Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“KHAUF DAN ROJA’”

Dosen Pengampu :

Nursyamsu,M.Ud

Disusun oleh :

Kelompok 8

Ahmad Lazuardi (230601002)

Diah Anatasyah Putri (230601011)

Program Studi Ilmu AL-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

Universitas Islam Negeri Mataram

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kami ucapkan kehadirat Allah Subhanahuwwata’ala atas


rahmat dan karunia-Nya kepada Kami, sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Khauf dan Raja’ ini dengan lancer.Kami mengucapkan terima kasih
kepada dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf Bapak Nusyamsu M.Ud.atas
bimbingan dan ilmunya.Dan juga kepada teman-teman yang telah mendukung
sehingga dapat terselesaikannya makalah ini.

Kami berharap, makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, sehingga
dapat menambah wawasan kita mengenai Perkembangan Tasawuf dari zaman ke
zaman. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh
karenaitu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju
arah yang lebih baik.

Mataram,21 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover…………………………………………………………………i
Kata Pengantar……………………………………………………...ii
Daftar Isi………………………………………………………….....iii
Bab 1/Pendahuluan………………………………………………….1
A.latar Belakang………………………………………………......1
B.Rumusan Masalah……………………………………………....1
C.Tujuan…………………………………………………………..1
Bab 2/Pembahasan…………………………………………………..2
A.Pengertian Khauf dan raja’………………………………….....2
B.Pentingnya Khauf dan Raja’Dalam Islam………………………4
C.Hakikat Khauf dan Raja’………………………………………..8
D.Contoh-contoh Keseimbangan Antara Khauf dan Raja’……….18
Bab 3/Penutup………………………………………………………..20
A.Kesimpulan……………………………………………………...20

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Tasawuf adalah sebuah aliran dalam Islam yang berfokus pada dimensi
mistik dan spiritual agama. Penganut tasawuf, yang disebut sufi, berusaha untuk
mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang Allah, mencari kebijaksanaan
spiritual, dan mengembangkan hubungan pribadi dengan Tuhan. Mereka meyakini
bahwa dengan mengikuti praktik-praktik khusus, seperti meditasi, dzikir
(pengulangan nama Allah), dan penekanan pada kesucian batin, seseorang dapat
mencapai kesatuan dengan Allah dan mencapai kesempurnaan spiritual. Tasawuf
sering kali dianggap sebagai jalan tambahan atau dimensi dalam praktik Islam yang
lebih umum.
Dalam konteks tasawuf, "khauf" dan "raja'" adalah dua konsep penting yang
mengacu pada perasaan dan hubungan seorang sufi dengan Allah.Khauf dan raja'
adalah dua perasaan yang saling melengkapi dalam praktik spiritual sufi. Mereka
membantu sufi menjalani perjalanan spiritual mereka dengan keseimbangan antara
rasa takut akan hukuman Allah dan harapan akan rahmat-Nya.

B.Rumusan Masalah
1.Bagaimana yang dimaksud dengan Khauf dan Raja’ tersebut?
2.Bagaimana perbedaan antara Khauf dan Raja’tersebut?

C.Tujuan
1.Mengetahui Bagaimana yang dimaksud dengan Khauf dan Raja’.
2.Mengetahui perbedaan anatara Khauf dan Raja’

1
BAB 2
PEMBAHASAN

A.Pengertian Khauf dan Raja’


1. Definisi Khauf
SecaraS etimologi, kata khauf berasal dari bahasa Arab yang terdiri
atas tiga huruf, yaitu khaf, waw dan fa yang bermakna al-faza "ketakutan,
kepanikan, terkejut, bingung". Sedangkan definisi khaufmenurut terminology
adalah:
ِ ‫ِث ِلت ََوقُعِ َما يَ ِرد ُ ِمنَ ْال َم ْك ُرو ِه أَ ْو يَفُ ْوتُ ِمنَ ْال َمحْ بُو‬
‫ب‬ ُ ‫ا ْن ِفعَا ُل فِي النَّ ْف ِس يَحْ د‬
"Kondisi (bisikan) kejiwaan yang timbul sebagai akibat dari dugaan
akan munculnya sesuatu yang dibenci atau hilangnya sesuatu yang disenangi".
Para pakar tasawuf juga berkomentar tentang pengertian khauf, berikut
uraiannya:
Al-Ashfahani menyatakan bahwa khauf adalah:
Perkiraan akan terjadinya sesuatu yang dibenci karena bertanda yang
diduga atau yang diyakini, sebagaimana harapan dan hasrat tinggi itu adalah
perkiraan akan terjadinya sesuatu yang disenangi karena pertanda yang diduga
atau diyakini, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi

la pun melihat ada dua istilah yang berkaitan dengan masalah ini,
yakni al- khauf minallah (takut dari Allah) dan al-takhwif minallah (seseorang
takut akan Allah). Al-khauf minallah (takut kepada Allah) bukanlah berupa
ketakutan kepada Allah yang bergetar dan terasa di dada manusia seperti takut
kepada singa. Yang dimaksudkan dengan hal ini adalah diri dan perbuatan

2
maksiat dan selanjutnya mengarahkannya untuk tunduk dan patuh kepada
Allah. Oleh karena itu, tidaklah disebut sebagai seorang takut ) ‫(خائِف‬, bila
belum sanggup menghilangkan perbuatan

perbuatan dosa. Adapun at-takwif minallah (Membuat seseorang takut


akan Allah) adalah perintah agar tetap melaksanakan dan memelihara
kepatuhan kepada-Nya seperti firman-Nya di dalam QS.Az-Zumar [39]:16
yang berbunyi:
َ‫َّللاُ بِ ِه ِعبَادَهُ يَ ِعبَا ِد فَاتَقُ ْون‬
َّ ‫ف‬ ُ ‫ُحو‬
ّ ‫ذلك ي‬

2. Definisi Raja’

Secara etimologi, kata raja berasal dari bahasa Arab yang terdiri atas
tiga huruf, yaitu ra, jim dan 'ain yang bermakna 5 (mengembalikan,
menjawab, menolak, memalingkan) dan ‫) تکرار‬pengulangan). Sedangkan

definisi raja menurut terminology adalah: "Suatu keadaan mental yang


optimis adanya limpahan rahmat Tuhan. Dengan sikap optimis ini menambah
semangat untuk meningkatkan ibadah kepada Tuhan, sehingga raja itu datang
setelah kha'uf Adanya harapan untuk diterima segala ibadah yang telah
dilakukan.
Menrut Ahmad Zaruq definisi raja adalah kepercayaan atas karunia
Allah yang dibuktikan dengan amal. Kalau bukan demikia maka itu adalah
keterpedayaan diri.
Raja' (pengharapan) berbeda dengan tamanni (angan-angan). Sebab,
orang yang beharap adalah orang yang megerjakan sebab, yakni ketaatan,
seraya mengharapkan ridha dan pengabulan dari Allah. Sedangkan orang yang
berangan- angan meninggalkan sebab dan usaha, lalu dia menunggu
datangnya ganjaran dan pahala dari Allah. Orang semacam inilah yang
terekam dalam sabda Nabi," dan orang yang lemah adalah orang yang selalu

3
menurutkan hawa nafsunya dan berangan-angan terhadap Allah" (HR.
Tirmidzi).

Ada tiga hal yang harus dipenuhi oleh orang yang raja' terhadap
sesuatu, yaitu: pertama, mencintai yang diharapkannya. Kedua, takut akan
kehilangannya. Ketiga, usaha untuk mendapat kannya.

Jadi, raja yang tidak disertai dengan tiga perkara di atas, hanyalah
angan- angan semata. Sedangkan raja' itu bukan angan-angan, begitu pula
sebaliknya. [17]

B. Pentingnya Khauf dan Raja’Dalam Islam


Khauf dan Raja' adalah dua konsep penting dalam Islam yang berkaitan
dengan rasa takut kepada Allah dan harapan kepada-Nya:

1. Khauf (‫ )خوف‬: Ini merujuk pada rasa takut kepada Allah. Khauf
adalah perasaan takut yang positif yang membantu umat Islam menjauhi dosa
dan perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Ini adalah bagian penting
dari ikhtiar untuk mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Adapun rasa takut bisa dibagi menjadi empat macam, yaitu:

1. Takut yang Bernilai Ibadah

Rasa takut akan bernilai ibadah apabila ditujukan kepada Allah ‘Azza
wa Jalla yang disertai dengan perendahan diri, pengagungan dan ketundukan
kepada Allah Ta’ala serta melazimkan seseorang untuk bertakwa.

4
Adapun rasa takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla dibagi menjadi dua
macam:

a. Terpuji, yaitu rasa takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla yang


mendorong atau menyebabkan ia bertakwa.
b. Tercela, yaitu rasa takut kepada Allah Ta’ala yang menyebabkan
seseorang berputus asa dari rahmat-Nya.
2. Takut yang Tergolong Syirik
Bentuk takut yang tergolong syirik ada 3 macam:
a. Memalingkan takut yang ibadah kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla.
Misalnya seseorang tidak berani masuk kuburan keramat dengan
berjalan tegak sehingga ia masuk dengan cara merangkak.Hal tersebut
merupakan khauf (takut) yang disertai dengan perendahan diri dan hukumnya
syirik akbar karena memalingkan suatu amal ibadah kepada selain Allah
Ta’ala.
b. Takut kepada mayit atau syaithan dan beranggapan bahwa mereka
bisa mendatangkan kemudharatan. Hal ini bisa tergolong ke dalam syirik
akbar.Misalnya,Ketika seseorang hendak berjalan melewati kuburan, ia takut
Seseorang tidak berani memakai baju warna hijau apabila hendak
masuk ke suatu tempat karena beranggapan jin/setan di tempat tersebut bisa
mendatangkan bahaya baginya jika ia memakai baju dengan warna hijau
tersebut.
Seseorang membunyikan klaksonnya ketika berada di suatu
terowongan karena beranggapan jin/setan di terowongan tersebut akan
mendatangkan bahaya baginya jika ia tidak membunyikan klakson.
c. Takut pada makhluk disertai anggapan bahwa makhluk tersebut bisa
memudharatkan (membahayakan_) baginya, padahal hanya Allah ‘Azza wa

5
Jalla yang mampu melakukannya. Misalnya yang terkait dengan kematian,
rezeki, dan sebagainya. Ini hukumnya syirik akbar.
3. Takut yang Tergolong Maksiat

Rasa takut digolongkan maksiat apabila menyebabkan seseorang


meninggalkan suatu kewajiban atau melakukan hal-hal yang diharamkan
karena takut kepada manusia/makhluk dalam keadaan ia tidak dipaksa. Hal ini
tergolong syirik asghar (kecil).Misal;
-Seseorang meninggalkan dakwah karena takut pada manusia (yaitu
takut dikucilkan, dan sebagainya), padahal ia mampu untuk berdakwah.
– Seseorang yang disuruh pergi membeli rokok, kemudian ia pergi
membelinya karena takut tidak akan diberi uang jajan apabila ia tidak
berangkat membelinya.
4. Takut yang Bersifat Naluriah (Thabi’i)
Rasa takut ini, yaitu yang secara zhahir/tampaknya merupakan rasa
takut pada makhluk dan terbukti bahwa makhluk tersebut bisa mencelakakan
diri kita dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla serta tidak ada unsur peribadatan
atau meninggalkan kewajiban. Misalnya takut pada wajah yang seram, takut
pada harimau. Maka hukumnya boleh sehingga tidak mengurangi ketauhidan
seseorang.

Dengan demikian, dapat diketahui rasa takut yang dialami itu


merupakan rasa takut yang akan membahayakan keimanan ataukah rasa takut
yang bersifat naluri yang diperbolehkan dan tidak membahayakan keimanan

2. Raja' (‫ )رجاء‬: Ini merujuk pada harapan kepada Allah. Raja' adalah
keyakinan dan harapan bahwa Allah adalah Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. Ini mendorong umat Islam untuk selalu berharap kepada rahmat

6
Allah bahkan setelah melakukan kesalahan. Raja' adalah aspek penting dalam
menjaga semangat dan kepercayaan kepada Allah.

َ ُ‫َّللاَ يَ ْغ ِف ُر الذُّن‬
‫وب‬ َّ ‫َّللاِ َرحْ َم ِة ِإ َّن‬ ُ َ‫ِي الَّذِينَ أَس َْرفُوا َعلَى أَنفُ ِس ِه ْم ََل ت َ ْقن‬
َّ َ‫طوا ِمن‬ َ ‫قُ ْل يَ ِعبَاد‬
ُُ*‫الر ِحيم‬
َّ ‫ور‬ ُ ُ‫جميعًا ِإنَّهُ ه َُو ْالغَف‬
ِ

Yang artinya:
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-
lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Allah telah membawa kabar gembira kepada kita semua bahwa


rahmat-Nya meliputi segala Sesutu, sebagaimana dalam firman-Nya, ": (QS.
Al-A'raf: 56.)

َ ‫ص ََل ِح َها َوادْعُوهُ خ َْوفًا َو‬


َّ ‫ط َم ًعا َرحْ َمتَ ِإ َّن‬
ِ‫َّللا‬ ِ ‫َو ََل ت ُ ْف ِسد ُوا فِي ْاْل َ ْر‬
ْ ‫ض َب ْعدَ ِإ‬
* َ‫قريبٌ ِمنَ ْال ُمحْ ِسنِين‬ ِ

Yang artinya:
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah
Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik".

3. Tingkatan Raja'Menurut Ibnu Ujaibah, orang-orang yang


mengharap rahmat Allah tidak berada dalam satu tingkatan, tapi mereka
berada dalam tingkatan yang berbeda-beda, yaitu:

7
a) Pengharapan orang awam, yakni tempat kembali yang baik dengan
diperolehnya pahala.

b) Pengharapan orang khawwās, yakni ridha dan kedekatan di sisi-ya.

c) Pengharapan orang khawwas al-khawwas, yakni kemampuan untuk


melakukan musyahadah dan bertambahnya tingkatan derajat dalam rahasia-
rahasia Tuhan yang disembah."

C.Hakikat Khauf dan Raja’


1.Hakikat Khauf

Dalam pandangan al-Ghazali, al-khauf (takut) adalah ungkapan derita


hati dan kegelisahan yang disebabkan terjadinya sesuatu yang dibenci Tuhan
yang mungkin terjadi pada seseorang di masa yang akan datang . Bagi orang
yang dekat kepada Allah dan memiliki kebenaran(al-haq) dalam hatinya, pada
waktu yang bersamaan ia menyaksikan musyahid) kein-dahan kebenaran
selamanya tanpa harus menoleh ke masa men-datang. Orang seperti ini tidak
lagi memiliki khawf dan tidak pula perlu berharap (raja’), bahkan ia berada
dalam hal yang lebih tinggi dari alkhawf dan al-raja’.

Al-khauf juga terdapat di dalamnya ’ilm, hal dan ’amal. Mengenai


’ilm yang menjadi bagian dari khawf di sini maksudnya adalah ilmu atau
pengetahuan tentang upaya-upaya menghindari sesuatu yang dibenci
Tuhan. Perumpamaan ilmu di sini tidak ubahnya seperti seseorang
yang dititipkan sesuatu kemudian ia takut kalau-kalau titipan itu rusak.
Kegelisahan hati orang seperti ini dipicu oleh pengetahuannya akan
berbagai sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada ”titipan” itu.
Bila itu terjadi, maka pemilik titipan itu pun akan marah, tidak senang

8
atau bahkan menjadi dendam. Disini, maka ilmu yang dimaksud adalah
jelas sebagai sebab dari rasa takut (al-khauf) dan kegelisahan hati yang
kuat. Begitu juga dengan apa yang dapat membakar, mengetahui (’ilm)
sebab-sebab yang dapat menimbulkan kebakaran juga menimbulkan
rasa takut (al-khauf). Kebakaran pada contoh ini tidak lain adalah rasa
takut itu sendiri.

Takut kepada Allah Swt. terkadang dikarenakan adanya pengetahuan tentang


Allah dan sifat-sifat Nya. Seandainya la berkehendak memusnahkan alam ini
tidak satu pun yang dapat mencegahNya. Pada kali yang lain, takut dapat
dikarenakan banyaknya perilaku maksiat Seorang hamba, dan dapat pula
dikarenakan oleh kedua-duanya sekaligus. Berdasarkan pengetahuan akan
keagungan Allah Swt. Yang ”Dia tidak ditanya tentang apa yang iperbuatNya
dan merekalah yang akan ditanyai , seseorang akan bertambah kuat rasa
takutnya. Sepaling takut manusia kepada Tuhannya adalah sepaling tahu
manusia atas diri dan Tuhannya. Begitu juga dengan sabda Nabi, ”aku adalah
sepaling takut manusia kepada Allah” , dan firman Allah Swt, ”sesungguhnya

yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya, hanyalah ulama”.

Al-Ghazali lebih lanjut menjelaskan, bila telah sempurna pengetahuan


seseorang kelak akan memunculkan rasa takut (al-khauf) dan kegelisahan hati.
Kemudian kegelisahan itu akan memenuhi relung hatinya dan pada akhirnya
mempengaruhi fisik, kepiluan dan sejumlah sifat yang akan muncul
berikutnya. Takut yang mempengaruhi fisik akan menjadikan kelayuan,
kepiluan dan tangisan. Takut yang mempengaruhi kepiluan akan enghentikan
seseorang dari segala bentuk kemaksiatan dan mengisi diri dengan ketaatan,
menyesali yang telah terjadi di masa lalu dan mempersiapkan diri untuk masa
yang akan datang. ”Orang yang takut bukanlah orang yang menangis dan

9
menghapus air matanya, tetapi orang yang takut adalah orang yang
meninggalkan apa yang ia takutkan yang kemungkinan kelak akan menimpa
dirinya”. Dan ”siapa yang takut terhadap sesuatu, ia lari darinya. Orang yang
takut kepada Allah, justeru akan mendekat kepada-Nya”.

Takut yang mempengaruhi sifat seseorang akan menjadikan seseorang


menahan hawa nafsu dan mengurangi berbagai kelezatan duniawi. Pada
akhirnya, berbagai bentuk kemaksiatan yang semula disenanginya akan
berubah menjadi kebencian terhadap segala macam bentuk kemaksiatan. Ini
tidak ubahnya seperti seseorang yang tidak mau meminum madu manakala ia
tahu bila di dalamnya terdapat racun yang membahayakan. Dengan demikian,
maka terb1akarlah segala bentuk hawa nafsu dengan rasa takut (al-khauf) dan
menjadikan hati tunduk, khusyu’, tenteram, menjauh dari kesombongan dan
kedengkian, bahkan menjadikan seseorang, dengan rasa takutnya itu, melihat
pada akibatakibat buruk dari prilaku-prilaku yang tidak terpuji serta
menjadikannya tidak menoleh kepada yang lain dan tidak ada kesibukan
kecuali dengan evaluasi dan instrospeksi diri dan pada akhirnya, lahir dan
batin disibukkan dengan rasa takutnya. Kondisi ini (hal) adalah keadaan
dimana seseorang telah dipenuhi dan dikuasai oleh rasa takutnya itu.

1
2 A. Wahib Mu'thi, "Pekerjaan-Pekerjaan Hati Menurut Ibn Taimiyyah, dalam Ulumul Qur'an, Nomor
1, Vol. V, Th. 1994, h. 70. Istilah maqamat mempunyai pengertian yang berbeda dari istilah ahwal.
Maqamat jamak dari maqam dapat diartikan sebagai tahapan-tahapan yang ditempuh oleh sufi
melalui usaha. Sedangkan ahwal jamak dari hol, ialah keadaan haci yang dialami oleh sufi sebagai
karunia yang datang dari Tuhan. Untuk detailnya lihat A. Wahib Mu'thi, ibid, mengutip dari Abu Nasr
Al-Sarraj, Kitab Al-Luma Sementara itu, al-Ghazali menuliskan bahwa dinamakan maqam bila
keberadaannya tetap dan diam (tsabata wa aqama), sedangkan dinamakan hal karena
keberadaannya cepat hilang (sari¹ al-zıwal), sesuatu yang tidak tetap dalam hati. Abu Hamid
Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulum Ad-Din, Beirut: Dar Al-Fikir, nd, Jilid. Ke-IV, h. 142,
selanjutnya disebut al-Ghazali

3 Lihat Harun Nasution, op.cit, h. 62-63

Al-Ghazali, Op.Cit, Jilid. Ke-1, h. 3

10
Dalam pembicaraan al-Ghazali mengenai al-khauf berikutnya ia
menjelaskan tidak semua rasa takut itu terpuji dan semakin banyak rasa takut
seseorang itu baik. Anggapan seperti ini ditegaskan al-Ghazali sebagai
kekeliruan. Al-khauf yang sesungguhnya adalah ”cambuk Allah” yang
menggiring hamba-Nya untuk bergiat diri dalam ilmu dan amal guna enggapai
kede-katan kepadaNya. Bagi al-Ghazali rasa takut yang terpuji adalah yang
pertengahan (al-‘itidal wa al wasth ). Rasa takut yang berlebihan dan melewati
batas-batas pertengahan akan menimbulkan penyesalan. Rasa takut seperti ini
tercela sebab kondisi seperti ini boleh jadi akan menghalangi amal. Yang
dimaksud al-khauf sebenarnya adalah ”cambuk”, sesuatu yang mendorong
untuk beramal yang tanpa itu, maka al-khauf pun tidak akan sempurna
keberadaannya.

Keutamaan al-khauf bagi al-Ghazali dapat diketahui baik melalui


perenungan (al-taammul wa al-‘Itibar) maupun melalui ayat-ayat al-Qur’an
dan hadits. Melalui perenungan, akan ditemukan bahwa kebahagiaan yang
sesungguhnya adalah perjumpaan dengan Allah Swt: di akhirat kelak. Jadi
tidak ada tujuan lain kecuali kebahagiaan itu sendiri dan tidak ada ebahagiaan
seorang hamba selain perjumpaan-nya dengan Allah dan kedekatan epadaNya.
Karenanya, apa pun yang dapat menyampaikannya kepada tujuan itu maka
dianggap sebagai keutamaan.

Jelas sekali menurut al-Ghazali bahwa kebahagiaan berjumpa dengan


Allah di akhirat kelak tidak dapat dicapai kecuali dengan jalan mencintaiNya
(mahabbah) dan ingat (al-zikr) yang terus-menerus. Bergiat diri dalam
mengingat dan berpikir tentang keagungan Tuhan tidak dapat dicapai kecuali
dengan memutuskan kecintaan dunia dari hati. Seseorang tidak dapat
memutuskan kecintaan dunia dari hatinya kecuali dengan me-ninggalkan
kelezatan dan hawa nafsu duniawi, dan tidak mungkin meninggalkan yang

11
disenangi kecuali dengan mengekang hawa nafsu. Hawa nafsu tidak akan
pernah padam kecuali dengan api al-khawf.

Dengan demikian, maka al-khauf adalah api yang membakar syahwat


dan keutamaannya terletak pada kemampuannya membakar syahwat dan
menahan dari segala bentuk kemaksiatan dan menggalakkan untuk patuh
kepada Allah Swt.

Melalui ayat-ayat al-Qur’an dan hadits banyak ditemukan yang


berkaitan dengan keutamaan al-khawf. Setiap ayat yang menjelaskan tentang
keutamaan ilmu, pada waktu yang bersamaan juga menjelaskan keutamaan al-
khawf. Sebab al-khauf adalah buah dari ilmu. Tentang keutamaan al-khauf
dalam al-Qur’an, Allah Swt. Berfirman :Petunjuk dan rahmat untuk orang-
orang yang takut kepada Tuhannya.Sesungguhnya yang takut kepada Allah
diantara hamba-hambaNya, hanyalah ulama. Allah ridha terhadap mereka dan
mereka pun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang
yang takut kepada Tuhannya.

Tentang keutamaan al-kahwf dalam hadits, Nabi pernah


bersabda:Kepala / pucuk hikmah adalah rasa takut kepada Allah.Bila engkau
ingin berjumpa denganku, maka perbanyaklah rasa takut sepeninggalanku
nanti.Sepaling sempuma akal kamu sekalian adalah orang yang paling
(sangat) takut kepada Allah dan paling baik dari kamu sekalian adalah orang
yang melaksanakan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

2.Hakikat Raja’
Al-raja’ 21 (mengharap) menurut al-Ghazali adalah sebagian dari maqamat
para salikin dan ahwal orang-orang yang dalam pencarian untuk dekat dengan
Tuhan. Hakikat dari mengharap (al-raja’) dilengkapi pula dengan hal, ilm dan

12
amal. ilm sebagai sebab yang dapat menimbulkan hal, dan hal memerlukan
adanya amal. Sedang al-raja’ adalah nama dari ketiganya.
Berharap merupakan sesuatu yang lebih baik daripada merasa takut,
Hal itu karena hamba yang paling dekat dengan Allah swt, adalah hamba yang
dicintainya Penjelasannya adalah apa saja yang dijumpai oleh seseorang tidak
terlepas dari ”dibenci” dan ”dicintai”. Kedua kondisi ini keberadaannya ada
pada saat sekarang, masa lalu dan masa yang akan datang. Bila terdetik dalam
hati seseorang tentang maujud hari ini dinamakan idrak (penge-tahuan) Bila
terdetik dalam hati seseorang tentang maujud sesuatu di masa lalu dinamakan
zikr (ingatan), dan bila terdetik dalam hati seseorang tentang maujud di masa
mendatang disebut intizhar (penantian). Lalu bila yang dinanti adalah sesuatu
yang dibenci, maka yang terjadi adalah luka dalam hati yang dinamakan hauf.
Dan bila yang ditunggu adalah sesuatu yang dicintai, maka yang terjadi adalah
penantian yang menambat hati dengan berbagai kesenangan dan kelapangan
(alirtiyah). Kelapangan inilah yang dinamakan al-raja’.Dengan demikian, al-
raja’ adalah kelapangan atau terbuka lebamya hati dalam menantikan sesuatu
yang dicintainya. Namun begitu, sesuatu yang dinanti dan dicintai itu adalah
suatu ”keharusan”, nyata adanya dan perlu adanya berbagai upaya. Maka
apabila penantian itu tidak didasari atas sejumlah upaya tertentu, atau bahkan
upaya itu bertolak belakang dengan penantian itu, itu tidak ubahnya dengan
fatamorgana. Untuk hal yang kedua ini, kata alGhazali ”kedunguan lebih tepat
sebutannya ketimbang al-raja’.
Pengertian al-raja’ yang sesungguhnya adalah penantian atas sesuatu
yang dicintai dengan mengerahkan segenap upaya seorang hamba. Seorang
hamba, yang menanam benih iman lalu disirami dengan air ketaatan,
mensucikan hati dari segala prilaku tercela, kemudian menanti keutamaan
Allah Swt. Untuk menetapkannya agar mati dalam keadaan baik (husnu al-
khotimah) serta berlimpah ampunanNya. Penantian seperti ini adalah raja’
yang sesungguhnya dan dibangkitkan dengan kegigihan dan upaya-upaya

13
iman dan ampunan menuju kematian. Penantian tanpa benih keimanan ir
ketaatan kepada Allah serta hati yang masih lekat dengan perilaku tercela
serta kenikmatan duniawi, maka penantian serupa ini tidak lebih hanyalah
kedunguan dan fatamorgana.
Sabda Nabi Muhammad SAW :Orang yang dungu adalah orang yang
menuruti hawa nafsunya dan berharap akan surga Allah.Firman Allah
Swt.:Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang
menyianyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka
kelak akan menemui kesesatan.Maka datanglah sesudah mereka generasi
(yang jahat) yang mewarisi al-Kitab, yang mengam-bil harta benda dunia
yang rendah ini, dan berkata: ”Kami akan diberi ampunan”. Dan aku tidak
mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan
kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik
daripada kebun-kebun itu.

D.Contoh-contoh Keseimbangan Antara Khauf dan Raja’


mengenai hal ini cukup penting diketahui, bahwa dalam kehidupan
hamba di dunia ini perlu menggabungkan antara mahabbah (cinta), khauf
(rasa takut) dan raja’ (berharap).
Dalil Mahabbah dalam ibadah yaitu firman Allah:

َ َ ‫َّللاِ َوالَّذِينَ آ َمنُوا أ‬


ِ‫شدُّ ُحبا ِ َّلِل‬ َّ ِ ّ‫َّللاِ أ َ ْندَادًا ي ُِحبُّونَ ُه ْم َكحُب‬ ِ ‫اس َم ْن َيت َّ ِخذ ُ ِم ْن د‬
َّ ‫ُون‬ ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-


tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai
Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah”
(QS. Al Baqarah: 165).

14
1.Dalil Khauf (rasa takut) dalam Ibadah yaitu firman Allah:

َ ‫أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَ ْبتَغُونَ إِلَى َربِّ ِه ُم ْال َو ِسيلَةَ أَيُّ ُه ْم أ َ ْق َربُ َويَ ْرجُونَ َرحْ َمتَهُ َويَخَافُونَ َعذَابَهُ ِإ َّن‬
َ َ ‫عذ‬
‫اب‬
ً ُ‫َربِّكَ َكانَ َمحْ ذ‬
‫ورا‬

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan


kepada Tuhan mereka, siapakah di antara mereka yang lebih dekat (kepada
Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya.
Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-
Isra’: 57)

2.Dalil Raja’ (berharap) dalam Ibadah yaitu firman Allah,

َ ‫فَ َم ْن َكانَ يَ ْر ُجو ِلقَا َء َربِّ ِه فَ ْليَ ْع َم ْل َع َم ًَل‬


‫صا ِل ًحا َو ََل يُ ْش ِر ْك بِ ِعبَادَةِ َر ِّب ِه أ َ َحدًا‬

“Untuk itu, barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan


Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah
mempersekutukan dengan apapun dalam beribadah kepada Rabbnya” (QS.
Al-Kahfi: 110).

Dalam setiap perbuatan dan ibadah seorang hamba harus ada ketiga
hal ini. Sebagaimana seseorang dalam urusan dunianya, ada tiga hal ini.
misalnya seorang mahasiswa yang mengikuti ujian, maka ada:

1.Rasa takut: tidak lulus ujian


2.Berharap: lulus ujian dengan nilai baik
3.Cinta: Cinta dengan jurusan yang ia tempuh dan ilmu yang ia elajari
karena merupakan pilihannya

15
Seorang hamba harus menyeimbangkan antara khauf dan raja’
sebagaimana dalam ayat berikut yang menjelaskan seorang hamba berdoa
dengan harap dan cemas. Allah berfirman,
ِ ‫ارعُونَ فِي ْال َخي َْرا‬
َ‫ت َويَدْعُونَنَا َر َغبًا َو َر َهبًا َوكَانُوا لَنَا خَا ِشعِين‬ ِ ‫س‬َ ُ‫ِإنَّ ُه ْم كَانُوا ي‬

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera


dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa
kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang
khusyu kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)
Apabila terlalu besar dan mendominasi rasa takut (khauf), maka akan
terjerumus dalam akidah khawarij yang putus asa dari rahmat Allah padahal
Allah Maha Pengasih.
Apabila terlalu besar dan mendominasi rasa raja’ (berharap), maka
akan terjerumus dalam akidah murji’ah yang menghilangkan rasa takut
kepada Allah, hanya menonjolkan ampunan dan rasa harap padahal Allah juga
“syadidul iqab” yaitu keras azabnya.
Karenanya dua hal ini dimisalkan seperti sayap burung, tidak boleh
ada yang lebih berat atau rusak sebelah. Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata,

‫ يخاف هللا ويرجوه‬،‫والعبد يسير إلى هللا بين الرجاء والخوف كالجناحين للطائر‬

“Seorang hamba harus beribadah kepada Allah di antara raja’ dan


khauf sebagaimana dua sayap burung.”[1]
Ada beberapa keadaan di mana salah satu dari khauf dan raja’ ini perlu
sedikit mendominasi. Misalnya:Ketika sakit yang akan mengantarkan
kematiannya, maka perbanyak rasa raja’ (berharap) kepada Allah akan pahala
ibadah-ibadah yang dulu pernah dilakukan. Apalagi ibadah tersebut adalah
ibadah yang disembunyikan, hanya Allah dan ia yang tahu serta benar-benar
hanya mengharap wajah Allah saja.

16
2

Hal ini sebagaimana hadis Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam yang


mengajarkan kita agar meninggal dalam keadaan berhusnuzhan kepada Allah.
Beliau bersabda,

‫الِلِ َع َّز َو َج َّل‬ َّ ‫ََل َي ُموت ََّن أ َ َحد ُ ُك ْم ِإ ََّل َوه َُو يُحْ ِسنُ ال‬
َّ ‫ظ َّن ِب‬

“Jangan salah seorang diantara kamu meninggal dunia kecuali dia


berprasangka baik kepada Allah Azza Wa jalla.”[2]
Para ulama berbeda pendapat mengenai manakah yang lebih
mendahulukan /didominasikan, apakah rasa harap atau rasa takut kepada
Allah, ada beberapa pendapat:
Imam Ahmad rahimahullah berkata
“Hendaknya khauf (rasa takut) dan raja‘ (berharap) itu sama, tidak
boleh mendominasi rasa takut dan tidak boleh mendominsasi rasa berharap
Beliau juga berkata:
“Apabila salah satu dari keduanya mendominasi, orang tersebut akan
binasa”Karena ketika rasa berharap kepada Allah lebih besar, seseorang akan
merasa aman dari makar (azab) Allah, dan jika rasa takut lebih besar maka ia
akan putus asa dari rahmat Allah.

2
15 Ibid, h. 157

16 Ibid.,

17 QS. Al-A'raf: 153

18 QS. Fathir: 28

19 QS. Al-Maidah: 122. Ayat yang sama juga terdapat dalam QS. At-Taubah: 101, Al- Mujadalah: dan
al-Bayyinah: 8

20 Hadits ini seperti ditulis al-Ghazali, diriwayatkah oleh Abu Bakar Lal al-Faqih.

21 Al-Ghazali dengan terlebih dahulu menjelaskan al-raja'baru kemudian disusul dengan al-khawf.

17
Sebagian ulama mengatakan:
“Hendaknya rasa berharap lebih mendominasi ketika melakukan
ketaatan dan rasa takut lebih mendominasi ketika ingin melakukan
maksiat”Karena ketika melakukan ketaatan akan menuntut adanya husnuzhan
kepada Allah, sehingga hendaknya rasa harap lebih besar yaitu ia engharapkan
amalannya diterima. Adapun dalam maksiat, hendaknya rasa takut lebih besar
agar ia tidak terjerumus dalam maksiat.

Sebagian ulama yang lain mengatakan:


“Hendaknya orang yang sehat lebih dominasi rasa takut, sedangkan
orang yang sakit lebih dominasi rasa harap”Karena orang yang sehat ketika ia
mengedepankan rasa takut maka ia akan terhindar dari maksiat, sedangkan
orang yang sakit ketika ia mengedepankan rasa harap maka ia akan bertemu
Allah dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah.

18
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara etimologi, kata khauf berasal dari bahasa Arab yang terdiri atas
tiga huruf, yaitu khaf, waw dan fa yang bermakna al-faza "ketakutan,
kepanikan, terkejut, bingung".Sedangkan Raja’ Secara etimologi, kata raja
berasal dari bahasa Arab yang terdiri atas tiga huruf, yaitu ra, jim dan 'ain
yang bermakna 5 (mengembalikan, menjawab, menolak, memalingkan) dan
‫) تکرار‬pengulangan).
Khauf dan Raja' adalah dua konsep penting dalam Islam yang berkaitan
dengan rasa takut kepada Allah dan harapan kepada-Nya:
1. Khauf (‫ )خوف‬: Ini merujuk pada rasa takut kepada Allah. Khauf
adalah perasaan takut yang positif yang membantu umat Islam menjauhi dosa
dan perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Ini adalah bagian penting
dari ikhtiar untuk mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Adapun rasa takut di bagi menjadi 4 macam ,yaitu :
1.Takut yang bernilai ibadah.
2.Takut yang tergolong syirik.
3.Takut yang tergolong maksiat.
4.Takut yang bersifat Naluriah (tabi'i)
2. Raja' (‫ )رجاء‬: Ini merujuk pada harapan kepada Allah. Raja' adalah
keyakinan dan harapan bahwa Allah adalah Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. Ini mendorong umat Islam untuk selalu berharap kepada rahmat
Allah bahkan setelah melakukan kesalahan. Raja' adalah aspek penting dalam
menjaga semangat dan kepercayaan kepada Allah.

19
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya Ulum Al-Din


Beirut, Dar Al-Fikr, nd Al-Taftazani, Abu Al-Wafa’ Al-Ghanimi, Sufi Dari
Zaman Ke zaman,Penerjemah, Ahmad Rofi’ Utsmani, Bandung, Pustaka,
1985, Get. Ke-1Al-Hasani, Ahmad bin Muhammad bin Ajibah AI-Himam Fi
Syarh AlHikam Ibn ‘Atha’ Al-Sakandari, Beirut, Dar Al-Fikr, nd Al-Nasyar,
Ali Sami, Nasy’ah Al-Fikr Al-Falsafi fi Al-Islam, Dar Al-Ma’arif,1969, Get.
Ke-4 ‘Arjun, Muhammad Al-Shadiq, AI-Tashwwuf fi Al-islam Manabi’uh wa
Athwaruh, Maktabah Al-Kulliyyat Al-Azhariyyah, 1967 ‘Amidah,
Abdurrahman, Al-Tashawwuf Al-Islami Manhajan wa Sulukan.Maktabah Al-
Kulliyyat Al-Azhariyyah, 1967 Al-Qasimi, Muhammad Jamaluddin, au’izhah
Af-Mu’minin min Ihya Ulum Al-Din, Dar Al-’Ahd Al-Jadid, nd Al-Thusi,
Abu Nasr Sarraj, AI-Luma’, Kairo, Dar Al-Kutub Al-Haditsah,1960 Hilal,
Ibrahim, Tasawuf Antara Agama dan Filsafat Sebuah Kritik Metodologis,
Bandung, Pustaka Hidayah, 2002 Imam Gazali, Ihya Ulumudin : Darus Salam
: Kairo, 2010 Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam, Jakarta,
Bulan Bintang, 2005 ---------------------, ”Tasawuf”, Dalam Budhy Munawar-
Rachman (ed),Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta,
Yayasan Paramadina, 2008 Mu’thi, A. Wahib, ”Pekerjaan-Pekerjaan Hati
Menurut Ibn Taimiyyah,Dalam Ulumul Qur’an, Nomor 1, Vol. V, Th. 2006

20

Anda mungkin juga menyukai