Anda di halaman 1dari 10

KHASYYAH, KHAUF DAN HAZAN

(MK AKHLAK)

Dosen Pengampu:
Khumaini Rosyadi, SQ., M.Pd.

Disusun Oleh:
KELOMPOK VIII
Ahmad Sidik Abror, NIM 20010581
Yudi Hashari, NIM 20010619

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STIT SYAMSUL MA’ARIF BONTANG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khauf

Khauf berasal dari bahasa Arab yang tersusun dari tiga huruf kha, waw,
fa’ yang memiliki arti menunjukkan gentar dan terkejut. Khauf memiliki
arti ketakutan dan kekhawatiran. Kekhawatiran yang dimaksud berupa
ketakutan, kegelisahan, kecemasan terhadap sesuatu yang belum diketahui
pasti. Secara bahasa khauf berarti ketakutan terhadap masa yang belum
diketahui yang dianggap bahaya dan mencelakakan.

Menurut al-Falluji, Khauf merupakan rasa takut yaitu bentuk kegelisahan


ketika seseorang memperkirakan sesuatu yang ia benci akan meinpanya.
Senada dengan pendapat di atas, Prof. Quraish menuturkan,
bahwa khauf merupakan guncangan hati karena menduga akan adanya
bahaya.

Ibn Qayyim menuturkan, bahwa takut kepada Allah hukumnya adalah


wajib. Karena perasaan takut itu akan menghantarkan manusia agar selalu
beribadah kepada Allah dengan penuh ketundukan dan kekhusyu’an.
Senada dengan itu, Prof. Quraish mmenguraikan, bahwa rasa takut yang
digambarkan dengan lafadz khauf akan melahirkan dorongan untuk
mempersiapkan langkah-langkah guna menghindari suatu hal yang negatif.

Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Anfal [8]: 58,

‫َو ِإَّم ا َتَخ اَفَّن ِم ن َقْو ٍم ِخ َياَنًة َفٱۢن ِبْذ ِإَلْيِهْم َع َلٰى َس َو ٓاٍء ۚ ِإَّنٱَهَّلل‬

‫اَل ُيِح ّب‬

‫ ٱْلَخ ٓاِئِنيَن‬Artinya, “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan


dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan
cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berkhianat”.

Prof. Quraish dalam tafsirnya menguraikan, bahwa ayat di atas adalah perintah di
bolehkannya membatalkan perjanjian damai jika ditakutkan pihak musuh akan
berkhianat. Yang mana, pembatalan itu juga harus diumumkan kepada pihak
musuh. Dan al-Quran menyebut mereka yang enggan untuk mengumumkan
pembatalan itu sebagai pengkhianat pula.

B. Macam – Macam Khauf

Dalam ilmu tasawuf, Al-Ghazali mengartikan khauf sebagai rasa


sakit dalam hati karena khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak
disenangi dimasa sekarang. Ia juga membagi khauf kedalam
beberapa derajat dan tingkatan.

Menurut Al-Ghazali khauf terdiri dari tiga tingkatan atau tiga derajat
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tingkatan Qasir (pendek), yaitu khauf seperti kelembutan
perasaan yang dimiliki wanita, perasaan ini seringkali dirasakan
tatkala mendengarkan ayat-ayat Allah dibacakan.
2. Tingkatan Mufrith (yang berlebihan), yaitu khauf yang sangat
kuat dan melebihi batas kewajaran dan putus asa. Khauf pada
tingkatan ini menyebabkan hilangnya kendali akal dan bahkan
kematian, khauf ini juga dicela karena membuat manusia tidak
bisa beramal.
3. Tingkatan Mu’tadil (sedang), yaitu tingkat khauf yang sangat
terpuji, ia berada diantara khauf qasir dan khauf mufrith.

Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, al-Ghazali juga membagi khauf kedalam


tiga tingkatan, yaitu:

1. Khauf al-awam (takutnya orang awam, yaitu takut akan hukuman


dan keterlambatan pahala.
2. Khauf al-khasah (takutnya orang khusus), yaitu takut akan
keterlambatan teguran.
3. Khauf al-khasah al-khasah (takutnya orang yang paling khusus),
yaitu takut akan ketertutupan dengan nampaknya keburukan budi
pekerti.

C .Hakikat Khauf

Khauf adalah ibadah hati. Tidak dibenarkan khauf ini kecuali kepada
Allah swt. Khauf adalah syarat pembuktian keimanan seseorang.
Apabila khauf kepada Allah swt berkurang dalam diri seseorang, maka
ini sebagai tanda mulai berkurangnya pengetahuan dirinya terhadap
Rabb-Nya, sebab orang yang paling tahu tentang Allah adalah orang
yang paling takut kepada-Nya.

Rasa khauf akan muncul dengan sebab beberapa hal, di


antaranya : pertama, bila seorang hamba mengetahui dan menyakini
hal-hal yang tergolong pelanggaran dan dosa-dosanya serta kejelekan-
kejelekannya. Kedua, pembenarannya akan adanya ancaman Allah swt
bahwa Allah swt akan menyiapkan siksa atas segala
kemaksiatan. Ketiga, dia mengetahui akan adanya kemungkinan
penghalang antara dirinya dan taubatnya.

D. Pengertian Khasyyah

Al-Khashyah (‫ )الخشة‬berasal dari kata ‫يخشى‬-‫( خشي‬khasyiya-yakhsya), yang tersusun


dari tiga huruf kha, syin, dan ya (‫ )خشي‬yang memiliki makna khafa (‫ )خاف‬yakni
takut. Seperti ungkapan khasiya al-rajul (‫ل‬HH‫ي الرج‬HH‫ )خش‬yang artinya laki-laki itu
takut. Kata ini juga memiliki arti asyaddu khaufan (‫ )اشد خوفا‬yang berarti sangat
takut. Kata al-Khashyah menggambarkan takut yang berlebih-lebihan. Serta takut
ini hanya diperuntukkan kepada Allah Swt.Dalam kitab Mu’jam Mufradat,
makna khashyah menunjukkan rasa takut yang dilandasi dengan sikap
mengagungkan. Kebanyakan penggunaan kata khashyah didasari oleh rasa takut,
serta pengetahuan akan apa yang ia takuti. Oleh karenanya, kata khashyah tersebut
dikhususkan hanya untuk Allah. Menurut al-Zarkasyi, makna al–
khashyah dimaknai sebaga al–ijlal (‫ )األجالل‬yaitu penghormatan dan al-ta’zim (
‫ )التعظم‬yaitu pengagungan. Menurut Thabathaba’I, khashyah merupakan takut yang
memberikan goncangan jiwa, yang demikian selalu dilukiskan dengan
kata khashyah. Takut semacam itu adalah buruk dan tercela, keculai takut
(khashyah) kepada Allah. Oleh karenanya, tidaklah para nabi memiliki rasa
khashyah kecuali hanya pada Allah (Shihab, 2005: 128). Sebagaimana firman
Allah dalam QS. al-Ahzab [33]: 39,

‫ٱَّلِذ يَن ُيَبِّلُغ وَن ِرَٰس َٰل ِت ٱِهَّلل َو َيْخ َش ْو َن ۥُه َو اَل َيْخ َش ْو َن َأَح ًد ا ِإاَّل ٱَهَّللۗ َو َك َفٰى‬
‫ِبٱِهَّلل َحِس يًبا‬
Artinya, “(yaitu) Orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka
takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain
kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan”.

Khashyah dalam ayat di atas memiliki arti takut kepada Allah. Al-Ashfahani
dalam kitabnya menguraikan derivasi lafadz khashyah yang dipergunakan dalam
al-Quran: khashyah bermakna ketaatan (QS. Qaf: 33); ibadah (QS. At-Taubah:
18).

1. Al-Khashyah bermakna Ketaatan


Adapun makna al-khashyah dalam makna ketaatan terlukis dalam QS. Qaf [50]
31-33,

‫) َٰه َذ ا َم ا ُتوَع ُد وَن ِلُك ِّل َأَّو اٍب‬31( ‫َو ُأْز ِلَفِت ٱْلَج َّنُة ِلْلُم َّتِقيَن َغْيَر َبِع يٍد‬

)33( ‫) َّم ْن َخ ِش َى ٱلَّرْح َٰم َن ِبٱْلَغْيِب َو َج ٓاَء ِبَقْلٍب ُّمِنيٍب‬32( ‫َحِفيظ‬


Artinya, “Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada
tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu)
kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua
peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang
bertaubat.”

Kata khashyah (‫ )خشى‬pada ayat di atas berbentuk fi’il madli, yang memiliki arti
telah takut, yakni takut yang lahir setelah menyadari dosa-dosa yang telah
dilakukan, serta lahir dari rasa haibah atau rasa takut bercampur kagum (Shihab,
2005: 311). Kata man khashyah (‫ )من خشي‬mengandung dua makna, yaitu makna
tunduk dengan mengikuti segala ucapan-Nya serta mengangkat kepala untuk
bermohon kepada-Nya. Dengan kata lain, kata al-khashyah pada ayat ini memiliki
makna takut, tunduk dan patuh atas segala apa yang telah Allah perintahkan.

2. Al-Khashyah yang bermakna Ibadah

Allah berfirman dalam QS. At-Taubah [9]: 18,

‫ِإَّنَم ا َيْع ُم ُر َم َٰس ِج َد ٱِهَّلل َم ْن َء اَم َن ِبٱِهَّلل َو ٱْلَيْو ِم ٱْل َء اِخ ِر َو َأَقاَم ٱلَّص َلٰو َة‬
‫َٰٓل‬
‫َوَء اَتى ٱلَّز َكٰو َة َو َلْم َيْخ َش ِإاَّل ٱَهَّللۖ َفَعَس ٰٓى ُأ۟و ِئَك َأن َيُك وُنو۟ا ِم َن‬
‫ٱْلُم ْهَتِد يَن‬
Artinya, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka
merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk”.

Dalam ayat di atas, makna kata (‫ )ولم يخش أال هللا‬wa lam yakhsya illa
Allah menurut Thabathaba’I sebagai rasa takut yang kemudian melahirkan
dorongan untuk beribadah. Yang mana maksudnya bukan takut yang bersumber
dari naluri manusia melainkan takut hanya kepada Allah. Ini suatu peringkat yang
tidak dapat dicapai kecuali oleh para nabi dan manusia-manusia istimewa yang
dekat dengan Allah.

Adapun pendapat Ibnu Asyur yang menguraikan, bahwa takut yang dimaksud
ayat ini adalah ketika takut itu terjadi pada waktu bersamaan yang takut itu lebih
dari dua atau lebih. Misal takut pada Allah dan bersamaan takut pada selain-Nya,
maka ayat di atas menyatakan bahwa ketakutan itu hanya kepada Allah, dan ia
tidak takut pada selain pada-Nya.

E. Hazan

Dalam Alquran, tidak kurang dari 16 kali disebut kalimat ‘laa


khaufun ‘alaihim walaa hum yahzanun, yang artinya tidak takut
dan tidak sedih. Kalimat ini tersebar di sejumlah surah.

Menariknya, surah-surah yang memuat kalimat tersebut tidak


hanya pada surah Makiyah saja, tapi juga pada surah Madaniyah.
Hal ini menunjukkan bahwa pengingatan dari Allah swt. melalui
Alquran kepada generasi awal mukmin tentang hal tersebut terjadi
secara terus-menerus, hingga misi Rasul berakhir.
Makna Khauf dan Hazan

Khauf dan hazan tidak sekadar bermakna takut dan sedih. Bahasa
Indonesia tidak mampu menerjemahkan secara sempurna bahasa
yang lebih tinggi darinya, yaitu bahasa Arab.

Khauf bermakna rasa khawatir atau kegelisahan yang hinggap pada


seorang manusia terhadap sesuatu yang belum terjadi. Dan hazan,
bermakna sesuatu yang sebaliknya. Yaitu kekhawatiran atau
kegelisahan terhadap sesuatu yang sudah terjadi.

Ulama tafsir menjelaskan bahwa khauf menggambarkan sesuatu


yang akan terjadi di akhirat kelak. Sementara hazan adalah sesuatu
yang akan ditinggalkan manusia tentang dunianya.

Ketika Allah swt. mengabarkan bahwa seorang mukmin tidak


merasakan khauf dan hazan, itu artinya bahwa seorang mukmin
akan ithmi’nan atau tenang menghadapi keadaannya di akhirat
kelak. Dan puas terhadap apa yang telah ia tinggalkan di alam
dunia.

Itulah mengapa seorang mukmin menghadapi kematiannya dengan


tenang, senyum, dan bahagia. Karena ia tidak khawatir dengan
nasibnya esok, dan tidak pula khawatir dengan apa yang telah ia
lakukan dan tinggalkan di dunia yang sudah ia lewati.

Khauf dan Hazan dalam Kehidupan Sehari-hari

Rasulullah saw. mengajarkan kita dengan doa yang artinya, Ya


Allah, aku berlindung kepadaMu dari sifat ham dan hazan.
Seperti halnya khauf dan hazan dalam skala besar yaitu dunia yang
ditinggalkan dan akhirat yang dituju, dua hal ini kerap dialami
seorang manusia dalam kehidupan sehari-harinya.

Bahkan, bisa dikatakan, dua hal inilah yang menjadi penentu


bahagia atau tidaknya kehidupan seorang manusia.

BAB III
PENUTUP
a. Khauf adalah rasa takut atau khawatir yang muncul terhadap sesuatu yang
dapat mencelakakan, membahayakan atau mengganggu, sehingga timbullah 80
keguncangan hati karena menduga akan adanya bahaya. Khauf banyak
digunakan untuk menggambarkan akan adanya perasaan tentang bahaya yang
dapat mengancam sehingga yang bersangkutan mengambil langkah-langkah
untuk menangkal atau menghindarinya, walaupun hati yang bersangkutan
tersebut tidak gentar.
b. Khasyyah adalah perasaan takut yang dilandasi dengan sikap mengagungkan.
Sehingga semakin tinggi pengetahuan seseorang kepada Allah maka semakin
tinggi pula rasa khasyyah kepada-Nya, sehingga seseorang yang takut kepada
Allah swt. akan menghilangkan perasaaan takut kepada selain-Nya dan akan
mendorong manusia menuju rahmat Tuhan-Nya. Oleh karena itu, khasyyah ini
hanya dikhususkan kepada para Nabi Allah dan para Ulama, karena mereka
adalah orang-orang yang mengetahui akan kekuasaan dan keagungan Allah swt.
serta syari’at-Nya. Sebesar kadar pengetahuan tentang hal itu sebesar itu juga
kadar kekuatan khasyyah/takut. S

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim Abdul Baqi, Muhammad Fuad. Mu’jam al-Mufahra>s li Alfa>dzi al-
Qur’a>n, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1992).
Ad-Dimasyqy, Al-Imam Abu Al-Fida’ Ismail, Ibnu Katsir. Tafsi>r al-Qur’a>nul azim,
Diterjemahkan oleh Bahrum Abu Bakar Dkk, dengan Judul Tafsi>r Ibnu katsi>r
jus XXII, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000).
Al-Askari, Abu Hilal. Al-Imam al-Adib al-Lughawiy, di tahqiq oleh ‘Imam Zakiy al-Barudiy
“al-Furu>qu al-Lugawiyah”, (Kairo: Da>r al-Taufi>qi>yah lil Turas, 2000).
Al-Alusi, Abu al-Sana Shihab al-Din al-Sayyid Mahmud, Ru>h al-Ma’a>ni Tafsi>r al-
Qur’a>n al-‘adzi>m wa al-sab’i al-Mas\a>ni, (Beirut: Da>r al-Kutu>b al- ‘Ilmiyah,
1994).

Anda mungkin juga menyukai