(MK AKHLAK)
Dosen Pengampu:
Khumaini Rosyadi, SQ., M.Pd.
Disusun Oleh:
KELOMPOK VIII
Ahmad Sidik Abror, NIM 20010581
Yudi Hashari, NIM 20010619
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khauf
Khauf berasal dari bahasa Arab yang tersusun dari tiga huruf kha, waw,
fa’ yang memiliki arti menunjukkan gentar dan terkejut. Khauf memiliki
arti ketakutan dan kekhawatiran. Kekhawatiran yang dimaksud berupa
ketakutan, kegelisahan, kecemasan terhadap sesuatu yang belum diketahui
pasti. Secara bahasa khauf berarti ketakutan terhadap masa yang belum
diketahui yang dianggap bahaya dan mencelakakan.
َو ِإَّم ا َتَخ اَفَّن ِم ن َقْو ٍم ِخ َياَنًة َفٱۢن ِبْذ ِإَلْيِهْم َع َلٰى َس َو ٓاٍء ۚ ِإَّنٱَهَّلل
Prof. Quraish dalam tafsirnya menguraikan, bahwa ayat di atas adalah perintah di
bolehkannya membatalkan perjanjian damai jika ditakutkan pihak musuh akan
berkhianat. Yang mana, pembatalan itu juga harus diumumkan kepada pihak
musuh. Dan al-Quran menyebut mereka yang enggan untuk mengumumkan
pembatalan itu sebagai pengkhianat pula.
Menurut Al-Ghazali khauf terdiri dari tiga tingkatan atau tiga derajat
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tingkatan Qasir (pendek), yaitu khauf seperti kelembutan
perasaan yang dimiliki wanita, perasaan ini seringkali dirasakan
tatkala mendengarkan ayat-ayat Allah dibacakan.
2. Tingkatan Mufrith (yang berlebihan), yaitu khauf yang sangat
kuat dan melebihi batas kewajaran dan putus asa. Khauf pada
tingkatan ini menyebabkan hilangnya kendali akal dan bahkan
kematian, khauf ini juga dicela karena membuat manusia tidak
bisa beramal.
3. Tingkatan Mu’tadil (sedang), yaitu tingkat khauf yang sangat
terpuji, ia berada diantara khauf qasir dan khauf mufrith.
C .Hakikat Khauf
Khauf adalah ibadah hati. Tidak dibenarkan khauf ini kecuali kepada
Allah swt. Khauf adalah syarat pembuktian keimanan seseorang.
Apabila khauf kepada Allah swt berkurang dalam diri seseorang, maka
ini sebagai tanda mulai berkurangnya pengetahuan dirinya terhadap
Rabb-Nya, sebab orang yang paling tahu tentang Allah adalah orang
yang paling takut kepada-Nya.
D. Pengertian Khasyyah
ٱَّلِذ يَن ُيَبِّلُغ وَن ِرَٰس َٰل ِت ٱِهَّلل َو َيْخ َش ْو َن ۥُه َو اَل َيْخ َش ْو َن َأَح ًد ا ِإاَّل ٱَهَّللۗ َو َك َفٰى
ِبٱِهَّلل َحِس يًبا
Artinya, “(yaitu) Orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka
takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain
kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan”.
Khashyah dalam ayat di atas memiliki arti takut kepada Allah. Al-Ashfahani
dalam kitabnya menguraikan derivasi lafadz khashyah yang dipergunakan dalam
al-Quran: khashyah bermakna ketaatan (QS. Qaf: 33); ibadah (QS. At-Taubah:
18).
) َٰه َذ ا َم ا ُتوَع ُد وَن ِلُك ِّل َأَّو اٍب31( َو ُأْز ِلَفِت ٱْلَج َّنُة ِلْلُم َّتِقيَن َغْيَر َبِع يٍد
Kata khashyah ( )خشىpada ayat di atas berbentuk fi’il madli, yang memiliki arti
telah takut, yakni takut yang lahir setelah menyadari dosa-dosa yang telah
dilakukan, serta lahir dari rasa haibah atau rasa takut bercampur kagum (Shihab,
2005: 311). Kata man khashyah ( )من خشيmengandung dua makna, yaitu makna
tunduk dengan mengikuti segala ucapan-Nya serta mengangkat kepala untuk
bermohon kepada-Nya. Dengan kata lain, kata al-khashyah pada ayat ini memiliki
makna takut, tunduk dan patuh atas segala apa yang telah Allah perintahkan.
ِإَّنَم ا َيْع ُم ُر َم َٰس ِج َد ٱِهَّلل َم ْن َء اَم َن ِبٱِهَّلل َو ٱْلَيْو ِم ٱْل َء اِخ ِر َو َأَقاَم ٱلَّص َلٰو َة
َٰٓل
َوَء اَتى ٱلَّز َكٰو َة َو َلْم َيْخ َش ِإاَّل ٱَهَّللۖ َفَعَس ٰٓى ُأ۟و ِئَك َأن َيُك وُنو۟ا ِم َن
ٱْلُم ْهَتِد يَن
Artinya, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka
merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
Dalam ayat di atas, makna kata ( )ولم يخش أال هللاwa lam yakhsya illa
Allah menurut Thabathaba’I sebagai rasa takut yang kemudian melahirkan
dorongan untuk beribadah. Yang mana maksudnya bukan takut yang bersumber
dari naluri manusia melainkan takut hanya kepada Allah. Ini suatu peringkat yang
tidak dapat dicapai kecuali oleh para nabi dan manusia-manusia istimewa yang
dekat dengan Allah.
Adapun pendapat Ibnu Asyur yang menguraikan, bahwa takut yang dimaksud
ayat ini adalah ketika takut itu terjadi pada waktu bersamaan yang takut itu lebih
dari dua atau lebih. Misal takut pada Allah dan bersamaan takut pada selain-Nya,
maka ayat di atas menyatakan bahwa ketakutan itu hanya kepada Allah, dan ia
tidak takut pada selain pada-Nya.
E. Hazan
Khauf dan hazan tidak sekadar bermakna takut dan sedih. Bahasa
Indonesia tidak mampu menerjemahkan secara sempurna bahasa
yang lebih tinggi darinya, yaitu bahasa Arab.
BAB III
PENUTUP
a. Khauf adalah rasa takut atau khawatir yang muncul terhadap sesuatu yang
dapat mencelakakan, membahayakan atau mengganggu, sehingga timbullah 80
keguncangan hati karena menduga akan adanya bahaya. Khauf banyak
digunakan untuk menggambarkan akan adanya perasaan tentang bahaya yang
dapat mengancam sehingga yang bersangkutan mengambil langkah-langkah
untuk menangkal atau menghindarinya, walaupun hati yang bersangkutan
tersebut tidak gentar.
b. Khasyyah adalah perasaan takut yang dilandasi dengan sikap mengagungkan.
Sehingga semakin tinggi pengetahuan seseorang kepada Allah maka semakin
tinggi pula rasa khasyyah kepada-Nya, sehingga seseorang yang takut kepada
Allah swt. akan menghilangkan perasaaan takut kepada selain-Nya dan akan
mendorong manusia menuju rahmat Tuhan-Nya. Oleh karena itu, khasyyah ini
hanya dikhususkan kepada para Nabi Allah dan para Ulama, karena mereka
adalah orang-orang yang mengetahui akan kekuasaan dan keagungan Allah swt.
serta syari’at-Nya. Sebesar kadar pengetahuan tentang hal itu sebesar itu juga
kadar kekuatan khasyyah/takut. S
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim Abdul Baqi, Muhammad Fuad. Mu’jam al-Mufahra>s li Alfa>dzi al-
Qur’a>n, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1992).
Ad-Dimasyqy, Al-Imam Abu Al-Fida’ Ismail, Ibnu Katsir. Tafsi>r al-Qur’a>nul azim,
Diterjemahkan oleh Bahrum Abu Bakar Dkk, dengan Judul Tafsi>r Ibnu katsi>r
jus XXII, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000).
Al-Askari, Abu Hilal. Al-Imam al-Adib al-Lughawiy, di tahqiq oleh ‘Imam Zakiy al-Barudiy
“al-Furu>qu al-Lugawiyah”, (Kairo: Da>r al-Taufi>qi>yah lil Turas, 2000).
Al-Alusi, Abu al-Sana Shihab al-Din al-Sayyid Mahmud, Ru>h al-Ma’a>ni Tafsi>r al-
Qur’a>n al-‘adzi>m wa al-sab’i al-Mas\a>ni, (Beirut: Da>r al-Kutu>b al- ‘Ilmiyah,
1994).