Anda di halaman 1dari 8

Muqamat dalam Islam

Disusun oleh:Hilda Trianutami, KPI 1

A. Pengertian Muqamat

Dalam istilah tasawwuf yang dimaksud maqamat sangat berbeda dengan maqam dalam
istilah umum yang berarti kuburan. Pengertian maqamat secara bentuk jamak berasal dari
kata maqam, yang berarti posisi kerohanian.

Maqam artinya:

1. Adalah "tempat berdiri", dalam istilah sufis berarti tempat atau martabat
seseorang hamba di hadapan Allah pada saat dia berdiri menghadap kepada-
Nya. Adapun "ahwal" bentuk jamak dari 'hal'
2. Biasanya diartikan sebagai kondisi pikiran atau pikiran yang dialami oleh para
sufi celah perjalanan kerohaniannya Dengan kata lain, maqam diartikan
sebagai suatu tahap adab kepada dengan bermacam usaha dibuat untuk satu
tujuan pencarian dan ukuran tugas masing-masing yang berada dalam tingkat
sendiri ketika dalam kondisi tersebut, serta tingkah laku riyadah menuju
kepadanya.
3. Seorang sufi tidak diizinkan pindah ke suatu maqam lain, kecuali setelah
menyelesaikan persyaratan yang ada dalam maqam tersebut. Tahap-tahap atau
tingkat-tingkat maqam ini bukan berbentuk yang sama di antara anggota-
anggota sufi, namun mereka sepakat bahwa tahap awal untuk setiap maqam
adalah taubah. Rentetan praktek para sufi tersebut di atas akan mempengaruhi
kondisi rohani yang disebut sebagai al-ahwal yang diperoleh secara spiritual
dalam hati secara tidak langsung sebagai penghargaan dari Allah semata-mata,
dari rasa senang atau sedih, rindu atau benci, rasa takut atau sukacita,
ketenangan atau darurat secara berlawanan dalam kenyataan dan pengalaman
dan sebagainya.
4. Al-maqamat dan al-ahwal adalah dua bentuk kesinambungan yang
bersambungan dan online dari sebab akibat praktek melalui latihan-latihan
rohani. Banyak pendapat yang berbeda untuk mendefinisikan maqamat, di
antaranya:
B. Pembagian Muqamat
a. Pembagian:
1) Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumudin: taubat - sabar - faqir - zuhud - tawakal -
mahabbah - ma'rifat dan ridho.
2) Al Kalabadhi dalam kitabnya "Al taaruf Li Madzhab Ahl Tasawuf: Taubat -
zuhud - sabar - faqir – dipercaya (wahdatul wujud) - tawadhu (rendah hati) -
tawakal - ridho - mahabbah (cinta)-dan ma'rifat.
3) Al-Sarraj : taubat-zuhud-warak-fakir-sabar-tawakkal-ridho
4) Al-Qusyair : taubat - wara - zuhud - tawakal - sabar dan Ridha.
b. Pembahasan
1) Taubat

Taubat itu menyesali maksiat yang telah dikerjakannya dan kembali menuju apa yang
diperintahkannya. Menurut Al- Ghazali terdapat empat tingkatan taubat. Tujuan dari
taubat sendiri ialah menyucikan jiwa. Kemudian manfaat dan kegunaan yang di dapat
adalah mendekatnya seorang hamba kepada Allah swt karena merasa membutuhkan
ampunan-Nya. Tingkatan taubat yaitu:

Pertama, seorang yang bertaubat dan terus tetap bertaubat hingga akhir usianya.
Inilah yang disebut istiqamah, kemantapan dalam taubatnya. Taubat semacam ini
dinamakan taubat nasuha.

Kedua, orang yang bertaubat tetapi belum dapat melepaskan diri dari berbagai dosa
yang menghinggapinya. Dalam hatinya sama sekali tidak terketuk untuk berbuat dosa.
Namun keadaan memaksa ia terjebak dosa. Saat dosa menghampirinya, saat itu pula
ia bertaubat, dan benar-benar menyesalinya.

Ketiga, seseorang yang bertaubat namun pada saat-saat tertentu ia dikalahkan oleh
nafsu syahwatnya dengan melakukan beberapa macam kemaksiatan. Dan ia sadar
bahwa kemaksiatan yang dilakukannya sengaja, karena memang tidak mampu
mengekang nafsu syahwatnya. Dalam waktu yang sama ia tetap melaksanakan
ketaatan dan sebagian dosa-dosa besar ditinggalkan. Dalam hatinya ia berkeinginan
agar mampu menghindari dorongan nafsu syahwatnya. Malahan saat selesai
melaksanakan kemaksiatan, ia menyesali dirinya sendiri. Namun kekuatan nafsunya
terkadang berimbang dengan iman.

Keempat, seorang yang bertaubat dengan waktu yang terbatas untuk selanjutnya ia
kembali menjerumuskan dirinya dalam berbagai perbuatan dosa. Orang semacam ini
sama sekali tidak menyesali perbuatan dosanya itu dan tidak ada keinginan segera
bertaubat.

2) Sabar dan Syukur


a) Sabar merupakan salah satu maqam yang sangat tinggi. Sabar merupakan
keistimewaan manusia. Tujuan dari sabar ialah sebagai pembangkit ketetapan agama
pada diri manusia yang menjadi lawan dari kemauan nafsu. Sementara manfaat dan
kegunaan sabar ialah tenangnya hati yang ikhlas akan ketetapanNya. Sabar dibagi
menjadi tiga jenis:
1) Sabar dalam Ketaatan
2) Sabar Menghadapi Takdir yang Pahit
3) Sabar dalam menjauhi kemaksiatan
b) Syukur merupakan salah satu maqam yang harus ditempuh oleh orang yang ingin
mempunyai derajat yang tinggi dihadapan Allah Jalla wa Azza. Syukur ini
mempunyai Tiga unsur yang harus dilengkapkan; Yaitu Ilmu, Hal dan Amal. Ilmu
merupakan dasar dan pohon yang akan menumbuhkan cabang dan cabang yaitu Hal,
sedangkan Amal merupakan hasil dan buah dari cabang pohon. Tujuan Allah
memberikan ilmu ialah agar manusia sebagai khalifah mampu berbijaksana dalam
membedakan kebaikan dan keburukan. Kemudian sifat bijaksana tersebut akan
mendatangkan manfaat yaitu terhindarnya umat manusia dari perpecahan.
3) Raja dan Khauf
a) Raja’ juga punya tiga unsur seperti maqam lainnya: yaitu Ilmu, Hal dan Amal. Jadi
setiap maqam itu harus punya tiga unsur ini. Sesuatu itu ada yang disukai dan ada
yang dibenci. Sesuatu ini terbagi kepada 3; bila sesuatu itu telah ada dinamakan
tazakkuran dan zikran, Bila sesuatu itu sedang berlansung dinamakan dengan wajdan,
zukan dan idrakan. Dan bila sesuatu itu yang belum terjadi dan masih kita tunggu
dinamakan dengan intidharan dan tawaqqu’an. Dan bila yang kita tunggu itu akan
menyusahkan, menyakiti dan memberatkan kita, maka dinamakan dengan Khauf dan
Isyfaqqan. Dan bila yang kita tunggu itu berupa sesuatu hal yang kita sukai dan
inginkan, maka itu dinamakan dengan Raja’. Raja’ hadir dengan tujuan sebagai kunci
dari ibadah itu sendiri, antara di terima dan tidaknya, antara sah dan tiada sah, antara
dijadikan hambaNya dan masuk syurga atau tidak dianggap sebagai hambaNya dan
masuk neraka. Hal ini tentunya mendatangkan manfaat bagi seorang hamba berupa
motivasi untuk terus mempelajari agama Allah agar dapat membedakan hal yang
harus dilakukan dan tidak harus dilakukan
b) Khauf

Hal yang menyusahkan, menyakiti dan memberatkan kita, maka dinamakan dengan
Khauf. Tujuan dari Khauf ialah menyadarkan bahwa manusia dasarnya lemah.
Sementara manfaat khauf adalah menjadikan pribadi manusia yang rendah hati .
Pembagian khauf terbagi menjadi tiga yaitu:

(1) Takut Thabi’iy (tabiat)

Yaitu takut secara naluri manusia seperti takut kepada musuh yang kuat, takut hewan
buas dan takut dengan api yang tidak terkendali. Hal ini bukanlah jenis takut ibadah
dan tidak menafikan keimanan.

(2) Takut Maksiat

Yaitu rasa takut yang menyebabkan meninggalkan amar makruf dan nahi mungkar.
Rasa takut yang kepada manusia/makhluk yang menyebabkan ia melakukan
kemaksiatan. Hal ini haram dan tercela.

(3) Takut Ibadah

Yaitu takut kepada Allah disertai dengan rasa pengagungan, perendahan diri dan
ketundukan kepada Allah yang melazimkan muncul rasa takwa.

4) Fakir dan Zuhud


a) Fakir adalah tiada sesuatu yang dia perlukan, adapun tiada sesuatu yang tidak dia
perlukan, maka tidak dinamakan dengan fakir.
b) Zuhud adalah orang yang ketika diberikan harta, maka ia benci dan menghindari
dengan tidak senang kepada harta yang akan diberikan padanya. Tujuan dari zuhud
sendiri ialah menghindari sufi dari kehausan akan harta kekayaan. Sementara manfaat
yang di di dapat dari zuhud ialah menjadikan seseorang pribadi yang sederhana dan
tidak rakus harta.    Menurut Imam Al-Ghazali zuhud terbagi menjadi:
1) Meninggalkan sesuatu karena menginginkan sesuatu yang lebih baik.
2) Meninggalkan keduniaan karena mengharap sesuatu yang bersifat keakhiratan.
3) Meninggalkan segala sesuatu selain Allah swt. karena rasa cintanya hanya tertuju
kepada Allah.
5) Tauhid dan Tawakal
a) Iman merupakan tasdiq dengan hati dan meng-iqrarkan dengan lidah dan mengerjakan
dengan anggota. Tujuan dari tauhid ialah mengesakan Allah, sementara manfaat dari
tauhid ialah menjadi yakinnya seorang hamba akan perkara yang sedang ia jalankan.
Tauhid terbagi menjadi tiga. Derajat paling rendah yaitu orang yang melafadhkan
syahadat dengan lidah, hatinya adakal sesuai dengan apa yang di ucapkan atau tidak,
seperti ucapan para munafik. Derajat pertengahan yaitu membenarkan dengan hati
syahadah yang di ucapkan dengan lidahnya, seperti kebanyakan orang awam
muslimin lainnya. Derajat yang tinggi adalah orang yang bersyahadat melalui indera
yang ke-enam, melalui mukasyafah dan tersibaknya hijab pada alam ruh, ghaib dan
alam almalakut, sehingga dia menyaksikan rahasia alam dan Tuhannya.[5]
b) Tawakkal adalah ungkapan dari berpegang teguh padaNya. Tujuan dari tawakkal
ialah timbulnya tutma’innah (ketetapan) di dalam hati. Sementara manfaat tawakal
adalah menjauhkan seorang hamba dari kembimbangan duniawi. Tawakal tebagi
menjadi tiga yaitu Tawakkal kepada Allah Ta’ala dalam meluruskan diri, tawakkal
kepada-Nya dalam menegakkan agama Allah di muka bumi dan mencegah kerusakan,
dan Tawakkal kepada Allah dalam melakukan sesuatu yang haram atau menolak apa
yang diperintahkan
6) Mahabbah, Syauq, Ridha dan Ans
a) Mahabbah
Mahabbah kepada Allah dan Rasul merupakan sebuah Fardhu, ini adalah pemahaman
kebanyakan orang. Apabila seorang hamba sudah mengenal Tuhannya, maka dia akan
mencintainya, ketika telah mencintainya. Maka hamba akan taat dan tunduk kepada
Tuhannya sehingga dia tidak lagi berpaling dari Tuhannya kepada Makhluk dan
dunia. Mahabbah dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Cinta dirinya, kesempurnaannya, dan membenci yang berlawanan dari itu.
2. Ihsan. Manusia merupakan makhluk ihsan.
3. Mencintai sesuatu untuk dirinya, bukan sesuatu dibalik itu.[10]
b) Syauq
syauq merupakan kerinduan hati yang selalu senang terhubung dengan Allah SWT.
Tujuan dari syauq ialah mendekatkan diri seorang hamba kepada Rabb-nya.
Sementara manfaat syauq ialah mencegah seorang hamba untuk bermaksiat karena ia
selalu teringat dengan tuhannya,
c) Ridha
Ridha merupakan suatu bentuk kerelaan. Ridha pada mulanya merupakan penemuan
jiwa yang diperoleh melalui usaha manusia, sedangkan terciptanya rida semata-mata
karena karunia Allah yang diberikan kepada seseorang yang dikehendaki dengan rida-
Nya. Tujuan dari ridha ialah ikhlas nya seorang hamba menerima ketetapan Allah
SWT. Sementara manfaat dari ridha ialah tenangnya hati dan pikiran karena mampu
menerima segala yang datang. Ridha dapat digolongkan menjadi 1. Ridha terhadap
perintah dan larangan Allah, 2. Ridha terhadap taqdir Allah, 3. Ridha terhadap
perintah orang tua, dan 4. Ridha terhadap peraturan dan undang-undang Negara
d) Ans
Orang yang dengan Ans seperti orang yang sedang sesak nafasnya dan dadanya. Dia
seperti sendiri dalam masyarakat, seperti berkumpul dalam kesendirian, syahid dalam
jauh, gharib dalam dekat. Badannya berseatu, tapi hatinya terpisah. Inilah yang
dirasakan oleh hamba ketika mahabbah pada Khaliqnya.
7) Niat, Ikhlas dan Jujur
a) Niat
Niat yaitu iradah dan qudrah. Tujuan dari niat ialah meluruskan jalannya ibadah.
Sementara manfaat dari niat adalah agar ibadah dapat berjalan dengan khusyuk.
Untuk adanya niat harus ada tiga perkara. Yaitu ilmu, iradah dan qudrah. Seorang
hamba tidak akan ada idarah pada sesuatu yang tidak dia kenal dan tahu. Dan dia
tidak akan berbuat pada sesuatu yang dia tidak inginkan (iradah).[13]. Tuhan hanya
melihat isi hati kita yang berisi ketakwaan semata. Dengn dilihatnya ketakwaan hati,
dengan begitu hamba akan sadar untuk selalu berbuat kebajikan dan ibadah pada
Tuhannya. Ibadah yang diterima berasal dari hati dan niat.
b) Ikhlas

Seorang hamba yang ikhlas, akan beribadah pada Tuhannya dengan ketulusan. Ketika
hamba beribadah dengan tidak ada ketulusan didalam hatinya, maka hamba tersebut
menjadi syirik pada Tuhannya didalam beribadah. Manfaat dari adanya keikhlasan
yaitu membawa hati yang tenang. Ikhlas dalam tingkatannya terbagi menjadi ikhlas
karena Allah, ikhlas untuk Allah dan ikhlas akan kepunyaan Allah.

c) Jujur
Jujur merupakan sifat para Nabi Mursalin. Orang jujur Allah tempatkan pada Maqam
posisi para Nabi yang dekat dengan diriNya. Manfaat dari jujur ialah mampu di
amanahkannya seseorang. Sementara tujuan dari jujur ialah mengharap ridha Allah
SWT. Pembagian jujur yaitu jujur dalam ucapan, jujur dalam niat, jujur dalam
kemauan, jujur dalam menepati janji dan jujur dalam perbuatan.

8) Muraqabah dan Muhasabah


a) Muraqabah

Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran
ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan-Nya. Muraqabah hati pada sifat Tuhan dan Asma’Nya. Memalingkan jiwa
dari segala yang dapat menyibukkan diri padanya. Ini tingkatan maqam yang tinggi
dalam tingkatan hamba pada Tuhanya. Merasa bahwa hamba selalu dipantau hati,
pekerjaannya.

b) Muhasabah

Muhasabah berarti introspeksi diri, menghitung diri dengan amal yang telah
dilakukan. Manusia yang beruntung adalah manusia yang tahu diri, dan selalu
mempersiapkan diri untuk kehidupan kelak yang abadi di yaumul akhir. Sebagai
hamba, harus sadar bahwa Tuhan mengawasinya dengang menyertai malaikatnya
mencatat gerak perilaku hamba untuk muhasabah setiap sore hari, setiap pagi hari,
setiap minggu, setiap akhir bulan, setaip akhir tahun, ketika meninggal dunia. Dengan
melakasanakan Muhasabah, seorang hamba akan selalu menggunakan waktu dan
jatah hidupnya dengan sebaik-baiknya, dengan penuh perhitungan baik amal ibadah
mahdhah maupun amal sholeh berkaitan kehidupan bermasyarakat. Allah SWT
memerintahkan hamba untuk selalu mengintrospeksi dirinya dengan meningkatkan
ketaqwaannya kepada Allah SWT.

9) Tawadhu

Tawadhu ialah bersikap tenang, sederhana dan sungguh-sungguh menjauhi perbuatan


takabbur (sombong), ataupun sum'ah ingin diketahui orang lain amal kebaikan kita.
Tujuan dari tawadhu ialah menyadarkan manusia bahwa segala yang mereka miliki
ialah hanya titipan semata. Sementara manfaat yang didapat dari tawadhu adalah
terciptanya pribadi sederhana dan rendah hati. Tawadhu dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu tawadhu terpuji, ialah sikap merendahkan diri kepada Allah dan tidak
berbuat semena-mena atau memandang remeh terhadap sesama. Kedua, ialah
tawadhu’ tercela adalah sikap merendahkan diri yang hanya dilakukan dihadapan
orang yang lebih kaya dengan harapan culas agar ia bisa mendapatkan suatu
keuntungan darinya.

10) Wara`

Wara bermakna memelihara diri dari yang diharamkan dan dari hal-hal yang syubhat.
Wara` juga dimaknai dengan tidak hidup berfoya-foya, tidak dengan membanggakan
dirinya kepada orang lain. Al – wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang mengandung
kesamaran (syubhat) di dalamnya. Berkenaan dengan hal itu, sesuai dengan kitab
Allah, Al qur’anul karim. menjadikan perilaku Wara` niscaya seseorang akan selalu
memperhitungkan terhadap sekecil apapun keburukan yang dapat menghalangi
kedekatanya dengan Tuhannya. Dengan demikian perilaku Wara` ini membuat
seseorang selalu berbuat hati-hati dalam mencari nafkah dan pendirian fasilitas
kebutuhan dasarnya, seperti pangan dan sandang. Sifat kehati-hatian ini
memungkinkan terhindar dari sifat rakus, iri, dan sebagainya yang pada akhirnya
terhindar dari segala sesuatu yang tidak sesuai dengan hokum agama. Sehingga orang
yang didalam dirinya memiliki sifat wara` senantiasa akan menjadi hamba yang dekat
dengan Allah SWT. Tingkatan wara’ yaitu:

1. Wara’nya orang adil


2. Wara’nya orang sholeh
3. Wara’nya orang taqwa
4. Wara’nya orang shidqin

Anda mungkin juga menyukai