Anda di halaman 1dari 18

TUGAS

METODE PELAKSANAAN KONSTRUKSI

DOSEN PENGASUH:
YUNITA PANE, ST, MT

OLEH :
AGUNG PRASETIA

2007210059

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Karena atas rahmat-Nya penulis dapat

menyelesaikan makalah Metode Konstruksi Sistem Top Down dan Bottom Up

sebagai tugas Mata Kuliah Metode Pelaksanaan Konstruksi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebagai dosen

pembimbing pada mata kuliah Metode Pelaksanaan Konstruksi, juga kepada

semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat selesai tepat

waktu.

Penulis juga menyadari akan adanya keterbatasan pengetahuan yang

penulis miliki, namun penulis juga berusaha menyelesaikan makalah ini dengan

sebaik-baiknya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata dengan segala kekurangan dan kerendahan hati penulis

mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan , 1 8 Desember 2022

AGUNG PRASETIA
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER........................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 3

1.3 Batasan Masalah .............................................................................. 3

1.4 Tujuan Penulisan ............................................................................. 3

1.5 Metode Penulisan ............................................................................ 4

BAB II ISI.................................................................................................... 5

2.1 Pengantar ......................................................................................... 5

2.2 Metode Pelaksanaan Konstruksi Sistem Bottom Up


6
(Konvensional) ................................................................................

2.3 Metode Pelaksanaan Konstruksi Sistem Top Down ....................... 8

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pelaksanaan Konstruksi


13
Sistem Bottom Up dan Sistem Top Down.......................................

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 15

3.1 Kesimpulan...................................................................................... 15

3.2 Saran ................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode konstruksi adalah bagian yang sangat penting dalam proyek
konstruksi untuk mendapatkan tujuan dari proyek, yaitu biaya, kualitas dan
waktu. Aspek teknologi, sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi.
Umumnya, aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode-metode
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Penggunaan metode yang tepat, praktis,
cepat, dan aman, sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada
suatu proyek konstruksi. Sehingga target waktu, biaya dan mutu
sebagaimana ditetapkan akan dapat tercapai.(Agunghartoyo’s, 2010)
Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, adakalanya juga
diperlukan suatu metode terobosan untuk menyelesaikan pekerjaan di
lapangan. Khususnya pada saat menghadapi kendala-kendala yang
diakibatkan oleh kondisi lapangan yang tidak sesuai dengan dugaan
sebelumnya. Untuk itu, penerapan metode pelaksanaan konstruksi yang
sesuai kondisi lapangan, akan sangat membantu dalam penyelesaian
proyek konstruksi bersangkutan.
Penerapan metode pelaksanaan konstruksi, selain terkait erat dengan
kondisi lapangan di mana suatu proyek konstruksi dikerjakan, juga
tergantung pada jenis proyek yang dikerjakan. Metode pelaksanaan
pekerjaan untuk bangunan gedung berbeda dengan metode pekerjaan
bangunan irigasi, bangunan pembangkit listrik, konstruksi dermaga
maupun konstruksi jalan dan jembatan.
Semua tahapan pekerjaan gedung mempunyai metode pelaksanaan
yang disesuaikan dengan disain dari konsultan perencana. Perencanaan
metode pelaksanaan pekerjaan struktur didasarkan atas design, situasi dan
kondisi proyek serta site yang ada dalam data-data proyek. Data-data
tersebut merupakan data yang mempengaruhi dalam menentukan dan
merencanakan metode pelaksanaan gedung.(Jasuli, 2013)
Metode site works atau struktur bawah merupakan metode yang
memiliki pengaruh yang cukup besar dalam metode pekerjaan struktur
secara keseluruhan. Metode struktur bawah akan menentukan ketepatan
schedule pelaksanaan struktur. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat
kesulitan yang tinggi dalam pelaksanaannya.
Seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi dimana
kebutuhan akan pembangunan semakin meningkat, namun lahan yang
dimiliki terbatas sehingga mendukung para engineer untuk memanfaatkan
lahan yang terbatas semaksimal mungkin menjadi bangunan bertingkat.
Bangunan bertingkat tidak hanya berarti berada diatas permukaan tanah,
melainkan juga dapat dibuat di bawah permukaan tanah yang dikenal
dengan basement.
Basement adalah sebuah tingkat atau beberapa tingkat dari bangunan
yang keseluruhan atau sebagian terletak di bawah tanah. Jadi dapat
dikatakan bahwa basement adalah ruang bawah tanah yang merupakan
bagian dari bangunan gedung. Struktur basement gedung bertingkat (tidak
termasuk fondasi tiang), secara garis besar, terdiri dari diantaranya raft
foundation, kolom, dinding basement, balok dan pelat lantai. Struktur-
struktur tersebut, yang dikerjakan adalah struktur beton bertulang dengan
sistem dicor ditempat (cast in place).(Agunghartoyo’s, 2010)
Adanya basement tentunya akan ada penggalian tanah. Bagian ini
yang biasa terjadi dan merupakan langkah awal berdirinya sebuah gedung
tinggi. Kendala yang dihadapi pada pekerjaan galian basement adalah faktor
runtuhnya dinding tanah vertikal dan munculnya air tanah ke permukaan
pada galian. Sehingga dalam pelaksanaan konstruksi basement, ada tiga hal
penting yang perlu diperhatikan, yakni metode konstruksi, retaining
wall dan dewatering.
Dalam konteks upaya penanggulangan kemiskinan, dibutuhkan
perubahan paradigma pembangunan dari top down menjadi bottom up,
dengan memberi peran masyarakat sebagai aktor utama atau subyek
pembangunan sedangkan pemerintah sebagai fasilitator.  Proses bottom up
akan memberi ruang bagi masyarakat desa untuk berpartisipasi dalam
merencanakan, menentukan kebutuhan, mengambil keputusan,
melaksanakan, hingga mengevaluasi pembangunan. Kondisi ini akan terlihat
BAB II
ISI

2.1 Pengantar
Pelaksanaan struktur basement saat ini ada dua cara, yaitu:
a) Sistem Bottom Up
Pada sistem ini, struktur basement dilaksanakan setelah seluruh
pekerjaan galian selesai mencapai galian elevasi rencana (sistem
konvensional). Pelat basement paling bawah dicor terlebih dahulu
sehingga menjadi Raft foundation dengan metode papan catur,
kemudian basement diselesaikan dari bawah keatas, dengan
menggunakan scaffolding. Kolom, balok dan slab dicor ditempat (cast
in place). Pada sistem ini galian tanah dapat berupa open cut, sering
tidak menggunakan dewatering cut off, tetapi menggunakan
dewatering sistem predrainage dan struktur dinding penahan tanahnya
menggunakan steel sheet pile yang bisa sementara maupun permanen
dengan perkuatan strutting, ground anchor atau free cantilever. Dalam
hal ini pekerjaan dewatering akan diberhentikan, harus dihitung lebih
dahulu apakah struktur basement yang telah selesai dibangun mampu
menahan tekanan ke atas dari air tanah yang ada, agar terjadi
deformasi dari bangunan yang dapat menyebabkan keretakan struktur.

b) Sistem Top Down


Pada sistem ini, struktur basement dilaksanakan bersamaan
dengan pekerjaan galian basement, urutan penyelesaian balok dan
pelat lantainya dimulai dimulai dari atas kebawah, dan selama proses
pelaksanaan, struktur plat dan balok tersebut didukung oleh tiang baja
yang disebut King Post (yang dipasang bersamaan dengan bored pile).
Sedangkan dinding basement dicor lebih dulu dengan sistem
diaphragm wall, dan sekaligus diaphragm wall berfungsi sebagai cut
off dewatering.
2.2 Metode Pelaksanaan Konstruksi Sistem Bottom Up (Konvensional)
Secara garis besar kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada
pelaksanaan konstruksi basement dengan metode bottom up ialah sebagai
berikut:
1. Mobilisasi peralatan.
2. Pelaksaanaan pondasi tiang.
3. Pelaksanaan dinding penahan tanah (sheet pile).
4. Penggalian dan pembuangan tanah.
5. Dewatering.
6. Poer pondasi.
7. Waterproofing.
8. Tie beam dan pondasi rakit.
9. Dinding basement dan struktur bertahap keatas.
10. Lantai basement bertahap keatas.
Secara umum, kegiatan-kegiatan pekerjaan tersebut diatas adalah
item pekerjaan utama yang hampir dapat selalu ditemukan dalam suatu
pelaksanaan pekerjaan basement dengan metode bottom up. Berikut adalah
gambaran pelaksanaan pekerjaan berdasarkan urutan pekerjaan yang mana
harus dimulai dari lantai dasar basement.(Asiyanto, 2008)

Gambar 2.1 Pelaksanaan Basement dengan Metode Bottom Up


(Asiyanto, 2008)
Kemungkinan lain dapat saja terjadi, tetapi pada umumnya tata cara
pelaksanaan metode basement bottom up akan mengikuti pola demikian.
Beberapa hal yang dapat disebut merupakan ciri-ciri pelaksanaan
basement dengan metode bottom up yang lazim dilakasanakan dari jabaran
di atas adalah:
1. Metode bottom up tidak memerlukan tata cara manajemen proyek
secara khusus, karena umumnya sudah menjadi hal yang biasa
dilaksanakan.
2. Diperlukan pengendalian muka air tanah sekeliling secara intensif.
3. Dinding penahan tanah dapat tetap atau sementara, tetapi yang pasti
untuk pelakasanaannya tidak dapat dilakukan simultan dengan
pekerjaan lain, dinding penahan tanah adalah awal dari pekerjaan
basement yang mutlak dilakukan sebelum pekerjaan lainnya dimulai
kecuali tiang pondasi.
4. Setiap usaha mempercepat waktu pelaksanaan, pada umumnya
menyebabkan penambahan sumber daya baik manusia maupun
peralatan yang tidak sebanding dengan produksinya.
5. Semakin dalam (semakin banyak jumlah basement) metode
pelaksanaan ini akan semakin sulit.
6. Diperlukan luas lahan yang cukup untuk mengendalikan transportasi
galian tanah vertikal.
7. Akibat proses penggalian dan kebutuhan akan konstruksi samentara
yang banyak, maka kondisi lingkungan proyek akan padat dan kotor.
8. Kemungkinan melakukan kombinasi pelaksanaan secara simultan
dengan kegiatan lainnya amat minim karena metode konstruksi
memberikan urutan kegiatan demikian.
9. Biaya pelaksanaan sampai dengan kedalaman tertentu relatif lebih
murah.
2.3 Metode Pelaksanaan Konstruksi Sistem Top Down
Pada metode konstruksi Top Down, stuktur basement dilaksanakan
bersamaan dengan pekerjaan galian basement, urutan penyelesaian balok
dan plat lantainya dimulai dari atas ke bawah, dan selama proses
pelaksanaan, struktur plat dan balok tersebut didukung oleh tiang baja
yang disebut King Post (yang dipasang bersamaan dengan bored pile).
Sedang dinding basement dicor lebih dulu dengan sistem diaphragm wall,
dan sekaligus diaphragm wall tersebut.(Asiyanto, 2008)
Biasanya untuk penggalian basement digunakan alat khusus, seperti
excavator ukuran kecil. Bila jumlah lantai basement banyak, misal lima
lantai, maka untuk kelancaran pekerjaan, galian dilakukan langsung untuk
dua lantai sekaligus, sehingga space cukup tinggi untuk kebebasan proses
penggalian. Lantai yang dilalui, nantinya dilaksanakan dengan cara biasa,
menggunakan scaffolding (seperti pada sistem bottom up biasa).
Bila struktur basement telah selesai, maka tiang king post dicor beton
dan bila diperlukan dapat ditambah penulangannya. Lubang lubang lantai
basement yang dipergunakan untuk pegankutan tanah galian, ditutup
kembali. Pengecoran struktur atas, dilaksanakan seperti biasa, yaitu dari
bawah ke atas (lantai satu, dua, dan seterusnya).
Untuk pelaksanaan lantai yang dilalui agar space galian cukup
longgar. Maka lantai yang bersangkutan dicor dengan sistem scaffolding
biasa. Bila struktur king post cukup kuat. Maka pada saat menyelesaikan
basement, dapat dibarengi dengan struktur atas (sering disebut dengan
sistem up and down).
Pada prinsipnya metode Top down dapat disebut sebagai cara
membangun terbalik, yaitu membangun dari atas ke bawah . secara teknis,
metode ini sudah bukan menjadi masalah lagi di Indonesia, tetapi
mengingat bahwa metode baru pada akhir-akhir ini dicoba, maka
permasalahan yang timbul adalah kapan digunakan metode ini serta
bagaimana teknik manajemennya agar tercapai tujuan utama proyek tsb.
Berikut ini tahapan dalam pelaksanaan metode konstruksi top down:
1. Pengecoran bored pile dan pemasangan king post
2. Pengecoran diaphragm wall.
3. Lantai basement 1, dicor di atas tanah dengan lantai kerja
4. Galian basement 1, dilaksanakan setelah lantai basement 1 cukup
strenghtmya menggunakan excavator kecil). Disediakan lubang
lantai dan ramp sementara untuk pembuangan tanah galian.
5. Lantai basement 2, dicor diatas tanah dengan lantai kerja.
6. Galian basement 2, dilaksanakan seperti galian basement 1, begitu
seterusnya.
7. Terakhir mengecor raft foundation.
8. King post dicor, sebagai kolom struktur.
9. Bila diperlukan, pelaksanaan basement, dapat dimulai struktur atas,
sesuai dengan kemampuan dari king post yang ada (sistem up &
down)

Gambar 2.3 Pengecoran lantai basement 1 dan 2(Asiyanto,


2008)
Gambar 2.4 Pengecoran lantai basement 1, 2 dan 3
(Asiyanto, 2008)

Gambar 2.5 Galian Raft Foundation


(Asiyanto,2008)

Biasanya untuk penggalian basement digunakan alat khusus, seperti


excavator ukuran kecil. Bila jumlah lantai basement banyak, misal lima
lantai, maka untuk kelancaran pekerjaan, galian dilakukan langsung untuk
dua lantai sekaligus, sehingga space cukup tinggi untuk kebebasan proses
penggalian. Lantai yang dilalui, nantinya dilaksanakan dengan cara biasa,
menggunakan scaffolding (seperti pada sistem bottom up biasa).
(Suloko, 2008)
Bila struktur basement telah selesai, maka tiang king post dicor beton
dan bila diperlukan dapat ditambah penulangannya. Lubang-lubang lantai
basement yang dipergunakan untuk pengangkutan tanah galian, ditutup
kembali. Pengecoran struktur atas, dilaksanakan seperti biasa, yaitu dari
bawah ke atas (lantai satu, dua, dan seterusnya) .
Untuk pelaksanaan yang dilalui agar space galian cukup longgar,
maka lantai yang bersangkutan dicor dengan sistem scaffolding biasa. Bila
struktur king post cukup kuat. Maka pada saat menyelesaikan basement,
dapat dibarengi dengan struktur atas (sering disebut dengan up and down).

Gambar 2.6 Struktur Basement Top Down (Suloko, 2008)

Salah satu detail king post, dapat dijelaskan sebagai berukut:


a. Lantai pertama dan sebagian kolom dicor, dengan memasang starter
bar untuk kolom.

Gambar 2.7 Penulangan lantai basement (Suloko, 2008)


b. Lantai berikutnya juga dicor dengan cara yang sama. Kemudian
starter bar kolom bawah dan atasnya disambung. Kemudian kolom
yang bersangkutan. dicor.

Gambar 2.8 Penulangan tiang king post (Suloko, 2008)


2.4 Kekurangan dan Kelebihan Metode Pelaksanaan Konstruksi Sistem
Bottom Up dan Sistem Top Down
A. Metode Konstruksi Bottom Up
Kekurangan metode konstruksi Bottom Up ini diantaranya ialah:
a) Transportasi vertikal membutuhkan lahan yang luasnya
sebanding dengan kedalamannya.
b) Pelaksanaan dewatering perlu lebih intensif.
c) Penggunaan konstruksi sementara sangat banyak.
d) Hampir dapat dipastikan diperlukan ground anchor.
e) Waste material tiang pancang pada saat penggalian.
f) Tidak memungkinkan pelaksanaan dengan superstruktural
secara efisien.(Nelza, 2020)

Sedangkan kelebihan metode konstruksi Bottom Up ini diantaranya


ialah sebagai berikut:
a) Biaya peralatan lebih murah.
b) Sumber daya manusia yang terlatih sudah banyak memadai.
c) Peralatan yang digunakan adalah peralatan yang umum
digunakan misalnya: Backhoe, Shovel Loader dan lainnya,
tidak diperlukan peralatan khusus.
d) Tidak memerlukan teknologi yang tinggi.
e) Biaya dinding penahan tanah yang digunakan relatif lebih
murah dibanding dengan diapraghm wall yang umum
digunakan untuk metode Top down.
f) Teknik pengendalian pelaksanaan konstruksi sudah dikuasai
karena sudah banyak proyek bangunan basement yang sudah
dikerjakan sehingga pengalaman dan contoh cukup
mendukung (project documentation).(Nelza, 2020)
B. Metode Konstruksi Top Down
Kekurangan metode konstruksi Top Down ini diantaranya ialah:
a) Diperlukan peralatan berat yang khusus.
b) Diperlukan ketelitian dan ketepatan lebih.
c) Sumber daya manusia terbatas.
d) Diperlukan pengetahuan spesifik untuk mengendalikan proyek.
e) Biaya dinding penahan tanah yang digunakan lebih mahal
dibanding dengan sheet pile yang umum digunakan untuk
metode Bottom Up.(Nelza, 2020)

Sedangkan kelebihan metode konstruksi Top Down ini diantaranya


ialah sebagai berikut:
a) Relatif tidak mengganggu lingkungan.
b) Jadwal pelaksanaan dapat dipercepat.
c) Memungkinkan pekerjaan simultan.
d) Area lahan proyek lebih luas.
e) Resiko teknis lebih kecil.
f) Mutu dinding penahan tanah dapat lebih dikontrol.(Nelza, 2020)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan pada bab II, maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Sistem Bottom Up merupakan metode pelakasaan konstruksi
pembuatan struktur basement yang dilaksanakan setelah seluruh
pekerjaan galian selesai mencapai galian elevasi rencana (sistem
konvensional). Pelat basement paling bawah dicor terlebih dahulu
sehingga menjadi Raft foundation dengan metode papan catur,
kemudian basement diselesaikan dari bawah keatas, dengan
menggunakan scaffolding. Kolom, balok dan slab dicor ditempat
(cast in place).
2. Sistem Top Down merupakan metode pelakasaan konstruksi
pembuatan struktur basement yang dilaksanakan bersamaan dengan
pekerjaan galian basement, urutan penyelesaian balok dan pelat
lantainya dimulai dimulai dari atas kebawah, dan selama proses
pelaksanaan, struktur plat dan balok tersebut didukung oleh tiang
baja yang disebut King Post (yang dipasang bersamaan dengan
bored pile). Sedangkan dinding basement dicor lebih dulu dengan
sistem diaphragm wall, dan sekaligus diaphragm wall berfungsi
sebagai cut off dewatering.

3.2 Saran
Dari kedua metode pelaksanaan konstruksi untuk pembuatan struktur
basement yaitu metode bottom up dan top down, masing-masing metode
memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Khusus untuk metode
top down yang dapat dikatakan sebagai metode baru, memang masih perlu
banyak dilakukan penelitian lebih mendalam lagi tentang
pengaplikasiannya di lapangan. Sehingga dalam memilih kedua metode ini
diperlukan banyak pertimbangan dan analisis-analisis pendahuluan yang
cukup mendetail dari keadaan nyata dilapangan agar penggunaannya nanti
dapat seefisien dan seekonomis mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Agunghartoyo’s. (2010). Metode Kontruksi Gedung. Wordpress.Com.


https://agunghartoyo.wordpress.com/2010/02/05/metode-konstruksi-gedung/
Asiyanto. (2008). Metode konstruksi gedung bertingkat. UI-Press.
https://lib.ui.ac.id/detail.jsp?id=20327499
Jasuli, D. (2013). Efektifitas Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perdesaan terhadap Kesejahteraan Masyarakat. MITSU, Vol 1 No 2 (2013): Jurnal
Ilmiah MITSU. https://doi.org/https://doi.org/10.24929/ft.v1i2.56
Nelza, M. (2020). Refleksi Pendekatan Top-Down dan Bottom-Up. Prosiding SEMSINA.
https://ejournal.itn.ac.id/index.php/semsina/article/view/3255
Suloko. (2008). Pemilihan dan optimasi metode konstruksi bottom- UP pada
pembangunan basement bangunan bertingkat di Jakarta berbasis expert knowledge.
In Universitas Indonesia Library. Perpustakaan UI. https://lib.ui.ac.id/detail?
id=116724

Anda mungkin juga menyukai