Anda di halaman 1dari 2

STUDI PERBANDINGAN PENERAPAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN

DI BEBERAPA JASA PEMBIAYAAN KONSUMEN (FINANCE) KOTA KENDARI


BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan metode yang tidak dapat dihindari. Bagi
pengusaha mungkin ini merupakan cara mencapai tujuan ekonomi yang efesien, praktis, dan
cepat tidak. Tetapi bagi konsumen justru merupakan pilihan yang tidak menguntungkan karena
hanya dihadapkan pada suatu pilihan, yaitu menerima walaupun dengan berat hati. Dalam
membuat perjanjian, pelaku usaha selalu berada pada posisi kuat berhadapan dengan konsumen
yang umumnya berposisi lemah. Singkatnya, tidak adanya pilihan bagi konsumen untuk
bernegosiasi mengenai isi. perjanjian membuat konsumen menjadi pihak yang kurang dominan
sebagai cenderung dirugikan. Perjanjian pembiayaan konsumen dengan penerapan klausula baku
ini tentunya lebih banyak merugikan konsumen, sebaliknya pasti akan menguntungkan lembaga
pembiayaan. Data Direktorat Pemberdayaan Konsumen menunjukkan sebanyak 1.354 kasus
pembiayaan leasing terjadi dalam kurun tiga tahun terakhir (2018-2020), dengan rincian tahun
2017 sebanyak 366 kasus, tahun 2018 sebanyak 571 kasus, dan tahun 2020 sebanyak 417 kasus.

Permasalahan yang sering muncul dalam penerapan klausula baku pada lembaga Finanace.
Pertama,

Kurangnya pemahaman mengenai hak konsumen pengguna jasa pembiayaan.

Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen, konsumen memiliki sejumlah hak untuk mendapatkan


jaminan dan perlindungan hukum. Hak-hak itu meliputi hak atas informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; serta hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

Kedua,

Ketika Konsumen wanprestasi

Apabila di kemudian hari terjadi sengketa konsumen yang diakibatkan konsumen wanprestasi,
kreditur berhak melakukan eksekusi. Namun, eksekusi yang dilakukan wajib berpedoman pada
UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Esensi dari eksekusi berdasarkan UUJF
ini telah memperhatikan hak konsumen karena konsumen bisa mengetahui informasi dari proses
eksekusi sampai dengan proses pelelangan maupun penjualan di bawah tangan.

Maka perlunya pengkajian atau penilaian Penerapan Klausula Baku dalam Perjanjian di
Beberapa Jasa Pembiayaan Konsumen (Finance) Kota Kendari sebagai bahan perbandingan
bagaimana masing-masing lembaga finance yang ada di Kota Kendari menerapakan klausula
Baku dan menyelesaikan sengketa konsumen.

1. Bagiamana penerapan klausula baku di masing-masing lembaga pembiayaan yang ada di kota
kendari?
2. Permasalahan apa saja yang sering terjadi di masing-masing lembaga pembiayaan yang ada di
kota kendari?
3. Apakah penyelesaian sengketa konsumen di masing-masing lembaga pembiayaan kota
kendari sesuai dengan undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen?

1. Untuk mengetahui penerapan klausula baku di masing-masing lembaga pembiayaan yang ada di
kota kendari
2. Untuk mengetahui permaslahan yang sering terjadi di masing-masing lembaga pembiayaan yang
ada di kota kendari
3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa konsumen di masing-masing lembaga pembiayaan
kota kendari berdarakan dengan undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen

Normatif Empiris.

Anda mungkin juga menyukai