A. Pengertian Muqamat
Dalam istilah tasawwuf yang dimaksud maqamat sangat berbeda dengan maqam dalam
istilah umum yang berarti kuburan. Pengertian maqamat secara bentuk jamak berasal dari
kata maqam, yang berarti posisi kerohanian.
Maqam artinya:
1. Adalah "tempat berdiri", dalam istilah sufis berarti tempat atau martabat
seseorang hamba di hadapan Allah pada saat dia berdiri menghadap kepada-
Nya. Adapun "ahwal" bentuk jamak dari 'hal'
2. Biasanya diartikan sebagai kondisi pikiran atau pikiran yang dialami oleh para
sufi celah perjalanan kerohaniannya Dengan kata lain, maqam diartikan
sebagai suatu tahap adab kepada dengan bermacam usaha dibuat untuk satu
tujuan pencarian dan ukuran tugas masing-masing yang berada dalam tingkat
sendiri ketika dalam kondisi tersebut, serta tingkah laku riyadah menuju
kepadanya.
3. Seorang sufi tidak diizinkan pindah ke suatu maqam lain, kecuali setelah
menyelesaikan persyaratan yang ada dalam maqam tersebut. Tahap-tahap atau
tingkat-tingkat maqam ini bukan berbentuk yang sama di antara anggota-
anggota sufi, namun mereka sepakat bahwa tahap awal untuk setiap maqam
adalah taubah. Rentetan praktek para sufi tersebut di atas akan mempengaruhi
kondisi rohani yang disebut sebagai al-ahwal yang diperoleh secara spiritual
dalam hati secara tidak langsung sebagai penghargaan dari Allah semata-mata,
dari rasa senang atau sedih, rindu atau benci, rasa takut atau sukacita,
ketenangan atau darurat secara berlawanan dalam kenyataan dan pengalaman
dan sebagainya.
4. Al-maqamat dan al-ahwal adalah dua bentuk kesinambungan yang
bersambungan dan online dari sebab akibat praktek melalui latihan-latihan
rohani. Banyak pendapat yang berbeda untuk mendefinisikan maqamat, di
antaranya:
B. Pembagian Muqamat
a. Pembagian:
1) Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumudin: taubat - sabar - faqir - zuhud - tawakal -
mahabbah - ma'rifat dan ridho.
2) Al Kalabadhi dalam kitabnya "Al taaruf Li Madzhab Ahl Tasawuf: Taubat -
zuhud - sabar - faqir – dipercaya (wahdatul wujud) - tawadhu (rendah hati) -
tawakal - ridho - mahabbah (cinta)-dan ma'rifat.
3) Al-Sarraj : taubat-zuhud-warak-fakir-sabar-tawakkal-ridho
4) Al-Qusyair : taubat - wara - zuhud - tawakal - sabar dan Ridha.
b. Pembahasan
1) Taubat
Taubat itu menyesali maksiat yang telah dikerjakannya dan kembali menuju apa yang
diperintahkannya. Menurut Al- Ghazali terdapat empat tingkatan taubat. Tujuan dari
taubat sendiri ialah menyucikan jiwa. Kemudian manfaat dan kegunaan yang di dapat
adalah mendekatnya seorang hamba kepada Allah swt karena merasa membutuhkan
ampunan-Nya. Tingkatan taubat yaitu:
Pertama, seorang yang bertaubat dan terus tetap bertaubat hingga akhir usianya.
Inilah yang disebut istiqamah, kemantapan dalam taubatnya. Taubat semacam ini
dinamakan taubat nasuha.
Kedua, orang yang bertaubat tetapi belum dapat melepaskan diri dari berbagai dosa
yang menghinggapinya. Dalam hatinya sama sekali tidak terketuk untuk berbuat dosa.
Namun keadaan memaksa ia terjebak dosa. Saat dosa menghampirinya, saat itu pula
ia bertaubat, dan benar-benar menyesalinya.
Ketiga, seseorang yang bertaubat namun pada saat-saat tertentu ia dikalahkan oleh
nafsu syahwatnya dengan melakukan beberapa macam kemaksiatan. Dan ia sadar
bahwa kemaksiatan yang dilakukannya sengaja, karena memang tidak mampu
mengekang nafsu syahwatnya. Dalam waktu yang sama ia tetap melaksanakan
ketaatan dan sebagian dosa-dosa besar ditinggalkan. Dalam hatinya ia berkeinginan
agar mampu menghindari dorongan nafsu syahwatnya. Malahan saat selesai
melaksanakan kemaksiatan, ia menyesali dirinya sendiri. Namun kekuatan nafsunya
terkadang berimbang dengan iman.
Keempat, seorang yang bertaubat dengan waktu yang terbatas untuk selanjutnya ia
kembali menjerumuskan dirinya dalam berbagai perbuatan dosa. Orang semacam ini
sama sekali tidak menyesali perbuatan dosanya itu dan tidak ada keinginan segera
bertaubat.
Hal yang menyusahkan, menyakiti dan memberatkan kita, maka dinamakan dengan
Khauf. Tujuan dari Khauf ialah menyadarkan bahwa manusia dasarnya lemah.
Sementara manfaat khauf adalah menjadikan pribadi manusia yang rendah hati .
Pembagian khauf terbagi menjadi tiga yaitu:
Yaitu takut secara naluri manusia seperti takut kepada musuh yang kuat, takut hewan
buas dan takut dengan api yang tidak terkendali. Hal ini bukanlah jenis takut ibadah
dan tidak menafikan keimanan.
Yaitu rasa takut yang menyebabkan meninggalkan amar makruf dan nahi mungkar.
Rasa takut yang kepada manusia/makhluk yang menyebabkan ia melakukan
kemaksiatan. Hal ini haram dan tercela.
Yaitu takut kepada Allah disertai dengan rasa pengagungan, perendahan diri dan
ketundukan kepada Allah yang melazimkan muncul rasa takwa.
Seorang hamba yang ikhlas, akan beribadah pada Tuhannya dengan ketulusan. Ketika
hamba beribadah dengan tidak ada ketulusan didalam hatinya, maka hamba tersebut
menjadi syirik pada Tuhannya didalam beribadah. Manfaat dari adanya keikhlasan
yaitu membawa hati yang tenang. Ikhlas dalam tingkatannya terbagi menjadi ikhlas
karena Allah, ikhlas untuk Allah dan ikhlas akan kepunyaan Allah.
c) Jujur
Jujur merupakan sifat para Nabi Mursalin. Orang jujur Allah tempatkan pada Maqam
posisi para Nabi yang dekat dengan diriNya. Manfaat dari jujur ialah mampu di
amanahkannya seseorang. Sementara tujuan dari jujur ialah mengharap ridha Allah
SWT. Pembagian jujur yaitu jujur dalam ucapan, jujur dalam niat, jujur dalam
kemauan, jujur dalam menepati janji dan jujur dalam perbuatan.
Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran
ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan-Nya. Muraqabah hati pada sifat Tuhan dan Asma’Nya. Memalingkan jiwa
dari segala yang dapat menyibukkan diri padanya. Ini tingkatan maqam yang tinggi
dalam tingkatan hamba pada Tuhanya. Merasa bahwa hamba selalu dipantau hati,
pekerjaannya.
b) Muhasabah
Muhasabah berarti introspeksi diri, menghitung diri dengan amal yang telah
dilakukan. Manusia yang beruntung adalah manusia yang tahu diri, dan selalu
mempersiapkan diri untuk kehidupan kelak yang abadi di yaumul akhir. Sebagai
hamba, harus sadar bahwa Tuhan mengawasinya dengang menyertai malaikatnya
mencatat gerak perilaku hamba untuk muhasabah setiap sore hari, setiap pagi hari,
setiap minggu, setiap akhir bulan, setaip akhir tahun, ketika meninggal dunia. Dengan
melakasanakan Muhasabah, seorang hamba akan selalu menggunakan waktu dan
jatah hidupnya dengan sebaik-baiknya, dengan penuh perhitungan baik amal ibadah
mahdhah maupun amal sholeh berkaitan kehidupan bermasyarakat. Allah SWT
memerintahkan hamba untuk selalu mengintrospeksi dirinya dengan meningkatkan
ketaqwaannya kepada Allah SWT.
9) Tawadhu
10) Wara`
Wara bermakna memelihara diri dari yang diharamkan dan dari hal-hal yang syubhat.
Wara` juga dimaknai dengan tidak hidup berfoya-foya, tidak dengan membanggakan
dirinya kepada orang lain. Al – wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang mengandung
kesamaran (syubhat) di dalamnya. Berkenaan dengan hal itu, sesuai dengan kitab
Allah, Al qur’anul karim. menjadikan perilaku Wara` niscaya seseorang akan selalu
memperhitungkan terhadap sekecil apapun keburukan yang dapat menghalangi
kedekatanya dengan Tuhannya. Dengan demikian perilaku Wara` ini membuat
seseorang selalu berbuat hati-hati dalam mencari nafkah dan pendirian fasilitas
kebutuhan dasarnya, seperti pangan dan sandang. Sifat kehati-hatian ini
memungkinkan terhindar dari sifat rakus, iri, dan sebagainya yang pada akhirnya
terhindar dari segala sesuatu yang tidak sesuai dengan hokum agama. Sehingga orang
yang didalam dirinya memiliki sifat wara` senantiasa akan menjadi hamba yang dekat
dengan Allah SWT. Tingkatan wara’ yaitu: