i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................
A. Latar Belakang.......................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
A. Pengertian Bohong/Dusta............................................................................................
B. Sifat Bohong Terbagi Dalam 3 Kategori....................................................................
1. Mendustakan / berkhianat kepada Allah SWT..............................................
2. Mendustakan atau berkhianat kepada Rasul SAW........................................
3. Mengkhianati amanah (kepercaan) diantara sesama manusia........................
C. Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Dusta...............................................................
D. Dusta dalam Kenyataan Sehari-hari yang Harus Dihindari........................................
E. Terapi Penyembuhan Penyakit Tercela Ini.................................................................
F. 30 Sifat Munafik Yang Wujud Dalam Hati Kita........................................................
BAB III PENUTUP.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia di dunia tujuannya tidak lain hanya untuk beribadah
kepada Allah swt, sebagaimana telah dijelaskan dalam firman-Nya; “ Dan tidak
Aku (Allah) ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku
(Allah)” . Maka dari itu wajib bagi kita untuk mendekatkan diri kepada Allah swt
yaitu dengan beribadah kepada-Nya. Adapun tata cara beribadah telah dicotohkan
oleh rasul-Nya Muhammad saw. Adapun hakikat beribadah adalah wushul
(sampai) kepada Allah swt. Terdapat tujuh tahapan untuk bisa mencapainya yaitu;
tahapan ilmu, tobat, rintangan, godaan, pendorong, penoda dan perusak ibadah,
dan tahapan puji dan syukur.
Dalam kesempatan kali ini saya akan mencoba menguraikan tentang tahapan
yang kelima yaitu tahapan pendorong yang di dalamnya berisi tentang berharap
kepada Allah swt (raja’) dan takut kepada-Nya (khauf).
B. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah dari makalah ini :
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Al-Khauf
Secara bahasa khauf artinya perasaan takut yang muncul terhadap
sesuatu yang mencelakakan, berbahaya atau mengganggu.
Secara istilah khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada
Allah karena kurang sempurna pengabdiannya, takut atau khawatir kalau
kalau Allah tidak senang padanya. Khauf timbul karena pengenalan dan
cinta kepada Allah yang mendalam sehingga ia merasa khawatir kalau Allah
melupakannya atau takut kepada siksa Allah.
Adapun para ulama tasawuf mengemukakan makna khauf adalah seba-
gai berikut :
a) Hasan al Bashri
Khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah SWT
karena kurang sempurnanya pengabdiannya. Takut dan khawatir kalau-
kalau Allah tidak senang kepadanya.
b) Bishr al-Hafi
c) Imam Qusyairy
2
dan yang dicintai sirna. Dan realita demikian hanya terjadi di masa de-
pan.
e) Ibnu Khabiq
f. Al-Falluji
g. Al Ghazali
Khauf adalah rasa sakit dalam hati karena khawatir akan terjadi sesuatu yang
tidak disenagi dimasa sekarang.
Menurut Al Ghazali Khauf terdiri dari tiga tingkatan atau tiga derajat[3],
diantaranya adalah:
a. Tingkatan Qashir (pendek), Yaitu khauf seperti kelembutan perasaan
yang
dimiliki wanita, perasaan ini seringkali dirasakan tatkala mendengarkan ayat-
ayat
Allah dibaca.
b. Tingkatan Mufrith (yang berlebihan), yaitu khauf yang sangat kuat dan
melewati batas kewajaran dan menyebabkan kelemahan dan putus asa, khauf
tingkat ini menyebabkan hilangya kendali akal dan bahkan kematian, khauf ini
dicela karena karena membuat manusia tidak bisa beramal.
c. Tingkatan Mu’tadil (sedang), yaitu tingkatan yang sangat terpuji, ia
berada
3
diantara khauf qashir dan mufrith.[4]
Dalam kitabnya Ihya Ulumuddin Al Ghazali juga membagi khauf kedalam
tiga tingkatan[5] yaitu :
a. Khauf al awam (takutnya orang awam), yaitu takut akan hukuman dan keter-
lambatan pahala.
b. Khauf al khashshah (takutnya orang khusus), yaitu takut akan keterlambatan
teguran.
c. Khauf al khashshah al khashshah (takutnya orang yang paling khusus), yaitu
takut akan ketertutupan dengan nampaknya keburukan budi pekerti.
2. Pengertian Al-Raja’
Secara bahasa raja’ artinya mengharapkan. Apabila dikatakan rajaahu maka
artinya ammalahu “dia mengharapkannya”. Syaikh Utsaimin berkata: “Raja’
adalah keinginan seorang insan untuk mendapatkan sesuatu baik dalam jangka
dekat maupun jangka panjang yang diposisikan seperti sesuatu yang bisa digapai
dalam jangka pendek.[6]”
a. Hasan Al Bashri
Raja’ adalah sikap mental optimisme dalam memperoleh karunia dan nikmat
ilahi yang di sediakan bagi hamba-hambanya yang shaleh.
b. Imam Qusyairy
4
Raja’ adalah keterpautan hati kepada sesuatu yang diingikannya tejadi di
masa yang akan datang.
Raja’ adalah senangnya hati karena melihat kemurahan yang tercinta yang
kepada Nya harapan dipautkan dan menganggap adanya fadal sebagai tanda hara-
pan yang pasti.
d. Ibn al-Qayyim
Raja’ adalah cinta kepada apa yang diharapkannya, takut harapannya hilang
dan berusaha untuk mencapai apa yang diharapkannya.
Sikap seorang hamba yang manakala ia menerima nikmat anugerah (ihsan), ia
terilhami untuk bersyukur, penuh harap akan penuhnya rahmat Allah swt di dunia
dan penuhnya pengampunanNya di akhirat.
f. Al Ghazali
Raja’ adalah perasaaan hati yang senang menanti sesuatu yang diinginkan dan
disenangi serta rasa lapang hati dalam menantikan hal yang diharapkan di masa
yang akan datang yang mungkin terjadi
a. Raja’ al awam (harapan orang awam), yaitu harapan memdapatkan sebaik-
baiknya tempat kembali dan sebanyak-banyaknya pahala.
b. Raja’ al khashshah (harapan orang khusus), yaitu harapan memperoleh ridha
dan selalu dekat dengan Allah SWT.
c. Raja’ al khashshah al khashshah (harapan orang yang paling khusus), yaitu hara-
pan kemungkinan untuk syuhud (menyaksikan) dan meningkatkan pengetahuan
mengenai rahasia-rahasia Allah.
5
B. Dasar–Dasar Al Quran Tentang Al-Khauf Dan Al-Raja’
1. Dasar Al Quran Tentang Al-Khauf
surah al-Qasas ayat 21 surah al-Naml ayat 10 dan surah al-Qasas ayat 33.
Ayat tentang khauf yang lain diantaranya dalam surah az-Zumar ayat 13, al-Nur
ayat 37, al-Insan ayat 10 yang menunjukkan ketakutan pada siksaan hari akhir.
Sedang khauf dalam surah Asy-Syuara’ ayat 14.
"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada
Rabb mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan
C. Hakikat Al-Khauf Dan Al-Raja’
Khauf (takut) dan raja’ (harap) adalah dua ibadah yang sangat agung. Bila
keduanya menyatu dalam diri seoarang mukmin, maka akan seimbanglah seluruh
aktivitas kehidupannya. Sebab dengan khauf akan membawa dirinya untuk selalu
melaksanakan ketaaatan dan menjauhi perkara yang diharamkan, sementara raja’
6
akan menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap apa yang ada di sisi rabb nya
‘azza wa jalla.[9]
Dengan khauf dan raja’ seorang mukmin akan selalu ingat bahwa dirinya
akan kembali ke hadapan sang pencipta (karena adanya rasa takut), disamping ia
akan bersemangat memperbanyak amalan-amalan (karena adanya pengharapan).
Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “apa mereka itu (yang di-
maksud dalam ayat diatas) adalah orang yang meminum khamr, berzina, dan men-
curi?” Rasulullah SAW menjawab, “bukan wahai putri Ash Shiddiq. Justru
mereka adalah orang-orang yang melakukan shaum, shalat, dan bersadaqah dan
mereka khawatir tidk akan diterima amalannya. Mereka itulah orang-orang yang
bergegas dalam kebaikan.” (HR. At Tirmidzi dari Aisyah)[10].
1. Hakikat Khauf
Khauf adalah ibadah hati. Tidak dibenarkan khauf ini kecuali kepada Nya
Subhanahu wa Ta’ala. Khauf adalah syarat pembuktian keimanan seseorang.
Apabila khauf kepada Allah SWT berkurang dalam diri seseorang, maka ini
sebagai tanda mulai berkurangnya pengetahuan dirinya terhadap Rabb nya, sebab
orang yang paling tahu tentang Allah adalah orang yang paling takut kepada
Nya[11].
Pertama, bila seorang hamba mengetahui dan menyakini hal-hal yang tergo-
long pelanggaran dan dosa-dosanya serta kejelekan-kejelekannya.
7
Kedua, pembenarannya akan adanya ancaman Allah SWT bahwa Allah
SWT akan menyiapkan siksa atas segala kemaksiatan.
Ibnu Qayyim membagi raja’ menjadi tiga bagian, dua diantaranya raja’
yang benar dan terpuji pelakunya sedangkan yang lainnya tercela[13]. Raja’ yang
menjadikan pelakunya terpuji adalah :
Kedua, seseorang yang berbuat dosa lalu bertobat darinya dan ia senantiasa
mengharap ampunan Allah SWT dan kebaikan Nya dan kemurahan Nya.
8
Raja’ menuntut adanya khauf dalam diri seorang mukmin, yang dengan itu
akan memacunya untuk melakukan amalan-amalan sholeh, tanpa disertai khauf,
raja’ hanya akan bernilai sebuah fatamorgana. Sebaliknya khauf juga menuntut
adanya raja’, tanpa raja’ khauf hanyalah berupa keputusan tak berarti.
Jadi khauf dan raja’ harus senantiasa menyatu dalam diri seorang mukmin
dalam rangka menyeimbangkan hidupnya untuk tetap istiqamah melaksanakan
perintah Nya dan menjauhi larangan Nya. Mengharap pahala dan takut akan siksa
Nya. Keduanya ibarat dua sayap burung yang dengannya dapat menjalani kehidu-
pannya dengan sempurna.
Adapun keharusan memiliki rasa raja’ juga dikarenakan dua hal[15], yaitu;
Pertama agar bersemangat melakukan ketaatan, sebab berbuat baik itu berat dan
syaitan selalu mencegahnya. Hawa nafsu selalu mengajak pada perbuatan yang
jelek dan tidak baik. Kebanyakan orang memenuhi hawa nafsunya, sedangkan pa-
hala itu tidak kelihatan, dengan demikian tentu nafsu tidak mau dan tidak seman-
gat dalam melakukan kebaikan. Dalam menghadapi hal ini harus dihadapi dengan
9
raja’, yakni rasa mengharap rahmat Allah dan kebaikan pahalanya agar senantiasa
bersemangat dalam beribadah dan berbuat baik.
Kedua agar terasa ringan menanggung rasa kesulitandan kesusahan. Karena
jika seseorang telah mengetahui sesuatu yang telah menjadi tujuantentu seseorang
tersebut akan rela berbuat apapun dan mengeluarkan apapun demi tercapainya tu-
juan tersebut.
PENUTUP
A. Kesimpulan
10
2. Usaha memutarbalikkan fakta dengan berbagai motifnya baik untuk melariskan
barang dagangan, melipatgandakan keuntungan atau yang lain.
3. Mencari perhatian, seperti ikut dalam seminar dan diskusi dengan
membawakan trik-trik dan kisah-kisah bohong menarik supaya para peserta
terpesona.
4. Tiadanya rasa tanggung jawab dan berusaha lari dari kenyataan hidup.
5. Kebiasaan berdusta sejak kecil, baik karena pengaruh kebiasaan orang tua atau
lingkungan tempat tinggalnya.
6. Merasa bangga dengan kebohongannya, karena ia menganggap kebohongan itu
suatu kecerdikan, kecepatan daya nalar dan perbuatan baik.
B. Saran
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan
sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan penelitian
dan karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.
11
DAFTAR PUSTAKA
12