Anda di halaman 1dari 24

TUGAS 2

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Dikerjakan Oleh :

Nama : Muhammad Teduh Alfian

NIM : 043104018

PRODI : ILMU HUKUM, FHISIP (Fakultas Hukum, Ilmu Sosial,


dan IlmuPolitik)

UNIVERSITAS TERBUKA

2023
Soal 1

Setiap negara mempunyai identitas nasional masing-masing tak terkecuali dengan Indonesia.
Fungsi dari identitas nasional adalah untuk membbedakan negara yang stau dengan negara
yang lainnya. Identitas nasional tersebut baisanya lahir dari berbagai nilai-nilai yang ada di
suatu bangsa.

Dari paparan tersebut silahkan uraikan makna dari identitas nasional dan berikanlah
contoh identitas nasional yang ada di Indonesia!

Jawaban:

Istilah identitas nasional terbentuk oleh dua kata, yaitu identitas dan nasional. Kamus Besar
Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa kata identitas berarti "ciri-ciri atau keadaan khusus
seseorang" atau "jati diri". Kata identitas berasal dari kata "identity" (Inggris) yang dalam
Oxford Advanced Learner's Dictionary berarti: (1) (C,U) who or what sb/sth is; (2) (C,U) the
characteristics, feelings or beliefs that distinguish people from others; (3) the state of feeling
of being very similar to and able to understand sb/sth. Berdasarkan arti kata identitas di dalam
kamus tersebut, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kata identitas menunjuk pada ciri
atau penanda yang dimiliki oleh seseorang pribadi dan dapat pula kelompok. Penanda pribadi
misalkan diwujudkan dalam beberapa bentuk identitas diri, misal dalam Kartu Tanda
Penduduk atau Surat Izin Mengemudi (Tim Penyusun Buku Ajar MKWU, 2016). Kata
nasional berarti bersifat "kebangsaan"; "berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri";
"meliputi suatu bangsa." Kata nasional berasal dari kata "national" (Inggris) yang dalam
Oxford Advanced Learner's Dictionary berarti: (1) connected with a particular nation; shared
by a whole nation; (2) owned, controlled or financially supported by the federal, government.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "nasional" berarti bersifat kebangsaan; berkenaan
atau berasal dari bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa (Tim Penyusun Buku Ajar MKWU,
2016). Berdasarkan arti yang terdapat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut,
identitas nasional dengan demikian dapat diartikan sebagai ciri-ciri, segala perasaan, atau
sifat-sifat kebangsaan yang berasal dari bangsa itu sendiri. Berdasarkan arti kamus ini,
identitas nasional dapat dipahami sebagai ciri khas yang dimiliki oleh suatu bangsa dan
berasal dari bangsa itu sendiri, yang pada akhirnya menjadi penentu atau pembeda bangsa
tersebut dengan bangsa yang lain. Identitas nasional dengan demikian mencakup dua aspek.
Pertama adalah aspek ciri khas. Identitas nasional selalu merupakan representasi dari keadaan
suatu bangsa. Identitas adalah gambaran yang mewakili keadaan dari bangsa tersebut. Kedua,
identitas nasional juga merupakan pembeda dari bangsa tersebut dengan bangsa yang lain. Di
samping menunjukkan ciri-ciri yang merepresentasikan keadaan suatu bangsa, identitas juga
harus menunjukkan kekhasan bangsa tersebut dibandingkan dengan bangsa yang lain
sehingga dengan identitas tersebut, bangsa yang bersangkutan menunjukkan perbedaannya
dengan bangsa yang lain. Inilah dua aspek yang penting di dalam identitas nasional. Sudut
pandang kedua yang dapat digunakan untuk mengkaji pengertian identitas nasional adalah
sudut pandang historis. Secara historis, ide tentang identitas nasional Indonesia bukanlah ide
yang baru. Ide ini telah muncul sejak masa perjuangan kemerdekaan. Kesadaran tentang
pentingnya identitas nasional Indonesia secara historis tepatnya mulai muncul setelah banyak
pemuda Indonesia yang menjalani pendidikan di Eropa. Kesadaran tentang pentingnya
identitas nasional Indonesia, khususnya pada tahap awal munculnya ditandai dengan
diselenggarakannya Kongres Budi Utomo 1908. Kongres Budi Utomo 1908 diselenggarakan
sebagai akibat dari munculnya kesadaran rakyat Indonesia untuk merdeka dan bersatu
sebagai bangsa. Rakyat Indonesia mulai sadar untuk melepaskan diri dari penjajahan bangsa
asing. Rakyat Indonesia mulai sadar untuk menemukan identitas dirinya sebagai bangsa yang
telah terhambat perkembangannya karena dalam keadaan terjajah sehingga muncullah
kesadaran untuk bangkit mengatur kehidupannya sendiri sebagai sebuah bangsa yang
bernegara sendiri. Kesadaran rakyat Indonesia pada tahun 1908 tersebut dikenal dengan masa
Kebangkitan Nasional. Kebangkitan nasional ini telah memberikan semangat bagi rakyat
Indonesia untuk sadar dan bangkit menemukan jati diri sebagai bangsa dan untuk mengatur
masa depannya dengan bernegara sendiri. Kelanjutan Kongres Budi Utomo adalah kongres-
kongres kebudayaan daerah. Kongres-kongres kebudayaan daerah yang diselenggarakan di
masa kebangkitan nasional bertujuan mempersiapkan masing-masing daerah untuk bersatu
sebagai bangsa yang merdeka. Kongres Kebudayaan I yang diselenggarakan di Solo tanggal
5-7 Juli 1918 memang terbatas pada pengembangan nilai-nilai budaya Jawa, tetapi kemudian
disusul oleh kongres-kongres kebudayaan Sunda, Madura, dan Bali. Kongres-kongres
kebudayaan daerah tersebut kemudian dilanjutkan dengan kongres bahasa Indonesia dan
kongres pemuda. Kongres bahasa Sunda diselenggarakan di Bandung tahun 1924. Kongres
pemuda ke-2 di Jakarta diselenggarakan tahun 1928. Kongres bahasa Indonesia I
diselenggarakan tahun 1938 di Solo. Peristiwa-peristiwa yang terkait dengan kebudayaan dan
kebahasaan melalui kongres telah memberikan pengaruh positif terhadap penemuan jati diri
dan identitas nasional bangsa Indonesia. Pembentukan identitas nasional melalui
pengembangan nilai-nilai kebudayaan Indonesia telah mulai dilakukan di masa Kebangkitan
Nasional jauh sebelum kemerdekaan. Kongres-kongres kebudayaan tersebut telah mampu
melahirkan kepedulian terhadap unsur-unsur budaya daerah-daerah lain. Pengalaman
kongres- kongres kebudayaan telah banyak memberikan inspirasi yang mengkristal akan
kesadaran berbangsa yang diwujudkan dengan semakin banyak berdirinya organisasi
kemasyarakatan dan organisasi politik. Sejumlah organisasi kemasyarakatan yang berdiri
bergerak dalam berbagai bidang, seperti bidang perdagangan, keagamaan hingga organisasi
politik. Tumbuh dan berkembangnya sejumlah organisasi kemasyarakatan.dan politik
tersebut menyebabkan semakin kuat kesadaran berbangsa. Pertumbuhan partai politik di
Nusantara bagaikan tumbuhnya jamur pada tahun 1920-1930-an. Puncaknya para pemuda
yang berasal dari organisasi kedaerahan berkumpul dalam Kongres Pemuda ke-2 di Jakarta
tahun 1928 dan mengumandangkan Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda tersebut telah
menyatakan identitas nasional yang lebih tegas bahwa "Bangsa Indonesia mengaku bertanah
air yang satu, tanah air Indonesia, berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia." Persatuan kebangsaan Indonesia merefleksikan suatu
kesatuan dalam keragaman dan kebaruan dalam kesilaman. Clifford Geertz mengandaikan
Indonesia ibarat anggur tua dalam botol baru, artinya masyarakat lama dalam negara baru.
Nama Indonesia sebagai nasionalisme politis (political nationalism) memang baru
diperkenalkan sekitar tahun 1920-an, tetapi tidaklah muncul tanpa benih. Nama Indonesia
berakar pada adanya tanah air beserta elemen-elemen sosial-budaya yang telah ribuan bahkan
jutaan tahun lamanya hadir di Nusantara. Mohammad Hatta pernah mengatakan bahwa bagi
bangsa Indonesia, nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik karena melambangkan
dan mencita-citakan suatu tanah air pada masa depan. Setiap orang Indonesia akan berusaha
dengan segala tenaga dan kemampuan untuk mewujudkannya. Kemauan dan kemampuan
yang luar bisa diperlukan untuk dapat menyatukan keluasan teritorial dan kebhinekaan sosio-
kultural Indonesia ke dalam kesatuan entitas Negara-Bangsa. Sebuah negeri untaian zamrud
khatulistiwa yang mengikat lebih dari lima ratus suku bangsa dan bahasa, ragam agama, dan
budaya di sepanjang rangkaian tanah air yang membentang dari 6° 08' LU hingga 11° 15' LS,
dan dari 94° 45' BT hingga 141° 05' BT (Latif, 2011).

Negara Kesatuan Republik Indonesia secara geopolitis adalah negara lautan (archipelago)
yang ditaburi oleh pulau-pulau atau dalam sebutan umum dikenal sebagai negara kepulauan.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari sekitar 17.508 pulau (citra
satelit terakhir menunjukkan 18.108 pulau), sekitar 6000 di antaranya berpenduduk (United
Nations Environment Program, UNEP, 2003). Lautan menjadi faktor dominan. Total luas
wilayah Indonesia 7,9 juta km² terdiri dari 3,2 juta km² merupakan wilayah laut teritorial dan
2.9 juta km² perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan hanya sebanyak 1,8 juta km²
merupakan daratan. Luas lautan Indonesia meliputi 2/3 dari total luas wilayah Indonesia.
Panjang pantai 95.180, 8 km, sedangkan panjang khatulistiwa 40.070 km sehingga panjang
pantai Indonesia dua kali lipat lebih dari panjang khatulistiwa. Letak Indonesia yang strategis,
yaitu di titik persilangan antar benua dan antar samudera, membuat kepulauan Indonesia
sejak lama menjadi wadah penyerbukan silang budaya dan peradaban dunia. Indonesia
menampilkan senyawa arkeologi peradaban yang berlapis, tempat unsur-unsur peradaban
purba, tua, modern, dan pasca modern bisa hadir secara simultan. Bangsa Indonesia adalah
bangsa majemuk paripurna (par excellence). Bangsa Indonesia sungguh menakjubkan karena
kemajemukan sosial, kultural, dan teritorial dapat menyatu ke dalam suatu komunitas politik
kebangsaan Indonesia (Latif, 2011).

Setelah bangsa Indonesia lahir dan menyelenggarakan kehidupan bernegara


selanjutnya mulai dibentuk dan disepakati apa saja yang dapat dijadikan identitas nasional
Indonesia. Dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara hingga saat ini dapat
dikatakan bangsa Indonesia relatif berhasil dalam membentuk identitas nasionalnya.
Demikian pula dalam proses pembentukan ideologi Pancasila sebagai identitas nasional.
Setelah melalui berbagai upaya keras dan perjuangan serta pengorbanan di antara komponen
bangsa bahkan melalui kegiatan saling memberi dan menerima di antara warga bangsa maka
saat ini Pancasila telah diterima sebagai dasar negara. Pekerjaan rumah yang masih tersisa
dan seyogianya menjadi perhatian pemimpin bangsa dan seluruh rakyat Indonesia adalah
perwujudan Pancasila dalam pengamalannya. Dengan kata lain, sampai saat ini, Pancasila
belumlah terwujud secara optimal dalam sikap dan perilaku seluruh rakyat Indonesia.
Identitas nasional pasca kemerdekaan dilakukan secara terencana oleh Pemerintah. Bentuk-
bentuk identitas nasional ditentukan sebagai berikut: (1) Bendera negara adalah Sang Merah
Putih; (2) Bahasa nasional atau bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia; (3) Lagu
kebangsaan adalah Indonesia Raya; (4) Lambang negara adalah Garuda Pancasila; (5)
Semboyan negara adalah Bhinneka Tunggal Ika; (6) Dasar falsafah negara adalah Pancasila;
(7) Konstitusi (Hukum Dasar) Negara adalah UUD NRI 1945; (8) Bentuk Negara adalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia; (9) Konsepsi Wawasan Nusantara; dan (10)
Kebudayaan-kebudayaan daerah diterima sebagai kebudayaan nasional.
Empat identitas nasional pertama meliputi bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan diatur dalam peraturan perundangan khusus yang ditetapkan dalam Undang-
Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara Lagu
Kebangsaan. Dasar pertimbangan tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan Indonesia diatur dalam Undang-Undang karena (1) bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud
eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945; dan (2)
bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan
manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam
keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Soal 2

Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa Indonesia sudah final dan menjadi harga mati.
Sebagai ideologi dan dasar negara Pancasila mempunyai nilai-nilai luhur untuk kehidupan
berbangsa dan bernegara serta menjadi sumber dari segala sumber hukum yang ada di
Indonesia. Sila-sila dalam Pancasila mempunyai keterkaitan dan membentuk sebuah hirarki
pyramidal. Oleh karena itu, Pancasila mempunyai makna yag mendasar dan tidak dapa
dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Dari uraian di atas lakukanlah analisis terkait dengan sila-sila Pancasila dilihat dari causa
materialis dari Pancasila!

Jawaban:

Causa materialis (asal mula bahan) ialah berasal dari bangsa Indonesia sendiri, terdapat dalam
adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya sehingga pada hakikatnya nilai-nilai
yang menjadi unsur-unsur Pancasila adalah digali dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa
nilai-nilai adat kebudayaan dan nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari
bangsa Indonesia. Jadi asal mula bahan atau causa materialis Pancasila adalah bangsa Indonesia
sendiri yang berupa kepribadian dan pandangan hidup. Catatan yang perlu mendapatkan
perhatian, bahwa nilai-nilai yang terdapat pada kelima sila Pancasila merupakan kristalisasi
nilai-nilai yang ideal, sedangkan yang dianggap tidak ideal tidak diakomodasikan. Jika kita
perhatikan dengan seksama, maka tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan bahwa terdapat hal-
hal yang kurang baik dan berat sebelah, seperti terlalu individua atau sebaliknya terlalu sosial,
sehingga mengorbankan kepentingan sosial atau sebaliknya mengorbankan kepentingan sendiri,
sedangkan sila-sila Pancasila berupaya mencari jalan tengah di antara kedua kutub itu.

1. Adat-istiadat Sebelum melihat sejauh mana implementasi adat-istiadat dalam Pancasila,


dan bagaimana bentuk konkretnya dalam sila-sila Pancasila terlebih dahulu diuraikan
karakteristik adat-istiadat tersebut. Pada pokoknya adat-istiadat merupakan urusan
kelompok; tidak ada adat-istiadat orang seorang. Seseorang mengikuti adat-istiadat
bersama dengan orang lain; adat-istiadat sekaligus merupakan urusan masyarakat.
Masyarakat ini kadang-kadang mempunyai pembatasan yang agak cermat, misalnya,
sebuah suku atau satu persekutuan pedesaan yang masih tertutup di dalam masyarakat
yang bersifat sangat agraris. Sebuah persekutuan merupakan objek maupun subjek
adatistiadat tidak ada pemisah di antara kedua hal ini, bahkan keduanya tepat bersamaan.
Artinya, persekutuan tunduk kepada adat-istiadat, namun juga merupakan pendukungnya
serta mempertahankannya (de Vos, 1987: 42).
Dengan diambilnya adat-istiadat sebagai unsur sila Pancasila, memang sangat tepat,
sebab para pemimpin kita yang merumuskan sila-sila Pancasila mengharap negara yang
berdasarkan Pancasila merupakan negara kekeluargaan, bukan negara yang bersifat orang
perorangan. Pancasila bukanlah sebuah ideologi yang ditanamkan dari atas, melainkan
merupakan manifestasi moralitas publik. Artinya, dimensi otoritas dan tradisi seharusnya
melenturkan diri sefleksibel mungkin, sehingga publik pun berpartisipasi dalam
diskursus tentang nilai-nilai dasar Pancasila itu (Lanur, 1995: 11). Karakteristik lain dari
adat-istiadat. Orang tidak lagi mempertanyakan tentang asal-usul serta apa yang hendak
dicapai oleh adat-istiadat, melainkan orang mematuhi secara diam-diam dan tanpa
mempersoalkannya. la diterima dan dipatuhi sebagai sesuatu yang wajar. la tidak
memerlukan dasar pembenaran; palingpaling kehendak Tuhan merupakan dasar
pembenarannya (de Vos, 1987: 43). Dari kedua karakteristik adat-istiadat di atas, sudah
sangat jelas maksud dan tujuannya. Di samping itu, tampaknya adatistiadat memiliki
karakteristik yang universal, artinya berlaku untuk adat istiadat dimana pun dengan tidak
melihat di mana tempat keberadaannya. Dengan demikian, adat-istiadat bangsa kita
memiliki karakteristik tersebut. Koentjaraningrat (1974) setelah membedakan antara
kebudayaan dengan adat menyatakan. Adat adalah wujud ideal dari kebudayaan. Secara
lengkap wujud itu dapat kita sebut adat tata kelakuan, karena adat itu berfungsi sebagai
pengatur kelakuan. Adat dapat dibagi lebih khusus dalam empat tingkat, ialah (i) tingkat
nilai budaya, (ii) tingkat norma-norma, (iii) tingkat hukum, (iv) tingkat aturan khusus
(Koentjaraningrat, 1974: 20). Dari deskripsi singkat tentang seluk-beluk adat-istiadat kita
dapat mencoba melihat transfonnasi nilai adat-istiadat yang terdapat di seluruh Nusantara
ini ke dalam sila-sila Pancasila. Perlu ditegaskan adat-istiadat yang dimaksud di sini
berhubungan dengan masalah sosial, ekonomi, politik dan ketatanegaraan. Sebab, tidak
semua bentuk adat-istiadat tersebut ditransformasikan ke dalam sila-sila Pancasila.

2. Kebudayaan Causa materialis kedua Pancasila adalah budaya atau kebudayaan bangsa.
Dari segi etimologisnya; kata "Kebudayaan" berasal dari kata Sanskerta budhayah, ialah
bentuk jamak dari budhi yang berarti "budi" atau "akal". Demikian, kebudayaan itu dapat
diartikan "hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal" (Koentjaraningrat, 1974:
19). Mengikuti arti etimologis kebudayaan, ternyata kebudayaan sangat luas aspeknya.
Kebudayaan merupakan hasil dari akal budi, dengan demikian keseluruhan hasil akal
manusia, seperti ilmu, teknologi, ekonomi dan lain-lain termasuk kebudayaan. Seiring
dengan itu, JWM Bakker dalam mencari definisi kebudayaan menyatakan sekurang-
kurangnya terdapat tujuh kategori arti kebudayaan, masing-masing sebagai berikut.
a) Ahli sosiologi mengerti kebudayaan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak,
kesenian, ilmu, dan lain-lain) yang dimiliki manusia sebagai subjek masyarakat.
b) Ahli Sejarah menekankan pertumbuhan kebudayaan dan mendefinisikan sebagai
warisan sosial atau tradisi.
c) Ahli Filsafat menekankan aspek normatif, kaidah kebudayaan dan terutama
pembinaan nilai dan realisasi cita-cita.
d) Antropologi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, kelakuan.
e) Psikologi mendekati kebudayaan dari segi penyesuaian (adjustment) manusia
kepada alam sekelilingnya, kepada syarat hidup (Bakker, 1984: 27-28). Dari
berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan. Pertama, kebudayaan merupakan
hasil olahan akal manusia tentang alam ini. Dalam arti ini, maka setiap produk
akal manusia disebut kebudayaan seperti ilmu, teknologi, ekonomi, seni, dan lain-
lainnya. Kedua, pengertian kebudayaan dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu,
tergantung dari segi mana kebudayaan tersebut dilihat. Dengan demikian,
pengertian tersebut belum dapat memberikan gambaran kepada kita tentang
kebudayaan daerah yang diangkat menjadi sila-sila Pancasila. Untuk itu perlu
dilihat aspek lain dari kebudayaan, yang merupakan unsur kebudayaan. Mengutip
pendapat B. Malinowski, kebudayaan di dunia mempunyai tujuh unsur universal,
yaitu: (1) Bahasa, (2) Sistem teknologi, (3) Sistem mata pencaharian, (4)
Organisasi sosial, (5) Sistem pengetahuan, (6) Religi, (7). Kesenian.

Selain tujuh unsur tersebut, kebudayaan memiliki wujud, yang terdiri atas kompleks
gagasan, konsep, dan pikiran manusia: wujud ini disebut sistem budaya, sifatnya abstrak,
tidak dapat dilihat, dan berpusat; pada kepala manusia yang mengaturnya. Kompleks
aktivitas, berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat konkret, dapat
diamati atau diobservasi. Wujud ini sering disebut sistem sosial. Wujud sebagai benda,
aktivitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan
sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya. Aktivitas karya manusia tersebut
menghasilkan berbagai macam benda untuk berbagai keperluan hidupnya (Soelaiman,
1988: 13). Melihat berbagai unsur kebudayaan tersebut di atas, kebudayaan Indonesia
memiliki bahasa.Yang dimaksud dengan bahasa ialah ungkapan pikiran dan perasaan
manusia yang secara teratur dinyatakan dengan memakai tanda berbentuk alat bunyi
(Alisjahbana, 1977: 15). Bahasa merupakan karunia Tuhan yang diberikan kepada
manusia di samping akal pikiran. Jadi sangat jelas, bahasa lisan terlebih-lebih bahasa
tulis tidak hanya terbatas dapat dimengerti oleh orang lain. Bahasa memperlihatkan
sikap, perasaan dan pikiran pemiliknya. Bahasa dijadikan alat komunikasi manusia,
dengan perkembangan ilmu seperti sekarang ini, bahasa tidak hanya digunakan sebagai
alat komunikasi antara satu orang dengan orang lain. Bahasa sudah dijadikan alat
komunikasi ilmiah. Karena ilmu memiliki sifat sistematik, metodik, maka bahasa
komunikasi ilmu, baik lisan maupun tulisan harus memenuhi kaidah ilmiah. Bangsa
Indonesia dikaruniai oleh Tuhan dengan berbagai bahasa daerah yang banyak sekali
jumlahnya, bangsa ini memiliki bahasa nasional (persatuan), yaitu bahasa Indonesia.
Sistem teknologi, Ellul berpendapat istilah teknik tidak berarti mesin, objek hasil
teknologi melainkan "satu keseluruhan metode yang dicapai secara rasional dan
mempunyai efisiensi mutlak (untuk satu tahap perkembangan tertentu) dalam setiap
bidang kegiatan manusia (Ellul, 1986: 12). Jadi, yang dimaksud dengan teknologi
canggih, tetapi mengacu kepada setiap karya manusia yang dapat digunakan secara
efisien, mulai dari penemuan peralatan sederhana, seperti alat yang terbuat dari batu, dari
kayu, berupa kapak kayu, kapak batu dan sejenisnya.
Sistem mata pencaharian, tidak dapat dibantah bahwa sistem mata pencaharian
yang paling awal yang dimiliki manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya
adalah dengan mengumpulkan hasil alam, seperti berburu binatang liar, mencari bahan
yang disediakan alam. Perkembangan selanjutnya manusia mulai membudidayakan apa
yang disediakan oleh alam, maka muncullah budaya bercocok tanam. Organisasi sosial.
Institusi pada umumnya dapat didefinisikan sebagai berikut. Institusi sosial ialah satu
bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola kelakuan, peranan dan relasi yang
terarah dan mengikat individu, mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum guna
tercapainya kebutuhan sosial dasar (Hendropuspito, 1983: 114). Organisasi sosial, sering
disamakan dengan sistem sosial. Dalam satu sistem sosial harus memiliki ciri. Dua orang
atau lebih, terjadi interaksi di antara mereka, bertujuan, memiliki struktur, simbol, dan
harapan bersama yang dipedomani (Soelaiman, 1990: 17). Satu sistem sosial di dalam
pertumbuhannya mungkin mempengaruhi diri sendiri sehingga mengakibatkan
perubahan yang bukan inti, misalnya pemerintah demokratis menjadi pemerintahan
otokratis, atau kapitalis menjadi sosialis, lagi pula dapat mempengaruhi suasana
masyarakat yang melindunginya (Soekanto, 1982: 345). Kalau kita melihat masyarakat
ini, telah memiliki organisasi sosial, seperti organisasi arisan, subak (organisasi sistem
irigasi) di Bali, dan lain-lain. Sistem pengetahuan. Pengetahuan diambil dari bahasa
Inggris Knowledge, yang berarti tahu/ketahuan. Dari segi bahasa ini, pengetahuan adalah
hasil tahu manusia tentang sesuatu. Ilmu adalah satu institusi kebudayaan, satu kegiatan
manusia untuk mengetahui tentang dirinya dan alam sekitar dengan tujuan mengenal
manusia sendiri, berbagai perubahan yang dialaminya yang dekat dan jauh darinya;
perubahan lingkungan dan variasinya, untuk memanfaatkan, menghindari dan
mengendalikannya (Jacob, 1996: 5). Secara sederhana sistem pengetahuan yang dimiliki
oleh nenek moyang kita masih sangat bersahaja belum sekompleks sekarang. Misalnya,
dalam hal untuk menentukan waktu turun menanam padi, untuk mengetahui terjadinya
letusan gunung api, dilihat dengan turunnya binatang buas. Dengan perkataan lain,
sistem pengetahuan yang dimiliki oleh nenek moyang kita berguna untuk
mengembangkan pengetahuan yang ada saat ini. Sistem religi. Setiap kebudayaan
memiliki sistem religi, berupa keyakinan terhadap yang gaib. Sistem kesenian, tidak
bedanya dengan sistem religi, kebudayaan diperkaya dengan berbagai bentuk kesenian,
mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling mutakhir. Menyangkut sistem religi
ini, akan dibicarakan panjang lebar pada bagian causa materialis agama. 3. Agama-
agama Causa materialis ketiga Pancasila adalah berbagai agama yang ada di Indonesia.
Sudah sejak dahulu kala dikatakan bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama,
bangsa yang mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa. Pada waktu meyampaikan pidato
lahirnya Pancasila, Bung Karno mengusulkan prinsip Ketuhanan. Bangsa Indonesia
dengan memiliki prinsip tersebut, dikatakan. Prinsip Ketuhanan bukan saja bangsa
Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan
Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah menurut Tuhan petunjuk Isa alMasih, yang
Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad S.A.W., orang Budha menjalankan
ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya (Soekarno, tanpa tahun: 27). Bung
Karno dalam pidato tersebut di atas, menyebutkan prinsip Ketuhanan berkeadaban, yang
diartikan setiap pemeluk agama lain. Dalam konteks Indonesia, dengan menerima
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai salah satu sila, kita mengungkapkan keyakinan,
bahwa negara terbentuk berdasarkan kodrat sosial manusia yang diciptakan Tuhan
(Lanur, 1995: 20). Agama yang hidup dalam komunitas bangsa Indonesia dapat
digolongkan ke dalam agama asli dan agama etnis, sedangkan agama yang datang dari
luar disebut sebagai agama langit atau agama yang bersumber dari wahyu Tuhan. JWM
Bakker, menyebutkan agama asli pada berbagai suku bangsa yang dikenal dengan nama
Protomelayu (Bakker, 1976: 23). Selanjutnya dikatakan, yang terkenal sebagai agama
asli tadi, yaitu: Parmalin, Parbaringan atau agama Si raja Batak, agama Sabulungan di
kepulauan Mentawai, Kaharingan, agama suku Dayak di Kalimantan, Aluk to Dollo,
agama asli suku Toraja, Parandangan Ada, agama asli lain di Sulawesi Tengah, agama
Marapu, agama asli di pulau Sumba, agama Bali Aga, agama asli di pulau Bali, agama
Viori Keraeng, di Manggarai, Flores Barat, agama Ratu Bita Bantara, di Sikka, Flores
Tengah (Bakker, 1976: 25). E.E. Evans Pritchard (1984), menyatakan : ... bahwa
agamaagama primitif adalah merupakan bagian dari agama pada umumnya (species dari
genus), dan bahwa semua orang yang benninat terhadap agama haruslah mengakui
bahwa semua orang yang benninat terhadap agama haruslah mengakui bahwa suatu studi
tentang pandangan dan praktek ragam coraknya, akan menolong kita untuk sampai pada
kesimpulan-kesimpulan tertentu tentang hakikat agama pada umumnya... (Pritchard,
1984: 2)

Soal 3
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa mempunyai makna bahwa segala aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari harus berdasarkan Pancasila. Nilai-nilai yang terdapat di dalam
Pancasila dijadikan teladan dan acuan agar hidup bisa lebih tertat dan teratur baik dalam
kehidupan bermasyarakt, berbangsa, dan bernegara.

Dari uraian di atas lakukanlah analisis terkait dengan internalisasi nilai-nilai dari sila-sila
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari!

Jawaban:

Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia, maka setiap bangsa Indonesia perlu
mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun beberapa tujuan dari pengamalan nilai-nilai Pancasila, yaitu:

1. Untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.


2. Untuk menjaga kedaulatan negara Republik Indonesia.
3. Untuk menghubungkan rasa tanggung jawab antara masayarakat dengan pemrintah.

1. Pengamalan Nilai-Nilai Pancasila Sila Pertama (Ketuhanan)


Nilai ini terkandung pada sila pertama Pancasila yang berbunyi, “Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Nilai ketuhanan pada sila pertama tersebut mengandung dua nilai turunan, yaitu nilai
kepercayaan dan nilai ketakwaan. Nilai kepercayaan diwujudkan dalam bentuk keyakinan
dan pengakuan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam konteks kenegaraan, keyakinan tersebut diwujudkan dengan adanya enam agama yang
secara resmi diakui oleh pemerintah, yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan
Konghucu. Sementara nilai ketakwaan bermakna kebebasan bagi setiap warga negara untuk
beribadah sesuai agama yang diyakininya tersebut. Hal ini sesuai amanah UUD 1945,
terutama Pasal 28E Ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga negara bebas memeluk agama dan
beribadah sesuai agamanya.”

Sila pertama Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa juga menjadi dasar negara
serta ideologi politik religius, yang menyatakan bahwa setiap kelompok agama tidak
memiliki alasan untuk membenturkan dasar negara nasional yang ada dengan keimanan yang
diyakini. Pada buku Islam, Pancasila dan Deradikalisasi oleh Syaiful Arif dijabarkan
mengenai wacana keislaman serta kebangsaan yang ditempatkan pada konteks dreradikalisasi
agama.

Butir Pengamalan Sila Ke-1 dalam TAP MPR Nomor I/MPR/2003


Untuk membantu memahami pengamalan nilai-nilai Pancasila sila ketuhanan tersebut,
terdapat butir-butir sila pertama sebagai penjelas bagi masyarakat. Menurut TAP MPR
Nomor I/MPR/2003, berikut ini adalah butir-butir pengamalan sila pertama Pancasila:

1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab
3. Mengembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.
Dengan tuntunan butir-butir tersebut, masyarakat diharapkan makin mudah untuk melakukan
pengamalan nilai-nilai pancasila sila pertama dimanapun mereka berada. Berikut adalah
beberapa contoh praktik pengamalan nilai ketuhanan tersebut:

Penerapan nilai ketuhanan di rumah


a. Membiasakan keluarga untuk menjalankan kewajiban ibadah dengan rajin, seperti, salat
lima waktu atau beribadah ke gereja
b. Membiasakan berdoa tiap sebelum dan setelah melakukan aktivitas, misal, saat makan,
tidur, atau bepergian
c. Menghormati orang tua serta menaati nasihat dan perintahnya

Penerapan nilai ketuhanan di masyarakat


a. Saling menghormati antar tetangga walaupun berbeda keyakinan
b. Memperkuat toleransi di antara para pemeluk agama dengan cara memberikan kesempatan
untuk menjalankan ibadah masing-masing
c. Memperlakukan tetangga dengan baik, misalnya dengan saling berbagi oleh-oleh,
makanan, atau hadiah

2. Pengamalan Nilai Pancasila Sila Ke-2 (Kemanusiaan)

Nilai ini termaktub dalam sila kedua Pancasila, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.”
Adanya nilai tersebut mengandung makna bahwa kemanusiaan haruslah diutamakan dalam
aktivitas keseharian masyarakat Indonesia. Terlebih lagi negeri ini berdiri di atas berbagai
macam perbedaan, seperti yang tersurat dalam semboyan negara Indonesia, “Bhinneka
Tunggal Ika”.
Nilai kemanusiaan menjamin kita untuk memperlakukan sesama manusia dengan adil tanpa
membedakan suku, ras, golongan, dan agama. Selain itu, dengan nilai kemanusiaan, maka
HAM akan dijunjung tinggi. Dalam konteks negara, Indonesia juga menjamin seluruh warga
negaranya memiliki kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Jaminan ini
sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945.

Pasal tersebut berbunyi, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan
pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.”
Butir Pengamalan Sila Ke-2 dalam TAP MPR Nomor I/MPR/2003
Nilai kemanusiaan juga menjamin setiap manusia memiliki persamaan derajat. Hal ini seperti
tercantum dalam makna sila kedua menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu
menghargai dan menghormati antar sesama manusia serta memiliki persamaan derajat.
Secara lebih mendetail, pengamalan nilai-nilai pancasila sila kedua dijabarkan dalam butir-
butir sesuai TAP MPR Nomor I/MPR/2003, sebagai berikut:
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit, dan sebagainya
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa salira
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain
6. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
8. Berani membela kebenaran serta keadilan
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia
10. Mengembangkan sikap saling menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
Berikut ini adalah pengamalan nilai-nilai pancasila dalam sila kedua Pancasila pada
kehidupan sehari-hari:

Butir Pengamalan Sila Ke-2 dalam TAP MPR Nomor I/MPR/2003


Nilai kemanusiaan juga menjamin setiap manusia memiliki persamaan derajat. Hal ini seperti
tercantum dalam makna sila kedua menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu
menghargai dan menghormati antar sesama manusia serta memiliki persamaan derajat.
Secara lebih mendetail, pengamalan nilai-nilai pancasila sila kedua dijabarkan dalam butir-
butir sesuai TAP MPR Nomor I/MPR/2003, sebagai berikut:

1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit, dan sebagainya
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa salira
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain
6. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
8. Berani membela kebenaran serta keadilan
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia
10. Mengembangkan sikap saling menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
Berikut ini adalah pengamalan nilai-nilai pancasila dalam sila kedua Pancasila pada
kehidupan sehari-hari:

3. Pengamalan Nilai Pancasila Sila Ke-3 (Nilai Persatuan)


Sila ketiga Pancasila, “Persatuan Indonesia”, mengandung nilai persatuan ini. Maknanya
adalah bahwa seluruh warga negara Indonesia harus bersatu tanpa memandang perbedaan
suku, bahasa, agama, dan latar belakang budaya lainnya.

Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, nilai persatuan salah satunya dapat
diwujudkan dengan cara memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Nasionalisme sendiri
berarti rasa cinta terhadap tanah air Indonesia.

Langkah-langkah yang dapat diambil dalam meningkatkan jiwa nasionalisme pada bangsa
Indonesia dapat Grameds pahami pada buku berjudul Mengobarkan Kembali Api Pancasila
oleh Sayidiman Suryohadiprojo yang menyatakan dengan adanya persatuan tersebut,
Pancasila bukan hanya dijadikan sebagai slogan, semboyan, maupun wacana, tetapi menjadi
nilai yang tertanam dalam diri.

Butir Pengamalan Sila Ke-3 dalam TAP MPR Nomor I/MPR/2003


Lebih jelasnya, pengamalan nilai-nilai pancasila sila ketiga dijabarkan dalam butir-butir
sesuai TAP MPR Nomor I/MPR/2003, sebagai berikut:

1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa


dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi serta golongan
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara serta bangsa apabila diperlukan
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi,
serta keadilan sosial
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Nilai persatuan dalam sila ketiga Pancasila juga harus diterapkan dalam kehidupan kita
sehari-hari. Berikut ini adalah beberapa contoh penerapannya:

Penerapan nilai persatuan di rumah


a. Menanamkan jiwa dan semangat patriotisme serta cinta tanah air bagi seluruh anggota
keluarga. Misalnya dengan membiasakan mengonsumsi produk-produk lokal buatan
Indonesia
b. Mengajarkan kepada anggota keluarga untuk menjaga nama baik Indonesia
c. Menumbuhkan sikap saling menghormati, menyayangi, dan menghargai di antara anggota
keluarga.

Penerapan nilai persatuan di masyarakat


a. Saling bekerja sama dan menghormati antar tetangga tanpa membedakan suku, agama, ras,
dan golongan
b. Mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau keluarga
c. Tidak memaksakan keinginan kita kepada orang lain
d. Menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat
e. Di tengah lingkungan yang majemuk dengan berbagai latar belakang budaya, bahasa
Indonesia digunakan sebagai bahasa pergaulan.

4. Pengamalan Nilai Pancasila Sila Ke-4 (Nilai Kerakyatan)


Nilai kerakyatan terkandung pada sila keempat Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.” Nilai tersebut bermakna
kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat.

Nilai kerakyatan terkait erat dengan pemerintahan di Indonesia yang menerapkan sistem
demokrasi, yaitu, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Selain nilai
tersebut, sila keempat juga bermakna pengambilan keputusan dari pendapat-pendapat yang
berbeda diutamakan melalui mekanisme musyawarah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun membedah makna sila keempat sebagai
berikut:
· Kata hikmat kebijaksanaan diartikan sebagai penggunaan akal sehat dalam melakukan
segala sesuatu
· Permusyawaratan dimaknai sebagai musyawarah untuk mengambil keputusan dan mencapai
mufakat
· Perwakilan mengacu kepada sistem yang dianut, yaitu perwakilan rakyat.

Butir Pengamalan Sila Ke-4 dalam TAP MPR Nomor I/MPR/2003


Pengamalan nilai-nilai pancasila sila keempat dijabarkan dalam butir-butir sesuai TAP MPR
Nomor I/MPR/2003, sebagai berikut:

1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia memiliki
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan
5. Menghormati serta menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah
6. Dengan itikad baik serta rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah
7. Mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi serta golongan di
dalam musyawarah
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai kebenaran dan
keadilan, serta mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bangsa
10. Memberi kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercaya untuk melaksanakan
pemusyawaratan.

Pengamalan nilai-nilai pancasila Nilai kerakyatan ini hendaknya dapat tertanam dalam diri
setiap rakyat Indonesia, serta dapat diterapkan di mana pun. Berikut contoh penerapan nilai
kerakyatan dalam sila keempat tersebut:
Penerapan nilai kerakyatan di rumah
a. Anak mendengarkan dan menuruti nasihat orang tua
b. Orang tua mau mendengarkan dan menerima saran dari anak
c. Menghargai dan melaksanakan keputusan.

Penerapan nilai kerakyatan di masyarakat


a. Mengikuti pemilihan kepala daerah, baik dari tingkat provinsi, kabupaten, hingga
RT dan RW
b. Aktif mengikuti kegiatan musyawarah warga dan memberikan pendapat
c. Melaksanakan keputusan hasil musyawarah.

5. Pengamalan Nilai-nilai Pancasila Sila Ke-5 Nilai Keadilan


Nilai keadilan tercermin dalam sila kelima Pancasila, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.” Makna nilai tersebut adalah setiap masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama
untuk mendapatkan kesejahteraan.

Mewujudkan rakyat yang sejahtera tanpa kesenjangan ekonomi, sosial, budaya, juga politik,
merupakan tujuan dari bangsa Indonesia. Dengan demikian nilai keadilan dapat diwujudkan.

Nilai keadilan yang ada itu sendiri berbeda pada setiap pandangan seseorang. Dalam buku
berjudul Perihal Keadilan Pencarian Makna Fairness Imparialitas Dan Dasar Hidup Bersama
yang dibuat oleh Sunaryo ini mengajak Grameds untuk lebih memahami ide dasar dari
keadilan, seperti fairness, imparsialitas, serta politik.

Sementara itu, mewujudkan kemakmuran rakyat juga merupakan amanah dari Undang-
Undang Dasar 1945. Hal tersebut tersurat dalam Pasal 33 Ayat 3 yang berbunyi:

“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa untuk mencapai keadilan sosial
maka seluruh masyarakat haruslah mendapatkan hak serta melaksanakan kewajibannya.
Butir Pengamalan Sila Ke-5 dalam TAP MPR Nomor I/MPR/2003
Untuk memandu pengamalan nilai-nilai pancasila sila keadilan, butir-butir sila kelima
Pancasila pun dirumuskan melalui TAP MPR Nomor I/MPR/2003 sebagai berikut:

1. Mengembangkan perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana


kekeluargaan dan kegotongroyongan
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
4. Menghormati hak orang lain
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup
mewah
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan
umum
9. Suka bekerja keras
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
Nilai keadilan juga seharusnya dapat diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Berikut adalah beberapa contoh penerapan nilai keadilan dalam berbagai lingkungan:
Penerapan nilai keadilan di lingkungan rumah:
a. Menjalankan kewajiban dan mendapatkan hak sesuai peranan masing-masing anggota
keluarga
b. Saling membantu dan mendukung antar anggota keluarga
c. Menghormati hak masing-masing anggota keluarga.

Penerapan nilai keadilan di lingkungan masyarakat:


a. Melaksanakan kewajiban dan mendapatkan hak sebagai warga masyarakat
b. Membantu tetangga yang membutuhkan tanpa melihat status sosial
c. Mengesampingkan kepentingan pribadi dan mengutamakan kepentingan masyarakat.
Soal 4

Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni 1945 dan disahkan sebagai dasar negara pada tanggal 18
Agustus 1945. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa mempunyai fungsi utama sebagai
dasar negara Indonesia. Kedudukan Pancasila adalah yang paling tinggi karena sebagai
sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia.

Dari uraian di atas lakukanlah silahkan lakukan analisis kedudukan Pancasila sebagai
kepribadian bangsa Indoneisa dalam kehidupan sehari-hari!

Jawaban:

Pancasila sebagai Pandangan Hidup dan Kepribadian Bangsa Indonesia Bangsa Indonesia
mempunyai pandangan hidup yang sudah lama tumbuh bersama perkembangan
masyarakatnya, yaitu Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia (inti sari
dari nilai budaya masyarakat Indonesia) yang sudah diyakini kebenarannya, sehingga mampu
menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya. Pancasila dalam pengertian ini sering disebut
sebagai way of life, weltanschauung, pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup,
pedoman hidup, petunjuk hidup. Pemahaman tentang Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia berarti nilai-nilainya dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari.
Pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan
kehidupan di dalam segala bidang kehidupan. Hal ini berarti bahwa semua tingkah laku dan
tindak perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari nilai-
nilai semua sila Pancasila karena sebagai weltanschauung, Pancasila tidak bisa dipisah-
pisahkan satu sila dengan sila yang lainnya. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia merupakan cita-cita moral bangsa yang memberikan pedoman dan kekuatan
rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Pengertian moral adalah norma adat atau cara hidup. Setiap bangsa di dunia
ini memiliki adat atau cara hidup sendiri yang dirasa paling sesuai bagi bangsanya, tak
terkecuali bagi bangsa Indonesia. Norma adat atau cara hidup yang sudah disepakati bersama
oleh rakyat Indonesia adalah Pancasila. Kelima sila di dalam Pancasila secara keseluruhan
merupakan inti sari nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia. Pancasila sebagai intisari dari
nilai-nilai budaya, merupakan cita-cita moral bangsa yang memberikan pedoman dan
kekuatan rokhaniah bagi bangsa untuk berperilaku dengan baik dan benar. Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan perjanjian luhur bangsa Indonesia. Perjanjian
luhur yang dimaksud adalah suatu kesepakatan yang memiliki makna dan nilai yang sangat
tinggi, oleh karenanya senantiasa dihormati dan dijunjung tinggi. Pancasila sebagaimana
tercantum dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 merupakan hasil kesepakatan PPKI yang mewakili seluruh bangsa Indonesia dan
merupakan suatu konsensus nasional, sehingga Pancasila merupakan perjanjian luhur bangsa
Indonesia (Suhadi, 1998). Kaelan (2002) menjelaskan, bahwa inti identitas nasional bangsa
Indonesia adalah nilai-nilai yang merupakan hasil buah pikiran dan gagasan dasar bangsa
Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik yang memberikan watak, corak, dan ciri
masyarakat Indonesia. Ciri-ciri yang menjadi corak karakter atau kepribadian bangsa yakni
sifat religius, sikap menghormati bangsa dan manusia lain, persatuan, gotong royong dan
musyawarah, serta ide tentang keadilan sosial. Karakter bangsa Indonesia tersebut adalah
nilainilai dasar Pancasila, sehingga Pancasila dikatakan sebagai jatidiri bangsa yang menjadi
inti identitas nasional Indonesia. Pancasila merupakan identitas nasional Indonesia yang unik.
Pancasila bukan hanya identitas dalam arti fisik atau simbol, layaknya bendera dan lambang
negara lainnya. Pancasila adalah identitas non fisik atau lebih tepat dikatakan bahwa
Pancasila adalah jati diri psikis bangsa Indonesia. Jati diri bangsa Indonesia merupakan suatu
hasil kesepakatan bersama warga bangsa tentang masa depan berdasarkan pengalaman masa
lalu. Jati diri bangsa selalu mengalami proses pembinaan demi terbentuknya solidaritas dan
demi mencapai tujuan bersama di masa depan. Identitas nasional bangsa Indonesia yang
lahiriah telah disepakati dan ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) pada Bab XV tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan pada pasal-pasal 35, 36A, 36B, dan 36 C. Identitas
nasional bangsa Indonesia yang psikhis atau batiniah adalah Pancasila. Notonagoro (1975)
menyatakan identitas nasional berkaitan dengan pengertian bangsa. Identitas nasional
Indonesia adalah ciri khas bangsa Indonesia, yaitu manifestasi atau penjelmaan hakikat
pribadi kemanusiaan universal yang dilekati kualitas-kualitas dan sifat- sifat khusus ciri khas
bangsa Indonesia. Sifat-sifat tetap yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia adalah jumlah
kesatuan sifat-sifat yang tetap terlekat pada bangsa dan orang Indonesia yang menyebabkan
bangsa Indonesia dan orang Indonesia sebagai pribadi berbeda dengan bangsa lain dan orang
warga bangsa lain. Kesatuan sifat-sifat yang tetap terlekat pada bangsa dan orang Indonesia
adalah ciri-ciri khas yang menjadi karakter ideal bangsa. Karakter ideal bangsa Indonesia
dalam pelaksanaan hidup sehari-hari mempunyai sifat yang dinamis. Dinamika
pengembangan karakter bangsa Indonesia terutama untuk menyesuaikan diri dengan
kemajuan jaman, yaitu dalam hal menerima pengaruh pemikiran dan sikap hidup rasional
bangsa-bangsa lain terutama bangsa-bangsa Barat.
REFESENSI:

BMP MKDU4 1 1 1 PENDIDIKAN KWARGANEGARAAN

MODUL 5, IDENTITAS NASIONAL.; 5.1-5.23.

MATERI INSIASI TUTORIAL ONLINE KE 5 IDENTITAS NASIONAL

http://bahanajar.ut.ac.id/app/webroot/epub/original_files/extract/1179/EPUB/xhtml/raw/sbg6ay0
1.xhtml

https://media.neliti.com/media/publications/80416-ID-causa-materialis-pancasila-menurut-
noton.pdf

Alex Lanur, (Ed).,1995, Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka; Problem dan Tantangannya,
Kanisius, Yogyakarta. Bakker, J.W.M., 1976, Agama Asli Indonesia, S.T. Pradnyawidya,
Yogyakarta. Bakker, J.W.M.,

1984, Filsafat Kebudayaan; Sebuah Pengantar, Kanisius, Yogyakarta. Djaka Soetapa, 1991,
Ummah;

Komunitas Relegius, Sosial dan 3ROLWLV GDODP $OTXU¶DQ, Duta Wacana University
Press dan Mitra Gama Widya, Yogyakarta.

de Vos, H., 1987, Pengantar Etika, Terjemahan Soejono Soemargono, Tiara Wacana,
Yogyakarta.

Inocencio Menezes, J, 1986, Manusia dan Teknologi; Telaah Filosofis J. Ellul, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.

Jacob, T.,1995, Menuju Teknologi Berperikemanusiaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.


Koentjaraningrat, 1974, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, PT Gramedia, Jakarta.

Munandar Soelaeman, M, 1990, Ilmu Budaya Dasar, Suatu Pengantar, PT Eresco, Bandung.

Soekarno, tanpa tahun, Lahirnja Pantjasila, Departemen RI, Jakarta. Soerjono Soekanto, 1982,
Sosiologi Suatu Pengantar, CV. Rajawali, Edisi Baru, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai