Anda di halaman 1dari 19

Nama : DARMAWAN

Kelas : 001

LPTK : Universitas Syiah Kuala

LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah

1. Masalah yang telah diidentifikasi :


Motivasi/minat belajar siswa menulis cerpen masih rendah
- Kurangnya motivasi diri pribadi siswa
- Penggunaan gawai lebih cenderung dilakukan di dalam kelas saat pembelajaran
berlangsung
- Siswa dengan siswa yang lain melakukan kegiatan lain selain belajar di kelas
- Sekitar area di luar kelas cenderung bising seperti kelas lain yang tidak belajar yang
mengganggu kelas yang sedang belajar, alur laulintas yang bising dekat kelas.

Hasil eksplorasi penyebab masalah : Hasil Kajian Literatur


1. Faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah : cita-cita atau aspirasi siswa,
kondisi lingkungan siswa, unsur-unsur dinamis belajar, dan upaya guru membelajarkan siswa
(Sudaryono, 2012).
2. Hasil penelitian (Nisa dkk, 2021) menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa rendah
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal siswa. Faktor internal siswa meliputi kejenuhan,
minat belajar, kesehatan fisik dan mental. Sedangkan faktor eksternal siswa adalah keadaan
keluarga, lingkungan di rumah, dan sarana prasarana.
3. Menurut Wiriaatmadja (2005:80), rendahnya pemahaman terhadap cerpen disebabkan
adanya kemungkinan para siswa tidak merespon atau kurang memahami apa yang sedang
dikemukakan atau ditanyakan, atau ada kemungkinan suasana yang kurang kondusif untuk
pembelajaran yang sedang berlangsung, ataupun ada sebab-sebab lainnya.
Guru bidang studi Bahasa Indonesia di SMP Swa Bina Karya Medan mengungkapkan bahwa
“keterampilan menulis saat ini khususnya bagi siswa SMP sangat kurang diminati oleh siswa,
mereka cendrung tidak ingin memahami pembelajaran menulis itu secara baik. Apalagi
pembelajaran sekarang yang tidak diimbangi dengan praktik-praktik yang menjadi salah satu
faktor kurang terampilnya siswa dalam menulis, dan mereka beranggapan bahwa menulis
cerpen itu adalah hal yang tersulit.
5. Menurut Lev Vygotsky seorang psikolog yang dikenal dalam bidang psikologi anak dan
merumuskan konsep "zone ofproximal development", mengemukakan bahwa materi yang
terlalu sulit maupun terlalu mudah untuk anak dapat membuat anak kehilangan minat
belajarnya.
6. D‟Angelo (Tarigan, 2008:24-25) mengemukakan bahwa “Tujuan menulis adalah untuk
memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak pembaca, menghibur atau
meyakinkan dan mengekspresikan pembaca.

Hasil kajian wawancara:


1. Pengawas (Suddin, S.Pd.,M.Pd.)
Peserta didik sudah terkontaminasi dengan game. Sehingga perhatian peserta didik hanya
ingin bermain game saja, bermain di kelas dengan teman sebangku, perhatian lebih
cenderung ke luar ruangan.
Solusi : guru harus mampu memberikan mativasi terhadap siswa sehingga apa yang
menjadi kebiasaan buruk siswa dapat berkurang bahkan tidak melakukan hal yang sama lagi
pada saat pembelajaran di kelas.
2. Kepala Sekolah (Murti, S.Pd.,M.Si.,M.Pd.)
Guru bahasa Indonesia kurang maksimal membimbing siswa menulis cerita pendek dengan
kualitas yang relatif baik. Kurangnya metode yang yang bervariatif digunakan oleh guru
dalam melakukan pembelajaran di kelas.
Solusi : guru harus mampu memaksimalkan diri untuk membimbing siswa dalam menulis
cerita pendek sehingga apa yang dilakukan oleh guru tersebut menjadi satu motivasi bagi
siswa. Guru juga harus memberikan pembelajaran yang bervariatif kepada siswa sehingga
siswa tidak merasa bosan pada saat pembelajaran di kelas.
3. Rekan Sejawat (Manggazali, S.Pd.,)
Sebagian guru masih kurang percaya diri dalam menyampaikan materi. Sehingga guru masih
terkendala pada tujuan pembelajaran yang kurang tercapai yang disebabkan oleh beberapa
hal, diantaranya kurang penguasaan kelas sehingga siswa kurang memperhatikan
pembelajaran.
Solusi : Guru harus menjadikan setiap pertemuan adalah bahan untuk memperbaiki ketidak
tercapainya tujuan pembelajaran dan kepercayaan diri seorang guru harus lebih
dimaksimalkan ketika berada di dalam kelas.
4. Guru (Masmuddin Kotta, S.Pd.,)
Guru juga masih terkendala pada penguasaan kelas pada siswa, guru masih belum maksimal
dalam hal membuat siswa berfokus ke guru”.
Solusi : guru tersebut harus lebih mampu mengembangkan diri dalam hal penguasaan kelas
dengan berbagai upaya seperti : mencari informasi-informasi, kajian-kajian, video
pembelajaran terkait dengan penguasaan kelas yang baik.
5. Pakar (Hamriani, S.Pd.,Gr.)
Guru juga kurang mampu menguasai intonasi dan bahasa dengan baik yang digunakan pada
pembelajaran”.
Solusi : dalam hal penerapan Bahasa di kelas guru harus mampu menggunakan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar sehingga apa yang disampaikan siswa mampu menyimak dan
memahami tiap materi yang disampaikan di dalam kelas.

Analisis eksplorasi penyebab masalah :


Berdasarkan hasil kajian literatur diperoleh analisis eksplorasi masalah berupa:
1. Kesehatan pisik dan psikis peserta didik
2. Kurangnya perhatian dan dukungan orang tua peserta didik.
3. Keadaan Yang kurang kondusif untuk pembelajaran.
4. Guru kurang memberikan edukasi untuk melakukan praktik – praktik untuk jadi pembiasaan
dalam menulis.
5. Peserta didik beranggapan bahwa menulis adalah hal yang sulit.
6. Tingkat kesulitan materi juga sangat mempengaruhi minat belajar anak.

Analisis hasil wawancara:


1. Game mengalihkan perhatian peserta didik.
2. Bimbingan guru terhadapa peserta didik kurang intensif.
3. Guru kurang percaya diri dalam menyampaikan materi.
4. Penguasaan kelas guru masih kurang.
5. Guru kurang mampu menggunakan bahasa yang baik sehingga materi belum tersampaikan
kepeserta didik dengan baik
2. Masalah yang telah diidentifikasi :
Sebagian besar peserta didik kurang mampu menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan
benar dalam menulis cerpen.

1. Siswa kurang percaya diri dalam menuangkan bahasa ke dalam tulisan


2. Siswa merasa cemas terhadap hasil tulisannya dalam hal ini penggunaan tata bahasa,
pemilihan kosakata dll.
3. Siswa tidak mengenali potensi diri mereka dalam menulis

Hasil eksplorasi penyebab masalah :

Hasil Kajian Literatur :


1. Dalam kegiatan menulis ini sang penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur
bahasa, dan kosa kata (Tarigan, 1994: 3-4).
2. Massi (Abdullah, 2008: 88), “Menulis” diartikan sebagai alat untuk penciptaan ide atau
gagasan untuk tujuan komunikasi melalui suatu cara yang interaktif. Menurutnya, menulis
memerlukan pengalihan informasi dari penulis ke pembaca melalui perantara sebuah teks.
3. Pembelajaran merupakan langkah merealisasikan konsep pembelajaran dalam bentuk
perbuatan. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai
aspek yang saling berkaitan. Untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan
menyenangkan diperlukan berbagai keterampilan, diantaranya adalah keterampilan
membelajarkan dan keterampilan belajar (Mulyasa, 2007:69).
4. Pembelajaran menurut Suprijono (2011:13) diartikan sebagai upaya guru mengorganisir
lingkungan dan menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didik untuk mempelajarinya.
5. Menurut Hermawan, dkk (2008:94), siswa sebagai peserta didik merupakan subyek utama
dalam proses pembelajaran. Keberhasilan pencapaian tujuan banyak tergantung kepada
kesiapan dan cara belajar yang dilakukan siswa.
6. Akhadiah (2003:1-2) merinci berbagai keuntungan yang hendak dicari orang dalam menulis.
Dengan menulis (1) lebih mengenali kemampuan dan potensi diri kita, (2) mengembangkan
berbagai gagasan, (3) lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi dengan
topik yang kita tulis, (4) mengorganisasikan gagasan secara sistematis, dapat menilai
gagasan secara lebih objektif, lebih mudah memecahkan permasalahan, (7) mendorong
kita lebih aktif, dan (8) membiasakan kita berpikir serta berbahasa secara tertib.
Hasil kajian wawancara :

pengaruh rendahnya penggunaan bahasa indonesia dalam menulis dalam hal ini menulis cerpen
itu disebabkan oleh.
1. Pengawas (Suddin, S.Pd., M.Pd.)
Dalam berkomunikasi peserta didik sering menggunakan bahasa daerah sendiri
(dialektika). Sehingga apa yang disampaikan lewat tulisan menjadi satu hambatan.
Solusi : guru mampu melatih kemampuan siswa dalam menulis seperti latihan mengarang
sederhana melalui gambar, latihan menatap bentuk tulisan. Karena dengan latihan menulis
dapat membantu siswa dalam melakukan kebiasaan menulis.
2. Kepala sekolah (Murti, S.PD.,M.Si.,M.Pd.)
Menurut saya rendahnya penggunaan Bahasa Indonesia siswa dalam menulis dipengaruhi
oleh faktor lingkungan keluarga, dan lingkungan sosialnya. sehingga dalam
menuangkan tulisan dengan menggunakan Bahasa yang baik dan benar menjadi menurun.
Solusi : dengan rendahnya kemampuan menulis siswa tersebut sangat dibtuhkan hubungan
relasi antara pihak sekolah dan orang tua siswa dalam mengontrol setiap perilaku siswa.
3. Rekan sejawad (Manggazali, S.Pd.)
Akibat dari kurangnya penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam menulis
adalah Kurangnya pembiasaan menulis pada diri siswa.
Solusi : guru dan orangtua serta pihak sekolah perlu saling menjalin komunikasi dengan
tujuan dapat memberikan pengawasan terhadap daya belajar siswa dalam melakukan
pembiasaan menulis.
4. Guru (Masmuddin Kotta, S.Pd,)
Siswa kurang memahami konsep dalam menulis dalam hal ini guru yang kurang memberikan
pengajaran tentang tata cara menulis yang baik.
Solusi : seorang guru harus mampu memberikan pemahaman konsep tata cara menulis yang
baik dan benar dengan pendekatan tersebut diharapkan siswa mampu mengembangkan
bakat dan minat siswa dalam menulis.
5. Pakar (Hamriani, S.Pd.,Gr.)
Menurut saya rendahnya penggunaan Bahasa Indonesia siswa dalam menulis adalah
kurangnya minat baca siswa sehingga dalam menulis menjadi terhambat akibat kurangnya
kosakata siswa, pemilihan kata yang baik sangat kurang.
Solusi : seorang guru harus mampu memberikan trik-trik, inovasi dalam pembelajaran
sehingga memacu daya minat siswa dalam menulis seperti kompetisi antar siswa di dalam
kelas dalam hal ini siswa dituntut untuk membaca sebuah buku lalu siswa tersebut
menceritakan kembali cerita tersebut dalam bentuk tulisan.
Analisis eksplorasi penyebab masalah :
Berdasarkan hasil kajian literatur diperoleh analisis eksplorasi masalah berupa:
1. Siswa kurang memahami struktur dan kosa kata dalam menulis cerpen.
2. siswa kurang kreatif menuangkan ide dalam menulis cerpen.
3. Guru kurang mempasilitasi siswa dalam menulis cerpen.
4. Perhatian peserta didik dalam proses pembelaajran masih kurang sehingga keberhasilan
pencapaian tujuan tidak bisa tercapai.

Analisis hasil wawancara :


1. Dominan peseta didik terpengaruh oleh lingkungan mereka sendiri.
2. Masih banyak Peserta didik kurang memahami konsep dalam menulis.
3. Guru kurang memberikan edukasi kepada peserta didik mengenai menulis cerpen.
4. Kurangnya minat peserta didik dalam
5. Kemampuan siswa dalam memahami bacaan masih sangat kurang.
3. Masalah yang telah diidentifikasi :
Kurangnya kerjasama antara orang tua dan pihak sekolah

1. Orang tua jarang menghadiri undangan pertemuan di sekolah


2. Guru dan orang tua jarang melakukan komunikasi baik secara langsung maupun via
telepon
3. Orang tua siswa memberikan tanggung jawab kepada guru ketika siswa melakukan
pelanggaran di sekolah

Hasil eksplorasi penyebab masalah :

1. Nafilatur Rohmah (2018). Membangun Keterlibatan Orang Tua Dalam Pendidikan


Anak
Penghambat upaya meningkatkan keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak adalah sikap
orang tua yang lebih suka berada di dalam rumah dari pada mengikuti kegiatan di luar rumah.
Sekolah mengalami kesulitan dalam meminta orang tua untuk hadir dalam kegiatan-susah
untuk diajak aktif dalam kegiatan-kegiatan sekolah karena belum memahami maksud dan
tujuan kegiatan.

2. Rizka. (2018). Kerjasama antara Sekolah dengan Orang Tua dalam Pendidikan
Karakter di SD Muhammadiyah Al Mujahidin Wonosari
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama antara sekolah dengan orang tua dalam
pendidikan karakter dilaksanakan melalui pembuatan kontrak dengan orang tua, pengadaan
program untuk orang tua (parenting, pengisian PIATA dan PHBSIM, pertemuan PIATA,
pertemuan siswa baru), menjalin komunikasi dengan orang tua siswa, dan orang tua
berpartisipasi dalam program sekolah. Faktor-faktor yang memengaruhi diantaranya sarana
prasarana, orientasi orang tua, kepercayaan antar pihak, kebijakan sekolah dan keselarasan visi
misi sekolah dengan harapan orang tua

3. Yuni (2020). Kerjasama Orang Tua dan Guru dalam Penyelenggaraan Pembelajaran
Online Sebagai Upaya Pencegahan Virus Corona di Muhammadiyah Pasir Muncang.
Berdasarkan hasil penelitian terkait kerjasama orang tua dan guru dalam pembelajaran online
di MI Muhammadiyah Pasirmuncang Jalan Veteran Melati Nomor 125 Pasirmuncang kabupaten
Banyumas provinsi Jawa Tengah. Maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa faktor yang
menjadi penghambat dalam menjalin kerjasama antara orang tua dan guru waktu dan
kesibukan orang tua, pandangan dan sikap orang tua terkait perkembangan dan proses
pembelajaran anak, serta alat komunikasi yang menyulitkan orang tua
4. Aprilia dkk (2021) Pentingnya Kontribusi Orang Tua Terhadap Lembaga Pendidikan
Dalam Peningkatan Mutu Sekolah
Rendahnya kontribusi orangtua disebabkan oleh masih banyak orang tua yang hanya
melimpahkan pendidikan anaknya kepada guru di sekolah. Mereka beranggapan bahwa
mendidik anak merupakan tugas seorang seorang guru saja karena orang tua sudah
mempunyai kesibukan untuk bekerja. Selain keterbatasan waktu dari orangtua, terkadang
hambatan juga muncul dari pihak sekolah sendiri, misalnya guru yang enggan
berkolaborasi dengan orang tua dikarenakan sudah terbiasa menyelesaikan pekerjaannya
sendiri ataupun guru yang enggan disibukkan dengan kerja sama dengan orangtua karena
merasa bahwa tugasnya sudah terlalu banyak.

Hasil Kajian Wawancara :

1. Pengawas (Suddin, S.Pd.,M.Pd.)


Pertama kerjasama yang antara orang tua dan guru bisa terjalin jika komunikasi antara
keduanya terjadi. Kedua adalah masyarakat kita yang mata pencahariannya petani
menyebabkan mereka tidak dapat ikut pada beberapa kegiatan yang membutuhkan kehadiran
mereka di sekolah karena harus bekerja di pagi hari. Ketiga pemahaman orang tua tentang
peran mereka dalam perkembangan anak masih sangat kurang.
Solusi : pertama guru dan orang tua harus mampu menjalin komunikasi yang baik diantara
keduanya sehingga akan mampu menjaga dan mengawasi perilaku siswa baik di lingkungan
keluarga, lingkungan sosial, dan lingkungan sekolah. Kedua agar tingkat kehadiran orang tua
pada saat melaksanakan kegiatan di sekolah agar mencari waktu yang tepat untuk dapat
menghadirkan orang tua di sekolah. Ketiga adalah pihak sekolah agar melakukan orientasi
kepada orang tua tentang pentingnya peranan dan keterlibatan orang tua dalam meningkatkan
dan mengembangkan potensi diri siswa.
2. Kepala sekolah (Murti, S.Pd.,M.Si.,M.Pd.)
Di sekolah kita kurangnya kerjasama orang tua dan guru itu karena sibuknya orang tua untuk
bekerja. Ketika orang tua diundang untuk hadir di sekolah untuk saling berbagi tentang kondisi
sekolah dan perkembangan anaknya beberapa orang tua tidak hadir karena harus ke kebun
untuk bertani. Komunikasi via telefon atau wa juga tidak dapat dilakukan karena beberapa
orang tua tidak memiliki gawai.
Solusi : pihak sekolah sangat memahami dengan keadaan atau kondisi orang tua yang
notabene pekerjaan orang tua siswa sangat bervariatif di antaranya ada petani, nelayan,
bahkan pejabat pemerintah daerah setempat dan lain-lain olehnya itu kami selaku pihak
sekolah melakukan hubungan door to door dalam hal ini dilakukan kolaborasi kerja sama
antara guru wali kelas, guru BK, untuk melakukan komunikasi terhadap orang tua siswa secara
door to door pada sebagian orang tua yang tidak memiliki perangkat komunikasi atau
handphone.
3. Rekan Sejawat (Manggazali, S.Pd.,)
Kurangnya kerjasama antara orang tua dengan guru dapat disebabkan karena orang tua
kurang memahami perannya terhadap anak di usia sekolah. Komunikasi yang jarang dilakukan
antara guru wali dan orang tua juga menyebabkan tidak terjalinnya kerjasama untuk perbaikan
hasil belajar siswa.

Solusi : guru wali kelas dan pihak sekolah memberikan pemahaman tentang pentingnya peran
orang tua terhadap perkembangan siswa di sekolah. Olehnya itu perlu ada orientasi atau
sosialisasi terhadap orang tua tentang peranan penting orang tua siswa.
4. Guru (Masmuddin Kotta, S.Pd.,)
Kurangnya kerjasama antara guru dan orang tua disebabkan karena orang tua tidak paham
perannya, kurangnya perhatian orang tua, dan kesibukan orang tua untuk bekerja
menyebabkan mereka tidak terlibat bersama dengan guru untuk memperbaiki perkembangan
anaknya.

Solusi : pihak sekolah harus selalu memberikan pemahaman tentang peranan orang tua siswa
dalam mengawal perkembangan siswa di sekolah.
5. Pakar (Hamriani, S.Pd.,Gr.)
Orang tua yang sibuk bekerja menjadi salah satu penyebab kurangnya kerjasama antara orang
tua dan guru terkait perkembangan anaknya di sekolah. Kurangnya kesadaran orang tua
tentang perannya dalam pendidikan anak serta kurangnya rasa percaya diri juga menjadi
penyebab kurang terjadinya kerja sama antara guru dan orang tua.

Solusi : pihak sekolah dan guru memberikan pemahaman betapa pentingnya kesadaran orang
tua dalam mendidik, mengawasi, mengontrol perilaku siswa agar perkembangan siswa dapat
selalu dikembangkan.
Analisis eksplorasi penyebab masalah

Berdasarkan hasil kajian literatur dan wawancara serta kondisi lingkungan sekolah dapat
disimpulkan penyebab masalah kurangnya kerjasama antara orang tua dan pihak sekolah adalah :

1. Kurangnya pemahaman orang tua terkait peran keterlibatan mereka di sekolah


2. Kurangnya pemahaman orang tua dan guru terkait peran kerjasama mereka di sekolah
3. Kesibukan orang tua bekerja
4. Orang tua tidak memiliki alat komunikasi untuk menunjang kerjasama
5. Kurangnya komunikasi yang dijalin antara pihak sekolah dan orang tua
4. Masalah yang telah diidentifikasi
Kurangnya penerapan model pembelajaran inovatif sesuai karakteristik materi

Hasil eksplorasi penyebab masalah :


Hasil kajian literatur :

1. Nasrun dkk. (2018). Pendampingan Model Pembelajaran Inovatif di Sekolah Dasar


Kecamatan Medan Selayang Kota Medan. Pendampingan model pembelajaran inovatif
bagi guru di SD Kec. Medan Selayang Kota Medan berjalan secara efektif sesuai
harapan. Para guru telah paham bagaimana cara mengintegrasikan model pembelajaran
inovatif dalam pembelajaran di SD. Walaupun demikian, terdapat kelemahan yang ditemukan
berdasarkan program pendampingan terutama dalam hal keterampilan menggunakan IT
dan kurang maksimalnya pemanfaatan media pembelajaran.

2. Mislinawati dan Nurmasyitah (2018). Kendala guru dalam menerapkan model-


model pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 pada sd negeri 62 banda aceh.
kendala yang dihadapi adalah kurang mampu menyiasati waktu yang tersedia, pengelolaan dan
pengawasan kelas yang tidak dapat berjalan maksimal dan ketidakaktifnya siswa dalam proses
pembelajaran. Sehingga, proses penerapan model pembelajaran tidak dapat berjalan dengan
maksimal

3. Yusrina dkk (2019). Faktor yang Menghambat Pelaksanaan Pembelajaran IPS


dengan Model Pembelajaran Inovatif oleh Guru di SMPN 3 Magelang.
Hambatan yang terjadi pada guru dalam melaksanakan pembelajaran IPS dengan model
pembelajaran inovatif adalah penguasaan materi yang kurang, merangkap dua posisi di
sekolah, dan pemahaman model inovatif yang masih terbatas

4. Farida Yusrina, Bain Bain, Andy Suryadi (2019). Hambatan Guru Dalam Menerapkan
Model Pembelajaran Inovatif Pada Mata Pelajaran Sejarah di SMP Negeri 3
Magelang
Hambatan yang dihadapi guru dalam pembelajaran lebih berkaitan dengan latar belakang
pendidikan kaitannya dengan penguasaan materi. Beban kerja yang merangkap dua posisi di
sekolah, dan Kurang aktifnya guru dalam mengikuti pelatihan untuk guru, seperti MGMP.
Selain itu pemahaman model-model pembelajaran inovatif yang masih terbatas sehingga
memungkinkan guru hanya menerapkan metode pembelajaran yang sudah umum dilakukan
atau monoton, yaitu metode ceramah dan diskusi.
5. Wulandari Fransiska, Siti Quratul Ain. (2022). Kesulitan Guru dalam Menerapkan
Model-Model Pembelajaran Berdasarkan Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, kesulitan yang dialami guru terkait penerapan model-
model pembelajaran kurikulum 2013 adalah guru kesulitan dalam mengalokasikan waktu
dengan baik pada saat penggunaan model pembelajaran, guru kesulitan dalam menentukan
model yang tepat sesuai dengan materi pembelajaran

6. Meli Astriani dkk (2022). Analisis Penerapan Model Pembelajaran pada Kondisi
Tatap Muka Terbatas Mata Pelajaran Biologi di MAN 1 Palembang
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai observasi pelaksanaan model pembelajaran di MAN 1
Palembang dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan pembelajaran biologi yang dilakukan di MAN
1 Palembang, belum menerapkan model pembelajaran karena kondisi waktu yang terbatas
akibat proses pembelajaran tatap muka yang hanya disediakan waktu kurang lebih 30 menit
dan Kendala keterlaksanaan penerapan model pembelajaran di dalam kelas diantaranya
rendahnya pengetahuan guru mengenai sintak model pembelajaran yang disarankan pada
pelaksanaan kurikulum 2013.

Hasil Kajian Wawancara :

1. Pengawas (Suddin, S.Pd., M.Pd.)


Beberapa guru masih merasa nyaman dengan kebiasaan menggunakan metode-metode
pembelajaran lama yang selama ini sudah bertahun tahun diterapkan.
Solusi : guru harus mampu menerapkan metode pembelajaran yang bervariatif dalam hal ini
guru harus melakukan metode pembelajaran yang inovatif untuk memberikan motivasi dalam
meningkatkan dan mengembangkan daya belajar siswa.

2. Kepala Sekolah (Murti, S.Pd., M.Si., M.Pd.,)


Guru masih menggunakan metode ceramah karena kurangnya pengetahuan mereka terkait
seperti apa menggunakan model itu dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan karakter
sekolah dan siswa atau kreatifitas guru masih kurang dalam merancang pembelajaran
Solusi : guru harus melakukan penerapanpembelajaran yang inovatif dan bervariasi dalam
kegiatan pembelajaran di kelas agar siswa tidak merasa bosan di dalam kelas.
3. Rekan Sejawat (Manggazali, S.Pd.)
Penerapan model pembelajaran inovatif dalam pembelajaran dipengaruhi oleh tingkat
kreatifitas dan inofatif guru. Perasaan nyaman guru terhadap penerapan metode ceramah,
kuarngnya pengetahuan guru terkait model, tidak adanya keinginan guru untuk mempelajari
mode-model pembelajaran inovatif, dan kurangnya penguasaan IT juga menjadi penyebabnya
tidak diterapkannya model-model pembelajaran yang inovatif.
Solusi : guru harus mampu menguasai IT untuk mengembangkan dan menerapkan model-
model pembelajaran yang inovatif.
4. Guru (Masmuddin Kotta, S.Pd., M.Pd) pada tanggal 31 Agustus 2022
Kurangnya motivasi guru untuk berubah menjadi guru yang kreatif dan inovatif menjadi
penyebab tidak diterapkannya model-model pembelajaran yang inovatif.
Solusi : guru harus tetap memotivasi diri untuk perkembangan pembelajaran seperti mencari
literatur, referensi, video pembelajaran inovatif di youtube atau media lainnya yang dapat
menunjang dan meningkatkan motivasi seorang guru.
5. Pakar (Hamriani, S.Pd.,Gr.) pada tanggal 30 Agustus 2022
Rasa nyaman guru dengan metode pembelajaran yang sudah digunakan sebelumnya dan
kurangnya pengetahuan guru terkait model-model pembelajaran inovatif berpengaruh
terhadap kurangnya pemanfaatan model pembelajaran inovativ dalam kegiatan pembelajaran.

Solusi : guru harus meninggalkan metode lama yang monoton seperti metode ceramah ditiap
pembelajaran dengan mengembangkan dan melakukan inovasi pembelajaran yang bervarisi.

Analisis eksplorasi penyebab masalah :


Berdasarkan hasil kajian literatur dan wawancara serta kondisi sekolah dapat disimpulkan bahwa
penyebab kurangnya penerapan model pembelajaran inovatif oleh guru adalah :
1.Kurangnya keterampilan guru menggunakan IT
2.Masih terbatasanya pemahaman guru terkait model pembelajaran inovatif.
3.Guru kesulitan memilih model pembelajaran yang tepat sesuai karakter materi
4.Kurangnya waktu guru untuk merancang model pembelajaran inovatif karena tambahan
beban kerja dari rangkap dua posisi yang diemban guru di sekolah.
5.Guru masih merasa nyaman dengan penerapan metode ceramah karena lebih mudah
diterapkan.
5. Masalah yang telah diidentifikasi :
Siswa kesulitan mengerjakan soal HOTS

Hasil eksplorasi penyebab masalah :


Hasil Kajian Literatur :

1. Lulun dkk (2019). Analisis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal−Soal HOTS
Materi Segiempat dan Segitiga Ditinjau dari Gender
Hasil analisis menunjukkan bahwa kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal– soal
HOTS menunjukkan bahwa siswa laki–laki mengalami kesulitan pada tahap analisis dan
evaluasi sedangkan siswa perempuan mengalami kesulitan pada tahap evaluasi dan mencipta.
Adapun faktor–faktor penyebab kesulitan yang dialami siswa adalah siswa tidak terbiasa untuk
menyelesaikan soal yang berhubungan dengan materi tersebut, siswa kurang tertarik dalam
mempelajari materi segiempat, serta siswa cenderung bergantung pada bantuan guru.

2. Kastri Fani dkk (2021). Analisis Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal HOTS
pada Pelajaran IPA Kelas V MIN 25 Aceh Utara
Kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal HOTS pada pelajaran IPA kelas V MIN
25 Aceh Utara disebabkan karena siswa mengerjakan soal dengan terburu-buru, siswa yang
tidak mengetahui bagaimana cara menyelesaikan soal, siswa tidak terbiasa mengerjakan
latihan soal, rendahnya tingkat konsentrasi siswa dalam proses pembelajaran, rendahnya
minat dan pengetahuan siswa dalam menyelesaikan soal tipe HOTS (Higher Order Thiking
Skill), dan karena kondisi kelas yang kurang kondusif akan mempengaruhi konsentrasi siswa,
serta rendahnya motivasi dari orang tua dan kondisi ekonomi keluarga yang tidak
mendukung.

3. Arie Purwa Kusuma dan Syita Fatih (2021). Analisis Kesulitan Siswa dalam
Menyelesaikan Soal Higher Order Thingking Skill (HOTS) Sistem Persamaan Linear
Dua Variabel
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
dapat disimpulkan bahwa kesulitan yang dialami dalam menyelesaikan soal HOTS sistem
persamaan linier adalah kurang memahaminya konsep SPLDV, kurangnya berlatih dalam
menyelesaikan soal sistem persamaan linier yang membutuhkan pemahaman dan penalaran
tinggi.

4. Rizki Pratama dan Dalman (2022). Penyebab Sulitnya Siswa Menjawab Soal HOTS
dalam Pembelajaran Sosiologi di Kelas XI IPS SMAN 1 Batang Kapas Pesisir Selatan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kelas XI IPS SMA Negeri 1 Batang Kapas, Pesisir
Selatan dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab siswa kesulitan menjawab soal HOTS dalam
pembelajaran sosiologi adalah disebabkan karena siswa yang tidak memahami materi dan
siswa yang tidak mengerti perintah soal yang terlihat dari hasil wawancara dan observasi.
Masalah tidak hanya terjadi dari siswanya tetapi juga disebabkan oleh guru yang tidak
menjelaskan dan tidak membiasakan siswa dalam mengerjakan soal HOTS. Penyebab guru
yang tidak membiasakan pembelajaran dan soal HOTS kepada siswa disebabkan oleh
kurangnya pelatihan tentang HOTS yang diberikan kepada guru

5. Tri Nuraini dan Julianto (2022). Analisis Faktor Penyebab Kesulitan Siswa Sekolah
Dasar Kelas IV dalam Menyelesaikan Soal HOTS pada Mata Pelajaran IPA
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa peserta didik mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan soal berbasis HOTs. Adapun faktor yang dapat menyebabkan peserta didik kelas
IV mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal berbasis HOTs, yaitu karena peserta didik
yang belum terbiasa dalam menyelesaikan soal berbasis HOTs, peserta didik masih
memerlukan bantuan orang lain dalam menyelesaikan soal, kesulitan dalam memahami kalimat
atau maksud dari soal, kurang teliti dalam membaca dan memahami soal, serta pemahaman
materi yang kurang. Dalam menyelesaikan soal HOTs terkadang guru perlu memberi stimulus
pada peserta didik agar peserta didik dapat menyelesaikan soal HOTs tersebut.

Hasil kajian wawancara :

1. Pengawas (Suddin, S.Pd.,M.Pd.)


Hal yang menjadi penyebab siswa kesulitan mengerjakan soal HOTS bisa disebabkan karena
kurangnya kemampuan anak dalam berfikir kritis, anak yang terlalu terburu-buru ingin segera
menyelesaikan tes atau bisa juga dari faktor gurunya ketika dalam belajar tidak pernah
memberikan soal HOTS.

2. Kepala sekolah (Murti, S.Pd.,M.Si.,M.Pd.)


Siswa tidak dapat mengerjakan soal HOTS karena siswa tidak memahami materi pada soal atau
karena siswa tidak memahami apa maksud dari soal tersebut. Pembelajaran yang dilakukan
guru yang tidak melatih siswa berfikir tingkat tinggi juga dapat menjadi penyebabnya.

3. Rekan sejawat (Manggazali, S.Pd.)


Persepsi siswa bahwa soal itu soal menjadi awal mengapa siswa kesulitan mengerjakan soal,
sikap terburu-buru sehingga siswa tidak memahami betul apa maksud dari soal yang diberikan,
kurangnya penguasaan konsep siswa juga dapat menjadi penyebab mereka tidak dapat
mengerjakan soal HOTS, kurangnya konsentrasi dan tidak adanya motivasi anak –anak untuk
mengerjakan soal juga menjadi penyebabnya.

4. Guru (Masmuddin Kotta, S.Pd.,)


Faktor utamanya karena selama ini guru tidak pernah memberikan soal-soal HOTS kepada
siswa sehingga mereka tidak terbiasa.

5. Pakar (Hamriani, S.Pd)


Kesulitan terjadi ketika siswa tidak menguasai materi dari soal HOTS tersebut, bahasa yang
digunakan pada soal yang bertele-tele juga dapat menyebabkan siswa kesulitan karena
menyebabkan tidak dipahaminya maksud soal.

Analisis eksplorasi penyebab masalah :


Berdasarkan hasil kajian literatur dan wawancara serta kodisi sekolah dapat disimpulkan penyebab
masalah siswa kesulitan mengerjakan soal HOTS adalah :

1. Guru : Tidak membiasakan memberikan soal HOTS, kegiatan belajar tidak melatih anak berfikir
tingkat tinggi, penggunaan kalimat pada soal yang bertele-tele sehingga sulit dipahami.

2. Siswa : tidak memahami maksud soal, terburu-buru mengerjakan soal, tidak menguasai materi,
tidak terbiasa mengerjakan soal HOTS, siswa tidak terbiasa mandiri mengerjakan soal, siswa
tidak konsentrasi dalam belajar, kurangnya minat siswa, persepsi awal siswa terhadap soal
bahwa soal itu sulit.
6. Masalah yang telah diidentifikasi :
Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran

Hasil kajian literatur :

1. Tekege (2017). Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam


Pembelajaran SMA YPPGI Nabire. Profesionalisme guru dapat dikatakan masih menjadi
hambatan utama yang cukup mengganggu pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
dalam pembelajaran, selain hambatan teknis lainnya seperti listrik dan persoalan
konektifitas internet serta masalah pembiayaan. Faktor pendukung yang utama adalah
tersedianya berbagai sarana dan prasarana berbasiskan teknologi informasi dan komunikasi
yang begitu memadai guna mengakomodir pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
dalam pembelajaran.

2. Syaulan dkk (2018). Kendala Guru Memanfaatkan Media IT dalam Pembelajaran di


SDN 1 Pagar Air Aceh Besar.
Terdapat beberapa kendala yang dialami oleh guru dalam menggunakan IT untuk media
pembelajaran, yaitu Kurangnya pengetahuan guru tentang media IT (laptop/komputer, infokus,
printer, dan internet) yang disebabkan oleh faktor usia; kurangnya fasilitas IT yang tersedia di
sekolah misalnya seperti arus listrik di sekolah tidak normal serta internet tidak dapat
menjangkau keseluruh kelas; dan tidak adanya kewajiban dari pihak sekolah untuk mengajar
menggunakan media IT.

3. Mukti Sintawati dan Fitri Andriani (2019) Pentingnya Technological Pedagogical


Content Knowledge (TPACK) Guru di Era Revolusi Industri 4.0
Untuk mampu mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran seorang guru maupun calon
guru harus memiliki kemampuan Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK).
TPACK merupakan optimalisasi TK yang digunakan dalam pembelajaran untuk
mengintegrasikan CK, PK, dan PCK menjadi satu kesatuan yang utuh yang dapat menghasilkan
proses pembelajaran yang efektif, efisien dan lebih menarik. Oleh karena itu sudah seharusnya
guru di Indonesia memiliki kemampuan tersebut agar bisa mewujudkan tujuan pendidikan
nasional sehingga bangsa Indonesia bisa bersaing dengan bangsa lainnya di era revolusi
industry 4.0.

4. Winda dan Dafit (2021). Analisis Kesulitan Guru dalam Penggunaan Media
Pembelajaran Online di Sekolah Dasar.
Di dalam penggunaan media pembelajaran online, guru masih mengalami kesulitan-kesulitan,
kesulitan yang di alami guru yaitu, guru kesulitan merancang media berbasis IT,
mengoperasikan media berbasis IT, sarana dan prasarana yang tidak lengkap serta kesulitan
terakhir guru adalah mengenai kreatifitas guru

5. Fithri (2021). Analisis Kompetensi Guru Madrasah Ibtidayah dalam Pemanfaatan


Teknologi Informasi dai Komunikasi pada Pembelajaran (Studi Kasus pada MIN 4
Langkat).
Dari hasil data yang telah di analisis di temukan bahwa kompetensi guru dalam TIK sangat
rendah pada kemampuan penggunaan dan pemanfaatan Selanjutnya indikator sangat rendah
terdapat pada aspek pengalaman mengikuti pelatihan Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan
pelatihan adalah faktor yang paling dominan menjadi penyebab rendahnya kompetensi guru
dalam pemanfaatan TIK pada pembelajaran.

Hasil Kajian Wawancara :

1. Pengawas (Suddin,S.Pd., M.Pd.)


Guru sudah memiliki keinginan untuk menggunakan IT, hanya saja tidak dapat dipungkiri
keterbatasan pada guru seperti kurangnya penguasaan mereka terhadap pengoperasian
komputer menjadi penghambat tidak dimanfaatkannya dalam pembelajaran.

2. Kepala Sekolah (Murti, S.Pd.,M.Si.,M.Pd.)


Di sekolah kita terkait fasilitas IT untuk digunakan dalam pembelajaran saya rasa sudah cukup
memadai meskipun jaringan masih kadang kurang stabil. Namun itu tidak menjadi alasan
mengapa guru tidak menggunakan IT dalam pembelajaran. Beberapa guru memang ada yang
belum menguasai menggunakan komputer sehingga menjadi penghambat untuk menggunakan
IT dalam pembelajaran. Kreatifitas guru juga diperlukan terkait bagaimana menggunakan IT itu
sebagai penunjang dalam kegiatan belajar. Kekurangan lain di sekolah kita adalah tidak semua
siswa memiliki HP namun sekolah sudah memiliki cromebook yang dapat digunakan.

3. Rekan Sejawat (MAnggazali, S.Pd.)


Guru kurang memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran disebabkan kurangya penguasaan
terhadap IT, banyaknya beban tugas yang dimiliki oleh guru dan faktor usia guru. Guru yang
usinya tua tidak mampu untuk menguasai IT dan harus bekerja dalam waktu yang lama di
depan laptop.
4. Guru (Masmuddin Kotta, S.Pd.)
Penyebabnya tidak lain kembali pada tidak adanya motivasi guru untuk menggunakan
teknologi. Serta guru yang kurang memahami peran teknologi untuk keberhasilan belajar di
abad ini.

5. Pakar (Hamriani, S.Pd.,Gr.)


Kurangnya pengetahuan guru tentang penggunaan IT seperti laptop, komputer, memakai in-
fokus menjadi salah satu penyebabnya. Persepsi guru yang tidak ingin belajar juga merupakan
faktor guru tidak menggunakan teknologi terlebih lagi jika harus melakukan inovasi.

Analisis eksplorasi penyebab masalah

memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran adalah :

1. Guru kurang menguasai menggunakan IT seperti komputer


2. Guru kurang termotivasi untuk memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran
3. Kurangnya pengetahuan guru terkait TPACK atau pengetahuan cara mengintegrasikan teknologi
dalam pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai