
Mengulang Deskripsi Benda-Benda di Sekitar melalui Metode Pengamatan pada
Siswa Kelas I Semester 2 SD Negeri .... Tahun Pelajaran ..... Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga. Tahun ….

Rumusan masalah yang disusun adalah Apakah metode pengamatan dapat


meningkatkan keaktifan belajar Bahasa Indonesia sub pokok bahasan mengulang
deskripsi benda-benda di sekitar pada siswa kelas I SD Negeri .... Tahun Pelajaran
....? Dan Apakah metode pengamatan dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa
Indonesia sub pokok bahasan mengulang deskripsi benda-benda di sekitar pada
siswa kelas I SD Negeri .... Tahun Pelajaran ....?
Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan belajar
Bahasa Indonesia sub pokok bahasan mengulang deskripsi benda-benda di sekitar
melalui metode pengamatan pada siswa kelas I SD Negeri .... Tahun Pelajaran ....
dan meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia sub pokok bahasan mengulang
deskripsi benda-benda di sekitar melalui metode pengamatan pada siswa kelas I
SD Negeri .... Tahun Pelajaran .....

Prosedur Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan melalui proses beralur terdiri


dari 4 tahap, yaitu: 1) perencanaan; 2) pelaksanaan; 3) Observasi; dan 4) refleksi.
Hasil belajar studi awal, 10 siswa (50%) tuntas belajar dan 10 siswa lainnya
belum tuntas. Hasil belajar siklus I, 15 siswa (75%) tuntas belajar dan 5 siswa
lainnya belum tuntas.

Hasil belajar siklus II, seluruh siswa yang berjumlah 20 anak (100%) telah tuntas
belajar. Berdasarkan hasil analisis data penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
penggunaan metode pengamatan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
Bahasa Indonesia sub pokok bahasan mengulang deskripsi benda-benda di sekitar
pada siswa kelas I SD Negeri .... Tahun Pelajaran .....
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


1. Identifikasi Masalah
Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran penting di sekolah dasar karena
merupakan mata pelajaran yang menunjang mata pelajaran lainnya. Jika
keterampilan berbahasa siswa sekolah dasar rendah, maka akan sangat
berpengaruh pada mata pelajaran lainnya. Apalagi pembelajaran Bahasa Indonesia
di kelas rendah. Kelas rendah merupakan titik awal pembelajaran di sekolah
dasar. Jika pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas rendah berhasil, maka akan
sangat mendukung keberhasilan mata pelajaran lainnya, demikian juga
sebaliknya.

Pembelajaran di kelas rendah masih menekankan pada aspek membaca, menulis,


dan berhitung, yaitu mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika. Bahasa
Indonesia merupakan mata pelajaran pokok yang harus dikuasai oleh seluruh
siswa, terutama kelas I sebagai dasar untuk mempelajari materi dan mata
pelajaran lainnya.
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Negeri ...., khususnya di kelas IA pada sub
pokok bahasan mengulang deskripsi benda-benda di sekitar masih menemui
banyak kendala. Hal ini terbukti dari beberapa kali ulangan harian, pencapaian
ketuntasan belajar siswa sangat rendah, yaitu dari 20 siswa yang terdiri dari 13
siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan, baru 10 anak (50%) yang mendapat nilai
tuntas, yaitu 67, sedangkan 10 siswa lainnya (50%) belum tuntas.
Pembelajaran yang diharapkan adalah pembelajaran yang dapat menarik perhatian
siswa, sehingga keaktifan dan minat belajar siswa meningkat yang pada akhirnya
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam hal ini, pembelajaran yang
diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan minat siswa adalah pembelajaran
yang menggunakan metode pengamatan langsung terhadap benda di lingkungan
sekitar.
2. Analisis Masalah
Permasalahan yang menjadi pemicu rendahnya hasil belajar siswa tersebut,
setelah diidentifikasi adalah:
a. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang tepat atau tidak sesuai
dengan materi pokok bahasan.
b. Guru belum memaksimalkan penggunaan alat peraga atau media pembelajaran
yang tersedia.
c. Siswa masih terlihat pasif dalam pembelajaran.
d. Siswa banyak yang bermain sendiri, bahkan sebagian ada yang bercanda
dengan teman sebangku.
Permasalahan tersebut timbul karena beberapa faktor, di antaranya adalah guru
hanya menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pelajaran,
sehingga siswa merasa jenuh dan kurang aktif, akibatnya banyak siswa yang
bermain sendiri dan bahkan ada beberapa yang berlarian di dalam kelas.

3. Alternatif Pemecahan Masalah


Lingkungan sekitar adalah salah satu sumber yang dapat dimanfaatkan untuk
menunjang pembelajaran secara lebih optimal. Pembelajaran akan lebih bermakna
dan bernilai bagi siswa, sebab dihadapkan langsung dengan keadaan yang
sebenarnya, sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih menarik, tidak
membosankan, dan dapat menumbuhkan antusiasme siswa untuk lebih giat
belajar.
Aktivitas belajar siswa akan lebih meningkat dengan memungkinkannya
menggunakan berbagai cara, seperti proses mengamati lingkungan sekitar,
membuktikan sesuatu, dan menguji fakta (Winataputra, 2005: 5.37-5.38).
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, tindakan yang diambil sebagai
alternatif pemecahan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan
penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Bahasa
Indonesia Sub Pokok Bahasan Mengulang Deskripsi Benda-Benda di Sekitar
melalui Metode Pengamatan pada Siswa Kelas I SD Negeri .... Tahun
Pelajaran .....”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini
adalah:
1. Apakah metode pengamatan dapat meningkatkan keaktifan belajar Bahasa
Indonesia sub pokok bahasan mengulang deskripsi benda-benda di sekitar pada
siswa kelas I SD Negeri .... Tahun Pelajaran ....?
2. Apakah metode pengamatan dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa
Indonesia sub pokok bahasan mengulang deskripsi benda-benda di sekitar pada
siswa kelas I SD Negeri .... Tahun Pelajaran ....?

C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian perbaikan pembelajaran
ini adalah untuk:
1. Meningkatkan keaktifan belajar Bahasa Indonesia sub pokok bahasan
mengulang deskripsi benda-benda di sekitar melalui metode pengamatan pada
siswa kelas IA SD Negeri .... Tahun Pelajaran .....
2. Meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia sub pokok bahasan mengulang
deskripsi benda-benda di sekitar melalui metode pengamatan pada siswa kelas IA
SD Negeri .... Tahun Pelajaran .....

D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran


1. Manfaat Teoritis
Penelitian diharapkan dapat melengkapi teori pembelajaran yang berkaitan dengan
keaktifan dan hasil belajar Bahasa Indonesia sub pokok bahasan mengulang
deskripsi benda-benda di sekitar melalui metode pengamatan pada siswa kelas I
SD Negeri .... Tahun Pelajaran .....
2. Manfaat Praktis
Manfaat bagi guru
a. Meningkatkan profesionalisme guru.
b. Menambah wawasan guru.
c. Menambah pengetahuan tentang model pembelajaran dengan menggunakan
metode pengamatan.
Manfaat bagi siswa
a. Meningkatkan keaktifan dan minat belajar siswa dalam belajar.
b. Meningkatkan kemampuan siswa dalam mendeskripsikan benda di lingkungan
sekitar.
Manfaat bagi sekolah
a. Memberi sumbangan yang berharga bagi sekolah bahwa penggunaan metode
pengamatan langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa;
b. Memberikan wawasan kepada guru-guru lain bahwa metode pengamatan dapat
digunakan sebagai alternatif pemecahan masalah rendahnya hasil belajar siswa.

BAB II.
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Belajar dan Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Pengertian belajar menurut Arikunto (1993:19) adalah suatu proses yang terjadi
karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan terhadap diri manusia yang
melakukan, dengan maksud memperoleh perubahan dalam dirinya, baik berupa
pengetahuan, keterampilan, ataupun sikap.
Menurut Morgan (dalam Purwanto, 1997: 84) bahwa belajar adalah setiap
perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan atau pengalaman.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan belajar adalah berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu (1993:13). Hilgard, Ernest R., dalam buku
Theories of Learning (1948: 409) mengemukakan, belajar berhubungan dengan
tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah
laku itu tidak dapat dijelaskan atau atas kecenderungan respon pembawaan,
kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan,
pengaruh obat, dan sebagainya).

b. Pengertian Hasil Belajar


Mulyono Abdurrahman (2003:37) mengemukakan hasil belajar adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Dalam kegiatan
pembelajaran tujuan yang ingin dicapai ditentukan sebelumnya. Anak yang
dikatakan berhasil adalah mereka yang dapat mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya.
Hasil belajar merupakan gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran
belajar pada topik bahasan yang dipelajari, yang diukur dengan berdasarkan
jumlah skor jawaban benar pada soal ang disusun sesuai dengan sasaran belajar.
(Christiana Demaja WS: 2004).
Dimyati dan Mujiono (2006:3) memaparkan bahwa hasil belajar merupakan hasil
dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar merupakan
pencapaian tujuan pengajaran dan kemampuan mental siswa. Setelah selesai
mempelajari materi, diadakan evaluasi hasil belajar untuk mengetahui tingkat
pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya, sebelum
dilanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi.
Romiszowki (2003:38) bahwa hasil belajar merupakan keluaran (output) dari
suatu sistem pemrosesan masukan (input). Masukan dari sistem tersebut berupa
informasi, sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performance).

2. Pengertian Keaktifan
Secara harfiah keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti sibuk, giat (Kamus
Besar Bahasa Indonesia: 17). Aktif mendapat awalan ke- dan –an, sehingga
menjadi keaktifan yang mempunyai arti kegiatan atau kesibukan. Jadi, keaktifan
belajar adalah kegiatan atau kesibukan siswa dalam kegiatan belajar mengajar di
sekolah maupun di luar sekolah yang menunjang keberhasilan belajar siswa.
Keaktifan belajar terdiri dari kata kreativitas dan kata belajar. “Keaktifan
memiliki kata dasar aktif yang berarti giat dalam belajar atau berusaha” (Ratmi,
2004). Keaktifan belajar berarti suatu usaha atau kerja yang dilakukan dengan giat
dalam belajar.
Keaktifan bukan jasmani saja, melainkan keaktifan rohani. Menurut Sriyono, dkk
(1992: 75) keaktifan jasmani dan rohani yang dilakukan siswa dalam kegiatan
belajar mengajar adalah keaktifan indera, keaktifan akal, keaktifan ingatan, dan
keaktifan emosi
3. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
a. Pengertian Bahasa Indonesia
Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat yang berupa lambing
bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa yang digunakan
sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat terbagi atas 2 unsur utama,
yakni bentuk (arus ujaran) dan makna (isi) (Santosa, 2009: 1.11).
Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang mengajarkan tentang kompetensi
berbahasa, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Keterampilan bahasa yang diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
terdiri dari keterampilan berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis
(Santosa, 2009: 3.7)
Tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah membina keterampilan berbahasa
secara lisan dan tertulis serta dapat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi
dan sarana pemahaman terhadap Iptek (Kurikulum SD Negeri ...., 2013).
b. Silabus Bahasa Indonesia Kelas I Semester 2
Materi Bahasa Indonesia tentang mengulang deskripsi benda-benda di sekitar
merupakan materi semester 2 pada kurikulum SD Negeri .... dengan Standar
Kompetensi 5. Memahami wacana lisan tentang deskripsi bendabenda di sekitar
dan dongeng, Kompetensi Dasar 5.1 Mengulang deskripsi tentang benda-benda di
sekitar, dan dengan indikator 1) Mengulang deskripsi benda-benda di sekitar; 2)
Menyebutkan benda yang dideskripsikan.

4. Metode Pembelajaran
a. Pengertian Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam membelajarkan
siswa agar terjadi interaksi dalam proses pembelajaran. Setiap metode
pembelajaran, masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda dalam
membentuk pengalaman belajar siswa, tetapi satu dengan lainnya saling
menunjang (Winataputra, 2005: 4.12).
b. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran
Pembelajaran yang dilakukan guru di kelas tidak luput dari penggunaan metode
pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Jenis-jenis metode
pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi
pembelajaran antara lain metode ceramah, metode diskusi, metode simulasi,
metode demonstrasi, metode pengamatan, dan metode eksperiman.
Metode yang digunakan dalam penelitian perbaikan pembelajaran ini, adalah
metode pengamatan.

c. Metode Pengamatan
Metode pengamatan adalah metode pembelajaran yang menyajikan bahan
pelajaran dengan mengamati secara langsung objeknya (Winataputra, 2005: 4.17).
Metode pengamatan dapat digunakan pada semua mata pelajaran. Dalam
pelaksanaannya guru harus sudah yakin bahwa seluruh siswa dapat mengamati
terhadap objek. Selama proses pengamatan guru sudah mempersiapkan benda atau
alat-alat yang akan digunakan.
Karakteristik metode pengamatan dalam pembelajaran, yaitu menunjukkan objek
yang sebenarnya, ada benda atau situasi tertentu yang digunakan, memerlukan
tempat yang strategis yang memungkinkan seluruh siswa dapat mengamati, dan
siswa dapat melakukannya.
Pengalaman belajar yang diperoleh siswa dengan penggunaan metode pengamatan
menurut Winataputra adalah siswa dapat mengamati sesuatu pada objek
sebenarnya.
B. Kerangka Berpikir
Hasil belajar siswa tentang mengulang deskripsi tentang benda-benda di sekitar
pada studi awal masih rendah, pembelajaran yang bersifat abstrak dengan metode
ceramah mengakibatkan siswa sulit memahami materi, oleh karena itu diperlukan
perbaikan pembelajaran dengan menggunakan metode pengamatan langsung
terhadap benda-benda di sekitar.
Perbaikan pembelajaran siklus I menggunakan metode pengamatan, sehingga
dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa, meskipun peningkatannya
belum mencapai kriteria yang ditetapkan.
Perbaikan pembelajaran siklus II menggunakan metode pengamatan yang
berlangsung secara kelompok kecil, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Berdasarkan uraian tersebut, kerangka berpikir penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir


C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, diduga melalui penggunaan metode
pengamatan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar Bahasa Indonesia
tentang mengulang deskripsi benda-benda di sekitar bagi siswa kelas I semester 2
SD Negeri .... Tahun Pelajaran .....
Berdasarkan dugaan tersebut di atas, hipotesis tindakan penelitian ini adalah
“penggunaan metode pengamatan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
siswa.”

D. Indikator Kinerja Penelitian


Indikator yang digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar adalah
peningkatan hasil belajar baik secara klasikal maupun individual. Secara
individual, siswa dinyatakan tuntas belajar jika telah mencapai tingkat
pemahaman materi 75% yang ditunjukkan dengan perolehan nilai tes formatif 75
atau lebih.
Kriteria yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan perbaikan
pembelajaran adalah minimal 90% dari siswa tuntas belajar, maka intervensi yang
dilakukan dikatakan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Peningkatan keaktifan dan keaktifan siswa diamati saat pembelajaran
berlangsung, siswa menjawab maupun mengajukan pertanyaan, interaksi antar
siswa ketika melakukan kerja kelompok, dalam kegiatan kerja kelompok dicatat
keterlibatan masing-masing siswa. Data peningkatan keaktifan siswa diperoleh
dari lembar pengamatan. Pedoman penilaian keaktifan siswa sebagai berikut:
1. Nilai 1 kategori tidak aktif
2. Nilai 2 kategori kurang aktif
3. Nilai 3 kategori cukup aktif
4. Nilai 4 kategori aktif
5. Nilai 5 kategori sangat aktif

BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

A. Subjek, Tempat, Waktu, dan Pihak yang Membantu Penelitian


1. Subjek Penelitian
Menurut Arikunto (2006) subjek penelitian adalah benda, hal, atau orang tempat
data untuk variabel penelitian melekat, dan yang dipermasalahkan. Subjek
penelitian ini yaitu siswa kelas IA semester 2 SD Negeri .... Tahun Pelajaran ....
yang berjumlah 20 anak terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan.
Objek penelitian ini mata pelajaran Bahasa Indonesia Standar Kompetensi
memahami wacana lisan tentang deskripsi bendabenda di sekitar dan dongeng,
Kompetensi Dasar mengulang deskripsi tentang benda-benda di sekitar, dan
indikator 1) Mengulang deskripsi benda-benda di sekitar; 2) Menyebutkan benda
yang dideskripsikan.
2. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SD Negeri ...., Kecamatan ...., Kabupaten ..... Secara
geografis Sekolah Dasar Negeri 1 Karangrejo terletak di antara pemukiman
penduduk di pinggir jalan desa.
3. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan … sampai .... ..... Siklus I Rabu, .... .... dan
Siklus II Rabu, .... .....

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Perbaikan Pembelajaran


No Jenis Kegiatan Waktu Penelitian Perbaikan Pembelajaran
.... ....
12341234
1 Penyusunan Instrumen √
2 Pengamatan Awal √
3 Pelaksanaan Siklus I √
4 Pelaksanaan Siklus II √
5 Analisis hasil per siklus √√
6 Penyusunan Laporan √√
7 Penyerahan Laporan √
4. Pihak yang Membantu
a. Kepala Sekolah sebagai pemberi ijin lokasi penelitian, yaitu Bapak …. Nip. ….
b. Supervisor 2 bertugas membimbing pelaksanaan penelitian perbaikan
pembelajaran di kelas, mendiskusikan dan memberi masukan terhadap hasil
refleksi pembelajaran dan rencana perbaikan pembelajaran, mengamati dan
memberi masukan pelaksanaan perbaikan pembelajaran, dan menuliskan semua
hasil pembimbingan ke dalam jurnal pembimbingan, yaitu Ibu …, guru kelas V,
NIP. ….

B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran


Menurut Ristasa (2007:7-8), PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur
yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Hasil
refleksi terhadap tindakan yang dilaksanakan akan digunakan untuk merevisi
rencana, jika ternyata tindakan yang dilaksanakan belum berhasil memecahkan
masalah, seperti tampak pada gambar berikut:

Gambar 3.1 Daur Penelitian Tindakan Kelas


Berdasarkan uraian di atas, prosedur penelitian dijabarkan sebagai berikut:
1. Siklus I
a. Perencanaan
Tahap perencanaan dilakukan dengan memeriksa Rencana Perbaikan
Pembelajaran, memeriksa alat peraga yang akan digunakan, memeriksa skenario
pembelajaran, memeriksa kelengkapan dan ketersediaan alat pengumpul data,
seperti lembar observasi yang telah disepakati dengan teman sejawat yang akan
membantu.

b. Tindakan
1) Kegiatan Awal
Guru menyampaikan salam, kemudian berdo’a bersama, melakukan presensi, dan
apersepsi menyanyikan lagu “kring kring kring ada sepeda.”
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, yaitu melalui pengamatan, siswa dapat
mengulang deskripsi benda-benda di sekitar dengan benar dan melalui tanya
jawab, siswa dapat menyebutkan benda yang dideskripsikan dengan benar.
Guru membagi siswa menjadi 4 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri
dari 5 anak.
2) Kegiatan Inti
Guru menunjukkan gambar sepeda, siswa mengamati gambar sepeda. guru dan
siswa berdiskusi tentang sepeda dan nama-nama bagiannya. Guru memberikan
contoh deskripsi tentang gambar sepeda, siswa menirukan deskripsi sepeda.
Siswa secara berkelompok diajak ke luar kelas untuk mengamati sepeda dan
tumbuhan disekitar sekolah. Siswa mencatat benda yang diamati dengan
bimbingan guru dalam lembar kerja.
Siswa diajak kembali masuk kelas. Siswa mendengarkan contoh deskripsi guru
tentang sepeda. Siswa mengulang deskripsi guru tentang sepeda.
Siswa berlatih membuat deskripsi tentang tumbuhan di sekitar sekolah. Siswa
membaca deskripsi tentang tumbuhan. Siswa diberi kesempatan bertanya tentang
materi yang belum dipahami. Guru memberi penguatan dan menegaskan materi
pembelajaran.
3) Kegiatan Akhir
Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi pembelajaran. Siswa
mengerjakan soal evaluasi. Guru melakukan penilaian dan tindak lanjut.
Pembelajaran ditutup dengan salam.
c. Pengamatan
Pengamatan dilakukan oleh teman sejawat dengan menggunkaan lembar observasi
yang telah disepakati bersama. Setelah kegiatan selesai dilakukan diskusi balikan
untuk membahas kelemahan dan kelebihan selama proses perbaikan pembelajaran
berlangsung.
Pengamatan dilakukan untuk mengetahui keaktifan dan hasil belajar siswa serta
kinerja guru dalam proses perbaikan pembelajaran.
Keaktifan siswa diamati sesuai indikator keaktifan yaitu kerjasama siswa dalam
kerja kelompok, keberanian siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan.
Tingkat keaktifan siswa siklus I telah mengalami peningkatan, yaitu 4 siswa
sangat aktif, 9 siswa terlihat aktif, 3 siswa cukup aktif, dan 2 siswa kurang aktif,
bahkan masih terdapat 2 siswa yang tidak aktif dalam mengikuti proses perbaikan
pembelajaran.
Hasil belajar siswa tentang mengulang deskripsi benda-benda di sekitar adalah 15
siswa (75%) telah tuntas belajar dan sisanya masih 5 siswa (25%) belum tuntas.
Pengamatan terhadap kinerja guru diperoleh hasil, yaitu guru sudah melakukan
bimbingan terhadap kelompok yang mengalami kesulitan, namun belum
mengkondisikan siswa yang kurang aktif. Guru sibuk membimbing beberapa
kelompok saja dan belum semua kelompok, sehingga masih ada beberapa
kelompok yang ribut sendiri dan tidak melaksanakan tugasnya.
d. Refleksi
Berdasarkan data yang terkumpul dan data hasil diskusi, dilakukan penelaahan
dan mencoba menyimpulkan hasil tindakan yang telah dilakukan. Kesimpulan ini
menunjukkan bahwa prestasi hasil belajar siswa sudah meningkat dari
pembelajaran studi awal, namun peningkatan tersebut belum seperti yang
diharapkan, yaitu tingkat ketuntasan siswa 90%. Peneliti kemudian melakukan
refleksi dengan mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri. Mengapa peningkatan
prestasi hasil belajar siswa belum seperti yang diharapkan? Apa yang harus
dilakukan untuk mengatasi keadaan ini? Mengapa masih ada siswa yang belum
mencapai KKM?
Berdasarkan hasil refleksi, peneliti memutuskan untuk mengadakan perbaikan
siklus II dengan pembelajaran menggunakan metode pengamatan langsung
terhadap benda yang akan dideskripsikan; guru akan memberikan bimbingan
kepada seluruh kelompok terutama yang mengalami kesulita; guru akan
mengingatkan kelompok atau siswa yang kurang aktif dan bermain sendiri agar
kembali aktif; siswa akan dikelompokan menjadi 6 yang masing-masing
beranggotakan 3 sampai 4 siswa, dengan beberapa alternatif pemecahan masalah
tersebut, diharapkan seluruh siswa aktif dan hasil belajar siswa meningkat sesuai
dengan yang diharapkan.
2. Siklus II
a. Perencanaan
Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I, pada siklus II, peneliti mencoba
menyempurnakan tindakan pembelajaran sebelumnya. Sebelum melaksanakan
perbaikan, peneliti melakukan persiapan antara lain memeriksa RPP dan semua
kelengkapan lainnya.
b. Tindakan
1) Kegiatan Awal
Guru menyampaikan salam, kemudian berdo’a bersama, melakukan presensi, dan
apersepsi menyanyikan lagu “kuku kuku ruyuk.” Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, yaitu melalui pengamatan, siswa dapat mengulang deskripsi benda-
benda di sekitar dengan benar dan melalui tanya jawab, siswa dapat menyebutkan
benda yang dideskripsikan dengan benar. Guru membagi siswa menjadi 6
kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 3-4 anak.
2) Kegiatan Inti
Guru menunjukkan gambar jago, siswa mengamati gambar jago. Guru dan siswa
berdiskusi tentang gambar jago. Guru memberikan contoh deskripsi tentang
gambar jago, siswa menirukan deskripsi jago.
Guru menunjukkan sebuah layang-layang dan jam dinding kepada siswa. Guru
dan siswa bertanya jawab tentang layang-layang. Siswa mengulang deskripsi guru
tentang layang-layang. Siswa secara berkelompok mengamati layang-layang dan
jam dinding. Siswa mencatat bagian-bagian layang-layang dan jam dinding pada
lembar kerja.
Siswa mendengarkan contoh deskripsi guru tentang layang-layang. Siswa
mengulang deskripsi guru tentang layang-layang. Siswa berlatih membuat
deskripsi tentang jam dinding. Siswa membaca deskripsi tentang jam dinding.
Guru membagikan lembar kerja kelompok tentang gambar benda di lingkungan
sekitar. Siswa berkelompok mengerjakan lembar kerja berlatih membuat deskripsi
benda berdasarkan gambar.
Siswa diberi kesempatan bertanya tentang materi yang belum dipahami. Guru
memberi penguatan dan menegaskan materi pembelajaran.
3) Kegiatan Akhir
Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi pembelajaran. Siswa
mengerjakan soal evaluasi. Guru melakukan penilaian dan tindak lanjut.
Pembelajaran ditutup dengan salam.
c. Pengamatan
Sama seperti pada siklus I, siklus II pengamatan terhadap proses perbaikan
pembelajaran dilakukan oleh teman sejawat dengan menggunkaan lembar
observasi yang telah disepakati bersama. Setelah kegiatan selesai dilakukan
diskusi balikan untuk membahas kelemahan dan kelebihan selama proses
perbaikan pembelajaran berlangsung.
Pengamatan dilakukan untuk mengetahui keaktifan dan hasil belajar siswa serta
kinerja guru dalam proses perbaikan pembelajaran.
Keaktifan siswa diamati sesuai indikator keaktifan yaitu kerjasama siswa dalam
kerja kelompok, keberanian siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan.
Tingkat keaktifan siswa siklus II telah mengalami peningkatan dari siklus I, yaitu
10 siswa sangat aktif, 8 siswa aktif, dan 2 siswa cukup aktif dalam mengikuti
proses perbaikan pembelajaran.
Hasil belajar siswa tentang mengulang deskripsi benda-benda di sekitar adalah
seluruh siswa yang berjumlah 20 anak (100%) telah tuntas belajar.
Pengamatan terhadap kinerja guru siklus II diperoleh hasil, yaitu guru sudah
melakukan bimbingan terhadap kelompok yang mengalami kesulitan. Guru telah
mengkondisikan siswa yang kurang aktif dan bermain sendiri untuk kembali aktif
melakukan tugasnya dalam diskusi kelompok maupun proses pembelajaran.
d. Refleksi
Berdasarkan data yang terkumpul pada siklus II dan data hasil diskusi, dilakukan
penelaahan dan mencoba menyimpulkan hasil tindakan yang telah dilakukan.
Kesimpulan ini menunjukkan bahwa prestasi hasil belajar siswa telah meningkat
dengan signifikan dari pembelajaran siklus I, peningkatan tersebut telah sesuai
harapan, seluruh siswa yang berjumlah 20 anak (100%) telah mencapi ketuntasan
belajar.
Peneliti bersama supervisor menyimpulkan bahwa perbaikan pembelajaran siklus
II telah berhasil. Penggunaan metode pengamatan pada pembelajaran Bahasa
Indonesia tentang mengulang deskripsi benda-benda sekitar dapat meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil refleksi, peneliti bersama supervisor memutuskan untuk
menghentikan penelitian pada siklus II.

C. Teknik Analisis Data


1. Data
Data yang diperoleh dari penelitian adalah data kuantitatif berupa hasil tes di akhir
tiap siklus dan data kualitatif berupa catatan lapangan hasil observasi selama
pembelajaran di kelas.
2. Sumber Data
Data diperoleh dari hasil belajar siswa berupa daftar nilai evaluasi tiap siklus dan
hasil pengamatan keaktifan siswa yang diperoleh dari lembar pengamatan
keaktifan siswa pada proses pembelajaran. Pengamatan terhadap subjek penelitian
selama kegiatan berlangsung dilaksanakan oleh teman sejawat yang bertindak
sebagai pengamat. Alat observasi berupa lembar observasi keaktifan siswa dan
lembar pengamatan kinerja guru yang disiapkan oleh peneliti dan supervisor.

3. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara tes dan non tes. Tes
dilaksanakan untuk memperoleh gambaran umum tentang prestasi hasil belajar
siswa dan untuk memperoleh gambaran posisi prestasi hasil belajar siswa
sebanding dengan KKM yang diberlakukan, sedangkan teknik non tes berupa
pengamatan terhadap keaktifan belajar siswa untuk memperoleh gambaran
tentang seberapa tinggi keaktifan belajar siswa terhadap mata pelajaran Bahasa
Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar.

4. Teknik Analisis Data


Analisis data dilakukan dengan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Data
yang diperoleh dalam penelitian ini berupa hasil tes di akhir tiap siklus dan
catatan lapangan hasil pengamatan keaktifan siswa selama pembelajaran di kelas.
Hasil tes belajar siswa pada akhir siklus dihitung nilai rata-ratanya. Jumlah siswa
yang nilainya telah mencapai KKM dihitung dan dipersentasekan. Hasil tes pada
siklus I dan II dibandingkan dengan kondisi awal. Jika hasil tes belajar pada siklus
I dan II mengalami kenaikan maka diasumsikan bahwa penggunaan metode
pengamatan dalam pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
siswa.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran


1. Pra Siklus
Penelitian dimulai dari pra siklus dan diteruskan perbaikan pembelajaran
persiklus. Hasil belajar studi awal adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Pra Siklus


No Nama Siswa Nilai Tuntas Belum
Tuntas
KKM Studi
Awal
1 Ali Azhar 67 60 √
2 Arbiyansah 67 60 √
3 Devina Ayu P 67 90 √
4 Adib Muhamad 67 90 √
5 Achmad Muzaki 67 60 √
6 Ahmad Thoriq H 67 60 √
7 Andri Subkhan 67 90 √
8 Chajizatul Mubarokah 67 80 √
9 Dhanang Rizki S 67 80 √
10 Dicky Mustofa 67 20 √
11 Echa Putri R 67 60 √
12 Fauzan Nur Shafa 67 30 √
13 Feli Rahmalia 67 80 √
14 Hafnandy 67 60 √
15 Ismail Ramadhan 67 60 √
16 Khusnul Khotimatul 67 90 √
17 Mohammad Hasan 67 80 √
18 Mohammad Husain 67 80 √
19 Puji Lestari 67 40 √
20 Siva Rahmatul Y 67 90 √
Rata-Rata 68
Tuntas 10
Belum Tuntas 10

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pada pembelajaran pra siklus, dari 20
siswa, baru 10 anak yang tuntas belajar dan 10 anak masih belum tuntas. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik ketuntasan belajar studi awal
berikut ini:

Gambar 4.1 Grafik Ketuntasan Belajar Pra Siklus


Dari tabel dan diagram di atas diperoleh keterangan bahwa dari 20 siswa kelas IA
semester 2 SD Negeri .... yang mengerjakan evaluasi pra siklus terdapat 10 anak
(50%) yang baru tuntas belajar yaitu mencapai nilai 67 atau lebih dan sisanya 10
anak ( 50%) belum tuntas belajar.
Dengan demikian pembelajaran pada studi awal belum memberikan hasil yang
sesuai dengan yang diinginkan. Untuk itu harus dilakukan perbaikan pembelajaran
siklus I.
Berdasarkan analisis data dan hasil diskusi dengan supervisor 2 pada studi awal,
maka peneliti kemudian menyusun rencana pembelajaran siklus I.

2. Siklus I
Berdasarkan analisis data dan diskusi dengan supervisor 2, maka dilakukan
tindakan pembelajaran siklus I. Hasil penelitian tindakan kelas siklus I dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Siklus I

No Nama Siswa Nilai Tuntas Belum


Tuntas
KKM Studi
Awal Siklus
I
1 Ali Azhar 67 60 80 √
2 Arbiyansah 67 60 60 √
3 Devina Ayu P 67 90 90 √
4 Adib Muhamad 67 90 100 √
5 Achmad Muzaki 67 60 80 √
6 Ahmad Thoriq H 67 60 80 √
7 Andri Subkhan 67 90 90 √
8 Chajizatul Mubarokah 67 80 90 √
9 Dhanang Rizki S 67 80 90 √
10 Dicky Mustofa 67 20 60 √
11 Echa Putri R 67 60 80 √
12 Fauzan Nur Shafa 67 30 60 √
13 Feli Rahmalia 67 80 90 √
14 Hafnandy 67 60 60 √
15 Ismail Ramadhan 67 60 80 √
16 Khusnul Khotimatul 67 90 90 √
17 Mohammad Hasan 67 80 80 √
18 Mohammad Husain 67 80 90 √
19 Puji Lestari 67 40 60 √
20 Siva Rahmatul Y 67 90 90 √
Rata-Rata 68 80
Tuntas 15
Belum Tuntas 5
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pada pembelajaran siklus I ketuntasan
belajar meningkat menjadi 5 anak, akan tetapi masih terdapat 5 anak yang masih
belum tuntas.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik ketuntasan belajar siklus I
berikut ini:

Gambar 4.2 Grafik Ketuntasan Belajar siklus I

Berdasarkan analisis data nilai tes formatif dan grafik di atas diperoleh data bahwa
hasil belajar siklus I siswa kelas IA mengalami peningkatan dari studi awal. Dari
20 siswa, yang telah mencapai nilai ketuntasan belajar tercatat 15 anak atau 75%
dan sisanya, 5 anak atau 25% belum tuntas belajar. Dari tabel di atas terlihat
bahwa nilai rata-rata kelas pada siklus I adalah 80.
Penggunaan metode pengamatan pada perbaikan pembelajaran siklus I dapat
meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu siswa aktif
bekerja sama dalam diskusi, aktif mengajukan pertanyaan dan menjawab
pertanyaan. Data keaktifan siswa siklus I dicatat dalam tabel 4.3.
Tabel 4.3 Peningkatan Keaktifan Siswa Siklus I

No Nama Siswa Indikator Keaktifan Siswa Ket


Kerjasama Bertanya Menjawab
123451234512345
1 Ali Azhar √ √ √ A
2 Arbiyansah √ √ √ CA
3 Devina Ayu P √ √ √ SA
4 Adib Muhamad √ √ √ SA
5 Achmad Muzaki √ √ √ A
6 Ahmad Thoriq H √ √ √ A
7 Andri Subkhan √ √ √ SA
8 Chajizatul Mubarokah √ √ √ A
9 Dhanang Rizki S √ √ √ A
10 Dicky Mustofa √ √ √ TA
11 Echa Putri R √ √ √ A
12 Fauzan Nur Shafa √ √ √ TA
13 Feli Rahmalia √ √ √ A
14 Hafnandy √ √ √ KA
15 Ismail Ramadhan √ √ √ CA
16 Khusnul Khotimatul √ √ √ SA
17 Mohammad Hasan √ √ √ A
18 Mohammad Husain √ √ √ A
19 Puji Lestari √ √ √ KA
20 Siva Rahmatul Y √ √ √ A
Sangat Aktif 4
Aktif 9
Cukup Aktif 3
Kurang Aktif 2
Tidak Aktif 2

Keterangan:
1 = tidak aktif (TA) 3 = cukup aktif (CA) 5 = sangat aktif (SA)
2 = kurang aktif (KA) 4 = aktif (A)

Dari tabel di atas 4 siswa sangat aktif, 9 siswa aktif, 3 siswa cukup aktif, 2 siswa
kurang aktif, bahkan masih ada 2 siswa yang tidak aktif.
3. Siklus II
Tindakan perbaikan pembelajaran siklus II diperoleh data hasil evaluasi sebagai
berikut:

Tabel 4.4 Hasil Evaluasi Siklus II


No Nama Siswa Nilai Tuntas Belum
Tuntas
KKM Siklus
I Siklus
II
1 Ali Azhar 67 80 90 √
2 Arbiyansah 67 60 80 √
3 Devina Ayu P 67 90 100 √
4 Adib Muhamad 67 100 100 √
5 Achmad Muzaki 67 80 90 √
6 Ahmad Thoriq H 67 80 80 √
7 Andri Subkhan 67 90 90 √
8 Chajizatul Mubarokah 67 90 100 √
9 Dhanang Rizki S 67 90 90 √
10 Dicky Mustofa 67 60 80 √
11 Echa Putri R 67 80 90 √
12 Fauzan Nur Shafa 67 60 80 √
13 Feli Rahmalia 67 90 90 √
14 Hafnandy 67 60 90 √
15 Ismail Ramadhan 67 80 90 √
16 Khusnul Khotimatul 67 90 100 √
17 Mohammad Hasan 67 80 90 √
18 Mohammad Husain 67 90 90 √
19 Puji Lestari 67 60 80 √
20 Siva Rahmatul Y 67 90 100 √
Rata-Rata 80 90
Tuntas 20
Belum Tuntas 0

Angka ketuntasan belajar siklus II meningkat dan telah mencapai kriteria


ketuntasan yang diharapkan, yaitu seluruh siswa yang berjumlah 20 anak telah
tuntas belajar.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik ketuntasan belajar siklus II
berikut ini:

Gambar 4.3 Grafik Ketuntasan Belajar siklus II

Berdasarkan analisis data nilai evaluasi dan grafik di atas diperoleh data bahwa
hasil belajar siklus II telah mencapai tingkat ketuntasan yang diharapkan.
Pada siklus II, dari 20 siswa kelas IA semester 2 SD Negeri ...., seluruhnya
(100%) telah mencapai nilai ketuntasan belajar, yaitu nilai 67 atau lebih. Dari
tabel di atas terlihat bahwa nilai rata-rata kelas pada siklus II adalah 90, hal itu
menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas telah mencapai tingkat ketuntasan
belajar.
Seluruh siswa (100%) telah terlihat aktif mengikuti proses perbaikan
pembelajaran. Mereka aktif bekerjasama dalam melaksanakan tugas masing-
masing dalam kelompok. Peneliti terlihat telah membimbing siswa dengan baik
dan selalu mengingatkan siswa yang tidak aktif atau bermain sendiri untuk
kembali melakukan tugasnya bersama kelompoknya. Dengan demikian,
pembelajaran berjalan dengan kondusif sehingga hasilnya maksimal.
Tabel 4.5 Peningkatan Keaktifan Siswa Siklus II

No Nama Siswa Indikator Keaktifan Siswa Ket


Kerjasama Bertanya Menjawab
123451234512345
1 Ali Azhar √ √ √ A
2 Arbiyansah √ √ √ A
3 Devina Ayu P √ √ √ SA
4 Adib Muhamad √ √ √ SA
5 Achmad Muzaki √ √ √ A
6 Ahmad Thoriq H √ √ √ A
7 Andri Subkhan √ √ √ SA
8 Chajizatul Mubarokah √ √ √ SA
9 Dhanang Rizki S √ √ √ SA
10 Dicky Mustofa √ √ √ A
11 Echa Putri R √ √ √ A
12 Fauzan Nur Shafa √ √ √ A
13 Feli Rahmalia √ √ √ SA
14 Hafnandy √ √ √ A
15 Ismail Ramadhan √ √ √ A
16 Khusnul Khotimatul √ √ √ SA
17 Mohammad Hasan √ √ √ SA
18 Mohammad Husain √ √ √ SA
19 Puji Lestari √ √ √ A
20 Siva Rahmatul Y √ √ √ A
Sangat Aktif 9
Aktif 11
Cukup Aktif
Kurang Aktif
Tidak Aktif

Keterangan:
1 = tidak aktif (TA) 3 = cukup aktif (CA) 5 = sangat aktif (SA)
2 = kurang aktif (KA) 4 = aktif (A)

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat 9 siswa yang sangat aktif dalam
mengikuti proses perbaikan pembelajaran dan 11 siswa lainnya telah aktif
mengikuti pembelajaran.
B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Penelitian perbaikan pembelajaran Bahasa Indonesia tentang mengulang deskripsi


benda-benda di sekitar dengan menggunakan metode pengamatan pada siswa
kelas I semester 2 SD Negeri … dilakukan dalam 2 siklus. Untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar siswa per siklusnya dilakukan dengan cara
membandingkan hasil belajar dari studi awal hingga siklus II.
Nilai rata-rata hasil belajar siswa setiap siklusnya meningkat dengan
menggembirakan. Hasil belajar pra siklus, nilai rata-rata siswa 68, pada siklus I
meningkat menjadi 80, dan pada siklus II meningkat menjadi 90.
Pada pembelajaran studi awal, hanya 10 siswa yang tuntas belajar, setelah
dilakukan perbaikan pembelajaran siklus I, ketuntasan siswa meningkat menjadi
15 siswa, dan pada siklus II seluruh siswa yang berjumlah 20 anak telah tuntas
belajar.
Kondisi hasil belajar siswa antar siklus telah mengalami peningkatan yang
signifikan. Nilai rata-rata hasil evaluasi siswa setiap siklus juga meningkat,
demikian juga dengan tingkat ketuntasan belajar siswa.
Persentase ketuntasan belajar siswa tiap siklus mengalami peningkatan. Pada
pembelajaran pra siklus baru 50% yang tuntas belajar dan 50% belum tuntas.
Persentase ketuntasan belajar siswa meningkat setelah dilakukan perbaikan
pembelajaran siklus I menjadi 75% siswa tuntas dan 25% siswa belum tuntas,
kemudian setelah dilakukan perbaikan pembelajaran siklus II, seluruh siswa
(100%) tuntas belajar.
Kondisi persentase hasil belajar siswa antar siklus telah mengalami peningkatan
yang menggembirakan tiap siklusnya. persentase yang didapat tiap siklus selalu
meningkat.
Keaktifan siswa mengalami peningkatan yang menggembirakan. Pada studi awal,
dari 20 siswa, hanya 10 anak yang terlihat aktif dan lainnya kurang aktif, bahkan
ada yang tidak aktif. Pada siklus I, 4 siswa sangat aktif, 9 siswa aktif, 3 siswa
cukup aktif, 2 siswa kurang aktif, dan 2 siswa tidak aktif belajar. Pada siklus II, 9
siswa telah sangat aktif mengikuti perbaikan pembelajaran, dan 11 siswa lainnya
terlihat aktif belajar.
Keberhasilan perbaikan pembelajaran ini tercapai setelah siswa melakukan
pengamatan langsung terhadap benda yang akan dideskripsikan, sehingga
pembelajaran tidak lagi dipandang abstrak bagi siswa.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT

A. Simpulan
1. Penggunaan metode pengamatan dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas I
semester 2 SD Negeri ..... Persentase keaktifan siswa pra siklus adalah 50% siswa
aktif mengikuti pembelajaran, setelah dilakukan perbaikan pembelajaran siklus I,
persentase keaktifan siswa menjadi 75% siswa aktif mengikuti pembelajaran,
sedangkan pada siklus II seluruh siswa (100%) telah aktif mengikuti
pembelajaran.
2. Penggunaan metode pengamatan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas I
semester 2 SD Negeri ..... Hasil evaluasi menunjukkan adanya peningkatan nilai
rata-rata kelas dari kondisi awal yang hanya 68 dengan tingkat ketuntasan 50%
menjadi 80 dengan tingkat ketuntasan 75% setelah tindakan siklus I. Setelah
tindakan siklus II, rata-rata hasil belajar siswa meningkat lagi menjadi 90 dengan
tingkat ketuntasan 100%.

B. Saran Tindak Lanjut


1. Guru sekolah dasar perlu menerapkan metode pengamatan dalam pembelajaran,
khususnya Bahasa Indonesia.
2. Untuk meningkatkan kemampuan siswa SD hendaknya guru lebih banyak
memberikan soal-soal atau PR yang bersifat menantang dan menarik agar siswa,
dalam rnengerjakannya dengan antusias tanpa merasa terpaksa.
3. Guru hendaknya mencari altematif pemecahan masalah yang dihadapi dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia. Bila dalam melaksanakan proses pembelajaran
mengalami kesulitan hendaknya guru tidak malu bertanya pada rekan kerja/guru
lain.
4. Guru hendaknya menanamkan rasa cinta pada pelajaran Bahasa Indonesia
dalam diri siswa agar pelajaran Bahasa Indonesia tidak menjadi mata pelajaran
yang menjemukan bagi siswa.
5. Hasil penelitian akan ditindaklanjuti dengan meminimalkan pengulangan
pembelajaran. Hasil penelitian akan diujicobakan pada materi atau mata pelajaran
lain.
6. Hasil penelitian akan disampaikan kepada teman seprofesi dalam pertemuan
KKG atau MGMP tingkat gugus dan kecamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.


Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Demaja, Christina. 2004. Pengaruh Penggunaan Bahan Ajar dan Gaya Belajar
Terhadap Hasil Belajar. Artikel. http://artikel1.us/christiana6-04.html.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hilgard, Ernest R. 1948. Theories of Learning. East Norwalk, CT, US: Appleton-
Century-Crofts.
Kurikulum KTSP. 2013. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2013 SD Negeri
1 Karanggadung. .....

Kusmayadi, Ismail dkk. 2008. Belajar Bahasa Indonesia Itu Menyenangkan: untuk
SD/MI Kelas I. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Purwadarminta, W.J.S. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai


Pustaka.

Purwanto, M. Ngalim, MP. 1997. Psikologis Pendidikan. Bandung: PT Rosda


Karya.

Ratmi, Ni Wayan, 2004. Implementasi metode demonstrasi dan beberapa media


belajar untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar mata pelajaran
matematika. Bali: IKIP Negeri Singaraja.

Ristasa, R.A. 2007. Pedoman Penyusunan Laporan Penelitian Tindakan Kelas


(Classroom Action Research).Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
Universitas Terbuka.

Romiszowki, A.J. 2003. Developing auto instructional materials. Great Britain:


Kogan Page Ltd.

Santoso, Puji. 2009. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta:
Universitas Terbuka.

Sriyono, dkk. 1992. Teknik belajar mengajar dalam CBSA. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Suyatno, H dkk. 2008. Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia: Untuk SD/MI
Kelas I. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan.

Winataputra, U.S, Suparmi, Budi, S, Sularso, & Suhria, A. 2005. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN SISWA


KELAS I SD DENGAN METODE MUELLER
Seva Andini Kusnawanto

Abstrak
Salah satu aspek pengajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar yang memegang
peran penting adalah membaca, khususnya membaca permulaan. Pada sisi lain,
pentingnya pengajaran membaca permulaan pada anak diberikan sejak usia dini
ini juga bertolak dari kenyataan bahwa masih terdapat sebelas juta anak Indonesia
dengan usia 7 – 8 tahun tercatat masih buta huruf (Infokito, 2007). Selain itu,
menurut laporan program pembangunan 2005 PBB tentang daftar negara
berdasarkan tingkat melek huruf, Indonesia masih berada pada peringkat 95 dari
175 negara. Pada sisi lain, berdasarkan hasil observasi awal diketahui bahwa
kemampuan membaca permulaan siswa kelas I SDN Leminggir I rendah yang
disebabkan oleh metode pembelajarannya yang kurang menarik bagi siswa.
Berdasarkan kenyataan tersebut peneliti melakukan upaya perbaikan
pembelajaran dengan menerapkan metode Mueller, yaitu metode pembelajaran
membaca permulaan yang memanfaatkan benda-benda konkret yang berada di
sekitar anak yang diwujudkan ke dalam kegiatan bermain. Dengan penerapan
metode tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca
permulaan siswa kelas I SDN Leminggir I. Dengan menggunakan pendekatan
kualitatif berjenis penelitian tindakan kelas, hasil penelitian ini menunjukkan
adanya peningkatan kemampuan membaca permulaan rata-rata sebesar 12,5%.
Bahkan, kalau dikaitkan dengan SKM yang dipatok sekolah (85%), hasil evaluasi
Silklus II menunjukan pencapaian ketuntasan belajar sampai 90%. Hal ini
membuktikan bahwa metode Mueller cocok diterapkan dalam pembelajaran
membaca permulaan pada siswa kelas I SDN Leminggir I

Kata kunci : Membaca permulaan, Metode Mueller.

Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan


emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam memelajari semua
bidang studi. Menyadari peran yang demikian, pembelajaran bahasa diharapkan
dapat membantu siswa mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain,
mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartsipasi dalam masyarakat yang
menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan
analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya (Depdiknas, 2006:317).
Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa
berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan
maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan
masyarakat Indonesia (Depdiknas, 2006:231).

Dalam kebijakan pendidikaan kita, Bahasa Indonesia diajarkan sejak anak usia
dini. Hal ini disebabkan pengajaran tersebut dapat memberikan kemampuan dasar
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Salah satu aspek pengajaran bahasa
Indonesia di sekolah dasar yang memegang peran penting adalah membaca,
khususnya membaca permulaan. Membaca permulaan merupakan kegiatan awal
untuk mengenal simbol-simbol fonetis (Arifin, 2004:11). Pada sisi lain,
pentingnya pengajaran membaca permulaan pada anak diberikan sejak usia dini
ini juga bertolak dari kenyataan bahwa masih terdapat sebelas juta anak Indonesia
dengan usia 7 – 8 tahun tercatat masih buta huruf (Infokito, 2007). Selain itu,
menurut laporan program pembangunan 2005 PBB tentang daftar negara
berdasarkan tingkat melek huruf, Indonesia masih berada pada peringkat 95 dari
175 negara.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru kelas di SDN Leminggir I


diperoleh informasi tentang kondisi kemampuan membaca siswa di beberapa
tingkatan kelas. Berdasarkan informasi tersebut diketahui masih ada beberapa
siswa di kelas 4, 5, dan 6 (kelas tinggi) yang membacanya masih dengan cara
mengeja. Hal ini tampak pada nilai siswa pada aspek membaca yang tidak
mencapai standar kelulusan. Padahal, pada tingkatan kelas tersebut seharusnya
kemampuan membaca siswa tidak lagi hanya mengenali tulisan tapi mulai
memaknai dan memahami arti tulisan, sebagaimana dikatakakan Slamet (2007:42)
bahwa siswa yang duduk di kelas 4 sampai dengan kelas 2 SMP membaca tidak
lagi pada pengenalan tulisan tetapi pada pemahaman.

Mengetahui adanya kondisi tersebut peneliti mencoba mendeteksi apa penyebab


ketidaktercapaian tujuan pembelajaran membaca di SDN Leminggir. Dari hasil
observasi diketahui bahwa ketidaktercapaian tujuan tersebut antara lain
disebabkan kurang menariknya pembelajaran membaca permulaan di kelas
rendah, khususnya kelas 1 dan minimnya kreativitas guru menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan. Guru menggunakan metode yang kurang
menarik minat siswa untuk belajar membaca. Guru langsung mengajak siswa
untuk membaca buku teks. Menurut pengamatan peneliti, metode pembelajaran
semacam ini dianggap kurang efektif dan mengakibatkan hasil belajar siswa
kurang maksimal.

Dalam pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat


digunakan, antara lain: (1) metode SAS, (2) metode abjad dan metode bunyi, (3)
metode kupas rangkai suku kata, (4) metode kata lembaga, dan (5) metode global
(Slamet, 2007:62). Berpijak pada keberhasilan metode-metode tersebut peneliti
mencoba menerapkan metode baru yang dikembangkan oleh Stephanie Mueller
untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan di SD Leminggir I. Metode
ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca permulaan karena dapat
meningkatkan kemampuan motorik, intelegensi, dan kemandirian anak. Menurut
Mueller (2006:7), pengajaran membaca permulaan sebaiknya diajarkan sejak dini
dengan cara mengenalkan tulisan-tulisan yang konkret yang sering ditemukan
dalam dunia anak. Metode ini dikemas dengan pembelajaran yang menyenangkan
sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar membaca.

Dalam penerapannya, Metode Mueller ini sesuai dengan pembelajaran


kontekstual atau sering disebut dengan Contextual Teaching and Learning (CTL),
yaitu strategi pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi siswa. Tujuh
komponen utama pembelajaran kontekstual yang ditawarkan dan diidentifikasi
dalam strategi CTL terdapat pula dalam metode Mueller.

Berdasarkan pertimbangan dan informasi dari guru tersebut, peneliti merasa perlu
melakukan penelitian mengenai pembelajaran membaca di kelas I SD dengan
fokus penelitian pada “Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siswa
Kelas I SD dengan Metode Mueller pada Pembelajaran Bahasa Indonesia SDN
Leminggir I Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto”.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang


digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research), yaitu
bentuk penelitian praktis yang dilaksanakan oleh guru untuk menemukan solusi
dari permasalahan yang timbul di kelasnya agar dapat meningkatkan proses dan
hasil pembelajaran di kelas (Dasna, 2007:2). Bisa juga dikatakan bahwa penelitian
tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa
sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara
bersama (Arikunto, 2007:3). Penetapan jenis pendekatan ini didasarkan pada
tujuan bahwa peneliti ingin mendeskripsikan kompetensi siswa di kelas, terutama
deskripsi tentang peningkatan kemampuan membaca permulaan di kelas I SDN
Leminggir .

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas dengan alasan (1)
penelitian ini berupaya untuk melakukan inovasi terhadap kegiatan pembelajaran
di kelas, (2) pelaksanaan penelitian tindakan kelas tidak mengganggu tugas pokok
seorang guru, (3) penelitian tindakan kelas sangat kondusif untuk membuat guru
menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelas. Kegiatan
penelitian ini dimulai dengan kegiatan orientasi dan observasi terhadap latar
penelitian yang meliputi latar SD sasaran, guru, siswa dan kegiatan belajar
mengajar membaca permulaan di sekolah tersebut. Pelaksanaan penelitian
tindakan kelas ini secara garis besar dilaksanakan dalam empat tahapan yang
lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4)
refleksi (Arikunto, 2007:16). Hubungan antara keempat komponen tersebut
menunjukkan sebuah siklus atau kegiatan berulang. “Siklus” inilah yang
sebetulnya menjadi salah satu ciri utama dari penelitian tindakan kelas. Dengan
demikian, penelitian tindakan kelas tidak terbatas dalam satu kali intervensi saja,
tetapi berulang hingga mencapai ketuntasan yang diharapkan (Arikunto, 2007).

Lokasi penelitian ini bertempat di SDN Leminggir, Kecamatan Mojosari,


Kabupaten Mojokerto. Subjek penelitian adalah siswa kelas 1 Tahun Pelajaran
2008 – 2009 yang berjumlah 14 siswa: 7 siswa perempuan dan 7 siswa laki-laki.
Dipilih SDN Leminggir karena (1) berdasarkan hasil wawancara dengan guru
kelas I ternyata yang bersangkutan mengalami kesulitan dalam pembelajaran
membaca permulaan, (2) pembelajaran membaca dan menulis permulaan masih
menggunakan metode tradisional dan belum menggunakan metode Mueller, dan
(3) kemampuan membaca dan menulis siswa kelas I masih sangat rendah,
walaupun sudah berjalan satu semester.

Data dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan data kuantitaif. Data kualitatif
berupa catatan lapangan, hasil wawancara, dan foto, sedangkan data kuantitaf
berupa skor yang diperoleh siswa. Adapun sumber data adalah peneliti, guru kelas
1 dan siswa kelas 1. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa RPP,
lembar kerja siswa, lembar obsevasi, dan instrumen pengukuran kemampuan
membaca permulaan siswa.

Berikut prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini.


Obsevasi atau pengamatan dilakukan sebelum pemberian tindakan dan pada saat
pemberian tindakan. Pada penelitian ini, observasi pada saat pembelajaran
berlangsung dilakukan berdasarkan lembar observasi. Lembar obsevasi ini
digunakan untuk menilai kemampuan mengajar guru (APKG 2). Wawancara
adalah percakapan dengan maksud tertentu. Dalam penelitian ini nara sumbernya
adalah kepala sekolah, dewan guru dan guru kelas I khususnya, dan siswa kelas I.
Data yang didapatkan meliputi kondisi dan latar belakang sekolah, kemampuan
membaca siswa secara global, kegiatan pembelajaran, dan respon siswa terhadap
pembelajaran dengan metode Mueller. Catatan lapangan merupakan catatan
tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dan dialami, dalam rangka
pengumpulan data dan refleksi terhadap data. Catatan lapangan ini berisi hasil
pengamatan yang diperoleh peneliti selama pemberian tindakan berlangsung.
Dalam penelitian ini, untuk mengukur kemampuan membaca siswa dilakukan tes
membaca. Tes membaca pada saat tindakan adalah siswa diminta membacakan
pengalamannya di depan kelas berdasarkan lembar kerja yang diberikan. Dalam
penelitian yang dilaksanakan, selain data berupa catatan tertulis juga dilakukan
pendokumentasian berupa foto. Foto ini dapat dijadikan sebagai bukti otentik
bahwa pembelajaran benar-benar berlangsung.
Analisis data penelitian ini dilakukan dengan melalui tiga tahap, yaitu pengolahan
data, paparan data, dan penyimpulan data. Pengolahan data dilakukan dengan cara
mengelompokkan data menjadi dua kelompok, yaitu data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kuantitatif dianalisis dengan cara memprosentase, kemudian hasil
prosentase dinyatakan atau dipaparkan dalam kalimat kuantitatif. Data kualitatif
dianalisis dengan cara membuat skor terhadap item-item yang perlu diberi skor.
Kemudian memprosentase, hasil prosentase ditafsirkan dalam bentuk kalimat
kuantitatif dan disimpulkan ke dalam bentuk kalimat deskriptif.

Penggunaan metode Mueller dikatakan berhasil dan dapat meningkatkan


ketrampilan membaca dan menulis, jika hasil belajar atau ketuntasan belajar siswa
minimal 80 dan ketuntasan belajar kelompok atau kelas mencapai 85%. Jika target
ketuntasan ini belum tercapai, maka penggunaan metode Mueller perlu
diperbaiki.

HASIL

Studi pendahuluan dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2008 di SDN Leminggir I


yang terletak di Desa Leminggir, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto.
Studi ini dilakukan untuk menggali informasi dari beberapa guru tentang kondisi
sekolah dan kemampuan membaca di SDN Leminggir I. Hasilnya, peneliti
memperoleh informasi mengenai kondisi sekolah, latar belakang pendidikan guru,
dan jumlah siswa yang belajar di SDN Leminggir. Selain itu, diketahui juga
kemampuan membaca siswa dari kelas rendah dan kelas tinggi. Peneliti mendapat
informasi bahwa di kelas tinggi masih ada beberapa siswa yang kemampuan
membacanya masih mengeja dan terbata-bata, dan hal ini berdampak pada hasil
belajarnya secara keseluruhan.
Berdasarkan kegiatan observasi tersebut, kemudian peneliti mencoba untuk
mendekati guru kelas rendah, khususnya di kelas 1. Peneliti menggali informasi
tentang kegiatan pembelajaran membaca permulaan di kelas 1. Dalam kegiatan
pembelajaran guru sudah menerapkan pembelajaran tematik sebagaimana yang
disarankan oleh kurikulum 2006 (KTSP). Pada hari berikutnya, Selasa, 14
Oktober 2008, peneliti mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas dan mencoba
mengamati pembelajaran membaca permulaan yang dilakukan guru di kelas. Di
awal kegiatan guru menyuruh siswa untuk membuka buku tematiknya, kemudian
bersama-sama membaca teks yang ada di buku tersebut, dan dilanjutkan anak
membaca teks tersebut satu-persatu di depan kelas. Kegiatan tersebut membuat
anak yang belum bisa membaca merasa kesulitan untuk mengikuti pelajaran dan
akhirnya anak memilih beraktivitas yang lain daripada mengikuti pelajaran. Saat
itu tampak, misalnya, Anto (siswa yang belum bisa membaca) terlihatt asyik
menggambar di buku tematiknya, sedangkan Nur memainkan penghapusnya
sebagai mobil-mobilan sambil tetap menirukan suara guru membaca teks,
beberapa siswa lain juga dengan malas-malasan mengikuti pelajaran hari itu.

Setelah mengamati kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru, peneliti dan guru
saling bertukar pikiran tentang permasalahan yang dialami guru saat mengajar di
kelas. Guru merasakan bahwa minat belajar membaca siswa kelas I rendah. Guru
sendri menyatakan bahwa pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam
membaca. Sebanyak 35,7% siswa masih membaca dengan mengeja dan terbata-
bata, 35,7% siswa sudah mulai dapat membaca dengan tidak terbata-bata namun
masih mengeja, dan 28,5% siswa sudah mulai dapat membaca dengan lancar.

Upaya untuk membantu guru dalam menanggulangi permasalahan tersebut adalah


peneliti memberikan saran agar guru agar menggunakan metode pembelajaran
lain dari yang biasa dilakukan guru di kelas tersebut sehingga siswa menjadi
tertarik dan semakin aktif dalam pembelajaran membaca. Saat pertemuan tersebut
peneliti mencoba menawarkan metode membaca yang diciptakan oleh Stephanie
Mueller. Hasil diskusi menyepakati bahwa guru ingin menerapkan metode
Mueller dalam pembelajaran membaca permulaan.

Sebagai langkah awal (sebelum melakukan tindakan) peneliti bersama guru


merencanakan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan mengembangkan aspek
keterampilan membaca. Kegiatan diawali dengan memilih, menata, dan
merepresentasikan materi pelajaran membaca dengan menggunakan metode
Mueller. Pemilihan tema sesuai dalam KTSP, tema yang dipilih yaitu tempat
umum. Tema ini dipilih dengan alasan cakupan materinya cukup luas, yaitu
mengenal tempat-tempat umum, menjaga kebersihan, hidup sehat, saling
menghormati, dan menjaga ketertiban. Standar kompetensi, kompetensi dasar,
indikator dan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode
Mueller tersebut dipresentasikan ke dalam bentuk RPP untuk memudahkan guru
melaksanakan tahapan pembelajaran. Bahan baca yang digunakan adalah tulisan
yang ada dalam kemasan produk yang sering dijumpai anak. Dalam rangka
mengumpulkan kemasan bekas produk, tiga hari sebelum pelaksanaan tindakan,
guru menugaskan siswa untuk mengumpulkan kemasan bekas yang dijumpai di
rumah. Benda-benda yang dikumpulkan siswa, ditata guru di belakang ruangan
kelas menyerupai supermarket.

Siklus I dilaksanakan dalam dua pertemuan. Pertemuan pertama dilakukan pada


hari Senin 04 November 2008, pada jam pelajaran ke-1 sampai jam ke-3 (07.00 –
08.45). Pembelajaran diawali dengan salam, berdo’a bersama, dan presensi.
Kemudian, guru bertanya pada siswa tentang puskesmas, dan menyampaikan hal-
hal yang termasuk tempat-tempat umum. Guru tampak membuka pelajaran
dengan santai dan menarik perhatian siswa. Siswa tampak antusias menjawab
pertanyaan guru dengan serentak. Namun, saat melakukan tahapan-tahapan
pembelajaran tersebut guru tampak masih sering membaca RPP yang diletakkan
di meja. Selanjutnya, guru membacakan bacaan yang berjudul sebuah teks.
Kemudian, guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan bersama-sama. Guru
menjelaskan tata cara berbelanja di supermarket, juga apa saja yang disiapkan
sebelum berbelanja, yaitu membuat daftar belanja. Guru membimbing siswa
untuk membuat daftar belanja. Guru membuat daftar belanja di papan tulis dan
meminta siswa untuk menyalinnya di lembar kerja mereka. Guru membagi siswa
menjadi empat kelompok, selanjutnya guru membuat undian untuk menentukan
urutan kelompok mana yang melakukan kegiatan belanja lebih dulu. Siswa
bergiliran melakukan praktek pergi berbelanja di supermarket yang berada di
sudut supermarket yang sudah di siapkan oleh guru.

Dari kegiatan berbelanja tersebut secara tidak langsung anak melakukan kegiatan
membaca kata dan memperoleh makna dari kata yang dibaca. Oleh karena itu,
tampak sekali siswa yang sudah bisa membaca dengan lancar dan yang belum bisa
membaca. Siswa yang kemampuan membacanya lancar dengan mudah dia
memperoleh produk yang sesuai dengan daftar belanja yang telah mereka buat.
Sementara itu, siswa yang masih belum lancar kemampuan membacanya
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencari produk yang dia butuhkan.
Selain itu, dengan kegiatan ini siswa tampak antusias mengikuti aktivitas ini.
Mereka dengan tidak sabar menunggu giliran untuk berbelanja. Siswa yang sudah
melakukan kegiatan berbelanja diminta guru untuk kembali ke tempat duduknya
sesuai dengan kelompoknya masing-masing dan menata barang belanjaannya di
meja. Setelah semua siswa melakukan kegiatan berbelanja, guru mengajak siswa
untuk menuliskan hasil belanjanya di kolom “Hasil Belanjaanku” di Lembar Kerja
1. Kemudian siswa diminta membacakan hasil belanjanya di depan kelas dengan
nyaring.

Pada pertemuan kedua, Kamis 06 November 2008 pada jam pelajaran ke-1 sampai
jam ke-3 (07.00 – 08.45), pembelajaran diawali dengan salam, do’a, dan presensi.
Guru mengulas pembelajaran yang dilakukan sebelumnya. Kegiatan berikutnya
adalah memilih salah satu barang belanjaan yang disukainya dan berusaha untuk
mendeskripsikannya sesuai dengan kondisi benda. Kegiatan ini dimaksudkan anak
lebih mengenali banyak ragam tulisan dan kata yang ada dalam kemasan produk
tersebut, selain nama produknya. Guru membagikan Lembar Kerja 2 dan
menjelaskan cara mengerjakannya. Kemudian, dilanjutkan dengan menceritakan
pengalaman berbelanja dengan bantuan mengisi Lembar Kerja 3. Siswa diminta
membacakan cerita di depan kelas secara bergilir. Pada tahapan ini guru
melakukan penilaian terhadap kemampuan membaca anak dengan menggunakan
pedoman penilaian metode Mueller.

Setelah siklus I dilakukan, peneliti melakukan refleksi. Refleksi yang terkait


dengan siswa didasarkan pada hasil pengamatan ketika pembelajaran berlangsung.
Bahkan, ketika pembelajaran selesai, peneliti mencoba bertanya kepada para
siswa bagaimana pendapat mereka tentang pembelajaran dengan menggunakan
metode Mueller. Apakah mereka merasa senang dengan kegiatan yang dilakukan,
dan apakah siswa memperoleh kemudahan dalam belajar membaca. Pada
umumnya siswa mengatakan bahwa mereka senang dengan kegiatan belajar
sambil bermain, dan mereka juga merasa senang belajar membaca dari tulisan
yang sering mereka jumpai. Selain itu, peneliti juga memperoleh temua bahwa
beberapa siswa mengalami kesulitan saat membaca nama produk yang
menggunakan ejaan bahasa asing, seperti “lifebuoy”, “frisian flag”, dan “beyond
water”. Mereka mengatakan bahwa mereka tahu kalau itu sabun Lifebuoy, tapi
mereka bingung mengatakannya ketika mengetahui tulisan yang tidak sama
dengan yang mereka dengar.

Berdasarkan hasil observasi dan hasil refeleksi pada siklus I, terutama


kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam proses pembelajaran maupun
dalam menyusun rencana pembelajaran, diperbaiki dalam siklus II. Siklus II ini
direncanakan dalam 2 pertemuan, masing-masingnya terdiri dari 3 x 35 menit, dan
menggunakan tema yang sama, namun materi yang disampaikan tidak sama.
Materi yang disampaikan pada siklus II adalah mengenal stasiun. Seperti halnya
pada siklus I, kompetensi dasar dan materi yang akan disampaikan,
dipresentasikan dalam bentuk RPP.

Sebelum melaksanakan pembelajaran, guru dan peneliti menyiapkan tulisan di


sekitar yang sering dijumpai di stasiun. Guru juga mempertimbangkan tulisan
yang dipilih adalah tulisan yang menggunakan ejaan Bahasa Indonesia. Tulisan-
tulisan tersebut di antaranya adalah loket, tempat sampah, ruang kepala stasiun,
jadwal keberangkatan kereta, ruang tunggu, warung, wartel, toilet, dan musholla.
Tulisan-tulisan itu kemudiaan diketik dalam font yang besar dan ditempel di
beberapa sisi kelas dan juga dibuat font kecil untuk kartu kata. Setiap sisi yang
ada tempelan kata disertakan juga kartu kata yang sesuai dengan kata yang
tertempel. Tempelan kata pada dinding kelas berfungsi juga sebagai stasiun atau
pos. Jadi, pada kegiatan ini direncanakan siswa akan melakukan kegiatan
mengelilingi kelas dan berhenti di tiap-tiap pos untuk membaca kata yang ada di
pos tersebut.

Siklus II dilaksanakan dalam dua pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan


pada Rabu, 19 November 2008, pada jam pelajaran pertama sampai jam pelajaran
ketiga (07.00 – 08.45). Pembelajaran diawali dengan berbaris di pintu kelas, guru
memberi salam, mengajak berdoa bersama, dan presensi. Pada pertemuan kali ini
sengaja siswa tidak masuk kelas langsung, pelajaran diawali di depan kelas.
Kemudian, guru bertanya pada siswa tentang siapa yang pernah naik kereta api.
Guru menjelaskan sekilas tentang tata cara ketika ingin naik kereta api, yaitu
harus mengetahui jadwal keberangkatan kereta yang akan ditumpangi, membeli
tiket, dan harus tertib saat membeli tiket. Setelah itu, guru menyampaikan
kegiatan yang akan mereka lakukan bersama-sama, yaitu berkeliling dengan
kereta api untuk mengumpulkan kata. Guru menjelaskan aturan bermainnya.
Pertama, setiap siswa harus berpegangan dengan teman di depannya seperti
sebuah kereta. Kedua, siswa harus mengumpulkan kata yang ditemui sepanjang
perjalanan mengitari kelas. Ketiga, guru membagikan kaleng untuk tempat
mengumpulkan kata yang mereka jumpai dalam selama dalam perjalanan.
Selanjutnya, siswa memulai melakukan perjalanan dengan diawali melihat jadwal
perjalanan pada kegiatan ini guru mengajak siswa untuk membaca jadwal
keberangkatan bersam-sama. Kemudian, siswa membeli tiket kereta sesuai tujuan
yang diinginkan. Saat membeli tiket guru bertanya pada siswa mereka mau pergi
ke mana dan harus naik kereta apa. Pada kegiatan ini tampak sekali siswa yang
memperhatikan dan siswa yang bisa membaca, dengan siswa yang tidak
memperhatikan dan tidak bisa membaca. Siswa yang bisa membaca dan
memperhatikan, dapat dengan mudah menjawab pertanyaan guru saat membeli
tiket.

Selanjutnya, siswa melakukan perjalanan dengan menyanyikan lagu Naik Kereta


Api. Siswa berhenti pada setiap pos yang telah ditentukan. Satu per satu siswa
harus membaca kata yang ada pada pos tersebut. Bagi siswa yang bisa membaca,
guru memberikan kartu kata untuk dimasukkan dalam kaleng yang mereka bawa.
Sementara salah satu siswa membaca kata yang ada, siswa yang lain mengantri di
belakanya dan yang di depan menunggu di depannya dengan tetap berpegangang
tangan dan terus menyanyikan lagu Naik Kereta Api. Setelah melakukan
perjalanan, mereka duduk di tempat duduknya masing-masing. Guru meminta
siswa untuk menata kata yang diperoleh di atas meja masing-masing. Kemudian,
guru membagikan dan menjelaskan Lembar Kerja 1 dan Lembar Kerja 2. Siswa
menuliskan kata-kata yang mereka peroleh ke dalam Lembar Kerja. Dengan
kegiatan tersebut siswa membaca ulang kata yang ditemukan untuk ditulis ke
Lembar Kerja yang mereka peroleh. Kemudian, siswa diminta membacakan hasil
temuannya di depan kelas secara bergiliran.

Pertemuan kedua dilaksanakan pada Kamis, 20 November 2008 jam ke-1 sampai
dengan jam ke-3 (07.00 – 08.45). Pembelajaran diawali dengan salam, doa, dan
presensi. Guru membagikan kembali Lembar Kerja 1 dan 2 beserta kaleng yang
berisi temuan kata. Kemudian, guru dan siswa mengulas kata-kata dan
menjelaskan fungsi tempat-tempat yang ditemukan dalam perjalanan yang
dilakukan dalam pembelajaran sebelumnya. Dengan kegiatan ini siswa
memperoleh makna dari tulisan-tulisan yang mereka temui. Selanjutnya guru
membagikan Lembar Kerja 3 dan menjelaskan cara mengerjakannya. Setelah
selesai siswa mengerjakannya, guru meminta siswa satu-persatu menceritakan
pengalaman di stasiun berdasarkan Lembar Kerja 3. Guru menutup kegiatan
pembelajaran dengan memberikan dorongan agar siswa-siswa terus belajar
membaca mulai dari tulisan yang ada di sekitar kita dan buku-buku yang mereka
miliki. Pada pertemuan kedua ini guru melakukan penilaian terhadap kemampuan
membaca permulaan siswa.

Pada siklus II siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dari tahap ke
tahap. Mareka sangat antusias dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran.
Siswa tidak ada yang mengeluh dengan tulisan yang mereka jumpai. Hampir
semua siswa dapat membaca kata-kata yang ditemukan. Mereka tampak gembira
ketika mendapat satu kata dari guru saat mereka bisa melafalkan kata yang
ditemuinya. Hal ini tampak dari hasil wawancara peneliti kepada siswa. Perasaan
senang dan tidak mengalami kebingungan pada kata-kata yang sering dijumpai
berpengaruh terhadap perolehan nilai mereka. Pada siklus II guru dapat
menggunakan waktu sesuai dengan waktu yang dialokasikan di RPP. Guru
tampak merasa nyaman dan percaya diri saat melakukan tahapan-tahapan
pembelajaran. Hal ini tampak ketika guru tidak lagi bolak-balik membaca RPP
untuk melakukan tahapan pembelajaran selanjutnya. Guru melakukan tahapan
pembelajaran dengan santai tanpa merasa terbebani dengan RPP. Hal ini tampak
ketika guru melakukan improvisasi saat tahapan yang dilalui tidak sama dengan
RPP sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan tetap tercapai. Guru pun
mampu menjelaskan setiap instruksi dengan jelas sehingga siswa tidak
kebingungan. Guru juga mampu mengkondisikan siswa ketika dalam
pembelajaran ada siswa yang gaduh dan menganggu temannya.
PEMBAHASAN

Pengembangan RPP Pembelajaran Membaca Permulaan di Kelas I SD dengan


Menggunakan Metode Mueller.

Penerapan pembelajaran yang kurang variatif dalam proses pembelajaran


membaca permulaan akan mengurangi semangat belajar siswa. Pembelajaran
membaca permulaan di SDN Leminggir selama ini kurang menarik minat siswa
untuk belajar karena pembelajaran hanya berfokus pada buku teks. Padahal, anak
usia kelas I SD masih berada pada masa senang bermain (Hurlock, 1978:324).
Mueller (2006:11) mengungkapkan bahwa mengajarkan anak membaca
dibutuhkan strategi yang sesuai dengan dunia anak yaitu bermain; dengan kata
lain belajar dengan suasana yang menyenangkan. Untuk menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan, Mueler memanfaatkan tulisan di sekitar anak
sebagai alat pengembang kemampuan belajar membaca permulaan. Pemanfaatan
tulisan di sekitar dipadukan dengan berbagai aktivitas. Dalam setiap aktivitas
(kegiatan pembelajaran), Mueller menyarankan agar guru atau pembimbing
mempersiapkan materi dan bahan yang diperlukan dalam setiap kegiatan. Tulisan-
tulisan tersebut hendaknya disesuaikan dengan lingkungan anak (Mueller,
2006:15).

Berdasarkan temuan yang diperoleh, guru sudah melaksanakan persiapan materi


dan bahan. Persiapan awal, yang dilakukan guru adalah memahami hakikat
metode Mueller, kemudian memilih aktivitas yang sesuai dengan tema
pembelajaran saat tindakan berlangsung. Aktivitas yang dipilih guru adalah
menghubungkan tulisan di sekitar kita dengan permainan drama, blok, bangunan,
papan pengumuman, rumah dan sekolah. Selanjutnya, untuk memudahkan guru
dalam kegiatan pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan
metode Mueller direpresentasikan ke dalam RPP. RPP tersebut memuat standar
kompetensi, kompetensi dasar dan indikator berdasarkan KTSP, dan materi yang
disampaikan pada kegiatan awal, kegiatan inti, dan penutup. Semuanya ditata
runtut dan terpadu, lengkap dengan media apa saja yang harus disiapkan dan
lembar kerja yang digunakan untuk menilai kemampuan siswa.

Kegiatan pembelajaran membaca permulaan dengan metode Mueller diawali


dengan mengenalkan kata dan huruf yang menyusunnya melalui tulisan-tulisan di
sekitar siswa. Pada penelitian ini, tindakan yang diberikan pada siklus I adalah
siswa diajak membaca tulisan pada kemasan sebuah produk dengan aktivitas toko
kebutuhan sehari-hari, sedangkan siklus II siswa membaca tulisan yang ditemui di
stasiun dengan aktivitas pelajaran berkeliling kota.

Sesuai dengan tema yang dipilih pada siklus I dan II, persiapan yang dilakukan
guru adalah mengumpulkan kemasan berbagai macam produk yang sering
dijumpai anak dan mengumpulkan tulisan-tulisan yang dijumpai di stasiun. Pada
saat mengumpulkan kemasan berbagai macam produk, guru melibatkan siswa
dengan cara menyuruh anak-anak membawa kemasan produk dari rumah. Seperti
halnya yang diungkapkan oleh Mueller (2006:8), bahwa dalam rangka
mengungkapkan tulisan di sekitar hendaknya melibatkan anak. Selain itu, guru
juga meminjam berbagai macam kemasan pada sudut belanja yang dimiliki kelas
3 dan 4. Setelah kemasan produk yang dibutuhkan cukup, guru menatanya seperti
di supermarket sesuai dengan klasifikasi tertentu. Pada siklus II guru membuat
beberapa kartu kata yang berhubungan dengan kata yang sering dijumpai di
stasiun, membuat tiket, dan membuat jadwal keberangkatan kereta api. Penelitian
ini membuktikan bahwa pemilihan materi, metode yang sesuai dan penataan
rencanaan pelaksanaan pembelajaran yang baik memudahkan guru untuk
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, proses belajar mengajar
dapat berjalan dengan lancar dan hasil yang diperoleh pun maksimal.
Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Permulaan di Kelas I SD dengan
Menggunakan Metode Mueller.

Psikolog Jean Piaget (dalam Mueller, 2006:7) mengungkapkan bahwa


pertumbuhan kognitif bergerak dari yang konkret ke yang abstrak. Begitu pula
perkembangan kemampuan membaca dan menulis. Kemampuan baca-tulis anak
berawal dari tulisan-tulisan yang konkret dan yangsering ditemukan di dunia
anak, seperti pada mainan kesukaannya, simbol-simbol pada tempat makanan,
serta buku bergambar (Mueller, 2006:7). Oleh karena itu, dalam penelitian ini
penelti mencoba untuk menggunakan metode Mueller untuk meningkatkan
kemampuan membaca siswa.

Hasil temuan yang di peroleh dalam siklus I menunjukkan bahwa pembelajaran


membaca permulaan dengan menggunakan metode Mueller ini dapat
meningkatkan kemampuan membaca pemulaan siswa, juga dapat menumbuhkan
semangat siswa untuk belajar membaca. Hal ini tampak pada nilai yang diperoleh
siswa ada peningkatan dibandingkan sebelum adanya tindakan pembelajaran
dengan metode Mueller. Namun, pada pembelajaran ini belum bisa dikatakan
mencapai hasil maksimal, karena ketuntasan belajar kelas belum mencapai 85%,
yaitu masih 78%. Pada tahap refleksi ditemukan beberapa hal yang menyebabkan
ketuntasan kelas tidak bisa tercapai. Hal tersebut di antaranya adalah (1) guru
merasa canggung saat pembelajaran karena guru belum terbiasa menggunakan
metode Mueller, (2) beberapa instruksi yang diberikan guru untuk siswa kurang
jelas sehingga siswa kebingungan dan bertanya-tanya pada guru yang berakibat
kelas gaduh, (3) pengorganisasian waktu kurang sehingga tindakan pada siklus I
ada penambahan waktu 15 menit, dan (4) beberapa siswa merasa kesulitan
membaca saat menemukan produk yang namanya menggunakan ejaan bahasa
asing, misalnya Lifebouy.
Temuan yang di peroleh pada siklus II adalah (1) guru sudah tampak nyaman
melaksanakan pembelajaran; (2) guru tampak menjelaskan materi dan tahapan-
tahapan kegiatan dengan jelas sehingga waktu dapat dimanfaatkan dengan baik
dan maksimal karena guru tidak perlu menjelaskan berulang-ulang; (3) siswa
tidak mengalami kesulitan membaca kata-kata yang ditemukan karena kata-kata
yang dipilih merupakan kata-kata yang menggunakan ejaan bahasa Indonesia.
Adanya perubahan tersebut berpengaruh juga terhadap kemampuan membaca
siswa. Tampak sekali perubahan pada perolehan nilai. Perubahan tersebut juga
berpengaruh pada ketuntasan hasil belajar kelas yang bisa mencapai 90%.

Melihat tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan guru dan hasilnya, tampak


bahwa metode Mueller sesuai dan cocok untuk diterapkan pada pembelajaran
membaca permulaan di SD. Adanya kesesuaian tersebut karena guru merancang
pembelajaran metode Mueler ini dilandaskan pada perkembangan bahasa anak,
sebagaimana yang diungkakan Mueller (2006:17) bahwa perkembangan bahasa
anak usia kelas I SD meliputi, (1) membaca dan menceritakan kembali cerita dan
sajak yang sudah dikenal; (2) membaca dan menulis cerita, daftar, catatan, dan
lain-lain; (3) menggunakan strategi membaca, seperti, membuat perkiraan,
pertanyaan, dan membaca ulang untuk mengenali teks; (4) membaca beberapa
teks dengan diucapkan; (5) mencari arti kata-kata baru dengan menggunakan
hubungan antar huruf dan bunyi, bagian kata, dan konteksnya.

Kegiatan pembelajaran membaca permulaan dengan metode Mueller ini pun


mampu menumbuhkan semangat belajar membaca anak. Anak tampak antusias
mengikuti tahapan-tahapan kegiatan yang diberikan. Anak juga merasa tidak
bosan, mereka tampak gembira saat mengikuti setiap kegiatan. Perubahan ini juga
tampak pada kemampuan membaca anak. Beberapa siswa yang sebelumnya
membaca dengan mengeja dan terbata-bata, setelah adanya tindakan dengan
metode Mueller siswa-siswa tersebut dapat membaca tanpa mengeja dan tidak
terbata-bata. Hal ini tampak pada perubahan nilai yang diperoleh anak dalam
kemampuan membaca dan hasil interview dengan siswa setelah melaksanakan
tindakan.

Penilaian Pembelajaran Membaca Permulaan di Kelas I SD dengan


Menggunakan Metode Mueller.

Penilaian (assessment) adalah proses untuk mendapatkan berbagai informasi


secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang
telah dicapai siswa. Hasil penilaian ini dapat dijadikan dasar untuk menentukan
tindakan/pelakuan selanjutnya (Tarigan, 2003:226). Slamet (2007: 112)
berpendapat bahwa evaluasi merupakan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan
dalam mencapai tujuan.

Untuk meningkatkan pembelajaran membaca permulaan dengan metode Mueller


digunakan penilaian dengan teknik tes unjuk kerja. Pelaksanaan penilaian
pembelajaran membaca permulaan dilaksanakan secara perseorangan. Tes yang
digunakan adalah tes buatan guru. Materi tes yang diberikan disesuaikan dengan
indikator pencapaian dalam metode Mueller. Sebagaimana yang diungkapkan
Slamet (2007:106), tes ini dimaksudkan untuk menilai sampai dimana penguasaan
siswa terhadap pembelajaran membaca permulaan dengan metode Mueller, dan
juga menetapkan apakah seorang berhasil mencapai sekumpulan tujuan
pembelajaran atau tidak.

Tes yang dilakukan guru ini juga disesuaikan dengan perkembangan anak usia
SD. Seperti yang diungkapkan Mueller (2006:17), perkembangan bahasa anak
usia kelas I SD meliputi (1) membaca dan menceritakan kembali cerita dan sajak
yang sudah dikenal; (2) membaca dan menulis cerita, daftar, catatan, dan lain-lain;
(3) menggunakan strategi membaca, seperti, membuat perkiraan, pertanyaan, dan
membaca ulang untuk mengenali teks; (4) membaca beberapa teks dengan
diucapkan; dan (5) mencari arti kata-kata baru dengan menggunakan hubungan
antar huruf dan bunyi, bagian kata, dan konteksnya

Apabila diperhatikan, hasil evaluasi pada Siklus I menunjukkan pencapaian


ketuntasan belajar kelas hanya 78%, yang berarti ketuntasan kelas belum tercapai.
Hal ini berarti juga bahwa pembelajaran membaca dengan metode Mueller pada
Siklus I belum bisa menunjukan hasil yang maksimal. Untuk itu, guru dan peneliti
mencari penyebab ketidaktuntasan tersebut. Setelah dilakukan refleksi dan
diketahui faktor penyebab kelemahan pada Siklus I, dilakukanlah rancangan
perbaikan tindakan lanjutan pada Siklus II yang dikemas dalam RPP. Akhirnya,
hasil evaluasi Silklus II menunjukan pencapaian ketuntasan belajar 90%, yang
berarti ketuntasan kelas tercapai secara maksimal karena melebihi SKM yang
telah dipatok sekolah, yaitu 85%.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Guru telah melaksanakan persiapan sebelum melakukan tindakan, yaitu


menginterpretasikan materi pembelajaran dengan metode Mueller dalam bentuk
RPP. Guru juga menyiapkan benda-benda yang dibutuhkan dalam pembelajaran
dengan melibatkan siswa seperti halnya yang disarankan Mueller.

Peningkatan kemampuan membaca permulaan siswa kelas I dengan metode


Mueller ini dilakukan guru dengan menggabungkan beberapa aktivitas dalam
metode Mueller. Untuk memudahkan siswa, guru menggunakan tulisan dengan
ejaan Bahasa Indonesia, dan guru juga melakukan tahapan-tahapan pembelajaran
yang sesuai dengan perkembangan anak seperti yang diutarakan Mueller.

Adanya peningkatan kemampuan membaca permulaan diketahui dari kemampuan


siswa saat melafalkan tulisan pada lembar kerja yang yang diberikan. Beberapa
siswa yang sebelumnya membaca dengan mengeja, setelah diberi tindakan
pembelajaran dengan metode Mueller mengalami kemajuan. Perubahan juga
dapat dilihat dari tumbuhnya antusias dan semangat anak untuk mengikuti
tahapan-tahapan pembelajaran.

Hasil evaluasi menunjukkan ada peningkatan kemampuan membaca siswa kelas I.


Hal itu dapat dilihat dari nilai yang diperoleh ketika siswa membacakan hasil
kerjanya. Pencapaian ketuntasan hasil belajar kelas meningkat dari 78% pada
siklus I menjadi 90% pada siklus II.

Saran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Mueller dapat meningkatkan


kemampuan membaca permulaan siswa kelas I. Oleh karena itu, metode ini dapat
dijadikan salah satu pilihan dalam pembelajaran membaca permulaan yang
menyenangkan. Peneliti lain dapat memanfaatkan metode ini dengan
memvariasikan aktivitas yang berbeda, yang disesuaikan dengan kondisi
perkembangan dan lingkungan siswa, sebab metode Mueller menawarkan begitu
banyak pilihan aktivitas.

Penelitian ini menggunakan subjek kelas kecil. Apabila pada penelitian sejenis
menggunakan subjek sasaran kelas besar akan lebih baik. Hal ini didasarkan
pertimbangan bahwa metode Mueller dikembangkan tidak hanya untuk
pembelajaran di kelas kecil.

DAFTAR RUJUKAN

1. Adler, Mortimer J. 2007. How to Read a Book. Jakarta: PT. Indonesia


Publishing.
2. Anwar, Khairil. 1997. Pelaksanaan Latihan Membaca Permulaan di
Sekolah Dasar Negeri Kotamdya Banjarmasin. Tesis tidak diterbitkan.
Malang: Universitas Negeri Malang.
3. Arifin, Samsul. 2004. Penggunaan Metode Motessori dalam Pengajaran
Membaca Pemulaan di TK Palm Kids. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
Universitas Negeri Malang.
4. Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
5. Dasna, I Wayan. 2007. Penelitian Tindakan Kelas dan Karya Ilmiah.
Malang: BPSG.
6. Depdikbud. 1991/1992. Petunjuk Teknis Pengajaran Membaca di Sekolah
Dasar. Jakarta: Depdikbud.
7. Depdiknas. 2006. Model Penilaian Kelas KTSP SD/MI. Jakarta:
Depdiknas
8. Depdiknas. 2006. Pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) : SD kelas I – IV. Jakarta: Depdiknas.
9. Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No.22 Tahun
2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Depdiknas.
10. Goodchild, Rachel. 2004. The Joy of Reading. Jakarata: PT Elex Media
Komputindo
11. Harris A.J dan Edward R. Sipay. 1980. How to Increase Reading Ability.
New York : Longman
12. Hurlock. 1978. Perkembangan Anak: Jilid I. Jakarta: Erlangga.
13. Ibrahim, dkk. 2000. Media Pembelajaran. Malang: Universitas Negeri
Malang
14. Moleong, L.J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
15. Mueller, Stephanie. 2006. Panduan Belajar Membaca Jilid 1 dengan
Benda-benda di Sekitar Kita untuk Anak usia 3-8 Tahun. Jakarta: Erlangga
for Kids.
16. Mueller, Stephanie. 2006. Panduan Belajar Membaca Jilid 2 dengan
Benda-benda di Sekitar Kita untuk Anak usia 3-8 Tahun. Jakarta: Erlangga
for Kids.
17. Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang.
18. Pattiha, Hawa. 2006. Penerapan strategi Think-Pair-Share dalam
Meningkatkan Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Permulaan pada
Siswa Kelas II SDN Sumbesari II Malang. Thesis tidak diterbitkan.
Malang: Universitas Negeri Malang
19. Rahim, Farida. 2007. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
20. Slamet, St. Y. 2007. Dasar-dasar Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia di Sekolah Dasar. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press.
21. Soedarso. 2001. Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
22. Sulistyarini, Dian. 2007. Peningkatan Pembelajaran Membaca dan
Menulis Permlaan dengan Menggunakan Media Kotak Ajaib sebagai
Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif dan Menyenangkan) pada
Siswa Kelas I SD Negeri Jatra Timur Banyuates Sampang. Skiripsi tidak
diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang
23. Tarigan, Djago. 2003. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Di Kelas
Rendah. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
24. Vacca, Jo Anne. 1991. Reading and Learning to Read. New York: Harper
Collins Publisher.
25. Wardani, I GAK. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas
Terbuka.
26. Wiriaatmadja, Rochiati. 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
27. Wiryodijoyo, Suwaryono. 1989. Membaca Strategi Pengantar dan
Tekniknya. Depdikbud.
28. Yus, Anita. 2006. Penilaian Portofolio Untuk Sekolah Dasar. Jakarta:
Depdiknas Dirjen Dikti.

Anda mungkin juga menyukai