Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL

PENELITIAN TINDAKAN KELAS


(PTK)

Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris


siswa kelas IX SMP YPI Bintaro dalam Materi Text Narrative
Melalui Story Telling

DISUSUN OLEH:
A. NAMA PENELITI : MUHAMAD RIFKI, S.Pd
NO PESERTA : 19016315710394
B. NAMA KOLABORATOR : ARIEF WIDHA YUONO, S.Pd

PROGRAM PROFESI GURU


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Data yang dikeluarkan oleh English First (EF) tahun 2018 mengenai

riset Indeks Kecakapan Bahasa Inggris Indonesia masih rendah di bandingkan

Negara-negara lain. Dari 88 negara, Indonesia berada pada urutan ke 51 dan

masuk kedalam kelompok negara-negara yang rendah. Berdasarkan data-data

tersebut, Indonesia tertinggal jauh dengan negara tetangganya seperti Malaysia

(Peringkat 22) dan Singapura (Peringkat 03).

Pendidikan bisa dikatakan adalah salah satu kunci pembentukan

sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari aspek pengetahuan, aspek

sikap maupun aspek psikomotorik. Kualitas baik tersebut dapat dicapai

dengan adanya lembaga pendidikan. Di Indonesia sendiri, lembaga pendidikan

formal tertinggi adalah tingkat Perguruan Tinggi. Melalui lembaga pendidikan

formal tersebut Pemerintah memfasilitasi sarana prasana yang bersifat fisik

maupun non fisik seperti mata pelajaran yang disediakan guna mendukung

pendidikan nasional.

Meski prasarana sudah disediakan, namun masalah pendidikan terus

terjadi, baik masalah pendidikan nasional maupun masalah pada tingkat satuan

pendidikan itu sendiri. Mulai dari masalah kurikulum, tenaga pendidik yang

belum merata, biaya pendidikan yang tinggi, gedung sekolah yang belum

memadai, dan lain sebagainya.


Begitu pula dengan masalah-masalah pendidikan yang terjadi di SMP

YPI Bintaro. Berdasarkan observasi yang pernah dilakukan, di sekolah

tersebut terdapat berbagai masalah. Mulai dari bangunan sekolah yang kurang

memadai, ini terlihat dari sempitnya lahan sekolah yang membuat sekolah ini

terlihat bukan seperti sekolah pada umumnya. Masalah lain yaitu kebersihan

sekolah yang kurang baik, banyak sampah yang berserakan tidak pada

tempatnya, kamar mandi yang tidak bersih, serta banyaknya coretan-coretan

yang ada pada meja para siswa. Selain itu juga kedisiplinan siswa yang kurang

baik, ini terlihat banyaknya siswa yang tidak disiplin dalam memakai seragam

sekolah, banyak yang terlambat masuk kelas.

Selain nilai kedisiplinan yang kurang baik, terdapat pula nilai-nilai lain

yang tidak diterapkan denganbaik disekolah tersebut. Misalnya nilai

kesopanan, banyak siswa yang kurang menghormati para Guru maupun

karyawan sekolah. Hal ini dibuktikan dengan ketika Guru sedang mengajar,

ada beberapa siswa yang ramai bicara sendiri, makan dikelas, dan lain-lain.

Nilai prestasi di SMP YPI Bintaro ini juga tidak terlaksana dengan baik, ini

bisa dilihat dari masih rendahnya minat baca siswa, terbukti dengan sepinya

Perpusatakaan sekolah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, masih

banyak lulusan sekolah ini yang menjadi pengangguran. Jika ada yang

melanjutkan ke Perguruan Tinggi pun jumlah sangat sedikit.

Masalah yang terkait dengan mata pelajaran juga terjadi pada sekolah

ini. Berdasarkan observasi yang dilakukan, peneliti pernah ikut masuk ke

dalam kelas IX di SMP YPI Bintaro dan bertepatan dengan mata pelajaran
bhs.Inggris. Masalah yag terjadi terkait dengan kegiatan mata pelajaran

bhs.Inggris pada kelas IX ini adalah, banyak dari mereka yang belum mampu

berbicara dengan menggunakan bhs. Inggris. Ini terbukti ketika Guru

mengajak mereka berkomunikasi dengan bhs.Inggris, banyak dari mereka

yang tidak bisa menanggapi dan tidak paham akan apa yang dijelaskan.

Ketidak mampuan ini diduga karena mereka tidak terbiasa berkomunikasi

dengan bahasa Inggris, metode pengajaran Guru yang kurang tepat, dan

lingkungan mereka yang tidak mendukung.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Guru mata pelaran ini,

didapat informasi bahwa nilai rata-rata bhs.Inggris siswa kelas IX belum

mencapai standar nilai minimal yang ditentukan. Selain itu banyak siswa yang

belum fasih dalam berkomunisi menggunakan bhs.Inggris. Oleh karena itu,

dari masalah-masalah yang ada di SMP YPI Bintaro, penelitian ini sangat

berguna untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah terdapat masalah-masalah, antara lain :

1. Masih kurangnya motivasi siswa dalam belajar bahasa Inggris.

2. Rendahnya minat berbicara bahasa inggris siswa-siswa di SMP YPI

Bintaro.

3. Rendahnya minat baca siswa-siswi SMP YPI Bintaro.

4. Masih kurangnya kemampuan berbahasa Inggris siswa-siswi kelas IX

SMP YPI Bintaro.


5. Metode pengajaran Guru yang belum terlaksana dengan tepat.

 Batasan Masalah

Dengan adanya beberapa identifikasi masalah, maka peneliti akan fokus

meneliti tentang Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa

Inggris Siswa kelas IX SMP YPI Bintaro Dalam Materi Text Narrative

Melalui Story Telling.

B. Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah

1. Apakah melalui StoryTelling dapat meningkatkan keterampilan berbicara

bahasa inggris siswa dalam materi Text Narrative?

2. Bagaimana StoryTelling dapat meningkatkan keterampilan berbicara

bahasa inggris siswa dalam materi Text Narrative?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi dan dirumuskan, maka tujuan

dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa

Inggris siswa kelas IX SMP YPI Bintaro dalam Materi Text Narrative melalui

Story telling.
D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat bagi Sekolah

Memberikan kontribusi bagi SMP YPI Bintaro terkait dengan inovasi

baru mengenai story telling

b. Manfaat bagi Guru

1. Memberikan masukan atau metode pengajaran yang baru mengenai

mata pelajaran bahasa Inggris melalui story telling.

2. Membantu Guru dalam mengajar di kelas dengan metode yang lebih

mudah dan menarik

c. Manfaat bagi Siswa

Membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berbicara

bhs.Inggris melalui metode yang lebih mudah yaitu Sotry Telling.


BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Keterampilan Berbicara

1. Pengertian berbicara

Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa dalam kehidupan

sehari-hari. Seseorang lebih sering memilih berbicara untuk

berkomunikasi, karena komunikasi lebih efektif jika dilakukan dengan

berbicara. Berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-

hari. Beberapa ahli bahasa telah mendefinisikan pengertian berbicara,

diantaranya sebagai berikut.

Hariyadi dan Zamzami (1996/1997:13) mengatakan berbicara pada

hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi, sebab di dalamnya

terjadi pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Dari pengertian yang sudah

disebutkan dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan suatu proses

untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan ide, pikiran,

gagasan, atau isi hati kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan

yang dapat dipahami oleh orang lain.

Burhan Nurgiyantoro (2001:276) berbicara adalah aktivitas berbahasa

kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah

aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu,


kemudian manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil

berbicara.

2. Hakekat berbicara

Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide,

pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa

lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain

(Depdikbud, 1984/1985:7). Pengertiannya secara khusus banyak

dikemukakan oleh para pakar.

Tarigan (1983:15), misalnya mengemukakan berbicara adalah kemampuan

mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk

mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan

perasaan.

Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi sebab

di dalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain.

Proses komunikasi itu dapat digambarkan dalam bentuk diagram berikut

ini Ahmad Rofi'udin dan Darmayati Zuhdi (2001/2002 : 13).


Gambar.1 Diagram Proses Komunikasi

Dalam proses komunikasi terjadi pemindahan pesan dari komunikator

(pembicara) kepada komunikan (pendengar). Komunikator adalah

seseorang yang memiliki pesan. Pesan yang akan disampaikan kepada

komunikan lebih dahulu diubah ke dalam simbol yang dipahami oleh

kedua belah pihak.

Simbol tersebut memerlukan saluran agar dapat dipindahkan kepada

komunikan. Bahasa lisan adalah alat komunikasi berupa simbol yang

dihasilkan oleh alat ucap manusia. Saluran untuk memindahkannya adalah

udara. Selanjutnya, simbol yang disalurkan lewat udara diterima oleh

komunikan. Karena simbol yang disampaikan itu dipahami oleh

komunikan, ia dapat mengerti pesan yang disampaikan oleh komunikator.


Tahap selanjutnya, komunikan memberikan umpan balik kepada

komunikator. Umpan balik adalah reaksi yang timbul setelah komunikan

memahami pesan. Reaksi dapat berupa jawaban atau tindakan. Dengan

demikian, komunikasi yang berhasil ditandai oleh adanya interaksi antara

komunikator dengan komunikan.

Berbicara sebagai salah satu bentuk komunikasi akan mudah dipahami

dengan cara memperbandingkan diagram komunikasi dengan diagram

peristiwa berbahasa. Brooks (Tarigan, 1983:12) menggambarkan alur

peristiwa bahasa berikut ini.

Gambar. 2 Diagram Alur Peristiwa Bahasa

Berbicara merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-

faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik dan linguistik. Pada saat

berbicara seseorang memanfaatkan faktor fisik, yaitu alat ucap untuk


menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh yang lain seperti kepala,

tangan, dan roman muka pun dimanfaatkan dalam berbicara. Stabilitas

emosi, misalnya tidak saja berpengaruh terhadap kualitas suara yang

dihasilkan oleh alat ucap tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan

bahan pembicaraan.

Berbicara juga tidak terlepas dari faktor neurologis, yaitu jaringan saraf

yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga, dan organ tubuh

lain yang ikut dalam aktivitas berbicara. Demikian pula faktor semantik

yang berhubungan dengan makna, dan faktor linguistik yang berkaitan

dengan struktur bahasa selalu berperan dalam kegiatan berbicara. Bunyi

yang dihasilkan oleh alat ucap dan kata-kata harus disusun menurut aturan

tertentu agar bermakna.

3. Keterampilan Berbicara

Kemampuan berbicara dimiliki oleh semua manusia. Namun ketrampilan

berbicara di depan orang banyak belum tentu dimiliki oleh setiap orang.

Pembicara harus mengembangkan teknik-teknik untuk persiapan, untuk

menyusun struktur pembicaraan, untuk menularkan energo dan semangat,

serta untuk menangkap dan menanggapi minat pendengar. Dasar suatu

pembicaraan yang efektif adalah persiapan yang kompeten. Pada zaman

sekarang ini semua orang dituntut untuk dapat terampil dalam berbicara. (

Bill Scott, 1987:5 )

Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau

pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik
secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh. Moris dalam Novia (2002)

menyatakan bahwa berbicara merupakan alat komunikasi yang alami

antara anggota masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan sebagai

sebuah bentuk tingkah laku sosial. Sedangkan, Wilkin dalam Maulida

(2001) menyatakan bahwa tujuan pengajaran bahasa Inggris dewasa ini

adalah untuk berbicara. Lebih jauh lagi Wilkin dalam Oktarina (2002)

menyatakan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan menyusun

kalimat-kalimat karena komunikasi terjadi melalui kalimat-kalimat untuk

menampilkan perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari masyarakat

yang berbeda.

Komunikasi atau berbicara dalam bentuk diskusi dalam proses belajar

mengajar berlangsung amat efektif, baik antar pengajar dengan pelajar

maupun diantara para pelajar sendiri, sebab mekanismenya

memungkinkan si pelajar terbiasa mengemukakan pendapat secara

argumentative dan dapat mengkaji dirinya, apakah yang telah diketahuinya

benar atau tidak. (Onong Uchjana E, 1994:102)

Menurut aliran komunikatif dan pragmatic, ketrampilan berbicara dan

ketrampilan menyimak berhubungan secara kuat. Ketrampilan berbicara

mensyaratkan adanya pemahaman minimal dari pembicara dalam

membentuk sebuah kalimat. Dalam konteks komunikasi, pembicara

berlaku sebagai pengirim, sedangkan penerima sebagai penerima warta.

Proses pembelajaran berbicara akan menjadi mudah jika peserta didik

terlibat aktif berkomunikasi. Evaluasi ketrampilan berbicara dilakukan


secara berbeda pada setiap jenjangnya. Misalnya pada tingkat Sekolah

Dasar, kemampuan menceritakan, berpidato, dan lain-lain dapat dijadikan

sebagai bentuk evaluasi. (Iskandarwassid, 2006:239)

Tujuan ketrampilan berbicara akan mencakup pencapaian hal-hal berikut :

1. Kemudahan berbicara

Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih

berbicara sampai mereka mengembangkan ketrampilan ini secara

wajar, lancar, dan menyenangkan, baik di dalam kelompok kecil

maupun dihadapan pendengar umum yang lebih besar jumlahnya. Para

peserta didik perlu mengembangkan kepercayaan yang tumbuh melalui

latihan.

2. Kejelasan

Dalam hal ini peserta didik berbicara dengan tepat dan jelas, baik

artikulasi maupun diksi kalimat-kalimatnya. Gagasan yang diucapkan

harus tersusun dengan baik. Dengan latihan berdiskusi yang mengatur

cara berfikir yang logis dan jelas, kejelasan berbicara tersebut dapat

dicapai.

3. Bertanggung Jawab

Latihan berbicara yang bagus menekankan pembicara untuk

bertanggung jawab agar berbicara secara tepat, dan dipikirkan dengan

sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi topik pembicaraan,

tujuan pembicaraan, siapa yang diajak bicara, dan bagaimana situasi

pembicaraan serta momentumnya. Latihan demikian akan


menghindarkan peserta didik dari berbicara yang tidak bertanggung

jawab atau bersilat lidah yang mengelabui kebenaran.

4. Membentuk Pendengaran yang Kritis

Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan keterampilan

menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan utama program

ini. Disini peserta didik perlu belajar untuk dapat mengevaluasi kata-

kata, niat, tujuan pembicara yang secara emplisit mengajukan

pertanyaan : (1) Siapakah yang berkata, (2) mengapa ia berkata

demikian, (3) apa tujuannya, (4) apa kewenangannya ia berkata begitu?

5. Membentuk kebiasaan

Kebiasaan berbicara tidak dapat dicapai tanpa adanya kebiasaan

berinteraksi dalam bahasa yang dipelajari atau bahkan dalam bahasa

ibu. Faktor ini demikian penting daam membentuk kebiasaan berbicara

dalam perilaku seseorang.

Tujuan ketrampilan berbicara diatas dapat dicapai jika program,

pengajaran dilandasi prinsip-prinsip yang relevan dan pola KBM yang

membuat para peserta didik secara aktif mengalami kegiatan berbicara.

Biasanya, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh pengajar dan peserta didik

adalah:

1) Distorsi fonem sebagai masalah artikulasi

2) Masalah gagap yang lebih bersifat individual

3) Pengacauan artikulasi kata-kata karena terlalu cepat keluarnya


4) Kesulitan pendengaran yang bisa disebabkan oelh suara terlalu keras

atau terlalu lembut

5) Masalah lain yang menyimpang dari garis formal kegiatan

(Iskandarwassid, 2011:243)

B. Story Telling

Menurut Echols (1975) storytelling terdiri atas dua kata, yaitu story berarti

cerita dan telling berarti penceritaan.” Penggabungan dua kata storytelling

berarti penceritaan cerita atau menceritakan cerita. Sedangkan menurut Malan

(1991), storytelling disebut juga bercerita atau mendongeng. Mendongeng

adalah bercerita berdasarkan tradisi lisan. Storytelling merupakan usaha yang

dilakukan oleh pendongeng dalam menyampaikan isi perasaan, buah pikiran

atau sebuah cerita kepada anak-anak secara lisan. Storytelling sangat

bermanfaat sekali bagi guru seperti yang dikemukakan oleh Loban (1972:521)

menyatakan bahwa storytelling dapat menjadi motivasi

untuk mengembangkan daya kesadaran, memperluas imajinasi anak, orang tua

atau menggiatkan kegiatan storytelling pada berbagai kesempatan.

Kegiatan story telling dapat memperbaiki daya nalar anak dan memperluas

komunikasi anak dengan orang dewasa, anak dengan temannya atau anak itu

sendiri. Morrow dalam Tompkins (2005:15) menyatakan bahwa

storytelling dapat memberi kesenangan dan merangsang imajinasi anak.

Menurut Bachrudin (2008:15) melalui keterlibatan dengan dongeng (virtual

reality), anak akan tergaet masuk kedalam rangkaian kejadian dan pertarungan

nasib tokoh cerita (plot). Dengan berbekal emosi, intelegensi dan daya
imajinasi anak, mereka akan turut mengalami kejadian dalamcerita itu.

Berdasarkan pernyataan di atas bahwa storytelling dapat memberi kesenangan,

kegembiraan, kemakmuran, mengembangkan daya imajinasi, memberikan

pengalaman baru, mengembangkan wawasan anak dan menurunkan warisan

budayadari generasi satu kegenerasi berikutnya. Hal yang paling utama,

bahwa storytelling dapat memperkaya wawasan yang dimiliki anak

berkembang dan menjadi perilakuinsani, yang mempertimbangkan tentang

baik dan buruknya tindakan yang dilakukan.

Storytelling adalah seni bercerita yang lebih tinggi dan memerlukan banyak

berlatih sebagai salah satu kegiatan seni bercerita. Storytelling adalah kegiatan

aktivitas yang bermanfaat dalam pembelajaran. Storytelling dapat

menumbuhkan motivasi untuk menyimak cerita atau bercerita (Muh-Nur

Mustakim, 2005:175). Kegiatan storytelling dapat dilakukan oleh anak-anak

dengan tujuan memperbaiki 20 keterampilan komunikasi menyongsong

pertumbuhan imajinasi anak, memotivasianak untuk mengisahkan cerita yang

dialaminya, dan memberi hiburan pada anak.

Menurut Saxby (1991:5-10), manfaat mendongeng bagi anak terbentang luas

mulai dari dukunganterhadap pertumbuhan berbagai pengalaman, perasaan,

emosi, bahasa, perkembangankognitif, sosial, estetis, spritual, eksplorasi dan

penemuan. Manfaat dari Storytelling memberi kesenangan,

kenikmatan,mengembangkan daya imajinasi anak, memberikan pengalaman


baru,mengembangkan wawasan anak, menurunkan warisan budaya dari

generasi satu ke generasi berikutnya.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran Bahasa Inggris dilakukan dengan metode ceramah, tanya

jawab, dan penugasan baik secara individu maupun kelompok. Pembelajaran

bahasa inggris tersebut bersifat membosankan, tidak menarik, dan

menyebabkan siswa mengantuk, tidak berminat untuk aktif dalam proses

pembelajaran. Siswa malas bertanya, malas mengerjakan tugas, dan malas

mendengarkan penjelasan guru. Penugasan untuk dikerjakan di rumah juga

banyak yang tidak diselesaikan sendiri. Selama proses pembelajaran siswa

lebih banyak pasif. Kondisi tersebut menunjukkan siswa kurang berminat

dalam mengikuti pembelajaran bahasa inggris.

Oleh karena itu diperlukan perubahan proses pembelajaran untuk lebih

meningkatkan minat siswa dan mengurangi keengganan siswa dalam belajar

Bahasa inggris. Pembelajaran bahasa inggris dapat dilakukan dengan

menerapkan model pembelajaran storytelling . Proses ini lebih menyenangkan

dan lebih menarik minat siswa untuk berpartisipasi dalam proses

pembelajaran, dan siswa lebih dapat memahami materi tersebut. Siswa lebih

aktif dalam proses pembelajaran, siswa lebih banyak berpartisipasi dalam

proses pembelajaran, mendiskusikan materi dengan teman sebangku, berlatih,


dan mempraktikkan di depan kelas. Pada akhirnya hal tersebut dapat

meningkatkan minat belajar Bahasa Inggris.

D. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan adalah sebagai berikut:

1. Jika menerapkan pembelajaran melalui Storytelling, maka dapat

meningkatkan keterampilan berbicara mata pelajaran Bahasa Inggris

pada siswa kelas IX di SMP YPI Bintaro – Jakarta Tahun pelajaran

2019/2020.

2. Jika menerapkan pembelajaran melalui Storytelling, maka dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa mata pelajaran Bahasa Inggris

pada siswa kelas IX di SMP YPI Bintaro – Jakarta Tahun pelajaran

2019/2020.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Seting Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP YPI Bintaro, di kelas IX pada semester

ganjil bulan Oktober sampai November 2019 tahun pelajaran 2019/2020.

2. Siklus Penelitian

Sikulus pada penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) kali tahap siklus yang

di laksanakan pada semester ganjil pada bulan Oktober sampai November

2019 tahun pelajaran 2019/2020.

3. Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas IX SMP YPI

Bintaro. Sedangkan objek dari penelitian ini adalah penerapan storytelling,

untuk meningkatkan kemampuan berbicara bhs. Inggris siswa.

B. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action

research), bersifat partisipan. Madsudnya yaitu bahwa orang yang akan

melakukan tindakan harus juga terlibat dalam proses penelitian dari awal.

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan model penelitian tindakan yang

dikemukakan oleh Kemmis dan Teggart (Suwarsih Madya,1994:27)

Adapun proses penelitian tindakan model kemmis dan teggart adalah


1. Perencanaan pertama

2. Tindakan pertama

3. Pengamatan pertama (Observe 1)

4. Refleksi pertama

5. Revisi terhadap perencanaan pertama

6. Tindakan kedua (Observe 2)

7. refleksi kedua

C. Prosedur Penelitian

1) Tahapan Penelitian Siklus I

a. Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan rencana pelaksanaan

program model pembelajaran storytelling :

1) Melakukan izin terhadap pihak Sekolah dan Guru mata pelajaran

terkait untuk menerapkan model storytelling dalam mata

pelajaran bhs. Inggris

2) Peneliti melakukan wawancara terhadap Guru bhs.Inggris dan

para siswa

3) Peneliti berkoordinasi dengan Guru bhs.Inggris kelas IX terkait

dengan tempat dan waktu penelitian

4) Peneliti menyiapkan tema atau topik untuk diterapkan

dalam storytelling nanti


5) Peneliti melakukan koordinasi dengan kolaborator, yaitu Guru

pengampu mata pelajaran bhs.Inggris kelas IX terkait dengan

tema dan bagaimana pelaksanaan model storytelling nanti pada

saat KBM berlangsung

6) Peneliti menyiapkan lembar pedoman observasi dan wawancara

yang dibutuhkan dalam penelitian

b. Tindakan

Pelaksanaan tindakan pada siklus pertama dilakukan dalam 2 kali

pertemuan, yaitu setiap 1 minggu sekali. Tahap tindakan dilakukan

oleh Guru bhs.Inggris bersama peneliti dalam menerapkan model

pembelajaran storytelling. Adapun tindakan yang dilakukan pada tiap

siklus yaitu:

1) Pendahuluan

Guru memberikan penjelasan mengenai apaitu model

pembelajaran storytelling. Dan juga membagi semua siswa

dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5orang setiap

kelompok. Setelah itu, Guru memberikan masing-masing

kelompok tersebut dengan tema yang sudah disiapkan oleh

Guru bersama peneliti.

2) Kegiatan inti

Setelah siswa terbagi dalam kelompok-kelompok kecil dan

sudah mendapatkan tema, maka mereka menyusun atau


membuat sebuah cerita yang terkait dengan tema yang telah

diberikan, minimal satu paragraf yang terdiri dari lima kalimat.

Sebagai contoh tema bencana gempa bumi, maka mereka harus

membuat cerita yang berkaitan dengan gempa bumi. Setelah

menyusun cerita, masing-masing anggota kelompok

menceritakan cerita kelompok mereka di depan kelas

perkalimat atau per paragraph sesuai dengan jumlah kalimat

atau paragraph yang mereka buat. Seusai mereka bercerita

didepan kelas, Guru memberikan masukan bagi mereka. Dalam

tahap ini, peneliti berfungsi sebagai pengamat aktivitas dan

melakukan wawancara.

3) Penutup

Guru memberikan apresiasi bagi kelompok yang baik dari segi

cerita dan cara penyampaian cerita mereka di depan kelas

dinilai paling baik.

a) Observasi

Observasi dilakukan selama pelaksanaan tindakan dengan

menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan dan

mencatat kejadian-kejadian yang tidak terdapat dalam

lembar obseravasi dengan membuat lembar catatan

lapangan (field note). Hal-hal yang diamati selama

pelaksanaan tindakan adalah aktivitas selama model

pembelajaran storytelling dilaksanakan. Selain itu


dilaksanakan juga wawancara dengan menggunakan

pedoman wawancara. Wawancara dilaksanakan pada siswa-

siswi yang mengikuti model pembelajaran storytelling

sesudah pelaksanaan tindakan.

b) Refleksi

Pada tahap ini peneliti bersama Guru melakukan evaluasi

dari pelaksanaan tindakan pada siklus I, meliputi analisis,

sintesis, pemaknaan, penjelasan, dan penyimpulan data dan

informasi yang berhasil dikumpulkan. Data dan informasi

tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan

perencanaan pelaksanaan metode pembelajaran storytelling

pada siklus berikutnya. Jika hasil yang diharapkan belum

tercapai maka dilakukan perbaikan dan dilakukan pada

siklus kedua. Siklus selanjutnya dilakukan, apabila para

siswa belum menunjukkan beberapa karakter yang menjadi

indikator lancar berbahas inggris. Apabila dalam tindakan

siklus pertama hasil tersebut sudah tercapai maka siklus

kedua akan tetap dilaksanakan untuk membuktikan bahwa

hasil tersebut bukan sebuah kebetulan, tetapi merupakan

hasil dari penerapan model pembelajaran Storytelling.


2. Tahapan Penelitian Siklus II

Rencana tindakan siklus II dimaksudkan sebagai hasil refleksi dan

perbaikan terhadap pelaksanaan program pada siklus I. Tahapan tindakan

pada siklus II mengikuti tahapan tindakan siklus I.

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

1. Teknik

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

1) Observasi

Dalam penelitian ini terdapat dua pedoman observasi yaitu observasi

untuk keaktifan mahasiswa dan lembar observasi pelaksanaan model

pembelajaran storytelling. Lembar observasi untuk siswa berupa

lembar observasi penilaian kinerja (proses) dan lembar observasi

aktifitas belajar siswa. Sedangkan lembar observasi pelaksanaan

program adalah lembar observasi yang digunakan untuk mengamati

pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh Guru dan peneliti.

2) Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara bertanya kepada Guru pengampu

mata pelajaran bhs.Inggris dan para siswa mengenai pelaksanaan

storytelling di kelas dalam rangka meningkatkan kemampuan

berbicara bhs.Inggris.
3) Dokumentasi

Dokumentasi diperoleh dari hasil lembar observasi, lembar

wawancara, catatan lapangan, daftar mahasiswa dan foto-foto selama

program berjalan.

2. Alat Pengumpulan Data

1) Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen karena peneliti

sekaligus sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis

data, dan menjadi pelapor penelitian

2) Lembar Observasi

Metode observasi dilakukan untuk mengamati suasana kelas tempat

berlangsungnya pembelajaran. Mengamati antusias siswa dalam

mengikuti model pembelajaran storytelling di kelas.

3) Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara ini digunakan untuk mengetahui respon atau

tanggapan Guru dan siswa mengenai model pembelajaran storytelling

dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara bhs. Inggris siswa.

4) Dokumentasi

Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah rencana

pelaksanaan pembelajaran program, daftar nama dan nilai berbicara

siswa pada mata pelajaran bhs.Inggis, dokumen mengenai model

pembelajaran yang diterapkan oleh Guru sebelumnya, dan


dokumentasi selama pelaksanaan model pembelajaran storytelling

berjalan.

5) Catatan Lapangan

Metode catatan lapangan dipergunakan untuk mencatat suasana kelas

pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang dicatat

meliputi :

a) Keaktifan siswa pada proses pembelajaran

b) Aktifitas guru dalam menerapkan metode pembelajaran

storytelling

E. Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan adalah reduksi data yaitu kegiatan

pemilihan data, penyederhanaan data serta transfomasi dari hasil catatan

lapangan. Penyajian data berupa sekumpulan informasi dalam bentuk tes

naratif yang disusun, diatur dan diringkas sehingga mudah dipahami. Hal ini

dilakukan secara bertahap kemudian dilakukan penyimpulan dengan cara

diskusi bersama mitra kolaborasi. Untuk menjamin pemantapan dan

kebenaran data yang dikumpulkan dan dicatat dalam penelitian digunakan

triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang

bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber

data yang telah ada.


F. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah:

1. Pemahaman Bahasa Inggris siswa berdasarkan tes akhir siklus dikatakan

meningkat apabila dalam proses pembelajaran terlihat adanya peningkatan

jumlah siswa yang tuntas pemahaman dari siklus 1 ke siklus berikutnya

dengan kriteria 75% dari total siswa dalam kelas, tuntas minimal pada

tingkat 3 atau memuaskan dengan sedikit kekurangan.

2. Aktivitas belajar siswa di katakan meningkat apabila dalam proses

pembelajaran terlihat adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dari

minimum aktivitas belajar siswa berkategori aktif atau baik.

3. Prosentase hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 ke

siklus berikutnya dengan Kriteria ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 75


DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Onong.1994.Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.Bandung:PT Remaja

Rosdakarya.

Wassid, Iskandar.2011.Strategi pembelajaran bahasa.Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Ahmad Asep hidayat. 2006. Filsafat bahasa

mengungkapkan hakikat bahasa, makna, dan tanda.Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Wiriatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosdakarya

http://lembagabahasa.com/language/definisi-bahasa , diunduh tanggal 1 Desember 2012

http://id.scribd.com/doc/87122057/2/kajian-teori-metode-storytelling-dengan-media-

panggung, diunduh tanggal 3 Desember 2012

https://www.ef.co.id/epi/
LAMPIRAN-LAMPIRAN:

Lampiran 1: Jadwal Penelitian

Oktober November
No Tahap Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4

1 Perencanaan pertama 

2 Tindakan pertama 

3 Pengamatan pertama (Observe 1) 

4 Refleksi pertama 

5 Revisi terhadap perencanaan pertama 

6 Tindakan kedua (Observe 2) 

7 refleksi kedua 
Lampiran 2: Rencana Pembiayaan

Anda mungkin juga menyukai