Anda di halaman 1dari 29

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM

PEMBELAJARAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN


METODE ROLE PLAYING DI KELAS V SDN 1
WANGUNJAYA KECAMATAN CIGEMBLONG KABUPATEN
LEBAK

NAMA : PEPEN SUPENDI


NIM : 825543856

E-mail :

Abstrak.

Kata Kunci: bahasa Indonesia, metode model Role Playing

Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor


diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar,
karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan
kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan
guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting
dan diharapkan guru memiliki cara/model mengajar yang baik dan mampu
memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata
pelajaran yang akan disampaikan.
Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a)
Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya
pembelajaran model Role Playing? (b) Bagaimanakah pengaruh metode
pembelajaran model Role Playing terhadap motivasi belajar siswa? Tujuan dari
penelitian tindakan ini adalah: (a) Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar
siswa setelah diterapkannya pembelajaran model Role Playing. (b) Ingin
mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkannya metode
pembelajaran model Role Playing.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)
sebanyak dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tiga tahapan yaitu: rancangan,
kegiatan dan pengamatan, dan refleksi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas
V SDN 1 Wangunjaya, Kecamatan Cigemblong, Kabupaten Lebak. Data yang
diperoleh berupa hasil pengamatan kinerja siswa, lembar observasi kegiatan
belajar mengajar. Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa
mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu, nilai rata-rata kelas naik
dari siklus I (70.67), siklus II menjadi 86. Demikian juga dengan prosentase
ketuntasa pembelajaran dari siklus 1 (58.83%) pada siklus 2 naik drastic
mencapai (100%)..
Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode model Role Playing dapat
meningkatkan prestasi dan motivasi belajar Siswa Kelas V SDN 1 Wangunjaya
Kecamatan Cigemblong, serta metode pembelajaran ini dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif pembelajaran bahasa Indonesia.

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Negara Indonesia terdiri dari berbagai suku yang tinggal di beberapa
pulau. Negara Indonesia memiliki bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat penting kedudukannya
dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, Bahasa Indonesia dijadikan
sebagai bahasa pengamtar dalam melakukan pembelajaran, dan diajarkan
sejak kelas 1. Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yang dijadikan status
sebagai bahasa persatuan sangat penting untuk diajarkan sejak anak-anak.
Bahasa Indonesia tidak akan terlepas dari kebudayaan bangsa Indonesia
karena bahasa Indonesia dijadikan alat berkomunikasi dengan berbagai suku
di tanah air. Bahasa Indonesia memang diajarkan sejak anak-anak, tetapi
model pengajaran yang baik dan benar tidak banyak dilakukan oleh seorang
pengajar. Metode pengajaran bahasa Indonesia tidak dapat menggunakan satu
metode karena bahasa Indonesia sendiri yang bersifat dinamis. Bahasa sendiri
bukan sebagai ilmu tetapi sebagai keterampilan sehingga penggunaan metode
yang tepat perlu dilakukan.
Pada pembelajaran Bahasa Indonesia di tingkat sekolah dasar/ madrasah
ibtidaiyah sangat mengandalkan penggunaan metode-metode yang aplikatif
dan menarik. Pembelajaran yang menarik akan memikat anak-anak untuk
terus dan betah mempelajari Bahasa Indonesia sebagai bahasa ke-2 setelah
bahasa ibu. Apabila siswa sudah tertarik dengan pembelajaran maka akan
dengan mudah meningkatkan prestasi siswa dalam bidang bahasa. Di
sebagian siswa, pembelajaran Bahasa Indonesia sangat membosankan karena
mereka sudah merasa bisa dan penyampaian materi yang kurang menarik
sehingga secara tidak langsung siswa menjadi lemah dalam penangkapan
materi tersebut. Penulis sebagai guru Bahasa Indonesia sangat merasakan
problem pembelajaran yang terjadi selama ini.
Penulis juga menemui kasus serupa di tempat bertugas yang berada di
daerah terpencil, dan sangat kurang sekali penggunaan Bahasa Indonesia

2
yang baik dan benar. Oleh sebab itu, penulis berusaha melakukan perubahan-
perubahan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di dalam kelas. Salah satu
perubahan yang dilakukan dengan menggunakan metode role play dalam
standart kompetensi berbicara. Dalam pembelajaran Menceritakan
Kegemaran, dapat dilakukan dengan menggunakan metode role play sehingga
menjadikan siswa lebih aktif. Metode role play memahami bahasa sebagai
keterampilan berbicara secara langsung dengan berdasarkan kehidupan siswa
dalam masayarakat. Metode role play sangat cocok diterapkan ketika
pengajar melakukan pembelajaran berbicara dengan dibantu dengan kartu
peran.
Pertama-tama, siswa dibagi dua kelompok dengan jumlah yang sama.
Sebelumnya pengajar menyediakan kartu peran dua macam yang berbeda
warna sebanyak jumlah siswa. Dalam kartu peran tersebut sudah diberi tanda
atau tulisan siapa yang menjadi lawan bicaranya. Siswa yang lain mencari
pasangan bicaranya. Setelah menemukan, siswa yang mencari tersebut
berusaha untuk mengorek keterangan tentang kegemarannya dengan
menggunakan pertanyaan yang sudah disediakan di kartu perannya (boleh
ditambah sendiri), tetapi siswa yang diajak bicara diberi tahu supaya jangan
menjawab secara langsung kegemaran dirinya. Dengan kegiatan ini, siswa
saling berusaha untuk mencari dan memainkan strategi untuk mengetahui
kegemaran teman bicaranya. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian.
Setelah selesai melakukan kegiatan tersebut, pengajar memberikan
pengarahan sekaligus bertanya jawab tentang kegiatan yang sudah dilakukan.
Siswa yang dapat mengetahui kegemaran lawan bicaranya diberi
penghargaan.
Berdasarkan uraian di atas, judul yang diambil oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah “Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam
Pembelajaran Berbicara Melalui Penerapan Metode Role Playing di Kelas V
SDN 1 Wangunjaya Kecamatan Cigemblong Kabupaten Lebak Tahun
Pelajaran 2015/2016”
.

3
1. Identifikasi Masalah.
Sebagaimana diuraikan diatas penulis adalah guru yang bertugas di
daerah yang cukup terpencil, dimana bahasa Indonesia dipandang sebagai
bahasa yang cukup asing di kalangan masyarakat. Bahkan ada beberapa
dari masyarakat sekitar sekolah yang sma sekali tidak mengerti bahasa
Indonesia terutama kalangan masyarakat yang sudah cukup usia. Dengan
demikian bahasa pengantar yang digunakan di kelas-kelas rendah harus
lebih banyak menggunakan bahasa daerah agar pesan pembelajaran yang
disampaikan dapat diterima oleh para siswa.
Pada suatu pembelajaran bahasa Indonesia yang dilakukan dalam
standar kompetensi Berbicara “Memberikan informasi dan tanggapan
secara lisan”, sebagian besar siswa tidak mampu melakukanya. Mereka
menunjukan sikap yang malu-malu, sehingga pembelajaranpun menjadi
sangat pasif. Penilaian pembelajaran ini dilakukan dalam bentuk unjuk
kerja dengan mengunakan lembar pengamatan, dan dilakukan selama
kegiatan
Data hasil penilaian yang diperoleh melalui lembar pengamatan
unjuk kerja (tes perbuatan) menghasilkan data; dari 12 orang siswa kelas
V, hanya ada 5 orang yang dapat melakukan peran dengan baik dengan
nilai akhir mencapai 75. Sedangkan sisanya masih perlu pembinaan lebih
lanjut. Berdasarkan hasil identikasi masalah menunjukan bahwa selama
pembelajaran berlangsung;
- Siswa kurang tertarik dengan pelajaran berbicara.
- Siswa masih menganggap bahwa pembelajaran berbicara tidak
penting.
- Siswa merasa malu untuk mengungkapkan pikiran dan perasaanya
kepada guru.
Untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan analisis terhadap
penyebab permasalahanya.

4
2. Analisis Masalah.
Dari hasil analisis permasalahan tersebut di atas timbul diakibatkan
oleh beberapa factor yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan
khusus dari guru dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Indonesia
khususnya dalam pembelajaran berbicara.
Masalah-masalah di atas muncul akibat dari;
- Kurangnya motivasi belajar siswa terhadap pembelajaran berbicara.
- Guru tidak memberikan penjelasan tentang pentingnya melatih
kemampuan berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
- Metode yang digunakan guru masih konvensional, tidak mampu
merangsang semangat siswa dalam pembelajaran berbicara.

3. Alternative dan Prioritas Pemecahan Masalah.


Untuk mengatasi masalah di atas penulis sebagai guru berusaha
mencarikan solusi untuk mengatasinya. Solusi dimaksudkan sebagai
jalan keluar, bagaimana agar pembelajaran bahasa Indonesia khususnya
pembelajaran berbicara bisa berjalan dengan efektif mencapai tujuan
yang diharapkan.
Penulis mulai berkonsultasi dengan kepala sekolah dan rekan-rekan
guru satu sekolah, kemudian mencari referensi yang dapat dijadikan
sebagai alternative pemecahan masalah pembelajaran. Karena masalah
tersebut diakibatkan oleh kurang kreatifnya guru dalam menggunakan
metode pembelajaran, maka sebagai alternative yang dijadikan prioritas
pemecahan masalah adalah mencoba melakukan penelitian perbaikan
pembelajaran dengan menggunakan metode Role Playing (kartu peran)
pada pembelajaran berbicara.

B. Rumusan Masalah.
Dengan dipilihnya alternative pemecahan masalah melalui kegiatan
penelitian perbaikan pembelajaran dengan penggunaan metoda role playing,
maka perlu juga dirumuskan rumusan masalahnya.

5
Adapun rumusan masalah yang dibuat disesuaikan dengan latar
belakan dan alternative pemecahan yang diambil, yaitu seperti berikut;
1. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siwa kelas V SDN 1
Wangunjaya dengan diterapkannya metode Role Playing?
2. Bagaimanakah pengaruh metode Role Playing terhadap motivasi belajar
siswa kelas V SDN 1 Wangunjaya?

C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran.


Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian perbakan pembelajaran
ini bertujuan untuk:
- Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran
berbicara setelah diterapkannya pembelajaran model Role Playing.
- Ingin mengetahui pengaruh pembelajaran model Role Playing terhadap
motivasi belajar siswa kelas V SDN 1 Wangunjaya.
.
D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Penulis mengharapkan dengan hasil penelitian perbaikan pembelajaran
ini dapat:
- Memberikan informasi tentang metode pembelajaran yang sesuai dengan
pembelajaran berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia.
- Meningkatkan motivasi pada pelajaran bahasa Indonesia
- Mengembangkan metode pembelajaran yang sesuai dengan mata
pelajaran bahasa Indonesia.
Secara lebih khusus kegiatan penelitian perbaikan pembelajaran ini
diharapkan dapat memberikan manfaat;
a) Bagi Siswa
- Memberikan kesempatan belajar dalam mengngkapkan pikiran dan
perasaannya secara lisan.
- Memberikan latihan berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia
yang baik.

6
- Memperbaiki prestasi belajar bagi siswa yang belum mencapai
ketuntasan minimal.
b) Bagi Guru
- Meningkakan profesionalisme.
- Meningkatkan kreatifitas.
- Menanamkan sikap kerja keras.
- Bahan masukan bagi guru yang lain.
c) Bagi Sekolah
- Meningkatkan layanan mutu.
- Meningkatkan Standar Kompetensi Lulusan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran.
Belajar tidak akan pernah lepas dari manusia karena pada hakikatnya
belajar dilakukan manusia sepanjang hayatnya atau sekurang-kurangnya dia
terus belajar walaupun sudah lulus sekolah. Di era globalisasi dewasa ini
yang mana situasi lingkungan terus berubah seiring dengan pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kearah yang lebih modern,
belajar menjadi suatu kebutuhan yang penting.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks.
Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami, dilakukan dan dihayati oleh
siswa itu sendiri, dimana siswa adalah penentu terjadi atau tidaknya proses
belajar, proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di
lingkungan baik itu berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-
tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar (Dimyati &
Mudjiono,1997:7).
Pada abad sekarang ini banyak teori-teori belajar yang dikemukakan
oleh para ahli, berikut ini akan dikemukakan beberapa teori belajar,
pengertian belajar menurut pandangan teori behavioristik belajar adalah

7
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus
dan respon, seorang siswa dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat
menunjukkan perubahan tingkah lakunya (Budiningsih, 2005:20). Teori
kognitif mendefinisikan belajar sebagai perubahan persepsi dan pemahaman
yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak sehingga
dapat diasumsikan bahwa proses belajar akan belajar dengan baik jika materi
pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki seseorang (Budiningsih, 2005:51).
Pandangan konstruktivistik memandang belajar merupakan usaha
pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan
akomodasi yang menuju pada struktur kognitifnya, belajar merupakan suatu
proses pembentukan pengetahuan yang mana pembentukan ini harus
dilakukan oleh si pembelajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif
berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang
dipelajari sehingga guru harus dapat menata lingkungan yang memberi
peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun pada akhirnya yang paling
menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat siswa itu sendiri atau
dengan istilah lain kendali belajar sepenuhnya ada pada diri siswa
(Budiningsih, 2005:58).
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan ciri-ciri
kegiatan belajar adalah:
a. Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu
pembelajar
b. Perubahan itu tidak harus segera nampak setelah proses belajar tetapi
dapat tampak pada kesempatan yang akan dating
c. Perubahan itu pada intinya adalah didapatkannya kecakapan baru
d. Perubahan itu terjadi karena usaha dengan sengaja
Sedangkan pembelajaran menurut Gagne (dalam Saputra, dkk,
2003:31) pembelajaran adalah ”seperangkat peristiwa yang diciptakan dan
dirancang untuk mendorong, menggiatkan, dan mendukung belajar siswa.”

8
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta
didik dan lingkungannya sehingga terjadi perubahan tingkah laku kearah yang
lebih baik, dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang
mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari individu maupun
faktor eksternal yang datang dari lingkungan sekitarnya. Dalam
pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan
lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan tingkah laku.
Pembelajaran memuat dua proses kegiatan yaitu kegiatan guru dan
kegiatan siswa. Kegiatan siswa adalah melakukan kegiatan belajar.
Sedangkan kegiatan guru adalah melakukan proses dan menjadikan siswa
belajar.
Saputra, dkk, 2003:5 menyebutkan bahwa: Pembelajaran adalah
tindakan yang dirancang untuk menghasilkan terjadinya proses belajar.
Dimasa lampau peranan guru yang utama adalah penyebar informasi.
Tindakan pembelajaran yang dilakukan guru antara lain adalah berceramah
kepada sejumlah anak dikelas, memelihara disiplin kelas, dan mengevaluasi
tiap-tiap siswa secara hati-hati melalui tanya jawab atau tes, tetapi seiring
dengan perkembangan pengetahuan dan semakin kompleksnya pengetahuan
manusia sekarang ini. Tindak pembelajaran yang diperankan guru tidak
sekedar sebagai penyebar informasi tetapi juga memegang berbagai peran
antara lain sebagai fasilitator, orang sumber, organisator, moderator maupun
evaluator
Dalam menciptakan kondisi belajar guru menggunakan berbagai
macam metode dan strategi, salah satunya adalah dengan pendekatan model
pembelajaran role playing, sehingga dengan menggunakan metode
pembelajaran siswa dapat dengan mudah memahami materi-materi yang
diberikan oleh guru dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
B. Pengertian Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa Latin communication yang berakar
dari kata communis. Artinya adalah sama makna mengenai sesuatu hal.
Dengan kata lain, sesuatu peristiwa komunikasi akan berlangsung apabila

9
orang – orang yang terlibat didalmnya memiliki kesamaan persepsinya atau
makna mengenai sesuatu hal yang dikomunikasikan.
Sebagai sebuah istilah, komunikasi dapat diartikan sebagai
penyampaian dan penerimaan pesan atau informasi di antara dua orang atau
lebih dengan menggunakan simbol verbal (bahasa) dan noverbal. Dengan
demikian, mengajar, berpidato, memberi isyarat, menulis surat, membaca
berita, dan melihat tayangan telivisi, semuannya itu dapat disebut
komunikasi. Pendeknya segala proses kegiatan antara dua orang atau lebih
untuk berbagi informasi, ide, dan perasaan, disebut komunikasi (Hybels dan
Weaver,1992).
C. Karakteristik Komunikasi.
1. Komunikasi itu unik
Unik dalam konteks ini mengacu kepada dua hal. Pertama, setiap orang
memiliki kebiasaan dan kebutuhan yang relatif berbeda ketika berkomunikasi.
Kebiasaaan itu dibentuk dari pengetahuan, pengalaman, potensi, serta
karakter seseorang. Adapun kebutuhan datangnya dari tujuan dan harapan
yang timbul dari diri sesorang ketika berkomunikasi. Termasuk dalam
kebutuhan adalah keinginan untuk diakui, dihibur, diberi ide atau informasi,
didukung dan dimotivasi, dan sebagainya.
2. Komunikasi itu Proses yang Dinamis
Sebagai suatu proses, komunikasi adalah suatu aktivitas yang selalu
berubah, terus menerus, tak pernah benar-benar tuntas, dan selalu tak jelas
awal dan akhirnya. Peristiwa yang dialami sebelumnya sekalipun tak disadari
mempengaruhi komunikasi yang terjadi saat itu. Peristiwa komunikasi saat ini
akan mempengaruhi peristiwa dan komunikasi yang akan datang. Proses ini
disebut dinamis karena semua faktor yang terlibat dalam komunikasi, orang,
latar (tempat dan waktu), peristiwa, perilaku, media secara terus menerus
berinteraksi.
Penulis masih ingat di era sebelum tahun dua ribuan wartel merupakan
tempat yang banyak diserbu orang, sebab pada waktu itu alat komunikasi
yang paling cepat dan tepat adalah melalui pesawat telepon, namun seiring

10
dengan perkembangan alat komunikasi yang semakin modern dengan adanya
telepon genggam (hand phone), maka tidak ada lagi wartel yang bertahan,
karena semua orang menggunakan hand phone.
3. Komunikasi itu terikat konteks
Yang dimaksud konteks disini adalah segala sesuatu yang melingkupi
komunikasi. Termasuk didalamnya adalah situasi komunikasi, tradisi, atau
adat istiadat, dan budaya masyarakat. Ketidak berhasilan komunikasi dapat
terjadi karena para pelaku komunikasi tidak memahami dengan baik hal-hal
tersebut. Wujudnya dapat berupa kesalahpahaman atau ketersinggungan yang
dapat ketidaksampaian pesan yang disebut sebagai miskomunikasi.
4. Komunikasi itu simbolik
Kesimbolikan itu karena pada dasarnya manusia berpikir dan berlaku
simbolis. Simbol atau lambang merupakan sesuatu yang digunakan dan
dianggap mewakili sesuatu hal yang disepaki pemakainya. Mengapa perlu
simbol? Dengan simbol, manusia dapat berkomunikasi untuk
mengungkapkan berbagai hal secara tak terbatas. Kadang apa yang kita
bicarakan/komunikasikan tidak ingin diketahui orang laian yang tidak
berkepentingan, karena itulah diperlukan symbol dalam berkomunikasi.
5. Komunikasi merupakan suatu transaksi
Sebagai suatu transaksi, didalam komunikasi terjadi proses kegiatan
menyampaikan dan menerima pesan. Di situ ada orang atau pihak yang
berperan sebagai penyampai dan penerima pesan. Masing-masing pasti
memiliki kepribadian, pengalaman, suasana hati, kesan, dan harapan yang
tidak selalu sama. Selain itu, para pelaku komunikasi memainkan peran
tertentu. Apa yang kita perankan ditentukan oleh masyarakat (norma sosial),
hubungan antar pribadi, serta aturan yang mengendalikan segala sesuatu dari
pemilihan kata sampai dengan bahasa tubuh.
D. Proses Komunikasi.
1. Penyandian atau pengkodean

11
Penyandian adalah suatu aktivitas mental yang dilakukan komunikator
atau penyampaian pesan untuk memilih dan menyusun lambang yang sesuai
untuk memuat pesan yang akan dikomunikasikannya.
Komunikator bisa menggunakan berbagai cara untuk menyampaikan
pesan pada lawan komunikasinya. Pada dasarnya bahasa adalah kode dalam
bentuk bunyi, demikian juga dengan tulisan, bahkan dalam bentuk isyarat
yang digunakan secara khusus, sehingga orang yang tuna wicara sekalipun
bisa berkomunikasi.
2. Pengiriman kode
Pengiriman kode yaitu penyampaian pesan melalui lambang verbal atau
non verbal sebagai saluran atau sarana komunikasi. Kegiatan ini dapat kita
amati dalam bentuk berbahasa seperti berbicara dan menulis, atau ungkapan
nonnerbal seperti gerak tangan dan ekspresi wajah.
3. Penerimaan dan pemahaman kode
Penerimaan kode yaitu suatu proses kegiatan mental yang dilakukan
oleh penerima pesan (Komunikan) dalam memahami pesan yang disampaikan
oleh pihak penyampai (Komunikator). Menurut ahli komunikasi,
keberterimaan pesan itu sangat dipengaruhi oleh kejelasan komunikasi yang
dilakukan. Sedangkan kejelasan dipengaruhi oleh penguasaan komunikator
atas apa yang dikomunikasikannya.

E. Model Pembelajaran Role Playing (Kartu Peran)


Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang
diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan
hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang
menyangkut kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi,
kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu
kejadian
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi
hubungan-hubungan antar manusia dengan cara memperagakan dan

12
mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat
mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai
strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, (E. Mulyasa, 2003)
mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1)
menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3)
menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan lember pengamatan; (5)
menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap
diskusi dan evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan
evaluasi tahap II; dan (10) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.
Langkah – langkah Pembelajaran:
1. Guru menyusun sekenario yang ditampilkan
2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari sekenario dua hari sebelum
KBM
3. Guru menunjuk kelompok siswa yang anggotanya 3 orang
4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai dalam
pembelajaran
5. Memanggil siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan sekenario yang
sudah dipersiapkan
6. Masing-masing siswa duduk dikelompoknya, masing-masing sambil
memperhatikan mengamati sekenario yang diperagakan
7. Setelah siap dipergakan, masing-masing siswa diberikan kartu peran.
8. Secara bergiliran setiap kelompok pentas didepan kelas.
9. Guru memberikan umpan balik kesimpulan secara umum
10. Evaluasi dilakukan dengan pengamatan terhadap hasil pementasan siswa.
11. Penutup

13
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN
A. Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian, Pihak yang Membantu
- Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian
Subyek Penelitian; Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas V
SDN 1 Wangunjaya pada Kompetensi Dasar Berbicara
(.Mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, fakta secara lisan dengan
menanggapi suatu persoalan, menceritakan hasil pengamatan, atau
berwawancara). Siswa di kelas ini berjumlah 12 orang yang terdiri dari 4
siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan.
Tempat Penelitian; adalah tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian
ini bertempat di Sekolah Dasar Negeri 1 Wangunjaya, Kecamatan
Cigemblong, Kabupaten Lebak.
Waktu penelitian; adalah waktu berlangsungnya penelitian atau
saat penelitian perbaikan pembelajaran ini dilangsungkan. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Agustus semester ganjil tahun pelajaran
2015/2016. Jadwal kegiatan seperti tabel 3.1 berikut ini;
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan
Kegiatan
No Hari/ tanggal Ket.
Prasiklus Siklus 1 Siklus 2
1. Kamis;
13 Agust 2015
2. Kamis;
20 Agust 2015
3 Kamis;
27 Agust 2015

- Pihak yang Membantu


Kegiatan penelitian perbaikan ini dilakukan sebagai salah satu
kewajiban mahasiwa S1-PGSD (UT) terbuka, berupa laporan kegiatan
ujian praktek yang dilakukan dalam dua siklus pembelajaran. Oleh

14
karena itu dalam kegiatan ini melibatkan rekan-rekan guru senior dan
kepala sekolah. Bahkan dengan terpaksa pada kegiatan ujian praktek
penulis harus melibatkan guru dari sekolah lain yang terdekat sebagai
penilai 2, karena di sekolah tempat penulis bertugas hanya ada kepala
sekolah saja yang berstatus PNS, sedangkan yang lainya adalah tenaga
skwan/honorer dengan latar belakang pendidikan belum memenuhi
standar.
Jadi dalam kegiatan penelitian perbaikan pembelajaran ini penulis
dibantu oleh dua orang yang berstatuis sebagai kepala sekolah, yaitu;
kepala SDN 1 Wangunjaya tempat penulis berpraktek sebagai supervisor
2, dan kepala SDN 2 Cikate sebagai penilai 2. Untuk itu penulis sangat
berterima kasih kepada beliau yang sudah mendampingi penulis dalam
pelaksanaan kegiatan ini sampai selesai.

B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran.


Penelitian ini menggunakan desain prosedur Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, Penelitian Tindakan Kelas
adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang
dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka
dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-
tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek
pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000:3).
Sedangkan menurut Mukhlis (2000:5) Penelitian Ttindakan Kelas
adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku
tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.
Adapun tujuan utama dari Penelitian Tindakan Kelas adalah untuk
memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan,
sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di
kalangan guru (Mukhlis, 2000:5).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan,
maka penelitian perbaikan pembelajaran ini menggunakan model penelitian

15
tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk
spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi
planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan
reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang
sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada
siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi
permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat
dilihat pada gambar berikut.

Putaran 1

Rencana
Refleksi
awal/rancanga
n

Tindakan/ Putaran 2
Observasi
Rencana yang
Refleksi direvisi

Tindakan/ Putaran 3
Observasi

Rencana yang
Refleksi direvisi

Tindakan/
Observasi

Gambar 3.1
Alur PTK
Penjelasan alur di atas adalah:
1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti
identifikasi dan analisis masalah, menyusun rumusan masalah, tujuan dan
membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian
dan perangkat pembelajaran.

16
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati
hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model role
playing .
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan
yang diisi oleh pengamat.
4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat
membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus
berikutnya.
Observasi dibagi dalam dua putaran, yaitu putaran 1, dan 2, dimana
masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan
membahas satu bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing
putaran. Dibuat dalam dua putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem
pengajaran yang telah dilaksanakan.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan
pembelajaran, pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai
pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-
masing RPP berisi kompetensi dasar, indicator pencapaian hasil belajar,
tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegaian ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses
pengumpulan data hasil eksperimen. Yang berisi hasil pengamatan terhadap
pelaksanaan pembelajaran role playing.
4. Lembar Observasi Kinerja Guru
Yang merupakan lembar pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran
yang berisi aspek-aspek yang dijadikan obyek pengamatan oleh supervisor 2.

17
C. Teknik Analisis Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi pengolahan pembelajaran model Role Playing, observasi aktivitas
siswa dan guru, dan tes formatif.
Untuk mengetahui keberhasilan suatu metode dalam kegiatan
pembelajaran perlu dilakuakan analisis data. Pada penelitian ini menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang
bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang
diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pencapaian
kompetensi/keberhasil yang dicapai peserta didik juga untuk memperoleh
respon peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas peserta
didik selama proses pembelajaran.
Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan
peserta didik setelah proses pembelajaran berakhir pada setiap putarannya
dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap unjuk kerja yang
dilakukan siswa dalam memerankan peranya masing-masing. Adapun yang
menjadi sasaran pengamatan adalah;
- Penggunaan bahasa, diberi skor tertinggi 10.
- Intonasi, diberi skor tertinggi 5
- Mimic, diberi skor tertinggi 5
- Sikap, diberi skor tertinggi 5
Dengan demikian skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 25,
sedangkan untuk menentukan Nilai Akhir dilakukan dengan cara;
jumlah skor yg diperoleh
NA = x 100
25
Selain prestasi perorangan peneliti juga melakukan analisis terhadap
nilai yang diperoleh seluruh peserta didik, dan selanjutnya ditentukan nilai
rata-rata yang diperoleh dengan, jumlah nilai yang diperoleh semua peserta
didik dibagi dengan jumlah yang mengikuti di kelas dengan menggunakan
rumus:
Ʃ nilai seluruh siswa
R=
Ʃ siswa

18
Untuk menentukan ketuntasan belajar.
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara
klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan pembelajaran kurikulum 1994
(Depdikbud, 1994), yaitu seorang peserta didik telah tuntas belajar bila telah
mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas
tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama
dengan 65%.:
Seiring dengan perkembanganya kurikulum mengalami perubahan
sehingga nilai ketuntasan belajaran ditentukan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Dengan diberlakukanya Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan
(KTSP).
Nilai ketuntasan belajar ditentukan oleh Kriteria Ketuntasan Minimal
yang telah ditetapkan satuan pendidikan. Secara kebetulan nilai KKM untuk
mata pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDN 1 Wangunjaya adalah 70.
Maka setiap peserta didik dikatakan tuntas apabila nilai hasil ulangan
formatifnya sudah ≥ 70. Dan pembelajaran dikatakan tuntas apabila 85% dari
jumlah peserta didik telah mencapai nilai ≥ KKM.
Untuk menghitung ketuntasan belajar secara klasikal dilakuakan dengan
rumus sebagai berikut;

T=
∑ Siswa. yang . tuntas. belajar x 100 %
∑ Siswa
Untuk menentukan kualitas pembelajaran.
Terhadap pembelajaran, dilakukan pengamatan dengan menggunakan
Lembar Pengamatan Kinerja Guru. Aspek yang diamati meliputi 10 aspek.
Masing-masing aspek dinilai dengan predikat Kurang, Cukup, dan Baik.
Untuk nilai Kurang diberi nilai 1, untuk nilai Cukup diberi nilai 2, dan untuk
nilai Baik diberi nilai 3.
Untuk menentukan Nilai Akhir dihitung dari rata-rata nilai semua aspek
yang diamati. Jika rata-rata berkisar antara 1.00 s.d 1.50 dikatagorikan
Kurang, 1.51 s.d 2.50 katagori Cukup, dan 2.51 s.d 3.00 katagori Baik.

19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran.


1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari Rencana Perbaikan Pembelajaran 1, Lembar
Pengamatan Kinerja Guru, Lembar Pengamatan Siswa, dan alat-alat
pembelajaran yang mendukung.

b. Tahap Pelaksanaan dan Observasi


Pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk siklus I dilaksanakan
pada tanggal hari Kamis; 20 Agustus 2015 di kelas V dengan jumlah
siswa 12 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun
proses belajar mengajar mengacu pada rencana pmbelajaran yang telah
dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan belajar mengajar. Pengamatan Kinerja Guru dilakukan oleh
Supervisor 2, dan pengamatan terhadap kegiatan siswa karena sekaligus
merupakan bahan evaluasi keberhasilan pembeajaran.
Pada akhir proses pembelajaran siswa diberi umpan balik berupa
pujian dengan tujuan untuk lebih memberikan motivasi dan rasa
percaya diri bagi siswa dalam melakukan pembelajaran berbicara. Hasil
pengamatan ang menggambarkan prestasi belajar siswa adalah sebagai
berikut;

20
Tabel 4.1
Prestasi Belajar Siswa Siklus 1
No Nilai aspek yang diamati Nilai
Ket.
Urut 1 2 3 4 Jml Akhir
1 8 4 3 4 19 76 T
2 9 4 4 4 21 84 T
3 8 2 3 2 15 60 TT
4 8 4 3 4 19 76 T
5 8 4 3 3 18 72 T
6 7 3 3 3 16 64 TT
7 7 3 3 3 16 64 TT
8 8 4 3 3 18 72 T
9 7 4 3 3 17 68 TT
10 7 3 3 3 16 64 TT
11 8 4 3 4 19 76 T
12 8 4 3 3 18 72 T
Jumlah 848
Rata-Rata Nilai 70.67
Jumlah Siswa Tuntas 7
Prosentase Ketuntasan Klasikal 58.33%
Keterangan;
T = Tuntas
TT = Tidak Tuntas
Rata-rata nilai = 70.67
Jumlah siswa tuntas = 7
Prosentase Ketuntasan = 58.33%

Berikut adalah hasil pengamatan Kinerja Guru yang merupakan


hasil pengamatan oleh supervisor 2 pada saat dilakukan praktek
pembelajaran siklus ke 1;

21
Tabel 4.2
Hasil Pengamatan Kinerja Guru Siklus 1

No Aspek yang diobservasi Komentar Nilai


1 Penjelasan konsep oleh guru Baik 3
2 Pemberian contoh. Baik 3
3. Pemberian latihan. Cukup 2
4 Pengelolaan Kelas Cukup 2
5 Penggunaan Metode Ceramah Baik 3
8 Tanya Jawab Cukup 2
7 Penerapan metode Role Playing Cukup 2
8 Pengamatan Baik 3
9 Penggunaan konsep hasil belajar Cukup 2
10 Aktivitas siswa. Cukup 2
Jumlah skor 24
Rata-rata Nilai 2.4
Katagori Pembelajaran Cukup

c. Refleksi
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan
metode pembelajaran model Role Playing diperoleh nilai rata-rata
prestasi belajar siswa adalah 70.67 dan ketuntasan belajar mencapai
58.33% atau ada 7 orang dari 12 orang siswa sudah tuntas belajar.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal
siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70
hanya sebesar 58.33% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang
dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih
merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan
guru dengan menerapkan metode pembelajaran model Role Playing.

2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana perbaikan pelajaran 2, Lembar Pengamatan
Kinerja Guru, Lembar Pengamatan Siswa, dan alat-alat pengajaran yang

22
mendukung. Perencanaan siklus ini merupakan hasil revisi dari
perncanaan siklus sebelumnya.

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan


Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II
dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2015 di kelas dan siswa yang
sama. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses
belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau
kekurangan pada siklus 1 tidak terulang lagi pada siklus 2 ini.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan
belajar mengajar. Terhapad kinerja guru dilakukan oleh supervisor 2.
Dan pengamatan siswa dimaksudkan untuk menilai keberhasilan
pembelajaran dengan cara yang sama seperti pada siklus sebelaumnya.
Pada akhir proses pembelajaran siswa diberi umpan balik berupa
pujian-pujian uang menggambarkan tingkat keberhasilan siswa selama
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil
penelitian pada siklus 2 adalah sebagai berikut.

Tabel 4.3
Prestasi Belajar Siswa Siklus 1
No Nilai aspek yang diamati Nilai
Ket.
Urut 1 2 3 4 Jml Akhir
1 9 5 4 5 23 92 T
2 10 5 5 5 25 100 T
3 8 4 4 3 19 76 T
4 9 4 4 4 21 84 T
5 10 5 4 4 23 92 T
6 8 4 4 4 20 80 T
7 9 4 4 4 21 84 T
8 8 4 4 4 20 80 T
9 9 5 4 3 21 84 T
10 8 4 4 4 20 80 T
11 10 5 4 4 23 92 T
12 10 5 3 4 22 88 T

23
No Nilai aspek yang diamati Nilai
Ket.
Urut 1 2 3 4 Jml Akhir
Jumlah 1032
Rata-Rata Nilai 86
Jumlah Siswa Tuntas 10
Prosentase Ketuntasan Klasikal 100%
Keterangan;
T = Tuntas
TT = Tidak Tuntas
Rata-rata nilai = 86
Jumlah siswa tuntas = 12
Prosentase Ketuntasan = 100%

Berikut adalah hasil pengamatan Kinerja Guru yang merupakan


hasil pengamatan oleh supervisor 2 pada saat dilakukan praktek
pembelajaran siklus ke 2;

Tabel 4.4
Hasil Pengamatan Kinerja Guru Siklus 2

No Aspek yang diobservasi Komentar Nilai


1 Penjelasan konsep oleh guru Baik 3
2 Pemberian contoh. Baik 3
3. Pemberian latihan. Baik 3
4 Pengelolaan Kelas Baik 3
5 Penggunaan Metode Ceramah Baik 3
8 Tanya Jawab Baik 3
7 Penerapan metode Role Playing Cukup 2
8 Pengamatan Baik 3
9 Penggunaan konsep hasil belajar Baik 3
10 Aktivitas siswa. Cukup 2
Jumlah skor 28
Rata-rata Nilai 2.8
Katagori Pembelajaran Baik

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa


adalah 86 dan ketuntasan belajar mencapai 100% atau semua siswa

24
sudah mencapai tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah megalami
peningkatan yang memuaskan dari siklus I. Adanya peningkatan hasil
belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa pada
pertemuan berikutnya akan akan dilakukan hal yang sama sehingga
pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain
itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan
diinginkan guru dengan menerapkan metode pembelajaran model Role
Playing.
B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran model
Role Playing memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar
siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya kemampuan siswa
terhadap pembelajaran berbicara yang diberikan guru (ketuntasan belajar
meningkat dari sklus I, ke siklus 2) yaitu masing-masing 58,33%, dan 100%,
pada siklus 2. Berarti pada siklus 2 ketuntasan belajar siswa secara klasikal
telah tercapai dengan memuaskan.
Peningkatan ini dapat digambarakan dalam grafik seperti di bawah ini;
120
100%
100

80
58.33%
60 Jumlah Siswa Tuntas
Prosentase Ketuntasan
40

20 12 orang
7 orang

0
Siklus 1 Siklus 2

Gb. 4.1
Grafik Ketuntasan Belajar

25
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran model Role Playing dalam setiap siklus mengalami
peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu
dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap
siklus yang terus mengalami peningkatan.
Peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada siklus 1 dan
siklus 2 dapat digambarkan dalam grafik seperti di bawah ini;
100
86.00
90
80 70.67
70
60
50
Nilai Rata-rata Prestasi Siswa
40
30
20
10
0
Siklus 1 Siklua 2

Gb. 4.2
Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata

3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran


Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia pada kompetensi dasar Berbicara yang paling
dominan adalah berlatih dengan pasangan berbicara, mendengarkan/
memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan
guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah
melaksanakan langah-langkah pembelajaran model Role Playing dengan baik.

26
Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas
membimbing dan mengamati siswa dalam melaksanakan kegiatan berbicara,
menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi umpan balik/evaluasi/tanya
jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT

1. Simpulan
Dari hasil kegiatan penelitian perbaikan pembelajaran yang telah
dilakukan selama dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta
analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan model Role Playing memiliki dampak positif
dalam meningkatkan kemampuan/prestasi belajar siswa yang ditandai
dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu
siklus I (58.33%), dan siklus II (100%).
2. Penerapan metode pembelajaran model Role Playing mempunyai
pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang
ditunjukan dengan hasil wawancara dengan sebagian siswa, rata-rata
jawaban siswa menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan
metode pembelajaran model Role Playing sehingga mereka menjadi
termotivasi untuk belajar.

2. Saran Tindak Lanjut


Dari hasil penelitian perbaikan pembelajaran yang diperoleh dari
uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar bahasa Indonesia lebih
efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka
disampaikan saran sebagai berikut:
- Untuk melaksanakan model model Role Playing memerlukan persiapan
yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau

27
memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model Role
Playing dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang
optimal.
- Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih
sering melatih siswa dengan berbagai metode pembelajaran, walau dalam
taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan
pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa
berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
- Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini
hanya dilakuakan di kelas V Sekolah Dasar Negeri 1 Wangunjaya
Kecamatan Cigemblong Kabupaten Lebak pada semester ganjil tahun
pelajaran 2015/2016.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhamad (1996) Guru Dalam Proses Belajar Mengajar Bandung; Sinar
Baru Algesidon.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses
Belajar Mengajar, Jakarta. Balai Pustaka.
Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Victoria
Dearcin University Press
Winataputra. Udin S. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Universitas
Terbuka
Sosiawan. Andi. 2009. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Nasution. Noeh, dkk. 2007. Pendidikan IPA di SD. Jakarta : Universitas Terbuka.
Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Permendiknas No. 41 tahun 2007, Tantang Standar Proses Untuk satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa
Cipta.
Usman, Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

29

Anda mungkin juga menyukai