Anda di halaman 1dari 16

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA PADA TEKS TRANSAKSIONAL


TERKAIT KEGIATAN RUTIN MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAY PADA
SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI 1 ABUKI

TAHUN PELAJARAN 2018/2019

Disusun Oleh :
CITRA YULIA
NOPES : 19200115710089

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE


DINAS PENDIDIKAN
SMP NEGERI 1 ABUKI
TAHUN 2019
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ……………………………………………………………………... 1

Daftar Isi ……………………………………………………………………………. 2

A. Judul Penelitian…………………………………………………………... 3

B. Latar Belakang Masalah ………………………………………………... 4

C. Rumusan Masalah ……………………………………………………….. 7

D. Hipotesa Penelitian……………………………………………………... 7

E. Tujuan Penelitian ……………………………………………………….... 7

F. Manfaat Hasil Penelitian ………………………………………………… 8

G. Kajian Pustaka …………………………………………………………… 8

H. Rencana dan Prosedur Penelitian ……………………………………… 11

I. Daftar Pustaka ……………………………………………………………. 15

16
Lampiran
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA PADA TEKS TRANSAKSIONAL TERKAIT KEGIATAN RUTIN
MELALUI METODE ROLE PLAY PADA SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI 1 ABUKI
Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki kemajuan dalam bidang pendidikan yang masih jauh tertinggal dari negara lain.
Kemajuan dalam bidang pendidikan diakui sangatlah lamban walaupun Indonesia telah merdeka sejak tahun
1945. Hal ini harus menjadi perhatian yang serius bagi seluruh element warga Negara Indonesia. Banyak hal
yang menjadi sebab kurang berkembangnya pendidikan di Indonesia sampai saat ini.
Sistem pendidikan di Indonesia sudah cukup berkembang dikarenakan terjadinya banyak perubahan–
perubahan yang terjadi hingga saat ini. Hal ini harus terus ditinjau dan di perbaiki system pendidikan yang
sedang di gunakan. Hal ini bertujuan agar ada perbaikan selalu untuk menemukan rumus yang terbaik yang
digunakan untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
Sejalan dengan perubahan–perubahan yang telah terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia, maka
dewasa ini pendidikan di sekolah–sekolah telah menggunakan metode-metode yang tepat yang akan
digunakan dalam mengajarkan kepada siswa. Hal ini terjadi dikarenakan adanya dorongan guna memajukan
pendidikan yang ada di Indonesia. Sehingga didalam mengajar pun seorang guru menggunakan berbagai
macam metode yang menarik yang dapat menarik siswa untuk belajar dengan serius dan menyenangkan.
Metode yang di gunakan sesuai dengan materi yang akan diajarkan dan juga minat siswa. Bahkan bisa
dikatakan pembaharuan dalam bidang pendidikan mencakup banyak aspek dalam pendidikan. Kemajuan
dalam bidang pendidikan baru berarti jika keluaran ataupun kemampuan murid di akhir pendidikan
meningkat dengan sangat baik.
Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi dan timbal balik antara pengajar
atau pembimbing dengan murid secara mendalam. Hal ini menjadi sangat penting dikarenakan hal tersebut
menjadi salah satu faktor suksesnya kegiatan belajar mengajar. Guru sebagi pelaku utama dalam kegiatan
belajar mengajar memiliki peran yang sangat penting dalam menyukseskan kegiatan belajar mengajar di
sebuah institusi sekolah. Guru tidak hanya penyampai materi saja akan tetapi guru juga menjadi aktor yang
menggerakkan siswa dalam belajar mengajar.
Sebagai pengatur sekaligus aktor dalam kegiatan belajar mengajar, guru harus mampu menyajikan metode
dan materi yang dapan menarik perhatian siswa dalam belajar mengajar. Guru harus menemukan metode
yang tepat yang dapat digunakan dalam hal belajar mengajar.
Salah satu bidang yang diajarkan seorang guru adalah bahasa Inggris yang banyak memiliki kendala dalam
menyampaikan materi. Tidak sedikit siswa yang menganggap bahasa Inggris adalah sebuah momok yang
menakutkan yang harus dihadapi dalam proses belajar mengajar. Banyak guru juga mengalami kesulitan
menentukan metode yang tepat supaya siswa mampu menyerap materi yang sedang diajarkan. Ada empat
komponen terpenting dalam mengajarkan bahasa Inggris yaitu berbicara (speaking ) ,
menulis (writing),mendengarkan (listening) dan membaca (Reading). Kesemua aspek dalam Bahasa Inggris
tersebut membutuhkan pengajaran yang serius dan menyenangkan supaya dengan mudah mengajarkan
kepada siswa.
Salah satu fokus terpenting yang menjadi kajian penulis dalam mengerjakan PTK ini adalah aspek
berbicara (speaking ) terutama pada KD. 3.7 dan 4.7. Penulis beranggapan bahwa berbicara adalah aspek
yang sangat penting untuk dikaji karena bahasa Inggris adalah pembelajaran bahasa yang sangat berkaitan
dengan berbicara. Oleh sebab tersebut penulis mencoba menemukan metode yang tepat dalam pengajaran
berbicara (speaking) yaitu dengan menggunakan metode role play yang akan diterapkan dalam mengajar
bahasa Inggris.
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka peneliti meneliti tentang “ meningkatkan
kemampuan berbicara ( speaking ) siswa pada teks transaksional terkait kegiatan rutin menggunakan
metode role play pada siswa kelas VIII di SMPN 1 Abuki”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut didepan, maka rumusan permasalahan yang
diajukan dalam proposal ini adalah:”Apakah penerapan metode Role Play dapat meningkatkan kemampuan
berbicara Bahasa Inggris Pada Teks Transaksional terkait Kegiatan Rutin Di Kelas VIII B SMP Negeri 1
Abuki Tahun Pelajaran 2018/2019?”

1.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Jika dalam pembelajaran menerapkan dan
menyusun teks transaksional (asking and giving information) dengan menggunakan Teknik Role Play, maka
kualitas proses dan hasil pembelajaran akan meningkat”.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh role play terhadap kemampuan berbicara (speaking ) siswa bahasa Inggris
kelas VIII B di SMPN 1 Abuki tahun ajaran 2018/2019.
2. Mengembangkan strategi pembelajaran dan model pembelajaran yang efektif, inovatif, efisien dan
menyenangkan
3. Siswa dapat melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan komunikasi dengan mengemukakan gagasan,
pendapat dan perasaannya secara sederhana baik lisan maupun tertulis.

1.5 Manfaat Penelitian

Penulis sangat mengharapkan hasil penelitian ini bermanfaat bagi :


1. Guru
Memberikan informasi tentang metode pembelajaran yang sesuai untuk mengajarkan berbicara (speaking)
dalam pelajaran bahasa Inggris.
2. Siswa
Meningkatkan prestasi dan nilai siswa dalam mempelajari berbicara (speaking ) bahasa Inggris.
3. Sekolah
Memberikan masukan bagi sekolah dalam hal memberikan kebijakan setelah mengetahui hasil penelitian ini.
Bab II

Kajian pustaka

1. Keterapilan Berbicara
a. Mengembangkan Keterampilan Berbicara

Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang
lebih sering memilih berbicara untuk berkomunikasi, karena komunikasi lebih efektif jika dilakukan
dengan berbicara. Berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa ahli
bahasa telah mendefinisikan pengertian berbicara, diantaranya sebagai berikut. Hariyadi dan Zamzami
(1996/1997:13) mengatakan berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi, sebab di
dalamnya terjadi pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Dari pengertian yang sudah disebutkan dapat
disimpulkan bahwa berbicara merupakan suatu proses untuk mengekspresikan, menyatakan, serta
menyampaikan ide, pikiran, gagasan, atau isi hati kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan
yang dapat dipahami oleh orang lain.
Dalam proses belajar bahasa di sekolah siswa mengembangkan sikap keterampilan secara vertikal
maksudnya mereka sudah dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna makin
lama keterampilan tersebut menjadi sempurna dalam arti strukturnya menjadi semakin benar, pilihan kata
semakin tepat dan kalimat semakin bervariasi Ahmad Rofi'udin dan Darmayati Zuhdin (2000 : 7)
mengemukakan ada tiga cara untuk mengembangkan secara vertikal keterampilan berbicara:
a. Menirukan pembicaraan orang lain (khususnya guru).
b. Mengembangkan bentuk ujaran yang dikuasai.
c. Mendekatkan/mensejajarkan dua bentuk ujaran yaitu ujaran sendiri yang belum benar dengan ujaran
orang dewasa (terutama guru) yang sudah benar.

Pengajaran berbicara yang selama ini dilaksanakan menganggap berbicara sebagai suatu kegiatan yang
berdiri sendiri. Dalam praktiknya pengajaran berbicara dilaksanakan dengan menyuruh siswa berdiri di
depan kelas untuk berbicara atau berpidato

Tugas guru adalah mengembangkan pengajaran berbicara agar aktifitas kelas dinamis hidup dan diminati
siswa. Tompkins dan Hoskisson dalam Ahmad Rofi'udin dan Darmayati Zuhdi (2001/2002: 8)
mengemukakan proses pembelajaran berbicara dengan beberapa jenis kegiatan yaitu :
a. Percakapan
Percakapan merupakan bentuk ekspresi lisan yang alami dan bersifat tidak resmi. Siswa diberi
kesempatan bercakap-cakap dalam kelompok kecil. Mereka belajar tentang peranan kemampuan
berbicara dalam mengembangkan pengetahuan.

b. Berbicara estetik
Teknik bercerita yang dilakukan oleh siswa setelah membaca karya sastra. Hal penting dalam memilih
cerita antara lain : cerita sederhana, alur jelas,pelaku tidak banyak mengandung dialog.
c. Berbicara untuk menyampaikan informasi atau mempengaruhi
Kegiatan ini adalah siswa melaporkan informasi secara lisan, wawancara dan debat. Dalam melaporkan
informasi secara lisan siswa memilih topic yang kemudian dikembangkan. Saat menyajikan informasi
siswa tidak akan membaca catatan. Siswa lain mendengarkan, mengajukan pertanyaan dan memberikan
penghargaan.
d. Kegiatan Dramatik
Kegiatan ini melatih siswa untuk berinteraksi dengan teman sekelas berbagai pengalaman dan mencoba
menafsirkan sendiri naskah.

Keterampilan lebih mudah dikembangkan jika siswa memperoleh kesempatan untuk mengkomunikasikan
sesuatu secara alami kepada orang lain dalam kesempatan bersifat informal walaupun demikian
kesempatan untuk berbicara di kelas merupakan kondisi yang harus diciptakan karena bermanfaat bagi
pembelajaran untuk mempelajari aspek-aspek pragmatik dan aspek-aspek lain dalam kaitannya
penggunaan bahasa. Untuk mengembangkan keterampilan ini siswa memerlukan konteks yang bermakna
misalnya berbicara dengan guru dan kelompok. Bermain peran, bercerita, membawa membawa sesuatu
dari rumah dan menceritakannya di kelas.
Ross dan Roe dalam Ahmad Rofi'udin dan Darmayati Zuhdi (2001/2002 : 13). Selama kegiatan belajar di
sekolah guru menciptakan kegiatan untuk melatih keterampilan berbicara antara lain :
a. Menyampaikan informasi
Di kelas tinggi bentuk kegiatan ini misalnya berpidato. Tujuannya adalah untuk mengembangkan rasa
percaya diri dalam berbicara, belajar menyusun dan menyajikan suatu pembicaraan dan mempelajari cara
yang terbaik untuk berbicara dihadapan sejumlah pendengar
b. Partisipasi dalam diskusi
Diskusi memberi kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dengan siswa lain dan guru, mengekspresikan
secara lengkap, menyajikan berbagai pendapat dan mempertimbangkan perubahan pendapat. Menurut
hasil penelitian menunjukan bahwa diskusi merupakan strategi yang membuat siswa lebih bergairah
dalam proses pembelajaran
c. Berbicara menghibur dan menyajikan pertunjukan.
Siswa dapat menyajikan pertunjukan untuk teman orang tua dan masyarakat. Siswa menyajikan sandiwara
boneka, bercerita dan membaca puisi atau partisipasi dalam pementasan drama.

Dalam penelitian ini lebih memilih diskusi untuk mengembangkan keterampilan berbicara karena diskusi
sangat berguna bagi siswa dalam melatih dan mengembangkan keterampilan berbicara.
b. Metode Pembelajaran Berbicara
Pembelajaran berbicara mempunyai sejumlah komponen yang pembahasanya diarahkan pada segi metode
pengajaran. Guru harus dapat mengajarkan keterampilan berbicara dengan menarik dan bervariasi.
Menurut Tarigan (2008: 106) ada 4 metode pengajaran berbicara antara lain:
a. Percakapan
Percakapan adalah pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik tertentu antara dua atau lebih
pembaca. Greene dan Petty dalam Tarigan (2008: 106). Percakapan selalu terjadi dua proses yakni proses
menyimak dan berbicara secara simultan. Percakapan biasanya dalam suasana akrab dan peserta merasa
dekat satu sama lain dan spontanlitas. Percakapan merupakan dasar keterampilan berbicara baik bagi
anak-anak maupun orang dewasa.
b. Bertelepon
Menurut Tarigan (2008: 124) telepon sebagai alat komunikasi yang sudah meluas sekali pemakaianya.
Keterampilan menggunakan telepon bisnis, menyampaikan berita atau pesan. Penggunaan telepon
menuntut syarat-syarat tertentu antara lain: berbicara dengan bahasa yang jelas, singkat dan lugas. Metode
bertelepon dapat digunakan sebagai metode pengajaran berbicara. Melalui metode bertelepon diharapkan
siswa didik berbicara jelas, singkat dan lugas. Siswa harus dapat menggunakan waktu seefisien mungkin.
c. Wawancara
Menurut Tarigan (2008: 126) wawancara atau interview sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya wartawan mewawancarai para menteri, pejabat atau tokoh-tokoh masyarakat mengenai isyu
penting. Wawancara dapat digunakan sebagai metode
pengajaran berbicara, pada hakekatnya wawancara adalah bentuk kelanjutan dari percakapan atau Tanya
jawab. Percakapan dan tanya jawab sudah biasa digunakan sebagai metode pengajaran berbicara.
d. Diskusi
Diskusi sering digunakan sebagai kegiatan dalam kelas. Metode diskusi sangat berguna bagi siswa dalam
melatih dan mengembangkan keterampilan berbicara dan siswa juga turut memikirkan masalah yang
didiskusikan. Menurut Kim Hoa Nio dalam Tarigan (2008: 128) diskusi ialah proses pelibatan dua atau
lebih individu yang berintraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui
cara tukar menukar informasi untuk memecahkan masalah.

2. Definisi Metode Pembelajaran Role Playing

Metode pembelajaran adalah cara-cara yang dipergunakan guru dalam menyajikan bahan pelajaran
kepada siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, salah satu keterampilan
guru yang memegang peranan penting dalam pengajaran adalah keterampilan memilih metode. Pemilihan
metode berkaitan langsung dengan usaha-usaha guru dalam menampilkan pengajaran yang sesuai dengan
situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan pengajaran diperoleh secara optimal.

Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan
rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Sebagai sebuah cara dan alat, maka akan sangat tergantung kepada keterampilan
pemakainya serta kondisi dan keadaan yang dihadapi. Untuk mencapai suatu tujuan tertentu maka, sebuah
alat harus difungsikan dengan baik oleh pemakainya. Dalam hal ini guru sebagai orang yang
menggunakan alat atau metode dalam mengajar harus memilih metode yang tepat dalam proses belajar
mengajar, karena banyak sekali jenis-jenis metode dalam pengajaran. Salah satu metode dalam proses
belajar mengajar adalah bermain peran (role playing) merupakan permainan berbasis digital berbeda
dengan permainan lain yang sejenis. Sesuai dengan istilah yang digunakan, permainan ini merupakan
sebuah simulasi peran, para pemain diajak untuk memerankan tokoh atau karakter dalam setiap tema
permainannya.

Karakter dalam bermain peran (role playing) merupakan sebuah konsep yang merujuk pada cerita,
dia dianggap hidup, maka proses penciptaan dan pembentukannya tidak terbatas pada kekuatan visual,
ada pembentuk lain yang penting untuk dikonstruksi, meliputi identitas, eksistensi, dan realitas. Sebagai
bagian dari bentuk representasi simulasi, tokoh merupakan sebuah konsep karakter yang dikonstruksi,
dimanipulasi, dan direproduksi. Penggambaran kualitas perwujudannya melibatkan konsep pembentukkan
kepribadian/ perwatakan (arketipe), peristiwa (narasi), ruang dan waktu (simulakrum).

a. Definisi metode bermain peran (role playing) menurut para ahli

1. Sapriya (2007: 110) mengemukakan bahwa: “Role playing atau bermain peran adalah metode
pembelajaran sebagai bagaian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi berbagai peristiwa
perubahan sosial budaya, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual atau kejadian-kejadian yang mungkin
muncul pada masa yang akan datang”.
2. Menurut Wahab, A. A (2009: 109) mengemukakan bahwa “Bermain peran (role palying) adalah
berakting sesuai dengan peran yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan tertentu seperti
menghidupkan kembali suasana historis misalnya mengungkapkan kembali perjuangan para pahlawan
kemerdekaan, atau mengungkapkan kemungkinan keadaan yang akan datang.
3. Ahmadi (2011: 54) Bermain Peran (role playing) “adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan
pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa”. Pengembangan imajinasi dan
penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan
ini umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal ini bergantung kepada apa yang diperankan.
4. Pembelajaran dengan role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan itu
dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Metode ini banyak
melibatkan siswa dan membuat siswa senang belajar serta metode ini mempunyai nilai tambah, yaitu: a)
dapat menjamin poartisipasi seluruh siswa dan memberi kesempatan yang sama untuk menunjukkan
kemampuannya dalam bekerjasama hingga berhasil, dan b) permainan merupakan pengalaman yang
menyenangkan bagi siswa (Prasetyo, 2001:72).
5. Gangel (1986) role playing adalah suatu metode mengajar merupakan tindakan yang dilakukan
secara sadar para pemain diskusi tentang peran dalam kelompok.

6. Blatner (2002), role playing adalah sebuah metode untuk mengeksplorasi hal-hal yang menyangkut
situasi social yang kompleks.

b. Langkah-Langkah Penerapan Role Playing

Setiap model pembelajaran aktif, ada beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan. Berikut langkah-
langkah penerapan model role playing menurut Mulyadi (2011:136) :
1) Guru menyiapkan skenario yang akan ditampilkan. .
2) Guru membentuk kelompok yang anggotanya lima orang (menyesuaikan jumlah siswa).
3) Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
4) Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan.
5) Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati scenarioyang sedang diperagakan.
6) Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberi lembar kerja untuk membahas penampilan
yang selesai diperagakan.
7) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
8) Guru memberi kesimpulan secara umum.
9) Evaluasi
10) Penutup
c. Kelebihan dan kelemahan Role Playing

Dalam setiap model, selain memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan. Kelebihan model role playing
melibatkan seluruh siswa berpartisipasi, mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya
dalam bekerja sama.

Siswa juga dapat belajar menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Selain itu,kelebihan model ini
adalah, sebagai berikut:
1) Menarik perhatian siswa karena masalah-masalah sosial berguna bagi mereka.
2) Siswa berperan seperti orang lain, sehingga ia dapat merasakan perasaan orang lain, mengakui
pendapat orang lain itu, saling pengertian, tenggang rasa, toleransi.
3) Melatih siswa untuk mendesain penemuan.
4) Berpikir dan bertindak kreatif.
5) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis karena siswa dapat menghayatinya.
6) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
7) Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
dengan tepat.
8) Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja
(Djumingin, 2011: 175-176).
9) Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh;
10) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman
yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan;
11) Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias;
12)Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa
kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi (Santoso, 2011).

Berikut kelemahan-kelemahan penggunaan role playing :


1) Model bermain peranan memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak.
2) Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak
semua guru memilikinya.
3) Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini (Djumingin, 2011: 175-176).
4) Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan
tertentu.
5) Apabila pelaksanaan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang
baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai (Santoso, 2011).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran role playing adalah model
pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan ketertarikan siswa terhadap materi pelajaran yang
disajikan, sehingga tujuan pembelajaran lebih mudah tercapai.

3. Pengertian teks transaksional


Teks transaksional (Transactional ) mengacu pada konten atau maksud pembicaraan misalnya:
menyuruh, bertanya, memberitahu informasi, berseru, memuji, mengeluh, menyapa, dan lain sebagainya
(Otong Setiawan Djuharie. “Istilah Dalam Genre” < http://bpgdisdik-
jabar.net/materi/4_smp_bing_1.pdf>.
Teks transaksional bertujuan menyampaikan informasi-informasi yang ada dalam benak peserta didik
serta memahami pesan informasi lawan bicaranya dalam pergulatan komunikasi.
Bab III

Metodologi Penelitian

a. Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian tindakan kelas. Karakteristik yang khas dari penelitian
tindakan kelas yakni adanya tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar
mengajar di kelas (Muhtar , 2007 : 7 ).
2. Subyek Penelitian
Penelitian direncanakan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2018/2019 di kelas VIII B
SMP Negeri 1 Abuki berjumlah 28 orang.
3. Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di SMP Negeri 1 Abuki Kabupaten Konawe.
4. Waktu Penelitian
Waktu penelitian mulai perencanaan sampai penulisan laporan hasil penelitian tersebut mulai 27 April
sampai 4 Mei 2019 pada semester 2 Tahun pelajaran 2018/2019.

a. Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom ActionResearch) yang dilaksanakan
dengan mengikuti prosedur penelitian berdasarkan pada prinsip Kemmis dan Taggart (1988) yang
mencakup kegiatan perencanaan (planning), tindakan (action), observasi (observation), refleksi
(reflection) atau evaluasi. Keempat kegiatan ini berlangsung secara berulang dalam bentuk siklus.
Penelitian ini dilakukan dengan cara berkolaborasi dengan guru-guru SMP Negeri 1 Abuki.

Proses Pembelajaran ini diteliti melalui Penelitian Tindakan Kelas dengan dua siklus, dengan kegiatan
sebagai berikut.

SIKLUS ke-1

Tahap Perencanaan (Planning), mencakup:


1. Mengidentifikasi masalah
2. Menganalisis dan merumuskan masalah.
3. Merancang model pembelajaran klasikal.
4. Mendiskusikan penerapan model pembelajaran interaktif.
5. Menyiapkan instrumen (angket, pedoman observasi, tes akhir).
6. Menyusun kelompok belajar peserta didik.
7. Merencanakan tugas kelompok.

Tahap Melakukan Tindakan (Action), mencakup:


1. Melaksanakan langkah-langkah sesuai perencanaan.
2. Menerapkan model pembelajaran klasikal.
3. Melakukan pengamatan terhadap setiap langkah-langkah kegiatan sesuai rencana.
4. Memperhatikan alokasi waktu yang ada dengan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan.
5. Mengantisipasi dengan melakukan solusi apabila menemui kendala saat melakukan tahap tindakan.

Tahap Mengamati (observation), mencakup:

1. Melakukan diskusi dengan guru SMPN 1 Abuki dan kepala sekolah untuk rencana observasi.
2. Melakukan pengamatan terhadap penerapan model pembelajaran klasikal yang dilakukan guru kelas VIII.
3. Mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penerapan model pembelajaran klasikal.
4. Melakukan diskusi dengan guru untuk membahas tentang kelemahan kelemahan atau kekurangan yang
dilakukan guru serta memberikan saran perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.

Tahap refleksi (Reflection), mencakup:


1. Menganalisis temuan saat melakukan observasi pelaksanaan observasi.
2. Menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat menerapkan model pembelajaran klasikal dan
mempertimbangkan langkah selanjutnya.
3. Melakukan refleksi terhadap penerapan model pembelajaran klasikal.
4. Melakukan refleksi terhadap kreativitas peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Inggris.
5. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar peserta didik.

SIKLUS ke-2
Tahap Perencanaan (Planning), mencakup:
1. Mengevaluasi hasil refleksi, mendiskusikan, dan mencari upaya perbaikan untuk diterapkan pada
pembelajaran berikutnya.
2. Mendata masalah dan kendala yang dihadapi saat pembelajaran.
3. Merancang perbaikan berdasarkan refleksi siklus 1.

Tahap Melakukan Tindakan (Action), mencakup:


1. Melakukan analisis pemecahan masalah.
2. Melaksanakan tindakan perbaikan dengan menggunakan penerapan model pembelajaran Role Play.

Tahap Mengamati (observation), mencakup:


1. Melakukan pengamatan terhadap penerapan model pembelajaran Role Play
2. Mencatat perubahan yang terjadi.
3. Melakukan diskusi membahas masalah yang dihadapi saat pembelajaran dan memberikan balikan.
Tahap Refleksi (Reflection), mencakup:
1. Merefleksikan proses pembelajaran Demonstrasi.
2. Merefleksikan hasil belajar peserta didik dengan penerapan model pembelajaran Role Play
3. Menganalisis temuan dan hasil akhir penelitian.
4. menyusun rekomendasi.

Dari tahap kegiatan pada siklus 1 dan 2, hasil yang diharapkan adalah agar (1) peserta didik memiliki
kemampuan dan kreativitas serta selalu aktif terlibat dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris; (2) guru
memiliki kemampuan merancang dan menerapkan model pembelajaran interaktif dengan kerja kelompok
khusus pada mata pelajaran Bahasa Inggris, dan (3) terjadi peningkatan prestasi peserta didik pada mata
pelajaran Bahasa Inggris.

Analisis Data
Untuk lebih menjamin keakuratan data penelitian dilakukan perekaman data dalam bentuk photo. Data yang
diperoleh dianalisis dan dideskripsikan sesuai permasalahan yang ada dalam bentuk laporan hasil penelitian.
Dari rancangan pembelajaran interaktif dan pemberian tugas kerja kelompok dilakukan validasi oleh teman
sejawat dan kepala sekolah. Untuk kreativitas peserta didik dalam pembelajaran digunakan observasi dan
angket dan untuk perolehan hasil belajar peserta didik digunakan deskripsi kuantitatif.

Anda mungkin juga menyukai