Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA TATARAN WACANA

Disusun oleh :
Kelompok 8

1. Lilik Sriani A 111 17 059


2. Aghna Nurlaela A 111 17 065
3. Kristiani Agustina A 111 17 095
4. Haerani A 111 17 099

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
UNIVERSITAS TADULAKO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pergunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar! Ungkapan itu klise
sebab kita sudah sering mendengar, membacanya, bahkan membicarakan dan
menuliskan ungkapan tersebut. Akibatnya, kita pun dapat bertanya “Apakah
penggunaan bahasa yang baik dan benar itu masih belum dicapai saat ini? Apakah
penggunaan bahasa Indonesia saat ini masih belum baik dan benar?” Analisis
kesalahan berbahasa adalah salah satu cara untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Melalui analisis kesalahan berbahasa, kita dapat menjelaskan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia adalah bangsa yang memenuhi
faktor-faktor komunikasi, adapun bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa
Indonesia yang memenuhi kaidah-kaidah (tata bahasa) dalam kebahasaan.
Bagaimana cara kita menganilisis bahasa yang baik dan benar itu? Bagaimana
menganalisis kesalahan berbahasa tataran wacana? Hal itu akan dibahas dalam
makalah ini. Setelah mempelajari, kita dapat mempraktikannya dalam berbahasa
Indonesia. Akhirnya pernyataan “pergunakanlah bahasa yang baik dan benar”
menjadi kenyataan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apakah pengertian kohesi dan koherensi serta beri penjelasan yang termasuk
dalam kohesi dan koherensi?
2. Bagaimana cara mengetahui kesalahan berbahasa pada tataran wacana?
1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian kohesi dan koherensi serta penjelasannya.
2. Mengetahui kesalahan berbahasa pada tataran wacana.

1
BAB II
PEMBAHASAN

Wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas
kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang
mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis (Tarigan, 1987:
27).

2.1 Kohesi dan Koherensi beserta Penjelasannya


2.1.1 Kohesi
Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana (hubungan yang tampak
pada bentuk). Kohesi merupakan wadah kalimat-kalimat yang disusun secara padu dan
padat untuk menghasilkan tuturan (Tarigan, 2009:93). Kohesi terbagi menjadi dua
skala ada yang leksikal dan ada yang gramatikal.
Kohesi leksikal dapat menjadi enam antara lain sebagai berikut:
(1) Pengulangan
(2) Sinonimi
(3) Antonimi
(4) Kolokasi
(5) Hiponimi
(6) Ekuivalensi
Kohesi gramatikal dapat dibedakan menjadi enam yaitu:
(1) Pengacuan
Pengacuan (referensi) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan
lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang
mendahului atau mengikutinya. Pengacuan terbagi menjadi dua yaitu persona dan
demonstratif. Pengacuan persona yaitu (1) pengacuan persona pertama tunggal
saya, (2) persona tunggal jamak kami, kita, (3) persona kedua tunggal anda, (4)
persona ketiga tunggal ia, dia, letak kanan –nya, (5) persona ketiga jamak mereka.

2
(2) Substitusi (penyulihan)
Subsitusi ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa pergantian satuan
lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana
untuk memperoleh unsur pembeda.
(3) Pelesapan
Hubungan kohesif pelesapan pada dasarnya sama dengan hubungan kohesif
penyulihan. Hanya saja pada hubungan pelesapan ini unsur penggantinya itu
dinyatakan dalam bentuk kosong (zero). Sesuatu yang dinyatakan dengan kata,
frasa, atau bagian kalimat tertentu dilesapkan karena sudah disebutkan pada
kalimat sebelumnya atau sesudahnya.
(4) Konjungsi
Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan
cara menghubungan unsur (kata, frasa, klausa, kalimat, atau unsur yang lebih
besar) yang satu dengan unsur (kata, frasa, klausa, kalimat, atau unsur yang lebih
besar) yang lain dalam wacana. Penggunaan konjungsi terbagi menjadi empat
yaitu konjungsi koordinatif, korelatif, subordinatif, dan antarkalimat.
Konjungsi koordinatif yang digunakan berupa dan, atau, padahal, sedangkan.
Konjungsi korelatif yang digunakan berupa bukan hanya, juga, baik, maupun.
Konjungsi subordinatif yang digunakan berupa (1) konjungsi subordinatif waktu
sejak, setelah, sebelum, hingga, (2) konjungsi subordinatif syarat jika, kalau, (3)
konjungsi subordinatif konsesif meskipun, (4) konjungsi subordinatif
pembandingan seperti, sebagai, (5) konjungsi subordinatif sebab sebab, karena,
karena itu, (6) konjungsi subordinatif hasil makanya (7) konjungsi subordinatif
alat dengan (8) konjungsi subordinatif cara dengan (9) konjungsi subordinatif
atribut yang. Konjungsi antar kalimat yang digunakan berupa kendati, demikian,
setelah itu, bahkan, namun, dengan begitu.

3
(5) Inversi
Inversi adalah pembalikan susunan bagian kalimat yang berbeda dari susunan
bagian kalimat yang berbeda dari susunan yang lazim. Susunan yang dianggap
normal dalam bahasa ialah susunan DM (diterangkan-menerangkan).
(6) Pemasifan kalimat
Pemasifan kalimat terjadi karena kalimat berstruktur pelaku (aktif) diubah menjadi
berstruktur sasaran (pasif).
2.1.2 Koherensi
Kridalaksana (dalam Hartono 2012:151) mengemukakan bahwa hubungan
koherensi wacana sebenarnya adalah hubungan semantis. Artinya hubungan itu terjadi
antarposisi. Secara struktural, hubungan itu direpresentasikan oleh pertautan secara
semantis antara kalimat (bagian) yang satu dengan kalimat lainnya.
2. 2 Kesalahan dalam Kohesi
2.2.1 Kesalahan Penggunaan Pengacuan
Perhatian contoh berikut.
a. Wacana tidak baku
(1) Rombongan darmawisata itu mula-mula mendatangi Pulau Madura. Setelah itu
dia melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali.
(2) Karena tidak berhati-hati, anak kecil itu terjatuh ke sungai. Beberapa orang
yang lewat mencoba menolong mereka.
Kedua wacana di atas salah dalam menggunakan pengacuan. Penggunaan
pengacuan yang tepat dalam wacana (1) bukan dia tetapi mereka; sedangkan
pengacuan yang tepat dalam wacana (2) bukan mereka tetapi -nya. Sehingga
kedua wacana di atas dapat diperbaiki menjadi berikut ini.
b. Wacana Baku
(1a) Rombongan darmawisata itu mula-mula mendatangi Pulau Madura. Setelah
itu mereka melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali.
(2a) Karena tidak berhati-hati, anak kecil itu terjatuh ke sungai. Beberapa orang
yang lewat mencoba menolongannya.

4
2.2.2 Kesalahan Penggunaan Penyulihan
Perhatikan contoh berikut
Wacana Tidak baku
(3) Ibrahim sekarang sudah berhasil mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Derajat
keserjanaannya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.
(4) Prima dan bibi ke waring kopi. Bibi memesan kopi susu. Prima juga mau satu.
Keinginan mereka rupanya berbeda.
Penggunaan kata-kata penyulihan yang tercetak miring dalam kedua wacana di
atas tidak tepat. Penyulihan yang tepat untuk wacana (3) yaitu titel; sedangkan
penyulihan yang tepat untuk wacana (4) yaitu sama. Perbaikannya adalah:
Wacana Baku
(3a) Ibrahim sekarang sudah berhasil mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Titel
kesarjanaannya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.
(3b) Prima dan bibi masuk ke warung kopi. Bibi memesan kopi susu. Prima juga mau
satu. Keinginan mereka rupanya sama.
2.2.3 Kekurangefektifan Wacana karena Tidak ada Pelesapan
Perhatikan contoh berikut.
Wacana Kurang Efektif
(5) Sudah seminggu ini Rohmah sering ke rumahku. Rohmah kadang-kadang
mengantar jajanan dan berbincang denganku. Dia belum pernah berbincang
denganku tentang cinta. Entah mengapa, aku pun enggan menggiring
perbincangan kami ke arah sana.
(6) Pohon-pohon kelapa itu menyenangkan hati. Pohon-pohon kepala itu baru
berumur enam tahun. Pohon-pohon kelapa itu berumur enam tahun. Pohon-pohon
kelapa itu pendek-pendek,rendah; tetapi sudah berbuah banyak. Buahnya bahkan
ada yang mencapai tanah. Hasilnya memang di luar dugaan.

5
Kata-kata yang digaris bawah dalam kedua wacana di atas merupakan penggunaan
yang kurang efektif. Untuk keefektivitasan kalimat, ekonomis dalam penggunaan
bahsa, dann mencapai aspek kepaduan wacana; maka sebaiknya kata-kata yang digaris
bawah tersebut dilesapkan.
Wacana Efektif
(5a) Sudah seminggu ini Rohmah sering ke rumah. Kadang-kadang mengantar jajanan
dan berbincang denganku. Dia belum pernah berbincang denganku tentang cinta.
Entah mengapa, aku pun enggan menggiring perbincangan kami kea rah sana.
(5b) Pohon-pohon kelapa itu menyenangkan hati. Baru berumur enam tahun. Pendek-
pendek, rendah; tetapi sudah berbuah banyak. Buahnya bahkan ada yang mencapai
tanah. Hasilnya memang di luar dugaan.
2.2.4 Kesalahan Penggunaan Konjungsi
Perhatikan contoh berikut.
Wacana Tidak Baku
(7) Badannya terasa kurang enak, dan dia masuk kantor juga meskipun banyak tugas
yang harus diselesaikan dengan segera. Masuk dan tidak masuk kantor, pekerjaan
harus selesai untuk bulan depan akan diadakan serah terima jabatan. Karena yang
digantikan dan pengganti harus dipertemukan pada saat itu.
(8) Agak lama aku merenungkan nasihat orang tuaku. Tetapi aku mendapat gagasan
bar. Memang benar nasihat itu: “Aku sebaiknya melanjutkan ke perguruan tinggi”.
Namun tekadku sudah bulat. Dengan demikian aku harus meninggalkan tempat ini
dan segera berangkat ke Surabaya.
Jika kita cermati dengan seksama, akan kita temukan kesalahan dalam penggunaan
konjungsi dalam kedua wacana di atas, tepatnya pada kata-kata yang dicetak miring.
Akan lebih tepat jika konjungsi-konjungsi dalam kedua wacana di atas diganti seperti
dalam wacana di bawah ini.

6
Wacana Baku
(7a) Badannya terasa kurang enak, tetapi dia masuk kantor juga karena banyak tugas
yang harus diselesaikan dengan segera. Masuk atau tidak masuk kantor, pekerjaan
harus selesai sebab bulan depan akan diadakan serah terima jabatan. Baik yang
digantikan maupun pengganti harus dipertemukan pada saat itu.
(8a) Agak lama aku merenungkan nasihat orang tuaku. Lalu aku mendapat gagasan
baru. Memang benar nasihat itu: “Aku sebaiknya melanjutkan ke perguruan tinggi”.
Akhirnya tekadku sudah bulat. Oleh karena itu aku harus meninggalkan tempat ini dan
segera berangkat ke Surabaya.

2.3 Kesalahan dalam Koherensi


Perhatikan contoh berikut
Wacana Tidak Koherens
(9) Aku diam. Diam seribu bahasa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua bagi
mayoritas penduduk di Indonesia. Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-
Hatta. Soekarno-Hatta banyak dipakai sebagai nama jalan. Jalan pelan-pelan
banyak anak kecil.
(10) Simanjuntak: Kenaikan tarif listrik sekarang merepotkan juga.
Simalungun: Listrik kami sering mengalami ganguan. Ada apa ya? Apa ada yang
usil dengan menggaet kabel?
Simanjuntak: Kabel di rumah kami sudah tujuh belas tahun. Bisa korsleting
katanya.
Simalungan: Korsleting terjadi di tetangga kami tadi malam.
Kekoherensian tidak kita temukan dalam kedua wacana tersebut. Dalam kedua wacana
tersebut sering menggunakan pengulangan (yang dicetak miring), tetapi pengulangan
tersebut tidak mendukung sebuah gagasan. Kekoherensian sebuah wacana tidak
semata-mata hanya ditentukan oleh bentuk luar saja.

7
Perhatikan contoh yang berikut ini.
Wacana Tidak Koherens
(11) Banyak pahlawan bangsa dimakamkan di pemakaman itu. Mereka tewas dalam
pertempuran melawan penjajah. Sungguh besar jasa para pahlawan itu untuk
negeri ini.
Kalimat pertama dalam wacaba (11) menggambarkan banyak pahlawan yang telah
meninggal dunia. Sekalipun frasa meninggalkan dunia bersinonim dengan kata tewas,
tetapi penggunaan kata tewas dalam kalimat kedua wacana (11) merupakan pemakaian
yang tidak tepat. Sinonimi meninggal dunia yang tepat jka untuk pahlawan adalah
gugur. Jadi perbaikan wacana tersebut yaitu:

Wacana Koherens
(11a) Banyak pahlawan bangsa dimakamkan di pemakaman itu. Mereka gugur dalam
pertempuran melawan penjajah. Sungguh besar jasa para pahlawan itu untuk
negeri ini.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas
kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang
mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis. Kohesi
merupakan aspek formal bahasa dalam wacana (hubungan yang tampak pada bentuk).
Kohesi merupakan wadah kalimat-kalimat yang disusun secara padu dan padat untuk
menghasilkan tuturan. hubungan koherensi wacana sebenarnya adalah hubungan
semantis. Artinya hubungan itu terjadi antarposisi. Secara struktural, hubungan itu
direpresentasikan oleh pertautan secara semantis antara kalimat (bagian) yang satu
dengan kalimat lainnya.

3.2 Saran
Kami selaku penyusun makalah ini ingin memberikan kritikkan masalah
kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari merupakan hal
yang wajar akan tetapi kalau sudah memahami dan mengetahui mengenai kesalahan
berbahasa sebaiknya kita lebih memperhatikan kesalahan-kesalahan tersebut.
Gunakanlah bahasa sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah ditentukan oleh bahasa
itu sendiri.

9
DAFTAR PUSTAKA

Setyawati, Nanik. 2012. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia Teori dan Praktik.
Surakarta: Yuma Pustaka

Anda mungkin juga menyukai