Anda di halaman 1dari 55

PRAKTIKUM ANALISIS SEDIAAN FARMASI

PERANCANGAN DAN PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF DAN


KUANTITATIF BAHAN BAKU (SIMPLISIA DAN EKSTRAK) SEDIAAN
FARMASI OBAT TRADISIONAL
“HERBA SAMBILOTO”

Oleh:
Kelompok 1
Golongan I
Dewi Purwani Caya Ningsih (2008551001)
Armida Asya Farhani (2008551002)
Ni Kadek Yunia Pratiwi (2008551003)
Ni Luh Komang Wahyuni (2008551004)
I Kadek Adi Putra Suandana (2008551005)
Kadek Febriyanti (2008551006)
Gusti Ayu Putu Windu Lestari (2008551007)
Krisna Wahyu Nugraha (2008551009)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Praktikum 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Kajian Umum Herba Sambiloto 3
2.1.1 Monografi Simplisia Herba Sambiloto 3
2.1.2 Kandungan Senyawa Kimia Sambiloto 4
2.1.3 Efek Farmakologi Herba Sambiloto 5
2.1.4 Efek Farmakologi Sediaan Jadi 6
2.2 Kajian Mengenai Ketentuan dan Metode Sampling Bahan Baku 9
2.3 Kajian Mengenai Parameter Uji 19
2.3.1 Pengujian Spesifik Simplisia Sambiloto 20
2.3.2 Pengujian Non Spesifik Simplisia Sambiloto 22
2.3.3 Pengujian Spesifik Ekstrak Sambiloto 22
2.3.4 Pengujian Non Spesifik Ekstrak Sambiloto 22
2.3.5 Pengujian Kandungan Kimia 25
BAB 3. PEMBAHASAN 26
3.1 Alat dan Bahan 26
3.2 Metode Pengujian 26
3.2.1 Uji Kualitatif Simplisia Herba Sambiloto 26
3.2.2 Uji Kuantitatif Simplisia Herba Sambiloto 31
3.2.3 Uji Kualitatif Ekstrak Herba Sambiloto 33
3.2.4 Uji Kuantitatif Ekstrak Herba Sambiloto 35
3.3 Skema Kerja 37
3.3.1 Uji Kualitatif Simplisia Herba Sambiloto 37
3.3.2 Uji Kuantitatif Simplisia Herba Sambiloto 43
3.3.3 Uji Kualitatif Ekstrak Herba Sambiloto 46
3.3.4 Uji kuantitatif Ekstrak herba Sambiloto 48
DAFTAR PUSTAKA 52

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keberagaman warisan
budaya. Kondisi lokasi astronomisnya yang berada di iklim tropis, membuat
negara ini ditumbuhi sejumlah flora dan fauna yang ternyata memiliki
potensi sebagai obat yang hingga saat ini masih banyak digunakan dan
dikenal sebagai obat-obatan tradisional. Obat tradisional didefinisikan
sebagai ramuan yang terbuat dari bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman. Seiring berkembangnya teknologi, bahan dari obat tradisional
diproses dan dikemas lebih modern untuk meningkatkan kualitas dan waktu
tahan yang lebih lama. Selain itu, untuk memastikan quality control dan
menjamin keamanan penggunaannya bagi pasien, produk obat-obatan
tradisional harus melalui beberapa parameter pengujian baik dalam bentuk
bahan baku ataupun yang sudah dalam bentuk produk sediaan.
Di Indonesia perancangan dan produksi serta parameter-parameter
pengujian obat tradisional berpedoman pada CPOTB (Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik) yang didukung literatur lain seperti Farmakope
Herbal Indonesia dan Materia Medica Indonesia. CPOTB dibuat dengan
tujuan agar sediaan obat-obatan tradisional memiliki jaminan keamanan dan
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhannya
(BPOM, 2021).
Sebagai seorang farmasi, pemahaman terkait bagaimana proses
produksi hingga proses penjaminan mutu obat-obatan tradisional disamping
obat-obat sintetis sangat penting untuk dimiliki. Menyadari bahwa obat
tradisional dapat dijadikan salah satu alternatif terapi pengobatan dengan
efek samping yang lebih rendah, maka tentunya tidak menutup kemungkinan
bahwa permintaan akan obat-obatan tradisional juga akan meningkat.

1
Melalui topik perkuliahan praktikum analisis farmasi kali ini, mahasiswa
diharapkan mampu merancang dan melakukan analisis bahan obat
tradisional sesuai dengan pedoman CPOTB yang berlaku. Selain itu,
mahasiswa juga diharapkan mampu mempraktikumkan rancangan analisis
yang telah dibuat. Berkaitan dengan hal tersebut, kelompok kami
memutuskan untuk membuat rancangan analisis terkait bahan sediaan herba
dan ekstrak sambiloto.
1.2 Tujuan Praktikum
1.2.1 Mahasiswa mampu memahami parameter pengujian dalam upaya
penjaminan mutu bahan baku simplisia dan ekstrak sediaan farmasi
berupa obat tradisional.
1.2.2 Mahasiswa mampu memahami konsep sampling bahan baku simplisia
dan ekstrak sediaan farmasi berupa obat tradisional
1.2.3 Mahasiswa mampu memahami dan membuat rangkuman peraturan
pemerintah yang berhubungan dengan syarat mutu dari bahan baku
simplisia dan ekstrak sediaan farmasi berupa obat tradisional

2
BAB II
TANJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Umum Herba Sambiloto
2.1.1 Monografi Simplisia Herba Sambiloto
Sambiloto (Andrographis paniculata) adalah ramuan yang biasa
digunakan dalam obat- obatan Siddha, Ayurveda, Unani dan Homeopati dalam
banyak formulasi dan efektif dalam pengobatan berbagai penyakit. Sambiloto
adalah tanaman perdu tahunan, bercabang, dan tumbuh di tempat lembab atau
teduh. Daunnya berbentuk lanset dengan tepi daun lancip. Bunga dari
sambiloto berukuran kecil berkelopak lima dan memiliki biji yang berukuran
sangat kecil. Gambar 2.1 menunjukkan bagian bunga, daun, biji dan akar dari
sambiloto.

Gambar 2.1. Bagian Bunga, Daun, Biji dan Akar Andrographis


paniculata (Verma et al., 2019; Najib, 2019)
Adapun taksonomi dari sambiloto adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Personales
Famili : Acanthaceae
Genus : Andrographis
Spesies : Andrographis paniculata (Burm. f.) Wall ex. Nees
(Verma et al., 2019)
Sambiloto (Andrographis paniculata) umumnya dikenal sebagai "king of
bitters" ditemukan di seluruh Asia tropis dan subtropis, Asia Tenggara, dan
India. Tumbuhan ini ditemukan di berbagai habitat (dataran, lereng bukit,

3
tanah terlantar, pertanian, lahan kering atau basah, laut, pantai dan bahkan tepi
jalan). Populasi asli tanaman sambiloto tersebar di seluruh India Selatan dan
Sri Lanka. Tanaman ini juga tersedia di India Utara, Jawa, Malaysia, India,
Hindia Barat, dan di Amerika sebagai spesies yang diinduksi. Sambiloto juga
terdapat di Hong Kong, Thailand, Brunei dan Singapura, dan lain-lain. Dalam
berbagai bahasa dan daerah, tumbuhan ini disebut atau dikenal dengan
berbagai nama, diantaranya Bhunimba (Sansekerta), Kalmegh (dalam bahasa
Hindi), Chuan-Xin- Lian (dalam Cina), Fah Tha Lai (di Thailand-tanah),
Hempedu bumi (di Malaysia), Senshinren (di Jepang), dan chiretta hijau (di
negara-negara Skandinavia) (Gupta et al., 2019).
2.1.2 Kandungan Senyawa Kimia Sambiloto
Konstituen utama dari tanaman sambiloto yaitu diterpenoid, flavonoid,
dan polifenol. Diterpenoid utama dalam A. paniculata dengan rumus molekul
C20H30O5 dan berat molekulnya 350,4 g/mol adalah andrografolid yang
masing- masing membentuk sekitar 4%, 0,8-1,2% dan 0,5-6% dalam ekstrak
seluruh tanaman, batang, dan daun kering (Tan et al., 2016). Berikut ini
merupakan struktur kimia dari andrografolid dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Struktur Kimia Andrografolid (Tan et al., 2016)


Metabolit sekunder yang terkandung dalam Andrographis paniculata,
diantaranya 78 senyawa golongan diterpenoid ent-labdane, 41 senyawa
golongan flavonoid, 8 senyawa golongan turunan asam kuinat, 4 senyawa
golongan xanthone, 5 senyawa golongan nor-iridoid, dan 3 senyawa
golongan steroid. Senyawa andrografolid, neoandrografolid, dan
isoandrografolid adalah senyawa paling melimpah yang terkandung dalam

4
isolat pada daun, herba, hingga akar dari Andrographis paniculata. Senyawa
lainnya yang ditemukan yaitu 14-deoksiandrografolid, 14-deoksi-11,12-
didehidroksiandrografolid,14-deoksi-11-okso-andrografolid, 3-O-β-D-
glukosil-14- deoksi-andrografolid, ekodinin, andrograpanin. Selain itu,
ditemukan pula senyawa golongan xanthone, yaitu 1,2-Dihidroksi-6,8-
dimethoxyxanthone;1,8-Dihidroksi-3,7-dimethoxyxanthone; 3,7,8-
Trimetoksi1-1-hydroxyxanthone; dan 4,8-Dihidroksi-2,7-
dimethoxyxanthone dengan jumlah senyawa paling sedikit dan hanya
ditemukan pada bagian isolat akar dari Andrographis paniculata (Hossain et
al., 2021).
2.1.3 Efek Farmakologi Herba Sambiloto
Tanaman sambiloto dikenal baik di India (Ayurveda, Siddha,
homeopati, dan naturopati), sistem pengobatan tradisional Cina dan
Thailand untuk pengobatan berbagai penyakit. Penduduk di Jepang,
Malaysia, Skandinavia, Indonesia, Inggris (London) dan Filipina,
menggunakan rebusan dan jus daun sambiloto untuk pengobatan demam
rematik (seperti malaria), pilek, batuk, diabetes, hipertensi, urolitiasis, diare,
leishmaniasis, nyeri tubuh, dismenore, meningkatkan sirkulasi darah yang
tepat, sembelit, dan maag.
Berdasarkan spesimen sambiloto yang ada di Herbarium Bogoriense
di Bogor, sambiloto sudah ada di Indonesia sejak tahun 1893 (Wijaya dan
Hamdan, 2019). Sejak saat itu, sambiloto sudah digunakan sebagai
pengobatan tradisional untuk obat amandel, asam urat, batuk rejan, diabetes
melitus, hipertensi, hepatitis, stroke, TBC, meningkatkan daya tahan tubuh,
demam tinggi, malaria, radang saluran nafas, asma, diare, dan influenza.
Selain itu, sambiloto juga digunakan sebagai antioksidan, antiinflamasi,
antidiabetes, obat gigitan bisa ular, luka infeksi, kudis, luka bakar, dan
infeksi saluran empedu (Yunita, 2021).

5
2.1.4 Efek Farmakologi Sediaan Jadi
Contoh produk atau sediaan yang mengandung sambiloto yakni
a. Samulinpro®
Tabel 1. Samulinpro®

Samulinpro®

Jenis Sediaan Kapsul @500 mg

Produksi CV. Jogja Natural Herbal

Nomor Izin Edar TR173306941.

Kegunaan Membantu meringankan pengapuran sendi,


nyeri sendi, cidera sendi, dan membantu
mengatasi rematik, osteoarthritis.

Kandungan Syzigium polyanthum Folium 250 mg


Andrographidis paniculata Herba 100 mg
Zingiberis officinale Rhizoma 50 mg
Cinnamomum burmannii cortex 50 mg
Arecae catechu Semen 50 mg

Golongan Obat Obat Herbal berstatus Jamu

Dosis 1-2 kapsul, diminum 2-3 kali sehari (sesudah


makan).

6
b. SendiFit®
Tabel 2. SendiFit®

SendiFit®

Jenis Sediaan Kapsul @500 mg

Produksi CV. Acep Herbal

Nomor Izin Edar TR193328661

Kegunaan Membantu mengatasi asam urat dan rematik.

Kandungan Syzigium polyanthum Folium 250 mg


Andrographidis paniculata Herba 100 mg
Zingiberis officinale Rhizoma 50 mg
Cinnamomum burmannii cortex 50 mg
Arecae catechu Semen 50 mg

Golongan Obat Obat Herbal berstatus Jamu

Dosis 3x2 kapsul perhari (sesudah makan).

c. ParActin®
Tabel 3. ParActin®

ParActin®

7
Jenis Sediaan Kapsul @300 mg

Produksi NHR Science (Miami, USA)

Nomor Izin Edar Telah teregistrasi pada HP Ingredients Corporation

Kegunaan Memberikan senyawa yang membantu


menghambat NF kappa B (saklar utama
Peradangan), sehingga secara alami mengurangi
sitokin dan protein proinflamasi untuk secara kuat
mendukung kesehatan sendi, memelihara tulang
rawan sendi yang sehat, dan mendukung kesehatan
otot

Kandungan Andrographidis paniculata Herba 300 mg

Leaf Extract (Bio Active 14-Neo-Andro


Compound)

Kandungan Lain : Hydroxypropyl Metil Selulosa,


Non-GMO Rice Flour. Tidak ada pewarna buatan,
rasa atau pengawet, tidak ada gandum, gluten,
kedelai, susu, telur, jagung, ragi, ikan, kacang
tanah, atau kacang pohon. Non-GMO

Golongan Obat Obat Herbal berupa suplemen

Dosis 1-2 kapsul di pagi hari, 1-2 kapsul lagi sebelum


tidur, atau saran ahli kesehatan.

Perhatian Jika Anda memiliki kondisi medis atau sedang


hamil, menyusui, mencoba untuk hamil, di bawah
usia 18 tahun, atau minum obat, konsultasikan
dengan ahli kesehatan Anda sebelum
menggunakan produk ini

8
d. DeNature®
Tabel 4. DeNature®

DeNature®

Jenis Sediaan Kapsul @500 mg

Produksi PT. De Nature Indonesia Group

Nomor Izin Edar POM TR. 163 395 871

Kegunaan Dapat menormalkan kadar gula darah, mengobati


penyakit kencing manis/diabetes, dan sebagai
antioksidan.

Kandungan Andrographidis paniculata Herba 475 mg

Golongan Obat Obat Herbal berupa Jamu

Dosis tiga kali sehari atau dua kapsul sekali minum

2.2 Kajian Mengenai Ketentuan dan Metode Sampling Bahan Baku


Pengambilan sampel bahan/produk obat tradisional dilakukan dengan
hati-hati oleh personil yang memiliki keahlian khusus, hal ini dikarenakan
sifat bahan/produk obat tradisional yang heterogen secara alami. Masing-
masing bets, diidentifikasi menggunakan dokumentasi sendiri. Kegiatan
pengambilan sampel dilaksanakan dan dicatat sesuai dengan prosedur tertulis
yang telah disetujui. Pencatatan tersebut menguraikan hal-hal berikut:
a. metode pengambilan sampel;

9
b. peralatan yang digunakan;
c. jumlah sampel yang harus diambil;
d. instruksi untuk semua pembagian sampel yang diperlukan
e. tipe dan kondisi wadah sampel yang digunakan;
f. penandaan wadah yang disampling;
g. semua tindakan khusus yang harus diperhatikan, terutama yang berkaitan
dengan pengambilan sampel bahan berbahaya;
h. kondisi penyimpanan; dan
i. prosedur pembersihan dan penyimpanan alat pengambil sampel.
(BPOM, 2021)
Sampel diambil secara representatif dari bets bahan atau produk.
Sampel juga dapat diambil untuk memantau bagian proses berkondisi terkritis
(misal, awal atau akhir suatu proses). Identitas suatu bets bahan awal biasanya
hanya dapat dijamin apabila sampel diambil dari tiap wadah dan dilakukan
uji identitas terhadap tiap sampel. Pengambilan sampel boleh dilakukan
terhadap sebagian dari jumlah keseluruhan wadah bila telah tersedia prosedur
tervalidasi yang menjamin bahwa tidak akan terdapat satu pun wadah bahan
awal dengan identitas keliru pada label. Pola pengambilan sampel
dijustifikasi dengan benar dan berdasarkan pendekatan manajemen risiko
(BPOM, 2021). Berikut merupakan beberapa jenis metode sampling yang
dapat digunakan.
1. Pola n, yakni hanya jika bahan yang akan diambil sampelnya diperkirakan
homogen dan diperoleh dari pemasok yang disetujui. Sampel dapat
diambil dari bagian manapun dari wadah (umumnya dari lapisan atas),
dinyatakan dalam persamaan:
n=1+√N
Keterangan:
N = jumlah wadah yang diterima
n = jumlah wadah yang dibuka/diambil sampel
Catatan:
- Apabila N ≤ 4, maka sampel diambil dari tiap wadah.

10
- Untuk bisa melakukan pola n, dapat diperhatikan identitas suatu bets
bahan awal biasanya hanya dapat dipastikan apabila sampel diambil
dari tiap wadah dan dilakukan uji identitas terhadap tiap sampel.
Pengambilan sampel boleh dilakukan terhadap sebagian dari jumlah
keseluruhan wadah bila telah tersedia prosedur tervalidasi yang
menjamin bahwa tidak satu pun wadah bahan awal yang keliru
diidentifikasi pada labelnya.
Prosedur:
- Masukkan sampel dari tiap wadah bahan awal ke dalam masing-
masing wadah sampel yang telah disiapkan dan bawa ke laboratorium.
- Lakukan uji pemerian dan identifikasi pada tiap sampel.
- Bila hasil memenuhi persyaratan kombinasikan sampel menjadi 1
sampel untuk analisis selanjutnya sesuai metode analisis bahan terkait.
2. Pola p, yakni jika bahan homogen, diterima dari pemasok yang disetujui
dan tujuan utama adalah untuk pengujian identitas, dinyatakan dalam
persamaan:
p = 0,4 √ N
Keterangan:
N = jumlah wadah yang diterima
p = jumlah wadah yang dibuka/diambil sampel berdasarkan pembulatan
ke atas
Prosedur:
- Ambil sampel dari semua wadah.
- Masukkan sampel dalam wadah terpisah dan segera bawa ke
laboratorium.
- Lakukan uji pemerian dan identifikasi terhadap semua wadah sampel.
- Bila memenuhi persyaratan, maka kombinasikan menjadi: p = 0,4 √
N.
- Lakukan analisis terhadap p sampel sesuai dengan metode analisis
bahan awal terkait.

11
3. Pola r, yakni jika bahan diperkirakan tidak homogen dan/atau diterima dari
pemasok yang belum dikualifikasi. Pola r dapat digunakan untuk bahan
yang berasal dari herbal (ekstrak) yang digunakan sebagai bahan awal,
dinyatakan dalam persamaan:
r = 1,5 √ N
Keterangan:
N = jumlah wadah yang diterima / diambil sampel
r = jumlah sampel yang diambil berdasarkan pembulatan ke atas
Prosedur:
a. Ambil sampel dari semua wadah.
b. Masukkan sampel ke dalam wadah terpisah dan bawa ke
laboratorium.
c. Lakukan uji pemerian dan identifikasi terhadap semua wadah
sampel.
d. Bila memenuhi persyaratan maka dipilih secara acak sejumlah r =
1,5 √ N wadah.
e. Lakukan analisis terhadap r sampel sesuai dengan metode analisis
bahan awal terkait.
(BPOM RI, 2012; BPOM RI, 2013)
Kegiatan pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa untuk
mencegah kontaminasi atau dampak lain yang merugikan mutu. Pada
pengambilan sampel diupayakan agar tidak terjadi kontaminasi atau campur-
baur terhadap atau oleh bahan yang diambil sampelnya. Wadah yang diambil
sampelnya sebaiknya diberi label yang mencantumkan antara lain isi wadah,
nomor bets, tanggal pengambilan sampel dan tanda bahwa sampel diambil
dari wadah tersebut. Tiap wadah sampel mencantumkan label yang
menyatakan hal-hal berikut:
a. nama bahan yang disampel;
b. nomor bets atau lot;
c. nomor wadah yang diambil sampelnya;
d. tanda tangan petugas yang mengambil sampel; dan

12
e. tanggal pengambilan sampel.
Kegiatan ini dilakukan sedemikian rupa untuk meminimalkan risiko
kecampurbauran dan melindungi sampel dari kondisi penyimpanan yang
merugikan.
(BPOM RI, 2021)
Wadah hendaklah ditutup rapat kembali setelah pengambilan sampel.
Semua alat pengambil sampel dan wadah sampel hendaknya terbuat dari
bahan yang tidak reaktif (“inert”) dan dijaga kebersihannya. Semua alat
pengambil sampel yang bersentuhan dengan bahan dijaga agar tetap terjamin
kebersihannya. Alat pengambil sampel sebelum dan setelah pemakaian wajib
dibersihkan, jika perlu disterilkan, dan disimpan secara terpisah dari alat
laboratorium lain (BPOM RI, 2021).
Identitas dan kualitas bahan/produk obat tradisional hendaknya
ditentukan menurut pedoman nasional atau internasional mengenai kualitas
dan spesifikasi obat tradisional yang relevan dan terbaru, dan di mana relevan
merujuk ke monografi farmakope yang spesifik. Sampel pembanding dari
bahan tanaman (simplisia) diperlukan, terutama dalam kasus dimana bahan
obat tradisional tidak diuraikan dalam farmakope relevan. Sampel simplisia
yang tidak digiling diperlukan apabila serbuk bahan digunakan (BPOM RI,
2021).
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengambilan sampel menurut
dokumen WHO Quality Control Method for Medicinal Plant Materials yaitu
sebagai berikut.
a. Pengambilan sampel material secara massal
Periksa kesesuaian setiap wadah atau unit pengemasan dengan monografi
farmakope atau persyaratan lain terkait pengemasan dan pelabelan. Periksa
kondisi kemasan dan catat setiap cacat yang dapat mempengaruhi kualitas
atau kestabilan isi (kerusakan fisik, lembab, dll). Sampel wadah yang rusak
satu per satu. Jika pemeriksaan awal menunjukkan bahwa bets seragam,
ambil sampel sebagai berikut. Jika satu bets terdiri dari lima wadah atau unit
pengemasan, ambil sampel dari masing-masing wadah. Dari kumpulan 6-

13
50 unit, ambil sampel dari lima unit. Dalam kasus batch lebih dari 50 unit,
sampel 10%, membulatkan jumlah unit ke kelipatan sepuluh terdekat.
Sebagai contoh, batch 51 unit akan diambil sampelnya sebanyak 60 unit,
yaitu mengambil sampel dari enam paket. Setelah dibuka, periksa isi unit
yang dipilih untuk pengambilan sampel untuk:
- karakteristik organoleptik (warna, tekstur dan bau);
- penyajian bahan (mentah, dipotong, dihancurkan, dikompresi);
- adanya campuran, benda asing (pasir, partikel kaca, kotoran), jamur,
atau tanda-tanda pembusukan;
- kehadiran serangga;
- adanya bahan pengemas yang berasal dari wadah yang buruk atau
rusak.
Dari setiap wadah atau paket yang dipilih, ambil tiga sampel asli, hati-hati
untuk menghindari fragmentasi. Sampel harus diambil dari atas, tengah dan
bawah wadah. Dalam hal karung dan bungkusan, ketiga contoh harus
diambil dengan tangan, yang pertama dari kedalaman tidak kurang dari 10
cm dari atas dan yang kedua dan ketiga dari tengah dan bawah setelah
memotong sisi bungkusan. Sampel benih harus ditarik dengan probe biji-
bijian. Bahan dalam kotak pertama-tama harus diambil sampelnya dari
lapisan atas; kemudian sekitar setengah dari isinya harus dikeluarkan dan
sampel kedua diambil. Akhirnya setelah pemindahan material lebih lanjut,
sampel lain harus diambil dari bawah. Sampel harus seragam mungkin
dalam massa. Tiga sampel asli kemudian harus digabungkan menjadi
sampel yang dikumpulkan yang harus dicampur dengan hati-hati. Sampel
rata-rata diperoleh dengan cara quartering. Bentuk sampel yang
dikumpulkan, dicampur secukupnya, menjadi tumpukan yang rata dan
berbentuk persegi, dan bagilah secara diagonal menjadi empat bagian yang
sama. Ambil dua bagian yang berlawanan secara diagonal dan campur
dengan hati-hati. Ulangi proses seperlunya sampai jumlah yang dibutuhkan,
hingga ±10%, diperoleh (100-200g untuk bunga dan hingga 10kg untuk akar
tertentu). Bahan yang tersisa harus dikembalikan ke bets.

14
Dengan menggunakan prosedur quartering yang sama, bagi sampel rata-rata
menjadi empat sampel akhir, berhati-hatilah agar setiap bagian mewakili
bahan curah. Sampel akhir diuji untuk karakteristik berikut:
- tingkat fragmentasi (uji saringan);
- identitas dan tingkat ketidakmurnian;
- kadar air dan abu;
- tingkat bahan aktif, jika memungkinkan.
Sebagian dari setiap sampel akhir harus disimpan sebagai bahan
referensi, yang juga dapat digunakan untuk tujuan pengujian ulang, jika
perlu.
b. Pengambilan sampel bahan dalam paket ritel
Dari setiap wadah grosir (kotak, karton, dll.) yang dipilih untuk
pengambilan sampel, ambil dua paket konsumen secara acak. Dari batch
kecil (1-5 kotak), ambil sepuluh paket konsumen. Persiapan Sampel yang
dikumpulkan dengan mencampurkan isi paket konsumen yang dipilih dan
melanjutkan seperti dijelaskan di atas untuk mendapatkan sampel akhir.
(WHO, 1998)
Pengambilan sampel bahan awal dan bahan mentah menurut
Petunjuk Penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik Untuk
Usaha di Bidang Obat Tradisional jilid II, diantaranya yaitu:
1. Peralatan
Pengambilan sampel bahan simplisia dilakukan secara manual
menggunakan alat-alat sederhana (misalnya: gayung plastik, sendok).
Penggunaan pipet untuk mengambil sampel bahan awal cair atau
ekstrak dalam botol, tidak dianjurkan menggunakan pipet gelas. Sendok
pengambil sampel berfungsi untuk mengambil sampel bahan awal dan
bahan mentah. Pompa penyedot sampel, untuk mengaduk dan
mengambil sampel pelarut organik dalam drum. Sebagai wadah sampel
dapat digunakan kantong plastik sampel ukuran.... (untuk sampel padat
dan setengah padat), botol atau labu erlenmeyer (untuk sampel cair),
dan beker gelas atau botol mulut lebar yang digunakan untuk sampel

15
bahan setengah padat seperti vaselin, lanolin. Alat yang dipakai untuk
pengambilan sampel harus alat yang terpisah dari alat-alat laboratorium
lain dan telah dibersihkan.
2. Prosedur
a. Lokasi pengambilan sampel terdiri atas:
- bahan awal dilakukan di ruang bersih
- bahan mentah dilakukan di gudang.
b. Persiapan Pengambilan Sampel
- Peroleh sertifikat analisis (bila ada).
- Periksa label KARANTINA warna kuning yang telah ditempel
oleh Petugas Gudang yang mencantumkan nama bahan dan
nomor lot/betsnya.
- Siapkan label wadah sampel sebanyak jumlah wadah bahan
yang akan dibuka untuk diambil sampelnya.

Gambar 2.3. Label wadah sampel


- Rekatkan tiap label pada wadah sampel yang sudah disiapkan.
- Cucilah tangan dengan air & sabun serta desinfektan.
c. Pola Pengambilan dan Penanganan Sampel
- Bahan Awal
Pola Pengambilan sampel:n,
n=1+√N wadah
Keterangan:
n =jumlah wadah yang dibuka
N= jumlah wadah yang diterima
bila N≤ 4 maka semua wadah diambil sampelnya

16
Gambar 2.4. Angka untuk N unit yang diambil sampel
- Untuk bahan mentah sampel diambil secara acak dari sejumlah
wadah yang representatif.
d. Pengambilan sampel
- Masukkan sampel dari tiap wadah bahan awal ke dalam masing-
masing wadah sampel yang telah disiapkan dan dibawa ke
Laboratorium.
- Lakukan uji pemerian dan identifikasi pada tiap sampel.
- Jumlah sampel bahan awal yang diambil harus mencukupi untuk
semua pemeriksaan yang diperlukan.
Terdapat perbedaan prosedur pengambilan sampel untuk zat
padat, serbuk, setengah padat, dan cair, beserta dengan jenis
wadahnya. Prosedur pengambilan sampelnya adalah sebagai
berikut:
a. Drum
- Bersihkan bagian penutup dan leher drum dengan kain lap
bersih
- Buka ring penutupnya,dan letakkan terbalik di tempat yang
bersih
- Perhatikan kemasan bagian dalamnya / kantong plastik
terhadap kemungkinan kerusakan misal segel terbuka,
"inner bag" bocor. Bila kantong plastik rusak atau bocor,
segera beritahu Petugas Gudang untuk memindahkan isi ke
dalam kantong plastik lain yang bersih. Lakukan

17
pengambilan sampel pada saat dipindahkan ke kantong
plastik yang lain.
- Bila tidak ada kerusakan pada kantong plastik, buka
segelnya dan perhatikan keadaan serbuk seperti
bau,warna,pengotoran, bentuk kristal, penggumpalan yang
disebabkan karena basah.
- Bila ditemukan hal seperti tersebut di atas segera tutup
kembali dan catat dalam Catatan Pengambilan Sampel.
- Beri penandaan "DITOLAK" pada drum/wadah tersebut.
- Ambil sampel dalam posisi diagonal.
- Masukkan sampel ke dalam wadah yang telah disediakan.
- Tutup wadah sampel rapat-rapat.
- Tutup kembali wadah bahan awal rapat-rapat agar tidak
tercemar pada penyimpanan.
- Isi keterangan pada label wadah sampel.
- Untuk wadah yang telah dibuka dan telah diambil
sampelnya, tempel label " SAMPEL
TELAH DIAMBIL".
- Nomor wadah pada wadah sampel harus sama dengan yang
tertera pada label KARANTINA.
- Ulangi langkah di atas untuk drum/wadah yang lain, setiap
kali pengambilan sampel hanya diperbolehkan untuk
membuka satu drum / wadah.
b. Kantong/karung
- Pastikan bahwa bagian luar wadah bahan telah bersih.
- Bersihkan bagian yang akan dibuka dengan lap bersih.
- Untuk kantong plastik atau kertas yang mempunyai segel
atau jahitan dibuka dahulu.
- Lakukan langkah-langkah seperti pada Butir a diatas.
c. Bahan cair/suspensi
- Bersihkan bagian penutup wadah bahan dengan lap bersih.

18
- Pastikan homogenitas bahan dengan cara:
● menggoyangkan isi beberapa kali
● aduk dengan batang pengaduk baja tahan karat.
- Buka tutupnya, letakkan dengan posisi terbalik di
sampingnya dan amati apakah penutupnya bekas dibuka
atau rusak.
- Ambil sampel dengan alat pengambil sampel.
- Usahakan agar alat pengambil sampel masuk sedalam
mungkin pada wadahnya, tangan tidak boleh menyentuh
bahan.
- Masukkan sampel ke dalam wadah sampel dan tutup rapat.
- Tutup kembali wadah bahan / produk dan tempelkan label
“TELAH DIAMBIL SAMPEL".

Gambar 2.5. Label telah diambil sampel


- Ulangi langkah di atas untuk drum/wadah yang lain, setiap
kali pengambilan sampel hanya diperbolehkan untuk
membuka satu drum/botol.
e. Pada saat pengambilan sampel, bahan yang diperbolehkan berada
dalam lokasi pengambilan sampel hanya satu jenis bahan dari satu
no. lot bahan.
(BPOM RI, 2015)
2.3 Kajian Mengenai Parameter Uji
Parameter uji merupakan suatu patokan atau ukuran dalam menentukan
atau mengklasifikasikan suatu data, penentuan parameter uji bertujuan untuk
mengidentifikasi suatu data sehingga diperoleh pengklasifikasian yang
sesuai. Berdasarkan parameter uji tumbuhan obat tradisional sambiloto yang
tertera pada kemenkes RI (2007), terdapat beberapa parameter uji yang

19
dilakukan dalam menentukan pengklasifian/identifikasi suatu senyawa obat
sebagai berikut.
2.3.1 Pengujian Spesifik Simplisia Sambiloto
a. Senyawa Identitas
Berdasarkan Depkes RI 2000, pengujian parameter identitas
umumnya dilakukan untuk memberikan identitas objektif dari nama
tumbuhan dan spesifik dari senyawa identitas, seperti senyawa
tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu.
Senyawa identitas simplisia sambiloto adalah andrografolid yang
tertera pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Struktur senyawa andrografolid


(Kemenkes RI, 2007)
b. Pemerian Simplisia
Berdasarkan BPOM RI (2019) dan Depkes RI (2000), pengujian
organoleptik merupakan pengujian yang menggunakan panca indera
untuk mendeskripsikan bentuk, rasa, bau, dan warna. Tujuan dari
pengujian organoleptik yaitu sebagai pengenalan awal yang
sederhana seobjektif mungkin. Pengujian organoleptik ini dapat
dilakukan untuk menguji bentuk, rasa, bau, dan warna pada
simplisia, ekstrak, dan produk sediaan obat tradisional. Pemerian
dan organoleptik simplisia sambiloto berupa batang, daun, bunga,
buah dan biji, batang tidak berambut, persegi empat, daun berupa
lembaran, melekuk bentuk lonjong sampai lanset, rapuh, tipis, tidak

20
berambut, pangkal daun runcing, tepi rata, ujung runcing sampai
meruncing, tipe buah kotak, bentuk jorong, pangkal dan ujung tajam,
terdapat sudut-sudut buah, kadang-kadang pecah secara membujur,
biji agak keras dengan tonjolan; daun berwarna hijau tua atau hijau
kecoklatan, buah hijau tua hingga hijau kecoklatan, biji coklat muda;
tidak berbau; rasa sangat pahit. Simplisia sambiloto tertera pada
gambar 2.7.

Gambar 2.7 Herba Simplisia Sambiloto (Kemenkes RI, 2007)

c. Mikroskopis
Pada mikroskopis sambiloto terdapat fragmen fragmen pengenal
adalah epidermis bawah dengan stomata dan rambut kelenjar,
epidermis atas, epidermis atas dengan sistolit, rambut penutup, dan
berkas pengangkut dengan penebalan tipe tangga. Mikroskopis
simplisia sambiloto tertera pada gambar 2.8

21
Gambar 2.8 Mikroskopis simplisia sambiloto
(Kemenkes RI, 2007)
d. Kadar Sari Larut Air
Kadar sari larut air adalah sari simplisia yang tersisa setelah proses
penguapan dalam oven. Kadar sari larut air menunjukan adanya
senyawa yang bersifat polar, karena selama proses maserasi, air
yang bersifat polar dapat menarik senyawa polar dalam simplisia.
Kadar sari larut air simplisia sambiloto tidak kurang dari 12,7%
e. Kadar Sari Larut Etanol
Kadar sari larut etanol merupakan sari simplisia yang tertarik dengan
pelarut etanol. kadar sari larut etanol bertujuan untuk mengetahui
kadar senyawa yang dapat terlarut di dalam etanol. Kadar sari larut
etanol simplisia sambiloto tidak kurang dari 5,5%
2.3.2 Pengujian Non Spesifik Sambiloto
a. Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu adalah cara untuk mengetahui sisa yang tidak
menguap dari suatu simplisia pada pembakaran. Tujuan
dilakukannya pengujian kadar abu adalah untuk memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal
dari proses pengolahan simplisia hingga terbentuknya ekstrak

22
(Depkes, 2000). Dalam pengujian kadar abu total sebaiknya nilai
yang dihasilkan bernilai rendah atau kecil, hal ini dikarenakan uji ini
merupakan indikator adanya cemaran mineral atau logam yang tidak
akan hilang pada suhu tinggi (Salim dkk., 2016). Kadar abu total
simplisia sambiloto tidak lebih dari 10,2%
b. Kadar Tidak larut asam
Kadar abu tidak larut asam mencerminkan adanya kontaminasi
mineral atau logam yang tidak larut asam dalam suatu produk.
Tujuan dari dilakukannya penetapan kadar abu tidak larut asam,
yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang berasal dari faktor
eksternal bersumber dari pengotor yang berasal dari pasir atau tanah
bersilika (Depkes RI, 2000; Salim dkk., 2016). Kadar tidak larut
asam simplisia sambiloto tidak lebih dari 1,7%
c. Kadar Andrografolid
Kadar andrografolid simplisia sambiloto tidak kurang dari 0,50%
2.3.4 Pengujian Non Spesifik dan Spesifik Ekstrak Sambiloto
a. Identitias
Penentuan parameter identitas bertujuan untuk memberikan
identitas objektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas,
yaitu senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan
metode tertentu. Parameter identitas meliputi nama bahan baku
(generik, dagang, paten), nama latin tumbuhan (sistematika botani),
bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, dan sebagainya),
nama indonesia dan nama daerah tumbuhan (Depkes RI, 2000).
b. Pemerian
Pengujian organoleptik merupakan pengujian yang menggunakan
panca indera untuk mendeskripsikan bentuk, rasa, bau, dan warna.
Selain itu, pengujian organoleptik berfungsi sebagai pengenalan
awal yang sederhana dan objektif mungkin. Pengujian organoleptik
ini dapat dilakukan untuk menguji bentuk, rasa, bau, dan warna pada
simplisia, ekstrak, dan produk sediaan obat tradisional (BPOM RI,

23
2019; Depkes RI, 2000). Ekstrak kental; warna hijau tua
kecokelatan; bau khas; rasa sangat pahit.
a. Rendemen Ekstrak
Rendemen ekstrak sambiloto tidak kurang dari 9,6%
b. Kadar Air
Kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang berada di
dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat di antara cara titrasi,
destilasi, atau gravimetri. Penetapan kadar air bertujuan untuk
memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya
kandungan air di dalam bahan. Batasan dari kadar air adalah ≤ 10%.
Apabila kadar air terlalu tinggi, dapat timbul kapang yang akan
dapat merusak jaringan dan susunan kimia dari zat dalam suatu
simplisia atau ekstrak (BPOM RI, 2019). Kadar air dari ekstrak
sambiloto tidak lebih dari 10%
c. Abu Total
Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan berat setelah
pembakaran dengan syarat titik akhir pembakaran dihentikan
sebelum terjadinya dekomposisi dari abu tersebut. Tujuan penetapan
kadar abu total adalah untuk memberikan gambaran kandungan
mineral internal atau eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuk ekstrak. Kadar abu total dari ekstrak sambiloto tidak lebih
dari 2,0%
d. Abu Tidak Larut Asam
Kadar abu tidak larut asam merupakan zat yang tertinggal bila suatu
sampel dibakar sempurna di dalam suatu tungku pengabuan,
kemudian dilarutkan dalam asam (HCl) dan sebagian zat tidak dapat
larut dalam asam. Kadar abu tidak larut asam ekstrak sambiloto tidak
lebih dari 0,5%
e. Kadar Andrografolid
Kadar andrografolid terhadap ekstrak sambiloto tidak kurang dari
3,80%

24
2.3.6 Pengujian Kandungan Kimia
Pada pengujian kandungan kimia kandungan merupakan parameter
standarisasi spesifik bahan baku herbal (Kemenkes RI, 2017).
Kandungan kimia dalam suatu sampel perlu diketahui untuk
mengetahui senyawa aktif yang bertanggung jawab dalam
memberikan efek farmakologis, senyawa identitas yaitu senyawa
yang khas, unik, eksklusif, yang terdapat pada tumbuhan obat
tertentu, senyawa major yaitu senyawa yang paling banyak secara
kuantitatif dalam tumbuhan dan senyawa aktual yaitu senyawa
apapun yang terdapat dalam bahan yang dianalisiss.
A. Pola kromatogram, uji ini bertujuan untuk memberikan
gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola
kromatogram.
B. Kadar total golongan kandungan kimia, dilakukan dengan
penerapan pola spektrofotometri, titrimetri, volumetri,
gravimetri atau lainnya. Uji ini bertujuan untuk memberikan
informasi kadar golongan kandungan kimia sebagai parameter
mutu dalam kaitannya dengan efek farmakologis.
C. Kadar kandungan kimia tertentu, dimana uji ini bertujuan untuk
memberikan data kadar kandungan kimia tertentu sebagai
senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab
pada efek farmakologi.

(Depkes RI, 2000)

Dalam Farmakope Herbal Indonesia Edisi II, ekstrak kental dan


simplisia sambiloto memiliki kandungan kimia berupa andografolid,
dengan kadar simplisia andografolid tidak kurang dari 0,50% dan
kadar ekstrak andrografolid tidak kurang dari 3,80% menggunakan
metode KLT Densitometri.

25
BAB III
PROSEDUR PENGERJAAN

3.1 ALAT DAN BAHAN


3.1.1 Alat

1. Neraca analitik 8. Alat-alat gelas


2. Labu bersumbat 9. Tangas air
3. Cawan dangkal beralas datar 10. Silika gel 60 F254
4. Kertas saring bebas abu 11. Chamber
5. Stopwatch 12. TLC heater
6. Tanur 13. Mikropipet
7. Krus 14. Botol timbang dangkal bertutup
15. TLC Densitometer

3.1.2 Bahan

1. Simplisia herba sambiloto 6. Simplisia herba sambiloto


2. Air jenuh kloroform 7. Standar Kuersetin
3. Simplisia herba sambiloto 8. N-heksan
4. Asam klorida encer LP 9. Etil asetat P
5. Air panas 10. Etanol P
11. Metanol P

3.2 METODE PENGUJIAN


3.2.1 Uji Kualitatif Simplisia Herba Sambiloto
1. Pola Kromatografi
A. Pembuatan Fase Gerak
Diketahui:
- Fase gerak = n-Heksan : P-etil asetat P (2:8)
- Volume yang dibuat = 100 mL
Ditanya:

26
Berapa volume masing-masing larutan yang harus dipipet=...?
Jawab:
2
- Volume n-Heksan = 10 x 100 mL = 20 mL
8
- Volume P-etil asetat = 10 x 100 mL = 80 mL

Cara Kerja:
Dipipet larutan n-Heksan P dan etil asetat P masing-masing
sebanyak 20 mL dan 80 mL.Dimasukan kedalam labu ukur 100 mL,
kemudian digojog larutan hingga homogen dan diberi label
B. Pembuatan Larutan Uji
Diketahui:
- Konsentrasi larutan uji = 5%
- Volume etanol P = 10 mL
Ditanya:
Berapa massa serbuk simplisia yang ditimbang =....?
5 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
=
100 𝑚𝐿 10 𝑚𝐿
Massa yang ditimbang = 0,5 gram
Cara Kerja :
Ditimbang sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia herba sambiloto
menggunakan neraca analitik. Direndam sambil dikocok di tangas air
dengan 10 mL etanol P selama 10 menit. Dimasukkan filtrat ke dalam
labu ukur 10 mL. Ditambahkan etanol P hingga tanda batas pada labu
ukur. Kemudian, digojog hingga homogen dan diberi label.
C. Pembuatan Larutan Pembanding
Diketahui:
- Konsentrasi larutan pembanding kuersetin = 0,1%
- Volume etanol P = 10 mL
Ditanya:
Berapa massa standar kuersetin yang ditimbang =...?
0,1 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
=
100 𝑚𝐿 10 𝑚𝐿

27
Massa yang ditimbang = 0,01 gram = 10 mg
Cara Kerja
Ditimbang sebanyak 10 mg standar andrografolid menggunakan
neraca analitik. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian
ditambahkan etanol p hingga tanda batas pada labu ukur. Lalu, digojog
hingga homogen dan diberi label.
D. Penyiapan Plat KLT
Plat KLT yang digunakan adalah silika gel 60 F254 dengan
ketebalan plat 0,25 mm dan ukurannya 10 x 10 cm. Sebelum digunakan
plat KLT dicuci terlebih dahulu menggunakan etanol yang dilakukan di
dalam chamber. Dilakukan aktivasi plat KLT dengan menggunakan TLC
heater. Suhu aktivasi plat KLT yang dapat digunakan, yaitu 100-110°C
selama 15 menit.
E. Penjenuhan Chamber
Disiapkan bejana yang akan digunakan. Ditempatkan kertas saring
dalam bejana kromatografi. Dimasukkan sejumlah fase gerak ke dalam
bejana kromatografi, hingga tingginya 0,5 sampai 1 cm dari dasar bejana.
Ditutup kedap bejana dan biarkan hingga kertas saring basah
seluruhnya.Kertas saring harus selalu tercelup ke dalam fase gerak pada
dasar bejana.
F. Prosedur KLT
Pada plat KLT yang telah diaktivasi untuk menentukan tempat
penotolan dan jarak rambat agar tidak melewati plat, maka diberi tanda
menggunakan pensil (1,5 cm sampai 2 cm dari tepi bawah lempeng dan
1 cm dari atas). Ditotolkan larutan uji dan larutan pembanding
menggunakan mikropipet dengan volume penotolan sebanyak 20 μL
larutan uji dan 2 μL larutan pembanding. Jarak penotolan diatur 2 cm.
Hasil penotolan dibiarkan mengering sebelum dilakukan proses elusi.
Plat KLT yang sudah ditotolkan dimasukkan ke dalam chamber yang
sudah jenuh. Fase gerak dalam bejana harus mencapai tepi bawah dari
plat namun totolan jangan sampai terendam fase gerak. Ditutup chamber

28
dan diamati proses elusi. Fase gerak dibiarkan merambat hingga batas
jarak rambat. Dikeluarkan plat KLT dan dikeringkan di udara. Dilakukan
visualisasi plat KLT dengan diamati pada sinar tampak, sinar UV
gelombang pendek (254 nm) dan kemudian pada sinar UV gelombang
panjang (366 nm). Diukur dan dicatat jarak tiap bercak dari titik
penotolan. Tentukan harga Rf dan Rs, harga Rf dengan rumus: Rf =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
. Jika diperlukan semprot bercak dengan reagen
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘

penamak bercak.Kemudian, Diamati dan dibandingkan kromatogram


bahan uji dengan kromatogram pembanding. (Kemenkes RI, 2017;
hal.522-523)
2. Kadar Abu Tidak Larut Asam
Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25
mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Dikumpulkan bagian yang
tidak larut dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci
dengan air panas, pijarkan dengan krus hingga bobot tetap pada suhu 800
± 25°. Kadar abu tidak larut asam dihitung terhadap berat bahan uji,
dinyatakan dalam %b/b. Syarat kadar abu tidak larut asam simplisia
herba sambiloto adalah tidak lebih dari 1,7%.
(Kemenkes RI, 2017; hal.380:526)
3. Kadar Sari Larut Air
Ditimbang seksama lebih kurang 5 g serbuk yang telah dikeringkan di
udara. Dimasukkan ke dalam labu bersumbat. Kemudian, ditambahkan
100 mL air jenuh kloroform, kocok berkali-kali selama 6 jam pertama,
dibiarkan selama 18 jam. Disaring, diuapkan 20,0 mL filtrat hingga
kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105°
dan ditara. Dipanaskan sisa pada suhu 105° hingga bobot tetap. Hitung
kadar dalam % sari larut air. Syarat kadar sari larut air simplisia herba
sambiloto adalah tidak kurang dari 12,7%.
(Kemenkes RI, 2017; hal.380:528)

29
4. Kadar Sari Larut Etanol
Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Timbang saksama lebih
kurang 5 gram serbuk (4/18) yang telah dikeringkan di udara.
Masukkan ke dalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL etanol P,
kocok berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring
cepat untuk menghindarkan penguapan etanol, uapkan 20,0 mL filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan
105° dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105° hingga bobot tetap.
Hitung kadar dalam % sari larut etanol. Syarat dari sari larut etanol
simplisia herba sambiloto yaitu tidak kurang dari 5,5%
(Kemenkes RI, 2017; hal.380:528)
5. Susut Pengeringan
Disiapkan alat dan bahan yang digunakan. Susut pengeringan adalah
pengurangan berat bahan setelah dikeringkan dengan cara yang telah
ditetapkan. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi,
simplisia harus dalam bentuk serbuk dengan derajat halus nomor 8,
suhu pengeringan 105° dan susut pengeringan ditetapkan sebagai
berikut : Timbang saksama 1 sampai 2 g simplisia dalam botol timbang
dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu
penetapan dan ditara. Ratakan bahan dalam botol timbang dengan
menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang
5 sampai 10 mm, masukkan dalam ruang pengering, buka tutupnya,
keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap
pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam
eksikator hingga suhu ruang. Syarat dari susut pengeringan simplisia
herba sambiloto yaitu tidak lebih dari 10%.
(Kemenkes RI, 2017; hal.380:528)
6. Kadar Abu Total
Ditimbang saksama 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan dan
masukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan dan timbang. Jika

30
dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas,
aduk, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas saring
beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke
dalam krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap pada suhu
800±25º. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan
dalam % b/b. Persyaratan kadar abu total simplisia herba sambiloto
tidak lebih dari 10,2% (Kemenkes RI, 2017; hal. 380, 526).

3.2.2 Uji Kuantitatif Simplisia Herba Sambiloto


Untuk uji kuantitatif simplisia herba sambiloto dilakukan dengan
penetapan kadar andrografolid secara KLT Densitometri.
A. Pembuatan Fase Gerak
Fase gerak yang digunakan yaitu n-Heksan P dan etil asetat P dengan
perbandingan 2:8.
Diketahui:
- Fase gerak = n-Heksan : P-etil asetat P (2:8)
- Volume yang dibuat = 100 mL
Ditanya:
Berapa volume masing-masing larutan yang harus dipipet=...?
Jawab:
2
- Volume n-Heksan = 10 x 100 mL = 20 mL
8
- Volume P-etil asetat = 10 x 100 mL = 80 mL

Cara Kerja:
Dipipet larutan n-Heksan P dan etil asetat P masing-masing sebanyak 20
mL dan 80 mL.Dimasukan kedalam labu ukur 100 mL, kemudian
digojog larutan hingga homogen dan diberi label.
B. Pembuatan Larutan Uji
Larutan uji dibuat dengan menimbang dengan seksama lebih kurang 500
mg serbuk simplisia sambiloto, sari dengan 10 mL metanol P dan saring
kedalam labu ukur 10 mL serta tambahkan metanol P hingga tanda batas.
C. Pembuatan Larutan Pembanding

31
Diketahui:
- Konsentrasi larutan pembanding kuersetin = 0,1%
- Volume metanol P = 10 mL
Ditanya:
Berapa massa standar kuersetin yang ditimbang =...?
0,1 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
=
100 𝑚𝐿 10 𝑚𝐿
Massa yang ditimbang = 0,01 gram = 10 mg
Cara Kerja
Ditimbang sebanyak 10 mg standar andrografolid menggunakan
neraca analitik. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian
ditambahkan metanol P hingga tanda batas pada labu ukur. Lalu, digojog
hingga homogen dan diberi label.
Dibuat juga seri pengenceran larutan pembanding hingga diperoleh
kadar dengan serapan mendekati serapan larutan uji.
D. Penyiapan Plat KLT
Plat KLT yang digunakan adalah silika gel 60 F254 dengan
ketebalan plat 0,25 mm dan ukurannya 10 x 10 cm. Sebelum digunakan
plat KLT dicuci terlebih dahulu menggunakan etanol yang dilakukan di
dalam chamber. Dilakukan aktivasi plat KLT dengan menggunakan TLC
heater. Suhu aktivasi plat KLT yang dapat digunakan, yaitu 100-110°C
selama 15 menit.
E. Penjenuhan Chamber
Disiapkan bejana yang akan digunakan. Ditempatkan kertas saring
dalam bejana kromatografi. Dimasukkan sejumlah fase gerak ke dalam
bejana kromatografi, hingga tingginya 0,5 sampai 1 cm dari dasar bejana.
Ditutup kedap bejana dan biarkan hingga kertas saring basah seluruhnya.
Kertas saring harus selalu tercelup ke dalam fase gerak pada dasar bejana.
F. Prosedur KLT Densitometri
Ditotolkan 10 μL larutan uji dan masing-masing seri larutan
pembanding pada lempeng silika gel 60 F254. Selanjutnya plat dielusi

32
pada chamber yang telah jenuh oleh fase gerak. Setelah mencapai batas
pengembangan, plat diangin-anginkan dan dimasukkan kedalam alat
spektrofotodensitometer untuk diukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum lebih kurang 230 nm serta dibuat kurva kalibrasi.
Dihitung persentase andrografolid dalam serbuk simplisia dengan kurva
baku atau dengan rumus:

Keterangan:

Cp = Kadar Larutan Pembanding


Au = Serapan Larutan Uji
Ap = Serapan Larutan Pembanding
V = Volume Larutan Uji sebelum pengenceran
f = Faktor pengenceran larutan uji
W = Bobot bahan uji
Kadar andrografolid pada simplisia sambiloto tidak kurang dari 0,50%.
(Kemenkes RI, 2017; hal.380-381)
3.2.3 Uji Kualitatif Ekstrak Herba Sambiloto
1. Kadar Air (gravimetri)
Ditimbang saksama lebih kurang 10 g sampel, masukkan ke dalam
wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 105°C selama 5 jam,
dan timbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada selang waktu
1 jam sampai perbedaan antara dua penimbangan berturut-turut tidak
lebih dari 10% (Kemenkes RI, 2017; hal. 381, 528).
2. Kadar Abu Total
Ditimbang saksama 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan dan
masukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan

33
perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan dan timbang. Jika
dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas,
aduk, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas saring
beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke
dalam krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap pada suhu
800±25º. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji,
dinyatakan dalam % b/b. Persyaratan kadar abu total ekstrak kental
herba sambiloto tidak lebih dari 2,0% (Kemenkes RI, 2017; hal. 381,
526).
3. Kadar Abu Tidak Larut Asam (krisna)
Didihkan abu yang diperoleh pada Penetapan Kadar Abu Total dengan
25 mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian
yang tidak larut dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu,
cuci dengan air panas, pijarkan dalam krus hingga bobot tetap pada
suhu 800±25º. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung
terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b. Kadar abu tidak
larut asam tidak lebih dari 0,5% (Kemenkes RI, 2017).
3.2.4 Uji Kuantitatif Ekstrak Herba Sambiloto
Uji kuantitatif ekstrak herba sambiloto dilakukan dengan metode KLT
Densitometri.
A. Pembuatan Fase Gerak
Fase gerak yang digunakan yaitu n-Heksan P dan etil asetat P (2:8).
Diketahui:
- Fase gerak = n-Heksan : P-etil asetat P (2:8)
- Volume yang dibuat = 100 mL
Ditanya:
Berapa volume masing-masing larutan yang harus dipipet=...?
Jawab:
2
- Volume n-Heksan = 10 x 100 mL = 20 mL
8
- Volume P-etil asetat = 10 x 100 mL = 80 mL

34
Cara Kerja:
Dipipet larutan n-Heksan P dan etil asetat P masing-masing sebanyak 20
mL dan 80 mL.Dimasukan kedalam labu ukur 100 mL, kemudian
digojog larutan hingga homogen dan diberi label.
B. Pembuatan Larutan Uji
Larutan uji dibuat dengan menimbang dengan seksama kurang lebih 50
mg ekstrak dan dimasukkan ke labu ukur 50 ml. Kemudian dilarutkan
dalam metanol P sampai tanda batas.
C. Pembuatan Larutan Pembanding
Diketahui:
- Konsentrasi larutan pembanding kuersetin = 0,1%
- Volume etanol P = 10 mL
Ditanya:
Berapa massa standar kuersetin yang ditimbang =...?
0,1 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
=
100 𝑚𝐿 10 𝑚𝐿
Massa yang ditimbang = 0,01 gram = 10 mg
Cara Kerja
Ditimbang sebanyak 10 mg standar andrografolid menggunakan
neraca analitik. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian
ditambahkan etanol P hingga tanda batas pada labu ukur. Lalu, digojog
hingga homogen dan diberi label.
Dibuat juga seri pengenceran larutan pembanding hingga diperoleh
kadar dengan serapan mendekati serapan larutan uji.
D. Penyiapan Plat KLT
Plat KLT yang digunakan adalah silika gel 60 F254 dengan
ketebalan plat 0,25 mm dan ukurannya 10 x 10 cm. Sebelum digunakan
plat KLT dicuci terlebih dahulu menggunakan etanol yang dilakukan di
dalam chamber. Dilakukan aktivasi plat KLT dengan menggunakan TLC
heater. Suhu aktivasi plat KLT yang dapat digunakan, yaitu 100-110°C
selama 15 menit.

35
E. Penjenuhan Chamber
Disiapkan bejana yang akan digunakan. Ditempatkan kertas saring
dalam bejana kromatografi. Dimasukkan sejumlah fase gerak ke dalam
bejana kromatografi, hingga tingginya 0,5 sampai 1 cm dari dasar bejana.
Ditutup kedap bejana dan biarkan hingga kertas saring basah seluruhnya.
Kertas saring harus selalu tercelup ke dalam fase gerak pada dasar bejana.
F. Prosedur KLT Densitometri
Ditotolkan 10 μL larutan uji dan masing-masing seri larutan
pembanding pada lempeng silika gel 60 F254. Selanjutnya plat dielusi
pada chamber yang telah jenuh oleh fase gerak. Setelah mencapai batas
pengembangan, plat diangin-anginkan dan dimasukkan kedalam alat
spektrofotodensitometer untuk diukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum lebih kurang 230 nm serta dibuat kurva kalibrasi.
Dihitung persentase andrografolid dalam serbuk simplisia dengan kurva
baku atau dengan rumus:

Keterangan:

Cp = Kadar Larutan Pembanding


Au = Serapan Larutan Uji
Ap = Serapan Larutan Pembanding
V = Volume Larutan Uji sebelum pengenceran
f = Faktor pengenceran larutan uji
W = Bobot bahan uji
Kadar andrografolid pada simplisia sambiloto tidak kurang dari 3,80%.
(Kemenkes RI, 2017; hal.381-382)

36
3.3 Skema Kerja
3.3.1 Uji Kualitatif Simplisia Herba Sambiloto
1. Pola kromatografi
A. Pembuatan Fase Gerak

Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan dan dilakukan perhitungan volume n-
Heksan dan etil asetat yang akan dipipet sesuai perbandingan n-heksan;etil
asetat (2:8)

Dipipet larutan n-Heksan P dan etil asetat P masing-masing sebanyak 20 mL dan


80 mL

Dimasukan kedalam labu ukur 100 mL, digojog hingga homogen dan diberi
label

B. Pembuatan Larutan Uji

Ditimbang sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia herba sambiloto menggunakan


neraca analitik

Direndam sambil dikocok di tangas air dengan 10 mL etanol P selama 10 menit,


lalu diimasukkan filtrat ke dalam labu ukur 10 mL.

Ditambahkan etanol P hingga tanda batas pada labu ukur, kemudian digojog
hingga homogen dan diberi label

C. Pembuatan Larutan Pembanding

37
Ditimbang sebanyak 10 mg standar andrografolid menggunakan neraca analitik

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL

Ditambahkan etanol p hingga tanda batas pada labu ukur, kemudian digojog
hingga homogen dan diberi label

D. Penyiapan Plat KLT

Plat KLT yang digunakan adalah silika gel 60 F254 dengan ketebalan plat 0,25
mm dan ukurannya 10 x 10 cm

Dicuci terlebih dahulu plat KLT menggunakan etanol yang dilakukan di dalam
chamber.

Dilakukan aktivasi plat KLT dengan menggunakan TLC heater

Suhu aktivasi plat KLT yang dapat digunakan, yaitu 100-110°C selama 15 menit

E. Penjenuhan Chamber

Disiapkan bejana yang akan digunakan dan ditempatkan kertas saring dalam
bejana kromatografi

Dimasukkan sejumlah fase gerak ke dalam bejana kromatografi, hingga


tingginya 0,5 sampai 1 cm dari dasar bejana

38
Ditutup kedap bejana dan biarkan hingga kertas saring basah seluruhnya

Kertas saring harus selalu tercelup ke dalam fase gerak pada dasar bejana.

F. Prosedur KLT

Pada plat KLT yang telah diaktivasi untuk menentukan tempat penotolan dan
jarak rambat agar tidak melewati plat, maka diberi tanda menggunakan pensil
(1,5 cm sampai 2 cm dari tepi bawah lempeng dan 1 cm dari atas)

Ditotolkan larutan uji dan larutan pembanding menggunakan mikropipet dengan


volume penotolan sebanyak 20 μL larutan uji dan 2 μL larutan pembanding.
Jarak penotolan diatur 2 cm.

Hasil penotolan dibiarkan mengering sebelum dilakukan proses elusi

Plat KLT yang sudah ditotolkan dimasukkan ke dalam chamber yang sudah
jenuh (fase gerak dalam bejana harus mencapai tepi bawah dari plat namun
totolan jangan sampai terendam fase gerak)

Ditutup chamber dan diamati proses elusi. Fase gerak dibiarkan merambat
hingga batas jarak rambat.

Setelah proses elusi, dikeluarkan plat KLT dan dikeringkan di udara

Dilakukan visualisasi plat KLT dengan diamati pada sinar tampak, sinar UV

39
gelombang pendek (254 nm) dan kemudian dengan ultraviolet gelombang
panjang (366 nm)

Diukur dan dicatat jarak tiap bercak dari titik penotolan, tentukan harga Rs dan
Rf, harga Rf dihitung dengan rumus:
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑅𝑓 = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘.

Jika diperlukan semprot bercak dengan reagen penamak bercak.Kemudian,


Diamati dan dibandingkan kromatogram bahan uji dengan kromatogram
pembanding.

(Kemenkes RI, 2017; hal.522-523)


2. Kadar Abu Tidak Larut Asam

Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25 mL
asam klorida encer LP selama 5 menit.

Dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui kertas saring
bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan dengan krus hingga bobot tetap pada
suhu 800 ± 25°.

Kadar abu tidak larut asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam
% b/b.

Syarat kadar abu tidak larut asam simplisia herba sambiloto adalah tidak lebih
dari 1,7%.

(Kemenkes RI, 2017; hal.380;526)

40
3. Kadar Sari Larut Air

Ditimbang saksama lebih kurang 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara.

Dimasukkan ke dalam labu bersumbat, kemudian ditambahkan 100 mL air jenuh


kloroform, kocok berkali-kali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam
Disaring, diuapkan 20,0 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas
datar yang telah dipanaskan 105° dan ditara.

Dipanaskan sisa pada suhu 105° hingga bobot tetap

Dihitung kadar dalam % sari larut air.

Syarat kadar sari larut air simplisia herba sambiloto adalah tidak kurang dari
12,7%.

(Kemenkes RI, 2017; hal.380;528)


4. Kadar Sari Larut Etanol

Ditimbang saksama lebih kurang 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara.

Dimasukkan ke dalam labu bersumbat, kemudian ditambahkan 100 mL etanol P,


kocok berkali-kali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam
Disaring, diuapkan 20,0 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas
datar yang telah dipanaskan 105° dan ditara.

Dipanaskan sisa pada suhu 105° hingga bobot tetap

41
Dihitung kadar dalam % sari larut etanol.

Syarat kadar sari larut air simplisia herba sambiloto adalah tidak
kurang dari 5,5%.

(Kemenkes RI, 2017; hal.380;528)


5. Susut Pengeringan

Disiapkan alat dan bahan yang digunakan.

Ditimbang saksama 1 sampai 2 g simplisia dalam botol timbang dangkal


bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan dan ditara.

Diratakan bahan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol, hingga


merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 sampai 10 mm, masukkan dalam
ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu penetapan hingga bobot
tetap

Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin


dalam eksikator hingga suhu ruang. Syarat dari susut pengeringan simplisia
herba sambiloto yaitu tidak lebih dari 10%.

(Kemenkes RI, 2017; hal.380;528)


6. Kadar Abu Total

Ditimbang saksama 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan.

Dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan dan timbang.

42
Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, aduk,
saring melalui kertas saring bebas abu.

Pijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama.

Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap pada
suhu 800±25º.

Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b.

Persyaratan kadar abu total simplisia herba sambiloto tidak lebih dari 10,2%.

(Kemenkes RI, 2017; hal. 380, 526).


3.3.2 Uji Kuantitatif Simplisia Herba Sambiloto
A. Pembuatan Fase Gerak

Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan dan dilakukan perhitungan volume n-
Heksan dan etil asetat yang akan dipipet sesuai perbandingan n-heksan;etil
asetat (2:8)

Dipipet larutan n-Heksan P dan etil asetat P masing-masing sebanyak 20 mL dan


80 mL

Dimasukan kedalam labu ukur 100 mL, digojog hingga homogen dan diberi
label

43
B. Pembuatan Larutan Uji

Ditimbang sebanyak 500 mg ekstrak kental sambiloto menggunakan neraca


analitik

Direndam sambil dikocok di tangas air dengan 10 mL metanol P selama 10


menit, lalu dimasukkan filtrat ke dalam labu ukur 10 mL.

Ditambahkan metanol P hingga tanda batas pada labu ukur, kemudian digojog
hingga homogen dan diberi label

C. Pembuatan Larutan Pembanding

Ditimbang sebanyak 10 mg standar andrografolid menggunakan neraca analitik

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL

Ditambahkan metanol p hingga tanda batas pada labu ukur, kemudian digojog
hingga homogen dan diberi label

Dibuat juga seri pengenceran larutan pembanding hingga diperoleh kadar


dengan serapan mendekati serapan larutan uji.

D. Penyiapan Plat KLT

Plat KLT yang digunakan adalah silika gel 60 F254 dengan ketebalan plat 0,25
mm dan ukurannya 10 x 10 cm

44
Dicuci terlebih dahulu plat KLT menggunakan etanol yang dilakukan di dalam
chamber.

Dilakukan aktivasi plat KLT dengan menggunakan TLC heater

Suhu aktivasi plat KLT yang dapat digunakan, yaitu 100-110°C selama 15 menit

E. Penjenuhan Chamber

Disiapkan bejana yang akan digunakan dan ditempatkan kertas saring dalam
bejana kromatografi

Dimasukkan sejumlah fase gerak ke dalam bejana kromatografi, hingga


tingginya 0,5 sampai 1 cm dari dasar bejana

Ditutup kedap bejana dan biarkan hingga kertas saring basah seluruhnya

Kertas saring harus selalu tercelup ke dalam fase gerak pada dasar bejana.

F. Prosedur KLT Densitometri

Ditotolkan 10 μL larutan uji dan masing-masing seri larutan pembanding pada


lempeng silika gel 60 F254

Selanjutnya plat dielusi pada chamber yang telah jenuh oleh fase gerak

45
Setelah mencapai batas pengembangan, plat diangin-anginkan dan dimasukkan
kedalam alat spektrofotodensitometer untuk diukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum lebih kurang 230 nm serta dibuat kurva kalibrasi.

Dihitung persentase andrografolid dalam serbuk simplisia dengan kurva baku


atau dengan rumus:

Keterangan:

Cp = Kadar Larutan Pembanding


Au = Serapan Larutan Uji
Ap = Serapan Larutan Pembanding
V = Volume Larutan Uji sebelum pengenceran
f = Faktor pengenceran larutan uji
W = Bobot bahan uji

Kadar andrografolid pada simplisia sambiloto tidak kurang dari 0,50%.

(Kemenkes RI, 2017; hal.380-381)

3.3.3 Uji Kualitatif Ekstrak Herba Sambiloto


1. Kadar Air (gravimetri)

Ditimbang saksama lebih kurang 10 g sampel, masukkan ke dalam wadah yang


telah ditara.

Keringkan pada suhu 105°C selama 5 jam, dan timbang.

46
Lanjutkan pengeringan dan timbang pada selang waktu 1 jam sampai perbedaan
antara dua penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 10% .

(Kemenkes RI, 2017; hal. 381, 528).


2. Kadar Abu Total

Ditimbang saksama 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan.

Dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan dan timbang.

Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, aduk,
saring melalui kertas saring bebas abu.

Pijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama.

Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap pada
suhu 800±25º.

Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b.

Persyaratan kadar abu total ekstrak kental herba sambiloto tidak lebih dari 2,0%.

(Kemenkes RI, 2017; hal. 381, 526).

47
3.3.4 Uji kuantitatif Ekstrak herba Sambiloto
A. Pembuatan Fase Gerak

Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan dan dilakukan perhitungan volume n-
Heksan dan etil asetat yang akan dipipet sesuai perbandingan n-heksan;etil
asetat (2:8)

Dipipet larutan n-Heksan P dan etil asetat P masing-masing sebanyak 20 mL dan


80 mL

Dimasukan kedalam labu ukur 100 mL, digojog hingga homogen dan diberi
label

B. Pembuatan Larutan Uji

Ditimbang sebanyak 50 mg ekstrak kental sambiloto menggunakan neraca


analitik

Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml

Ditambahkan metanol P hingga tanda batas pada labu ukur, kemudian digojog
hingga homogen dan diberi label

C. Pembuatan Larutan Pembanding

Ditimbang sebanyak 10 mg standar andrografolid menggunakan neraca analitik

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL

48
Ditambahkan etanol p hingga tanda batas pada labu ukur, kemudian digojog
hingga homogen dan diberi label

Dibuat juga seri pengenceran larutan pembanding hingga diperoleh kadar


dengan serapan mendekati serapan larutan uji.

D. Penyiapan Plat KLT

Plat KLT yang digunakan adalah silika gel 60 F254 dengan ketebalan plat 0,25
mm dan ukurannya 10 x 10 cm

Dicuci terlebih dahulu plat KLT menggunakan etanol yang dilakukan di dalam
chamber.

Dilakukan aktivasi plat KLT dengan menggunakan TLC heater

Suhu aktivasi plat KLT yang dapat digunakan, yaitu 100-110°C selama 15 menit

E. Penjenuhan Chamber

Disiapkan bejana yang akan digunakan dan ditempatkan kertas saring dalam
bejana kromatografi

Dimasukkan sejumlah fase gerak ke dalam bejana kromatografi, hingga


tingginya 0,5 sampai 1 cm dari dasar bejana

Ditutup kedap bejana dan biarkan hingga kertas saring basah seluruhnya

49

Kertas saring harus selalu tercelup ke dalam fase gerak pada dasar bejana.

F. Prosedur KLT Densitometri

Ditotolkan 10 μL larutan uji dan masing-masing seri larutan pembanding pada


lempeng silika gel 60 F254

Selanjutnya plat dielusi pada chamber yang telah jenuh oleh fase gerak

Setelah mencapai batas pengembangan, plat diangin-anginkan dan dimasukkan


kedalam alat spektrofotodensitometer untuk diukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum lebih kurang 230 nm serta dibuat kurva kalibrasi.

Dihitung persentase andrografolid dalam serbuk simplisia dengan kurva baku


atau dengan rumus:

Keterangan:

Cp = Kadar Larutan Pembanding


Au = Serapan Larutan Uji
Ap = Serapan Larutan Pembanding
V = Volume Larutan Uji sebelum pengenceran
f = Faktor pengenceran larutan uji
W = Bobot bahan uji

50
Kadar andrografolid pada simplisia sambiloto tidak kurang dari 3,80%.

(Kemenkes RI, 2017; hal.381-382)

51
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI. 2012. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM RI. 2013. Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan
Obat yang Baik 2012. Jilid I. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.
BPOM RI. 2015. Petunjuk Penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik untuk Usaha di Bidang Obat Tradisional. Jilid II. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM RI, 2021. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 25 Tahun
2021 Tentang Penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Gupta, B. M., Ahmed, K. M., Bansal, J., dan Bansal, M. 2019. Andrographis
paniculata Global Publications Output: A Bibliometric Assessment During
2003-18. International Journal of Pharmaceutical Investigation. 9(3): 101-
108.
Hossain, S., Urbi, Z., Karuniawati, H., Mohiuddin, R. B., Moh Qrimida, A.,
Allzrag, A. M. M., Ming, L. C., Pagano, E., dan Capasso, R. 2021.
Andrographis paniculata (Burm. F.) Aall. Ex Nees: An Updated Review of
Phytochemistry, Antimicrobial Pharmacology, and Clinical Safety and
Efficacy. Life. 11(4): 1-39.
Tan, M. C. S., Oyong, G. G., Shen, C. C., dan Ragasa, C. Y. 2016. Chemical
Constituents of Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees. International
Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research. 8(8): 1398-1402.
Verma, H., Negi, M. S., Mahapatra, B. S., Shukla, A., dan Paul, J. 2019. Evaluation
of An Emerging Medicinal Crop Kalmegh [Andrographis paniculata
(Burm. F.) Wall. Ex. Nees] for Commercial Cultivation and Pharmaceutical
& Industrial Uses: A Review. Journal of Pharmacognosy and
Phytochemistry. 8(4): 835-848.

52
WHO. 1998. Quality Control Methods for Medicinal Plant Materials. Geneva:
World Health Organization.
Yunita, E. 2021. Mekanisme Kerja Andrografolida dari Sambiloto Sebagai
Senyawa Antioksidan. Herb-Medicine Journal. 4 (1), 43 - 56.

53

Anda mungkin juga menyukai