McCormac and Csernak, “Structural Steel Design”, 5th Ed, Pearson, 2012
Chapter 3 – Analysis of Tension Member
3.1. Introduction
Batang tarik biasanya ditemukan pada rangka jembatan dan atap, menara, bracing, dan
situasi yang menggunakan tie rod.
3.2. Nominal Strengths of Tension Members
Batang tarik memiliki penampang dapat menahan beban yang dapat menyebabkan
kemungkinan kegagalan berupa leleh atau fraktur. Kuat leleh dan fraktur penampang
batang Tarik dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.
𝜙𝑡 𝑃𝑛 = 𝜙𝑡 𝐹𝑦 𝐴𝑔 (leleh)
𝜙𝑡 𝑃𝑛 = 𝜙𝑡 𝐹𝑢 𝐴𝑒 (fraktur)
Keterangan :
φt = faktor reduksi (LRFD : leleh = 0.9, fraktur = 0.75)
Pn = kuat penampang
Fy = kuat leleh
Ag = luas penampang kotor
Fu = kuat ultimit
Ae = luas penampang efektif
3.3. Net Areas
Apabila batang tarik memiliki lubang, misalnya untuk membuat sambungan baut, luas
penampang akan mengecil tarikan yang diterima oleh penampang akan semakin besar
karena gaya yang diberikan terdistribusi ke luas penampang lain yang tidak memiliki
lubang. Oleh karena itu, untuk menentukan kuat penampang, diperlukanlah luas
penampang yang telah dikurang lubang yang terdapat pada penampang, yaitu luas net.
Selain lubang, kecacatan lain juga harus dipertimbangkan. Misal hanya terdapat lubang
pada penampang, luas net penampang dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.
𝐴𝑛 = 𝐴𝑔 − 𝐴ℎ𝑜𝑙𝑒
1
𝐴ℎ𝑜𝑙𝑒 = 𝑛(𝑑𝑏𝑜𝑙𝑡 + 𝑖𝑛)𝑡
8
Keterangan :
An = luas penampang net
Ag = luas penampang kotor
Ahole = luas lubang
n = jumlah lubang
dbolt = diameter baut
t = ketebalan penampang
3.4. Effect of Staggered Holes
Apabila lubang yang terdapat pada penampang tidak segaris, akan terjadi berbagai macam
kemungkinan jalur kegagalan. Oleh karena itu, akan dicari kemungkinan yang menghasilkan
luas penampang net terkecil. Pada umumnya, kegagalan akan terjadi pada jalur yang
melewati lubang terbanyak. Berikut contoh mekanisme kegagalan pada penampang
dengan lubang yang tidak segaris (gambar (c)).
1
15020037 – Muhamad Rizhan Fateha
SI-3212 Struktur Baja
Dari gambar tersebut, kemungkinan kegagalan akan terjadi pada jalur ABCD karena jalur
tersebut akan memiliki luas penampang net terkecil. Akan tetapi, luas penampang tidak
dapat lagi dihitung menggunakan persamaan pada sub bab 3.3. Luas penampang net yang
memiliki lubang tidak segaris dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut.
𝑠2
𝐴𝑛 = 𝐴𝑔 − 𝐴ℎ𝑜𝑙𝑒 +
4𝑔
Apabila lubang terdapat pada profil yang memiliki bengkokan seperti baja profil C, hal yang
dapat dilakukan untuk menghitung luas penampang net adalah meluruskan bengkokan
tersebut lalu dihitung luas penampang netnya menggunakan persamaan di atas.
baik itu leleh maupun fraktur. Kuat penampang untuk menahan beban agar mengalami
kegagalan block shear dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut.
𝑅𝑛 = 0.6𝐹𝑢 𝐴𝑛𝑣 + 𝑈𝑏𝑠 𝐹𝑢 𝐴𝑛𝑡 ≤ 0.6𝐹𝑦 𝐴𝑔𝑣 + 𝑈𝑏𝑠 𝐹𝑢 𝐴𝑛𝑡
𝜙 = 0.75
Keterangan :
Agv = luas penampang kotor yang mengalami geser
Anv = luas penampang net yang mengalami geser
Ant = luas penampang net yang mengalami Tarik
3
15020037 – Muhamad Rizhan Fateha
SI-3212 Struktur Baja
jarak longitudinal penghubungnya tidak boleh melebihi 24 kali ketebalan pelat yang lebih
tipis, syarat kelangsingan yaitu L/300, dan lain-lain.
4.3. Rods and Bars
Apabila baja tulangan digunakan sebagai batang tarik, sambungan dapat dilakukan dengan
las di kedua ujungnya. Dalam AISC, kuat tariknya dapat ditentukan menggunakan
persamaan berikut.
𝑅𝑁 = 𝐹𝑛𝑡 𝐴𝐷 = 0.75𝐹𝑢 𝐴𝐷
Sehingga,
𝑃𝑢
𝐴𝐷 ≥
𝜙0.75𝐹𝑢
4.4. Pin-connected Members
Pin-connected members banyak digunakan pada awal abad ke-20 di suatu struktur
jembatan di Amerika Serikat. Akan tetapi, sekarang pin-connected members sudah jarang
digunakan karena digantikan oleh sambungan baut dan las. Penggunaannya sudah jarang
karena lubang yang digunakan bisa menyebabkan kelonggaran.
4.5. Design for Fatigue Loads
Pembebanan yang berubah-ubah bisa membuat struktur mengalami kelelahan (fatigue),
terutama jika pembebanan dilakukan secara berulang. Desain untuk mengatasi fatigue
terdapat pada Appendix 3 AISC. Desain dilakukan dengan memperhatikan jenis beban
beserta besar rentangnya dan banyaknya siklus pembebanan. Besar rentang beban yang
diperbolehkan dalam desain untuk beban berulang dapat ditentukan menggunakan
persamaan berikut.
𝐶𝑓 0.333
𝐹𝑆𝑅 = ( ) ≥ 𝐹𝑇𝐻
𝑛𝑆𝑅
Keterangan :
FSR = besar rentang beban yang diperbolehkan
Cf = konstanta pada Tabel A-3.1 Appendix A AISC
nSR = banyaknya kenaikan dan penurunan besar rentang beban
FTH = batas besar rentang beban yang diperbolehkan
Tegangan sisa biasa terjadi pada baja yang dibentuk melalui proses pemanasan. Misal baja
W, bagian ujung sayap dan bagian tengah badannya akan dingin lebih cepat dibandingkan
dengan titik pertemuan badan dan sayap. Bagian yang dingin lebih cepat biasanya akan
mengalami tegangan sisa. Bagian yang mengalami tegangan sisa akan berkurang
kekuatannya dan lebih cepat mencapai kondisi non-linear. Selain pembentukan profil baja,
tegangan sisa dapat disebabkan juga oleh pengelasan, dan proses cambering.
5.3. Sections Used for Columns
Terdapat banyak profil yang dapat digunakan sebagai batang tekan, misalnya siku, baja T,
C, W, Hollow, built-up, dan beberapa profil lainnya, selengkapnya terdapat pada Gambar
5.2 Pustaka Utama.
5.4. Development of Column Formulas
Kekuatan kolom pertama kali dihitung menggunakan persamaan yang diestimasikan oleh
Pieter van Musschenbroek pada tahun 1729. Akan tetapi, terdapat matematikawan yang
mengajukan teori tentang tekuk kolom, yaitu Leonhard Euler yang kini dikenal sebagai “The
Euler Formula”. Teori tersebut berkaitan dengan kelangsingan kolom, di mana kegagalan
kolom akan dibagi menjadi 3, yaitu kelelehan, tekuk, dan area intermediate.
5.5. The Euler Formula
The Euler Formula membahas tentang kuat tekuk kolom yang dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut.
𝜋 2𝐸
𝐹𝑒 =
𝐿 2
(𝑟 )
Keterangan :
Fe = Kuat tekuk kolom
E = modulus elastisitas
L = panjang kolom
r = jari-jari girasi
Persamaan ini tidak tergantung pada kekuatan penampang baja yang digunakan. Untuk
menggunakan persamaan ini, kelangsingan kolom harus berada pada zona intermediate
atau potensi terdapat kegagalan tekuk.
5.6. End Restraint and Effective Lengths of Columns
Kolom dengan tumpuan yang dapat menahan beban translasi dan rotasi akan dapat
menahan beban lebih besar. Tumpuan tersebut juga akan mempengaruhi panjang efektif
kolom. Oleh karena itu, panjang kolom akan dikalikan dengan faktor K untuk mengetahui
panjang efektifnya yang besarnya tergantung tumpuan pada ujung kolom. Nilai faktor K
yang digunakan dapat mengikuti panduan pada Tabel 5.1 Pustaka Utama. Tabel tersebut
dapat digunakan sebagai acuan awal untuk preliminary design.
5.7. Stiffened and Unstiffened Elements
Tekuk lokal dapat terjadi pada penampang, misal pada sayap baja W. Hal tersebut bisa
disebabkan oleh kekakuan pada sayap yang lebih kecil dibandingkan badannya karena
hanya dikekang di satu titik, sementara badan dikekang di dua titik. Oleh karena itu, bagian
penampang dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu stiffened dan unstiffened. Kedua elemen
tersebut dapat dihitung rasio lebar terhadap tebalnya, lalu tergantung besarnya
5
15020037 – Muhamad Rizhan Fateha
SI-3212 Struktur Baja
6
15020037 – Muhamad Rizhan Fateha
SI-3212 Struktur Baja
menghitung kembali kuat tekan penampang profil yang ditentukan. Selain itu, dapat
digunakan juga AISC Design Tables yang telah menyediakan kuat tekan penampang setiap
profil sehingga pemilihan profil tidak perlu melalui proses trial and error.
6.3. Column Splices
Baja profil umumnya disediakan sepanjang 12 meter. Oleh karena itu, untuk membangun
gedung dengan tinggi lebih dari 12 meter dengan struktur baja, diperlukanlah suatu
sambungan menggunakan pelat. Biasanya sambungan tersebut berada pada setengah
tinggi lantai yang dilakukan sambungan. Tidak seperti pada batang tarik, pelat sambungan
pada batang tekan biasanya tidak menerima gaya.
6.4. Built-Up Columns
Profil yang digunakan sebagai batang tekan dapat berupa built-up section, yaitu profil yang
dibentuk dengan menyambung dua atau lebih profil. Misal baja T dan baja kanal yang dapat
dibentuk dari 2 baja siku.
6.5. Built-Up Columns with Components in Contact with Each Other
Apabila terdapat dua buah profil identik yang tidak disambung diberi gaya, kedua profil
tersebut akan menerima gaya yang sama besar yaitu setengahnya sehingga deformasinya
pun sama. Akan tetapi, jika keduanya disambung sepanjang batangnya, deformasinya akan
berbeda.
6.6. Connection Requirements for Built-Up Columns Whose Components are in Contact with
Each Other
Terdapat syarat sambungan untuk elemen batang tekan yang merupakan elemen built-up.
Berikut contoh syarat sambungan yang ditetapkan.
7
15020037 – Muhamad Rizhan Fateha
SI-3212 Struktur Baja
6.7. Built-Up Columns with Components Not in Contact with Each Other
Selain disambung kedua profilnya, dua profil juga dapat disambung dengan pelat yang telah
disesuaikan sehingga keduanya tidak saling kontak, misalnya baja profil MC. Hal tersebut
bertujuan agar tegangan terdistribusi ke berbagai komponen.
Panjang yang tidak dapat digunakan dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut.
𝑏 𝑜𝑟 ℎ𝑢𝑛𝑢𝑠𝑒𝑑 = 𝑏′ 𝑜𝑟 ℎ′ − 𝑏 𝑜𝑟 ℎ𝑒
𝑏′𝑜𝑟 ℎ′ = 𝑏 𝑜𝑟 ℎ − 3𝑡
𝐸 0.38 𝐸
𝑏 𝑜𝑟 ℎ𝑒 = 1.92𝑡√ [1 − √( )]
𝐹𝑦 𝑏 𝑜𝑟 ℎ
( 𝑡 ) 𝐹𝑦
6.10. Flexural-Torsional Buckling of Compression Members
Torsi biasanya tidak akan terjadi pada profil yang simetris jika beban lateral tersalurkan
melalui titik tengah gesernya. Walaupun tidak akan terjadi, kuat torsi tetap dapat dihitung.
Torsi biasanya sangat dihindari karena sangat kompleks. Oleh karena itu, kolom biasa
diberikan penahan gaya lateral.
8
15020037 – Muhamad Rizhan Fateha
SI-3212 Struktur Baja
Pada bab 6, dipelajari pendekatan nilai panjang efektif kolom menggunakan Direct Analysis
Method. Terdapat metode lain yaitu Effective Length Method yang akan dipelajari pada bab
7.
7.2. Further Discussion of Effective Lengths
Nilai K yang telah ditentukan sebelumnya disarankan untuk beberapa jenis perletakan. Nilai
tersebut juga biasanya digunakan dengan asumsi kolom tidak bergoyang karena tertahan.
Selain itu, nilai K tersebut juga diasumsikan hanya terdapat 1 kolom, sementara nilai K
seharusnya ditentukan dari keseluruhan struktur. Oleh karena itu, penentuan nilai K
biasanya dilakukan menggunakan alignment chart pada Gambar 7.2 Pustaka Utama
dengan bantuan persamaan berikut.
4𝐸𝐼
∑
𝐺= 𝐿 𝑓𝑜𝑟 𝑐𝑜𝑙𝑢𝑚𝑛𝑠
4𝐸𝐼
∑
𝐿 𝑓𝑜𝑟 𝑔𝑖𝑟𝑑𝑒𝑟
Catatan tambahan : nilai G untuk joint sendi = 10
7.3. Frames Meeting Alignment Chart Assumptions
Terdpat beberapa asumsi yang digunakan dalam alignment chart tersebut, misalnya
elemen yang elastis, dihubungkan sendi yang kaku, kolom tekuk bersamaan, dan lain-lain
(selengkapnya pada Section 7.2 Appendix 7 AISC). Biasanya, nilai K x dan Ky dihitung masing-
masing.
7.4. Frames not Meeting Alignment Chart Assumptions as to Joint Rotations
Dari asumsi-asumsi yang telah disebutkan sebelumnya, apabila terdapat kolom yang tidak
memenuhi asumsi tersebut, terutama jika kolom bergoyang dan mengalami rotasi,
dibutuhkan faktor koreksi yang harus dikalikan dengan I/L. Faktor koreksi tersebut dapat
ditentukan menggunakan panduan pada Tabel 7.1 Pustaka Utama.
7.5. Stiffness-Reduction Factors
Selain asumsi kolom bergoyang dan mengalami rotasi, terdapat juga asumsi kolom elastis.
Apabila terdapat kolom yang tidak elastis, alignment chart dapat digunakan dengan
mengalikan nilai G dengan faktor reduksi yang terdapat pada Tabel 7.2 Pustaka Utama.
Catatan tambahan : Joint sendi memiliki nilai G = 10 dan joint jepit memiliki nilai G = 1.
7.6. Columns Leaning on Each Other for In-Plane Design
Alignment chart menggunakan asumsi bahwa seluruh kolom pada satu lantai akan tekuk
akibat bergoyang pada saat yang bersamaan. Jika asumsi itu benar, diketahui bahwa kolom
yang lain yang dihubungkan dengan balok tidak dapat menjadi penahan bagi satu sama
lainnya. Akan tetapi, dalam beberapa situasi, misal terdapat banyak kolom berjajar dan
kolom terluar belum mencapai kuat tekuk sementara kolom yang di dalam sudah, kolom
terluar dapat menjadi penahan bagi kolom yang di dalam sehingga tidak terjadi tekuk.
7.7. Base Plates for Concentrically Loaded Columns
Misal suatu kolom ditumpu oleh pondasi, beban yang diterima kolom harus disebar merata
agar titik pertemuan kolom dan pondasi tidak menerima beban berlebih. Biasanya akan
digunakan suatu pelat yang menghubungkan kolom dengan pondasi. Pelat yang digunakan
juga telah disesuaikan dimensi serta kekuatannya. Selain pelat, pondasi yang digunakan
juga harus disesuaikan kekuatannya sehingga mampu menahan beban dari pelat. Berikut
syarat dimensi pelat terutama tebal pelat yang digunakan.
9
15020037 – Muhamad Rizhan Fateha
SI-3212 Struktur Baja
diperoleh nilainya dengan membagi dua luasan profil di mana beban tarik besarnya sama
dengan beban tekan. Nilai c merupakan jarak dari garis yang membagi luasan menjadi dua
tersebut ke titik pusat luasan tekan atau tarik. Hal ini hampir serupa dengan nilai c pada
kuat leleh. Hanya saja, nilai c pada kuat leleh merupakan jarak titik pusat penampang ke
titik pusat luasan tarik dan tekan. Untuk beberapa profil, titik pusat profil dan garis yang
membagi profil menjadi dua luasan bisa jadi sama sehingga nilai modulus plastis (Z) dan
modulus penampangnya (S) sama.
8.7. Theory of Plastic Analysis
Teori analisis plastis biasa mengacu pada kurva tegangan-regangan. Ketika beban telah
diberikan hingga mencapai leleh, apabila beban terus ditambah, beban akan ditransfer ke
bagian penampang yang lain hingga bagian penampang yang lain tersebut mengalami
leleh. Akan tetapi, beban tersebut akan dibatasi hingga momen plastis yang telah
disebutkan sebelumnya.
8.8. The Collapse Mechanism
Struktur statis tertentu biasanya mengalami kegagalan apabila telah terbentuk satu sendi
plastis, sedangakan struktur statis tak tentu biasanya mengalami kegagalan apabila telah
terbentuk sendi plastis sebanyak derajat statis tak tentunya ditambah satu.
8.9. The Virtual-Work Method
Kekuatan penampang (Mn) yang telah mengalami sendi plastis dapat ditentukan
menggunakan Virtual-Work Method.
11
15020037 – Muhamad Rizhan Fateha
SI-3212 Struktur Baja
𝐶𝑏 𝜋 2 𝐸 𝐽𝑐 𝐿𝑏 2
𝐹𝑐𝑟 = √1 + 0.078 ( )
𝐿𝑏 2 𝑆𝑥 ℎ𝑜 𝑟𝑡𝑠
(𝑟 )
𝑡𝑠
Keterangan :
rts = jari-jari girasi efektif (AISC Tabel 1-1)
J = konstanta torsional (AISC Tabel 1-1)
c = 1 for doubly symmetric I-shapes
ho = jarak antar centroid sayap (AISC Tabel 1-1)
9.8. Design Charts
Untuk mempermudah perhitungan kapasitas balok dengan tegangan leleh (F y) dan faktor
modifikasi tekuk (Cb) berturut-turut bernilai 50 ksi dan 1, AISC telah membuat grafik
hubungan antara panjang tidak dikekang dan kuat penampangnya. Grafik dapat dilihat
pada Figure 9.13 Pustaka Utama.
9.9. Noncompact Sections
Elemen kompak merupakan elemen yang tidak mengalami tekuk lokal (untuk W-shapes,
𝐸
unstiffened element b/t nya tidak melebihi 0.38√𝐹 dan stiffened element h/t nya tidak
𝑦
𝐸
melebihi 3.76√𝐹 ). Elemen yang melewati batas tersebut termasuk elemen non-kompak.
𝑦
𝐸
Untuk desain elemen tersebut, batas berubah menjadi 1.0√ untuk unstiffened element
𝐹𝑦
𝐸
dan 5.7√ untuk stiffened element. Syarat batas lainnya terdapat pada Tabel 9.1 Pustaka
𝐹𝑦
13
15020037 – Muhamad Rizhan Fateha
SI-3212 Struktur Baja
𝑘 𝐸
1.1√ 𝐹𝑣
𝑦
𝐶𝑣 1.1√𝑘𝑣 𝐸 < ℎ ≤ 1.37√𝑘𝑣 𝐸 , 𝐶 =
𝐹𝑦 𝑡𝑤 𝐹𝑦 𝑣 ℎ
𝑡𝑤
ℎ 𝑘𝑣 𝐸 1.51𝑘𝑣 𝐸
> 1.37√ , 𝐶𝑣 =
𝑡𝑤 𝐹𝑦 ℎ 2
(𝑡 ) 𝐹𝑦
{ 𝑤
10.3. Deflections
Defleksi yang dialami oleh balok tidak boleh melebihi batas pada Tabel 10.1 Pustaka Utama
sebagai berikut.
15
15020037 – Muhamad Rizhan Fateha
SI-3212 Struktur Baja
Direct Analysis Method (DAM), Effective Length Method (ELM), dan Approximate Second-
Order Analysis.
11.4. Direct Analysis Method (DAM)
Metode ini dapat digunakan untuk semua jenis struktur. Dalam metode ini, faktor panjang
efektif (K) bernilai 1. Terdapat juga faktor magnifikasi B 1 dan B2 akibat adanya analisis
tingkat 2. Selain itu, kekakuan juga dikurangi menjadi 0.8 semula. Nilai B2 untuk Direct
Analysis Method dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut.
∆𝑠𝑒𝑐𝑜𝑛𝑑 𝑜𝑟𝑑𝑒𝑟
𝐵2 = ≤ 1.7
∆𝑓𝑖𝑟𝑠𝑡 𝑜𝑟𝑑𝑒𝑟
11.5. Effective Length Method (ELM)
Berbeda dengan Direct Analysis Method, nilai B2 dalam metode ini harus lebih kecil sama
dengan 1.5, sedangkan untuk struktur yang diberi pengekang harus lebih kecil sama dengan
1.1. Perbandingan Effective Length Method and Direct Analysis Method dapat dilihat pada
Tabel 11.1 Pustaka Utama.
11.6. Approximate Second-Order Analysis
Momen dan aksial tekan akibat gaya eksternal dapat ditentukan menggunakan
menggunakan persamaan berikut.
𝑀𝑢 = 𝐵1 𝑀𝑛𝑡 + 𝐵2 𝑀𝑙𝑡
𝑃𝑢 = 𝐵1 𝑃𝑛𝑡 + 𝐵2 𝑃𝑙𝑡
Nilai B1 dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut.
𝐶𝑚
𝐵1 = ≥1
𝑃𝑢
1−𝑃
𝑒1
Nilai Pe1, Pu, dan Cm untuk mendapatkan nilai B1 dapat ditentukan menggunakan
persamaan berikut.
0.8𝐸𝐼
𝑃𝑒1 =
(𝐾1 𝐿)2
𝑃𝑢 = 𝑃𝑛𝑡 + 𝑃𝑙𝑡
𝑀1
𝐶𝑚 = 0.6 − 0.4
𝑀2
Untuk struktur yang bergoyang, B2 dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut.
1
𝐵2 =
𝑃𝑠𝑡𝑜𝑟𝑦
1−𝑃
𝑒 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑦
𝜋 2 𝐸𝐼
𝑃𝑒 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑦 = ∑
(𝐾2 𝐿)2
11.7. Beam-Columns in Braced Frames
Untuk menganalisis balok-kolom yang mengalami aksial-lentur, perlu dilakukan analisis
tingkat satu dan tingkat dua. Untuk momen akibat gaya lateral, jika gaya dan strukturnya
simetris, nilai momennya akan sama dengan 0. Hal yang sama juga terjadi pada struktur
yang diberi pengekang.
11.8. Beam-Columns in Unbraced Frames
Momen maksimum pada portal tanpa kekangan selalu berada pada ujung kolom. Terdapat
contoh perhitungan pada Examples 11-9 dan 11-10 menggunakan kedua metode DAM dan
16
15020037 – Muhamad Rizhan Fateha
SI-3212 Struktur Baja
ELM. Di kedua contoh, analisis tingkat dua menggunakan metode analisis aproksimasi.
Faktor magnifikasi ditentukan untuk setiap balok-kolom untuk setiap arah translasi lateral.
Beban aksial tingkat dua dan momennya disubstitusi menjadi persamaan yang sesuai untuk
menentukan profil yang memenuhi.
11.9. Design of Beam-Columns-Braced or Unbraced
Desain balok-kolom dilakukan melalui proses trial-and-error. Terlebih dahulu dilakukan
perhitungan apakah suatu profil tidak memenuhi, dipilih profil lain yang memenuhi.
Metode yang umum digunakan untuk memilih profil yang tepat yaitu equivalent axial load
atau effective axial load method. Dalam metode ini, beban aksial dan momen diganti
menjadi beban konsentris fiktif yang ekuivalen dengan beban aslinya. Beban tersebut
diestimasi menggunakan persamaan berikut.
𝑃𝑢𝑒𝑞 = 𝑃𝑢 + 𝑀𝑢𝑥 𝑚 + 𝑀𝑢𝑦 𝑚𝑢
17
15020037 – Muhamad Rizhan Fateha