Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN OBAT-OBATAN DAN


KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA (LPPOM MUI)
PROVINSI RIAU
Dosen Pamong : Dr. Sudianto, M.Ag

Disusun Oleh :

Desi Safitri (0204202058)


Irfan Effendi Hasibuan (0204202061)
Nurhayati Daulay (0204202013)
Raja Indra Muda (0204202064)
Rohid Ramadhani Pangaribuan (0204202029)
Sri Wahyuni Hasibuan (0204202027)

PRODI HUKUM EKONOMI SYA’RIAH (MUAMALAH)


FAKULTAS SYA’RIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL) dengan lancar. Sholawat beriringkan salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan sahabat-Nya
serta umat Islam yang selalu istiqomah dijalan-Nya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dalam penyelesaian tugas ini, terutama ditujukan kepada Ketua Umum
bapak Prof. Dr. H. Ilyas Husti, M.A. yang telah memberikan kesempatan kepada
kami untuk melaksanakan PKL di Kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-
obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Provinsi Riau.

Penulis sangat berharap, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan para pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
laporan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar dapat menjadi bahan
pembelajaran atau referensi untuk membuat laporan yang lebih baik ke depannya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pekanbaru, Februari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Tujuan Praktek Kkerja Lapangan (Job Training) ........................................... 3
C. Target PKL ..................................................................................................... 3
D. Waktu Dan Pelaksaan ..................................................................................... 3
E. Alasan Memilih LPPOM MUI RIAU ............................................................ 4
BAB II PENJELASAN ..................................................................................................... 5
A. Majelis Ulama Indonesia (MUI) .................................................................... 5
1. Sejarah Majelis Ulama Indonesia......................................................... 5
2. Lima peran utama MUI yaitu: .............................................................. 7
3. Visi Dan Misi ....................................................................................... 7
B. Majelis Ulama Indonesia Provinsi Riau Dari Masa Ke Masa ........................ 8
C. LPPOM MUI ................................................................................................ 17
1. Sejarah LPPOM MUI......................................................................... 17
2. Visi Dan Misi LPPOM MUI .............................................................. 18
3. Regulasi Halal .................................................................................... 19
4. Struktur LPPOM MUI Provinsi RIAU Tahun 2020-2025 ................. 19
5. Sertifikasi Halal.................................................................................. 21
6. Produk yang sudah disertifikasi Halal oleh LPPOM MUI Riau ........ 31
7. Pandangan LPPOM MUI Riau Terhadap Usaha Makanan Pinggir
Jalan ................................................................................................... 32
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 35
A. Kesimpulan…………………………………………………………………34
B. Saran………………………………………………………………………..34
LAMPIRAN..................................................................................................................... 37

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Produk-produk olahan, baik makanan, minuman, obat-obatan, maupun
kosmetika, kiranya dapat dikategorikan kedalam kelompok musytabihat
(syubhat), apa lagi jika produk tersebut berasal dari negri yang penduduknya
mayoritas non muslim, sekalipun bahan bakunya berupa bahan suci dan halal.

Sebab, tidak tertutup kemungkinan dalam proses pembuatannya tercampur


atau menggunakan bahan-bahan yang haram atau tidak suci. Dengan demikian
produk-produk olahan tersebut bagi umat Islam jelas bukan persoalan sepele,
tetapi merupakan persoalan besar dan serius. Terlebih lagi jika mengingat lanjutan
hadits diatas yang menyatakan bahwa “Barang siapa yang terjerumus kedalam
syubhat, ia termasuk kedalam yang haram” maka, wajarlah jika umat Islam sangat
berkepentingan untuk mendapat ketegasan tentang status hukum produk-produk
ersebut, sehingga apa yang akan mereka konsumsi tidak menimbulkan keresahan
dan keraguan.

Semua persoalan-persoalan tersebut harus segera mendapat jawabannya.


Membiarkan persoalan tanpa jawaban dan membiarkan umat dalam kebingungan
atau ketidakpastian tidak dapat dibenarkan, baik secara syar’i maupun secara
i’tiqadi. Atas dasar itu, para ulama dituntut untuk segera mampu memberikan
jawaban dan berupaya menghilangkan kehausan umat akan kepastian ajaran Islam
berkenaan dengan persoalan yang dihadapi, terutama mengenai produk-produk
yang akan dikonsumsi.

Permasalahan yang muncul di masyarakat yang membuat gelisah dan rasa


khawatir karena membanjirnya produk makanan di Provinsi Riau serta banyaknya
isu yang berkembang di masyarakat baik melalui media masa atau media cetak,
bahwa banyaknya pedagang makanan yang melakukan perbuatan curang, yaitu
dengan mencampurkan bahan makanan yang tidak boleh dikonsumsi atau haram
menuru umat Islam kedalam bahan baku makanan. Misalnya isu yang

1
berkembang terkait pencampuran daging babi kedalam bahan mentah yang akan
diolah menjadi bakso.

Untuk mengenai hal ini, dan untuk menjadikan masyarakat tenang dan tidak
gelisah atas makanan yang dikonsumsinya maka pihak Majelis Ulama Indonesia
Provinsi Riau mengeluarkan sertifikat halal untuk menentramkan batin yang
mengkonsumsinya serta memberikan rasa aman pada masyarakat. Salah satu
Organisasi dan lembaga dakwah seperti Majelis Ulama Indonesia mempunyai
peran dalam menyelesaikan masalah ini, dan mengupayakan agar masalah ini
tidak menjadi masalah yang serius dalam masyarakat, karena hal ini mampu
menimbulkan konflik dan keresahan pada masyarakat.

Majelis Ulama Indonesia memiliki peran khusus dalam memberi pencerahan


terhadap masyarakat. Untuk menjalankan fungsi dari MUI tersebut maka komisi
Fatwa adalah komisi yang berperan dalam menetapkan fatwa halal bagi umat dan
memberikan pemahamn terhadap umat agar tidak terjadi koflik di lingkungan
masyarakat yang berkenaan dengan masalah produk-produk makanan.

Dewasa ini, dapat dilihat fnomena-fenomena yang terjadi di masyarakat,


mengenai produk-produk makanan yang tidak sesuai dengan prosedur produk
halal baik dipandang secara kesehatan maupun menurut syariat Islam diantaranya
kasus bakso yang dicampur dengan daging babi, makanan yang mengandung zat
zat kimia yang berbahaya, penyembelihan yang tidak sesuai dngan syariat Islam,
menyatukan tempat bahan yang halal dengan tempat yang haram, menggunakan
alkohol untuk membersihkan tempat produksi, produk makanan yang sudah
kadaluarsa, produk-produk makanan yang tidak berlebelkan halal Majelis Ulama
Indonesia.

Melihat fenomena yang terjadi di masyarakat Provinsi Riau seperti yang


dikemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
menyangkut “Peran Majelis Ulama Indonesia Provinsi Riau Dalam Menetapkan
Sertifikasi Halal Produk Makanan”.

2
B. Tujuan Praktek Kkerja Lapangan (Job Training)
1. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan yang tidak didapat di bangku
perkuliahan.
2. Melatih diri mahasiswa untuk belajar berdisiplin dan mematuhi segala
peraturan dan ketentuan yang telah di tetapkan oleh Majelis Ulama
Indonesia Provinsi Riau sebagai tempat pelaksanaan PKL (Job Training).
3. Sebagai wadah untuk belajar bekerja, sebagai persiapan bagi mahasiswa
sebelum memasuki unia kerja.
4. Belajar membiasakan diri untuk bekerja secara professional dan
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh di bangku kuliah.
5. Menjalin hubungan dan kerja sama antara Majelis Ulama Indonesia
Provinsi Riau dengan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara sebagai
lembaga pendidikan yang menghasilakn tenaga kerja dengan dunia kerja
sebagai lembaga yang menggunakan tenaga kerja.
6. Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian professional dengan
tingkat pengetahuan, keterampilan dan etos kerja sesuai dengan tuntutan
lapangan kerja.
7. Untuk mengetahui bagaimana proses tata cara dalam menghasilkan
sebuah sertifikasi halal terhadap suatu produk makanan, minuman, obat-
obatan, ataupun kosmetik.
8. Untuk mengetahui jenis produk apa saja yang telah diberikan sertifkasi
halal oleh Majelis Ulama Indonesia Provinsi Riau.

C. Target PKL
Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara LPPOM MUI dalam
mengetahui bahwa obat, makanan, atau kosmetik tersebut dapat diberikan label
halal atau aman dikonsumsi dan digunakan.

D. Waktu Dan Pelaksaan


Praktek Kerja Lapangan atau Job Training di laksanakan selama satu minggu
terhitung dari tanggal 07 Februari 2022 s/d 14 Februari 2022 bertempat di Kantor
LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau. Alamat Jl. Jendral
Sudirman No.482 Pekanbaru Provinsi Riau.

3
E. Alasan Memilih LPPOM MUI RIAU
Alasan kami melaksanakan PKL di kantor LPPOM MUI RIAU adalah untuk
mengetahui proses atau tata cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan atau
memperoleh sertifikasi halal. Kami memilih kantor LPPOM MUI RIAU
dikarenakan terlalu penuh (padatnya) mahasiswa yang melaksanakan PKL di
kantor LPPOM MUI Sumatera Utara, sehingga memaksa kami untuk
melaksanakan PKL di kantor LPPOM MUI yang berada di luar Provinsi, dan
kami memutuskan untuk melaksanakan PKL di Kantor MUI RIAU. Perwakilan
kelompok kami datang ke kampus mengurus surat pengantar dari Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Sumatera Utara. Kemudian kami menempuh jarak yang
lumayan jauh untuk mengunjungi kantor MUI RIAU. Setelah sampai di kantor
MUI RIAU, kami mengajukan surat pengantar yang berisikan permohonan izin
PKL yang diterbitkan. Dikantor MUI RIAU, kami disambut dengan hangat oleh
para pegawai yang berada di kantor. Pada hari Senin, 7 Februari 2022 kami di
terima secara resmi oleh Ketua Umum MUI RIAU Prof. Dr. H. Ilyas Husti, M.A.

4
BAB II

PENJELASAN

A. Majelis Ulama Indonesia (MUI)


1. Sejarah Majelis Ulama Indonesia
Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah atau majelis yang
menghimpun para Ulama, Zu’ama dan Cendekiawan Muslim Indonesia
serta Ormas Islam untuk menyatukan gerak dan langkah umat Islam
Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. MUI berdiri pada tanggal
7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta,
sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para Ulama, Cendekiawan
dan Zu'ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air, antara lain
meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di
Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam
tingkat pusat, yaitu : NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al-
Washliyah, Math'laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4
orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat (AD), Angkatan
Udara (AU), AL dan POLRI serta 13 orang Ulama dan Cendekiawan
yang merupakan Tokoh perorangan, jadi berjumlah 53 Ulama.

Dari musyawarah tersebut, dihasilkan sebuah kesepakatan untuk


membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama, zu’ama dan
cendekiawan muslim, yang tertuang dalam sebuah "PIAGAM
BERDIRINYA MUI", yang ditandatangani oleh seluruh peserta
musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I.

Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia


tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka,
dimana energi bangsa banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok
dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat.

5
Ulama Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah
pewaris tugas-tugas para nabi (warasatul anbiya). Maka mereka terpanggil
untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat melalui wadah MUI,
seperti yang pernh dilakukan oleh ulama pada zaman penjajahan dan
perjuangan kemerdekaan. Disisi lain umat Indonesia menghadapi
tantangan global yang sangat berat. Kemajuan sains dan teknologi yang
dapat menggoyahkan batas etika dan moral, serta budaya global yang
didominasi Barat, serta pendewaan kebendaan dan pendewaan hawa nafsu
yang dapat melunturkan aspek religiusitas masyarakat serta meremehkan
peran agama dalam kehidupan umat manusia.

Selain itu, kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam


alam pikiran keagamaan, organisasi social dan kecenderungan aliran dan
aspirasi poletik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat
menjadi sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri.

Akibatnya umat Islam dapat terjebak dalam egoism kelompok


(Ananiyah Hizbiyah) yang berlebihan. Oleh karena itu kehadiran MUI,
makin dirasakan kebutuhanya sebgai sebuah organisasi kepemumpinan
umat Islam yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturahmi,
demi terciptanya persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam.

Dalam perjalannya, selama dua puluh lima tahun Majelis Ulama


Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama, dan
cendekiawan muslim berusaha untuk memberikan bimbingan dan tuntunan
terhadap umat Islam dalam mewujudkan kehidupan beragama dan
bermasyarakat yang diridhoi Allah SWT. Memberikan nasihat dan fatwa
mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah
dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya Ukhuah
Islamiyah dan kerukunan antar umat beragama dalam memantapkan
persatuan dan kesatuan bangsa serta menjadi penghubung antara ulama
dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan
pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional, meningkatkan

6
hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan
cendikiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan
kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi
dan informasi secara timbal balik.

2. Lima peran utama MUI yaitu:


a) Sebagai pewaris tugas-tugas para nabi (Warsatul Anbiya).
b) Sebagai pemberi fatwa (mufti).
c) Sebagai pembimbing dan pelayan umat (riwayat wakhadim al
ummah).
d) Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid.
e) Sebagai penegak amar ma’ruf dan nahi mungkar.

Sampai saat ini MUI mengalami beberapa kali kongres atau


musyawarah nasional, dan mengalami beberapa pergantian ketua umum,
dimulai dari Prof. Dr. Hamka, Syukri Ghazali, KH. Hasan Basri, Prof. KH.
Ali Yafie dan kini KH. M. Sahal Maffudh, Prof. Dr. H. M. Din
Syamsuddin, M.A, Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin, dan kini KH. Miftachul
Akhyar. Ketua umum MUI yang pertama, kedua, ketiga, dan kelima telah
meninggal dunia dan mengakhiri tugas-tugasnya. Sedangkan yang lainnya
masih terus berhidmah untuk memimpin majelis para ulama.

3. Visi Dan Misi


a) Visi
Terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan
kenegaraan yang baik, memperoleh ridho dan ampunan Allah swt
(baldatun thoyyibatun wa robbbun ghofur) menuju masyarakat
berkualitas (khaira ummah) demi terwujudnya kejayaan Islam dan
kaum muslimin (izzul Islam wal-muslimin) dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai manifestasi dari rahmat bagi
seluruh alam (rahmatan lil „alamin).

7
b) Misi

 Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat secara


efektif dengan mejadikan ulama sebagai panutan (qudwah
hasanah), sehingga mampu mengarahkan dan membina umat
Islam dalam menanamkan dan memupuk aqidah Islamiyah,
serta menjalankan Syariah Islamiyah.
 Melaksankan dakwah Islam, amar ma’ruf nahi mungkar dalam
mengembangkan akhlakulkarimah agar terwujud masyarakat
berkualitas (khaira ummah) dalam berbagai aspek kehidupan.
 Mengembangkan Ukhuwah Islamiyah dan kebersamaan dalam
mewujudkan persatuan dan kesatauan umat Islam dalam
Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. Majelis Ulama Indonesia Provinsi RIAU DARI MASA KE MASA


Majlis Ulama Indonesia (MUI) secara nasional berdiri pada tanggal, 7 Rajab
1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai Hasil dari
pertemuan atau musyawarah para ulama, cendikiawan dan zu’ama yang datang
dari berbagai penjuru tanah air, antara lain meliputi 26 orang ulama yang
mewakili 26 provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan
unsur dari ormas-ormas islam tingkat pusat. Yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat
Islam, Perti, Al –Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al
Ittihadiyah, 4 orang ulama dari dinas rohani Islam, angkatan darat, angkatan
udara, angkatan laut dan POLRI serta 13 orang tokoh atau cendikiawan yang
merupakan tokoh perorangan. Sedangkan di provinsi Riau untuk pertama kalinya
dipimpin oleh H. T. Said Umar Muhammad sebagai ketua umum dan H.
Bakhtiar Daud sebagai sekretaris umum. dalam perjalanannya MUI Riau telah
banyak mengalami perubahan dari masa ke masa, baik dari segi kepengurusan,
program, anggaran dan saat ini MUI Riau telah memiliki kantor di Jalan Sudirman
pekanbaru.

8
Dari semenjak berdirinya sampai sekarang, MUI Riau telah banyak
mengalami perubahan kepengurusan yakni sebagai berikut:

DAFTAR NAMA PIMPINAN MUI RIAU DARI WAKTU KE WAKTU

1. Masa Hikmah : 1975-1990


Ketua Umum : H. Tengku Said Umar Muhammad
Sekretaris Umum : H. Bakhtiar Daud

2. Masa Hikmah : 1990-1995 (Hasil Musda I)


Ketua Umum : KH. Abdul Hamid Sulaiman
Ketua : H. Rustam Efendi, MA
Ketua : Drs. H. Ibnu Abbas
Ketua : H. Idrus Ma’arif
Ketua : Dr. H. M. Nazir
Ketua : H. Arsyad Yatim, BA
Sekretaris Umum : H. Bakhtiar Daud
Sekretaris : Drs. H. Mujtahid Thalib
Sekretaris : Fauzi K, SH, M. Sc
Sekretaris : Ir. Makmur Siregar
Sekretaris : Drs. H. Makmur Harun
Sekretaris : H. T. S. Arifin
Bendahara : H. Awaluddin
Bendahara : H. Rahman Syafi’i
Bendahara : H. Bakhtiar Atan

3. Masa Hikmah : 1995-1999 (Hasil Musda II)


Ketua Umum : KH. Abdul Hamid Sulaiman
Sekretaris Umum : H. Arsyad Yatim, BA

9
Catatan : Menjelang akhir masa hikmah Ketua Umum KH. Abdul
Hamid Sulaiman wafat, lalu sampai akhir jabatan posisi Ketua Umum
yang dijalankan Dr. H. M. Nazir Karim.

4. Masa Hikmah : 1999-2004 (Hasil Musda III)


Ketua Umum : KH. Bakhtiar Daud
Ketua : Dr. H. M. Karim
Ketua : Drs. H. Alimunir A. Sany
Ketua : Drs. H. Abd Gafar Usman
Ketua : Drs. H. Mahdini, MA
Ketua : Drs. H. Sulaiman Abdullah
Ketua : Drs. H. Muchsin Zahari
Ketua : Drs. H. M. Dun Usul
Sekretaris Umum : Drs. H. Mujtahid Thalib
Sekretaris : H. Anshar Muried, SH
Sekretaris : Drs. H. Muhd. Rum Zen
Sekretaris : Dr. H. Aceng A. Kusari, MA
Sekretaris : Drs. H. Dharmansyah
Sekretaris : Drs. H. M. Nasir Kholis
Sekretaris : Drs. Hajar Hasan, MA
Sekretaris : Alirman S.A
Bendahara Umum : H. Awaloeddin
Bendahara : Drs. H. Usman Ahmad
Bendahara : H. M. Yunus

5. Masa Hikmah : 2004-2009 (Hasil Musda IV)


Ketua Umum : Prof. Dr. H. Mahdini, MA
Ketua : Drs. Asy’ary Nur, SH
Ketua : Drs. H. T. Mukhtarullah
Ketua : H. Ridwan Syarif, S. Ag
Sekretaris Umum : H. Fajeriansyah, MA

10
Sekretaris : Drs. H. Munziri Ali, MA
Sekretaris : Dr. Heri Sunandar, M.CI
Sekretaris : Drs. Djamaluddin Arbain, MA
Bendahara : H. Marno

6. Masa Hikmah : 2009- 2015 (Hasil Musda V)


Ketua Umum : Prof. Dr. H. Mahdini, MA
Ketua : Drs. H. Raja Ramli Ibrahim
Ketua : Drs. H. Syamsul
Ketua : Drs. H. Ramli Khatib
Ketua : Prof. Dr. H. Ilyas Husti, MA
Ketua : Dr. H. Mawardi, Lc, MA
Ketua : Drs. H. M. Rum Zen
Ketua : H. Syafruddin Sa’an, Lc
Ketua : H. Ridwan Syarif, S. Ag
Sekretaris Umum : H. Fajeriansyah, Lc, MA
Sekretaris : Drs. Djamaluddin Arbain, MA
Sekretaris : H. Masyuri Putera, Lc, MA
Bendahara : H. Marno
Catatan: Disaat H. Marno wafat maka posisi Bendahara diamanahkan
kepada Ana Sugian, S. Ag.

7. Masa Hikmah : 2015-2020 (Hasil Musda VI)


Ketua Umum : Prof. Dr. H. M. Nazir Karim, MA
Wakil Ketua Umum : Dr. H. Asy’ari Nur, SH, MM
Ketua : Prof. Dr. H. Ilyas Husti, MA
Ketua : H. Fajeriansyah, Lc, MA
Ketua : Dr. H. Abd. Razaq, MM
Ketua : H. Rusli Effendi, S. Pdi, M.Si
Ketua : Dr. H. Akbarizan, MA
Ketua : Dr. H. Saidul Amien, MA

11
Ketua : Hj. Sri Evariati, SH, MH
Ketua : Drs. H. Ramli Khatib
Sekretaris Umum : Zulhusni Domo, S. Ag
Sekretaris : Dr. H. Erman Gani, MA
Sekretaris : Drs. H. Abd. Rahman Qoharuddin
Sekretaris : Taslim Prawira, MA
Sekretaris : Drs. H. M. Nasir AS, SH
Sekretaris : Drs. H. Afrizal DS
Sekretaris : Drs. H. Djalaluddin
Sekretaris : Dr. Hj. Daharni Astuti, Lc, MA
Bendahara Umum : Dr. Sri Murhayati, MA
Bendahara : H. Zakariyah, SE

8. Masa Hikmah : 2020-2025 (Hasil Musda VII)


Ketua Umum : Prof. Dr. H. Ilyas Husti, MA
Wakil Ketua Umum : Dr. H. Mawardi m. Shaleh, Lc., M.A.
: H. Erizon Efendi, S.Ag., M.Pd
Ketua : Prof. Dr. H. Yusri Munaf
Ketua : H. Zulhusni Domo, S.Ag.
Ketua : H. Afrialsah Lubis, M.Pd
Ketua : Drs. H. Azwir Alimuddin, M.M.
Ketua : Dr. H. Ismardi Ilyas, M.A.
Ketua : Drs. H. Afrizal, DS
Ketua : Dr. H. Suhaimi M. Shaleh, Lc. M.A.
Ketua : Dr. H. Nasir Cholis, M.A.
Ketua : Mahfuzoh Ismail, S.Ag
Sekretaris Umum : H. Abunawas, S.Ag., M.Ag.
Sektretaris : H. Iswandi M. Yazid, Lc., M.A.
Sektretaris : Drs. H. Dahlan Jamil, M.A.
Sektretaris : Dr. H. Erman Ghani, M.A.

12
Sektretaris : H. Zulhendri, Rais, Lc., M.A.
Sektretaris : Dr. Hj. Daharmi Astuti, Lc., M.A.
Sektretaris : H. Darwison, M.A.
Sektretaris : Dr. Baidarus, M.M., M.Ag.
Sektretaris : Dr. Zamsiswaya, M.A.
Sektretaris : Dr. Nurnasrina, M.Si.
Bendahara Umum : Dr. Sri Murhayati, S.Ag. M.Ag.
Bendahara : H. Jailani
Bendahara : Putri Handayani, S.E.

BIOGRAFI SINGKAT KETUA UMUM MUI DARI MASA KE MASA

1. H. Tengku Said Umar Muhammad (1975-1990)


Tengku Said Umar adalah sekretaris pribadi Sultan Said Hasyim,
Sultan Pelalawan ke-8. Beliau selalu menulis mengenai semua silsilah
kerajaan Pelalawan, adat-istiadat, dan peristiwa penting lainnya dalam
sebuah buku yang dinamakan Buku Gajah. Dan setelah Sultan Said
Hasyim mangkat pada tahun 1930, T. Said Umar Muhammad dan
keluarganya pindah dari Pelalawan ke Kuala Panduk dan menjalani
aktavitas seperti masyarakat lainnya. Dan dikampung itu beliau kemudian
diangkat menjadi sebagai penghulu, sekaligus sebagai guru agama dan
guru sekolah desa.
2. KH. Abdul Hamid Sulaiman (1990-1999/ Hasil Musda I dan II)
Adalah seorang ulama reformis yang berasal dari Tembilahan,
Indragiri Hilir, Riau. Ia lahir pada tanggal 17 Agustus 1917 M atau
bersamaan dengan 29 Syawal 1335 H. Sejak kecil beliau mendapatkan
pendidikan dari orangtuanya, hingga akhirnya melanjutkan pendidikannya
di Mekkah pada tahun 1928. Pada tahun 1934, KH. Abdul Hamid
Sulaiman kembali ke tanah kelahirannya. Ia mengajar pada sebuah
institusi pendidikan yang didirikan oleh H. Husin Abdul Jalil, seorang
keturunan Banjar Amuntai dan alumni pendidikan di Mekah. Abdul

13
Hamid Sulaiman Terkenal sebagai ulama yang berpandangan Modern atau
pembaharu. KH. Abdul Hamid Sulaiman sangat terkenal dari sudut bidang
keilmuan, kegigihan dan konsistenannya. KH. Abdul Hamid Sulaiman
Pernah pernah dipercaya menjadi Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Riau (UIR) di Bangkinang Kampar tahun 1958. Ia pernah pula
menjabat sebagai Dekan Tarbiyah IAIN (Institut Agama Islam Negeri)
Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru pada tahun 1964 dan Dekan Fakultas
Tarbiyah IAIN cabang Tembilahan tahun 1972.
Abdul Hamid Sulaiman juga termasuk salah seorang yang pernah
menjadi ketua Mejlis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau. Pada bidang
pemerintahan, KH. Abdul Hamid Sulaiman pernah menjabat sebagai
Anggota DPRD Daerah Tingkat II Indragiri di Rengat. Kiprahnya ini
menunjukkan bahwa KH. Abdul Hamid Sulaiman bukan sebagai seorang
ulama, tetapi juga akademisi pendidikan dan politikus. Selain itu, karena
berasal dari suku Banjar, KH. Abdul Hamid Sulaiman dianggap sebagai
penurus perjuangan Tuan Guru Sapat Syekh Abdurrahman Siddiq al-
Banjari (1967-1939).
3. KH. Bakhtiar Daud (1999-2004/ Hasil Musda III)
Adalah sosok seorang tauladan bagi masyarakat Riau, dimana
berkat jasa beliau dan dibantu dengan masyarakat setempat, maka
berdirilah pondok Pesantren Islamic Centre Al-Hidayah Kampar tercinta
ini, yang telah banyak melahirkan kader-kader bangsa yang berpondasikan
ilmu agama. Beliau dilahirkan tepatnya di Kecematan Kampar pada
tanggal 20 April 1940. mengenai riwayat pendidikan beliau yaitu: SR
1953, SLTP/ MTS 1956, SLTA/ MAN 1960 dan masih banyak yang
lainnya. Tentang Riwayat Pekerjaan: Anggota DPRD Provinsi Riau: 1971-
1977, 1982-1987, 1992- 2004. Dan Guru Agama: 1963 s/d Beliau
dipanggil oleh Allah SWT, dan lain-lainya. Dan mengenai riwayat
Pengalaman organisasi dari KH. Bakhtiar Daud adalah Partai GOLKAR
1970 s/d Beliau Wafat, pengurus MUI Prov. Riau 1974 s/d 2005, ketua
MUI Prov Riau dan lain-lainnya.

14
4. Prof. Dr. H. Mahdini, MA (2004-2015/ Hasil Musda IV dan V)
Lahir di Tembilahan, Riau pada tanggal 13 Maret 1961. Ia adalah
seorang ulama dan akademisi yang menjabat sebagai Ketua MUI Provinsi
Riau pada periode 2004-2015. Dia juga merupakan Guru Besar peradilan
Islam dan Direktur Pascasarjana UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Prof. Dr.
H. Mahdini MA adalah seorang berdarah Banjar. Ia menempuh pendidikan
S1 Fakultas Syariah IAIN Sultan Syarif Kasim Riau (1985). Gelar
Magister (S2) dan Dokter (S3) ia peroleh dari IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
5. Prof. Dr. H. M. Nazir Karim, MA
Adalah mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Suska,
ditunjuk menjadi Pelaksana tugas (Plt) Rektor, menjelang rektor terpilih
dilantik. Selain itu beliau merupakan penulis, pembicara dan juga beliau
merupakan seorang pengkritis.
6. Prof. Dr. H. Ilyas Husti, MA (2020-2025Hasil Musda VII)
Prof. Dr. H. Ilyas Husti, adalah mantan ketua Majlis Ulama
Indonesia (MUI) Kota Pekanbaru, yang kemudian terpilih sebagai Ketua
Umum MUI Provinsi Riau, dengan masa jabatan 2020 s/d2025. Selain
sebagai ketua MUI beliau juga pernah menjabat sebagai pimpinan
Program Pascasarjana (PPs) UIN SUSKA Riau pada tahun2014 s/d 2018.
Beliau tercatat pernah melakukan studi manajemen pengelolaan perguruan
tinggi Universitas Jordania, studi pengelolaan perpustakaan King Abdul
Aziz di Universitas Jeddah, studi manajemen pengelolaan perguruan tinggi
di Universitas Madinah dan studi manajemen pengelolaan perguruan
tinggi di university of Ankara. Selain itu beliau juga pernah melakukan
studi pendalaman keislaman Universitas Abu Nur Suriah, studi
pendalaman kajian Qur’an Hadits Universitas Umm Al-Qura Makkah,
penelitian konflik kehidpan beragama di Asia Tenggara di Malaysia pada
tahun 2015, Thailand pada 2006 dan Vietnam pada tahun 2011. Beberapa
penelitian beliau tentang al-Qur’an antara lain, 2motode pengembangan
tahfidz al-Qur’an di Moroko 2012 dan di Bangkok pada 2015,

15
pengembangan motode pengajaran Qur’an Hadits di Al-Azhar Mesir serta
penelitian kehidupan muslim Shanghai dan Guangzou.
Bukan hanya ahli pada penelitian di bidangnya, tetapi juga, pada
masa menjabat sebagai wakil Rektor II UIN SUSKA Riau, beliau mampu
dan juga berhasil mengakselerasi pembangunan gedung kampus, sebanyak
13 gesung berrhasil dirampungkan selama masa jabatan tahun 2005 s/d
2008,sehingga banyak berdampak baik da nada peningkatan dalam
penerimaan mahasiswa baru.

KETUA UMUM DAN SEKRETARIS UMUM


MUI PROVINSI RIAU DARI MASA KE MASA

16
C. LPPOM MUI
1. Sejarah LPPOM MUI
Berdirinya Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan kosmetika
Majelis Ulama Indonesia ini, dilatar belakangi oleh isu lemak babi tahun 1988
oleh senat mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang,
dimuat tulisan Prof. Dr. Ir. Tri Susanto, M.Sc. mengenai beberapa jenis
makanan dan minuman yang mengandung lemak babi. Pada mulanya hanya
disebutkan beberapa produk yang diduga kuat mengandung bahan-bahan
haram. Kenyataan ini didasarkan karena terdapatnya bahan-bahan baku
makanan, minuman dan kosmitika mengandung unsur mencurigakan seperti
gelatin, shortening lesitin dan lemak yang sangat mungkin berasal dari hewan
babi dan produk-produk turunannya. Tulisan tersebut kemudian diedarkan
kepada masyarakat luas, bahkan muncul kemudian produk-produk lain diluar
yang disebutkan semula.

Kehebohan mulai merebak ketika hasil penelitian itu dibahas oleh


kelompok cendikiawan muslim Alfalah, Surabaya. Akibatnya masyarakat
panik, isu itu makin berkembang, masyarakat takut membeli produk-produk
yang dicurigai. Produsen pun menjadi panik sehingga produk-produk mereka
penjualannya turun drastis hingga 80%.

Kondisi ini hampir saja memicu kemarahan umat Islam dan melumpuhkan
perekonomian nasional dengan terancam bangkrut perusahaan makanan besar
di Indonesia. Melalui proses, MUI mendirikan suatu lembaga pengkajian
dengan nama “Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika
Majelis Ulama Indonesia” pada tanggal 26 Jumadil Awal 1409 H/6 Januari
1989. Majelis Ulama Indonesia menerbitkan surat keputusan Nomor: Kep.
18/MUI/I/1989 tentang Pembentukan LPPOM MUI yang dipimpin oleh Dr. Ir.
M.Amin Aziz, selaku Direktur.

Sehubungan dengan itu didirikan LPPOM di setiap Provinsi dan berdiri


pula LPPOM MUI Provinsi Riau pada tanggal 19 Jumadil akhir 1419 H/10
Oktober 1998 M. Di Batam sudah berdiri LPPOM MUI Batam secara

17
organisasi dibawah Koordinasi LPPOM Riau. Tetapi setelah pemekaran
menjadi Provinsi Kepulawan Riau, dibentuklah LPPOM MUI Kepulawan
Riau dan LPPOM MUI Batam diintegrasikan kedalamnya. Oleh sebab itu
tugas dan tanggung jawab sertifikasi halal produk-produk Dikepulawan Riau
diserahkan sepenuhnya kepada LPPOM MUI Kepulawan Riau setelah selesai
auditing Produk Prusahaan Prenjak di Tanjung Pinang pada Maret tahun 2007.

Mengingat letak geografis daerah Riau berdekatan dengan Negara


tetangga antara lain Singapura, Malaysia, dan Thailand, keluar masuk produk-
produk makanan dan minuman sedemikian banyaknya. Apalagi Melayu
diidentikkan dengan Islam, betapa pentingnya umat Islam mengkonsumsi
makanan dan minuman halal. Dengan demikian diminta kesadaran yang
mendalam setiap produsen mensertifikasi halal produk-produknya sehingga
menenangkan batin para kunsumen.

2. Visi Dan Misi LPPOM MUI


a. Visi
Membudayakan Ummat Islam untuk mengkonsumsi produk halal dan
mengajarkan seluruh pelaku usaha untuk berproduksi halal.

b. Misi
1) Membina dan menghidupkan LPPOM MUI Daerah sebagai bagian
dari LPPOM MUI pusat.
2) Mengintensifkan pemeriksaan kehalalan pangan, obat-obatan dan
kosmetika yang beredar diwilayah Indonesia bersama LPPOM
MUI Daerah.
3) Meningkatkan kesadaran ummat dalam mengkonsumsi produk
halal melalui penyuluhan dan pendidikan mengenai kehalalan
bersama-sama dengan instansi terkait.
4) Mempererat dan memperluas kerjasama dengan berbagai lembaga
Islam nasional maupun internasional yang berorientasi pada Islam.
5) Mempererat dan memperluas kerjasama dengan berbagai lembaga
terkait nasional maupun internasional.

18
3. Regulasi Halal
Berikut adalah Regulasi Halal untuk suatu produk di Indonesia

1) UU No. 33 Tahun 2014 Tentang jaminan produk halal


“Semua produk wajib bersertifikat halal (pasal 4) kecuali untuk
produk haram.” (pasal 26)
“Produk barang/jasa yang terkait dengan makanan, minuman,
kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik,
serta barang gunaan.” (pasal 11)
“Kewajiban bersertifikat halal bagi produk yang beredar dan
diperdagangkan diwilayah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 mulai berlaku 5 (lima) tahun terhitung sejak UU ini
diundangkan.” (pasal 67)
2) UU No. 11 tahun 2020 tentang cipta kerja.
3) Peraturan pemerintah No. 39 tahun 2021 tentang penyelenggaran
bidang produk halal.
4) Keputusan mentri agama No. 982 tahun 2019 tentang layanan
sertifikasi halal.
5) Keputusan mentri agama No. 748 tahun 2021 tentang jenis produk
yang wajib bersertifikat halal.
6) Keputusan kepala badan penyelenggara jaminan produk halal No. 57
tahun 2021 tentang kriteria sistem jaminan produk halal.

4. Struktur LPPOM MUI Provinsi RIAU Tahun 2020-2025


Direktur : Dr. Hj. Sofia Anita, M.Sc
Wakil Direktur : Drs. H. T. Abu Hanifah, M.Si
Keuangan : Yuliarti, S.Si
Wakil Keuangan : Riana Zulfa, M.Si
Divisi Sekretaris
1) Oktavia Surya Indra,M.Si
2) Rakhmad Kafyandi, S.Kom

19
Bagian Sistem dan Jaminan Halal

1) Ade Putra Perdana, S. Si


2) Erdilla Fitriadi, SP. MP

Divisi Jasa Audit Halal

1) Amelia Hilda Sari, S.Si


2) Fitra Okta Rezi, S.Si
Bagian Organisasi dan Kelembagaan
1) Majelis Ulama Indonesia (MUI)
2) Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Divisi Humas dan Komunikasi

1) Ir. Khafzan

Divisi Keuangan dan Akuntansi

1) Lince Nofrida, Amd


2) Ritma Ningsih, Amd

Expert (Tim Pendukung)

1) BPOM
2) Dinas Kesehatan Riau
3) Dinas Peternakan Riau
4) Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM
5) Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
6) Dinas Ketahanan Pangan
7) Perguruan Tinggi Islam

Tim Auditor

a. Auditor Nasional
1) Drs. H. T. Abu Hanifah, M.Si
2) Yuliarti, S.Si
3) Ir. Khafzan

20
4) Amelia Hilda Sari, S.Si
5) Riana Zulfa, M.Si
6) Oktavia Surya Indra, M.Si
7) Ade Putra Perdana, S.Si
8) Fitra Okta Rezi, S.Si

5. Sertifikasi Halal
a) Pengertian Sertifikasi Halal
1) Sertifikat Halal adalah fatwa tertulis MUI yang menyatakan
kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam. Sertifikat
halal ini merupakan syarat untuk mencantuknan label halal.
2) Yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang
memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syari’at Islam yaitu:
 Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.
 Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti:
bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran-
kotoran dan lain sebagainya.
 Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih
menurut tata cara syari’at Islam.
 Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengelolaan, dan
transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika pernah
digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya
terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur
menurut syari’at Islam.
 Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung
khamar.
3) Pemegang sertifikat Halal MUI bertanggung jawab untuk
memelihara kehalalan produk yang diproduksinya, dan sertifikat
ini tidak dapat dipindah tangankan.

21
4) Sertifikat yang sudah berakhir masa berlakunya, termasuk foto
kopi nya tidak boleh digunakan atau dipasang untuk maksud-
maksud tertentu.

Dalam penjelasan atas undang-undang Republik Indonesia


Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan pada pasal 25 ayat 1 Sertifikasi
halal adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam proses
pengawasan mutu pangan, yang menyelenggarakan dapat dilakukan
secara laboratories atau cara lain sesuai dengan perkembangan
teknologi, sertifikasi mutu diberlakukan untuk lebih memberikan
jaminan kepada masyarakat bawah pangan yang dibeli telah
memenuhi tanggung jawab pihak yang memproduksi pangan untuk
memenuhi ketentuan undang-undang ini dan peraturan
pelaksanaannya.

b) Tujuan Sertifikat Halal


Tujuan pelaksanaan sertifikat halal pada produk pangan, obat-
obatan dan kosmetika adalah untuk memberikan kepastian kehalalan
suatu produk, sehingga dapat menentramkan batin yang
mengkonsumsinya.
c) Jaminan Halal Dari Produser
Sebelum produsen mengajukan Sertifikat Halal bagi produknya,
maka terlebih dahulu disyaratkan yang bersangkutan menyiapkan hal-
hal sebagai berikut:
 Produsen menyiapkan suatu Sistem Jaminan Halal
 System Jaminan Halal tersebut harus didokumentasikan secara
jelas dan rinci serta merupakan bagian dari kebijakan manajemen
perusahaan.
 Dalam pelaksanaannya, Sistem Jaminan Halal ini diuraikan dalam
bentuk panduan Halal (Halal Manual). Tujuan membuat panduan
Halal adalah untuk memberikan uraian system manajemen halal
yang dijalankan produsen. Selain itu, panduan halal ini dapat

22
berfungsi sebagai rujukan tetap dalam melaksanakan dan
memelihara kehalalan produk tersebut.
 Produsen menyiapkan prosedur baku pelaksanaan untuk
mengawasi setiap proses yang kritis agar kehalalan produknya
terjamin.
 Baik panduan halal maupun prosedur baku pelaksanaan yang
disiapkan harus disosialisasikan dan diuji coba dilingkungan
produsen, sehingga seluruh jajaran, dari mulai direksi sampai
karyawan memahami betul bagaimana memproduksi produk halal
dan baik.
 Produsen melakukan pemeriksaan intern (audit Internal) serta
mengevaluasi apakah system jaminan halal yang menjamin
kehalalan produk ini dilakukan sebagaimana mestinya.
d) System Pengawasan
 Perusahaan wajib menandatangani perjanjian untuk menerima tim
sidik LPPOM MUI.
 Perussahaan berkewajiban menyerahkan laporan audit internal
setiap 6 (enam) bulan setelah terbitnya sertifikat halal.
e) Sertifikat MUI Bagi Pengembangan Produk
 Pengembangan produk yang dilakukan oleh produsen pemegang
sertifikat MUI harus dilaporkan kepada LPPOM MUI.
 Jika produk yang dikembangkan berbeda jenisnya dengan
kelompok produk yang sudah bersertifikat halal MUI, produk
tersebut didaftarkan sebagai produk baru dan diproses mengikuti
prosedur sertifikat halal yang berlaku.
 Produk yang sejenis dengan kelompok produk yang sudah
mendapat sertifikat MUI, diinformasikan kepada LPPOM MUI.
Informasi tersebut berisi data tambahan dan nama produk dan
dilengkapi dengan sertifikasi dan bukti pembelian bahan. Dana
tersebut akan dipelajari oleh LP POM MUI untuk ditentukan
tahapan proses selanjutnya.

23
 Pendaftaran penambahan produk dengan jenis produk yang sama
dengan produk yang telah mendapat sertifikat halal dan pernah
diaudit sebelumnya tidak perlu melalui pengisian formulir baru.
Pendaftaran dilakukan dengan cara mengajukan surat kepada
direktur LPPOM disertai lampiran daftar ingredient dan alur
prosesnya. Bila dianggap perlu audit dilakukan untuk memeriksa
kesesuaian informasi dalam surat dengan di lapangan.
 Hasil auditing dilaporkan dalam rapat auditor. Jika tidak ditemukan
masalah maka dibawa kepada rapat komisi fatwa dan apabila tidak
ada masalah maka direktur akan mengeluarkan surat rekomendasi
yang menyatakan bahwa produk tersebut dapat diproduksi karena
menggunakan bahan-bahan yang pernah digunakan dari produk
yang telah difatwakan sebelumnya.
f) Produk Kemas Ulang (Repacking Product)
Produk kemas ulang (repacking product) atau produk distributor
diaudit ke tempat produksi (Negara asal).
g) Berproduksi Dalam Lingkaran Halal
Prinsip etika dalam produksi yang wajib dilaksanakan oleh setiap
Muslim, baik individu maupun kelompok, adalah berpegang pada
semua yang dihalalkan Allah dan tidak melewati batas. Benar daerah
halal itu luas, tetapi mayoritas jiwa manusia ambisius merasa kurang
puas dengan hal yang halal. Maka akan banyak kita temukan jiwa
manusia yang tergiur kepada sesuatu yang haram dengan melanggar
hukum-hukum Allah.
Islam menghalalkan yang baik-baik, umat Islam dating ketika
manusia dalam keadaan seperti ini dalam memandang makanan
hewani, ada yang mengkonsumsinya secara berlebihan, ada pula yang
secara ekstrim meninggalkannya. Ia menyeru mereka dalam statusnya
sebagai umat manusia agar makan yang baik-baik dari makanan yang
disediakan untuk mereka. Yaitu bumi dengan segala isinya yang telah
diciptakan untuk mereka, agar mereka tidak mengikuti langkah dan

24
jalan setan, yang dihiyasinya untuk sebagian orang, agar mereka
mengharamkan hal-hal yang dihalalkan Allah.
h) Produk Flavour
Khusus untuk produk flavour jika proses lokal hanya berupa proses
sederhana, dimana “base”nya dibuat di pabrik lain di luar negeri, maka
audit harus dilakukan di tempat produksi “base” tersebut. Perlu
tidaknya audit dilakukan untuk penambahan produk baru ditentukan
kasus per kasus.
i) Prosedur Pemusnahan Bahan
Jika ditemukan produk atau bahan yang harus dimusnahkan karena
ketidak halalannya maka pemusnahan harus disaksikan oleh auditor
disertai bukti berita acara pemusnahannya. Penentuan tentang
pemusnahan dilakukan oleh Rapat Auditor atau Rapat Tenaga Ahli.
j) Audit Produk Beragam
 Jika produk yang diaudit banyak dan beragam, maka tidak setiap
produk harus diproduksi pada saat diaudit, cukup diwakili tiap
kelompok produknya. Akan tetapi auditor harus memeriksa
formula tidak hanya pada database tapi juga di ruang produksi.
 Bila pada saat audit dilakukan perusahaan belum dapat
melaksanakan proses produksi sesungguhnya, maka dapat diaudit
dalam proses skala laboraturium. Namun pada waktu produksi
auditor akan melihat kembali kesesuaian proses produksi
sesungguhnya denga proses produksi sekala laboraturium yang
pernah dilihatnta.
k) Pembuatan Matriks Bahan
Setiap perusahaan yang diaudit akan diminti untuk menbuat
matriks bahan terakhir yang telah disetujui untuk diajukan ke rapat
Komisi Fatwa. Jika tidak ada permasalahan dalam rapat Komisi Fatwa,
maka matriks ini akan disetujui oleh direktur setelah diperiksa oleh
auditor. Matriks tersebut akan dimasukkan kedalam database dan
menjadi pegangan dalam pelaksanaan.

25
l) Proses Sertifikasi Halal
 Setiap produsen yang mengajukan Sertifikat Halal bagi produknya,
harus mengisi formulir yang telah disediakan dengan melampirkan:
 Spesifikasi dan sertifikat halal bahan baku, bahan tambahan
dan bahan penolong serta bagan alir proses.
 Sertifikat halal atau surat keterangan halal dari MUI Daerah
(produk lokal) atau sertifikat halal dari Lembaga Islam yang
telah diakui oleh MUI (produk impor) untuk bahan yang
berasal dari hewan dan turunannya.
 Sistem jaminan halal yang diuraikan dalam panduan halal
beserta prosedur baku pelaksanaannya.
 Tim Auditor LPPOM MUI melakukan pemeriksaan/audit ke lokasi
produsen setelah pormulir beserta lampiran-lampirannya
dikembalikan ke LPPOM MUI dan diperiksa kelengkapannya.
 Hasil pemeriksaan/audit dan hasil laboraturium dievaluasi dalam
rapat tenaga ahli LPPOM MUI. Jika telah memenuhi persyaratan,
maka dibuat laporan hasil audit untuk diajukan kepada Sidang
Komisi Fatwa MUI untuk diputuskan status kehalalannya.
 Sidang Komisi Fatwa MUI dapat menolak laporan hasil audit jika
dianggap belum memenuhi semua persyaratan yang telah
ditentukan.
 Sertifikat halal dikeluarkan oleh MUI setelah ditetapkan status
kehalalannya oleh Komisi Fatwa MUI.
 Perusahaan yang produknya telah mendapat sertifikat halal, harus
mengangkat auditor halal internal sebagai bagian dari sistem
jaminan halal. Jika kemudian ada perubahan dalam penggunaan
bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong pada peruses
produksinya, auditor halal internal diwajibkan segera melaporkan
untuk mendapat “ketidak beratan penggunaannya” Bila ada
perusahaan yang terkait dengan produk halal hasil dikonsultasikan
dengan LPPOM MUI oleh auditor halal internal.

26
m) Masa Berlaku Sertifikat Halal
 Sertifikat halal hanya berlaku selama empat tahun, untuk daging
yang diekspor surat keterangan halal diberikan untuk setiap
pengapalan.
 Tiga bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, LPPOM
MUI akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada produsen
yang bersangkutan.
 Dua bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, produsen
harus daftar kembali untuk sertifikat halal yang baru.
 Produsen yang tidak memperbaharui sertifikat halalnya, tidak
diizinkan lagi menggunakan sertifikat halal tersebut dan dihapus
dari daftar yang terdapat dalam majalah resmi LPPOM MUI,
jurnal halal.
 Jika sertifikat halal hilang, pemegang harus segera melaporkan ke
LPPOM MUI.
 Sertifikat yang dikeluarkan oleh MUI adalah milik MUI. Oleh
sebab itu, jika karena sesuatu hal diminta kembali oleh MUI,
maka pemegang wajib menyerahkannya.
 Keputusan MUI yang didasarkan atas fatwa MUI tidak dapat
diganggu gugat.

n) Prosedur Penetapan Fatwa Halal


Masalah kehalalan produk yang akan dikonsumsi merupakan
persoalan besar dan urgen, sehingga apa yang akan dikonsumsi itu
benar-benar halal, dan tidak tercampur sedikitpun dengan barang yang
haram. Oleh karena tidak semua orang dapat mengetahui kehalalan
suatu produk secara pasti, sertifikat sebagai bukti penetapan fatwa
halal bagi suatu produk yang dikeluarkan MUI merupakan suatu
keniscayaan yang mutlak diperlukan keberadaannya. Sebelum
menjelaskan bagaimana prosedur dan mekanisme penetapan fatwa

27
halal, terlebih dahulu akan dikemukakan secara singkat tentang
masalah halal dan haram, dengan menitik beratkan masalah haram.
Menurut hukum Islam, secara garis perkara (benda) haram terbagi
menjadi dua, haram li-zatih dan haram li-gairih. Kelompok pertama
subtansi tersebut diharamkan oleh agama. Sedang yang kedua, subtansi
bendanya halal (tidak haram) namun secara penanganan atau
memperolehnya tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. Dengan demikian,
benda haram jenis kedua terbagi menjadi dua. Pertama, bendanya halal
tapi cara penanganannya tidak dibenarkan oleh ajaran Islam, misalnya
kambing yang tidak dipotong secara syar’i, sedang yang kedua
bendanya halal tapi diperoleh dengan jalan aatau cara yang dilaarang
oleh agama, misalnya hasil korupsi, menipu dan sebagainya.38
Mengenai benda haram ini, dijelaskan dalam firman Allah :
ّ ‫اًَِّ َوا َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُن ْال َو ْيتَةَ َوال َّذ َم َولَحْ َن ْال ِخ ٌْ ِزي ِْر َو َهآ اُ ِه َّل بِ ٖه لِ َغي ِْر ه‬
‫ّللاِ ۚ فَ َو ِي‬
ّ ‫َل اِ ْث َن َعلَ ْي ِه ۗ اِ َّى ه‬
ِ ‫ّللاَ َغفُوْ ٌر ر‬
‫َّح ْي ٌن‬ ٍ َ‫اضْ طُ َّر َغي َْر ب‬
ٓ َ َ‫اغ َّو ََل عَا ٍد ف‬
Artinya: “Sesungguhnya allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih)
disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, barang siapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampai batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya
allah maha pengampun, maha penyayang” QS. Al-Baqarah (173)

ْ‫َل اَ ْى يَّ ُكوْ ىَ َه ْيتَةً اَو‬ ْ ‫ي ُه َح َّر ًها ع هَلى طَا ِع ٍن ي‬


ٓ َّ ِ‫َّط َع ُو ٓه ا‬ َّ َ‫َل اَ ِج ُذ فِ ْي َهآ اُوْ ِح َي اِل‬
ٓ َّ ْ‫قُل‬
‫ّللاِ بِ ٖ ۚه فَ َو ِي اضْ طُ َّر‬ ّ ‫َد ًها َّه ْسفُوْ حًا اَوْ لَحْ َن ِخ ٌْ ِزي ٍْر فَاًَِّه ِرجْ سٌ اَوْ فِ ْسقًا اُ ِه َّل لِ َغي ِْر ه‬

ِ ‫اغ َّو ََل عَا ٍد فَا ِ َّى َربَََّ َغفُوْ ٌر ر‬


‫َّح ْي ٌن‬ ٍ َ‫َغي َْر ب‬
Artinya: “Katakanlah: Tidak kudapati di dalam apa yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi
yang ingin memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, darah
yang mengalir, atau daging babi karena sesungguhnya semua itu
kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Tetapi,

28
barang siapa yang dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia
tidak menginginkannya dan tidak pula melampai batas, maka
sesungguhnya Tuhan Maha Pengampun, Maha Penyayang” QS. Al-
An’am (145)

Menurut kedua ayat diatas, benda yang termasuk kelompokharam


li-zatih sangat terbatas, yaitu darah yang mengalir dan daging babi,
sedang sisanya termasuk kedalam kelompok haram li-gairih yang
karena cara penanganannya tidak sejalan dengan syari’at Islam. Selain
kedua benda yang dijelaskan Al-Qur’an itu, benda haram li-zatih juga
dijelaskan dalam sejumlah hadist Nabi, misalnya binatang buas dan
binatang bertaring, dan sebagainya. Demikian juga alkohol (khamar).

Untuk kepentingan penetapan fatwa halal, MUI hanya


memperhatikan apakah suatu produk mengandung unsur-unsur benda
haram li-zatih atau haram li-gairih yang karena cara penanganannya
tidak sejalan dengan syari’at Islam, atau tidak. Dengan arti kata, MUI
tidak sampai mempersoalkan dan meneliti keharamannya dari sudut
haram li-gairihi, sebab masalah ini sulit dideteksi dan persoalannya
diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan Prosedur dan
mekanisme penetapan fatwa halal pada perinsipnya, untuk ditingkat
Komisi Fatwa, sama dengan penetapan fatwa secara umum. Hanya
saja, sebelum masalah tersebut (produk yang dimintakan fatwa halal)
dibawa ke siding komisi, LP POM MUI terlebih dahulu melakukan
penelitian dan audit ke pabrik bersangkutan. Untuk lebih jelasnya,
prosedur dan mekanisme penetapan fatwa halal, secara singkat dapat
dijelaskan sebagai berikut :

i. MUI memberikan pembekalan pengetahuan kepada para auditor


LPPOM tentang benda-benda haram menurut syari’at Islam,
dalam hal ini benda haram li-zatih dan haram li-gairih yang
karena cara penangananya tidak sejalan dengan syari’at Islam.

29
Dengan arti kata, para auditor harus mempunyai pengetahuan
memadai tentang hal-hal tersebut.
ii. Para auditor melakukan penelitian dan audit ke pabrik-pabrik
(perusahaan) yang meminta sertifikat halal. Pemeriksaan yang
dilakukan meliputi:
 Pemeriksaan secara seksama terhadap bahan-bahan
produk, baik bahan baku maupun bahan tambahan
(penolong).
 Pemeriksaan terhadap bukti-bukti pembelian bahan
produk.
iii. Bahan-bahan tersebut kemudian diperiksa di laboraturium,
terutama bahan-bahan yang dicurigai sebagai benda haram atau
mengandung benda haram (najis) untuk mendapat kepastian.
iv. Pemeriksaan terhadap suatu perusahaan tidak jarang dilakukan
lebih dari satu kali, dan tidak jarang pula auditor (LPPOM)
menyarankan bahkan mengharuskan agar mengganti suatu
bahan yang dicurigai atau diduga mengandung bahan yang
haram (najis) dengan bahan yang diyakini kehalalannya atau
sudah bersertifikat halal dari MUI atau dari lembaga lain yang
dipandang berkompeten, jika perusahaan tersebut tetap
menginginkan mendapat sertifikat halal dari MUI.
v. Hasil pemeriksaan dan audit LPOM tersebut kemudian
dituangkan kedalam sebuah berita acara, kemudian berita acara
itu diajukan ke Komisi Fatwa MUI untuk disidang.
vi. Dalam siding Komisi Fatwa, LPPOM menyampaikan dan
menjelaskan isi berita acara, dan kemudian dibahas secara teliti
dan mendalam oleh Sidang Komisi.
vii. Suatu produk yang masih mengandung bahan yang diragukan
kehalalannya, atau terdapat bukti-bukti pembeliah bahan produk
yang dipandang tidak transparan oleh Sidang Komisi,

30
dikembalikan kepada LP POM untuk dilakukan penelitian atau
auditing ulang ke perusahaan bersangkutan.
viii. Sedangkan produk yang telah diyakini kehalalannya oleh Sidang
Komisi, diputuskan fatwa halalnya oleh Sidang Komisi.
ix. Hasil Sidang Komisi yang berupa fatwa halal kemudian
dilaporkan kepada Dewan Pimpinan MUI untuk di-tanfz-kan
dan keluarkan Surat Keputusan Fatwa Halal dalam bentuk
Sertifikat Halal. Untuk menjamin kehalalan suatu produk yang
telah mendapat sertifikat halal, MUI menetapkan dan
menekankan bahwa jika sewaktu waktu ternyata diketahui
produk tersebut mengandung unsur-unsur barang haram (najis),
MUI berhak mencabut sertifikat halal produk bersangkutan. Di
samping itu, setiap produk yang telah mendapat sertifikat halal
diharuskan pula memperbaharui atau memperpanjang sertifikat
halalnya setiap dua tahun, dengan prosedur dan mekanisme yang
sama. Setelah dua tahun telah terhitung sejak berlakunya
sertifikat halal, prusahaan bersangkutan tidak mengajukan
permohonan (perpanjangan) sertifikat halal. Perusahaan itu
dipandang tidak lagi berhak atas sertifikat halal, dan kehalalan
produk-produknya diluar tanggung jawab MUI.

6. Produk yang sudah disertifikasi Halal oleh LPPOM MUI Riau


Adapun produk-produk yang sudah disertifikasi Halal oleh LPPOM MUI
Riau diantaranya sebagai berikut :

a) Makanan dan minuman


 Aneka kue basah
 Bakery atau roti
 Minuman herbal (ekstrak jahe dan lemon)
 Kebeb
 Burger

31
b) Penyembelihan ayam
 Penyembelihan hewan ruminansia (sapi dan kerbau)
 Penyembelihan ayam
c) Pabrik
 Pabrik gula
 Pabrik minyak goreng
d) Paguyuban bakso
 Penggilingan bakso
e) Kateringan
f) Restoran / Rumah makan
g) Hotel

7. Pandangan LPPOM MUI Riau Terhadap Usaha Makanan Pinggir Jalan


Kini sangat banyak makanan angkringan atau usaha makanan pinggir
jalan yang banyak diminati oleh masyarakat. Seperti Ayam penyet, Bakso,
Mie ayam, dan makanan-makanan lain yang terdapat di warung-warung
kecil. Namun, masih banyak usaha makanan pinggir jalan tersebut yang
belum mengantongi atau memperoleh sertifikasi Halal dari MUI. Untuk
makanan bakso dan mie ayam, hanya sedikit pelaku usaha yang sudah
memperoleh sertifikasi Halal di Provinsi Riau, seperti contohnya
Paguyuban Bakso dan lain-lain. Sementara itu untuk makanan Ayam
penyet, belum ada pelaku usahanya yang telah memperoleh sertifikasi
Halal untuk produknya, begitu informasi yang kam dapatkan ketika
melakukan wawancara dengan salah satu auditor yang sangat kompeten di
LPPOM MUI Provinsi Riau.

Kendati demikian, beliau menyampaikan bahwa suatu makanan


dan minuman yang belum memiliki sertifikasi Halal, bukan berarti
makanan atau minuman itu Haram dan tidak boleh dikonsumsi. Untuk
makanan seperti bakso dan sejenisnya, titik kritis kehalalannya itu berada
di penggillingan daging abakso (dikhawatirkan mesin penggilingan nya

32
bekas menggiling daging babi). Namun juga dikhawatirkan terkontaminasi
fasilitas atau bahan yang tidak halal dan tidak bersih. Sementara untuk
ayam penyet, titik kritis kehalalan nya berada di penyembelihan ayam
(dikhawatirkan orang yang menyembelih tidak mengucapkan lafal
Bislmillah). Demikian informasi yang kami dapatkan setelah melakukan
wawancara dengan tim auditor LPPOM MUI Provinsi Riau.

Proses Sertifikasi Halal

33
34
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran Majelis Ulama Indonesia Provinsi Riau dalam menetapkan sertifikasi
halal produk makanan, setelah penulis menganalisis data yang telah penulis
dapatkan dilapangan dapat penulis simpulkan bahwa Majelis Ulama Indonesia
Provinsi Riau telah berperan aktif dalam menetapkan sertifikasi halal produk
makanan. Majelis Ulama Indonesia Provinsi Riau memiliki program yang jelas
dan berjalan dengan baik, melakukan pengawasan terhadap peroduk-produk
makanan yang sudah diberikan sertifikat halal, melakukan pengawasan secara
langsung proses pengolahan makanan yang bersertifikat halal, pengurus sangat
mengontrol produk makanan terutama bahan-bahan yang digunakan,
mengsosialisasikan secara lisan tentang kriteria produk halal kepada masyarakat,
mengsosialisasikan kriteria produk halal dengan memperbanyak buku-buku,
melaksanakan seminar tentang menetapkan sertifikat halal, memiliki data tentang
produk makanan yang bersertifikat halal dan mengsosialisasikannya kepada
masyarakat. Maka penulis menyimpulkan bahwa pengurus Majelis Ulama
Indonesia Provinsi Riau telah berperan aktif dalam menetapkan sertifikasi halal
produk makanan dan sesuai dengan prosedurnya. Pengurus Majelis Ulama
Indonesia Provinsi Riau memiliki tanggung jawab yang penuh dalam menetapkan
sertifikasi halal produk makanan serta meberikan fatwa kepada umat Islam.

B. Saran
Adapun saran-saran yang penulis berikan kepada Majelis Ulama Indonesia
Provinsi Riau adalah sebagai berikut:

 Kepada pengurus Majelis Ulama Indonesia Provinsi Riau hendaknya lebih


banyak waktunya diluangkan untuk Majelis Ulama Indonesia Provinsi
Riau, walaupun menjadi pengurus bukan menjadi prioritas utama tetapi
hendaknya selalu meberikan ide-ide dalam menetapkan sertifikasi halal
produk makanan.

35
 Majelis Ulama Indonesia Provinsi Riau harus lebih banyak lagi sumber
daya manusia (SDM) yang berkompeten dalam menanganai produk
produk makanan yang tidak jelas status kehalalannya khususnya di Riau.
 Kepada pemerintah hendaknya memberikan bantuan dan dukungan yang
lebih kepada Majelis Ulama Indonesia Provinsi Riau terutama dalam
anggaran untuk melaksanakan program kerja dan kegiatan yang dilakukan
oleh pengurus Majelis Ulama Indonesia Provinsi Riau.

36
LAMPIRAN

37
Surat Pengantar PKL

38
Surat Disposisi Penerimaan Dari LPPOM

39
Foto Depan Kantor MUI Provinsi Riau Foto Bersama Pak Khafzan (LPPOM
MUI)

Bimbingan Ketua Umum MUI Provinsi Riau

40
Membuat Rundown Acara

Pemberian Materi LPPOM MUI Hari ke-2

Pemberian Materi LPPOM MUI Hari ke- 3

41
Pembekalan Dari Direktur LPPOM MUI

Rapat MUI Provinsi Dengan MUI Kab. Siak

42
Contoh Peralatan Laboratorium

43
Penyerahan Plakat Dari Mahasiswa

Penyerahaan Sertifikat Dari Ketua Mui

44
45
46
47
48
49

Anda mungkin juga menyukai