Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENGENDALIAN MUTU HASIL TERNAK

“Kulit Pangan”

Disusun oleh:

M. Reza Nuriman 200110190323

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini dengan lancar. Makalah ini ditulis guna pemenuhan tugas mata kuliah
Pengendalian Mutu Hasil Ternak ini dengan topik bahasan mengenai “Kulit
Pangan”.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka


menambah wawasan serta pengetahuan kita semua. Penulis juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan dan
jauh dari yang penulis harapkan. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Jatinangor, 30 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

BAB HAL

KATA PENGANTAR.............................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................

I. PENDAHULUAN...................................................................................................

1.1 Latar Belakang....................................................................................................

1.2 Identifikasi Masalah............................................................................................

1.3 Tujuan.................................................................................................................

II. PEMBAHASAN......................................................................................................

2.1 Standarisasi Mutu...............................................................................................

2.2 Pengawasan dan Pengendalian Mutu..................................................................

III. PENUTUP..............................................................................................................

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................

3.2 Saran.................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri peternakan merupakan salah satu industri penghasil produk pangan.
Produk yang dihasilkan dari industri peternakan adalah sumber-sumber protein
hewani yang bernilai gizi tinggi seperti daging, telur, dan susu. Sebagai satu-
satunya pemasok sumber protein hewani, produk-produk industri peternakan tidak
akan pernah minim permintaan di pasaran.
Di Indonesia, produk-produk yang dihasilkan oleh industri peternakan akan
selalu memiliki permintaan yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya olahan makanan yang berbahan dasar produk peternakan itu sendiri.
Daging, telur, susu, kulit, bahkan tulang, dapat diolah menjadi makanan yang
lezat. Akan tetapi, pengawasan mutu terhadap produk olahan hasil ternak tersebut
masih kurang sehingga tidak sedikit para produsen olahan menggunakan hasil
ternak yang kurang baik untuk memenuhi permintaan konsumen ataupun untuk
meraup keuntungan sebanyak mungkin.
Salah satu produk olahan hasil ternak yang sangat digemari masyarakat adalah
kerupuk kulit. Menurut PerKa BPOM No. 21 Tahun 2016 tentang Kategori
Pangan, kerupuk kulit adalah makanan kering yang dibuat dari kulit hewan
melalui tahap pembuangan bulu, pengeringan, dan dikukus untuk kerupuk kulit
mentah atau dilanjutkan dengan penggorengan untuk kerupuk kulit siap konsumsi.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka identifikasi masalah
pada menulisan makalah ini adalah:
1. Bagaimana syarat mutu pada produk olahan hasil ternak kerupuk kulit?
2. Bagaimana cara pengendalian mutu yang dapat dierapkan pada proses
pembuatan kerupuk kulit dari bahan baku, proses produksi, dan produk
akhirnya?
1.3 Tujuan
Berdasarkan dari poin-poin identifikasi masalah di atas, maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui syarat mutu pada produk olahan hasil ternak kerupuk kulit.
2. Mengetahui cara pengendalian mutu yang dapat diterapkan pada proses
pembuatan kerupuk kulit dari bahan baku, proses produksi, dan produk
akhirnya.
II
PEMBAHASAN
2.1 Syarat Mutu
Tabel 1 Syarat mutu kerupuk kulit.
Persyaratan
No. Kriteria Uji Satuan
Mentah Siap Konsumsi
1 Keadaan
Bau - Normal Normal
Warna - Khas Khas
Rasa - Normal Normal
Tekstur - Renyah Renyah
2 Keutuhan % b/b Min. 95 Min. 90
3 Benda asing, serangga, Tidak boleh
- Tidak boleh ada
potongan-potongannya ada
4 Air % b/b Maks. 8 Maks. 5
5 Abu tanpa garam % b/b Maks. 1 Maks. 1
6 Asam lemak bebas % b/b Maks. 1,0 Maks. 0,5
7 Cemaran logam
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0 Maks. 2,0
Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20,0 Maks. 20,0
Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 Maks 40,0
Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 Maks 40,0
Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03 Maks. 0,03
8 Arsen mg/kg Maks. 1,0 Maks. 1,0
9 Cemaran mikroba
Angka lempeng total Koloni/g Maks. 5 x 104 Maks. 5 x 104
Coliform AMP/g <3 <3
Salmonella Koloni/g negtaif Negatif
Sumber: SNI 01-4308-1996.
2.2 Pengawasan dan Pengendalian Mutu
2.2.1 Pengawasan dan Pengendalian Mutu Bahan Baku
a. Bahan Baku Utama
Bahan baku dari pembuatan kerupuk kulit adalah kulit ternak.
Beberapa jenis ternak yang sering digunakan kulitnya untuk dijadikan
kerupuk adalah sapi, domba, kerbau, dan babi. Untuk menjaga
kualitas, pada bahan baku kulit mentah perlu diadakan pengawasan
dan pengendalian mutu. Hal ini bertujuan untuk mengevaluasi,
mengawasi, serta menjaga kualitas agar selalu baik. Pada bahan baku
kulit mentah pengawasan dan pengendalian dapat dilaksanakan dengan
cara pengecekan secara manual dari kenampakan fisik. Adapun syarat
mutu untuk kulit telah diatur oleh BSN. Mengacu pada SNI 06-2736-
1992, kulit sapi yang berkualitas yaitu berbau khas sapi, warna merata,
segar/cerah, rambut tidak rontok, bersih dan tidak ada warna yang
mencurigakan.

b. Bahan Baku Tambahan Pangan


Bahan tambahan pangan sama pentingnya dengan bahan baku.
Oleh karena itu, pengawasan dan pengendalian mutu pada bahan
tambahan pangan perlu dilakukan. Bahan tambahan pangan pada
kerupuk kulit adalah sebagai berikut.
1. Garam
Merujuk pada SNI 01-3556-2000/Rev 9, garam adalah produk
makanan yang komponen utamanya natrium kloridan (NaCl)
dengan penambahan kalium iodat (KIO3) Pengawasan dan
pengendalian mutu pada garam dapat dilakukan secara manual.
Garam yang baik adalah garam yang berwarna putih bersih, tidak
kotor, dan tidak berair. Untuk menjaga kualitas garam dapat
dilakukan dengan cara menyimpan di tempat yang tidak lembab,
terhindar dari panas matahari, serta garam disimpan dalam keadaan
tertutup juga diberi alas.
2. Bawang putih
Pengawasan dan pengendalian mutu pada bawang putih
dilakukan dengan cara pengecekan secara manual untuk keadaan
fisik serta penyimpangan yang ada pada bawang putih. Untuk
menjaga kualitas bawang putih dapat dilakukan dengan cara
meletakan bawang putih pada wadah anyaman bambu yang
beralaskan kayu serta disimpan di tempat yang kering dan memilih
bawang putih sesuai dengan syarat mutu yang ada pada SNI 01-
3610-1992.

3. Penyedap rasa
Pengawasan dan pengendalian mutu pada penyedap rasa
dilakukan secara manual dengan pengecekan mulai dari
kenampakan warna, keadaan fisik, dan keadaan kemasan. Untuk
mendapatkan mutu terbaik, maka pilihlah penyedap rasa yang
terkemas secara baik dan utuh, terdaftar di Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM), serta memenuhi syarat mutu bumbu
penyedap rasa menurut SNI 01-4273-1996.

4. Minyak goreng
Pengawasan dan pengendalian mutu pada minyak goreng
adalah dengan melakukan pengecekan secara manual dari keadaan
kemasan, kenampakan minyak, serta kebersihannya. Untuk
menjaga kualitas dari minyak goreng dapat dilakukan dengan
menjauhkan minyak goreng dari sinar matahari, kemasan selalu
ditutup rapat, memilih merk minyak yang telah terdaftar di BPOM
dan memenuhi syarat mutu minyak goreng menurut SNI 01-3741-
2002.
5. Air
Penggunaan air pada proses produksi kerupuk kulit ada pada
saat proses perendaman air kapur dan proses perebusan. Air yang
baik digunakan adalah air yang memenuhi spesifikasi tidak berbau,
berasa, dan berwarna serta dilakukan filtrasi dan pengendapan
kotoran terlebih dahulu sebelum digunakan. Hal ini dimaksudkan
agar bakteri dan kotoran dapat ditekan atau dihikangkan sehingga
mutu produk bisa dipertahankan. Syarat mutu air dapat dilihat di
SNI 01-3553-1994.

2.2.2 Pengawasan dan Pengendalian Mutu Proses Produksi


a. Perendaman air kapur
Pengawasan dan pengendalian mutu pada proses perendaman
dilakukan dengan cara mengontrol waktu perendaman. Menurut
Judoamidjojo (1981), perendaman air kapur yang baik dilakukan
selama 3 hari. Hal ini dilakukan agar air yang terkandung dalam kulit
sapi bisa menurun.

b. Perebusan
Pengawasan dan pengendalian mutu pada proses perebusan sama
dengan pada proses perendaman yaitu pada kontrol waktu. Perebusan
yang terlalu lama dapat membuat kulit menjadi terlalu lembek,
sedangkan perebusan yang terlalu cepat membuat kulit sulit untuk
dipotong dan mikroba tidak sepenuhnya mati. Waktu yang pas untuk
proses perebusan adalah selama 3 jam (Saputra, 2012).

c. Sortasi
Kartasapoetra (1989) berpendapat, sortasi merupakan awal dari
penentuan mutu dari produk sehingga dengan diadakan sortasi akan
didapatkan kulit sapi yang berkualitas, sehingga produk yang
dihasilkan juga berkualitas. Pengawasan dan pengendalian pada proses
ini dilakukan dengan cara memisahkan kulit sapi yang baik, sedang,
dan buruk.

d. Perajangan
Perajangan bertujuan untuk mendapatkan potongan dengan jumlah
maksimal dan luas yang cukup sehingga dapat mempermudah proses
pengeringan dan penggorengan. Pengawasan dan pengendalian mutu
pada proses ini dapat dilakukan dengan mengatur ukuran perajangan
agar seragam dan memperhatikan sanitasi alat serta pekerja yang
melakukan perajangan secara manual, sehingga kontaminasi bakteri
bisa ditekan.

e. Penjemuran
Proses penjemuran atau pengeringan dapat dilakukan dengan dua
cara, memanfaatkan sinar matahari dan mengunakan mesin pengering.
Pada proses yang memanfaatkan sinar matahari, pengendalian mutu
dapat dilakukan dengan membolak-balikan kulit agar kering merata,
menjaga kulit dari kotoran, serta siap siaga jika cuaca tiba-tiba
berganti. Pada proses yang menggunakan mesin engering,
pengendalian dapat dilakukan pada kontrol waktu pengeringan.

f. Penggorengan pertama
Pengawasan mutu pada tahap penggorengan pertama adalah pada
nyala api dan pengadukan. Pengendalian dilakukan dengan cara
menjaga api agar tetap kecil dan pengadukan dilakukan secara terus
menerus dan diaduk secara merata. Jika hal tersebut tidak dilakukan,
maka pada penggorengan kedua produk tidak dapat mengembang
secara sempurna.
g. Penggorenan kedua
Pengendalian mutu pada tahap ini harus memperhatikan nyala api,
panas minyak goreng, minyak goreng yang digunakan, dan
pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena nyala api dan panas minya
goreng sangat berpengaruh pada kematangan dan juga daya kembang
kerupuk kulit, sedangkan jenis minyak dan pemakaiannya berpengaruh
pada ketengikan produk. Minyak goreng yang baik akan membuat
produk menjadi lebih awet karena susah tengik.

h. Penirisan
Pengawasan mutu pada proses ini adalah kebersihan wadah yang
digunakan. Pengendalian mutu yang dilakukan yaitu dengan
membersihkan wadah ketika akan menggunakan dan sebaiknya dalam
proses penirisan ini akan lebih maksimal dengan menggunakan spiner.

i. Pengemasan
Pengawasan mutu pada proses pengemasan yaitu pendinginan
produk, jenis kemasan yang digunakan dan pengemasannya, serta
penirisan minyak. Jika produk dikemas pada keadaan panas maka akan
timbul uap air pada kemasan sehingga produk tidak awet dan jika
penirisan minyak tidak dilakukan secara benar hingga kering maka
minyak yang tersisa pada produk dapat membuat produk mudah
tengik. Jenis kemasan yang baik adalah kemasan memiliki
permeabilitas rendah dan aman untuk bahan pangan. Sebaiknya dalam
penutupan kemasan menggunakan mesin sealer agar produk lebih
terjaga keamanannya.

2.2.3 Pengawasan dan Pengendalian Mutu Produk Akhir


III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. (1994). Air Minum dalam Kemasan. SNI 06-3553-
1994. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (1996). Bumbu Rasa Sapi. SNI 01-4273-1996.
Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (1992). Bawang Putih. SNI 01-3610-1992. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (2000). Garam Konsumsi Beryodium. SNI 01-3556-
2000/Rev 9. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (2002). Minyak Goreng. SNI 01-3741-2002. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (1992). Standar Kulit Sapi Mentah Basah. SNI 06-
2736-1992. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (1996). Standar Nasional Indonesia Kerupuk Kulit.
SNI 01-4308-1996. Jakarta.
Judoamidjojo, R.M. (1981). Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Bogor: Fakultas
Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Kartasapoetra, A.G. (1989). Teknologi Penanganan Pasca Panen. Bina Aksara.
Jakarta
PerKa BPOM RI Nomor 21. (2016). Kategori Pangan. Badan Pengawasan Obat
dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.
Saputra, A. (2012). Konsep Pengendalian Mutu dan Hazard Analysis Critical
Control Point dalam Proses Pembuatan Rambat Kulit Sapi. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai