Anda di halaman 1dari 7

From: irene kaber <irinhintan@...

>
Date: Tue Jan 18, 2005 2:10 pm
Subject: [Akaberfamily] Cerita Aceh
To: Akaberfamily@yahoogroups.com irinhintan@...
Send Email

Ytk, semua yang mendoakan

Terima kasih karena kasih sayang dan doa-doanya


menguatkan. Saya pikir saya harus membagikan apa yang
saya dapat karena Tuhan menjawab doa kalian semua dan
mengajar banyak hal selama di sana. Mengingat kembali
kebelakang jadi berkaca-kaca.
Mulai dari awal, saat menonton televisi berita tentang
bencana di Aceh sangat sedih dan saya berdoa Tuhan
beri kesempatan untuk ke sana. Karena salah satu
kerinduan saya dan teman-teman mendirikan klinik di
Tanggerang supaya kami bisa mengirim dokter-dokter ke
tempat-tempat yang membutuhkan kami baru mulai 1 bulan
membeli klinik dan memikirkan semua keuntungan dari
bisnis ini untuk mensupport pekerjaan misi medis. Jadi
kami bisa atur saya atau yang lain bisa free kapan
saja dan bisa kembali kerja kapan saja dan saat ini
hanya saya yang memungkinkan dari tim kami. Saya
mendiskusikan dengan teman-teman dan jadwal jaga
klinik bisa diatur. Masalah kedua bagaimana saya
pergi, selama mendoakan ada tawaran masuk bekerja di
sana bersama sahabat saya via lembaga sosial dan
selama kami kontak mereka masih survey dan belum jelas
rencana ke Aceh. Kemudian dari seorang teman ada
informasi ada gereja yang akan mengirim tim medis ke
Nias. Sebenarnya saya merasa saya tidak mendoakan Nias
dan tidak pingin apply dan merasa bukan ke sana.
Karena saya dan teman-teman klinik lebih fokus belajar
melayani orang-orang muslim dan saya pikir ke Aceh
menjadi pelajaran dan masukan bagi kami. Seorang teman
mengatakan kamu memang mendoakan Aceh tapi terbuka
juga dong untuk ke Nias siapa tahu Tuhan ingin kamu ke
sana. Jadi saya meng-sms hamba Tuhan di gereja itu.
Awalnya dikatakan ke Nias sudah penuh akan dihubungi
lagi kalau ada yang mengundurkan diri, jadi saya pikir
ya sudah saya masih menunggu sahabat saya yang masih
rapat-rapat dan persiapan dan mereka juga belum jelas
kapan berangkat, jadi atau tidak. Ternyata tidak lama
saya dihubungi hamba Tuhan dari gereja tadi dan dia
mengatakan mereka justru butuh dokter ke Aceh, jadi
dengan tim ini saya akan berangkat dengan rencana
kerja 1 minggu dan saat saya bilang iya tim dari
sahabat saya juga sudah matang persiapannya dan akan
berangkat pada hari yang sama ke Medan.
Sepanjang beberapa hari banyak mendoakan tim dari
gereja yang tidak satupun saya kenal, saya tidak ikut
persiapan dan pengutusan, juga berdoa untuk kesehatan
karena pulang dari natalan di Kalimantan selama
seminggu di sana tiap hari flu dan kurang fit.

Hari senin tanggal 10 Jan bertemu dengan semua tim


dari gereja kesan pertama banyak perempuan dari 12
orang hanya ada 5 laki-laki hanya 1 yang memimpin di
atas 40 tahun sisanya sepuluh masih muda-muda. 6
dokter 2 Sarjana Kedokteran 1 sarjana kesehatan
Masyarakat 1 sarjana psikologi, 1 non medis. Suasana
masih canggung. Berangkat naik Garuda jam 3 sore delay
sementara Jakarta Medan waktu penerbangan hampir 2
jam, dan bis kami sudah di pesan jam 8 Medan Banda
Aceh. Sesampai di Medan sudah dijemput teman-teman
Perkantas Medan dan di bawa ke Home training. Waktu
itu rasanya semua tergesa-gesa dari teman-teman di
Medan sudah disediakan makan malam dan persiapan
singkat bahwa kami harus pakai kerudung dan semua
simbol-simbol kristen jangan dibawa dan 1 orang yang
mengantar kami naik bis sampai Aceh dan seorang
perempuan lagi, muda juga. Juga rencana berubah,
awalnya kami dapat informasi tim kami hanya di satu
lokasi namanya pantai Loknga Banda Aceh, kami akan
tinggal di tenda dan jalan kaki 3 jam ke lokasi.
Ternyata sampai di Medan berubah. Teman-teman di Medan
mengatakan kondisi Banda Aceh berubah-ubah jadi kami
akan langsung ke posko relawan ada satu ruko di Banda
Aceh jalan Tengku Iskandar, sementara kami di situ
dulu rencana selanjutnya ada yang membantu di sana.
Jadi dalam situasi yang serba cepat kami naik bis,
rasanya tegang juga karena merasa rawan, tapi
teman-teman di Medan menguatkan dan mengatakan justru
naik bis lebih aman daripada kendaraan pribadi.
Sebenarnya dalam briefing singkat diingatkan supaya
KTP selalu harus dipegang, mungkin karena tergesa-gesa
dan kita hanya sebentar di Medan ada 2 teman yang
KTPnya di bagasi bis. Dan memang subuh kami
dibangunkan tentara dan minta semua KTP diangkat.
Semua yang ada di bis KTP Aceh yaitu KTP merah putih
dan hanya tim kami yang KTP bukan Aceh semua tegang
dan berdoa supaya tidak dipersulit alhamdulillah semua
bisa lewat. Sampai Di Aceh Selasa siang sekitar jam 11
an, kami sudah ditunggu mobil pick up dan kijang
dibawa ke posko. Istirahat sebentar kordinasi dengan
relawan yang sudah ada di sana mereka akan pulang ke
Medan malamnya. Di ruko itu kami bisa mandi, masak
(lebih baik dari tenda tentunya). Terima kasih untuk
doanya kami pikir betapa baik Tuhan mengatur segala
sesuatu, karena lokasi yang akan kami datangi sudah
ada orang lain yang ambil. Kota banda Aceh sendiri
penduduknya sedikit selebihnya relawan dan orang yang
mencari keluarga karena sebagian besar mengungsi ke
luar. Banyak posko dan LSM dari dalam dan luar, banyak
stok sumbangan logistik dan tenaga kesehatan (saat
kami masuk posko dan bendera PKS ada di mana-mana jadi
sebenarnya tidak ada pekerjaan bagi kami di Banda Aceh
untuk hari itu dan besok belum jelas ke mana)sementara
waktu cuman 1 minggu dan yang dibutuhkan adalah
relawan yang mengumpulkan mayat. Jadi kami harus
survey dan hunting daerah yang tidak ada relawan. Kami
istirahat sebentar siang itu tim dibagi 2 yang pria
survey ke kecamatan Lhong dan wanita keliling kota
untuk melihat apa yang bisa dilakukan. Sulit
dilukiskan dengan kata-kata daerah pinggir pantai yang
Indah hancur rata sampai tanah, begitu banyak puing2
dan lumpur laut yang hitam, bau mayat. Saya mengagumi
relawan, tentara dan orang-orang asing yang bekerja
membersihkan puing-puing dan menutup dan mengumpulkan
mayat, saat kami pergi masih banyak. beberapa saksi
mata mengatakan hari-hari pertama sejauh mata
memandang ribuan mayat tergeletak, saat kami datang
dipinggir-pinggir jalan masih beberapa, tidak tahu
berapa yang dibawah reruntuhan yang banyak sekali yang
belum tersentuh harus dengan alat berat. Kami
melakukan sebisa kami membagikan air mineral dan
biskuit ke relawan-relawan yang ada dan mereka sangat
senang sekali. Sedih melihat relawan-relawan kita
bekerja tanpa peralatan yang memadai saat kami lewat
ada sekitar 40 relawan membuka satu daerah di Banda
Aceh mayat yang terkumpul ada banyak, mereka
mengatakan sarung tangan dan sepatu bot bolong dan
saya melihat ada dari mereka yang terluka dan hanya
diberi betadin sedih sekali. Kami bertemu juga dengan
satu orang kakek tua yang menyetop mobil mau menumpang
ke lokasi pantai Loknga, tanpa menangis kakek tua itu
menceritakan isti, anak dan menantu habis hanya
tinggal 1 cucu dan itu adalah amanah semua datangnya
dari Allah. Kami melihat wilayah yang harusnya jadi
tempat pekerjaan kami 1 minggu dan memang sudah ada
posko lain dan daerah pinggi pantai itu tidak ada
bangunan yang utuh semua rata sampai tanah, saya tidak
bisa membayangkan apa yang terjadi. Kami lewat daerah
pasar yang di shoot di TV saat gelombang tsunami
datang. Wah pasar itu besar ada Mall baru ada begitu
banyak bangunan pertokoan dan merupakan pusat belanja
dan pada hari minggu jam 9 itu merupakan daerah
teramai. kami sempat menemukan 2 mayat yang masih
segar yang belum ditutup orang dewasa dan 1 anak saya
membayangkan ribuan terkubur dibawah puing-puing dan
berapa lagi yang dibawa ke laut. Di perjalanan saya
bertemu dengan seorang asing yang mengaku jurnalis
dari news week dia menceritakan tentang pemandu
jalannya yang bersama dia selama hampir dua minggu.
Tidak menunjukan tanda-tanda kesedihan masih tertawa
dan seolah-olah semua baik-baik saja setelah 2 hari
baru menceritakan ayah-ibu dan saudara-saudara
meninggal, setelah 1 minggu menyebutkan 250 nama
sahabat dan teman yang meninggal. Itu terasa aneh,
karena pasien yang berobat semua menceritakan siapa
yang mati. Ada 1 orang supir yang mengatar kami masih
muda, tampak kurang tidur, setelah bicara ternyata dia
mengungsi dan baru 2 hari ini berani ke Aceh, ayah-ibu
dan saudara kandung mati, saat gempa masih sempat
bicara ketika dia mau pulang ke rumah gelombang datang
dia tidak menangis. Saya tanya bagaimana perasaannya
dia bilang mau bagaimana semua orang kehilangan
seolah-olah dia tidak berhak untuk sedih. Saya pikir
begitu banyak orang yang trauma.
Setelah survey dan pulang ke posko untuk makan siang
ternyata sahabat saya menelpon timnya sudah ada di
Sigli 2 jam perjalanan dari Banda Aceh, hanya 1 dokter
dengan 700 pengunsi, tidak ada posko kesehatan. Mereka
akan dirikan klinik darurat dan menanyakan apakah saya
bisa bantu (ada sinyal Mentari dan Telkomsel). Kami
berunding tim tinggal 7 orang karena 4 pria sedang
survey ternyata mereka harus naik boat dan menginap
besak baru pulang dan membawa laporan. Karena tidak
ada yang kami kerjakan sore kami sepakat untuk datang
dan membantu ke sana, bersama tim kami ada tambahan 1
dokter misionaris asing. Kami berangkat sampai sana
jam 5.30 sore dan banyak pasien. Kami bekerja dan
menangani banyak pasien dengan obat-obat yang terbatas
karena stok obat mereka belum datang. Secara umum kami
menghadapi realita setiap pasien yang datang adalah
orang-orang yang mengalami trauma dan kehilangan.
banyak pasien yang luka-luka karena terseret arus dan
terkena benda-benda ada yang harus diamputasi. Hari ke
dua kami masih membantu tim tersebut, sore pulang dan
bertemu sebagian tim kami yang pulang survey.
Kesimpulannya Kec. Lhong terisolasi, tidak ada tim
medis, perjalanan naik boat kecil lewat laut luas dan
4 tim kami dan 1 orang lokal mabuk laut dan terlalu
berat lewat laut mereka merasa tidak sanggup lagi
kalau harus pergi lewat laut, karena cuaca tidak bisa
diprediksi gelombang sangat besar. Hasil rapat tim
kami tidak akan pergi kecuali lewat udara rasanya itu
mustahil untuk kami, sedih ada kebutuhan yang jelas
tim sudah berjanji untuk ada tim medis datang dan kami
butuh helicopter. Malam itu kami berdoa minta Tuhan
pimpin dalam pikiran saya hari ke tiga besok kami
harus survey daerah lain lagi. Hari ke 3, tim dibagi
ada yang survey ke daerah yang lebih dekat, ada yang
ke Bandara mencari info tentang helicopter (itu
rasanya mission imposible dan kami tidak berharap
banyak karena tidak ada uang untuk itu juga), ada yang
di posko mempersiapkan obat dan mengatur obat karena
saat kami datang ada banyak obat dan belum terdata.
saya dan beberapa teman bertemu dengan forum gabungan
LSM di Aceh. Menurut forum LSM tim medis mereka sudah
mengcover seluruh Banda Aceh dan akan long term, akan
ada tim medis mereka sendiri ada 24 dokter, kami
dianjurkan mencari daerah lain atau ke Lhong (karena
kami tawarkan daerah itu untuk mereka, siapa tahu
mereka sanggup ternyata sama saja terlalu sulit kalau
naik boat beresiko). Selanjutnya kami surve ke daerah
agak di luar Banda Aceh. ternyata yang ada cuman
relawan yang sedang membuka jalan, membersihkan
mayat-mayat tidak banyak penduduk karena sudah
mengungsi, dan tidak memungkinkan mendirikan posko
kesehatan banyak lalat, mayat dan bau busuk menyengat.
Saat pulang hati kami terhibur diluar perkiraan kami,
kami bisa naik heli asal ada surat dari Yayasan yang
menerangkan kami tim medis dan akan pergi ke Lhong dan
mencantumkan nama rombongan dan cap yayasan jika mau
berangkat besok pagi, sore semua urusan harus selesai.
Bahkan mereka juga menyediakan bantuan penerbangan
untuk orang-orang yang longterm karena tidak ada
tenaga medis. Dan kami bisa berangkat besok, bisa
terbayangkan senangnya kami, maklum semua belum pernah
naik helicopter jadi cukup norak untuk mengekspresikan
kegembiraan, apalagi semuanya free tidak bayar. Kami
akan naik heli Australia, wow kereen semua sudah
memesan foto dengan pilot dan helinya ha....norak ya
Jadi sisa hari ke-3 kami sibuk persiapan obat,
pakaian, bahan makanan dan izin untuk berangkat. Hari
ke 4, sampai di Bandara pagi jam 7 ternyata sudah
banyak orang yang ingin menumpang heli baik relawan
maupun penduduk lokal. Kondisi bandara jadi sangat
internasional banyak orang asing dari berbagai negara,
banyak helicopter mendarat dan terbang, banyak tentara
internasional. Kami menunggu lama untuk berangkat
sampai disana siang jam 11 an kurang lebih 30 menit
naik heli. Kami diterima camat untuk kordinasi,
wilayah itu langsung dipegang militer. Ada satu tim
medis yang datang 1 dokter dan 1 perawat dari
Pertamina posko BUMN. Pak camat mengistruksikan tim
itu gabung ke Kami yang ada 9 tim dokter dan 1
apoteker dan 5 relawan. ternyata dilapangan kami tidak
bisa kerja sama, sekalipun dokter tersebut jauh lebih
muda sama dengan dokter termuda kami tapi sikapnya
tidak bersahabat. Di tengah jalan kami mengerti
kemungkinan dia dari saudara kita yang radikal dan
ketika tahu kami semua nasrani dia tidak suka,
sekalipun dia adik kelas saya 4 tahun dibawah, kurang
bersahabat tidak mau bertukar informasi. Jadi hari 4
s/d 6 kami di Lhoong. Siang setelah jumat tim di bagi
5, masing-masing terdiri dari 2 dokter. Karena ada 8
tempat pengungsian, dari 13.000 penduduk separuh mati
dan hilang yang ada di Kecamatan itu kurang lebih 5000
an. Dokter puskemas pergi ke Banda Aceh mencari
keluarganya dan tidak kembali. Saat bencana terjadi
penduduk Kecamatan Lhoong yang dipinggir pantai ini
banyak yang ke pantai karena air surut dan banyak ikan
dan kemudian gempa dan datang gelombang tsunami yang
tingginya lebih dari 10 meter, dan gelombang itu
katanya 3 kali, jadi membawa orang dan bangunan hilang
ke laut. Kami hanya bisa naik motor ke 6 lokasi 1
pengungsian 1 lokasi di kecamatan tempat kami menginap
dan 1 lagi terlalu jauh dan sulit dijangkau naik motor
juga sudah ada yang pergi. Jadi Jumat s/d minggu 7
lokasi tertangani. Kami naik motor melewati kondisi
jalan yang terputus dan rusak, seru karena konon itu
daerah yang masih banyak GAM dan sering ada kontak
senjata. Tidak heran kecamatan penuh ABRI bersenjata
di mana-mana. Sepanjang menyusuri jalan sedih bukan
main, yang ada cuman poncasi dasar ruma, lantaipun
tidak ada semua sudah gelombang tsunami dibawa ke
laut. Ada rumah yang pindah ke atas mobil. kantor PLN
tersapu bersih. Sepanjang naik helipun sejauh mata
memandang daerah yang tersapu bersih. Kami selain
menanganni medis ada teman-teman yang mengajak
anak-anak bermain dan mengajar sederhana seperti
berhitung dan abjad. Karena tidak ada sekolah, tidak
ada buku, mereka hanya bermain dan penduduk lebih
banyak tidak ada aktivitas. Daerah yang paling parah 1
desa penduduknya tinggal sedikit semua mati. 28 desa
tinggal 4 desa, dengan 10 kepala desa mati. Kadang
disela memeriksa saya sempat gabung dengan teman-teman
yang bermain dengan anak-anak. Sungguh mereka sangat
senang, dan mereka sedih dan diam ketika kami pergi.
Begitu mudah meraih hati mereka. Kami juga membantu
puskesmas membereskan obat-obat. Karena tiap tim medis
yang datang hanya sebentar dan meninggalkan banyak
obat. Sementara perawat dan bidan kurang mampu dan
tidak mengerti obat yang ada, sehingga tiap ada yang
datang selalu dikatakan kurang dan tidak ada. Kami
berhasil membuat 1 kamar obat dan semua obat sumbangan
kami data dan sudah diklasifikasi. Sedih sekali saat
kami pergi tidak ada dokter yang menggantikan. Minggu
pagi di mesjid nama tim kami di dengungkan dan
dikatakan sekalipun kami nasrani, kami mau membantu
mereka atas dasar kemanusiaan dan mereka berterima
kasih sekali. Luar biasa Aceh yang tertutup untuk
orang asing dan kristen terbuka mereka justru
menemukan di lapangan justru orang kristen dan orang
asinglah yang komit membantu mereka karena kasih. Kami
sempat tegang karena tim kami ada 14 (1 sudah pulang
ke B. Aceh lebih dulu untuk persiapan tim berikutnya)
dan untuk pulang naik heli tidak seperti datang
teratur. kalau pulang rebutan dengan LSM dan penduduk
yang ingin ke b. Aceh. Sementara tiket kami senin.
Sampai siang kami tidak tahu kalau sistimnya seperti
angkot, setelah tahu tidak ada jemputan kami telepon
dengan satelit dan baru tahu kalau sistemnya asal naik
saja. Satu teman yang gabung tim kami dr. Phil berdoa
tidak henti sementara kami masih periksa pasien,
menyetok obat dan bermain dengan anak-anak agar Tuhan
sediakan helicopter pulang, ada tempat untuk 14 orang.
Tegang karena ada begitu banyak orang yang menunggu
dan kami tidak rela berpisah atau ada yang tertinggal,
karena kasih sayang dan kekompakan tim sudah
terbangun. Saat ada heli marine US, dr. Phill yang
juga orang Amerika bertanya apakah tim kami boleh
ikut, karena ada 14 orang dan kalau berebutan kami
kalah dengan penduduk dan orang lain, awalnya dijawab
mereka tidak bisa datang lagi untuk menjemput. Tidak
tahu bagaimana, salah seorang kenek heli he...bertanya
dan Tuhan gerakkan hatinya ketika tahu ada 14 orang
tim medis yang tidak terangkut, dia berjanji akan
balik menjemput kami dan sebisa kami yang ada boleh
naik. jadi kami sudah berencana ada yang naik boat,
karena sudah sore dan setelah itu mungkin tidak ada
heli lagi. Dan ajaib heli ini mau datang menjemput
kami dan 14 orang bisa masuk, rasanya terharu menatap
wajah semua anggota tim, hampir kami tidak bisa
pulang. Kami lengkap berdesakan dalam 1 heli barang
meringkuk dengan hati memuji Tuhan. Selama di Lhoong,
kami tinggal di rumah karyawan puskesmas dengan air
sumur yang terbatas dan tidak ada kakus, rasanya itu
yang membuat tim kami kompak maksudnya sama-sama tidak
mandi dan susah cari wc he...Hal yang ajaib lagi, kami
pulang ke posko kemudian pindah ke rumah yang
dikontrak misionaris dan saat itu rumah ini termegah
ke 2 yang ada di Aceh dengan banyak kamar dan kamar
mandi. Jadi bisa mandi dan istirahat. Hari ke 7 Senin
pagi kami persiapan packing dan membuat jurnal, dan
laporan. karena jam 12 kami sudah harus ke Bandara dan
berangkat ke Medan naik Garuda jam 2 sementara itu
kami ditunggu pesawat Garuda di Medan jam 4.45 untuk
ke Jakarta. Sempit sekali dan seperti biasa pesawat
delayed kami baru bisa berangkat jam 4 sore dari B.
Aceh ha...nice sekali. Bersyukur teman-teman perkantas
medan sudah melapor dan check in untuk kami dan
menukar pesawat kami jadi seperti datang dengan
terburu-buru salam-salaman, berlari-larian memutari
bandara mengambil tiket kemudian naik lagi ke pesawat
Garuda yang sama di Medan dan kami berangkat ke
Jakarta.
Akhirnya 7 hari berkerudung dan terbiasa ke mana-mana
berkerudung, kami kembali. Banyak kebutuhan di sana
dan rasanya hati saya tidak rela pergi melihat pintu
yang terbuka dan ribuan orang butuh pelayanan. Jadi
doakan untuk rencana kembali dengan waktu yang lebih
lama dan tim yang berbeda. Senang bisa bersama tim
yang ada dan rasanya sedih berpisah, ingat doa seorang
teman saat kami bersyukur untuk semua setelah
evaluasi, Tuhan siapkan kami untuk kembali ke
rutinitas hidup kami, ke dunia kami.
Sekali lagi terima kasih untuk doanya, love u all.

Irene

__________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail - Find what you need with new enhanced search.
http://info.mail.yahoo.com/mail_250

Anda mungkin juga menyukai