“Kulit Pangan”
Disusun oleh:
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini dengan lancar. Makalah ini ditulis guna pemenuhan tugas mata kuliah
Pengendalian Mutu Hasil Ternak ini dengan topik bahasan mengenai “Kulit
Pangan”.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB HAL
KATA PENGANTAR.............................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
I. PENDAHULUAN...................................................................................................
1.3 Tujuan.................................................................................................................
II. PEMBAHASAN......................................................................................................
III. PENUTUP..............................................................................................................
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................
3.2 Saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
I
PENDAHULUAN
3. Penyedap rasa
Pengawasan dan pengendalian mutu pada penyedap rasa
dilakukan secara manual dengan pengecekan mulai dari
kenampakan warna, keadaan fisik, dan keadaan kemasan. Untuk
mendapatkan mutu terbaik, maka pilihlah penyedap rasa yang
terkemas secara baik dan utuh, terdaftar di Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM), serta memenuhi syarat mutu bumbu
penyedap rasa menurut SNI 01-4273-1996.
4. Minyak goreng
Pengawasan dan pengendalian mutu pada minyak goreng
adalah dengan melakukan pengecekan secara manual dari keadaan
kemasan, kenampakan minyak, serta kebersihannya. Untuk
menjaga kualitas dari minyak goreng dapat dilakukan dengan
menjauhkan minyak goreng dari sinar matahari, kemasan selalu
ditutup rapat, memilih merk minyak yang telah terdaftar di BPOM
dan memenuhi syarat mutu minyak goreng menurut SNI 01-3741-
2002.
5. Air
Penggunaan air pada proses produksi kerupuk kulit ada pada
saat proses perendaman air kapur dan proses perebusan. Air yang
baik digunakan adalah air yang memenuhi spesifikasi tidak berbau,
berasa, dan berwarna serta dilakukan filtrasi dan pengendapan
kotoran terlebih dahulu sebelum digunakan. Hal ini dimaksudkan
agar bakteri dan kotoran dapat ditekan atau dihikangkan sehingga
mutu produk bisa dipertahankan. Syarat mutu air dapat dilihat di
SNI 01-3553-1994.
b. Perebusan
Pengawasan dan pengendalian mutu pada proses perebusan sama
dengan pada proses perendaman yaitu pada kontrol waktu. Perebusan
yang terlalu lama dapat membuat kulit menjadi terlalu lembek,
sedangkan perebusan yang terlalu cepat membuat kulit sulit untuk
dipotong dan mikroba tidak sepenuhnya mati. Waktu yang pas untuk
proses perebusan adalah selama 3 jam (Saputra, 2012).
c. Sortasi
Kartasapoetra (1989) berpendapat, sortasi merupakan awal dari
penentuan mutu dari produk sehingga dengan diadakan sortasi akan
didapatkan kulit sapi yang berkualitas, sehingga produk yang
dihasilkan juga berkualitas. Pengawasan dan pengendalian pada proses
ini dilakukan dengan cara memisahkan kulit sapi yang baik, sedang,
dan buruk.
d. Perajangan
Perajangan bertujuan untuk mendapatkan potongan dengan jumlah
maksimal dan luas yang cukup sehingga dapat mempermudah proses
pengeringan dan penggorengan. Pengawasan dan pengendalian mutu
pada proses ini dapat dilakukan dengan mengatur ukuran perajangan
agar seragam dan memperhatikan sanitasi alat serta pekerja yang
melakukan perajangan secara manual, sehingga kontaminasi bakteri
bisa ditekan.
e. Penjemuran
Proses penjemuran atau pengeringan dapat dilakukan dengan dua
cara, memanfaatkan sinar matahari dan mengunakan mesin pengering.
Pada proses yang memanfaatkan sinar matahari, pengendalian mutu
dapat dilakukan dengan membolak-balikan kulit agar kering merata,
menjaga kulit dari kotoran, serta siap siaga jika cuaca tiba-tiba
berganti. Pada proses yang menggunakan mesin engering,
pengendalian dapat dilakukan pada kontrol waktu pengeringan.
f. Penggorengan pertama
Pengawasan mutu pada tahap penggorengan pertama adalah pada
nyala api dan pengadukan. Pengendalian dilakukan dengan cara
menjaga api agar tetap kecil dan pengadukan dilakukan secara terus
menerus dan diaduk secara merata. Jika hal tersebut tidak dilakukan,
maka pada penggorengan kedua produk tidak dapat mengembang
secara sempurna.
g. Penggorenan kedua
Pengendalian mutu pada tahap ini harus memperhatikan nyala api,
panas minyak goreng, minyak goreng yang digunakan, dan
pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena nyala api dan panas minya
goreng sangat berpengaruh pada kematangan dan juga daya kembang
kerupuk kulit, sedangkan jenis minyak dan pemakaiannya berpengaruh
pada ketengikan produk. Minyak goreng yang baik akan membuat
produk menjadi lebih awet karena susah tengik.
h. Penirisan
Pengawasan mutu pada proses ini adalah kebersihan wadah yang
digunakan. Pengendalian mutu yang dilakukan yaitu dengan
membersihkan wadah ketika akan menggunakan dan sebaiknya dalam
proses penirisan ini akan lebih maksimal dengan menggunakan spiner.
i. Pengemasan
Pengawasan mutu pada proses pengemasan yaitu pendinginan
produk, jenis kemasan yang digunakan dan pengemasannya, serta
penirisan minyak. Jika produk dikemas pada keadaan panas maka akan
timbul uap air pada kemasan sehingga produk tidak awet dan jika
penirisan minyak tidak dilakukan secara benar hingga kering maka
minyak yang tersisa pada produk dapat membuat produk mudah
tengik. Jenis kemasan yang baik adalah kemasan memiliki
permeabilitas rendah dan aman untuk bahan pangan. Sebaiknya dalam
penutupan kemasan menggunakan mesin sealer agar produk lebih
terjaga keamanannya.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. (1994). Air Minum dalam Kemasan. SNI 06-3553-
1994. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (1996). Bumbu Rasa Sapi. SNI 01-4273-1996.
Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (1992). Bawang Putih. SNI 01-3610-1992. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (2000). Garam Konsumsi Beryodium. SNI 01-3556-
2000/Rev 9. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (2002). Minyak Goreng. SNI 01-3741-2002. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (1992). Standar Kulit Sapi Mentah Basah. SNI 06-
2736-1992. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (1996). Standar Nasional Indonesia Kerupuk Kulit.
SNI 01-4308-1996. Jakarta.
Judoamidjojo, R.M. (1981). Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Bogor: Fakultas
Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Kartasapoetra, A.G. (1989). Teknologi Penanganan Pasca Panen. Bina Aksara.
Jakarta
PerKa BPOM RI Nomor 21. (2016). Kategori Pangan. Badan Pengawasan Obat
dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.
Saputra, A. (2012). Konsep Pengendalian Mutu dan Hazard Analysis Critical
Control Point dalam Proses Pembuatan Rambat Kulit Sapi. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.