PUBLICITAS
Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka
Volume 8 No 3 September- Desember 2014
Oleh:
Abstrak
Tujuan peradilan pidana adalah untuk memutuskan apakah seseorang bersalah atau
tidak,Peradilan pidana dilakukan dengan prosedur yang diikat oleh aturan-aturan ketat
tentang pembuktian yang mencakup semua batas-batas konstitusional dan berakhir pada
proses pemeriksaan di pengadilan. Untuk mewujudkan tujuan peradilan pidana tersebut,
dalam hal ini Sistem Peradilan Pidana, telah mengetengahkan due process
model,seperti yang telah di perkenalkan oleh Herbert L Packer. Yaitu model yang penuh
dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam praktek model ini banyak menimbulkan
permasalahan dalam proses pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan. pemeriksaan
umumnya berlangsung lama, berbelit-belit, penuh keberpihakan, rumit dan tidak
sederhana seperti yang disebutkan dalam aturan normatifn / formalnya (KUHAP). Dari
permasalah inilah maka dilakukanlah Penulisan terhadap hal ini. Penulisan ini,
menggunakan Penulisan hukum yang sosiologis (empiris), dan menggunakan metode
pendekatan Yuridis-Empirik, yaitu hukum dipandang sebagi gejala masyarakat, sebagai
institusi sosial atau perilaku yang mempola. Objek Penulisan ini adalah, Perilaku
aparatur peradilan dalam pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Pemilihan
informannya dalam Penulisan ini, dilakukan secara Purposive dan yang menjadi sumber
datanya adalah kata kata dan tindakan para aparatur pengadilan
1
Tulisan ini adalah hasil Penulisan penulis terhadap pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan
Negeri Kelas 1 A Karawang yang tersistematis, terjadwal, dengan menggunakan pendekatan
sosiologi hukum.
1
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS
Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka
Volume 8 No 3 September- Desember 2014
prosedural yang ketat, yang didukung itu, Di ruang sidang kekerasan muncul
oleh sikap batin (penegak hukum) melalui berbagai simbol tertentu,
untuk menghormati hak-hak warganya. hakim yang bertanya dengan nada
Namun dalam kenyataanya, formulasi marah atau membentak tersangka,
aturan model yang demikian itu arogansi kewenangan dan sifat otoriter,
biasanya tidak memperlihatkan atau aparat keamanan dengan
hubungan yang signifikan terhadap persenjataan lengkap mengawal
komitmen dalam praktek, yaitu masuknya tersangka ke persidangan.
menyangkut persolan subtantif yang Di tengah wacana peradilan pidana
sering dikesampingkan, yang pada yang seperti ini, banyak kritikan yang
akhirnya hanya muncul prosedur dilontarkan.terhadap lembaga
formal semata. Akibatnya dari peradilan di indonesia, yang telah
formulasi model yang demikian menjurus ke arah caci maki dan
tersebut, timbullah permasalahan sumpah serapah. hendak diapakan
dalam proses pemeriksaan perkara peradilan dalam kondisi seperti saat
pidana di pengadilan. pemeriksaan ini? bukan semata-mata ungkapan
umumnya berlangsung lama, berbelit- sinis dan pesimis, namun realitas yang
belit, penuh keberpihakan, rumit dan beralngsung mempertontonkan sebuah
tidak sederhana seperti yang peradilandagelan, peradilan yang di
disebutkan dalam aturan normatifnya/ dalamnya penuh nuansa formalitas
formalnya (KUHAP). Pemeriksaan yang pada akhirnya menjadikan
perkara pidana di pengadilan biasanya peradilan sebagai Super market (jual
menunjukan kepada pelayanan status, beli keadilan) yang terjadi di ruangan
biasanya memihak status yang lebih pengadilan.di ruang pengadilan inilah
tinggi atau lebih berbobot materinya, terdapat semacam simulasi pengadilan
dibandingkan dengan status yang lebih (Simulationofcourt)5 Dalam wacana
rendah atau kering bobot materinya.
5
dan inilah dinamakan dengan perilaku Simulationofcourt, yaitu pengadilan yang
berlangsung pada tingkat citraan (Image),
diskriminatif yang di dalamnya dicari citraan kebenaran
(image oftruth), bukan kebenaran sejati.
Selain itu juga, permasalahan simulasi pengadilan hanya menghasilkan
simulakra keadilan (Simulacraofjustice),
yang timbul dari model yang demikian yaitu keadilan yang ditampilkan dalam
4
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS
Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka
Volume 8 No 3 September- Desember 2014
surat dakwaan oleh jaksa penuntut interaksi yang terjadi ini, atau dari tatap
umum, sampai kepada putusan hakim. muka antara para pihak di persidangan
Merupakan proses bentukan dan ini, mungkin saja penafsiran dari gejala
Penafsiran terhadap simbol-simbol yang di amati tidaklah mendapat
tertentu, yang dihadirkan pada proses jawaban yang pasti atau mungkin
persidangan tersebut. terdapat kesalahan dalam menafsirkan
Pemahaman terhadap hal di atas gejala yang ditunjuk dari proses
adalah merupakan bagian yang penting interaksi tatap muka tersebut.
dalam Penulisan kualitatif ini. Secara Walapun demikian, interaksi
normatif mungkin akan dipahaminya dalam persidangan tersebut dapat
secara baik dan wajar karena aturannya ditafsirkan, sebagai ekspresi dari
mengharuskan seperti itu, tetapi tingkah laku manusia (perilaku) dalam
menjadi lain apabila kita mewujudkan maksudnya. Manusia
memahaminya dari sesuatu yang telah melangsungkan tingkah laku, dapat
nyata. Dengan optik sosiologis dimengerti maksudnya, karena suatu
semuanya akan bisa dibuka, dijelaskan, tingkah laku sering begitu jelas
dielaborasi dengan menggunakan maksudnya.Berger dan Luckman18
bahasa yang lebih komunikatif. Dari dalam hal ini memberikan
proses pemeriksaan perkara pidana di komentarnya, dari kesalahan dalam
pengadilan itu, terdapat juga interaksi menjalankan gejala yang diamati.
atau hubungan lebih dari satu pihak. “Memang saya mungkin saja menyalah
tafsirkan beberapa diantara gejala-
Dari pihak-pihak yang hadir di
gejala itu. Mungkin saja saya berpikir
persidangan, baik jaksa, hakim, bahwa orang lain itu sedang tersenyum
padahal sebenarnya ia sedang
pengacara atau terdakwa17 dari
menyeringai. Namun demikian, tak ada
bentuk hubungan sosial lain yang bisa
17
Interaksi individu (Pengacara, Jaksa, memproduksi kekayaan akan gejala
Hakim, dan Terdakwa) di pengadilan, bagi subjektivitas yang menampakan diri
pemahaman defenisi sosial, bahwa mereka dalam situasi tatap muka. Hanya
saling menerjemahkan dan saling
mendefenisiskan tindakannya tersebut.
Bukan hanya reaksi belaka dari tindakan lain itu. Lihat George Ritzer, Sosiologi Ilmu
seseorang terhadap orang lain, tanggapan Pengetahuan Berparadigma Ganda, Rajawali
individu tersebut, mungkin tidak akan Press, Jakarta, 2004. hlm 52.
18
dibuat secara langsung terhadap tindakan Berger dan Luckma, Tafsir Sosial atas
orang lain, tetapi didasarkan atas makna Kenyataan: sebuah risalah Tentang Sosiologi
yang diberikan terhadap tindakan orang Pengetahuan, LP3ES, Jakarta, 1990, hlm 41
12
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS
Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka
Volume 8 No 3 September- Desember 2014
atau yang lebih berbobot materinya, sangat jelas sewaktu akan memeriksa
pelayanan status ini sangat berbau perkara pidana penipuan yang
feodalisme dan secara tidak langsung dilakukan oleh terdakwa bernama
ikut menciptakan kelas atau kasta masta. Hakim yang akan
dalam peradilan pidana. Perilaku yang menyidangkan perkara ini tidak mau di
demikian merupakan perilaku yang ruang sidang I (satu), padahal ruang
diskriminatif dan akhirnya melahirkan sidang ini kosong, dengan sangat
perlakuan berbeda terhadap segmen mendesak perkara ini akhirnya digelar
masyarakat tertentu. di ruang sidang 1 (satu), akan tetapi
Terdapatnya kelas atau kasta di pada saat Jaksa akan membacakan
PN-Karawang ini, sangat terlihat jelas surat dakwaan, kemudian persidangan
dalam pemeriksaan perkara pidana. dipindahkan keruang II (dua). Karena
Dari mulai pemilihan ruang sidang, sidang di ruang II (dua) telah selesai.
hakim yang akan mengadili sampai Selain adanya kasta atau kelas
perlakuan terhadap terdakwa, sangat ruang sidang, perlakuan terhadap
menunjukan sikap diskriminatif. terdakwa yang satu dengan yang
Kaitannya dengan ini, Marx telah lainnya sangatlah berbeda, antara
menjadi pusat dari kajiana ini, karena pejabat yang menjadi terdakwa dan
menurut Marx sistem kelas berarti orang biasa.Sangatlah penuh
menunjuk pada suatu pola stratifikasi keberpihakan terhadap yang lebih
tertentu yang dapat dibedakan dari pola tinggi kedudukannya. Hal ini dapat
lainnya. Sesuai dengan pengamatan digambarkan Antara pemeriksaan
penulis, di ruang sidang 1 (satu) PN- perkara pemalsuan Izazah, sebagai
Karawang biasanya dipakai dalam terdakwa adalah H.Abubakar, dengan
pemeriksaan perkara pidana yang lebih pemeriksaan perkara pencurian,
berbobot materinya, salah satunya penipuan, penggelapan yang dilakukan
perkara. Selain itu juga ruang sidang 1 oleh orang-orang biasa. Sangatlah
(satu) ini sangatlah berbeda dengan jelas sekali dalam pemeriksaan perkara
ruang sidang II (dua), apalagi dengan pidana ini, di mana pemeriksaan ini
ruang sidang III (tiga). Perilaku hakim lebih mementingkan dan
yang memilih ruang persidangan ini memperlihatkan status yang lebih
14
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS
Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka
Volume 8 No 3 September- Desember 2014
22
Romli Atmasasmita, Hak Asasi Manusia
Dan Penegakan Hukum, Binacipta (anggota
IKAPI), Jakarta, 1997, hlm 7.
18
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS
Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka
Volume 8 No 3 September- Desember 2014
hal ini, pantaslah untuk menyimak dan menunjukan masih ada proses
23
merenungi ungkapan dibawah ini peradilan pidana yang berjalan
“Bagaimanapun adilnya suatu putusan tersendat-sendat, egoisme
hukum, tetapi kalau sang hakim tidak
bekerja sesuai dengan prosedur maka instanasional, yang masih ketat, dan
putusan yang bagus dan adil itu rawan menyimpangi dari rasa keadilan
terhadap gugatan. orang bilang, putusan
hakim mengandung cacat hukum masyarakat. Tahap pemeriksaan
.sebaliknya, bagaimanapun “tidak adilnya
“suatu putusan, tetapi apabila proses yang perkara pidana yang cepat, sederhana,
ditempuh sudah betul, maka status putusan dan biaya murah.Bukan dalam artian
tersebut lebih aman daripada “putusan
yang adil tetapi cacat prosedur percepatan dalam pemeriksaan,
ataupun sederhana tanpa didampingi
Bila kita renungkan dari
oleh penasehat hukum, atau
ungkapan di atas, maka telah memberi
pemeriksaan yang tanpa hati-
gambaran terhadap kita, bahwa kita
hati.Dalam hal ini, proses pemeriksaan
terjebak pada “Prosedurlisme”, maka
perkara pidana yang dilaksanakan
dapat dikatakan hukum di indonesia
dengan cepat.Diartikan untuk
baik secara materil maupun secara
menghindarkan segala rintangan yang
formal, terlalu berpihak pada
bersifat prosedural, agar tercapai
positivisme (discourse), dan hukum
efesiensi kerja mulai dari kegiatan
Indonesia menambah Virus
penyidikan.sedangkan proses
Positivisme.
pemeriksaan perkara pidana yang
Dari uraian di atas, dapat
sederhana, dapat diartikan
disimpulkanHakikat sistem peradilan
penyelenggaraan administrasi
pidana terpadu sebenarnya cukup baik,
peradilan secara terpadu agar
yaitu untuk mencegah dan atau
pemberkasan perkara dari masing-
kepentingan yang bersifat
masing intansi yang berwenang
instanasional, sehingga diharapkan
berjalan dalam satu kesatuan, yang
proses peradilan pidana dapat berjalan
tidak memberikan peluang kerja yang
objektif, cepat dan berkeadilan, namun
berbelit-belit. Pemeriksaan perkara
dalam kenyataanya di lapangan
pidana dengan biaya murah, adalah
23
Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari untuk menghindarkan sistem
Hukum Di Indonesia, Buku Kompas,
Jakarta, 2003, hlm 67.
administrasi perkara dan mekanisme
19
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS
Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka
Volume 8 No 3 September- Desember 2014
hukum adalah lebih mengarah kepada yang berwenang pada saat setiap
model yuridis individual, adalah model tingkat pemeriksaan untuk menunjukan
bantuan hukum dengan hak yang penasehat hukum bagi: Tersangka atau
diberikan kepada warga masyarakat terdakwa yang diancam dengan
untuk melindungi kepentingan- hukuman mati, Tersangka atau
kepentingan individunya. pelaksanaan terdakwa yang diancam pidana penjara
bantuan hukum ini tergantung kepada 15 tahun atau lebih, Mereka yang tidak
peran aktipnya warga masyarakat yang mampu yang diancam dengan pidana
meminta jasa para pengacara atau lima tahun atau lebih, yang
penasehat hukum, yang nantinya jasa kesemuanya tidak mempunyai
pengacara tersebut akan dibayar oleh penasehat hukum tersendiri.
negara Asas persamaan dimuka
Dari uraian tersebut, memang hukum ini, dalam bidang hukum acara
banyak sekali kelemahan dari peraturan pidana adalah merupakan jantungnya
mengenai bantuan hukum ini, namun hukum acara pidana, karena itulah
dengan demikian penulis akan ditempatkan dalam urutan yang
menjelaskannya apakah peraturannya pertama. Asas ini merupakan buku
yang tidak mendukung kepada bantuan bayangan tentang hak-hak terdakwa,
hukum ini, ataukah perilaku aparatur karena dengan asas persamaan di
pengadilan yang tidak mendukung muka hukum ini terdakwa mempunyai
kepada konsep bantuan hukum. harapan perlakuan yang sama sesuai
Memang kalau kita lihat dalam Pasal dengan nilai-nilai pemeriksaan yang
56 ayat (1) KUHAP, pasal ini adil dan layak. Dalam lapangan PN-
mengandung kelemahan Karawang hak untuk di dampingi oleh
diantaranya:,Tentang kemampuan pensehat hukum hanya dinikmati oleh
seseorang untuk memaksakan, apakah mereka yang berpunya saja.akan tetapi
dirinya mampu menyediakan penasehat bagi mereka yang tidak punya, tidak
hukum., Tidak adanya konsekuensi didampingi oleh penasehat hukum, dan
ataupun sanksi, apabila ketentuan pasal biasanya menghadap sendiri di muka
56 itu diabaikan. Padahal Pasal 56 pengadilan, penulis untuk menyebut
KUHAP telah mewajibkan pejabat hal ini lebih senang meminjam istilah
24
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS
Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka
Volume 8 No 3 September- Desember 2014
Selain itu juga kita harus membangun memahami nilai-nilai hukum yang
sistem peradilan pidana yang lebih hidup dalam masyarakat, sebagaimana
humanis.Persoalan humanis dalam yang telah dinyatakan dalam Undang-
hukum pidana, sangat erat sekali undang No 4 Tahun 2004 Pasal 28,
dengan Pendekatan tetapi bunyi pasal ini hanya pemanis
Humanistik.terlebih bagi bangsa Undang-undang belaka tanpa ada
indonesia, yang berdasarkan pancasila dalam aplikasinya.
dan garis pembangunannya bertujuan Untuk bisa memahami
untuk membentuk manusia indonesia pengadilan seutuhnya, atau melihat
seutuhnya. Dari pendekatan kepada konteks sosialnya (masyarakat)
humanistik ini, dapat dimungkinkan maka kita harus berani
adanya “pengadilan pancasila”.Asumsi mendekonstruksi paham pengadilan
ini didasarkan kepada mengapa hanya yang ada selama ini, dengan cara:
paham liberal saja yang menyelimuti 1 Kita harus berpikir kritis, dan
mencoba menanyakan kembali
pengadilan?Sedangkan pancasila
apakah pengadilan sebagai lembaga
sebagai dasar negara tidak dijadikan yang tidak memihak ini sudah
benar-benar dilaksanakan dalam
paham dalam pengadilan. Pengadilan
praktek? dan apakah ketentuan
pancasila dalam hal ini mencoba dalam Pasal 4 Undang-undang No 4
Tahun 2004, yang menyebutkan
menawarkan suatu konsep yang lain
peradilan dilakukan demi keadilan
terhadap pengadilan dalam mengatasi berdasarkan ketuhanan yang maha
esa, peradilan dilakukan dengan
kehancuran moralitas para aparatur
sederhana, cepat, dan biaya ringan,
pengadilan itu sendiri. serta segala campur tangan dalam
urusan peradilan oleh pihak di luar
Pengadilan pancasila
kekuasaan kehakiman dilarang.
menawarkan untuk mengatasi Sudah benar-benar diterapkan?
2 Harus mulai dipertanyakan falsafah
kekurangan dari kualitas pengadilan
apa yang menyelimuti pengadilan
liberal tersebut, dengan menambah kita sekarang ini? Sudah sering kita
mendengar nilai dan wawasan
pada aktivitas, kreativitas dan
seperti pancasila, kekeluargaan,
keberanian para penegak hukum. keselarasan, keseimbangan manusia
seutuhnya. Akan tetapi nilai-nilai
Dapat kita temukan dalam praktek
seperti itu tidak begitu jelas
peradilan sehari-hari, dengan kata-kata mewadahi pengadilan kita
hakim wajib menggali, mengikuti dan
29
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS
Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka
Volume 8 No 3 September- Desember 2014
kepada cara berpikir ilmiah. Karena ini pendanaan ini, diharapkan sepenunya
adalah menjadi kendala bagi para bagi lembaga pendidikan hukum SI
penegak hukum, maka apa yang harus dapat mengubah cara pandangnya
dilakukan dalam memberikan solusi terhadap hukum. dengan tidak hanya
terhadap permasalahan ini, dalam hal mengandalkan teori yang formal-
ini penulis memberikan sedikit solusi: positivistis saja.
1 Dalam pendikan hukumnya (SI) Sangat diharapkan dalam
perlu mengubah cara pandang
peningkatan teoritik ini, khususnya
terhadap hukum, artinya pandangan
secara Undang-undang belaka tidak dalam pendidikan hukum SI.yang akan
sepenuhnya merupakan pandangan
mengeluarkan calon-calon hakim,
yang seutuhnya.
2 Lebih ditingkatkan kemampuan jaksa, pengacara dan aparatur hukum
berpikir sosiologis dalam tingkat
lainnya. Dapat memberikan cara-cara
pendidikan SI
3 Di harapkan seorang Hakim, jaksa berpikir sosiologis, di samping
atau pengacara, dapat menggali
memberikan cara berpikir yuridis.
nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat. Serta dapat Solusi berpikir secara sosiologis untuk
menjadikan sistem yang berlaku
mengatasi keterbatasan teoritik para
dalam masyarakat, menjadi
kontribusi bagi sistem peradilan aparatur pengadilan atau para calon
pidana.
hakim, jaksa, pengacara dan penegak
4 Lebih diperketat persyaratan
menjadi seorang praktisi hukum hukum lainnya.yang kebanyakan
(jaksa, hakim, atau pengacara),
adalah lulusan SI, ditawarkan dalam
minimal mereka yang lulusannya
S2. tulisan ini dengan dasar pertimbangan
Dengan hal itulah,
bahwa sebelumnya kita (hamba
setidaknya cara berpikir seorang yuris
hukum) harus sepakat dari perbedaan
atau praktisi hukum lebih mengarah
cara berpikir dari orang awam,
kepada pembaharuan hukum.
sosiolog, dan filosof.
Barangkali yang menjadi pemikiran
Seandainya kita sepakat bahwa
dalam upaya peningkatan kualitas
yang membedakan ketiga aktor
teoritik ini lewat jenjang pendidikan
tersebut adalah logika berpikirnya,
hukum S2 adalah masalah pendanaan
maka kita akan mudah untuk bisa
bagi instansi yang bersangkutan.
memahami bagaimana cara berpikir
Untuk menanggulangi masalah
sosiologis itu? Orang awam dalam
35
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS
Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka
Volume 8 No 3 September- Desember 2014
memilki logika berpikir dalam posisi Dengan kata lain, fakta sosial
diantara orang awam dan filosofis. yang ditangkap oleh seorang sosiolog
Misalnya, seorang hakim yang berpikir akan dipertanyakan eksistensinya
sosiologis tidak akan menganggap dalam masyarakat, dan diamati
bahwa perbuatan pembunuhan itu bagaimanakah kecenderungannya.
adalah suatu perbuatan yang buruk dan Contoh sosiolog tidak akan
dilarang oleh hukum, akan tetapi mempertanyakan nilai-nilai kebaikan,
sebagai fakta sosial. Yang menjadi akan tetapi melihatnya sebagai objek
persoalannya adalah bagaimana studi. Kemudian sosiologi
seorang sosiologi memperlakukan mempertanyakan bagaimanakah
fakta sosial tersebut. Orang awam mekanisme sosialnya sehingga nilai-
mungkin akan beranggapan jika nilai kebaikan dapat dipelihara?dan
perbuatan pembunuhan dianggap kemudian sosiolog mempertanyakan
sebagai fakta sosial, tidak dianggap bagaimana persepsi masyarakat
sebagai sebuah kejahatan, maka tentang nilai-nilai tersebut?.
hukum tidak tegak. Dari cara berpikir sosiolog
Dan seorang filosofis, mungkin terssebut, diharapkan bagi calon
akan mengatakan dari mana asalnya hakim, jaksa, dan pengacara atau
pembunuhan itu terjadi?, mengapa penegak hukum lainnya menanamkan
sampai terjadi pembunuhan? Dan berpikir ini dan menambah
untuk apa melakukan pembunuhan?. kreativitasnya, serta mencoba untuk
Untuk menyikapi semuanya ini, menemukan hal yang baru, Seperti
sosiolog akan memperlakukan fakta yang dikatakan oleh Holmes, the life of
sosial itu sebagai yang diamati, the law has not been logic, it has been
dipahami, dideskripsikan, dianalisis, expererience”. Berpikir untuk
dan kemudian disimpulkan39 menemukan sesuatu yang baru, penuh
dengan kreativitas, dalam lapangan
orang dalam rangkaian kejadian- psikologis, seorang dapat berpikir
kejadian dari kehidupan manusia
yakni memberikan kesempatan secara kreatif dengan melatih dirinya
berpikir terhadap cara-cara berpikir
dan bertindak yang lain. untuk menghasilkan produk-produk
39
Heru Nugroho, Menumbuhkan ide-ide kritis,
Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2002, hlm 85.
37
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS
Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka
Volume 8 No 3 September- Desember 2014
yang kratif, Bobbi De Porter39 dalam tetapi menjadi lembaga yang benar-
hal ini telah memberikan resep dalam benar dapat memberikan keadilan
berpikir kreatif. subtantif, dan dapat
1. Dalam berpikir janganlah gampang menumbuhkembangkan peradilan
merasa puas, jangan menerima apa
pidana yang lebih humanis.
adanya. Kita boleh melihat sama
dengan apa yang dilihat oleh orang
lain. Namun, kita harus berpikir
Penutup
dengan yang tidak dipikirkan oleh
orang lain. Kita harus berpikir yang
Sebagai uraian akhir hasil
berbeda
2. Jangan terpaku pada satu cara, Penulisan ini, dapat dikemukakan
jangan kaku dalam berpikir, tempuh
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
jalan lain untuk menempuh suatu
tujuan. Jangan selalu mengikuti
jalan yang sama menunju suatu 1. Pemeriksaan perkara pidana di
tempat Pengadilan Negeri Karawang,
3. Pertajam keingintahuan. Jadikan belum mencerminkan pemeriksaan
kata Why, sebagai panduan yang adil dan layak, karena dalam
keingintahuan. Tanyakan mengapa hal ini nilai-nilai due process
sesuatu ini menjadi begini. model hanya tertuang dalam
Dengan berpikir secara KUHAP saja sebagai aturan
dasarnya. Akan tetapi dalam
sosiologis tersebut di atas, semoga
praktek (di PN-Karawang) tidak
perubahan cara pandang dalam rangka dilaksanakan, dalam realitasnya
pemeriksaan masih menonjolkan
memperkaya khazanah pengetahuan
dominasi peranan, hanya peranan
sosiologi hukum dapat dimanfaatkan yang punyalah yang akan
memenangkan perkara. The haves
untuk merubah cara pemikiran hukum
always come out ahead, Sangat
yang selalu menggunakan otak kirinya, terlihat dengan jelas, di Pengadilan
Negeri Karawang adanya
pemikiran yang selalu undang-undang.
keberpihakan kepada terdakwa
Diharapkan dengan cara berpikir yang statusnya lebih tinggi,
perlakuan antara terdakwa dengan
sosiologis ini, pengadilan sebagai
statusnya yang lebih rendah
lembaga terakhir untuk mencari sangatlah berbeda. Bahkan
pemilihan ruang sidangpun terjadi
keadilan dapat berperan sesuai dengan
dalam pemeriksaan di Pengadilan
fungsinya, pengadilan tidak lagi hanya Negeri Karawang. biasanya
perkara-perkara yang materinya
memainkan peraturan belaka. Akan
lebih berbobot di sidangkan di
ruang I, sedangkan bagi
39
Taufik Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ (Antara perkaranya hanya kecil-kecilan di
Neurosains dan Alquran), Ibid, hlm 102.
38
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS
Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka
Volume 8 No 3 September- Desember 2014
Daftar Pustaka
41
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS
Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka
Volume 8 No 3 September- Desember 2014
Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum: Teori Penemuan Hukum Baru Dengan Interpretasi
Teks, UII Press, Yogyakarta, 2005.
Karhi Nisjar & Winardi, Teori Sistem Dan Pendekatan Sistem Dalam Bidang Manajemen,
CV Mandar Maju, Bandung, 1997.
Lili Rasdjidi & I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT Remaja Rosda Karya
Bandung, 1998.
Lexy, J Meleong Metodologi Penulisan Kualitatif, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung,
2004.
Maria S.W. Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penulisan, Sebuah Panduan
Dasar,Gramedia Jakarta, 1996.
Mien Rukmini, Perlindungan Ham melalui Asas Praduga Tidak Bersalah Dan Asas
Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana
Indonesia,Alumni, Bandung, 2003.
Pospoprodjo, Hermeneutika,Pustaka Setia Bandung, 2004
Peter L. Berger, Revolusi Kapitalis, LP3ES, Jakarta, 1990.
------------------,Tafsir Sosial atas Kenyataan: sebuah risalah Tentang Sosiologi
Pengetahuan, LP3ES, Jakarta, 1990
---------------------, Humanisme Sosiologis, yang diterjemahkan oleh Daniel Dhakidae dari
judul aslinya Invitation To Sociology, A Humanistic Perspective inti Aksara, Jakarta
1985
R.Atang Ranoemihardja Hukum Acara Pidana Tarsito Bandung 1976
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana : Criminal Justice System, Perpektif
Eksistemsialisme dan Abolisionisme, Putra A Bardin (Anggota IKAPI), Jakarta,
1998.
Sam S Souryal, Ethic in Criminal Justice, Cipta Manunggal, Jalarta, 1990.
Satjipto Rahardjo ,Ilmu hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.
--------------------,Sisi-Sisi Lain dari Hukum Di Indonesia, Buku-Kompas, Jakarta, 2003.
Soedarto, Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung, 1983.
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode Dan Pilihan Masalahnya,
ELSAM-HUMA, Jakarta, 2002.
Taufik Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ: Antara Neurosains dan Al-Quran, Mizan, Bandung,
2004
42
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS
Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka
Volume 8 No 3 September- Desember 2014
Yasraf Amir Piliang, Posrealitas:Realitas Kebudayaan, Dalam era Posmetafisika, Jalasutra
Yogyakarta.
43
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA