Anda di halaman 1dari 24

Menghindari Sifat Ujub/Berbangga

Diri

Ujub adalah mengagumi diri sendiri, yaitu


ketika kita merasa bahwa diri kita memiliki
kelebihan tertentu yang tidak dimiliki orang
lain.

Ibnul Mubarok pernah


berkata: “Perasaan ‘ujub adalah ketika
engkau merasa bahwa dirimu memiliki
kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh
orang lain.”

Imam Al Ghozali menuturkan:


“Perasaan ‘ujub adalah kecintaan seseorang
pada suatu karunia dan merasa memilikinya
sendiri, tanpa mengembalikan
keutamaannya kepada Alloh.”
Memang setiap orang mempunyai
kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh
orang lain, tetapi milik siapakah semua
kelebihan itu ?

Allah berfirman:
“Bagi Alloh semua kerajaan
langit dan bumi dan apa yang
ada di antaranya.”
(QS. Al Maidah : 120)

Maksud dari ayat di atas adalah apapun


yang kita miliki, semuanya adalah milik
Allah yang dipinjamkan kepada kita agar
kita dapat memanfaatkannya dan sebagai
ujian bagi kita. Tidak seorangpun yang
memiliki sesuatu di alam semesta ini
walaupun sekecil atom kecuali Allah.

Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya


Sifat Ujub
1. Banyak dipuji orang
Pujian seseorang secara langsung kepada
orang lain, dapat menimbulkan perasaan
‘ujub dan egois pada diri orang yang
dipujinya. Makin lama perasaan itu akan
menumpuk dalam hatinya, maka ia akan
semakin dekat kepada kebinasaan dan
kegagalan sedikit demi sedikit. Karena
orang yang mempercayai pujian itu akan
selalu merasa bangga dan dirinya punya
kelebihan, sehingga menjadikannya malas
untuk berbuat kebajikan.

Rasulullah pernah terkejut ketika


melihat seseorang yang memuji orang
lain secara langsung, sampai-sampai
beliau bersabda:
“Sungguh dengan pujianmu itu,
engkau dapat membinasakan
orang yang engkau puji.
Jikalau ia mendengarnya,
niscaya ia tidak akan
sukses.”

2. Banyak meraih kesuksesan


Seseorang yang selalu sukses dalam meraih
cita-cita dan usahanya, akan mudah
dirasuki perasaan ‘ujub dalam hatinya,
karena ia merasa bisa mengungguli orang
lain yang ada di sekitarnya dan tidak
menyadari bahwa segala sesuatu yang
diraihnya adalah atas kehendak Alloh yang
Maha Kuasa.

3. Kekuasaan

Setiap penguasa biasanya mempunyai


kebebasan bertindak tanpa ada protes dari
orang yang ada di sekelilingnya, dan
banyak orang yang kagum dan memujinya.
Fenomena semacam ini akan menyebabkan
hati seseorang mudah dimasuki perasaan
‘ujub. Seperti kisah Raja Namrud yang
menyebut dirinya sebagai Tuhan, karena
dia menjadi seorang penguasa. Dan
seandainya di lemah dan miskin, tentulah
tidak akan menyebut dirinya sebagai
Tuhan.

4. Tersohor di kalangan orang banyak


Tersohor di kalangan orang banyak
merupakan cobaan besar bagi diri
seseorang. Karena semakin banyak yang
mengenalnya, maka dia semakin kagum
terhadap dirinya sendiri. Semuanya itu akan
memudahkan timbulnya perasaan ‘ujub
pada hati seseorang.

5. Mempunyai intelektualitas dan


kecerdasan yang tinggi
Orang yang mempunyai intelektualitas dan
kecerdasan yang lebih, biasanya merasa
bangga dengan dirinya sendiri dan egois,
karena merasa mampu dapat menyelesaikan
segala permasalahan kehidupannya tanpa
campur tangan orang lain. Kondisi seperti
itu akan melahirkan sikap otoriter dengan
pendapatnya sendiri. Tidak mau
bermusyawarah, menganggap bodoh
orang-orang yang tak sependapat
dengannya, dan melecehkan pendapat
orang lain.

6. Memiliki kesempurnaan fisik


Orang yang memiliki kesempurnaan fisik
seperti suara bagus, cantik, postur tubuh
yang ideal, tampang ganteng dan
sebagainya, lalu ia memandang kepada
kelebihan dirinya dan melupakan bahwa
semua itu adalah nikmat Alloh yang bisa
lenyap setiap saat, berarti orang tersebut
telah kemasukan sifat ‘ujub.

7. Lalai atau tidak memahami hakikat


dirinya sendiri
Apabila seseorang lalai atau tidak
memahami hakikat bahwa dirinya berasal
dari air yang hina serta akan kembali ke
dalam tanah, kemudian menjadi bangkai,
maka orang seperti ini akan mudah merasa
bahwa dirinya hebat. Perasaan seperti ini
akan diperkuat oleh bisikan setan yang pada
akhirnya akan muncul sifat kagum terhadap
diri sendiri.

Bahaya Sifat Ujub

Sifat ‘ujub membawa akibat buruk dan


menyeret kepada kehancuran, baik bagi
pelakunya maupun bagi amal
perbuatannya.
Diantara dampak dari sifat ‘ujub
tersebut adalah:

1. Membatalkan pahala
Seseorang yang merasa ‘ujub dengan amal
kebajikannya, maka pahalanya akan gugur
dan amalannya akan sia-sia. Karena Allah
tidak akan menerima amalan kebajikan
sedikitpun kecuali dengan ikhlas karena-
Nya.

Rasulullah bersabda:
“Tiga hal yang membinasakan :
Kekikiran yang diperturutkan,
hawa nafsu yang diumbar dan
kekaguman seseorang pada
dirinya sendiri.”
(HR. Thabrani).

2. Menyebabkan Murka Allah


Nabi saw bersabda:
“Seseorang yang menyesali
dosanya, maka ia menanti
rahmat Alloh. Sedang
seseorang yang merasa ‘ujub,
maka ia menanti murka Alloh.”
(HR. Baihaqi) .
Perasaan ‘ujub menyebabkan murka Alloh,
karena ‘ujub telah mengingkari karunia
Alloh yang seharusnya kita syukuri.

3. Terjerumus ke dalam sikap ghurur


(terperdaya) dan takabur
Orang yang kagum pada diri sendiri akan
lupa melakukan instropeksi diri. Bersamaan
dengan perjalanan waktu, hal itu akan
menjadi penyakit hatinya. Pada akhirnya ia
terbiasa meremehkan orang lain atau
merasa dirinya lebih tinggi daripada orang
lain dan tidak mau menghormati orang lain.
Itulah yang disebut takabur.

Nabi Muhammad SAW bersabda:


” Tidak akan masuk surga
seseorang yang di dalam
hatinya terdapat perasaan
sombong meskipun hanya
sebesar biji sawi. "
(HR. Nasa’i)

4. Menyebabkan mengumbar nafsu dan


melupaka dosa-dosa
Seseorang yang mempunyai perasaan ‘ujub
akan selalu menilai dirinya baik dan tidak
pernah menilai dirinya buruk dan serba
kekurangan, sehingga ia selalu mengumbar
keinginan hawa nafsunya dan tidak merasa
kalau dirinya telah berbuat dosa.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Andaikan kalian tidak pernah
berbuat dosa sedikitpun,
pasti aku khawatir kalau
kalian berbuat dosa yang
lebih besar, yaitu perasaan
ujub.”
(HR. Al Bazzar).

5. Menyebabkan orang lain membenci


pelakunya
Pada umumnya, orang tidak suka terhadap
orang yang membanggakan diri,
mengagumi diri sendiri dan sombong. Oleh
karena itu, orang yang ‘ujub tidak akan
banyak temannya, bahkan ia akan dibenci
meskipun luas ilmunya dan terpandang
kedudukannya.

Syeikh Mustofa As Sibai berkata:


“Separuh kepandaian yang disertai
tawadhuk lebih disenangi oleh orang
banyak dan lebih bermanfaat bagi mereka
daripada kepandaian yang sempurna yang
disertai kecongkakan.”

6. Menyebabkan Su’ul Khotimah dan


kerugian di Akhirat
Nabi Muhammad SAW bersabd:
“Tidak akan masuk surga orang
yang suka menyebut-nyebut
kembali pemberiannya, seorang
yang durhaka, dan pecandu
minuman keras.”
(HR. Nasa’i) .

Orang yang mempunyai sifat ‘ujub


biasanya suka menyebut-nyebut kembali
sesuatu yang sudah diberikan.

Umar Ra pernah berkata:


”Siapapun yang mengakui
dirinya berilmu, maka ia
seorang yang bodoh dan
siapapun yang mengaku dirinya
akan masuk surga, maka ia akan
masuk neraka.”

Qotadah berkata:
“Barangsiapa yang diberi
kelebihan harta, atau
kecantikan, atau ilmu, atau
pakaian, kemudian ia tidak
bersikap tawadhuk, maka semua
itu akan berakibat buruk
baginya pada hari kiamat.”

Cara Menanggulangi Sifat Ujub


Ada beberapa hal yang bisa dilakukan
oleh setiap orang muslim agar dirinya
terhindar dari penyakit ‘ujub,
diantaranya adalah:

1. Selalu mengingat akan hakikat diri


Orang yang kagum pada diri sendiri
hendaknya sadar bahwa nyawa yang ada
dalam tubuhnya semata-mata anugerah
Alloh l. Andaikan nyawa tersebut
meninggalkan badannya, maka badan tidak
ada harganya lagi sama sekali.

Dia harus sadar bahwa tubuhnya pertama-


tama dibuat dari tanah yang diinjak-injak
manusia dan binatang, kemudian dari air
mani yang hina, yang setiap orang merasa
jijik melihatnya, lalu kembali lagi ke tanah
dan menjadi bangkai yang berbau busuk
dan setiap orang tidak suka mencium
baunya.

2. Selalu sadar akan hakikat dunia dan


akhirat
Hendaklah seseorang selalu sadar bahwa
dunia adalah tempat menanam kebahagiaan
kehidupan akherat. Dia harus sadar bahwa
sekalipun umurnya panjang, namun tetap
akan mati, kemudian hidup di sebuah
kampung abadi yaitu akherat. Kesadaran
seperti ini akan mendorong seseorang untuk
meluruskan akhlaknya yang bengkok,
sebelum nafasnya meninggalkan jasadnya
dan sebelum hilang kesempatan untuk
bertaubat.

3. Selalu mengingat nikmat Allah

Allah berfirman:
“Dan jika kamu menghitung
nikmat Alloh, niscaya kamu
tidak akan dapat
menghitungnya.”
(QS. Ibrahim : 34)

Dengan kesadaran seperti ini, seseorang


akan merasa lemah dan merasa butuh
kepada Alloh, sehingga dia akan
membersihkan diri dari penyakit kagum diri
dan berusaha terhindar darinya.

4. Selalu ingat tentang kematian dan


kehidupan setelah mati
Kesadaran seperti ini akan mendorong
seseorang meninggalkan perasaan kagum
diri karena takut akan berbagai
kesengsaraan hidup setelah mati.

5. Tidak berkawan dengan orang yang


kagum diri
Sebaiknya, berkawanlah dengan orang-
orang yang tawadhuk dan memahami status
dirinya. Hal semacam itu sangat membantu
seseorang untuk meninggalkan perangai
buruk kagum diri.

6. Memperhatikan keadaan orang yang


sedang sakit, bahkan keadaan orang
yang meninggal dunia, ziarah kubur dan
merenungkan keadaan ahli kubur
Cara semacam ini akan mendorong
seseorang untuk meninggalkan perasaan
kagum diri dan panyakit hati lainnya.

7. Selalu bermuhasabah (Introspeksi


diri)
Dengan demikian, mudah dideteksi gejala
awal dari segala bentuk penyakit hati,
terutama penyakit kagum diri. Dengan
demikian, penyakit ini akan mudah diobati.

8. Selalu memohon bantuan dari Allah


Dengan cara berdoa dan senantiasa
memohon perlindungan dari-Nya agar
terhindar dari penyakit kagum diri dan tidak
terjerumus ke dalamnya.

9. Penyembuhan dengan Al Qur’an


Al Qur’an sangat mujarab untuk mengobati
berbagai penyakit hati, khususnya penyakit
‘ujub dan berbagai sebabnya. Karena Al
Qur’an telah mengenalkan diri kita kepada
Alloh, dan Al Qur’an juga telah
mengenalkan diri kita kepada kita, yaitu
kelemahan, kemiskinan, dan kebutuhan
kepada Allah.

Maka tidaklah pantas jika seseorang


mengagumi dirinya sendiri sementara dia
adalah makhluk yang tak mampu berdiri
sendiri. Al Qur’an juga telah mengingatkan
kita akan akibat dari penyakit ‘ujub,
sombong, dan bangga diri. Seperti halnya
kisah Fir’aun, Qorun, dan lain sebagainya.

Imam Syafi’i rohimahumullah berkata:


“Barangsiapa yang mengangkat-
angkat diri secara
berlebihan, niscaya Allah
akan menjatuhkan martabatnya”

Dampak Sifat Ujub

1. Jatuh pada sifat sombong dan terperdaya.


2. Munculnya kebencian terhadap orang
lain.
3. Mendapat adzab dari Allah SWT

Begini Cara Mengatasi Ujub

Bersikaplah rendah hati, jangan terkecoh


dengan amal shalih Anda yang banyak.

1. Menyadari bahwa amal shalih yang Anda


lakukan karena taufik dan karunia Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Hal itu sesuai dengan firman-Nya:
“Dan apa saja nikmat yang ada
pada kamu, maka dari Allahlah
(datangnya).”
(QS. An-Nahl: 53)

2. Menyadari bahwa banyak ahli ibadah


lain yang lebih banyak meraih pahala
daripada diri Anda.

Bersikaplah rendah hati, jangan terkecoh


dengan amal shalih Anda yang banyak.
Karena, orang hidup belumlah aman dari
fitnah. Tetapi bersyukurlah kepada Allah
yang telah memberi Anda taufik,
menjadikannya indahdi hati Anda, serta
membuat Anda membenci kefasikan dan
kemaksiatan. Lalu Dia juga menjadikan
Anda termasuk dalam golongan orang-
orang yang meniti jalan lurus.

3. Menyadari secara mendalam bahwa


walau Anda telah meraih pahala yang
banyak, Anda tetap akan merasa sedikit
pada Hari Kiamat, karena besarnya
ketakutan pada hari itu dan terbukanya
hakikat bahwa Anda tidak beribadah
kepada-Nya dengan ibadah yang sebenar-
benarnya.

Sahabat mulia Muhammad bin Umairah


berkata:
“Seandainya seorang hamba
diseret dengan wajah
tertelungkup dari hari
kelahirannya sampai dia mati
tua dalam ketaatan kepada
Allah, niscaya hal itu adalah
remeh baginya pada hari itu,
dan niscaya dia ingin kembali
ke dunia demi meraih balasan
pahala yang lebih banyak.”

Dan dari Utbah bin Abd bahwa


Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam
bersabda:
“Seandainya seorang hamba
diseret di atas wajahnya dari
hari kelahirannya sampai dia
mati tua dalam mencari
keridhaan Allah Taala,
niscaya itu adalah sesuatu
yang remeh pada Hari Kiamat.”

Ibnul Qayim Al-Jauziyah berkata:


“Barangsiapa mengetahui Allah
dan hak-Nya serta konsekuensi
ibadah karena keagungan-Nya,
niscaya dia merasa kebaikan-
kebaikannya begitu sedikit
dan tidak berarti apa-apa di
sisi-Nya.

Dia mengetahui bahwa


kebaikan-kebaikannya bukan
termasuk yang
menyelamatkannya dari adzab-
Nya. Dan bahwa yang layak
dengan kemuliaan-Nya dan
ibadah yang pantas untuknya
adalah perkara lain."

Setiap kali dia memperbanyak, dia merasa


semakin kecil dan sedikit. Karena, setiap
dia memperbanyak kebaikan, niscaya
dibukakan untuknya pintu-pintu
ma’rifatullah dan kedekatan dengan-Nya.
Hatinya menyaksikan –karena kebesaran
dan keagungan-Nya– sesuatu yang
membuatnya merasa betapa kecil amal-
amalnya, bahkan meskipun amalan segenap
jin dan manusia.

Jika dia merasa kebaikannya telah banyak


dan besar, maka itu menunjukkan bahwa
dia terhalang dari Allah, tidak mengetahui-
Nya, dan tidak mengetahui apa yang layak
untuk-Nya.

4. Jangan terlalu percaya diri dengan


banyaknya amal Anda, karena Anda tidak
bisa memastikan apakah semua itu diterima
atau ditolak.

Ibnu Aun berkata:


“Jangan terlalu mengandalkan banyaknya
amal, karena Anda tidak mengetahui
apakah itu diterima atau ditolak. Jangan
merasa aman dari dosa-dosa Anda, karena
Anda tidak mengetahui apakah itu dilebur
atau tidak. Semua amal Anda tidaklah Anda
ketahui.

Yang diharapkan dari Anda adalah,


hendaknya Anda selalu takut dan khawatir
akan ditolaknya amal Anda.
Aisyah berkata, “Aku bertanya kepada
Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam
tentang ayat yang berbunyi:
“Dan orang-orang yang
memberikan apa yang telah
mereka berikan dengan hati
yang takut.”
(QS. Al-Mukminun: 60).
Apakah mereka itu orang-orang yang
minum khamr dan mencuri?

Nabi Shalallaahu ‘Alahi Wasallam


bersabda:
“Bukan, wahai putri Ash-
Shiddiq. Mereka adalah orang-
orang yang berpuasa, shalat,
sedekah, dan mereka takut
semua itu tidak diterima.
Mereka itulah orang-orang
yang bersegera dalain
kebaikan.”
(Diriwayatkan Ahmad)

Para ulama berkata:


“Mereka adalah orang-orang
yang mengamalkan kebajikan
dan khawatir akan tidak
diterima amalnya lantaran
mereka merasa tidak
sempurna.”*
Menu

Anda mungkin juga menyukai