Anda di halaman 1dari 47

TUGAS BESAR

METODE PELAKSANAAN KONSTRUKSI

Oleh:
Vincentius Soviantoro
NIM. 1910811310016

Dosen Pengampu:
Abdul Karim S.T.,M.T.
NIP. 19950519 202203 1 013

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL
BANJARBARU
2023
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan

makalah Metode Pelaksanaan Konstruksi sebagai tugas Mata Kuliah Metode Pelaksanaan

Konstruksi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Abdul Karim

ST.,MT sebagai dosen pembimbing pada mata kuliah Metode Pelaksanaan Konstruksi, juga

kepada semua pihak yang telah membantu sehingga tugas besar ini dapat selesai tepat waktu.

Penulis juga menyadari akan adanya keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki,

namun penulis juga berusaha menyelesaikan tugas besar ini dengan sebaik-baiknya. Oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tugas

besar ini.

Akhir kata dengan segala kekurangan dan kerendahan hati penulis mengharapkan tugas

besar ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banjarbaru, April 2023

Vincentius Soviantoro
NIM : 1910811310016
Contents
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................................................................2
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................................3
BAB 1.............................................................................................................................................................................6
PENDAHULUAN.........................................................................................................................................................6
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................................................6
1.2 TUJUAN PENULISAN...................................................................................................................................7
BAB 2.............................................................................................................................................................................8
METODE PELAKSANAAN.......................................................................................................................................8
2.1 METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN GALIAN.................................................................................................8
2.2 METODE DEWATERING...................................................................................................................................14
2.2.1 Dewatering Open Pumping...................................................................................................................15
2.2.2 Dewatering Predrainage........................................................................................................................17
2.2.3 Dewatering Cut Off...............................................................................................................................19
2.3 METODE PONDASI...........................................................................................................................................26
2.3.1 Pondasi Dangkal...................................................................................................................................30
A. Pondasi Setempat (Single Footing).........................................................................................................................33
B. Pondasi menerus (Continuous Footing)..................................................................................................................37
C. Pondasi Rakit (Plate Foundation)...........................................................................................................................39

2.3.2 Pondasi Dalam......................................................................................................................................43


A. Pondasi Tiang Pancang (Pile).................................................................................................................................43
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Metode pelaksanaan konstruksi merupakan metode yang dibuat secara teknis yang
menggambarkan proses penyelesaian pekerjaan yang sistematis dari awal hingga akhir.
Dalam metode ini terdapat tahapan atau urutan dan uraian cara kerja dari masing-masing
jenis kegiatan pekerjaan. Selain itu, dalam metode pelaksaaan konstruksi juga terdapat
jadwal atau jangka waktu pelaksanaan pekerjaan dan analisa teknis satuan
pekerjaan.Tujuannya agar pekerjaan dapat selesai dengan baik serta waktu yang
dibutuhkan tepat sesuai dengan rencana kerja. Dalam pelaksanaan konstruksi
membutuhkan metode – metode pelaksanaan yang tepat guna menunjang proses untuk
dapat menyelesaikan konstruksi tersebut dengan efektif dan efisien terhadap waktu, biaya
dan sumber daya yang digunakan.
Metode konstruksi adalah bagian yang sangat penting dalam proyek konstruksi untuk
mendapatkan tujuan dari proyek, yaitu biaya, kualitas dan waktu. Aspek teknologi, sangat
berperan dalam suatu proyek konstruksi. Umumnya, aplikasi teknologi ini banyak
diterapkan dalam metode-metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Penggunaan metode
yang tepat, praktis, cepat, dan aman, sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan
pada suatu proyek konstruksi. Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana
ditetapkan akan dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, adakalanya juga diperlukan suatu metode
terobosan untuk menyelesaikan pekerjaan di lapangan. Khususnya pada saat menghadapi
kendala-kendala yang diakibatkan oleh kondisi lapangan yang tidak sesuai dengan
dugaan sebelumnya. Untuk itu, penerapan metode pelaksanaan konstruksi yang sesuai
kondisi lapangan, akan sangat membantu dalam penyelesaian proyek konstruksi
bersangkutan.
Penerapan metode pelaksanaan konstruksi, selain terkait erat dengan kondisi lapangan
di mana suatu proyek konstruksi dikerjakan, juga tergantung pada jenis proyek yang
dikerjakan. Metode pelaksanaan pekerjaan untuk bangunan gedung berbeda dengan
metode pekerjaan bangunan irigasi, bangunan pembangkit listrik, konstruksi dermaga
maupun konstruksi jalan dan jembatan.
Semua tahapan pekerjaan gedung mempunyai metode pelaksanaan yang disesuaikan
dengan disain dari konsultan perencana. Perencanaan metode pelaksanaan pekerjaan
struktur didasarkan atas design, situasi dan kondisi proyek serta site yang ada dalam data-
data proyek. Data-data tersebut merupakan data yang mempengaruhi dalam menentukan
dan merencanakan metode pelaksanaan gedung.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Adapaun tujuan penulisan tugas besar ini adalah


a. Mengetahui apa yang dimaksud dari beberapa metode yang akan dibahas dalam
pelaksanaan konstruksi.
b. Mengetahui tahapan metode – metode dalam pelaksanaan konstruksi.
c. Mengetahui kelebihan dan kekurangan secara umum metode – metode dalam
pelaksanaan konstruksi.
BAB 2
METODE PELAKSANAAN

2.1 Metode Pelaksanaan Pekerjaan Galian

Dalam pekerjaan struktur sering dijumpai pekerjaan pendahuluan berupa pekerjaan


galian tanah. Jika kedalaman galian dan luasan galian masih sedikit, seperti galian
pondasi pada rumah tinggal atau bangunan dengan ketinggian pendek, masih dapat
menggunakan alat manual, tapi bila galian tanah sudah dengan luasan besar maka
diperlukan alat-alat berat dalam pengerjaannya. Data tanah yang didapat dari hasil soil
test diperlukan untuk mengambil keputusan metode apa yang kita gunakan dalam
penggalian, terutama untuk galian yang kedalamannya lebih dari 2 m. Metode yang
dimaksud adalah apakah galian cukup dilakukan dengan galian terbuka atau
menggunakan DPT (Dinding Penahan Tanah).
Pada galian terbuka kemiringan galian akan mengikuti stabilitas tanah yang didapat
dari hasil laborator/ium tanah dan hitungan. Untuk galian yang lebih dari 2 m, biasanya
sudah harus menggunakan DPT sebagai bagian struktur yang menahan stabilitas dinding
dari keruntuhan. DPT dapat berupa DPT yang nantinya akan dilepas kembali setelah
dinding bangunan/basement selesai terbangun, dan ada DPT yang tetap tertanam setelah
basement selesai terbangun.
DPT sementara/temporary dapat berupa: Steel sheet pile, Ground angkur, Strutting.
DPT tetap dapat berupa: Diafragma wall (precast/cast in situ), Solder pile
(pancang/borpile), Continues pile (borepile).
Sebelum proses penggalian dilaksanakan hal-hal yang perlu diperhatikan:
(1) Prosedur K3 dalam pekerjaan galian.
(2) Pemilihan jenis, jumlah dan komposisi alat gali yang digunakan berdasarkan
waktu pelaksanaan dan lokasi proyek.
(3) Pengaturan arah manuver alat berat dan dump truck yang baik dengan
memperhatikan site installation yang ada.
(4) Jalan kerja yang memenuhi syarat.
(5) Pemeliharaan lingkungan sekitar proyek (debu, lumpur bekas material galian, dll)
(6) Jam kerja yang diperbolehkan oleh daerah dimana proyek galian dilaksanakan.
(7) Menjaga dinding galian dari gangguan cuaca (hujan), dengan menutup sisi galian
menggunakan terpal dll.

CONTOH ARAH DAN MANUVER ALAT BERAT


(EXCAVATOR DAN DUMP TRUCK)
POSISI ALAT BERAT & DT UNTUK MENGHASILKAN
PRODUKSI GALIAN YANG OPTIMAL
1. Galian tahap-1, penggalian dilakukan Backhoe dan material langsung di dumping ke
Dump Truck (posisi dump truck yang optimal dimana sudut swing bucket backhoe 45o ~
90o), tinggi galian sesuai perhitungan tinggi kritis.

2. Galian tahap-2, lereng hasil penggalian tahap-1 harus diproteksi dari gerusan air hujan
dgn menggunakan terpal plastik (plastik sheet) dan galian tahap kedua dapat dilaksanakan
dengan metode yang sama pada tahap-1

Buat ramp masuk /keluar untuk alat berat dan DT dengan kemiringan maximim 15 %
3. Penggalian dilanjutkan sampai elevasi rencana, untuk penggalian di bawah muka air
tanah dilakukan pekerjaan dewatering.
4. Hasil galian tanah dibuang ke lokasi disposal area, diusahakan jarak disposal dicari jarak
terdekat dan yang perlu diperhatikan diusahakan tanah galian tidak berjatuhan di jalan
dengan cara menutup bak dump truck dengan terpal.
2.2 Metode Dewatering

Istilah dewatering merujuk pada suatu cara yang dilakukan untuk membebaskan
area konstruksi dari aliran air tanah. Tujuannya tak lain untuk menjaga kestabilan lereng
galian dan menjaga area galian proyek tetap kering selama proses konstruksi. Lebih luas
lagi, dewatering memberi banyak manfaat untuk pengerjaan proyek antara lain,
memperbaiki kestabilan tanah, mencegah pengembungan tanah, mencegah perembesan,
mencegah erosi buluh, dan mencegah resiko sand boil. Adapun 3 metode yang digunakan
dalam sistem dewatering ialah: (1) Dewatering Open Pumping (2) Dewatering
Predrainage (3) Dewatering Cut Off.
2.2.1 Dewatering Open Pumping
Pada metode dewatering open pumping ini yang dilakukan adalah dengan
membuat saluran (sump pit) yang memiliki permukaan lebih rendah dari daerah galian
sekitarnya.

Pembuatan sump pit bertujuan untuk mengumpulkan air permukaan dari


rembesan air tanah maupun air hujan. Metode ini lakukan bersamaan dengan proses
penggalian area yang akan digali. Dewatering dengan metode open pumping ini
digunakan apabila :

a. Karakteristik tanah merupakan tanah padat, bergradasi baik dan berkohesi


b. Jumlah air yang dipompa tidak besar debitnya.
c. Dapat dibuat sumur/selokan penampung untuk pompa.
d. Galian yang tidak dalam

Prinsip pelaksanaan dewatering open pumping ini adalah penggalian dilakukan


sampai pada kedalaman yang direncanakan. Bila penggalian belum mencapai kedalam
sesuai dengan rencana area galian sudah tergenangi air yang cukup menggangu proses
penggalian, maka penggaliannya dilakukan secara bertahap. Pada setiap galian dibuatkan
semur kecil (sumppit) untuk penempatan pompa isap. Pada sumur kecil tersebut,
dipasang pompa untuk pengeringan dan air sedotan tersebut dibuang pada saluran yang
sudah ditentukan.

Pelaksanaan Metode Open Pumping:

 Siapkan saluran untuk mengalirkan air tanah yang dipompa, sejak sebelum
penggalian dimulai.

 Penggalian diakukan sampai kedalaman rencana, bila belum sampai pada


kedalaman rencana sudah tergenang air yang cukup mengganggu pekerjaan
galian, maka penggaliannya dilakukan secara bertahap.

 Pada setiap tahapan galian dibuat sumur kecil/ selokan tandon air untuk
tempat pompa isap.

 Pada sumur/ selokan tandon air tersebut, dipasang pompa untuk pengeringan
(pompa submersible lebih baik dibanding pompa biasa).

 Bila kedalaman galian melebihi kemampuan isap pompa (suction lift), maka
pemompaan dapat diturunkan

 Bila galian sangat luas, dapat dilakukan secara bertahap. Dan membuat sumur/
selokan di beberapa tempat.
Galian dengan areal yang sangat luas, maka dilakukan tahapan sebagai berikut:

 Tanah digali sebatas muka air tanah pada seluruh luasan galian dengan Bulldozer/
Excavator.

 Disekeliling tepi galian dibuat galian selokan dengan kedalaman lebih dari
elevasi dasar galian, dengan menggunakan excavator atau clampshell.

 Prosedur ini sekaligus dapat mengontrol lateral seepage (rembesan) ke


dalam selokan tandon di sekeliling tepi galian.
2.2.2 Dewatering Predrainage
Pada Metode Dewatering ini muka air tanah (water table) diturunkan terlebihdulu
sebelum penggalian dimulai, dengan menggunakan wells, wellpoints.

Gambar 1.1 Potongan Metode dewatering Predrainage

Gambar 1.2 Tampak Atas Metode Dewatering Predrainage

Metode Predrainage digunakan bila :

 Karakteristik tanah merupakan tanah lepas, berbutir seragam, cadas lunak dengan
banyak celah.

 Jumlah air yang akan dipompa cukup besar (debitnya).


 Slope tanah sensitive terhadap erosi atau mudah terjadi rotary slide.
 Penurunan muka air tanah tidak menggangu atau merugikan bangunan di
sekitarnya.
 Tersedia saluran pembuangan air dewatering.
Prinsip predrainage di sini adalah muka air tanah di daerah galian diturunkan
sampai di bawah elevasi rencana dasar galian, dengan menggunakan wellpoint
system atau deep well, sebelum pekerjaan galian dimulai. Dengan demikian selama
proses penggalian tidak akan tergganggu oleh air tanah.
Urutan dalam pekerjaan dewatering metode predrainage adalah :
 Dibuat suatu perencanaan (design wellpoints) untuk memperoleh
jumlah wellpoint yang diperlukan (letak dan jaraknya) dan kapasitas pompa yang
akan digunakan. Jarak tiap-tiap wellpoint biasanya berkisar antara 1 sampai 4
meter, dengan suction lift (penurunan muka air tanah) antara 5 sampai 7 meter.

 Dibuat sumur tes untuk mengetahui lapisan tanah dan tinggi muka air tanah, guna
meyakinkan perencanaan yang ada.

 Dipersiapkan saluran untuk mengalirkan air buangan dari pompa ke dalam saluran
drainase yang ada. Hal ini perlu menjadi perhatian karena debit air yang dibuang
kadang-kadang cukup besar.

 Dipasang wellpoint dengan kedalaman dan jarak tertentu dan bagian pengisapnya
(bagian atas) dihubungkan dengan header (pipa penghubung wellpoint).
Kemudian header pipe dihubungkan dengan pompa dengan pipa buangnya
disambung dan diarahkan ke saluran pembuang.
Pada pemilihan system predrainage ini harus diperhatikan benar
ketersediaan saluran drainase yang dapat menampung debit air yang harus dibuang per
menitnya. Bila tidak tersedia saluran drainase yang cukup, akan timbul masalah baru,
dalam rangka proses pengeringan (dewatering) dengan sistem predrainage ini. Untuk
mengatasi masalah tersebut, biasanya air buangan dimasukkan kembali ke dalam tanah
dengan membuat sumur-sumur resapan.
Pada titik kedudukan wellpoint dibor sampai kedalaman tempat bagian atas
saringan wellpoint terletak minimum 100 cm di bawah elevasi dasar galian (untuk tanah
yang tidak UNIFORM). Bila dasar galian terletak pada tanah lempung (clay), maka
bagian atas saringan berjarak kurang lebih 15 cm dari permukaan clay. Bila lapisan tanah
terdiri dari pasir halus, maka saringan harus diletakkan sampai pada lapisan butir kasar.
Hal ini untuk mencegah agar partikel halus dari tanah tidak ikut tersedot oleh pompa.
Dalam hal ini installasi pipa-pipa yang ada tidak boleh terjadi kebocoran, karana
akan mengurangi efektifitas pompa yang digunakan. Bila elevasi dasar galian sangat
dalam dari muka air tanah, sedang maximum suction lift hanya 5-7 meter, maka dapat
dipergunakan dua cara:
1. Multy Stage Wellpoint system
2. Kombinasi deep well dengan single stage wellpoint.

2.2.3 Dewatering Cut Off


Metode dewatering Cut off ini dilakukan dengan memotong aliran air tanah. Ada
beberapa metode pemotongan seperti steel Sheet Pile, Concrete diaphragm wall, Secan
piles, slurry trenches. Pelaksanaan metode cut off ini baik di gunakan apabila :

a. Karakteristik tanah merupakan tanah lepas, berbutir seragam, cadas lunak dengan
banyak celah.
b. Gedung sebelah yang ada, sensitif terhadap penurunan muka air tanah.
c. Tidak tersedia saluran pembuangan.

Prinsip metode dewatering cut off ini adalah memotong aliran air dengan dinding
pembatas, sehingga daerah yang dikehendaki dapat terbebas dari air tanah. Ditinjau dari
pergerakan air tanah, metode dewatering cut off ini paling baik, karena tidak terjadi aliran
air tanah dan tidak terjadi penurunan muka air tanah di sekeliling luar daerah galian.
Namun pengerjaan dewatering dengan metode cut off ini akan banyak melibatkan alat
berat dalam pengerjaan dinding cut off, sehingga cost biaya yang dikeluarkan cukup
tinggi.
Gambar 2.3 Potongan Metode Cut Off

Gambar 2.4 Tampak Atas Metode Cut Off

Jenis dinding yang digunakan beserta urut – urutan kerjanya dapat dijelaskan
sebagai berikut :

1. Steel Sheet Pile


 Tetapkan jenis profil steel sheet pile yang akan digunakan, karena steel
sheet pile tersebut juga berfungsi sebagai struktur penahan tanah.
 Tetapkan model profil yang terletak pada belokan (biasanya menggunakan
profil yang ada dipotong dan disambung kembali sesuai model yang
dikehendaki).
 Bila diperlukan, steel sheet pile dapat disambung lebih dulu sebelum
dipancang, dengan memperhatikan agar alur sambungan dengan steel
sheet pile yang lain tetap terjaga.
 Steel Sheet Pile dipancang pada tempatnya untuk tahap 1 cukup pada
kedalaman agar steel sheet pile dapat berdiri sendiri dengan stabil.
 Steel sheet pile berikutnya dipancang dengan mengikuti alur sambungan
dengan steel sheet pile yang telah dipancang lebih dulu, dengan
kedalaman yang sama. Begitu seterusnya dengan steel sheet
pile selanjutnya sampai sepanjang yang kita kehendaki.
 Pemancangan tahap berikutnya adalah memancang steel sheet pile satu
per satu sampai kedalaman yang dikehendaki. Untuk menjaga agar steel
sheet pile tidak keluar dari interlocking selama proses pemancangan,
disarankan menggunakan Vibro Hammer yang dilayani dengan Crane.
Disarankan dipancang bagian tengah lebih dulu.
 Bila pemancangan telah selesai sesuai dengan kedalaman yang
dikehendaki yaitu sampai pada lapisan impermeable, barulah pekerjaan
galian dapat dimulai. Bila diperlukan steel sheet pile dapat diperkuat
dengan strutting yang dipasang bersamaan mengikuti pekerjaan galian.
Bermacam-macam jenis perkuatan dapat dilakukan, tergantung hal-hal
yang mempengaruhinya. Bila galian terlalu lebar,
penggunaan strutting tidak efisien, sebagai gantinya diperlukan bracing.
 Bila diinginkan daerah galian bebas dari struktur penahan, maka dapat
digunakan sistem angkur.
 Bila pada kaki steel sheet pile terdapat lapisan impermeable (clay) yang
ketebalannya tidak cukup kuat menahan tekanan air, agar tidak terjadi
peristiwa quick sand, di luar dinding steel sheet pile dipasang pressure
relief well (Sumur pelepasan tekanan).
 Bila lapisan impervious letaknya sangat dalam, untuk
memperkecil hydraulic gradient (untuk mengurangi tinggi tekanan air)
pemancangan steel sheet pile dapat diperdalam. Dengan demikian dapat
dihindari terjadinya peristiwa quick sand. Air tidak akan muncul pada
dasar galian karena telah kehabisan tinggi tekanan airnya.

2. Concrete Diaphragm Wall


Diaphragm Wall ini dibuat dari beton yang dicor di dalam tanah
membentuk dinding yang dapat berfungsi sebagai cut off dewatering dan
sebagai struktur penahan tanah. Pada proses penggalian tanah (basement). Metode
pelaksanaan diaphragm wall secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut :
 Dibuat guide wall dari beton sepanjang diaphragm wall sebagai pedoman
penggalian dan sekaligus difungsikan sebagai lantai kerja (beton
bertulang).

.
 Dilakukan galian tanah untuk diaphragm wall, panel demi panel (panel
female) berselang seling dengan menggunakan clampshell, selebar dan
sedalam desain. Bila perlu dengan bantuan lumpur bentonite untuk
mencegah keruntuhan dinding galian.
 Lubang tanah yang telah selesai digali secara selang-seling kemudian
dipasang pembesian dan pipa, untuk pengecoran panel female.

 Panel-panel antara galian yang sudah dicor beton, digali seperti panel yang
terdahulu (panel male).
 Kemudian panel-panel tersebut dicor beton, sehingga membentuk dinding
beton yang menerus.

3. Secant Piles
Dewatering dengan Metode Cut Off dapat dilakukan dengan
menggunakan Secant Piles, yaitu tiang yang saling bepotongan sehingga
membentuk dinding yang rapat. Prosesnya sama dengan diaphragm wall, tetapi
materialnya menggunakan tiang beton bertulang dantiang dari semen bentonite,
yang dapat diuraikan sebagai berikut :
 Di titik yang telah ditetapkan, tanah di bor sedalam desain, kemudian di
cor semen bentonite.
 Di sebelahnya, sesuai dengan arah (line) diaphragm wall yang
direncanakan, dibor lagi sedalam desain, dengan jarak as lebih kecil dari
2x diameter lubang, kemudian di cor semen bentonite. Begitu seterusnya
hingga seluruh line diaphragm wall dicapai.

 Tepat di tengah-tengah antara tiang-tiang semen bentonite yang telah


selesai di cor (setelah 3 hari), dilakukan pengeboran tanah dengan
diameter dan kedalaman yang sama. Karena jarak tepi tiang lebih kecil
dari diameter, maka selama proses pengeboran tiang-tiang lama akan
tergerus. Kemudian dilakukan pengecoran dengan semen bentonite. Begitu
seterusnya diantara tiang-tiang yang telah di cor, dengan demikian
terbentuklah dinding yang rapat, terdiri dari tiang-tiang yang saling
berpotongan (berjejeran).

 Bila struktur secant pile ini diperlukan juga sebagai struktur penahan
tanah selama proses penggalian, maka untuk tiang yang tahap kedua di cor
beton bertulang (sebagai struktur penahan).
 Semen bentonite yang ada di pasaran ada beberapa macam antara
lain Indobent (produksi dalam negeri), dan produksi luar negeri (impor).
Sedangkan campuran semen bentonite dari beberapa trial mix yang pernah
dilakukan, telah didapatkan hasil test laboratorium untuk Unconfined
Compressive Strength pada umur 7 hari.

4. Slurry Trenches
Dewatering dengan metode Cut Off bisa juga menggunakan Slurry
Trenches, Slurry Trenches ini sering digunakan untuk :
A. Untuk Construction Dewatering

B. Untuk Penjagaan polusi terhadap air tanah


C. Untuk Pengendalian seepage pada dam/tanggul.

Metode pelaksanaan Slurry Trenches adalah sebagai berikut:

 Parit digali sesuai lebar dan kedalaman desain dengan menggunakan


backhoes, clamp shell atau dragline. Kedalaman galian harus dapat
diyakinkan bahwa sudah memotong atau mencapai lapisan kedap air. Bila
perlu pada proses penggalian menggunakan bentonite untuk menjaga
keruntuhan tanah galian dan sambil membentuk lapisan dinding yang
dapat membantu menahan air.
 Tanah bekas galian yang sudah dibersihkan dari akar-akar dan lain-lain,
dicampur dengan slurry pada permukaan sepanjang parit menggunakan
bulldozer atau loader. Material yang ideal dalam hal ini adalah silty sand.
 Penimbunan kembali lubang parit dengan material yang sudah dicampur
slurry tersebut, dilakukan dalam dua tahap.
 Penimbunan tahap pertama menggunakan clamp shell dengan cara
meletakkan material campuran ke dasar parit, agar tidak terjadi segregasi
sampai membentuk lereng timbunan setinggi permukaan.
 Penimbunan tahap ke dua, menggunakan bulldozzer dengan cara
mendorong material campuran ke dalam lubang parit melalui lereng yang
telah terbentuk pada penimbunan tahap pertama.
 Setelah penimbunan kembali selesai, bagian atasnya ditutup dengan
tanggul tanah yang dipadatkan.
2.3 Metode Pondasi

Pondasi merupakan suatu komponen struktur yang sangat penting karena semua
beban yang timbul akan diterima oleh pondasi. Kestabilan berdirinya suatu bangunan
ditentukan atau tergantung pada kekuatan konstruksi pondasinya. Sebuah bangunan tidak
dapat begitu saja didirikan langsung diatas tanah, untuk itu diperlukan adanya struktur
bangunan bawah yang disebut pondasi, jadi pondasi adalah bangunan sub struktur
dibawah tanah yang berfungsi sebagai pendukung seluruh berat dari bangunan dan
meneruskan beban yang didukung ke tanah dibawahnya sekaligus menstabilkan beban.
Suatu sistem pondasi harus dihitung untuk menjamin keamanan, kestabilan bangunan
diatasnya, tidak boleh terjadi penurunan sebagian atau seluruhnya melebihi batas-batas
yang diijinkan. Hal yang juga penting berkaitan dengan pondasi adalah apa yang disebut
soil investigation, atau penyelidikan tanah. Pondasi harus diletakkan pada lapisan tanah
yang cukup keras dan padat. Untuk membuat pondasi maka diperlukan adanya pekerjaan
galian tanah, hal ini dilakukan karena pada umumnya lapisan tanah dipermukaan setebal
+/- 50 cm adalah lapisan tanah humus yang sangat labil dan tidak mempunyai daya
dukung yang baik, oleh karena itu pada dasar pondasi tidak boleh diletakkan pada lapisan
tanah humus ini. Untuk menjaga kestabilan pondasi dan memperoleh daya dukung tanah
yang besar, dasar pondasi harus diletakkan lebih dari 50 cm di dalam permukaan tanah
sampai mencapai lapisan yang keras. Lebar galian tanah pondasi dibuat secukupnya asal
bisa untuk memasang pondasi, karena tanah yang sudah terusik akan berubah sifat
maupun kekuatannya. Secara garis besar Kondisi tanah dikelompokkan menjadi 2 tipe :

a. Jenis tanah bersifat “Stabil”

b. Jenis tanah bersifat “Labil” atau tidak stabil

Tanah dikatakan stabil apabila tanah tersebut tidak mengalami perubahan dalam
musim kemarau maupun musim penghujan. Maksud tidak mengalami perubahan ini
adalah tidak terjadinya gerakan-gerakan tanah ke atas, ke bawah dan ke samping. Tanah
dikatakan labil atau tidak stabil, bila terjadi perubahan yang sangat besar atau mencolok
antara musim panas dan musim penghujan. Apabila ditemukan tanah yang dikategorikan
labil, sebaiknya dilakukan perbaikan tanah terlebih dahulu sebelum dilaksanakan
pekerjaan pondasi. Sebagai contoh untuk pondasi dangkal, tanah diperbaiki dengan
memakai cerucuk bambu atau kayu dan kemudian ditambah lapisan pasir agar lebih
stabil. Kestabilan suatu pondasi selain ditentukan di atas, masih ada hal-hal lain yang
perlu diperhatikan antara lain ketebalan lapisan tanah keras serta kondisi lapisan tanah
apakah 6 merupakan bidang datar atau miring. Untuk jenis pondasi dangkal sangat
menguntungkan apabila lapisan tanah kerasnya mencapai ketebalan minimum 2 m dan
dalam keadaan datar. Sebaliknya sangat berbahaya bila lapisan tanah merupakan suatu
bidang miring yang memungkinkan akan terjadi pergeseran. Daya dukung suatu pondasi
salah satunya ditentukan oleh luas penampang pondasi. Prinsip kerja dari pondasi adalah
seperti ujung pensil, kalau ujungnya lancip ditekan pada telapak tangan akan terasa sakit,
dan lebih mudah masuk kedalam daging, sedangkan jika ujungnya tumpul akan terjadi
sebaliknya.

Pada pondasi hal demikian juga berlaku, jika lebar dasar pondasi kecil maka daya
dukung pondasi akan kecil pula sehingga bangunan lebih mudah ambles. Sebaliknya jika
dasar pondasi mempunyai lebar yang besar maka daya dukungnya juga besar sehingga
bangunan tidak mudah ambles ke dalam tanah. Jadi dapat dikatakan semakin berat
bangunan yang didukung, maka semakin besar pula daya dukung tanah yang diperlukan
dan lebar dasar pondasi juga semakin besar. Beberapa syarat untuk pekerjaan pondasi
yang harus diperhatikan, yaitu secara fungsional mampu mendukung dan menyalurkan
dengan baik beban-beban diatasnya dan secara struktural pondasi tidak ambles dan tidak
berubah bentuk. Untuk memenuhi syarat tersebut perlu diperhatikan beberapa hal dalam
pekerjaan pondasi antara lain :

1. Dasar pondasi harus mempunyai lebar yang cukup dan harus diletakkan pada
lapisan tanah yang keras.
2. Harus dihindarkan memasang pondasi sebagian pada tanah keras, sebagian pada
tanah lembek.
3. Pondasi harus dipasng menerus di bawah seluruh dinding bangunan dan dibawah
kolom-kolom pendukung yang berdiri bebas.
4. Apabila digunakan pondasi setempat, pondasi itu harus dirangkai satu dengan
balok pengikat (balok sloof).
5. Pondasi harus dibuat dari bahan yang awet berada didalam tanah dan kuat
menahan gaya-gaya yang bekerja padanya terutama gaya desak.

Untuk mengetahui letak/kedalaman tanah keras dan besar tegangan tanah/daya


dukung tanah, maka perlu diadakan penyelidikan tanah, yaitu dengan cara :

a. Pemboran (drilling) : dari lubang hasil pemboran (bore holes), diketahui contoh-
contoh lapisan tanah yang kemudian dikirim ke laboraturium mekanika tanah.
b. Percobaan penetrasi (penetration test) : yaitu dengan menggunakan alat yang
disebut sondir static penetrometer. Ujungnya berupa conus yang ditekan masuk
kedalam tanah, dan secara otomatis dapat dibaca hasil sondir tegangan tanah
(kg/cm2 ).

Apabila lapisan tanah keras tidak sama dalamnya, tapi untuk seluruh panjang
pondasi harus diletakkan pada kedalaman yang sama. Dalam proses pengadaannya, jenis
pondasi rumah atau bangunan dibedakan menjadi dua, yakni dangkal dan dalam.
Perbedaan ini dibedakan berdasarkan kemungkinan seberapa besar bangunan yang akan
didirikan nantinya. Karena selain menahan beban sendiri, bagian dasar ini juga bertugas
menahan seluruh beban total bangunan. Pengerjaan yang tepat akan membuat bagian ini
kuat, sehingga bangunan berdiri kokoh hingga puluhan, ratusan bahkan ribuan tahun
lamanya.

Dalam pengerjaannya, sebuah pondasi memiliki beberapa jenis, biasanya


disesuaikan dengan jenis bangunan yang akan dibangun. Misalnya rumah atau bangunan
satu lantai, biasanya membutuhkan jenis dasaran dangkal. Atau singkatnya, dalam ilmu
konstruksi bangunan, proses pembangunan dasar sebuah gedung atau bangunan secara
umum dilakukan dengan perhatian pada beberapa aspek.

1. Jenis bangunan yang akan didirikan

2. Jenis tanah di lingkungan sekitar bangunan

3. Faktor pembiayaan, atau finansial.


 Setiap bangunan memerlukan jenis pondasi masing-masing, terlebih jika berbicara jenis
kontur tanah yang ada di sekitar. Agar fungsi struktur bangunan ini bekerja dengan baik,
maka mekanisme penyaluran beban sebaiknya dilakukan dengan benar.Untuk melengkapi
kebutuhan tersebut, dibutuhkan jenis pemerataan tanah yang tepat, kedalaman yang
cukup sebagai dasar bangunan, dan penggunaan jenis tanah yang ideal dengan kontur
padat (Memungkinkan pondasi tidak bergeser saat dipasang).
 Kondisi Tanah di Atas bangunan. Merupakan pembuatan kontur tanah sesuai dengan
kebutuhan (beban bangunan nanti yang dibutuhkan). Yakni menyediakan landasan yang
tepat untuk struktur bangunan di atas. Dengan perhitungan gaya beban baik secara
vertikal dan horizontal.Proses perhitungan yang tepat akan membuat struktur bangunan
berada pada tempatnya dalam kurun waktu lama. Perubahan atau pergeseran sedikit
bagian pondasi akan membuat struktur bangunan seperti tembok, berisiko mengakibatkan
kerusakkan.
 Kondisi lingkungan sekitar. Selain ancaman dari kontur tanah di bagian bawah bangunan,
proses pembangunan juga didasarkan oleh lingkungan sekitar. Apakah nantinya akan
menjadi ancaman bagi bangunan saat berdiri atau justru berisiko tertimpa bangunan.
 Faktor pembiayaan (Budgeting). Proses pembangunan pondasi memerlukan material
bahan baku yang tepat. Terdapat pilihan material yang biasa digunakan dan hal tersebut
akan berkaitan erat dengan mekanisme pembiayaan atau budgeting.
Secara umum, proses pembangunan pondasi bangunan dilakukan dengan 4 dasar di atas.
Sementara dalam pelaksanaannya, dibedakan menjadi dua jenis yang dapat disesuaikan
dengan kebutuhan, terutama jenis dan seberapa tinggi bangunan yang akan di bangun.

2.3.1 Pondasi Dangkal


Pondasi dangkal digunakan apabila lapisan tanah keras yang mampu mendukung beban
bangunan di atasnya, terletak dekat dengan permukaan, sedangkan pondasi dalam dipakai pada
kondisi yang sebaliknya. Suatu pondasi akan aman apabila :
1. Penurunan (settlement) tanah yang disebabkan oleh beban masih dalam batas yang
diperbolehkan.
2. Keruntuhan geser dari tanah di mana pondasi berada tidak terjadi.

Secara umum, yang dinamakan pondasi dangkal adalah pondasi yang mempunyai
perbandingan antara kedalaman dengan lebar pondasi sekitar kurang dari 4 (Df/B < 4) seperti
pada Gambar 2.5

Df/B 4 pondasi telapak


4 Df/B 10 pondasi sumuran
Df/B 10 pondasi tiang
dimana : Df = kedalaman pondasi
Df B = lebar pondasi

Gambar 2.5 Syarat perbandingan antara kedalaman dengan lebar pondasi

Stabilitas pondasi ditentukan oleh :

1. Daya dukung pondasi, yang dipengaruhi oleh:

a. Macam pondasi : dimensi dan letak pondasi


b. Sifat tanah (indeks dan teknis) : berat volume (), kohesi (c), sudut geser dalam ()

2. Penurunan (settlement) :

a. Penurunan segera (immediately settlement); akibat elastisitas tanah


b. Penurunan konsolidasi (consolidation settlement), akibat keluarnya air pori tanah yang
disebabkan oleh adanya pertambahan tegangan akibat beban pondasi. Bentuk terjadinya
penurunan dibedakan atas:

 Penurunan seragam (uniform settlement)


 Penurunan tidak seragam (differential settlement)

Gambar 2.6 Penurunan Pondasi Dangkal

Bangunan lainnya yang dikategorikan sebagai konstruksi yang erat hubungannya dengan
pondasi dangkal, seperti :

 Dinding penahan tanah atau turap


 Bendung elak sementara (penurapan pada pembuatan pilar jembatan di dasar sungai

- Bentuk segi-empat

- Bentuk Trapesium

- Bentuk T - Bentuk pondasi gabungan

Gambar 1.2 Bentuk pondasi dangkal


Bentuk pondasi biasanya dipilih sesuai dengan jenis bangunan dan jenis tanahnya dan
secara umum pondasi dangkal dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain:

A. Pondasi Setempat (Single Footing)


Pondasi setempat; dibuat pada bagian yg terpisah (di bawah kolom
pendukung/kolom struktur, tiang, dsb), juga biasa digunakan pada konstruksi bangunan
kayu di daerah rawa-rawa. Pada bangunan sementara sering juga digunakan penumpu
batu alam massif yang bertarah dan diletakkan di atas permukaan tanah yang diratakan.
Adapun ciri-ciri pondasi setempat adalah :
- Jika tanahnya keras, mempunyai kedalaman > 1,5 meter
- Pondasi dibuat hanya di bawah kolom
- Masih menggunakan pondasi menerus sebagai tumpuan men-cor sloof, tidak
digunakan untuk mendukung beban.

Gambar 2.6 Pondasi Setempat

Urutan kegiatan pekerjaan pondasi setempat dengan bentuk telapak adalah


sebagai berikut :
a) Penggalian tanah pondasi
Tahap-tahap pekerjaan galian tanah pondasi setempat, yaitu :
 Penggalian tanah untuk pondasi setempat dilakukan secara hati-hati serta
harus mengetahui ukuran panjang, lebar dan kedalaman pondasi.
 Tebing dinding galian tanah pondasi dibuat dengan perbandingan 5:1 untuk
jenis tanah yang kurang baik dan untuk jenis tanah yang stabil dapat dibuat
dengan perbandingan 1:10 atau dapat juga dibuat tegak lurus permukaan tanah
tempat meletakkan pondasi.
 Dalamnya suatu galian tanah ditentukan oleh kedalamnya tanah padat/tanah
keras dengan daya dukung yang cukup kuat, min 0.5 kg/cm2 bila tanah dasar
masih jelek, dengan daya dukung yang kurang dari 0.5 kg/cm2, maka galian
tanah harus diteruskan, sampai mencapai kedalaman tanah yang cukup kuat,
dengan daya dukung lebih dari 0.5 kg/cm2.
 Lebar dasar galian tanah pondasi hendaknya dibuat lebih lebar dari ukuran
pondasi agar tukang lebih leluasa bekerja. Semua galian tanah harus
ditempatkan diluar dan agak jauh dari pekerjaan penggalian agar tidak
mengganggu pekerjaan.

b) Penulangan pondasi
Tahap-tahap pekerjaan penulangan pondasi setempat, yaitu :
 Perakitan Tulangan
Untuk pondasi setempat ini perakitan tulangan dilakukan di luar tempat
pengecoran di lokasi lain agar setelah dirakit dapat langsung dipasang dan
proses pembuatan pondasi dapat berjalan lebih cepat. Proses perakitan
tulangan adalah sebagai :
- Mengukur panjang untuk masing-masing tipe tulangan yang dapat
diketahui dari ukuran pondasi setempat.
- Mendesign bentuk atau dimensi dari tulangan pondasi setempat,
dengan memperhitungkan bentuk-bentuk tipe tulangan yang ada pada
pondasi setempat tersebut.
- Merakit satu per satu bentuk dari tipe tulangan pondasi dengan kawat
pengikat agar kokoh dan tulangan tidak terlepas.
 Pemasangan Tulangan
- Hasil rakitan tulangan dimasukan kedalam tanah galian dan diletakkan
tegak turus permukaan tanah dengan bantuan waterpass.
- Rakitan tulangan ditempatkan tidak langsung bersentuhan dengan
dasar tanah, jarak antara tulangan dengan dasar tanah 40 mm, yaitu
dengan menggunakan pengganjal yang di buat dari batu kali disetiap
ujung sisi/tepi tulangan bawah agar ada jarak antara tulangan dan
permukaan dasar tanah untuk melindungi/melapisi tulangan dengan
beton (selimut beton) dan tulangan tidak menjadi karat.
- Setelah dipastikan rakitan tulangan benar-benar stabil, maka dapat
langsung melakukan pengecoran.

c) Pekerjaan bekisting
Bekisting adalah suatu konstruksi bantu yang bersifat sementara yang digunakan
untuk mencetak beton yang akan di cor di dalamnya atau diatasnya. Tahap-tahap
pekerjaan bekisting, yaitu :
 Diasumsikan yang akan dibuat bekisting adalah bagian tiangnya untuk
penyambungan kolom sedangkan untuk pondasinya hanya diratakan dengan
cetok (sendok spesi).
 Supaya balok beton yang dihasilkan tidak melengkung maka waktu membuat
bekisting, jarak sumbu tumpuan bekistingnya harus memenuhi persaratan
tertentu.
 Papan cetakan disusun secara rapih berdasarkan bentuk beton yang akan di
cor.
 Papan cetakan dibentuk dengan baik dan ditunjang dengan tiang agar tegak
lurus tidak miring dengan bantuan alat waterpass.
 Papan cetakan tidak boleh bocor
 Papan-papan disambung dengan klem / penguat / penjepit
 Paku diantara papan secara berselang-seling dan tidak segaris agar tidak
terjadi retak.

d) Pengecoran
Bahan-bahan pokok dalam pembuatan beton adalah : semen, pasir, kerikil/split
serta air. Kualitas/mutu beton tergantung dari kualitas bahan-bahan pembuat beton
dan perbandingannya. Bahan-bahan harus diperiksa dulu sebelum dipakai membuat
beton dengan maksud menguji apakah syarat-syarat mutu dipenuhi. Tahap-tahap
pekerjan pengecoran pondasi setempat, yaitu:
 Membuat kotak takaran untuk perbandingan material yaitu dari kayu dan
juga dapat mempergunakan ember sebagai ukuran perbandingan.
 Membuat wadah/tempat (kotak spesi) hasil pengecoran yang dibuat dari
kayu atau seng/pelat dengan ukuran tinggi x lebar x panjang adalah 22 cm
x 100 cm x 160 cm dapat juga dibuat dari pelat baja dengan ukuran tebal 3
mm x 60 cm x 100 cm.
 Mempersiapkan bahan-bahan yang digunakan untuk pengecoran seperti:
semen, pasir, split, serta air dan juga peralatan yang akan digunakan untuk
pengecoran.
 Membuat adukan/pasta dengan bantuan mollen (mixer) dengan
perbandingan volume 1:2:3 yaitu 1 volume semen berbanding 2 volume
pasir berbanding 3 volune split serta air secukupnya.
 Bahan-bahan adukan dimasukan kedalam tabung dengan urutan: pertama
masukan pasir, kedua semen portand, ke tiga split dan biarkan tercampur
kering dahulu dan baru kemudian ditambahkan air secukupnya
 Setelah adukan benar-benar tercampur sempurna kurang lebih selama 4-10
menit tabung mollen (mixer) dibalikan dan tungkan kedalam kotak spesi.
 Hasil dari pengecoran dimasukkan/dituangkan kedalam lubang galian
tanah yang sudah diletakan tulangan dengan bantuan alat sendok spesi
centong/ dan dilakukan/dikerjakan bertahap sedikit demi sedikit agar tidak
ada ruangan yang kosong dan kerikil/split yang berukuran kecil sampai
yang besar dapat masuk kecelah-celah tulangan.
 Setelah melakukan pengecoran, maka pondasi setempat tersebut dibiarkan
mengering dan setelah mengering pondasi diurug dengan tanah urugan
serta disisakan beberapa cm untuk sambungan kolom.
B. Pondasi menerus (Continuous Footing)
Pondasi menerus yang juga disebut pondasi langsung adalah jenis pondasi yang
banyak dipakai untuk bangunan rumah yang tidak bertingkat. Untuk seluruh panjang,
jenis pondasi ini mempunyai ukuran yang sama besar dan terletak pada kedalaman yang
sama. Oleh karena itu untuk memasang pondasi menerus lebih dahulu harus dibuatkan
galian tanahnya dengan kedalaman yang sama, yang kemudian dipasang profil – profil
untuk memasang pondasi sehingga diperoleh bentuk yang direncanakan.
Pondasi menerus dapat dibuat dari pasangan batu bata dengan lebar dasar 2-3 kali
tebal pasangan bata dan pondasi dinding setengah bata cukup diletakan pada kedalaman
60 - 80 cm. Selain itu bahan pondasi yang mendukung beban bangunan yang lebih besar
dan banyak yang dipakai adalah pasangan batu kali. Lebar dasar pondasi umumnya tidak
kurang dari dua setengah kali tebal.
Diatas pondasi batu perlu dipasang balok sloof beton bertulang yang berfungsi
sebagai balok pengikat dan juga dapat meratakan beban dinding. Untuk dinding yang
memikul beban agak berat atau karena daya dukung tanah kecil digunakan pondasi jalur
pelat beton. Untuk menambah ketahanan bangunan terhadap gempa, pondasi sebaiknya
dibuat menerus pada sekeliling bangunan tanpa terputus.
Batu kali ini diikat menjadi satu kesatuan yang erat dan kuat dengan adukan
perekat dari campuran 1 kp : 1 pc : 5 ps. Sebelum pasangan batu kali dibuat bangunan
bawahnya diberi pasir urug setebal 20 cm dan batu kosong satu lapis. Kemudian setelah
pasangan batu kali selesai dikerjakan, lubang sisa di kanan kiri diurug dengan pasir.

Ciri-ciri Pondasi menerus adalah :


- Ukuran sama besar dan terletak pada kedalaman yang sama
- Dipasang di bawah seluruh dinding penyekat dan kolom
- Biasanya digunakan sebagai pondasi bangunan tidak bertingkat;
- Untuk tanah lembek, dibuat dari sloof memanjang bagian bawah diperlebar
menjadi pelat.
Gambar 2.7 Pondasi Menerus

Pondasi menerus memiliki persyaratan sebagai berikut :


a) Sebaiknya tanah dasar pondasi merupakan tanah kering, padat, dan merata
kekerasannya. Dasar pondasi sebaiknya lebih dalam dari 45 cm.
b) Penampang melintang pondasi harus simetris.

Gambar 2.8 Penampang Melintang Pondasi Batu Kali

c) Harus dihindarkan penempatan pondasi pada sebagian tanah keras dan sebagian tanah
lunak.

Gambar 2.9 Pondasi Menerus yang Diletakkan pada Sebagian Tanah Keras dan
Sebagian Tanah Lunak
d) Sangat disarankan menggunakan pondasi menerus, mengikuti panjang denah
bangunan.

e) Pondasi dibuat menerus pada kedalaman yang sama, pondasi bertangga.

Gambar 2.10 Pondasi bertangga yang tidak diperkenankan

f) Pondasi sebaiknya dibuat menerus keliling bangunan tanpa terputus. Pondasi dinding
penyekat juga dibuat menerus. Bila pondasi terdiri dari batu kali maka perlu dipasang
pengikat/sloof sepanjang pondasi tersebut.

C. Pondasi Rakit (Plate Foundation)


Pondasi rakit adalah sebuah pelat beton besar yang digunakan untuk
menghubungkan permukaan (interface) antara satu atau lebih kolom di dalam beberapa
garis (jalur) dengan tanah dasar. Secara umum pelat pondasi rakit dapat dianalisis dengan
dua anggapan. Pertama pelat pondasi rakit dianggap merupakan struktur yang fleksibel,
berarti pelat pondasi akan mengalami deformasi yang tidak sama akibat beban yang
bekerja. Kedua, pelat pondasi rakit dianggap merupakan struktur yang kaku yang berarti
pelat dianggap mengalami deformasi yang sama akibat beban yang bekerja. Pondasi ini
dapat menopang gedung bertingkat banyak, tendon air minyak, mesin, peralatan industri,
dan bangunan berat lainnya. Terutama memiliki luasan besar.
Jenis jenis pondasi rakitan lazim :
- Pelat rata
- Pelat yang telapak ada di bawah kolom
- Balok dan pelat
- Pelat dengan kaki tiang
- Dinding ruang bangunan bawah tanah sebagai bagian pondasi telapak
(1) (2)
Gambar 2.11 Pondasi Rakit Kayu (1) dan Pondasi Rakit Beton (2)

Kelebihan Pondasi Rakit :


- Pondasi rakit sangat bagus digunakan pada tanah yang banyak mengandung air
misalnya seperti tanah rawa.
- Apabila terjadi banjir pondasi ini sedikit terakat, tetapi tidak mengalami
pergeseran dan apabila banjir telah surut pondasi tersebut kembali ke posisinya
semula.
- Struktur pada pondasi rakit mengalami deformasi yang tidak sama akibat beban
yang bekerja, sehingga pondasi ini termasuk struktur yang fleksibel.
- Pondasi ini cocok digunakan pada bangunan yang memiliku luasan yang luas.
- Biaya pembuatan pondasi ini lebih murah dari pembuatan pondasi batu kali.
- Penurunan pada pondasi rakit bersamaaan
Kekurangan Pondasi Rakit :
- Apabila tidak menggunakan grand anchor pondasi tersebut akan terangkat dan
menyebabkan bangunan pondasi bergerak.
- Pondasi ini kurang bagus dibangun pada tanah jenis keras
- Kurang efektif apabila digunakan di kedalaman > 6 m

Pekerjaan Raft Fondation memiliki beberapa tahapan pekerjaan terdiri dari :


a) Pekerjaan persiapan
b) Pekerjaan lantai kerja dan bekisting permanent yang terbuat dari batako
c) Pekerjaan GA vertical
d) Pekerjaan Tulangan
e) Pekerjaan chemical anchor dan water stop
f) Pekerjaan bekisting ( pemasangan stop cor )
g) Pengecoran f’c = 30 MPa dan test therma couple
h) Pembongkaran Bekisting
i) Pemeliharaan beton.

Gambar 2.12 Diagram Alir Pekerjaan Raft Fondation

.
Syarat-syarat Perencanaan Pondasi Dangkal.
Di dalam merencanakan suatu pondasi harus memperhatikan beberapa persayaratan di bawah ini:
1. Syarat yang berhubungan dengan konstruksi dan beban yang diterima oleh pondasi,
adalah :
 Beban maksimum yang diterima.
 Muatan sedapat mungkin merata.
 Tanah dasar pondasi terlindung dari penggerusan air.
2. Syarat yang berhubungan dengan perencanaan dan perluasan pondasi, adalah :
 Galian tanah sekecil-kecilnya.
 Lubang pondasi harus dapat dikeringkan.
 Menghindari kemungkinan terjadinya kebocoran dari air tanah.
 Pondasi yang terbuat dari kayu harus terletak pada muka air tanah terendah.
3. Syarat yang berhubungan dengan stabilitas dan deformasi, adalah :
 Kedalaman pondasi harus cukup untuk menghindari kerusakan tanah dalam arah
lateral di bawah pondasi.
 Kedalaman pondasi harus di bawah daerah yang mempunyai sifat kompresibilitas
yang tinggi.
 Konstruksi harus aman terhadap guling, geser, rotasi dan keruntuhan geser tanah.
 Konstruksi harus aman terhadap korosi atau kegagalan akibat bahan-bahan kimia
yang ada di dalam tanah.
 Konstruksi diharapkan mudah untuk dimodifikasi jika terdapat perubahan
geometri konstruksi.
 Pondasi harus dapat memberikan toleransi terhadap pergerakan diferensial akibat
pergerakan tanah.
 Pondasi harus memenuhi persyaratan standar.
 Pondasi harus ekonomis dalam pelaksanaan.
2.3.2 Pondasi Dalam

Pondasi dalam merupakan struktur bawah suatu konstruksi yang berfungsi untuk
meneruskan beban konstruksi ke lapisan tanah keras yang berada jauh dari permukaan
tanah. Suatu pondasi dapat dikategorikan sebagai pondasi dalam apabila perbandingan
antara kedalaman dengan lebar pondasi lebih dari sepuluh (Df/B >10). Material pondasi
dalam bisa dari kayu, baja, beton bertulang, dan beton pratekan. Pondasi dalam dapat
dibedakan menjadi:

A. Pondasi Tiang Pancang (Pile)

Pemakaian tiang pancang dipergunakan untuk suatu pondasi suatu bangunan


apabila tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung
(bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya, atau
apabila tanah keras yang mana mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul
berat bangunan dan bebannya terletak sangat dalam. Menurut bahan yang digunakan,
pondasi tiang pancang dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu tiang pancang
kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja, dan tiang pancang komposit.

Metode pemancangan pondasi tiang pancang :

 Melakukan pengetesan terhadap tanah dilokasi rencana pondasi untuk


mengetahui jenis tanah dan kedalaman lapisan tanah yang keras.
 Menghitung struktur pondasi tiang pancang sehingga dapat ditentukan
kebutuhan kebutuhan ukuran tiang pancang, spesifikasi material dan
kedalaman tiang pancang sehingga kuat untuk menahan beban bangunan
yang disalurkan ke titik perhitungan.
 Produksi tiang pancang dapat dilakukan dipabrik dengan spesifikasi sesuai
perhitungan kemudian dikirim ke lokasi proyek menggunakan kendaraan
truck besar.
 Pengangkatan tiang pancang dapat menggunakan alat Tower Crane atau
Mobile Crane dengan posisi titik angkat sesuai perhitungan, sehingga
tidak terjadi patah dalam pengangkatan.

Proses Pemancangan

 Surveyor melakukan pengukuran dilapangan untuk menentukan titik-titik


sesuai gambar, kemudian mendirikan alat survey Theodolite untuk
mengecek ketegakan pemancangan, tiang pancang diangkat tegak lurus
kemudian posisi ujung Diesel Hammer dinaikan dan topi pile pada kepala
tiang pancang.
 Ketegakan posisi pemancangan dikontrol menggunakan 2 unit
Theodolite yang dipasang dari dua arah untuk memastikan posisi tiang
pancang tegak dan melakukan control setiap 2 meter, pemancangan
dilakukan sampai dengan elevasi kedalaman yang direncanakan.

Proses Pengontrolan (Calendring Test)

 Tiang pancang yang tersisa diatas elevasi rencana dikelupas betonnya


sehingga tersisa besi tulangan yang akan dipakai sebagai stek untuk
dihubungkan dengan Pile Cap pada bangunan gedung atau abutmen pada
konstruksi jembatan.

Proses Penyambungan ujung tiang pancang


dengan pile cap
 Pondasi bored pile,

bahan yang digunakan untuk tipe pondasi ini adalah beton bertulang yang di cor di
tempat (in situ). Pelaksanaan pondasi tipe ini membutuhkan peralatan bor baik secara
manual (diameter lubang bor max 30 Cm) maupun menggunakan mesin bor untuk
membuat lubang dengan kedalaman rencana.

 Pondasi caisson,

tipe pondasi ini berbentuk sumuran dengan diameter yang relatif lebih besar.
Ada banyak alasan seorang ahli geoteknik merekomendasikan penggunaan
pondasi dalam ke pondasi dangkal, tetapi beberapa alasan umum adalah beban desain
yang sangat besar, tanah yang buruk pada kedalaman dangkal, atau kendala situs (seperti
garis properti). Ada istilah yang berbeda digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis
pondasi yang mendalam, termasuk tumpukan (yang analog dengan tiang), tiang jembatan
(yang analog dengan kolom), poros dibor, dan caisson. Tumpukan umumnya didorong ke
dalam tanah di situ; pondasi mendalam lainnya biasanya diletakkan di tempat dengan
menggunakan penggalian dan pengeboran.

Anda mungkin juga menyukai