Anda di halaman 1dari 3

4.

Kata Majemuk Menurut Jos Daniel Parera

a. Ciri-Ciri

Jos Daniel Parera menyebut kalimat majemuk menjadi bentuk majemuk. Jos

Daniel Parera mengemukakan bahwa bentuk majemuk tidak dapat disisipkan sebuah

bentuk/kata lain diantara dua unsur pembentuk majemuk, sedangkan pada frase dapat

dilakukan penyisipan. Ini berarti ciri semula bentuk majemuk ditilik dari segi fonologi

dan sintaksis. Selain itu, sebuah bentuk majemuk dicirikan lewan semantik. Biasanya

dikatakan, makna setiap unsur pembentuk majemuk hilang dan timbul makna baru

sama sekali (Parera, 2007).

b. Jenis-Jenis

5. Kata Majemuk Menurut Abdul Chaer

a. Ciri-Ciri

Menurut pandangan Abdul Chaer, kata majemuk memiliki beberapa ciri

sebagai berikut (Chaer, 2007:186):

1) Kata majemuk bukan sebuah kata

Kata majemuk tidak sama dengan sebuah kata, baik secara kuantitatif

morfologis maupun semantic. Sebuah kata pasti terdiri dari sebuah kata,

sedangkan kata majemuk pasti terdiri lebih dari sebuah kata yang sama antara

sebuah kata majemuk dengan sebuah kata bukanlah pada kuantitatif morfologinya,

melainkan pada distribusinya. Sebuah kata majemuk berdistribusi sama dengan

sebuah kata. Jadi, sebuah kata majemuk dapat menggantikan distribusi sebuah

kata, atau sebaliknya

2) Tidak ada kata majemuk dalam bahasa Indonesia

Seperti contoh berikut: kamar mandi dan adik mandi. Kedua kata tersebut

bukan kata majemuk


b. Jenis-Jenis

Menurut Chaer (2009:46) berdasarkan klausanya, kalimat majemuk dibedakan

menjadi tiga, yaitu:

1) Kalimat majemuk rapatan

Menurut Chaer, kalimat majemuk rapatan adalah memiliki beberapa

kalimat tunggal yang dijadikan sebagai satu kalimat utuh. Kalimat majemuk

rapatan dipisah dan digabung dengan tanda koma (,).

2) Kalimat majemuk setara

Menurut Chaer, kalimat majemuk setara dibentuk dari dua buah klausa

atau lebih yang digabungkan menjadi sebuah kalimat, baik dengan bantuan kata

penghubung ataupun tidak. Kedudukan klausa-klausa didalam kalimat setara ini

adalah sama derajadnya, yang satu tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah dari

yang lain; atau yang satu tidak mengikat atau terikat pada yang lain. Klausa-

klausa itu mempunyai kedudukan yang bebas, sehingga kalau yang satu

ditinggalkan, maka yang lain masih tetap berdiri sebagai sebuah klausa.

3) Kalimat majemuk bertingkat

Menurut Chaer, kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang terdiri

dari dua buah klausa yang kedudukanya tidak setara. Adapun konjungsi yang

menghubungkan antarklausa dalam kalimat majemuk bertingkat antara lain seperti

meskipun, walaupun, supaya, agar, karena, sehingga, sebab, maka, ketika, apabila,

bahwa, dan sebagainya. Contoh dari kalimat majemuk bertingkat adalah warga

bekerja sama membersihkan selokan dan halaman rumah agar nyamuk tidak

berkembang biak.
6. Kata Majemuk Menurut TBBI (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia)

a. Ciri-Ciri

Dalam TBBI terdapat penjelasan bahwa kata majemuk adalah gabungan morfem

dengan kata, atau kata dengan kata yang dapat menimbulkan pengertian baru dan khusus.

Misalnya bentuk "rumah sakit" mempunyai fungsi khusus, yaitu untuk merawat orang

yang sakit. "sapu tangan" adalah sehelai kain kecil yang dipakai untuk membersihkan

bukan hanya tangan, melainkan juga bagian badan yang lain. Dengan demikian "rumah

sakit" dan "sapu tangan" adalah kata majemuk. Ciri lain kata majemuk adalah bahwa

penggabungan itu begitu erat sehingga kedua unsurnya tidak dapat diberi keterangan

secara bersaingan. Dengan demikian keterangan yang diberikan adalah untuk "rumah

sakit", bukan kepada "rumah" atau "sakit" (Depdikbud, 1988:168).

b. Jenis-Jenis

Melihat hubungan antara komponennya, maka kata majemuk menurut Tata

Bahasa Baku Bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi:

1) Majemuk Koordinatif, yaitu komponennya berkedudukan setara. Contohnya

adalah tanah air, darah daging, dan suka duka.

2) Majemuk Subordinatif, yaitu komponennya ada yang menjadi induk dan ada yang

menjadi pengawas. Contohnya adalah kutu buku, tertib hukum, rem angin, dan

kambing hitam.

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. (1988). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Chaer, A. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, A. (2009). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Parera, J. (2007). Morfologi Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai