Anda di halaman 1dari 23

ARTIKEL ILMIAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Sejarah


Dosen Pengampu : Huddy Husin, M.Pd

Pemikiran Tokoh Konfusius dan Mahatma Gandhi


Disusun Oleh:
Raihan Hidayat 202015500236
Muhammad Saiful Bahri 202015500239
Azzahra Anisa Rahman 202015500241
Muhammad Iqbal Rifadly 202015500242
Annisa Nurul Pratiwi 202015500243
Faras Ahmed Mutawaqil 202015500245
Maria Kristina Purba 202015500246
Dehyat Rahman 201715500122

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2022
Abstrak.
Seorang filsuf besar China yaitu Konfusius atau Kong Fuzi (551- 479 SM). Konfusius
berpandangan bahwa pemerintah dan masyarakat akan tenteram kembali jika semua pihak mau
melakukan koreksi diri dari perbuatan tercela, menjalankan segala sesuatu secara proporsional
dan bertingkah laku menurut kemampuan masing-masing. Inti ajaran Konfusius terletak pada
etika dan moral yang mengatur hubungan antar manusia sesuai dengan status masing-masing.
Mahatma Gandhi menggulirkan konsep bermasyarakat yang lebih menekankan pada aspek-aspek
kesetaraan manusia, sebagai kaum tertindas di india pada masa itu. Ahimsa, Nir-Kekerasan,
satyagraha, hartal dan swadesi merupakan ajaran Gandhi yang bersifat merdeka untuk
membebaskan masyarakat india dari penjajah.

Kata Kunci: Pemikiran Tokoh Konfusius, Mahatma Gandhi.

Abstract

A great Chinese philosopher namely Confucius or Kong Fuzi (551-479 BC). Confucianism is of
the view that the government and society will return to peace if all parties are willing to correct
themselves from disgraceful actions, do everything proportionally and behave according to their
respective capabilities. The core of Confucius' teachings lies in the ethics and morals that govern
human relations according to their respective statuses. Mahatma Gandhi rolled out the concept of
society which emphasized more on aspects of human equality, as the oppressed people in India at
that time. Ahimsa, non-violence, satyagraha, treasury and swadesi are Gandhi's independent
teachings to liberate Indian society from invaders.

Keywords: Confucian thought, Mahatma Gandhi.


PENDAHULUAN
Konfusius merupakan seorang Guru Agung yang berasal dari dataran Tiongkok. Ia lahir
pada tahun 551 SM pada masa pemerintahan Raja Ling dari Dinasti Zhou, dengan nama kecill
Khung Chiu atau Zhong Ni. Konfusius dikenal dengan ajarannya yang sarat akan moralitas atau
kebajikan sebagai landasan utama untuk menjalani kehidupan yang harmonis.Selama hidupnya,
Konfusius mengabdikan diri pada kegiatan belajar-mengajar. Ia sangat menyukai belajar. Ia
belajar sejak kecil hingga akhir hayatnya. Ajaran Konfusius adalah arah menuju sifat-sifat ideal
manusia sebagai individumaupun dalam masyarakat. Ajaran ini lebih mudah difahami melalui
perjalanan hidup sang filsuf. Konfusius mengatakan: ”pada umur 15 tahun aku siapkan hatiku
untuk belajar, pada usia 30 aku merasa diriku sudah mapan, mencapai usia 40 aku tidak punya
keraguan lagi dalam diriku, saat berumur 50 aku tahu wasiat Surga, sewaktu berumur 60 aku siap
mendengar itu, pada umur 70 aku bisa mengikuti keinginan hatiku tanpa harus mendahului
kebenaran.

Mahatma Gandhi adalah salah seorang yang paling penting yang terlibat dalam Gerakan
Kemerdekaan India. Seorang aktivis yang tidak menggunakan kekerasan, yang mengusung
gerakan kemerdekaan melalui aksi demonstrasi damai. Gandhi tidak hanya berjuang secara
cerdas melawan rasisme terinstitusi di Afrika Selatan, pergerakan kemerdekaan India, dan
membuka jalan bagi dialog antar-agama, tetapi juga memperkenalkan penerapan pertama yang
luas dari perlawanan tanpa-kekerasan sebagai alat yang paling ampuh bagi perubahan sosial.
Kesadaran ini diwujudkan dalam prinsip perjuangan: bramkhacharya (mengendalikan hawa
nafsu dan hasrat seksual), satyagraha (kekuatan kebenaran dan cinta tanah air), swadeshi
(memenuhi kebutuhan sendiri dengan melakukan penolakan terhadap barang-barang luar) dan
ahimsa (melawan dengan tidak menggunakan kekerasan).
HASIL PEMBAHASAN

A. Pemikiran Tokoh Konfusius


Konfusianisme merupakan nama aliran yang diambil dari nama seorang tokoh
pemikir, yaitu Konfusius. Dia dianggap sebagai peletak dasar ajaran Konfusianisme.
Muridnya cukup banyak dan berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Di antara para
pengikutnya, terdapat dua tokoh yang terkenal, yaitu Hzun Tzu dan Meng Tzu (Mencius).
Pandangan dasar Konfusianisme adalah bahwa kehidupan yang tertib, damai dan bahagia
merupakan impian setiap orang. Dalam kerangka itu, penguasa menjadi salah satu faktor
kunci terwujud atau tidaknya cita-cita tersebut. Apabila penguasanya berkarakter lalim,
mau tidak mau masyarakatnya akan mengalami tekanan dan penderitaan. Jika
penguasanya baik, penuh kebajikan memperhatikan dan bahkan mengutamakan
kepentingan rakyat, niscaya masyarakat akan hidup dengan penuh kesejahteraan dan
ketenteraman yang merupakan bagian penting dari perwujudan keharmonisan semesta.

Ajaran konfusianisme atau Kong Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau konfusius)


dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao yang berarti agama dari orang-
orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Konfusianisme mementingkan
akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan antara manusia di langit dengan manusia di
bumi dengan baik. Penganutnya diajar supaya tetap mengingat nenek moyang seolah-
olah roh mereka hadir di dunia ini. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang
megajar bagaimana manusia bertingkah laku. Konfusius tidak mengahalangi orang
Tionghoa menyembah keramat dan penunggu tapi hanya patut disembah, bukan
menyembah barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut disembah, yang
dipentingkan dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha memperbaiki
moral.

Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu Cu atau Konfusious yang dilahirkan pada
tahun 551 SM Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak
masih kecil dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun,
Kong Hu Cu banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang
banyak diikuti oleh penganut ajaran ini. Ia meninggal pada tahun 479 SM.

I. Ajaran-Ajaran Konfusius
1. Kebenaran – Yi
Yi umumnya diartikan sebagai menjunjung tinggi kebenaran,
keadilan, kewajiban, dan kepantasan. Menurut Fu Yu lan Yi berarti
keadaan yang seharusnya terjadi yang merupakan amar tanpa syarat.
Setiap orang mempunyai hal-hal tertentu yang seharusnya ia lakukan demi
hal-hal itu sendiri yang ditinjau dari sisi moral merupakan hal yang harus
dikerjakan karena benar. Jika orang mengerjakan hal itu karna
pertimbangan lain terletak di luar dibidang moral, walaupun ia
mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan, namun perbuatannya
tersebut tidak lagi merupakan perbuatan yang adil/lurus. Hal ini dapat kita
simak dari perkataan konfusius sendiri, “seorang junzi hanya akan
mengerti akan kebenaran, sebaliknya seorang rendah budi hanya mengerti
akan keuntungan”.
2. Cinta Kasih – Ren
Menurut konfusius manusia yang bermartabat adalah manusia
yang memiliki “Ren” atau Cinta Kasih. Konsep “Ren” merupakan pusat
kualitas moral manusia intisari dari cintaterhadap sesama,
perikemanusiaan, hati nurani, keadilan, dan kasih sayang. Aksara China
untuk Ren ( 仁 ) di bentuk dari kata Ren ( 人 = 肕 Manusia ) dan kata Er (
二 = Dua ) yang artinya hubungan antar manusia atau hubungan manusia
dengan manusia berdasarkan kemanusiaan yang sama atau
perikemanusiaan atau cinta kasih. Dalam Konfusianisme “Ren” adalah
idealisme moral tertinggi yang melandasi etika moral lain yang ingin
dicapai yaitu Kebenaran (Yi), Kesusilaan (Li), Bijaksana (Zi), dan Dapat
Dipercaya (Xin).
Ketika Fan Chi (Murid Konfusius) bertanya tentang Ren,
konfusius menjawab “Cintailah Manusia”. “Seorang yang memiliki Ren
ingin dapat tegak, maka berusaha agar orang lainpun tegak: ia ingin maju,
maka berusaha agar orang lainpun maju”. Juga yang diri sendiri tidak
inginkan hendaklah jangan diberikan kepada orang lain. Kepada Zi Zhang,
konfusius berkata, “Ren adalah kesanggupan untuk mencapai lima hal di
dunia, yaitu hormat, lapang hati, dapat dipercaya, cekatan, murah hati”.
3. Kesusilaan – Li
Pada masa sebelum Konfusius, Li berarti kurban dalam upacara
persembahan kurban untuk memenuhi kehendak langit. Upacara atau
ritual semacam ini merupakan bagian dari peradaban China yang telah
berlangsung selama ribuan tahun. Konfusius kemudianmemperluas makna
kata Li dengan pengertian baru yaitu kepatutan atau kepantasan perilaku
terhadap orang lain. Pengertian ini memiliki arti sangat luas yang meliputi
semua nilai-nilai etika, tata krama, budi pekerti, kesopanan, norma sosial
dan moral. Jika harus diartikan dalam satu kata, maka kata yang tepat
adalah Kesusilaan. Bagi Konfusius segala sesuatu yang berhubungan
antara manusia dan manusia yang lain harus diatur menurut Li. Yan Yuan
(seorang murid Konfusius) bertanya tentang cinta kasih. Konfusius
menjawab, “Mengendalikan diri dan pulang kepada kesusilaan, itulah
cinta kasih. Bila suatu hari dapat mengendalikan diri pulang kepada
kesusilaan, dunia akan kembali kepada cinta kasih. Cinta kasih itu
bergantung kepada usaha diri sendiri. Dapatkah bergantung kepada orang
lain?

Yan Yuan meminta penjelasan tentang pelaksanaannya. Konfusius


menjawab, “Yang tidak susila jangan dilihat, yang tidak susila jangan
didengar, yang tidak susila jangan dibicarakan, dan yang tidak susila
jangan dilakukan.” Konfusius berkata, “Menghormat tanpa mengenal
kesusilaan akan merupakan pekerjaanyang merepotkan. Berhati-hati tanpa
kesusilaan akan menimbulkan perasaan serba takut. Keberanian tanpa
kesusilaan akan menimbulkan kekacauan. Kejujuran tanpa kesusilaan akan
menimbulkan perilaku kasar. “Tata cara itu harus selaras dengan
kemurnian hati, dan kemurnian hati terwujud dalam tata cara. Ingatlah
kulit harimau dan macan tutul jika dihilangkan bulu-bulunya tidak akan
ada bedanya dengan kulit anjing dan kambing.” “Diatur dengan undang-
undang, dilengkapi dengan hukuman, menjadikan orang hanya berusaha
menghindar dan kehilangan harga diri. Diatur dengan kebaikan dan
dilengkapi dengan kesusilaan, menjadikan orang tumbuh rasa harga diri
dan berusaha hidup benar.” “Bagi orang yang tidak memiliki cinta kasih
(Ren), apa arti kesusilaan (Li)? bagi yang tidak memiliki cinta kasih (Ren)
apa arti musik (Yue)?” Ling Fang bertanya tentang inti kesusilaan.
Konfusius menjawab, “Didalam upacara daripada mewah menyolok lebih
baik sederhana. Didalam upacara duka, daripada meributkan perlengkapan
upacara lebih baik ada rasa sedih yang tulus”.
4. Bijaksana – Zhi
Zhi secara harafiah artinya kearifan atau kebijaksanaan, juga
berarti kecerdasan atau kepandaian. Zhi merupakan gabungan dari kata
anak panah ( 失 shi) dan mulut ( 口 kou), artinya mengetahui atau
menyadari (知 zhi). Dan dibawahnya ada kata Ri (日) yang artinya hari,
matahari, atau setiap hari. Maka anda dikatakan bijaksana kalau setiap hari
memiliki kesadaran atau selalu sadar. Bagaimana konsep kebijaksanaan
menurut Konfusius, mari kita ikuti ajaran beliau dibawah ini.

Konfusius berkata, “Bila melihat seorang yang bijaksana,


berusahalah menyamainya dan bila melihat seorang yang tidak bijaksana,
periksalah dirimu sendiri,” “Bila melakukan kesalahan, jangan takut untuk
memperbaikinya.” “Bila kamu tahu berlakulah sebagai orang yang tahu,
bila kamu tidak tahu katakanlah bahwa kamu tidak tahu. Itulah yang
disebut mengetahui.” “Orang yang suka cinta kasih (Ren) tetapi tidak suka
belajar akan menanggung cacat bodoh. Orang yang suka kebijaksanaan
(Zhi) tetapi tidak suka belajar maka akan menanggung cacat kalut jalan
pikiran”

Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa Konfusius mengajarkan


agar dalam mencapai kebijaksanaan untuk tidak ragu-ragu untuk
mengikuti perilaku bijak orang lain dengan semangat selalu mawas diri
dan berani mengoreksi kesalahan diri sendiri. Konfusius juga
mendasarkan bahwa kebijaksanaan harus dicapai dengan dilandasi
semangat kejujuran dan keterbukaan. Dan yang tidak kalah pentingnya
adalah semangat dan kesukaan akan belajar yang tinggi merupakan sarana
untuk mencapai kebijaksanaan. Pada waktu Konfusius berada diistana,
kandang kudanya terbakar. Setelah pulang ia bertanya, “Adakah orang
yang terluka?” Ia tidak menanyakan tentang kudanya. Pasal tersebut
menunjukkan sikap bijak yang sangat tinggi yang dimiliki Konfusius,
karena pada saat harta kekayaannya terancam, yang nomor satu diingatnya
adalah nasib orang-orangnya. Mungkin namanya tidak akan dicatat sejarah
seandainya pertanyaannya salah pada saat itu.
5. Layak Dipercaya – Xin
Xin secara harafiah artinya dapat atau layak dipercaya dan dapat
juga berarti surat. Kata Xin berasal dari gabungan dua kata, yaitu kata Ren
(人) yang berarti manusia dan Yan (言)yang berarti kata-kata atau ucapan.
Manusia bersandar kepada kata-katanya mengandung arti jika manusia
konsisten dengan kata-katanya maka ia layak dipercaya. makna yang lain
adalahh hanya mahluk manusia yang dapat mengungkapkan kata-katanya
secara tertulis, maka Xin artinya juga surat.

Berikut adalah ajaran konfusius tentang konsep Xin, sebagai berikut:


“Seorang yang tidak layak dipercaya entah apa yang dapat
dilakukan? Itu seumpama kereta besar yang tidak mempunyai sepasang
gandaran atau seumpama kereta kecil yang tidak mempunyai sebuah
gandaran, entah bagaimana menjalankannya?” Ketika ditanya soal
pemerintahan Konfusius menjawab “Harus cukup makan, cukup
persenjataan, dan ada kepercayaan rakyat.” Ketika ditanya kika terpaksa
ada yang tidak dapat dipenuhi dari ketiga hal tersebut yang mana dapat
dilewatkan Konfusius menjawab, “Persenjataan dapat dilewatkan.” Ketika
ditanya mana yang dapat dilewatkan jika masih ada yang tidak dapat
dipenuhi dari dua yang tersisa Konfusius menjawab, “Lewatkan makanan.
Sejak zaman dahulu selalu ada kematian, tetapi tanpa kepercayaan rakyat,
negara tidak dapat berdiri.”

Dari ungkapan-ungkapan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa


Konfusius mengajarkan bahwa seseorang harus memiliki sifat layak
dipercaya karena dengan ia memiliki sifat layak dipercaya ia akan
mendapat kepercayaan dari orang lain dan masyarakat. Sifat layak
dipercaya adalah landasan utama dari semua hubungan manusia didunia.
Demikian juga pemerintah yang baik adalah yang mendapat kepercayaan
dari rakyatnya. Untuk bisa mendapat kepercayaan dari rakyatnya tentu
pemerintahan tersebut harus memiliki pejabat-pejabat yang layak
dipercaya.
6. Setia&Tepa Sarira – Zhong Shu
Setia atau Zhong ( 忠 ) terdiri dari gabungan dua kata yaitu Hati
(Xin 心) diba0ah kataTengah (Zhong 中) Artinya orang yang berperilaku
setia adalah orang yang memiliki hatiyang terletak ditengah atau hati yang
terletak ditempat yang semestinya.
Tepa Sarira atau Tenggang Rasa (Shu 恕) terdiri dari kata Seperti
(Ru 如 ) dan Hati (Xin 心 ). Artinya Tepa Sarira atau Tenggang Rasa
adalah perbuatan yang muncul dari hati. Maka seorang manusia yang
sudah kehilangan hatinya tentu sudah kehilangan kemampuannya untuk
bertenggang-rasa. Konfusius berkata “Shen (Nama panggilan Zeng Zi
salah seorang muridnya), ketahuilah Tao yang kumiliki itu satu tetapi
menembus semuanya”. Zeng Zi menjawab, “Ya, Guru” Setelah Konfusius
pergi, murid-murid yang lain bertanya apa maksud kata-kata sang Guru
tadi. Zeng Zi menjawab, “Tao atau jalan suci Guru itu tidak lain adalah
Setia dan Tepa Sarira (忠 恕 Zhong Shu).
7. Takdir – Tian Ming
Huruf Tian ( 天 ) berasal dari huruf ( 大 ) yang artinya besar,
ditambah satu garis diatasnya menjadi Tian (天), yang artinya yang paling
besar adalah langit. Maka Tian (天) secara harafiah artinya Tuhan, Surga,
atau langit sebab dialah yang paling besar. Kata Ming ( 命 ) berasal dari
gabungan dua kata, yaitu kata Kou (口) yang berarti mulut dan Ling (令)
yang berarti perintah atau komando. Gabungan dua kata tersebut
menghasilkan Ming
( 命 ) artinya hidup, nyawa, nasib, takdir, perintah, titah. Sementara jika
huruf Tian dan Ming digabungkan artinya menjadi: kehendak Tuhan,
takdir, mandat dari Tuhan.

Berikut adalah ajaran Konfusius tentang konsep Tian Ming, sebagai


berikut:
Guru berkata, “Pada waktu berusia 15 tahun, sudah teguh
semangat belajarku. Pada usia 30 tahun tegaklah pendirian. Pada usia 40
tahun tidak lagi keraguan dalam pikiran. Pada usia 50tahun telah mengerti
Takdir Tuhan. Pada usia 60 tahun pendengaranku telah menjadi alat yang
patuh untuk menerima kebenaran. Dan di usia 70 tahun aku sudah dapat
mengikuti hatiku dengan tidak melanggar garis kebenaran.”

Guru berkata, “Seorang junzi memuliakan tiga hal, memuliakan


Takdir Tuhan, memuliakan orang-orang besar, dan memuliakan sabda
luhur para nabi. Seorang rendah budi tidak mengenal dan tidak
memuliakan Takdir Tuhan, meremehkan orang-orang besar dan
mempermainkan sabda para nabi.”

Guru berkata, “yang tidak mengenal Takdir, ia tidak dapat menjadi


seorang junzi. Yang tidak mengenal Li (kesusilaan) ia tidak dapat teguh
dalam pendirian. Yang tidak mengenal perkataan, ia tidak dapat mengenal
manusia.”

Dengan sedih Sima Niu berkata, “Orang lain mempunyai saudara,


namun aku sebatangkara.” Zi Xia berkata, “Apa yang pernah aku dengar
(dari Konfusius) demikian ‘mati hidup adalah Takdir, kaya mulia
ditentukan Tuhan. Seorang junzi selalu bersikap sungguh-sungguh, maka
tiada khilaf. Kepada orang lain bersikap hormat dan selalu bersikap susila.
Maka diempat penjuru lautan semuanya saudara. Mengapa seorang junzi
merasa karena tidak mempunyai saudara?”

Dari ungkapan-ungkapan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa


Konfusius mengajarkan bahwa ada hal-hal yang tidak dapat dikendalikan
oleh manusia. Manusia hanya dapat berusaha untuk terus belajar untuk
meraih kebijaksanaan (Zhi), memahami dan mengamalkan kesusilaan (Li)
Cinta kasih (Ren), kebenaran (Yi) dan sikap dapat dipercaya (Xin). Ideal
yang ingin dicapai adalah menjadi seorang junzi. Perkara hidup mati, kaya
dan mulia tidaklah perlu dirisaukan karena hal itu adalah Tian Ming atau
Takdir Tuhan.
8. Manusia Budiman – Jun Zi
Jun Zi jika harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya
adalah manusia budiman, susilawan, seorang manusia dengan seluruh
kebijakan dan keagungannya. Padanan katadalam bahasa Inggrisnya
adalah gentleman. Menjadi Jun Zi adalah idealisme moral manusia
tertinggi yang harus dicapai dalam Konfusianisme.

“Seorang Jun Zi memegang kebenaran sebagai pokok


pendiriannya, kesusilaan sebagai pedoman perbuatannya, mengalah dalam
pergaulan dan menyempurnakan diri dengan sikap dapat dipercaya.
Demikianlah Jun Zi.”
“Seorang Jun Zi menuntut diri sendiri, seorang rendah budi
menuntut orang lain.” “Seorang Jun Zi bukan alat”. “Seorang Jun Zi
mengutamakan kepentingan umum, bukan kelompok, seorang rendah budi
mendahulukan kelompok, bukan kepentingan umum”. “Seorang Jun Zi
mau berlomba tetapi tidak mau berebut, mau berkumpul tetapi tidak mau
berkomplot”. “Seorang Jun Zi tidak memuji seseorang karena kata-
katanya, dan tidak menyiakan kata-kata karena orangnya”.
9. Tiga Hubungan Tata Krama – San Gang
Dalam masyarakat yang beradab pasti diperlukan suatu tata hubungan
yang mengatur norma-norma kepantasan atau kepatutan hubungan antar
anggota masyarakat tersebut. San Gang adalah tiga hubungan tata krama
antara:
- Seorang raja dengan para menterinya, atau seorang atasan denga para
bawahannya.
- Seorang ayah dengan anaknya.
- Seorang suami dengan istrinya.
10. Lima Norma Kesopanan – Wu Lun
Lima norma kesopanan dalam masyarakat terdiri dari San Gang
ditambah dua norma lainnya, yaitu hubungan natar saudara dan hubungan
antar teman.
- Seorang raja dengan para menterinya, atau seorang atasan dengan para
bawahannya.
- Seorang ayah dengan anaknya.
- Seorang suami dengan istrinya.
- Seorang kakak dengan adiknya.
- Seorang teman dengan teman.

II. Tahapan dan Prinsip ajaran Konfusianisme


a. Tahapan
Secara garis besar, konfusius membagi proses ajarannya menjadi 4
tahapan:
- Mengarahkan pikiran kepada cara
- Mendasarkan diri kepada kebajikan
- Mengandalkan kebajikan untuk mendapat dukungan
- Mencari rekreasi dalam seni
b. Prinsip
Beliau menyusun 8 prinsip belajar, mendidik diri sendiri dan hubungan
sosial, yaitu:
- Menyelidiki hakekat segala sesuatu (Ke’-Wu)
- Bersikap jujur
- Mengubah pikiran kita
- Membina diri sendiri (Hsiu-shen)
- Mengatur keluarga sendiri
- Mengelola negara
- Membawa perdamaian di dunia
Konfusius membuat suatu daftar prioritas dalam menjalani kehidupan
bermasyarakat, yaitu:
- Kelakuan adalah syarat utama
- Berbicara adalah prioritas kedua
- Memahami soal-soal pemerintahan adalah prioritas ketiga
- Kesusasteraan adalah prioritas keempat

III. Konfusius Sebagai Identitas Bangsa China


Setelah lebih satu abad ajaran Konfusius dilarang terhitung sejak Revolusi
1911, dan bahkan di bawah rezim komunis Mao Zedong dihujat dipersalahkan
sebagai penghambat kemajuan. Kini ketika China sudah membuka pintu ke dunia
luar, melakukan liberalisasi di bidang industri-pertanian, dan mengalami
pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, permasalahan lain timbul, yaitu
pemerataan pendapatan dan keadilan sosial yang berdampak pada meningkatnya
tindak kriminalitas di berbagai lapisan masyarakat.
Dalam mengatasi permasalaha sosial-ekonomi di dalam negeri yang makin
kompleks serta perlunya legitimasi dalam menghadapi persaingan di dunia global,
pemimpin dan masyarakat China memilih kembali ke ajaran Konfusius.
Keseimbangan hidup, keadilan, rasa malu, hormat kepada orang tua, bertindak
sesuai dengan posisi dan statusnya masing-masing, serta adab tingkah laku yang
sesuai aturan sebagaimana diajarkan Konfusius diharapkan mampu meningkatkan
partisipasi rakyat dalam mengatur lingkungannya. Ajaran Konfusius yang telah
bertahan selama 2500 tahun dengan pasang surutnya, sudah menjadi bagian tak
terpisahkan dari masyarakat China. Konfusianisme juga sudah menjadi trademark
dan identitas bangsa China yang
telah dikenal di dunia internasional.

Presiden China Xi Jinping dan jajarannya melihat ajaran Konfusius yang


sudah membentuk kebudayaan dan peradaban China lebih cocok untuk
menyelesaikan masalah di dalam maupun dalam membentengi negara dari
pengaruh paham serta budaya Barat terutama masalah Hak Azasi Manusia, sistem
demokrasi dan kebebasan berpendapat & berserikat, yang bisa mengancam
monopoli kekuasaan PKC. Pada konferensi mengenai Konfusianisme yang untuk
pertama kalinya diselenggarakan di Balai Agung Rakyat, Beijing pada tahun
2014, Xi Jinping menggaris bawahi penyelesaian problem di China dengan
menggunakan kearifan lokal, sesuai dengan tradisi dan budaya China yang
terkandung dalam ajaran Konfusius. Pengakuan pemerintah tentang pentingnya
kembali ke Konfusianisme, telah mendorong banyaknya bermunculan sekolah-
sekolah khusus yang mempelajari kitab-kitab ajaran Konfusius. Pusatnya berada
di tempat kelahiran Konfusius di kota Qufu, Provinsi Shandong. Bangunan yang
menjadi pusat pemujaan dan pengajaran Konfusius di Qufu telah ditetapkan
UNESCO sebagai World Heritage Site (Peninggalan Sejarah Dunia). Sejumlah
istilah yang digunakan untuk menamai sekolah-sekolah Konfusius antara lain:
Rujia (School of the Scholars), Rujiao (Teaching of the Scholars), Ruxue
(Scholarly
Study), dan Kongjiao (Teaching of Confusius).
Sebagai sarana diplomasi ke luar, pemerintah China membentuk lembaga
bernama Confucius Institute (Kongzi Xueyuan) yang merupakan Lembaga
Kebudayaan di bawah Kementerian Pendidikan Pemerintah China bertujuan
untuk mempromosikan bahasa dan kebudayaan China ke seluruh dunia - mirip
misi yang diemban oleh lembaga kebudayaan dari negara-negara lain seperti
British Council Inggris, LIA Amerika Serikat, Alliance Francaise Perancis,
Goethe Institut Jerman, Erasmus Huis Belanda, Instituto Cervantes Spanyol,
Societa Dante Alighieri Italia, dll. Sejak diluncurkan pada tahun 2004, Hanban
(Hanyu Bangongsi) – kantor pengelolanya telah membuka tidak kurang dari 480
Confucius Institute di sejumlah negara di benua Amerika, Eropa, Asia, Afrika dan
Australia. Ditargetkan pada tahun 2020, jumlah Confusius Institute di dunia akan
tembus menjadi 1000 buah, dengan pelajar/mahasiswayang berminat belajar
bahasa Mandarin (Guo-yi) mencapai angka di sekitar 200 juta menggeser peminat
bahasa Inggris. Di Indonesia sampai saat ini sudah ada 6 (enam) Confucius
Institute menyebar di berbagai kota. Untuk ibukota Jakarta berpusat di kampus
UAI (Universitas Al-Azhar Indonesia), dengan nama PBM (Pusat Bahasa
Mandarin).

Dalam konferensi pers akhir Maret 2015, Michael Schuman, penulis buku
Confucius and the World He Created menyebutkan bahwa pemerintah China
mengusung kembali ajaran Konfusius sebagai bentuk budaya pemerintahan yang
bersumber dari sejarah falsafah dan politik sendiri, yaitu budaya yang
mengedepankan kehidupan masyarakat harmoni, patuh serta loyal terhadap atasan
dapat diartikan sebagai tiada penentangan dari rakyat terhadap penguasa. Sistem
pemerintahan dan politik lokal ini sekaligus juga untuk menyaring dan menangkal
paham dari luar (Barat) yang tidak sesuai dengan budaya setempat. Bagi rakyat,
hadirnya kembali ajaran Konfusius bagaikan menu spiritual yang sudal lama
mereka dambakan, terutama pada saat masyarakat menhadapi krisis moral yang
meluas, seperti korupsi, penyalahgunaan jabatan, penggelapan/pemalsuan serta
praktek-praktek perbuatan a-moral lainnya. Pemerintah China juga memanfaatkan
nama Konfusius sebagai alat/sarana Soft Powerdalam menjalankan diplomasi di
dunia internasional. Dengan inti ajaran Konfusius tentang filial piety – bakti anak
terhadap orangtua, pemerintah China juga dapat menghimbau kepada masyarakat
keturunan China di seluruh dunia untuk ikut berinvestasi dan memberikan
sumbangannya dalam program pembangunan social-ekonomi di tanah leluhur.

B. Pemikiran Mahatma Gandhi


I. Sekilas tentang Mahatma Gandhi
Mohandas Karamchand Gandhi (2 Oktober 1869-30 Januari 1948) juga
dipanggil Mahatma Gandhi (bahasa Sansekerta:"jiwa agung") adalah sosok yang
sangat peduli dengan berbagai bentuk penindasan dan kekerasan dalam
masyarakat. Pergulatan kehidupannya baik di India maupun di Afrika telah
mendorong untuk menjadi pejuang kemanusiaan yang terkenal dengan gerakan
anti-kekerasannya (non-violence).
Perjalanan hidupnya yang penuh dengan “derita”, dicaci maki dan dihina
serta dipenjara oleh kolonial Inggris menjadi pemberi semangat untuk tetap
berjuang menegakkan peradaban yang penuh kedamaian, tanpa kekerasan.
Penderitaan orang lain, akibat perang dan konflik, telah mengusik nurani
kemanusiaannya bahwa semua itu harus dihentikan. Gandhi dilahirkan di
Porbandar, yang juga dikenal Sudamapuri daerah Kathiawad negara bagian
Gujarat India Barat pada 2 Oktober 1869. Gandhi lahir dalam keluarga yang
cukup terpandang, sekaligus penganut Hindu yang saleh. Ayahnya bernama
Karamchand Gandhi atau yang lebih dikenal dengan Kata Gandhi, berasal dari
kasta Modh Bania (Wegig, 1986:9) adalah seorang anggota Pengadilan
Rajasthanik yang disegani dan sangat berpengaruh dalam menyelesaikan
perselisihan antara para pemuka dengan kaum kerabatnya pada saat itu, bahkan
pernah menjabat sebagai Perdana Menteri untuk negara bagian kebangsawanan
kecil Porbandar (Wisarja, 2007:28). Gandhi adalah jebolan Fakultas Hukum
University College London dan salah satu dari sedikit warga India yang
beruntung dapat mengenyam pendidikan tinggi di luar negeri. Setelah menjadi
Sarjana Hukum, Gandhi kembali ke India dan membuka praktik sebagai
pengacaradi Bombay, namun kurang berhasil. Ia lantas berangkat ke Durban
Afrika Selatan bekerja dalam biro hukum India.

Mahatma Gandhi adalah seorang pemimpin spiritual dan politikus dari


India. Pada masa kehidupan Gandhi, banyak negara yang merupakan koloni
Britania Raya. Penduduk di koloni-koloni tersebut mendambakan kemerdekaan
agar dapat memerintah negaranya sendiri. Gandhi adalah salah seorang yang
paling penting yang terlibat dalam Gerakan Kemerdekaan India. Dia adalah
aktivis yang tidak menggunakan kekerasan, yang mengusung gerakan
kemerdekaan melalui aksi demonstrasi damai.

Beberapa dari anggota keluarganya bekerja pada pihak pemerintah. Saat


remaja, Gandhi pindah ke Inggris untuk mempelajari hukum. Setelah dia menjadi
pengacara, dia pergi ke Afrika Selatan, sebuah koloni Inggris, di mana dia
mengalami diskriminasi ras yang dinamakan apartheid. Dia kemudian
memutuskan untuk menjadi seorang aktivis politik agar dapat mengubah hukum-
hukum yang diskriminatif tersebut. Gandhi pun membentuk sebuah gerakan non-
kekerasan. Ia mengawali karirnya sebagai seorang pengacara di Afrika Selatan, di
mana ia menemukan berbagai persoalan rasial untuk pertama kalinya. Suatu
ketika, dalam perjalanan di atas kereta api menuju Pretoria, Gandhi diminta
meninggalkan kursi penumpang kelas satu yang ditumpanginya meskipun ia telah
membayar tiketnya. Kondektur kereta yang berkulit putih itu dengan sinis
mengatakan bahwa selain orang kulit putih tidak diperkenankan menempati kursi
kelas utama. Tetapi Gandhi menolak dan bersikeras untuk tetap menempati kursi
yang telah dibayarnya itu. Karena penolakan ini, sang kondektur menurunkannya
di sebuah stasiun kecil. Konon, itulah salah satu kejadian yang kemudian
membuatnya selalu berjuang untuk keadilan. Dia selalu mencontohkan bahwa kita
dapat melawan ketidak-adilan tanpa melakukan kekerasan.
Semasa di Afrika Selatan-lah Gandhi mulai mengembangkan idenya yang
disebut Ahimsa atau anti-kekerasan, dan mengajarkan orang-orang India yang
hidup di sana bagaimana menerapkan ahimsa untuk mengatasi berbagai ketidak
adilan yang mereka alami. Metode yang disebut juga sebagai perlawanan pasif
atau antibekerjasama dengan mereka yang melakukan ketidak-adilan. Gandhi
yakin bahwa, dengan menolak-bekerjasama, si oknum akhirnya akan menyadari
kesalahannya dan kemudian menghentikan sikap tak adilnya.

Ketika kembali ke India, dia membantu dalam proses kemerdekaan India dari
jajahan Inggris. Pemikiran dan perjuangannya berdampak besar bagi
kemerdekaan India serta menginspirasi pejuang-pejuang anti kekerasan di
berbagai belahan dunia. Hal ini memberikan inspirasi bagi rakyat di koloni-koloni
lainnya agar berjuang mendapatkan kemerdekaannya dan memecah
Kemaharajaan Britania untuk kemudian membentuk Persemakmuran.

Rakyat dari agama dan suku yang berbeda yang hidup di India kala itu
yakin bahwa India perlu dipecah menjadi beberapa negara agar kelompok yang
berbeda dapat mempunyai negara mereka sendiri. Banyak yang ingin agar para
pemeluk agama Hindu dan Islam mempunyai negara sendiri. Gandhi adalah
seorang Hindu namun dia menyukai pemikiran-pemikiran dari agama-agama lain
termasuk Islam dan Kristen. Dia percaya bahwa manusia dari segala agama harus
mempunyai hak yang sama dan hidup bersama secara damai di dalam satu negara.
Pada 1947, India menjadi merdeka dan pecah menjadi dua negara, India dan
Pakistan. Hal ini tidak disetujui Gandhi. Sementara Pergerakan terus berlangsung,
Gandhi tetap melanjutkan pencariannya akan kebenaran dan merancang strategi
yang sesuai untuk menghadapi musuh. Ia menyebutnya Satyagraha - Penegakan
Kebenaran. Gandhi yakin bahwa dengan melihat penderitaan seseorang yang
menegakkan kebenaran akan memberi pengaruh dan akan menyentuh nurani
pelaku kesewenangan (musuh). Satyagraha kemudian dijalankan secara luas dan
efektif dalam perjuangan kemerdekaan.
Perjuangan ini akhirnya mencapai satu titik dimana Inggris tak sanggup
bertahan menentang ribuan massa rakyat yang menetangnya, aksi-damai yang
menuntut kemerdekaan. Betapapun, Gandhi yakin kepada setiap usaha dan
perjuangan yang dilakukan oleh mereka yang dibimbing langsung olehnya dalam
menjalankan Satyagraha, dan karena ajaran dan pelatihan Satyagraha inilah
perjuangannya membawa hasil. Prinsip Gandhi, satyagraha, sering diterjemahkan
sebagai "jalan yang benar" atau "jalan menuju kebenaran", telah menginspirasi
berbagai generasi aktivisaktivis demokrasi dan anti-rasisme seperti Martin Luther
King, Jr. dan Nelson Mandela. Gandhi sering mengatakan kalau nilai-nilai
ajarannya sangat sederhana, yang berdasarkan kepercayaan Hindu tradisional:
kebenaran (satya), dan non-kekerasan (ahimsa).

II. Ajaran-Ajaran Gandhi


Tidak ada literatur-literatur atau referensi-referensi yang khusus memuat
pokok-pokok ajaran Gandhi dalam satu kumpulan yang sistematis dan terstruktur.
Sebagaimana semangat perjuangannya, ajaran-ajaran Gandhi mengalir bersama
kebersamaannya dalam kehidupan sosial rakyat India. Pokok-pokok pikiran
Gandhi terangkum dalam satu rentang sejarah dan riwayat hidupnya di tengah
perjuangan rakyat India. Telah banyak yang telah ditulis Gandhi dalam kehidupan
publiknya. Beberapa tulisan itu diantaranya The Autobiography (namun buku ini
tidak pernah selesai sampai akhir hayat Gandhi), Satyagraha in South Africa,
Hind Swaraj dan General Knowledge About Health.

Namun secara umum, beberapa hal utama yang selalu diserukan oleh Gandhi
dalam banyak kesempatan yaitu, diantaranya:
1. Ahimsa
Ajaran ini berasal dari kata himsa (kekerasan). Sesuai dengan asal
katanya, ajaran ini menyerukan kepada seluruh umat manusia untuk
menjunjung tinggi semangat nir-kekerasan (non-violence) dalam setiap laku
kehidupannya. Secara harfiah, ahimsa memiliki makna tidak menyerang, tidak
melukai atau tidak membunuh. Ajaran ini sebenarnya merupakan ajaran klasik
dari agama Hindu yang mengajarkan prinsip-prinsip etis dalam kehidupan.
Ajaran ini yang kemudian dimaknai secara lebih mendalam dan
dikembangkan lebih lanjut oleh Gandhi. Gandhi menekankan bahwa makna
ahimsa sebagai nir-kekerasan tidak semata-mata berkonotasi negatif (nir/a =
tidak), namun juga berkonotasi positif sebagai sebuah semangat dan pedoman
hidup.
Dari pemaknaan di atas dapat terlihat bahwa makna ahimsa lebih
menekankan pada makna penolakan atau penghindaran secara total terhadap
segenap keinginan, kehendak atau tindakan yang mengarah pada bentuk
penyerangan atau melukai. Dalam kerangka pemikiran positif, ahimsa adalah
cinta, karena hanya cinta yang bisa muncul secara spontan dan
memungkinkan seseorang bertindak selaras dengan hati dan pikirannya.
Gandhi berpendapat, “ Nir-kekerasan (non-violence) adalah cinta.
Nirkekerasan itu bertindak menyatu dalam diam, nyaris terselubung dalam
kerahasiaan sebagaimana yang dilakukan cinta.” (2005:60-61).
2. Satyagraha
Ajaran ini berarti “keteguhan berpegang pada kebenaran”. Ajaran ini
menyerukan untuk tidak ada sedikitpun toleransi atau sikap kompromin dalam
menegakkan nilai kebenaran. Cikal bakal ajaran ini adalah peristiwa di Afrika
Selatan yang melibatkan warga India di sana. Tanggal 22 Agustus 1906,
Pemerintah Tansvaal, Afrika Selatan dalam undang-undangnya mewajibkan
seluruh warga India untuk melapor pada pemerintah setempat, membubuhkan
sidik jari dan akan menerima sertifikat. Sertifikat itu harus dibawa kemanapun
yang bersangkutan bepergian, dengan ancaman pelanggaran adalah dipenjara
dan bahkan sampai deportasi. Ini tentu menyulut protes dari para warga India.
Namun peerintah tetap bersikukuh dan memenjarakan setiap warga yang
membangkang. Tanggal 11 September 1906 Gandhi memimpin seluruh warga
India untuk memprotes kebijakan tersebut. Mereka bersumpah untuk tetap
berpegang pada pendirian dan bersedia menanggung segala konsekuensinya.
Mereka menganggap bahwa sua pilihan antara membayar dena atau deportasi
adalah pilihan yang tidak layak untuk dipilih. Ketika seorang India memilih
salah satu pilihan itu maka sejatinya yang ada adalah kekalahan dan itu berarti
warga India tidak lagi bisa menjaga kehormatan dirinya.
3. Swadeshi
Menurut Gandhi, konsep swasedhi erat kaitannya dengan semangat swaraj
sebagai cita-cita bersama seluruh warga India, bahkan seluruh manusia.
Dalam bahasa sederhana, Gandhi mengartikannya sebagai “menggunakan apa
yang dihasilkan oleh negeri sendiri”. Konsep swadeshi mengarah pada swaraj
dalam arti pemerintah oleh negeri sendiri (self-rule) yang senyatanya
bertumpu pada kekuatan sendiri (self-reliance). Gandhi menuliskan “Satu
negara yang rakyatnya tidak mampu memenuhi sendiri kebutuhan-kebutuhan
sandang dan pangannya, tidak akan bisa menikmati swaraj yang
sesungguhnya.” (2005:112).
4. Nirbaya
Situasi politik yang tidak menentu dan di tengah ketertindasan masyarakat
India akibat kekejaman kolonial, membuat Gandhi menganjurkan suatu
anjuran nirbaya, yaitu suatu sikap untuk tidak pernah mengenal rasa takut
terhadap kekuatan apapun. Bagi Gandhi (1979:29), setiap warga India harus
dihilangkan perasaan takutnya untuk berani berbicara dan berpendapat di
muka umum, sekaligus menuntut dihilangkannya ketidak-adilan bagi warga.
5. Toleransi
Toleransi merupakan merupakan perluasan dari sikap hidup untuk tidak
melakukan proses diskriminasi dalam masyarakat. Terhadap agama-agama
yang ada, Gandhi (1981:110) berpandangan bahwa semuanya mengandung
wahyu kebenaran, namun karena agama-agama tersebut garis besarnya dibuat
oleh manusia yang tidak sempurna, maka keyakinan-keyakinan itu
dipengaruhi oleh ketidaksempurnakan tersebut dan kebenaran tersebut
menjadi tidak mutlak adanya.
6. Hartal
Hartal semacam pemogokan nasional, toko-toko ditutup sebagai protes
politik dan para pekerja melakukan pemogokan massal. Untuk pertama
kalinya Gandhi memutuskan untuk menentang pemerintah kolonial Inggris di
India. Ia memutuskan melaksanakan hartal. Ia mengatakan bahwa suatu hari
kegiatan dagang harus dihentikan, toko-toko tutup, dan pekerja-pekerja
mogok. Hartal ini merupakan permulaan dari perjuangan selama 28 tahun,
yang berakhir dengan penjajahan Inggris menghentikan koloninya atas bangsa
India. Hartal dilakukan oleh rakyat India sebagai sebuah protes politik, namun
hari-hari mogok itu dihabiskan dengan berpuasa dan kegiatan keagamaan
lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hieronymus, Purwanta. 2004. Seri pengetahuan dan pengajaran sejarah.


Yogyakarta: Universitas sanata dharma

Wisarja, I Ketut. (2007). Gandhi Dan Masyarakat Tanpa Kekerasan.

Paramita:Surabaya

Steffi Thanissa Halim, Elisa Christiana, Liejanto Wijaya. Pemikiran Konfusius


yang

Terefleksi dalam Pengajaran Para Guru CHHS. Surabaya : Universitas

Kristen Petra

Asruchin, D. M. (2018) "Konfusianisme: sumber peradaban China." Jakarta :

Universitas Al Azhar Indonesia

Vad Metha. 2011. Ajaran-ajaran Mahatma Gandhi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Martin Suryajaya. 2016. Sejarah Pemikiran Politik Klasik:dari Prasejarah hingga

Abad ke-4 M. Serpong, Banten : Marjin Kiri.

Anda mungkin juga menyukai