Anda di halaman 1dari 28

EVALUASI KINERJA STRUKTUR ATAS GEDUNG

BERTINGKAT DENGAN METODE PUSHOVER


(Studi Kasus: Gedung Utama Kejaksaan Agung RI)

PROPOSAL SKRIPSI

Siti Salamah (20180010002)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK, KOMPUTER DAN DESAIN
UNIVERSITAS NUSA PUTRA
SUKABUMI
2022
IDENTITAS PENELITI

Nim : 20180010002
Nama Mahasiswa : Siti Salamah
Alamat Rumah : Kp. Babakan Tanjungsari RT.001/RW.001 Desa.
Caringin Kec. Gegerbitung - Sukabumi
Telepon Rumah/HP : - /085722300399
Email : sitisalamah2003@gmail.com
Peminatan : Struktur
IPK : 3.44
Kelas* : Reguler/Karyawan
KATA PENGANTAR

Puji syukur panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, saya dapat menyelesaikan proposal skripsi ini. Penulisan proposal ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syayrat untuk mencapai gelar
Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Komputer, Teknik dan Desain Universitas
Nusa Putra. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliaan sampai pada penyusunan proposal skripsi ini, tidaklah
mudah bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya
mengucapan terimakasih kepada :
1. Dr. Kurniawan, ST.,M.Si.,MM, selaku Rektor Universitas Nusa
Putra.
2. Ir. Paikun, ST.,MT.,IPM, selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil
Universitas Nusa Putra.
3. Danang Purwanto, S.T., M.Eng selaku pembimbing Utama yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan proposal skripsi ini.
4. Muhammad Hidayat selaku pembimbing II yang telah ikut serta
membantu dalam penyusunan proposal ini.
5. Semua pihak yang terkait yang telah membantu penyusunan proposal
ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu saya selama menyelesaikan skripsi
ini semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembang ilmu.

Sukabumi, Maret 2022

Penyusun,
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................
IDENTITAS PENELITI.....................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN PROGRAM STUDI.............................................
DAFTAR ISI........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................
ABSTRAK............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................
1.3 Batasan Masalah...................................................................................
1.4 Tujuan Penelitian..................................................................................
1.5 Manfaat Penelitian................................................................................
1.6 Hipotesis...............................................................................................
1.7 Tinjauan Referensi................................................................................
BAB II LANDASAKAN TEORI
2.1 Penelitian terkait...................................................................................
2.2 Struktur Beton Bertulang......................................................................
2.3 Kolom...................................................................................................
2.4 Metoda Analisis Pushover....................................................................
2.5 Kurva Kapasitas (Kurva Pushover)......................................................
2.6 Batas Kinerja.........................................................................................
2.7 Pemodelan Sendir.................................................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan lokasi Penelitian..................................................................
3.1.1 Lokasi Penelitian............................................................................
3.1.2 Waktu Penelitian............................................................................
3.2 Alat dan Bahan......................................................................................
3.3 Tahapan Penelitian................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jenis-jenis kolom menurut Wang (1986) dan Feguson (1986).........................................
Gambar 2.2 bentuk-bentuk kolom........................................................................................................
Gambar 2.3 Kurva Kapasitas................................................................................................................
Gambar 2.4 Performance point pada capacity sperctrum method.......................................................
Gambar 2.5 Kurva kapasitas tipikal (ATC 40, 1996)..........................................................................
Gambar 2.6 Proses konversi kebentuk capacity curve spectrum.........................................................
Gambar 2.7 Simpangan pada atap dan rasio simpangan pada atap (ATC-40, 1996).....................
Gambar 2.8 Performance point pada capacity sperctrum method.......................................................
Gambar 2.9 Kurva kapasitas tipikal (ATC 40, 1996)...........................................................................
Gambar 2.10 Kurva Kriteria Keruntuhan (FEMA 356, 2000).............................................................
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian..............................................................................................................
Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian........................................................................................................
ABSTRAK

Gedung utama Kejaksaan Agung RI Jakarta Selatan yang berada didaerah


yang termasuk ke dalam wilayah gempa kategori resiko gempa IV. Gempa bumi
menyebabkan kerusakan bangunan dan korban jiwa. Perencanaan gedung
terhadap beban gempa sangat penting supaya saat terjadi gempa bangun tidak
runtuh dan tidak ada korban jiwa, terutama untuk gedung penting seperti
Gedung utama Kejaksaan Agung RI yang diharapkan tetap berfungsi dan tidak
mengalami kerusakan yang berarti setelah terjadi gempa bumi. Penelitian ini
menggunakan Metode evaluasi yang digunakan adalah analisis statik non-
linier (Pushover). Metode penelitian diawali dengan pemodelan struktur 3
dimensi dengan menggunakan software ETABS sesuai shopdrawing. Setelah
pemodelan dilakukan analisis perhitungan pembebanan pada struktur tersebut
berupa beban mati, beban hidup dan beban tambahan. Pada static pushover case
dibuat dua macam pembebanan, dimana yang pertama adalah pembebanan
akibat beban gravitasi. Dan pola yang kedua memberi beban secara berangsur-
angsur adalah sesuai dengan mode pertama struktur. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengevaluasi struktur beton bertulang dan memodelkan ulang dengan
metode analisis Pushover pada Etabs V.17 kemudian Komparasi hasil evaluasi
struktur beton bertulang yang sudah dimodelkan dengan keadaan perencanaan
struktur yang sudah dilakukan sebelumnya dan mengetahui level kinerja
sebenarnya dari struktur Gedung utama kejaksaan agung RI dari hasil nilai
performance point menggunakan code ATC-40.
Kata Kunci : Puschover, Struktur Beton Bertulang, Etabs.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingginya potensi gempa di Indonesia membuat struktur gedung harus
diperhitungkan sesuai kondisi yang ada agar bangunan yang
direncanakan mampu bertahan terhadap guncangan gempa salah satunya
Gedung Utama Kejaksaan Agung RI. Gedung utama ini merupakan gedung
bertingkat yang berada di Jalan Hassanudin dalam No.1 Kebayoran Baru Jakarta
Selatan. Gedung ini terdiri dari 2 Basement, 23 lantai, dan atap dengan elevasi
±104,46 m. Dengan demikian Gedung Utama Kejaksaaan Agung RI
memiliki risiko tinggi terhadap beban gempa.
Bencana gempa merupakan gejala alam yang bersifat destruktif. Konsep dan
metode baru dalam analisis dan perencanaan bangunan tahan gempa salah satunya
konsep Performance Based Seismic Evaluation (PBSE) dengan metode analisis
beban dorong statik atau analisis Pushover. Dalam perancangan struktur bangunan
gedung sendiri tentu Pembebanan pada struktur primer merupakan hal utama yang
harus dirancang. Adapun beberapa pembebanan yang harus dipertimbangkan
berdasarkan SNI 1727-2013 tentang beban minimum untuk perancangan
bangunan gedung dan struktur lain diantaranya mempertimbangkan beban mati
(Dead Load), Beban hidup (Live Load), dan Beban gempa (Earthquake). Maka
dilakukan analisis statis 3D untuk mengetahui karakteristik gedung dan
mendapatkan jumlah luas tulangan nominal untuk desain. Pemodelan, analisis dan
desain dilakukan dengan analisis pushover yang built-in pada program ETABS,
sedangkan titik kinerja untuk evaluasi atau studi perilaku masih harus
ditentukan tersendiri. Analisa Pushover (beban dorong statik) adalah analisa
statik perilaku keruntuhan struktur bangunan terhadap gempa, sedangkan titik
kinerja adalah besarnya perpindahan/displacement maksimum struktur saat
gempa rencana.
Dalam Penelitian ini perancangan dilakukan pada bangunan Gedung Utama
Kejaksaan Agung RI di Jakarta Selatan yang sudah di desain elemen strukturnya,
kemudian akan didesain sesuai dengan peraturan yang terbaru yaitu (SNI 1726-
2019 dan SNI 2847-2019). Desain struktur yang dilakukan ialah melakukan
perhitungan dengan persyaratan struktur sebelumnya, Tujuan dari pemodelan
desain ulang tersebut untuk Menganalisa mekanisme tingkat keruntuhan atau
performance struktur dari analisa pushover. Analisis ini dilakukan dengan
memberikan beban statik secara terus menerus ditiap lantainya hingga
struktur mengalami keruntuhan pada batas tertentu. Berdasarkan permasalahan
tersebut, maka penulis akan mencoba mengangkat tema struktur dengan Evaluasi
Kinerja Struktur Atas Gedung Bertingkat Pada Proyek Gedung Utama
Kejaksaan Agung RI.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terkait dari pembahasan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
a. Apakah struktur kolom pada bangunan gedung utama Kejaksaan Agung
RI sudah memenuhi syarat kinerja dan kelayakan berdasarkan SNI 03-
1726 2012 dan SNI 03-2847 2013?
b. Bagaimana merencanakan suatu struktur bangunan bertingkat dengan
dimensi struktur yang mampu menahan beban vertikal dengan
menggunakan Etabs serta memenuhi standar SNI 1727 2013 tentang
beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain.
c. Bagaimana perencanaan suatu bangunan gedung bertingkat dengan
konsep dimensi kolom yang paling efisien?

1.3 Batasan Masalah


Dalam ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada pokok permasalahan
yaitu:
a. Objek yang ditinjau adalah Proyek Rancang Bangun Gedung Utama
Kejaksaan Agung RI Jakarta selatan.
b. Struktur yang di tinjau adalah bangunan yang terdiri dari 11 lantai kerja
dengan konstruksi beton bertulang
c. Perencanaan bangunan hanya mencakup analisa dan desain komponen
struktur.
d. Penelitian ini berfokus pada salah satu elemen struktur beton bertulang
yang dipilih terhadap gedung bertingkat yaitu kolom.
e. Data struktur yang digunakan adalah berupa data gambar kerja, data
umum proyek, data beban gempa dan data pembebanan.
f. Perencanaan struktur atas meliputi elemen struktur beton bertulang
dengan menggunakan analisis yang berdasarkan syarat SNI 2847 2013
tentang persyaratan beton bertulang struktural gedung.
g. Analisis gaya gempa yang di gunakan analisis Pushover yang mengacu
pada pedoman SNI 1726:2019 tentang tata cara perencanaan gedung dan
non-gedung.
h. Perencanaan beban minimum berdasarkan pedoman perencanaan SNI
1727 2013 tentang beban minimum untuk perancangan bangunan gedung
dan struktur lainnya.

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini adalah
1. Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang struktur, mampu
mengevaluasi struktur beton bertulang dan memodelkan ulang dengan
metode analisis Pushover pada ETABS yang dilakukan dalam penelitian.
2. Mengetahui hasil desain elemen-elemen struktur beton bertulang sesuai
dengan persyaratan SNI 2847 2013 tentang persyaratan beton bertulang
struktural gedung dengan memperhitungkan pedoman perencanaan SNI
1727 2013 tentang beban minimum untuk perancangan bangunan
gedung.
3. Komparasi hasil evaluasi struktur beton bertulang yang sudah
dimodelkan dengan keadaan perencanaan struktur yang sudah dilakukan
sebelumnya.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Terhadap Bidang Keilmuan
Bagi bidang keilmuan diharapkan hasil penelitian ini, menjadikan
pemahaman secara teoritik mengenai perencanaan struktur gedung beton
bertulang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat menjadi
rujukan untuk direalisasikan dalam pelaksanaan di lapangan. Kaidah-
kaidah yang berlaku seperti Standar Negara Indonesia pada bidang
perencanan gedung dan kegempaan menjadikan acuan yang mendasar,
agar hasil struktur bangunan aman terhadap beban yang terjadi. Selain
itu, Manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian skripsi ini adalah
mengevaluasi perencanaan struktur beton bertulang yang bekerja pada
gedung utama kejaksaan agung dengan menggunakan metode analisis
pushover serta mengetahui perbandingan struktur hasil preliminary
design dengan didesain pemodelan nya sesuai kaidah-kaidah standar
nasional Indonesia.

2) Terhadap Lembaga
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi pihak-pihak
yang terkait dengan perancangan dan pembangunan struktur gedung
beton bertulang. Agar dapat merencanakan suatu struktur bangunan yang
aman dan ekonomis perencanaan harus didasarkan pada peraturan-
peraturan yang berlaku. Pada penelitian ini studi kasus berlokasi di
Jakarta Selatan, meski demikian diharapkan penelitian ini dapat menjadi
acuan untuk melakukan perancangan struktur di lokasi yang berbeda-
beda. Dengan tujuan agar struktur bangunan aman dari beban gempa
yang terjadi, sehingga pihak-pihak yang terkait memprioritaskan
keamanan dan keselamatan pengguna gedung.

1.6 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah mendesain elemen struktur yang cocok
untuk membandingkan dengan perencanaan elemen struktur gedung
kejaksaan. Dengan melihat keadaan perencanaan struktur yang sudah
dilakukan sebelumnya, mencari kekurangan dan menentukan desain yang
sesuai dengan gaya dalam pada pemodelan struktur.

1.7 Tinjauan Referensi


Penulis merujuk pada penelitian yang ditulis oleh Agus, Rahmad Mardiaqsha
Jurnal Teknik Sipil, Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Padang.
Berjudul “Evaluasi Kinerja Struktur Gedung Dengan Metoda Pushover (Studi
Kasus: Bangunan Arlington Tower Bekasi)”. Membahas mengenai Bangunan
dengan bentuk denah tak beraturan tampaknya lebih rentan terhadap
deformasi dan kerusakan ketika dikenai pergerakan gempa bumi
dibandingkan dengan bentuk denah beraturan karena adanya eksentrisitas
gaya terhadap pusat massa bangunan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kinerja seismik bangunan, berupa perpindahan (displacement)
dan simpangan antar tingkat (drift) sesuai dengan kinerja batas layan dan
kinerja batas ultimit. Objek dalam penelitian ini yaitu struktur Tower
Arlington Bekasi yang memiliki 20 lantai. Di analisis dengan metode analisis
pushover dilakukan dengan memberikan beban statis dalam arah lateral yang
ditingkatkan secara pertahap (increment) hingga mencapai target perubahan
bentuk (displement) tertentu dan berpedoman pada SNI 1726 2012, ATC-40
dan FEMA 356, dengan pemodelan menggunakan program Etabs 9.7.1 yang
mengacu pada gambar rencana agar pemodelan yang dibuat sesuai dengan
keadaan dilapangan. Hasil dari penelitian berupa kurva kapasitas
membandingkan perbandingan gaya geser terhadap perpindahan yang terjadi.
Output dari hasil penelitian berupa kurva kapasitas ATC-40 capacity
spectrum yang menampilkan perbandingan spektra acceleration terhadap
spektra displacement. Titik performance point terdapat pada perpotongan
garis kurva kapasitas (biru) dengan garis spektrum model ADRS (orange).
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisis pushover menggunakan
metode ATC-40, FEMA 356 didapat level kinerja bangunan berada pada
Immediate Occupancy (IO) yang berarti bangunanan aman terhadap gempa.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitan Terkait
Dalam Penelitian Penulis mendapat Referensi dari penelitan-penelitian
sebelumnya diantaranya :
a. Muhamad Gigih Realdy, Rika Nuraini. Program Studi Teknik Sipil,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Teknologi Yogyakarta
Dalam Jurnalnya Membahas tentang “Evaluasi Kinerja Gedung Beton
Bertulang Tahan Gempa Dengan Pushover Analysis (Sesuai ATC-40,
FEMA 356 dan FEMA 440)”. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui perilaku struktur dengan memperlihatkan skema terjadinya
sendi plastis pada elemen kolom dan balok dan menentukan level
kinerja struktur gedung terhadap gempa. Sehingga saat terjadi gempa
struktur bangunan tersebut mampu bertahan dan tidak mengalami
kerusakan yang signifikan sehingga bangunan masih berdiri kokoh
seperti sebelumnya. Diperlukan analisis statik nonlinier yang sederhana
tetapi cukup akurat untuk mengetahui level kinerja struktur saat
menerima beban gempa. Analisis yang digunakan adalah statik
nonlinier pushover analysis dengan displacement coefficient method
(FEMA 356 dan FEMA 440). Objek penelitian dalam studi kasus ini
pada gedung beton bertulang yang berfungsi sebagai Rumah Sakit
Umum Daerah, merupakan gedung baru yang selesai dibangun pada
Desember 2018. Tinggi bangunan 27,95 meter dengan jumlah lantai 6.
Level kinerja struktur gedung ditentukan melalui kriteria drift aktual
yang disyaratkan oleh FEMA 356 (1997). Letak sendi plastis dapat
dilihat apabila analisis pushover sudah dilakukan. Hasil analisis
pushover menggunakan software SAP2000 V.19.2.1 mendapatkan nilai
target perpindahan FEMA 356 push X dan push Y sebesar 0,253 m, dan
nilai target perpindahan FEMA 440 push X dan push Y sebesar 0,186,
untuk nilai drift aktual FEMA 356 sebesar 0,009 dan nilai drift aktual
FEMA 440 sebesar 0,006. Dari hasil penelitian didapatkan level kinerja
struktur gedung adalah Immediate Occupancy. Pada kategori ini berarti
bahwa bila terjadi gempa gedung tidak mengalami kerusakan struktural,
kekuatan dan kekakuan gedung masih hampir sama dengan kondisi
sebelum struktur dilanda gempa. Gedung dapat berperilaku nonlinier
saat terjadi gempa.
b. Nissa Zahra Rachman, Edy Purwanto, Agus Suptiyadi Junal Teknik
Sipil, Universitas Sebelas Maret. (2014) berjudul “Analisis Kinerja
Struktur Pada Gedung Bertingkat Dengan Analisis Pushover
Menggunakan Software ETABS (Studi Kasus: Bangunan Hotel Di
Semarang)”. Membahas proses perancangan struktur bangunan
berbeban gempa yang diperlukan standard dan peraturan perancangan
bangunan untuk menjamin keselamatan penghuni terhadap gempa besar
yang mungkin terjadi serta menghindari dan meminimalisir kerusakan
struktur bangunan dan korban jiwa akibat gempa bumi. Dalam
menganalisis struktur bangunan gedung tahan gempa dapat digunakan
metode Performance Based Seismic Evaluation (PBSE), salah satunya
adalah dengan analisis nonlinier pushover yang mengacu pada ATC-40.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukan penelitian Evaluasi
Kinerja Struktur Pada Gedung Bertingkat Dengan Analisis Pushover.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja gedung berdasarkan
mekanisme terbentuknya sendi plastis pada balok kolom serta
hubungan base shear dengan displacement pada kurva pushover dan
kurva seismic demand. Metode yang digunakan adalah analisis statik
nonlinier pushover dengan menggunakan program ETABS. Kesimpulan
dari penelitian menunjukkan bahwa gaya geser dari evaluasi pushover
pada arah x sebesar 557,867 ton. Nilai displacement adalah 0,112 m.
Displacement pada gedung tidak melampaui displacement yang
diijinkan, sehingga gedung aman terhadap gempa rencana. Maksimum
total drift adalah 0,0035 m dan maksimum In-elastic drift adalah 0,0034
m, Sehingga gedung termasuk dalam level kinerja Immediate
Occupancy (IO).
c. Ary Marwanto, Agus Setiya Budi, Agus Supriyadi, “Evaluasi Kinerja
Struktur Gedung 10 Lantai Dengan Analisis Pushover Terhadap Drift
Dan Displacement Menggunakan Software Etabs (Studi Kasus : Hotel
Di Wilayah Surakarta)”. Membahas Akibat pengaruh gempa rencana,
struktur gedung secara keseluruhan harus masih berdiri, walaupun
sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Dalam
menganalisis struktur bangunan gedung tahan gempa metode yang
digunakan adalah Performance Based Sismic Design (PBSD) dan
Performance Based Sismic Evaluation (PBSE).Evaluasi pada PBSD
adalah salah satunya dengan analisis nonlinier pushover. Tujuan
analisis pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan
deformasi yang terjadi serta untuk memperoleh informasi bagian mana
saja yang kritis. Penelitian yang digunakan ini adalah analisis
nonlinier pushover, menggunakan program Etabs. Metode penelitian
diawali dengan pemodelan struktur 3 dimensi dengan menggunakan
software Etabs sesuai shopdrawing. Setelah pemodelan dilakukan
analisis perhitungan pembebanan pada struktur tersebut berupa beban
mati, beban hidup dan beban tambahan. Pada static pushover case
dibuat dua macam pembebanan, dimana yang pertama adalah
pembebanan akibat beban gravitasi. Dan pola yang kedua memberi
beban secara berangsur-angsur adalah sesuai dengan mode pertama
struktur. Hasil pushover disimpan secara multiple statis dengan jumlah
minimum 5 steps dan maksimum 1001 steps. Hasil analisis diperoleh
nilai drift pada arah x adalah 0,00312 dan pada arah y adalah 0,00298.
Nilai maksimal in-elastic drift pada arah x adalah 0,00310 dan arah y
adalah 0,00297. Menurut ATC-40, nilai level kinerja termasuk
Immediate Occupancy.

2.2 Struktur Beton Bertulang


Beton bertulang adalah merupakan gabungan logis dari dua jenis bahan
yaitu beton polos yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi
kekuatan tarik yang rendah dan batang-batang baja yang ditanamkan di
dalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. Struktur
beton bertulang banyak digunakan untuk struktur bangunan tingkat rendah,
tingkat menengah sampai bangunan tingkat tinggi. Struktur beton bertulang
merupakan struktur yang paling banyak digunakan atau dibangun orang
dibandingkan dengan jenis struktur yang lainnya.
Struktur beton bertulang lebih murah dan lebih monolit dibandingkan
dengan struktur baja maupun struktur komposit. Karena elemen-elemen dari
struktur beton bersifat monolit, maka struktur ini mempunyai perilaku yang
baik dalam memikul beban gempa. Di dalam perancangan struktur beton
bertulang tahan gempa, perlu diperhatikan adanya detail penulangan yang
baik dan benar.Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu
tanpa mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan
baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya
perkuatan penulangan yang terutama akan mengemban tugas menahan gaya
tarik yang bakal timbul di dalam sistem. Banyak kelebihan dari beton
sebagai struktur bangunan diantaranya adalah:
1) Beton memiliki kuat tekan lebih tinggi dibandingkan dengan
kebanyakan bahan lain;
2) Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan
air, bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang
banyak bersentuhan dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan
intensitas rata-rata, batang-batang struktur dengan ketebalan penutup
beton yang memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami
kerusakan pada permukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan;
3) Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi;
4) Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk
pondasi telapak, dinding basement, dan tiang tumpuan jembatan;
5) Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak
menjadi bentuk yang beragam, mulai dari pelat, balok, kolom yang
sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar;
6) Di bagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang
murah (pasir, kerikil, dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit
semen dan tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari
daerah lain.
Kekurangan dari penggunaan beton sebagai suatu bahan struktur yaitu:
1) Beton memiliki kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan
penggunaan tulangan tarik;
2) Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap
ditempatnya sampai beton tersebut mengeras;
3) Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan beton
bertulang menjadi berat. Ini akan sangat berpengaruh pada struktur
bentang panjang dimana berat beban mati beton yang besar akan
sangat mempengaruhi momen lentur;
4) Rendahnya kekuatan per satuan volume mengakibatkan beton akan
berukuran relatif besar, hal penting yang harus dipertimbangkan untuk
bangunan-bangunan tinggi dan struktur-struktur berbentang panjang;
5) Sifat-sifat beton sangat bervariasi karena bervariasi nya proporsi
campuran dan pengaduannya. Selain itu, penuangan dan perawatan
beton tidak bisa ditangani seteliti seperti yang dilakukan pada proses
produksi material lain seperti baja dan kayu lapis.
Dalam perencanaan struktur beton bertulang, beton di asumsikan
tidak memiliki kekuatan tarik sehingga diperlukan material lain untuk
menanggung gaya tarik yang bekerja. Material yang digunakan umumnya
berupa batang-batang baja yang disebut tulangan. Berdasarkan SNI 03-
2847-2019 pasal 20.6.1, untuk melindungi tulangan terhadap bahaya
korosi maka di sebelah tulangan luar harus diberi selimut beton. Untuk
beton bertulang, tebal selimut beton minimum yang harus disediakan
untuk tulangan harus memenuhi ketentuan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Batasan Selimut Beton
Kriteri Selimut beton, mm
Beton yang dicor diatas dan selalu berhubungan dengan tahan 75
Beton yang tidak berhubungan dengan tanah dan cuaca:
Batang tulangan D-19 sampai D-57 50
Batang Tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos, dan yang lebih kecil 40
Beton yang berhubungan dengan cuaca atau berhubungan dengan tanah :
Slab, Dinding, Balok usuk:
Batang tulangan D-44 dan D-57 40
Batang tulangan D-36 dan yang lebih kecil 20
Balok, Kolom :
Tulangan utama, pengikat, sengkang, spiral 40
Komponen struktur cangkang, plat lipat:
Batang tulangan D-19 dan yang lebih besar 20
Batang tulangan D-16, Kawat M-16 ulir atau polos, dan yang lebih kecil 13
Sumber Standar Nasional Indoensia 2847-2019,
Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung

Untuk meningkatkan kekuatan lekat antara tulangan dengan beton di


sekelilingnya telah dikembangkan jenis tulangan uliran pada permukaan
tulangan, yang selanjutnya disebut sebagai baja tulangan deform atau ulir.
Untuk gedung bertingkat tinggi dengan menggunakan beton bertulang, terdiri
dari elemen struktur atas yang utama adalah balok, kolom dan pelat. Karena
pada penelitian ini berfokus pada mendesain elemen struktur kolom
menggunakan metode analisis statik nonlinier pushover yang bult-in program
Etabs untuk penentuan desain kolom sebagai beton bertulang yang sesuai
dengan standar minimum pembebanan SNI 1727:2013 terhadap keadaan
perencanaan struktur yang sudah dilakukan sebelumnya.

2.3 Kolom
Kolom adalah salah satu elemen struktur yang vertikal berfungsi untuk
meneruskan beban aksial yang diteruskan ke pondasi. Sehingga perlu
diperhatikan dalam mendesain bentuk dan ukuran kolom agar kolom aman
dari segi kekuatan dan kapasitas penampang yang akan menahan beban
diatasnya. Kolom merupakan bagian dari suatu kerangka bangunan yang
menempati posisi terpenting dalam sistem struktur bangunan. Bila terjadi
kegagalan pada kolom maka dapat berakibat keruntuhan komponen struktur
lain yang berhubungan dengannya, atau bahkan terjadi keruntuhan total pada
keseluruhan struktur bangunan (Istimawan D., 1999).
Kolom didefinisikan yang oleh SNI 2847 2013 adalah komponen struktur
dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melampaui 3 yang
digunakan terutarama untuk manumpu beban tekan aksial. Untuk komponen
struktur dengan perubahan dimensi lateral, dimensi lateral terkecil adalah rata-
rata dimensi atas dan bawah sisi yang kecil. Jenis Kolom dapat
diklasifikasikan dalam bentuk kolom dan susunan penulangan, cara
pembebanan, posisi beban pada penampang dan panjang kolom. Menurut
Wang (1986) dan Feguson (1986), jenis-jenis kolom ada tiga diantaranya:

1. Kolom ikat (tie coloumn)


2. Kolom spiral (spiral coloumn)
3. Kolom komposit (composite coloumn).

Gambar 2.1 Jenis-jenis kolom menurut Wang (1986) dan Feguson (1986)

Menurut sumber lain pada buku struktur kolom beton bertulang


(Dipohusodo, 1994) ada tiga jenis kolom beton bertulang yaitu sebagai
berikut:
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral
Jenis pada kolom ini adalah kolom beton yang memiliki besi tulangan
pokok memanjang dan memiliki besi pengikat (sengkang) arah lateral
sepanjang kolom dengan spasi tertentu.
2. Kolom menggunakan pengikat sepiral
Kolom dengan pengikat spiral memiliki besi tulangan pokok memanjang
yang dililit keliling heliks di sepanjang kolom. Fungsi dari pengikat spiral
dapat memberi kemampuan kolom untuk menyerap deformasi cukup besar
saat kondisi bangunan sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah
redistribudi momen dan tegangan pada seluruh struktur sebelum kondisi
runtuh.
3. Struktur kolom komposit
Struktur kolom komposit merupakan komponen struktur tekan arah
memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi
besi tulangan pokok memanjang. Selain dari macam pengikat kolom dibagi
menjadi dua jenis yaitu kolom utama dan kolom praktis yang digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.2 bentuk-bentuk kolom

a. Kolom praktis
Kolom praktis yaitu kolom yang berada antar dinding untuk membantu
fungsi kolom utama. Menurut SNI 2834 1992 dengan tulangan utama
terbuat dari beton bertulang berukuran 15 cm x 20 cm dengan tulangan
utama minimum ∅ 12 mm, sengkang ∅ 8 mm dengan jarak 10 cm yang
berfungsi sebagai pengaku dinding pasangan.
b. Kolom utama
Kolom utama pada struktur bangunan gedung adalah kolom utama yang
memiliki fungso untuk menyanggah beban aksial utama dan diteruskan ke
pondasi. Pada SNI 2847 2013 syarat kolom harus dirancah untuk menahan
gaya aksial dari beban terfaktor pada semua lantai atau atap dan ,omen
maksimum dari beban terfaktor pada satu bentang lantai atau atap
bersebelahan yang di tinjau. Kondisi pembebanan yang memberi rasio
momen maksimum terhadao beban aksial harus juga di tinjau.

2.4 Metoda Analisis Pushover


Menurut SNI Gempa 03-1726-2002, analisis statik beban dorong
(pushover) adalah suatu analisis nonlinier statik, yang dalam analisisnya
pengaruh gempa rencana terhadap struktur bangunan gedung dianggap
sebagai beban statik pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya
ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan
sehingga menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam
struktur bangunan gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut
mengalami perubahan bentuk pasca-elastik yang besar sampai mencapai
target peralihan yang diharapkan atau sampai mencapai kondisi plastik.
Tujuan dari analisis beban dorong (pushover) adalah mengevaluasi
perilaku seismik struktur terhadap beban gempa rencana, yaitu memperoleh
nilai faktor daktilitas aktual dan faktor reduksi gempa aktual struktur,
memperlihatkan skema kelelehan (distribusi sendi plastis) yang terjadi
(Pranata, 2006). Metode analisis statik beban dorong merupakan metode
dengan pendekatan nonlinier statik, yang dapat digunakan pada struktur
bangunan gedung beraturan, dengan karakteristik dinamik mode tinggi yang
tidak dominan. Salah satu hasil analisis yang mempunyai manfaat penting
yaitu kurva kapasitas.
2.5 Kurva Kapasitas (Kurva Pushover)
Kurva kapasitas hasil dari analisis statik beban dorong menunjukan
hubungan antara gaya geser dasar (base shear) dan perpindahan atap akibat
beban lateral yang diberikan pada struktur dengan pola pembebanan tertentu
sampai pada kondisi ultimit atau target peralihan yang diharapkan. Kurva
kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi linier sebelum mencapai
kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier. Perubahan perilaku
struktur dari linier menjadi non-linier berupa penurunan kekakuan yang
diindikasikan dengan penurunan kemiringan kurva akibat terbentuknya sendi
plastis pada balok dan kolom. Sendi plastis akibat momen lentur terjadi pada
struktur jika beban yang bekerja melebihi kapasitas momen lentur yang
ditinjau. Semakin banyakan sendi yang terjadi berarti kinerja struktur
semakin bagus karena semakin banyak terjadi pemancaran energi melalui
terbentuknya sendi plastis sebelum kapasitas struktur terlampaui (Pratana,
2006).

Gambar 2.3 Kurva Kapasitas

Kurva kapasitas dipengaruhi oleh pola distribusi gaya lateral yang


digunakan sebagai beban dorong. Pola pembebanan umumnya berupa respon
ragam-1 struktur (atau dapat juga berupa beban statik ekivalen) berdasarkan
asumsi bahwa ragam struktur yang dominasi adalah ragam-1. Beban dorong
statik lateral diberikan pada pusat massa sampai dicapai target perpindahan.
Tujuan lain analisa pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum
dan deformasi yang terjadi, serta untuk memperoleh informasi ketak bagian
struktur yang kritis, selanjutnya dapat diidentifikasi bagian-bagian yang
memerlukan perhatian khusus untuk pendetailan atau stabilitasnya
(Dewobroto, 2005).
Tahapan utama dalam analisa pushover adalah :
1. Menentukan titik kontrol untuk memonitor besarnya perpindahan struktur
rekaman besarnya perpindahan titik kontrol dan gaya geser dasar
digunakan untuk menyusun kurva pushover
2. Membuat kurva pushover berdasarkan pola distribusi gaya lateral
terutama yang ekivalen dengan distribusi dari gaya inersia, sehingga
diharapkan deformasi yang terjadi hampir sama atau mendekati
deformasi yang terjadi akibat gempa.
3. Estimasi besarnya perpindahan lateral saat gempa rencana (target
perpindahan). Titik kontrol didorong sampai taraf perpindahan tersebut.
Yang mencerminkan perpindahan maksimum yang diakibatkan oleh
intensitas gempa rencana yang ditentukan.
4. Mengevaluasi level kerja struktur ketika titik kontrol tepat berada pada
target perpindahan. Komponen struktur dan aksi perilakunya dapat
dianggap memuaskan jika memenuhi kriteria yang dari awal sudah
ditetapkan, baik terhadap persyaratan deformasi maupun kekuatan.
Karena yang dievaluasi adalah komponen maka jumlahnya relatif sangat
banyak, oleh karena itu proses ini sepenuhnya harus dikerjakan oleh
komputer (fasilitas pushover dan evaluasi yang terjadi secara built-in
pada program ETABS mengacu pada TCA-40).
Proses pushover bisa dilakukan dengan prosedur load-controlled atau
displacement-controlled. Prosedur load-controlled digunakan jika beban yang
diaplikasikan telah diketahui nilainya. Misalnya, beban gravitasi bisa
diaplikasikan dalam pushover load-controlled. Prosedur displacement-
controlled biasanya digunakan jika beban yang bisa ditahan oleh suatu
struktur belum diketahui dengan pasti sehingga beban tersebut ditingkatkan
sampai struktur mencapai suatu nilai simpangan target (Aisyah dan
Megantara, 2011).
2.6 Metode Spektrum Kapasitas (ATC-40)
Metode spektrum kapasitas (capacity spectrum method) menyajikan secara
grafis dua buah grafik yang disebut spektrum, yaitu spektrum kapasitas
(capacity spectrum) yang menggambarkan kapasitas struktur berupa gaya
dorong total (base shear) dengan perpindahan lateral struktur (biasanya
ditetapkan di puncak bangunan) dan spektrum demand yang menggambarkan
besarnya demand (tuntutan kinerja) akibat gempa dengan periode ulang
tertentu (Dewabroto, 2005). Sehingga dapat disimpulkan dua hal yang paling
penting dari desain perfomance-based adalah kebutuhan (demand) dan
kapasitas (capacity). Demand merepresentasikan beban gempa sedangkan
capacity merepresentasikan kemampuan struktur dalam menahan beban
gempa. Perpotongan kurva kapasitas dan kurva demand akan menghasilkan
suatu titik yang disebut titik kinerja struktur (performance point).

Gambar 2.4 Performance point pada capacity sperctrum method

Titik kinerja merupakan perpotongan antara spektrum kapasitas dan


spektrum demand. Dengan demikian titik kinerja merupakan representasi dari
dua kondisi, yaitu kondisi pertama karena terletak pada spektrum kapasitas,
merupakan representatif kekuatan struktur pada suatu nilai perpindahan
tertentu. Kondisi kedua karena terletak pada kurva demand, menunjukan
bahwa kekuatan struktur dapat memenuhi demand beban yang diberikan.
Spektrum kapasitas didapatkan dari kurva kapasitas (capacity curve) yang
diperoleh dari analisis pushover. Kurva kapasitas terdiri dari tiga titik yaitu
titik awal, titik leleh, dan titik ultimit. Pada analisis pushover, titik leleh
diartikan sebagai gaya geser yang dibutuhkan untuk mencapai kapasitas
maksimum komponen pada struktur bangunan. Sedangkan titik ultimit
diartikan sebagai gaya geser yang terjadi pada komponen struktur setelah
terjadi titik leleh sampai runtuh. Terdapat kemungkinan kapasitas gaya geser
pada titik ultimit lebih rendah daripada kapasitas pada titik leleh. Namun,
kapasitas gaya geser ultimit mewakili struktur yang lebih fleksibel yang
memiliki fundamental period yang panjang dan dapatterjadi pada beberapa
posisi yang diinginkan pada respon spektrum (Freeman A, 2004).
Untuk mengetahui perilaku struktur yang ditinjau terhadap intensitas
gempa yang diberikan, kurva kapasitas ini kemudian dibandingkan dengan
tuntutan (demand) kinerja yang berupa respon spektrum berbagai intensitas
(periode ulang) gempa. Karena kurva kapasitas merupakan hubungan antara
gaya dorong total yang diberikan ke suatu struktur berderajat kebebasan
banyak (multi degree of freedom system, MDOF) terhadap perpindahan yang
dipilih sebagai referensi (umumnya puncak bangunan) sedangkan spektrum
demand dibuat untuk struktur dengan kebebasan satu (single degree of
freedom system, SDOF), maka kurva kapasitas dengan cara tertentu harus
diubah menjadi spektrum kapasitas dengan satuan yang sama dengan
spektrum demand. Spektrum demand didapatkan dengan mengubah spektrum
respons yang biasanya dinyatakan dalam spektral kecepatan (Sv), dan periode
(T) menjadi format spektral percepatan (Sa) dan spektral perpindahan (SD).
Format yang baru ini disebut acceleration displacement response spectra
(ADRS). Kurva kapasitas yang merupakan produk pushover dinyatakan
dalam satuan gaya (kN) dan perpindahan (m), sedangkan demand spektrum
memiliki satuan percepatan (m/detik2) dan perpindahan (m). Satuan dari
kedua kurva tersebut perlu diubah dalam format yang sama, yaitu spektral
percepatan (Sa) dan spektral perpindahan (SD) agar ditampilkan dalam satu
tampilan (Ginsar, 2008).
ATC 40 menjelaskan kurva kapasitas yang tipikal menunjukkan level
kinerja struktur mulai dari immediate occupancy sampai collapse dengan
melihat perbandingan antara gaya geser dasar dengan perpindahan lateral di
atap. Pada setiap titik mewakili terjadinya peristiwa penting dalam sejarah
respon gaya lateral struktur.

Gambar 2.5 Kurva kapasitas tipikal (ATC 40, 1996)


2.7 Konversi kurva kapasitas
Konversi kurva kapasitas hasil analisis beban dorong menjadi capacity
spectrum
Gambar 2.6 Proses konversi kebentuk capacity curve spectrum

Pengembangan kurva kapasitas menjadi kapasitas spektrum dilakukan


konversi ke mode awal koordinat spektra dari titik ke titik. Setiap titik Vi,
∆roof pada kurva kapasitas di konversi ke titik Sai, Sdi pada spektrum
kapasitas menggunakan persamaan berikut.
Langkah awal adalah menentukan Modal Participation Faktor pada
persamaan berikut :

Keterangan :
PF1 = faktor partisipasi ragam (modal participation factor) untuk
ragam ke-1
wi = beban mati bangunan ditambah beban hidup tereduksi per lantai
∅𝑖1 = koordinat pada mode ke-i dalam massa-1; dan
g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2).
2.9 Batasan drift ratio menurut ATC-40
ATC-40 (1996) memberikan batasan deformasi untuk berbagai level
kinerja struktur gedung seperti yang ditunjukan pada Tabel 3.14. simpanagan
total maksimum didefinisikan sebagai simpangan antar tingkat pada
perpindahan titik kinerja. Simpangan inelastis maksimum didefinisikan
sebagai bagian dari simpangan total maksimum di bawah titik leleh.
Tabel 2.1 Batasan drift ratio untuk level kinerja (ATC-40, 1996)
Batasan simpangan antar Level kinerja struktur
tingkat
Immediate Damage Structural
Occupancy Control Life Safety Stability
Maximum total drift 0,01 0,01-0,02 0,02
Tidak Tidak
Maximum inelastic drift 0,005 0,005-0,015 dibatasi dibatasi

Dengan Vi adalah gaya geser total pada


lantai i dan Pi adalah gaya gravitasi total
pada lantai i.
Gambar 2.7 Simpangan pada atap dan rasio simpangan pada atap (ATC-40, 1996)
Metode spektrum kapasitas (capacity spectrum method) menyajikan secara
grafis dua buah grafik yang disebut spektrum, yaitu spektrum kapasitas
(capacity spectrum) yang menggambarkan kapasitas struktur berupa gaya
dorong total (base shear) dengan perpindahan lateral struktur (biasanya
ditetapkan di puncak bangunan) dan spektrum demand yang menggambarkan
besarnya demand (tuntutan kinerja) akibat gempa dengan periode ulang
tertentu (Dewabroto, 2005). Sehingga dapat disimpulkan dua hal yang paling
penting dari desain perfomance-based adalah kebutuhan (demand) dan
kapasitas (capacity). Demand merepresentasikan beban gempa sedangkan
capacity merepresentasikan kemampuan struktur dalam menahan beban
gempa. Perpotongan kurva kapasitas dan kurva demand akan menghasilkan
suatu titik yang disebut titik kinerja struktur (performance point).

Gambar 2.8 Performance point pada capacity sperctrum method

Titik kinerja merupakan perpotongan antara spektrum kapasitas dan spektrum


demand. Dengan demikian titik kinerja merupakan representasi dari dua
kondisi, yaitu kondisi pertama karena terletak pada spektrum kapasitas,
merupakan representatif kekuatan struktur pada suatu nilai perpindahan
tertentu. Kondisi kedua karena terletak pada kurva demand, menunjukan
bahwa kekuatan struktur dapat memenuhi demand beban yang diberikan.
Spektrum kapasitas didapatkan dari kurva kapasitas (capacity curve) yang
diperoleh dari analisis pushover. Kurva kapasitas terdiri dari tiga titik yaitu
titik awal, titik leleh, dan titik ultimit. Pada analisis pushover, titik leleh
diartikan sebagai gaya geser yang dibutuhkan untuk mencapai kapasitas
maksimum komponen pada struktur bangunan. Sedangkan titik ultimit
diartikan sebagai gaya geser yang terjadi pada komponen struktur setelah
terjadi titik leleh sampai runtuh. Terdapat kemungkinan kapasitas gaya geser
pada titik ultimit lebih rendah daripada kapasitas pada titik leleh. Namun,
kapasitas gaya geser ultimit mewakili struktur yang lebih fleksibel yang
memiliki fundamental period yang panjang dan dapat terjadi pada beberapa
posisi yang diinginkan pada respon spektrum (Freeman A, 2004).
Untuk mengetahui perilaku struktur yang ditinjau terhadap intensitas gempa
yang diberikan, kurva kapasitas ini kemudian dibandingkan dengan tuntutan
(demand) kinerja yang berupa respon spektrum berbagai intensitas (periode
ulang) gempa. Karena kurva kapasitas merupakan hubungan antara gaya
dorong total yang diberikan ke suatu struktur berderajat kebebasan banyak
(multi degree of freedom system, MDOF) terhadap perpindahan yang dipilih
sebagai referensi (umumnya puncak bangunan) sedangkan spektrum demand
dibuat untuk struktur dengan kebebasan satu (single degree of freedom
system, SDOF), maka kurva kapasitas dengan cara tertentu harus diubah
menjadi spektrum kapasitas dengan satuan yang sama dengan spektrum
demand. Spektrum demand didapatkan dengan mengubah spektrum respons
yang biasanya dinyatakan dalam spektral kecepatan (Sv), dan periode (T)
menjadi format spektral percepatan (Sa) dan spektral perpindahan (SD).
Format yang baru ini disebut acceleration displacement response spectra
(ADRS). Kurva kapasitas yang merupakan produk pushover dinyatakan
dalam satuan gaya (kN) dan perpindahan (m), sedangkan demand spektrum
memiliki satuan percepatan (m/detik2) dan perpindahan (m). Satuan dari
kedua kurva tersebut perlu diubah dalam format yang sama, yaitu spektral
percepatan (Sa) dan spektral perpindahan (SD) agar ditampilkan dalam satu
tampilan (Ginsar, 2008).
ATC 40 menjelaskan sesuai pada Gambar 3.22 kurva kapasitas yang
tipikal menunjukkan level kinerja struktur mulai dari immediate occupancy
sampai collapse dengan melihat perbandingan antara gaya geser dasar dengan
perpindahan lateral di atap. Pada setiap titik mewakili terjadinya peristiwa
penting dalam sejarah respon gaya lateral struktur.

Gambar 2.9 Kurva kapasitas tipikal (ATC 40, 1996)


2.2 Batas Kinerja
Berdasarkan filosofi desain yang ada, tingkat kinerja struktur bangunan
akibat gempa rencana adalah life safety, yaitu walaupun struktur bangunan
mengalami tingkat kerusakan yang cukup parah namun keselematan penghuni
tetap terjaga karena struktur bangunan tidak sampai runtuh. Pada Gambar 2.4,
Respon linier dimulai dari titik A (unloaded component) dan kelelahan mulai
terjadi pada titik B. respon dari titik B ke titik C merupakan respon elastis
plastis. Titik C merupakan yang menunjukan puncak kekuatan komponen,
dan nilai abisnya yang merupakan deformasi menunjukan dimulainya
degradasi kekuatan struktur (garis C-D). pada titik D, respon komponen
struktur secara substansial menghadapi pengurangan kekuatan menuju titik E.
untuk deformasi yang lebih besar dari titik E, kekuatan komponen struktur
menjadi nol (FEMA 451, 2006).

Gambar 2.10 Kurva Kriteria Keruntuhan (FEMA 356, 2000)

Antara titik B dan C terdapat titik-titik yang merupakan level kinerja dari
struktur bangunan. Level kinerja bangunan (ATC-40, 1996) dibedakan
menjadi lima level sebagai berikut:
1. Immediate Occupancy (IO)
Kondisi yang menjelaskan bahwa setelah terjadinya gempa, kerusakan
struktur sangat terbatas. Sistem penahan beban vertikal dan lateral
bangunan hampir sama dengan kondisi sebelum terjadinya gempa, dan
resiko korban jiwa akibat keruntuhan struktur dapat diabaikan.
2. Damage Control
Kondisi ini bukanlah merupakan level kinerja dari struktur, melainkan
kondisi yang menjelaskan bahwa setelah terjadinya gempa, kerusakan
yang terjadi berada dalam range antara IO dan LS
3. Life Safety (LS)
Kondisi yang menjelaskan bahwa setelah terjadinya gempa, kerusakan
yang penting terhadap struktur terjadi. Komponen utama struktur tidak
terdislokasi dan runtuh, sehingga risiko korban jiwa terhadap
kerusakan struktur sangat rendah
4. Limited Safety
Kondisi ini bukanlah level kinerja dari struktur, melainkan kondisi
yang menjelaskan bahwa setelah terjadinya gempa, kerusakan yang
terjadi berada dalam range antara LS dan CP.
5. Structural Stability / Collapse Prevention (CP)
Pada tingkat ini, kondisi struktur setelah terjadinya gempa sangat
parah, sehingga bangunan dapat mengalami keruntuhan struktur baik
sebagian maupun total, meskipun struktur masih bersifat stabil,
kemungkinan terjadinya korban jiwa akibat kerusakan struktur besar.
Dalam dokumen FEMA 273, kondisi structural stability dikenal
dengan istilah Collapse Prevention (CP).
2.3 Pemodelan Sendi
Pemodelan sendi digunakan untuk mendefinisikan perilaku non-linier
force-displacement dan/atau momen-rotasi yang dapat ditempatkan pada
beberapa tempat berada disepanjang bentang balok dan kolom. Pemodelan
sendi tidak memiliki efek pada perilaku linier struktur (Pranata, 2006). Dalam
penelitian ini, digunakan model sendi yang disediakan dalam program
ETABS. Elemen kolom menggunakan tipe sendi default-PMM, dengan
pertimbangan bahwa pada elemen kolom terdapat hubungan gaya aksial
dengan momen. Elemen balok menggunakan tipe sendi default-M3, dengan
pertimbangan bahwa balok efektif menahan momen dalam arah sumbu kuat
(sumbu-3), sehingga diharapkan sendi plastis terjadi pada balok. Sendi
diasumsikan terletak pada masing-masing ujung elemen balok dan kolom.
Dengan demikian, Metode yang digunakan dalam pemeriksaan evaluasi
kinerja struktur gedung ini adalah menggunakan pushover analysis yang
disesuaikan dengan pedoman ATC-40. Output dari pushover analysis
adalah level kerusakan bangunan. ATC-40 merupakan salah satu
pedoman yang digunakan dalam penentuan level kerusakan. Level
kerusakan yang dihasilkan dapat digunakan sebagai evaluasi keamanan
struktur setelah terjadi gempa.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian


3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian diadakan pada Pembangunan Gedung Utama
Kejaksaan Agung RI Jakarta Selatan.

Lokasi penelitian

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian

3.1.2 Waktu Penelitian


Waktu penelitian di mulai pada bulan Maret sampai Juli 2022 diawali
dengan mencari referensi-referensi dari buku, jurnal, dan dari karya tulis
ilmiah lain. Selanjutnya dilakukan mencari data yang di perlukan untuk
penelitian.
3.2 Alat dan Bahan
Dalam penelitian ini alat dan bahan yang digunakan yaitu:
1. Alat yang digunakan diantaranya yaitu ATK (Alat Tulis Kantor),
perangkat keras komputer/laptop dengan program dan perangkat lunak
pendukung seperti perangkat lunak untuk: analisis dan pemodelan struktur
bangunan (ETABS V.17), perangkat lunak untuk gambar kerja (AutoCAD)
Aplikasi untuk mengolah, menyimpan, serta mengombinasikan data
berbentuk dokumen (Microsoft Office).
2. Adapun bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data gambar,
seperti denah, detail, tampak, gambar struktur. Kemudian SNI 1727 2013
(Beban Minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain),
SNI 1726 2019 (Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan
struktur gedung dan nongedung) dan SNI 2847 2013 (Persyaratan beton
struktural untuk bangunan gedung) sebagai acuan dasar dalam pemodelan
penerapan konsep struktur beton bertulang pada bangunan gedung.
3.3 Tahapan Penelitian
Dalam evaluasi perencanaan struktur gedung ini memiliki beberapa
metode dan tahapan yang harus dilakukan agar mendapatkan hasil yang
optimal dan sesuai pada kaidah yang berlaku. Berikut merupakan rencana
tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini:
1. Persiapan
Pada tahap ini sesuai dengan Gambar 3.2 dilakukan pengumpulan
informasi atau referensi yang berkaitan pada penelitian skripsi ini. Dengan
mengumpulkan literatur yang menjadi acuan dalam evaluasi perencanaan
struktur ini. Literatur yang digunakan sebagai acuan seperti SNI
2726 :2013, SNI 1726:2019, SNI 2847:2019, dan PPPURG 1987. Hal ini
dilakukan agar hasil akhir dari pengerjaan skripsi ini menghasilkan desain
yang memiliki dasar dan dapat dipertanggung jawabkan.
2. Pengumpulan Data
Langkah yang dilakukan pada tahap ini sesuai dengan Gambar 3.2 yaitu
pengumpulan data meliputi: data gambaran umum proyek, Adapun data
untuk penelitian meliputi: Denah gambar, Data Kombinasi Pembebanan.
data – data yang sudah didapatkan dilakukan analisa untuk memperkirakan
dimensi-dimensi struktur awal yang selanjutnya akan dilakukan
perhitungan dengan bantuan aplikasi komputer ETABS V.17 untuk
memperoleh dimensi yang effisien dan kuat.
3. Pemodelan dan Pembebanan Struktur
Desain rencana merupakan langkah untuk menentukan desain awal dalam
menentukan pembebanan dan dimensi penampang struktur yang nantinya
akan digunakan dalam pemodelan struktur dengan software aplikasi
struktur (Etabs V.17) dengan memasukan data-data yang sudah diperoleh
seperti desain rencana, mutu material, dan pembebanan sesuai dengan SNI
yang berlaku sesuai dengan Gambar 3.2.
4. Running dan Analisa Struktur
Proses permodelan struktur dilakukan dengan aplikasi ETABS V.17
Data–data dasar maupun penunjang seperti denah struktur maupun
pehitungan pembebanan struktur perlu dipersiapkan sebelumnya. Data
tersebut digunakan sebagai dasar permodelan yang akan dilakukan.
Hasil Analisis Pushover
Setelah melakukan pemodelan dengan menggunakan program ETABS v.17
sekaligus analisis Pushover dilakukan Pengecekan hasil dan perbandingan
dengan dilihat dari acuan SNI yang berlaku. Gambar 3.2
5. Pengecekan Hasil dan Pembahasan
Setelah dilakukan komparasi pada kedua Analisis Pembebanan
menggunakan metode Pushover dengan Dengan melihat keadaan
perencanaan struktur yang sudah dilakukan sebelumnya, maka akan
didapatkan perbandingan solusi untuk dibahas dan diambil kesimpulan
dari hasil analisis tersebut sesuai dengan Gambar 3.2.
6. Kesimpulan dan Saran
A. Bagan Alir Penelitian

Mulai

Persiapan
Studi Literatur

Pengumpulan Data Perencanaan penelitian


Data Gambar Hasil Penelitan
Data Beban Gempa 
Data Kombinasi Pembebanan

Pemodelan Struktur Dan


Permodelan Pembebanan
Menggunakan ETABS v.17 Tata Cara Perencanaan
Perhitungan Struktur
Beton Bertulang Untuk
Bangunan Gedung (SNI
Pembebanan : 03-2847-2019)
Beban Hidup Peraturan Pembebanan
Beban Mati Indonesia Untuk Gedung
Beban Gempa dan Bangunan lain (SNI
Beban Angin 1727 2013)
Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Untuk
Bangunan Gedung Dan
Running dan Analisa Struktur Dengan Non Gedung (SNI 1726
Menggunakan ETABS v.17 2013)

Analisa Pushover & Pembahasan Hasil

Cek Struktur
Diantaranya:
1. Analisa Tulangan Balok
Lentur
2. Analisa Tulangan Balok
Kesimpulan Geser
3. Analisa Tulangan Lentur
Kolom
4. Analisa Tulangan Geser
Selesai Kolom
5. Analisa Tulangan Pelat

Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Istimawan, Dipohusodo. Struktur Beton Bertulang (Jakarta: PT. Gramedia


Pustaka Utama). 1999.
Dewobroto, Wiryanto. Evaluasi Kinerja Struktur Baja Tahan Gempa Dengan
Analisa Pushover. Universitas Pelita Harapan, 2005.
Rachman, Nissa Zahra; Purwanto, Edy; Supriyadi, Agus. Analisis Kinerja
Struktur Pada Gedung Bertingkat Dengan Analisis Pushover
Menggunakan Software Etabs (Studi Kasus: Bangunan Hotel Di
Semarang). Matriks Teknik Sipil, 2014, 2.4.
Alvin, Mohammad Nur; Sarya, Gede; Rochmah, Nurul. Studi Perilaku Kinerja
Struktur Bangunan Atas Dengan Menggunakan Metode Analisis
Pushover Pada Bangunan Gedung Perkantoran Mako Polda Jatim
Surabaya. 2018. Phd Thesis. Universitas 17 Agustus 1945.
Realdy, Muhamad Gigih; Nuraini, Rika. Evaluasi Kinerja Struktur Bangunan
Gedung Bertingkat Menggunakan Pushover Analysis Dengan Metode
Fema 356 Dan Fema 440 Evaluation Of Structure Of Level Building
Performance Using Pushover Analysis With Fema 356 And Fema 440
Methods. 2019. Phd Thesis. University Technology Yogyakarta.
Tata, Arbain. Perilaku Struktur Gedung Bertingkat Ketidak Beraturan Vertikal
Kekakuan Tingkat Lunak Dengan Analisis Berbasis Kinerja. Teras Jurnal,
2021, 11.2: 259-271.
Putra, Mayka Purnama; Isneini, Mohd; Noorhidana, Vera Agustriana. Evaluasi
Kinerja Struktur Gedung Bertingkat Dengan Metode Analisis Time
History (Studi Kasus: Apartemen Kingland Avenue Serpong). Jurnal
Rekayasa Sipil Dan Desain, 2021, 9.1: 167-176.
Firdaus, Muhammad Fiqry. Evaluasi Perencanaan Struktur Gedung 10 Lantai
Beton Berrtulang Dengan Metode Sistem Ganda (Studi Kasus: Hotel
Extension Lido Lake Resort Bogor). Teknik Sipil, 2021. Universitas Nusa
Putra.
Agus, Agus; Mardiaqsha, Rahmad. “Evaluasi Kinerja Struktur Gedung Dengan
Metoda Pushover (Studi Kasus: Bangunan “Arlington Tower Bekasi”).
Ensiklopedia Of Journal, 2022, 4.2: 57-63.

Anda mungkin juga menyukai