BAB I
PENDAHULUAN
Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa. Sarwiji Suwandi
( http.www.pdk.go.id/ journal/ 32 ) menyimpulkan bahwa sebagian besar pembelajaran
bahasa Indonesia belum mampu mewujudkan siswa mahir berbahasa Indonesia.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan kooperatif
metode struktural pada siswa kelas VIII MTsN 6 Aceh Tengah.
2. Guru:
a. Dapat membantu guru memperbaiki proses pembelajaran
keterampilan berbicara ( berbahasa Indonesia ).
b. Dapat menambah wawasan guru mengenai pembelajaran berbicara
dengan teknik bermain peran
3. MTsN 6 Aceh Tengah:
a. Mmbantu tercapainya tujuan pendidikan di sekolah.
b. Meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru secara umum
c. Meningkatkan kredibilitas sekolah.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Pengajaran Bahasa Indonesia
Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
menggunakan bahasa Indonesia dalam segala fungsinya, yaitu sebagai sarana
komunikasi, sarana berpikir/bernalar, sarana persatuan, dan sarana kebudayaan.
Kurikulum Bahasa Indonesia tahun 1984 ditekankan pada pengembangan kemampuan
berkomunikasi dengan bahasa. Kemampuan ini dikaitkan dengan factor-faktor
penentu di dalam berkomunikasi. Faktor-faktorini mencakup:……siapa yang berbahasa
dengan siapa; untuk tujuan apa; dalam situasi apa; dalam konteks apa; dan dengan
jalur mana (lisan atau tulisan); media apa (tatapnya); dalam peristiwa apa (bercakap-
cakap, ceramah, upacara, laporan, lamaran kerja, pernyataan cinta, dan sebagainya).
(GBPP Bahasa Indonesia, 1986).
Untuk mencapai tujuan ini dalam pengajaran bahasa Indonesia menurut
Kurikulum 1984 itu diterapkan pendekatan komunikatif.
Berawal dari rintisan Abdullah Ahmad dengan Madrasah Addinyah-nya di
Padang Panjang tahun 1909,17 sampai sekarang, madrasah telah menjalani polarisasi
pengembangan seiring dengan tuntutan zamannya. Madrasah telah menjadi salah satu
wujud entitas budaya bangsa Indonesia yang telah menjalani proses sosialisasi yang
relatif intensif, dan dalam waktu yang cukup panjang itu telah memainkan peran
tersendiri dalam panggung pembentukan peradaban bangsa
2. Kedudukan , fungsi, dan Nilai Pengajaran Bahasa Indonesia
Pengajaran bahasa Indonesia wajib diberikan ke semua lembaga pendidikan
formal. Dalam mata pelajaran ini siswa tidak boleh mendapat nilai kurang dari 6.
Artinya, semua siswa sekurang-kurangnya harus mempunyai kemampuan sedang dalam
penggunaan bahasa Indonesia. Ini tentu saja menuntut upaya guru dan siswa serta
perhatian orang tua di rumah.
Pengajaran bahasa di MTsN mempunyai peranan yang sangat penting dalam
membentuk kebiasaan, sikap, serta kemampuan dasar yang diperlukan siswa. Untuk
perkembangan selanjutnya. Selain itu pengajaran tersebut harus dapat membantu siswa
dalam pengembangan
5
4. Aspek Berbicara.
Di dalam GBPP Bahasa Indonesia aspek berbicara tidak dicantumkan sebagai
pokok bahasan tersendiri. Ini tidak berarti bahwa keterampilan berbicara tidak dibina
melalui pengajaran Bahasa
6
Indonesia. Di dalam GBPP tersebut jelas bahwa guru MTSN bertanggung jawab atas
pembinaan oleh guru antara lain ialah lafal, intonasi, serta penggunaan kata.
Jenis berbicara yang perlu dikembangkan pada siswa MTSN ialah
a. berbicara dalam bentuk mengemukakan gagasan
b. menjawab pertanyaan
c. bercakap-cakap /berdialog
d. bercerita
5. Proses Berbicara
Kegiatan berbicara dilakukan untuk mengadakan hubungan sosial dan untuk
melaksanakan suatu layanan. Yang termasuk golongan yang pertama misalnya
percakapan dalam suatu pesta, di kafetaria, pada saat antre di bank, dan sebagainya.
Sedangkan yang termasuk kelompok kedua misalnya mengikuti wawancara untuk
memperoleh pekerjaan, memesan makanan di rumah makan, membeli perangko,
mendaftarkan sekolah, dan sebagainya.
Dalam proses belajar berbahasa di sekolah, anak-anak mengembangkan
kemampuan secara vertikal tidak secara horizontal. Maksudnya, Mereka sudah dapat
mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna. Makin lama
kemampuan tersebut menjadi semakin sempurna dalam arti strukturnya menjadi benar,
pilihan katanya semakin tepat, kalimat-kalimatnya semakin bervariasi, dsb. Dengan kata
lain perkembangan tersebut tidak secara horizontal mulai fonem, kata, fase, kalimat, dan
wacana seperti halnya jenis tatana linguistic.
Ellis (lewat Numan, 1991: 46) mengemukakan adanya tiga cara untuk
mengembangkan secara vertikal dalam meningkatkan kemampuan berbicara :
1. menirukan pembicaraan orang lain (khususnya guru)
2. mengembangkan bentuk-bentuk ujaran yang dikuasai ; dan
7
3. mendekatkan atau menyejajarkan dua bentuk ujaran, yaitu bentuk ujaran sendiri yang
belum benar dan ujaran orang dewasa (terutama guru) yang sudah benar.
Kesulitan dalam berbicara, seperti halnya kesulitan dalam menyimak, disebabkan
oleh berbagai faktor, salah satu faktor yang menimbulkan kesulitan dalam berbicara
adalah yang datang dari teman bicara. Seperti kita ketahui , dalam setiap kegiatan
berbicara teman bicara menapsirkan makna pembicaraan agar komunikasi dapat
berlangsung terus sampai tujuan pembicaraan tercapai.
Berikut ini proses pembelajaran berbicara dengan berbagai jenis kegiatan,
yaitu percakapan berbicara estetik, berbicara untuk menyampaikan informasi atau
untuk mempengaruhi, dan kegiatan dramatik (Tompkins dan Hoskisson, 1995: 124-
147).
Fokus penilaian dalam tes interaksi lisan tidak pada aspek: pengucapan,
kelancaran, gramatika, kosa kata, efektifitas dan ketepatan komunikasi. Skala penilaian
seharusnya mendasarkan diri pada faktor kewacanaan dan ciri komunikasi yang
didasarkan pada: ukuran kemampuan, kekomplekan, rentangan, ketepatan, keflesibelan,
kecermatan, ketepatan, kemandirian, pengulangan dan keraguan. Penilaian seharusnya
tidak memprioritaskan aspek performansi bahasa, seperti: kosa kata, gramatika, dan
ketepatan pengucapan (Carrol, 1980:54). Penilaian kemampuan interaksi lisan akan
lebih efektif jika dilakukan dalam latar interaksi yang otentik, dengan melukiskan topik
secara spesifik, menggunakan beberapa macam pelaku interaksi, dengan menggunakan
secara detail, kriteria didasarkan pada keefektifan dan ketepatan komunikasi.
Dari karakteristik tes interaksi lisan yang dipaparkan di atas, dapat dikatakan
bahwa tes interaksi lisan termasuk kategori tes bahasa komunikatif. Porter (1991).
Menyatakan adanya 3 ciri tes bahasa yang bersifat komunikatif, yaitu: (1) Tes
didasarkan pada kebutuhan pembelajar; penilaian kemampuan berbahasa pembelajar
yang tidak didasarkan pada kebutuhan pembelajar tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Perbedaan kebutuhan pembelajar akan sangat menentukan tingkat penguasaan linguistik
dan tingkat kelancaran yang harus dikuasainya. Dan ini akan sangat mempengaruhi
tingkat kekomplekan isi tes, criteria penilaian, dan format laporannya. (2) Tes harus
didasarkan pada penggunaan bahasa dalam konteks dan relevan dengan tujuan
pembelajar. Setiap konteks menuntut penggunaan kemampuan linguistik yang berbeda,
dan tujuan yang berbeda akan menghadirkan konteks yang berbeda pula. Jika macam-
macam konteks dan tujuan merupakan cirri pokok dalam komunikasi yang alami, maka
disarankan bahwa konteks dan tujuan menuntut kemampuan linguistik yang berbeda-
beda. Konteks dan tujuan ini perlu dipadukan dalam tes. Tes harus menggunakan teks
yang otentik atau teks yang memiliki atau memenuhi ciri-ciri otentik. Ketiga ciri tes
komunikatif tersebut dapat dijumpai dalam tes interaksi lisan.
Kegiatan pengetesan dalam interaksi lisan dapat dipilah menjadi 3 tahap: tahap
pemanasan, kegiatan utama, dan tahap penutup. Tahap pemanasan dimaksudkan untuk
menciptakan hubungan yang akrap; kegiatan utama dimaksudkan untuk melakukan
penilaian terhadap kompetensi lisan yang dimiliki testi; dan tahap penutup dimaksudkan
untuk memberikan penilaian akhir. Format ini dapat digunakan untuk interaksi lisan
perorangan maupun untuk kelompok (Carrol dan Hall, 1985).
12
9. Tes Berbicara
Untuk dapat berbicara dengan baik, seorang pembicara harus menguasai
komponen-komponen yang menetukan kegiatan berbicara, baik yang berkenaan dengan
faktor kebahasan maupun faktor nonkebahasan.
Tes kemampuan berbicara merupakan tes berbahasa yang difungsikan untuk
mengukur kemampuan testi dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan.
Tes kemampuan berbicara bukan hanya mengukur aspek penguasaan bahasa lisan,
tetapi juga factor lain yang terlibat dalam kegiatan berkomunikasi lisan, seperti:
pemahaman tentang tujuan berbicara, lawan berbicara, situasi pembicaraan, latar
pembicaraan, serta peristiwa pembicaraan. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tes
kemampuan berbicara merupakan tes yang difungsikan untuk mengukur kemampuan
testi dalam menggunakan bahasa lisan.
Secara umum, bentuk tes yang digunakan dalam tes kemampuan berbicara adalah
tes subyektif yang berisi perintah melakukan kegiatan berbicara. Beberapa tes yang
dapat digunakan untuk mrngukur kemampuan berbicara dapat dikemukakan seperti
berikut (Harris, 1969, Akhadiyah, 1988; Crrol dan Hall, 1983).
10. Pembelajaran
Banyak definisi para ahli berkaitan dengan pembelajaran, diantaranya Winkel (M.
Sobry Sutikno, 2009: 31) mengartikan pembelajaran sebagai seperangkat tindakan yang
dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhatikan
kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian
internal yang berlangsung di dalam diri peserta didik. Dimyati dan Mujiono (M. Sobry
Sutikno, 2009: 31) mengartikan pembelajaran sebagai kegiatan yang ditujukan untuk
membelajarkan siswa.
Lindgren (M.Sobry Sutikno, 2009: 32) menyebutkan bahwa focus system
pembelajaran mencakup tiga aspek, yaitu: siswa, proses belajar, dan situasi belajar.
Dalam proses pembelajaran, kedudukan guru sudah tidak dapat dipandang sebagai
penguasa tunggal dalam kelas atau sekolah, tetapi dianggap sebagai manager of learning
(pengelola belajar) yang perlu senantiasa siap membimbing dan membantu para siswa
dalam menempuh perjalanan menuju kedewasaan mereka sendiri yang utuh
menyeluruh. Dalam mengelola pembelajaran, pendidik lebih dituntut untuk berfungsi
dalam melaksanakan empat macam tugas sebagai berikut
1. Merencanakan, baik untuk jangka panjang (satu semester) maupun jangka pendek (satu)
2. Mengatur, yang dilakukan pada waktu implementasi, tugas ini adalah mengenai apa
yang mencakup rencana dan pengetahuan tentang bentuk dan macam kegiatan yang
13
d. Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu
yang cocok. Misalnya, pemegang kartu 3+9 akan membentuk kelompok dengan kartu
pemegang kartu 3x4 dan 6x2.
e. Dalam setiap para siswa mendiskusikan menyelesaikan tugas secara bersama – sama.
f. Presentasi hasil kelompok
C. Kerangka Berpikir
Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang sulit karena kurangnya
perbendaharaan kosa kata yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, dalam pembelajarannya
berbicara perlu dicari inovasi baru yang mampu merangsang siswa untuk
mengembangkan perbendaharaan kosa kata. Di samping siswa dapat mengalami dan
menemukan sendiri yang ia pelajari juga dapat bekerja sama dalam suasana gotong
royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Teknik mencari pasangan bisa digunakan
untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Dengan begitu, materi berbicara dekat
dengan kehidupan siswa, dialami siswa, dapat merangsang siswa belajar berbicrara.
Pembelajaran yang sarat dengan kriteria di atas adalah
16
Kerangka Berpikir:
GURU AWAL
KONDISI BELUM MENGGUNAKAN
GURU BELUM PENDEKATAN KOOPERATIF
HASIL SISWA MASIH
MENGGUNAKAN
MODEL KOOPERATIF
SIKLUS I
SKLUS II
KONDISI AKHIR
KETERAMPILAN BERBICARA MENINGKAT
D. Hipotesis Tindakan
Jika Pendekatan Kooperatif metode Struktural dengan teknik mencari pasangan
( bermain peran ) diterapkan pada pembelajaran berbicara maka dapat meningkatkan
keterampilan berbicara siswa kelas VIII MTSN 6 Aceh Tngah
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam Penelitian yaitu siswa kelas VIII MTsN 6 Aceh Tengah.
C. Sumber Data
c. Tahap Observasi.
Dilakukan observasi dan monitoring, serta evaluasi terhadap
pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Kriteria keberhasilan tindakan
adalah bahwa para siswa memiliki keterampilan berbicara dengan bermain
peran. Evaluasi dilakukan dengan wawancara agar siswa dapat berbicara
dengan bahasa yang baik dan benar. Tes digunakan untuk mengungkap
tingkat pemahaman siswa mengenai konsep berbicara. Cara berbicara
yang
baik atau tepat antara sebelum dan sesudah tindakan ada pada siklus satu
dan dua.
SIKLUS II
A. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan adalah :
1) Mengidentifikasi Masalah pada siklus I.
2) Merancang pelaksanaan tindakan untuk memecahkan permasalahan
yang berkaitan dengan materi pembelajaran “ menanggapi cerita
tentang peristiwa yang terjadi di sekitar yang disampaiakan secara
lisan “
3) Menyusun format observasi dan instrumen penelitian untuk
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia ,
keterampilan berbicara.
4) Menetapkan jenis data yang akan dikumpulkan dan teknis analisis data
yang digunakan dalam PTK ini.
B. Tahap Implementasi Tindakan
1) Membuka pertemuan
2) Mengabsen kehadiran siswa
3) Guru menjelaskan teknik pembelajaran
4) Guru memutar CD berisi cerita “Timun Emas”
5) Guru membagikan kartu yang isinya tokoh- tokoh dalam sebuah cerita.
6) Setiap siswa mendapatkan satu kartu.
7) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu cocok dengan
kartunya.
8) Setiap kelompok berdiskusi tentang cerita yang telah ditampilkan
melalui CD agar dibuat sekenario drama untuk meningkatkan
perbendaharaan kata Dalam satu kelompok saling membantu.
9) Setiap kelompok mempraktikkan peran tokoh sesuai skenario drama
yang telah dibuat, dan kelompok lain menyimak.
10) Kegiatan evaluasi.
11) Melaksanakan tugas sesuai petunjuk guru.
21
C. Tahap Observasi.
Dilakukan observasi dan monitoring, serta evaluaisi tehadap
pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Kriteria keberhasilan tindakan
adalah bahwa para siswa memiliki keterampilan berbicara dengan bermain
peran. Evaluasi dilakukan dengan wawancara agar siswa dapat berbicara
dengan bahasa yang baik dan benar. Tes digunakan untuk mengungkap
tingkat pemahaman siswa mengenai konsep berbicara. Cara berbicara yang
baik atau tepat antara sebelum dan sesudah tindakan ada pada siklus satu
dan dua.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Kondisi Awal
a. Perencanaan
c) Alat Peraga
b. Pelaksanaan
1) Pra Pembelajaran
a) Siswa dan guru berdo’a bersama.
b) Guru mengabsen siswa
c) Guru dan siswa mempersiapkan media dan alat peraga yang
diperlukan
24
2) Kegiatan Awal
Apersepsi : Motivasi (Menanyakan pada peserta didik) “Mengapa
kita harus mempunyai perbendaharaan kosa kata (Bahasa
Indonesia) yang banyak? Pengetahuan prasarat “Apa yang
dimaksud bercerita?
3) Kegiatan Inti
a) Guru menjelaskan teknik pembelajaran.
4) Kegiatan Akhir
a) Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan hasil
pembelajaran.
b) Guru memberi penegasan materi yang telah dipelajari bersama.
c) Guru memberi penghargaan kelompok berupa predikat
kejuaraan dan hadiah sesuai dengan hasil penilaian.
d) Guru memberi pengarahan tentang pentingnya mempunyai
banyak perbendaharaan kata.
e) Guru memberi tugas agar selama di lingkungan sekolah (Jam
sekolah) anak diharuskan menggunakan bahasa Indonesia
dalam berkomunikasi dengan guru maupun dengan teman agar
anak memiliki banyak perbendaharaan kata (bahasa Indonesia)
25
c. Pengamatan/observasi
d. Refleksi
SIKLUS II
a. Tahap Persiapan
1) Mengidentifikasi Masalah pada siklus I.
2) Merancang pelaksanaan pembelajaran.( RPP )
3) Menyusun format observasi dan instrumen penelitian untuk
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran Bahasa
Indonesia tentang ketrampilan berbicara.
4) Menetapkan jenis data yang akan dikumpulkan dan teknis analisis
data yang digunakan dalam PTK ini.
b. Tahap Implementasi Tindakan
1) Membuka pertemuan
2) Mengabsen kehadiran siswa
3) Guru menjelaskan teknik pembelajaran .
4) Guru memutar CD berisi cerita berjudul “Timun Emas”
5) Guru membagikan kartu yang isinya tokoh- tokoh dalam sebuah
cerita.
6) Setiap siswa mendapatkan satu kartu.
7) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu cocok
dengan kartunya.
8) Setiap kelompok berdiskusi tentang cerita yang telah ditampilkan
melalui CD agar dibuat sekenario drama untuk meningkatkan
perbendaharaan kata Dalam satu kelompok saling membantu.
9) Setiap kelompok mempraktikkan peran tokoh sesuai skenario
drama yang telah dibuat, dan kelompok lain menyimak. ( Guru
melakukan penilaian )
10) Anak mengisi angket
c. Tahap Observasi.
Dilakukan observasi dan monitoring, serta evaluaisi tehadap
pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Kriteria keberhasilan
tindakan adalah bahwa para siswa memiliki keterampilan berbicara
dengan bermain peran. Evaluasi dilakukan dengan wawancara agar
siswa dapat berbicara dengan bahasa yang baik dan benar.
27
terjadi, apa yang dihasilkan, mengapa hal tersebut terjadi, dan apa
yang perlu dilakukan selanjutnya.
Untuk itu selama proses pembelajaran, observer baik
supervisor maupun teman sejawat harus melakukan pengamatan
secara teliti terhadap interaksi antar siswa, siswa dan bahan ajar, siswa
dengan guru dan siswa dengan lingkungannnya.
1) Adapun hasil dari refleksi adalah :
a) Kegiatan pembelajaran berlangsung dengan baik , hal ini
terbukti dari keaktifan siswa selama mengikuti kegiatan
pembelajaran.
b) Siswa merasa senang ketika bermain peran.
c) Siswa merespon pertanyaan dan tugas dari guru dengan baik .
d) Masih ada siswa yang kurang kurang percaya diri dalam
berbicara.
1) Deskriptif Kuantitatif
2) Deskriptif Kualitatif
70 – 79 B Baik 13 30 %
60 – 69 C Cukup Baik 6 14 %
50 – 59 D Buruk 0 0
10 - 49 E Sangat Buruk 0 0
b. Siklus II
Tidak
Uraian KKM Jml Rata- Tuntas Tuntas
Anak Rata Jml % Jml %
kelas Anak anak
Pra
Siklus 65 43 61,00 9 21 34 79
Siklus I 65 43 78,43 40 93 3 7
Siklus II 65 43 84,96 42 98 1 2
40
30
20
10
0
<
69 70-79 80-10
Hasil Nilai
31
B. Pembahasan
1. Pembahasan Siklus 1
Dari penelitian pada siklus 1 (pertama), hasil yang didapat kurang
memuaskan. Dari hasil pembelajaran dapat dilihat bahwa masih ada siswa
yang belum menguasai materi. Walaupun nilai rata-rata kelas sudah 78,43
ini dirasa masih belum maksimal, karena masih ada siswa yang nilainya di
bawah KKM
a. Berdasarkan kriteria
2. Pembahasan Siklus II
a. Penetapan Skala Penilaian Pada Siklus II
70 – 79 B Baik 12 28 %
60 – 69 C Cukup Baik 1 2%
50 – 59 D Buruk 0 0
10 - 49 E Sangat Buruk 0 0
d. Upaya Perbaikan
Upaya – upaya guru di dalam mengatasi masalah – masalah
tersebut di atas, agar siswa kelas VIII MTsN 6 Aceh Tengah mampu
berkomunikasi memakai bahasa Indonesia secara lisan dengan benar
dan santun, guru mewajibkan siswa menggunakan bahasa Indonesia
dalam berkomunikasi di sekolah baik di dalam kelas maupun di luar
BAB V
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA