Anda di halaman 1dari 12

DIH, Jurnal Ilmu Hukum

Pebruari 2015, Vol. 11, No. 21, Hal. 1 - 12

ASAS ITIKAD BAIK SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN


KONSUMEN DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN

Luh Nila Winarni


Dosen Fakultas Hukum
Universitas Denpasar Bali
e-mail : ln_winarni@gmail.com

Abstrak

Kebutuhan masyarakat terhadap kendaraan bermotor semakin meningkat seiring dengan


meningkatnya kebutuhan sarana transportasi. Kondisi ini dimanfaatkan oleh lembaga
konsumen dengan cara membuat perjanjian baku dengan klausul yang ditentukan secara
sepihak. Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt, setiap orang diperbolehkan membuat
perjanjian dengan siapapun dan tentang apapun sepanjang memenuhi syarat yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, dan kepatutan dalam masyarakat.
Penggunan asas kebebasan berkontrak ini akan dapat merugikan pihak konsumen, untuk
melindungi konsumen, maka harus dilakukan dilakukan pembatasan-pembatasan. Salah
satu pembatasannya adalah asas itikad baik, namun demikian asas itikad baik tersebut
dalam hukum positif di Indonesia belum dirumuskan secara jelas dan pasti.
Kata Kunci: kebebasan berkontrak, itikad baik, perlindungan hukum konsumen.

PENDAHULUAN hatian, prinsip jaminan (colleteral), dan lain


sebagainya. Bahkan banyak lembaga pembia-
Meningkatnya kebutuhan masyarakat ter-
yaan yang bersedia membiayai kredit kenda-
hadap sarana transportasi khususnya terhadap
raan bermotor dengan nilai ratusan juta rupiah
kendaraan bermotor roda dua, di kota-kota
tanpa menggunakan agunan apapun, kecuali
besar di satu sisi, dengan terbatasnya kemam-
Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor
puan daya beli masyarakat ekonomi menengah
(BPKB). Keunggulan bersaing lembaga pem-
ke bawah di sisi lain, merupakan peluang bagi
biayaan juga didukung oleh strategi pemasaran
tumbuhnya lembaga pembiayaan. Peluang
yang dipergunakan dalam menarik minat
usaha tersebut telah menginspirasi pemodal
konsumen, seperti proses kredit cepat, uang
besar untuk mengivestasikan modalnya ke
muka ringan, bunga rendah, jangka waktu
dalam lembaga pembiayaan kendaraan ber-
kredit dapat mencapai 4 sampai 5 (lima)
motor di Indonesia. Bahkan dalam perkem-
tahun, dan berbagai insentif lain yang ditawar-
banganya lembaga pembiayaan ini mampu
kan.
bersaing dengan lembaga keuangan konven-
Setiap kegiatan usaha tentu tidak terlepas
sional yang sudah ada sebelumnya, seperti
dari resiko, demikian juga bagi lembaga
lembaga perbankan, lembaga gadai, koperasi
pembiayaan kendaraan bermotor, resiko usaha
simpan pinjam, dan lain sebagainya.
tersebut sangat potensial terjadi, manakala
Keunggulan bersaing lembaga pembiayaan
konsumen tidak memenuhi kewajiban memba-
ini disebabkan oleh longgarnya persyaratan
yar angsuran yang telah ditentukan. Resiko
yang diperlukan, lembaga pembiayaan ini
lain yang ditanggung perusahaan pembiayaan
tidak jarang mengesampingkan prinsip-prinsip
menyangkut peristiwa terjadinya pengalihan
penyaluran kredit, seperti prinsip kehati-
penguasaan kendaraan bermotor secara fisik

1
Luh Nila Winarni

kepada pihak ketiga, baik melalui gadai, atau liki kendaraan bermotor, sehingga persyaratan
disewakan. Mengingat obyek perjanjian dalam apapun dan resiko apapun tidak dipertim-
pembiayaan kendaraan bermotor merupakan bangkan; kedua, konsumen banyak yang tidak
benda bergerak, dan bagi lembaga gadai atau mampu memahami arti/makna klausul-klausul
penyewa yang penting ada Surat Tanda perjanjian, karena rata-konsumen tidak mema-
Nomor Kendaraan Bermotor (STNKB) sudah hami hukum kontrak; ketiga, pasal-pasal
cukup bagi terjadinya transaksi gadai atau dalam perjanjian terlalu banyak; keempat, font
sewa menyewa kendaraan bermotor. Resiko huruf yang digunakan terlalu kecil, sehingga
lain adalah kerusakan kendaraan bermotor menyulitkan siapapun untuk membacanya.
yang menjadi obyek perjannjian, seperti akibat Keseimbangan hak dan kewajiban memang
tabrakan, atau sengaja dilakukan penggantian merupakan prinsip yang terdapat dalam
spare part (onderdil) kendaraan bermotor oleh sebuah perjanjian, termasuk perjanjian pem-
konsumen. Semua risiko tersebut tentunya biayaan kendaraan bermotor. Namun demikian
dapat menyebabkan menurunya dan bahkan banyak pihak yang mulai mengkritis per-
hilangnya nilai ekonomis kendaraan, yang janjian pembiayaan kendaraan bermotor ini,
dapat merugikan perusahaan pembiayaan diantaranya perjanjnian pembiayaan kendara-
manakala konsumen melakukan wanprestasi. an bermotor sebenarnya sangat merugikan
Resiko memang merupakan konsekuensi konsumen. Bahkan dikatakan perjanjian pem-
setiap usaha, untuk itu siapapun yang menja- biayaan kendaraan bermotor tersebut tidak
lankan usaha selalu berusaha meminimalisir seimbang, dan cenderung hanya merupakan
terjadinya resiko. Untuk menekan terjadinya sarana hukum bagi terlindunginya kepen-
resiko, perusahaan pembiayaan menggunakan tingan perusahaan konsumen dari resiko yang
instrumen hukum untuk melindungi kepen- mungkin timbul dari kegiatan pembiayaan
tingannya. Instrumen hukum tersebut dikemas kendaraan bermotor yang dijalankanya.
ke dalam klausul-klausul perjanjian antara Upaya perlindungan terhadap kepentingan
konsemen sebagai debitor dengan perusahaan perusahaan pembiayaan ini terlihat dari
pembiayaan sebagai kreditor. Instrumen hu- klausul-klausul perjanjian pembiayaan konsu-
kum dalam bentuk perjanjian ini pada prin- men yang ditanda tangani oleh perusahaan
sipnya hampir sama dengan perjanjian yang pembiayaan selaku kreditor dengan konsumen
biasa digunakan oleh lembaga perbankan selaku debitor. Salah satu klausul perjanjian
dalam menyalurkan kreditnya. Secara normatif yang berfungsi untuk melindungi kepentingan
setiap perjanjian pada umumnya harus men- perusahaan pembiayaan adalah diperjanji-
cerminkan kehendak para pihak yang mem- kanya oleh kedua pihak terkait dengan hak
buatnya secara adil dan seimbang, tidak perusahaan pembiayaan untuk menarik ken-
terkecuali dalam pembuatan perjanjian pem- daraan bermotor secara paksa pada saat
biayaan kendaraan bermotor. konsumen melakukan wanprestasi. Penarikan
Perjanjian pembiayaan-perjanjian dimaksud paksa ini memang
pada umumnya sudah dibuat terlebih dahulu Perjanjian pembiayaan konsumen ini apa-
oleh kreditur, baik lembaga perbankan mau- bila dicermati secara sungguh-sungguh hanya
pun perusahaan pembiayaan, baik bentuk dipergunakan sebagai upaya melindungi
maupun klausul-klausul yang tertuang di kepentingan perusahaan pembiayaan. Perjan-
dalam perjanjian sudah ditentukan sebelum- jian pembiayaan lebih merupakan upaya
nya. Konsumen sebagai kreditur pada umum- sistematis pengalihan risiko usaha dari peru-
nya hanya menerima klausul-klausul yang sahaan konsumen terhadap konsumen, dari
tertera dalam perjanjian tanpa terlebih dahulu pada mengatur hak dan kewajiban para pihak
melakukan penelitian terhadap isi perjanjian secara seimbang sebagaimana perjanjian pada
tersebut. Tidak dilakukanya penelitian ter- umumnya.
hadap isi perjanjian ini disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya: pertama, adanya
keinginan kuat konsumen untuk segera memi-

2
Asas Itikad Baik Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Perjanjian Pembiayaan

RUMUSAN MASALAH perjanjian sebagai: “suatu perjanjian adalah


suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
Bagaimanakah karakteristik asas itikad baik
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
dalam perjanjian pembiayaan konsumen
lain atau lebih4.
kendaraan bermotor?
Mengenai syarat sahnya perjanjian menurut
KUHPdt. diatur di dalam ketentuan Pasal 1320
PEMBAHASAN
KUHPdt. yang terdiri atas:
Istilah perjanjian sudah lazim didengan dan a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
dipergunakan dalam lapangan bisnis, dalam b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
segala tingkatan. Perjanjian merupakan kepu- c. suatu hal tertentu;
tusan kehendak dua pihak, sehingga orang d. dan suatu sebab yang halal.
terikat pada perjanjian karena kehendaknya Khusus mengenai kesepakatan, KUHPdt
sendiri, ...1. Menurut Subekti, “perjanjian tidak menentukan secara jelas mengenai
merupakan sumber perikatan, sedangkan peri- bagaimana bentuknya, sehingga dalam praktek
katan diartikan sebagai suatu perhubungan menimbulkan bermacam-macam interpetasi
hukum antara dua orang atau dua pihak, atau penafsiran tentang kesepakatan.
berdasarkan mana pihak yang satu berhak Kesepakatan sering disejajarkan dengan istilah
menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan persetujuan, atau persamaan pendapat antara
pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi para pihak yang mengadakan perjanjian, tetapi
tuntutan itu”2. Lebih lanjut dikatakan Subekti, juga sering diartikan sebagai sebuah
bahwa: “suatu perjanjian adalah suatu peris- persetujuan bersama antara pihak-pihak yang
tiwa dimana seseorang berjanji kepada se- mengadakan.
orang lain atau dimana dua orang itu saling Beberapa asas yang sering mendasari setiap
berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. perjanjian biasanya terdiri atas asas kebebasan
Berdasarkan peristiwa ini, timbulah suatu berkontrak, asas konsensualisme, dan juga
hubungan hukum antara dua orang tersebut asas mengikatnya perjanjian5. Mengenai asas
yang dinamakan perikatan3. Oleh karena itu, kebebasan berkontrak pada dasarnya
tidak dilaksanakanya atau tidak dipenuhinya memberikan keleluasaan kepada setiap orang
prestasi oleh salah satu pihak akan melahirkan untuk membuat perjanjian dengan siapapun,
tuntutan pihak yang lain untuk memenuhi mengenai apapun, dengan ketentuan-ketentuan
prestasi tersebut. Hubungan hukum antara yang disepakati oleh para pihak. Salim H.S
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian ter- menyatakan, bahwa prinsip kebebasan
sebut sifatnya hubungan hukum perseorangan berkontrak merupakan prinsip yang
(persoonlijke), dan bukan hubungan hukum memberikan kebebasan para pihak untuk: (a)
yang bersifat kebendaan (zaakelijke). membuat atau tidak membuat perjanjian; (b)
Menurut ketentuan Pasal 1233 KUHPdt, mengadakan perjanjian dengan siapa pun; (c)
sumber perikatan adalah undang-undang atau menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan
persetujuan, selengkapnya ketentuan pasal ini persyaratannya; dan (d) menentukan
dirumuskan: ”Tiap-tiap perikatan dilahirkan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.6
baik karena persetujuan, baik karena undang- Asas itikad baik menghendaki, bahwa
undang. Persetujuan yang berisikan janji-janji dalam setiap pembuatan perjanjian, para pihak
yang termuat di dalamnya dianggap sebagai pada dasarnya memiliki kebebasan untuk
janji antara para pihak yang membuatnya”. Di menentukan isi perjanjian, dengan siapa dia
dalam Pasal 1313 KUHPdt. mendefinsikan
4
Ibid, hlm. 517.
1
L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya 5
Nieuwenhuis, Drie Beginselen van Contractenrecht,
Paramita, Jakarta, l980, hlm., 183.
Kluwer, Deventer, 1979, blz 4, dalam Yohannes
2
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, l997, Sogar Simamora, op.cit, hlm 37. Lihat juga dalam
hlm.1. Ridwan Khairandy, hlm. 27.
3 6
Ibid. Salim.H.S. ., Op.cit, hlm. 9

3
Luh Nila Winarni

membuat perjanjian, namun demikian setiap keterbaasan kemampuan dana. Kondisi-kon-


perjanjin hendaknya selalu dilandaskan pada disi demikianlah yang menyebabkan konsu-
asas itikad baik, tidak melanggar peraturan men tidak jarang terpaksa menerima persya-
perundang-undangan, serta tidak melanggar ratan yang sebenarnya tidak menguntungkan
kepentingan masyarakat. Kaharusan demikian atau justru merugikan, dan dalam hal ini
dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan akhirnya konsumen terpaksa harus menerima
para pihak di dalam perjanjian, sehingga tidak persyaratan perjanjian yang ditentukan oleh
terjadi eksploitasi yang kuat terhadap yang perusahaan pembiayaan konsumen.
lemah. Untuk memahami asas itikad baik dalam
Dalam rangka menciptakan rasa keadilan perjanjian pembiayaan konsmen, di bawah ini
bagi masyarakat, maka seyogyanya peme- dijelaskan mengenai unsur-unsur itikad baik
rintah membentuk peraturan perundang- yang dapat dipergunakan sebagai pembatasan
undangan yang dapat menjamin dan mem- penggunaan asas kebebasan berkontrak seba-
berikan perlindungan hukum yang seimbang gaimana disyaratkan di dalam ketentuan Pasal
bagi para pihak yang mengadakan perjanjian, 1338 ayat (3) KUHPdt.
sehingga tidak ada yang dirugikan dalam
perjanjian. Oleh karena itu peraturan per- a. Kepatutan dan Keadilan
undangan-undangan tentang pembiayaan kon-
Prinsip itikad baik, yang dipredikis secara
sumen seharusnya memuat aspek perlin-
lambat laun akan menggeser penggunaan
dungan hukum terhadap masyarakat.
prinsip kebebasan berkontrak dalam sebuah
Selanjutnya Arif Gosita menyatakan,
perjanjian, bukan lagi sekedar wacana, akan
bahwa keadilan merupakan suatu kondisi
tetapi sudah menjadi kebutuhan praktek, dan
dimana setiap orang dapat melaksanakan hak
pada saat ini telah diikuti oleh sebagaian
dan kewajibannya secara rasional, ber-
negara-negara yang menganut civil law system
tanggung jawab dan bermanfaat.7 Di Indonesia
maupun yang common law system. Hal ini
konsep keadilan tidak dapat dilepaskan dari
dapat dibuktikan dengan diaturnya prinsip
nilai-nilai yang terkandung di dalam falsafah
itikad baik, meskipun belum cukup memadahi,
bangsa Indonesia, yaitu Pancasila yang dalam
di dalam peraturan perundang-undangan
sila kelima dirumuskan: ”Keadilan sosial bagi
negara yang menganut civil law system
seluruh rakyat Indonesia”. Terlepas dari teori-
maupun yang common law system tersebut,
teori keadilan yang ada sebagaimana terurai di
meskipun tidak semua negara mengadopsi
atas, nampakya konsep keadilan yang ingin
konsep itikad baik8.
dicapai Indonesia adalah keadilan yang merata
Di Jerman prinsip ini diatur di dalam
bagi seluruh rakyat Indonesia, namun tidak
ketentuan Pasal 242 KUHPdt Jerman, di
dalam pengertian sama rata.
Prancis diatur di dalam ketentuan Pasal 1134
Keadilan harus benar-benar tercermin pada
ayat (3) Code Civil Prancis, kemudian di
setiap produk hukum yang bersentuhan lang-
Belanda Pasal 1374 (3) B.W. Belanda, dan di
sung dengan kepentingan seluruh rakyat
Indoensia sendiri yang mengikuti Belanda,
Indonesia, tidak terkecuali peraturan di bidang
diatur di dalam ketentuan Pasal 1138 (3)
pembiayaan konsumen, yang selama ini
KUHPdt. Meskipun Inggris sebagai negara
dipandang sepihak dan kurang mencerminkan
penganut sistem common law tidak menerima
rasa keadilan yang benar-benar dapat di-
doktrin itikad baik sebagai asas dalam
rasakan setiap orang. Keterikatanya dengan
perjanjian, yang tercermin dalam sikap hakim-
perjanjian pembiayaan konsumen, disebabkan
hakim di Inggris yang memiliki komitmen
kondisi keuangan konsumen tidak selamanya
tidak menerima prinsip itikad baik dalam
mencukupi sementara kebutuhan terhadap
kontrak, dan mempertahankan sistem hukum
barang yang menjadi obyek pembiayaan
konsumen belum mampu dipenuhi, karena

8
7 Ridwan Khairandy, Op. Cit., hlm., 11.
Arif Gosita, Op. Cit, hlm 15

4
Asas Itikad Baik Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Perjanjian Pembiayaan

yang dimiliki sendiri.9 Namun demikian haknya10. Yustinianus dengan mendasarkan


Inggris tetap berusaha mencari solusi atas pada teori keadilan dari Ulpianus selanjutnya
permasalahan ketidakadilan dalam sebuah menyatakan “juris praecepta sunt haec:
kontrak yang mengandung unsur ketidak- honeste vivere, alterum non laedere, suum
patutan. Hal ini menunjukan bahwa asas cuique tribuere, (peraturan-peraturan dasar
kebebasan berkontrak sudah dianggap tidak dari hukum adalah terkait dengan hidup secara
sesuai lagi digunakan dalam pembuatan patut, tak merugikan orang lain dan memberi
perjanjian. pada orang lain apa yang menjadi bagianya)11.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapatlah Mendasarkan pada teori Ulipianus dan
ditarik sebuah asumsi, bahwa penggunaan Yustinianus sebagai penggagas teori keadilan
prinsip kebebasan berkontrak harus dikontrol, klasik, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa,
sebab diduga terjadi kecenderungan disalah- perlakuan yang patut atau kepatutan merupa-
gunakan oleh pihak yang memiliki kedudukan kan tuntutan hidup yang bersifat keharusan,
lebih kuat terhadap pihak yang kedudukanya sebab dengan kepatutan ini setiap orang akan
lebih lemah. Penyalahgunaan ini disebabkan mengerti tentang orang lain, dalam pengertian
oleh ketidak mampuan pihak yang lemah bahwa dengan mendasarkan pada kepatutan
dalam melakukan bargaining position terha- akan membawa orang pada penyadaran diri
dap pihak yang kuat. Dalam perjanjian kredit bahwa orang lain itu memerlukan pengharapan
perbankan misalnya, debitor ketika diper- besar terhadap adanya kesamaan dan kese-
hadapkan dengan kreditor tidak memiliki derajadan sesamanya. Itikad baik tidak hanya
pilihan lain kecuali harus menerima persya- berlaku bagi para pihak, melainkan juga harus
ratan-persyaratan yang ditetapkan oleh pihak mengacu pada nilai-nilai yang berkembang di
perbankan, apabila dirinya ingin memperoleh dalam masyarakat, sebab itikad baik ini
kredit sesuai dengan yang diharapkan. merupakan bagian darim kehidupan masya-
Hal serupa juga berlaku dalam perjanjian rakat.
pembiayaan, pihak konsumen tidak akan Penyimpangan terhadap asas kebebasan
pernah memiliki kesempatan untuk melakukan berkontrak ini didasari oleh adanya posisi
penawaran terhadap klausul-klausul yang di- tawar yang tidak seimbang antara para pihak,
tetapkan di dalam perjanjian yang telah di- penyimpangan demikian tentunya dipandang
bakukan. Penolakan konsumen terhadap tidak sepatutnya dilakukan oleh perusahaan
klausul-klausul baku dengan alasan tidak adil pebiayaan konsumen. Mengingat diduga ada-
atau tidak sesuai dengan asas kepatutan, akan nya penyalahgunaan asas kebebasan berkon-
berakibat tidak direalisirnya kredit pembia- trak dalam perjanjian pembiayaan konsumen,
yaan kendaraan bermotor oleh perusahaan maka pada akhirnya harus dibatasi, dan
pembiayaan. pembatasan itu di samping dilakukan dengan
Dalam hubunganya dengan keadilan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,
berkontrak, dapat dikemukakan pandangan juga dilakukuan dengan asas-asas umum yang
Ulpianus, bahwa keadilan sebagai “justicia est hidup dan diakui oleh masyarakat, diantarnya
constans et perpetua voluntas ius suum cuique adalah asas kepatutan, dan asas itikad baik.
tribuendi” (kadilan adalah kehendak terus Penggunaan prinsip itikad baik sebagai pem-
menerus dan tetap memberikan kepada batas kebebasan berkontrak tentunya tidak
masing-masing apa yang menjadi haknya) atau dapat dilakukan secara langsung, sebab prinsip
“tribuere cuique suum”- “to give everybody ini tidak tertuang secara jelas di dalam norma
his own” memberikan kepada setiap orang perundang-undangan. Prinsip ini hidup dan

10
Bertens, Pengantar Etika Bisnis, Kanisiun,
Yogyakarta, 2000, hlm.,86-87.
9 11
Jack Beatson dan Daniele Friedmann, Introduc- Agus Yudha Hernoko, Asas Proporsionalitas Dalam
tion:From Classsical to Modern Contact Law, dalam Konrak Komersiil, Laksbang Mediatama, Yogyakarta,
Ridwan Chairandy, Ibid. 2008, hlm. 36.

5
Luh Nila Winarni

terpelihara masyarakat, dalam bentuk norma- Dune dapat disebabkan oleh adanya keunggu-
norma yang tidak tertulis, dipatuhi, dan di- lan ekonomis maupun kejiwaan, yang menurut
tegakan masyarakat. Robert W Clark, penyalahgunaan keadaan
tersebut dari pihak yang kuat terhadap yang
b. Penyalahgunaan Keadaan lemah tersebut tanpa dilakukan dengan
paksaan maupun penipuan14.
Di muka telah diuraikan mengenai asas
Ajaran penyalahgunaan keadaan ini dalam
kepatutan dan keadilan sebagai salah satu asas
perkembanganya, baik dalam sistem hukum
yang dapat digunakan sebagai tolok ukur
kontinental, maupun dalam sistem common
itikad baik dalam perjanjian. Namun demikian
law menjadi pembatas bagi kebebasan ber-
kepatutan dan keadilan tersebut pada akhirnya
kontrak15. Penyalahgunaan keadaan dirasakan
juga masih memerlukan penafsiran lebih jauh
tepat apabila digunakan sebagai pembatas
dalam praktek oleh hakim-hakim yang ber-
penggunaan asas kebebasan berkontrak, sebab
wenang mengambil keputusan, sebab kepa-
pada umumnya sering terjadi dalam perjanjian
tutan sangat relatif penilaianya sangat ter-
kredit, pihak yang posisi ekonominya lebih
gantung pada perspektif masyarakat, dan
kuat memanfaatkan situasi demikian, misalnya
keadilan pun juga demikian, dari teorinya
dalam penentuan besarnya tingkat suku bunga
Aristoteles, Plato sampai dengan teori kea-
pinjaman, lama pinjaman, serta kemungkinan
dilan modern dari John Rawls, dan Bentham
jaminan kalau pemilik modal menginginkan.
juga belum mampu memberikan kejelasan
Debitor pada umumnya tidak dapat menolak
yang memuaskan terhadap konsep adil dan
keinginan atau kehendak kreditor, sebab
keadilan tersebut.
debitor menginginkan pinjaman tersebut,
Penyalahgunaan keadaan merupakan salah
meskipun terpaksa harus menerima persya-
satu indikasi tidak adanya itikad baik dalam
ratan yang memberatkan.
sebuah kontrak, penyalagunaan keadaan dalam
Bedasarkan uraian di atas dapat disimpul-
sistem common law merupakan doktrin yang
kan bahwa, penyalahgunaan keadaan dalam
menentukan pembatalan perjanjian yang di-
kontrak merupakan kondisi di mana seseorang
buat berdasarkan tekanan yang tidak patut,
telah memanfaatkan posisi ekonominya yang
tetapi tidak termasuk dalam kategori paksaan
lebih kuat untuk mengambil keuntungan dari
(duress)12. Penyalahgunaan keadaan merupa-
pihak lain yang memiliki posisi ekonomi lebih
kan perbuatan yang dilatarbelakangi oleh
lemah. Asumsi dari perbuatan penyalahgunaan
keadaan tidak seimbang antara para pihak
keadaan ini didasarkan pada kondisi psyco-
dalam sebuah perjanjian, dan dalam kondisi
logis pihak yang secara ekonomi kedudukanya
yang demikian pihak yang kuat memanfaatkan
lebih lemah akan menerima persyaratan yang
kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang
ditentukan oleh pihak yang secara ekonomis
lemah tidak memiliki kesempatan untuk
memiliki kedudukan lebih kuat. Perma-
mendiskusikan segala sesuatu yang menjadi
salahanya kemudian apakah penyalahgunaan
hak dan kewajibanya dalam sebuah perjanjian.
keadaan merupakan sikap atau perbuatan yang
Penyalahgunaan keadaan terjadi manakala
dapat dikategorikan sebagai karakter itikad
seseorang di dalam suatu perjanjian dipenga-
tidak baik, memang pendapat dan praktek
ruhi oleh suatu hal yang menghalanginya
pengadilan berbeda-beda.
untuk melakukan penilaian (judgment) yang
Pengadilan melalui hakim yang memiliki
bebas dari pihak lainya, sehingga tidak dapat
kewenangan menafsirkan terhadap makna
mengambil keputusan yang independent13.
penyalahgunaan keadaan sebagai salah satu
Penyalahgunaan keadaan ini menurut Van
unsur atau indikasi adanya itikad baik,
tentunya sangat diharapkan. Bahkan dengan
12
T. Antony Downes dalam Ridwan Khairandy, Op. putusan pengadilan atau putusan hakim akan
Cit.,hlm., 19.
14
13 Op.Cit.
Chaterine Tay Swee Kian, dalam Ridwan Khairandy,
15
Ibid.,hlm. 20. Ibid, hlm. 21.

6
Asas Itikad Baik Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Perjanjian Pembiayaan

dapat diketahui kearah mana itikad baik telah bedrog of door misbruik van omstandigheiden
berkembang dan berfungsi sebagai pembatas is tot stand gekomen (suatu perbuatan hukum
kebebasan berkontrak dalam perjanjian. dapat dibatalkan jika terjadi adanya ancaman,
Sistem peradilan di Indonesia memang penipuan, atau penyalahgunaan keadaan)17. Di
menganut precedent, tidak seperti halnya pada Indonesia mengenain hal ini diatur di dalam
sistem peradilan common law, hakim tidak ketentuan Pasal 1323 KUHPdt, yang dirumus-
wajib mengikuti putusan hakim sebelumnya 16. kan: ”Paksaan yang dilakukan tehadap orang
Indonesia menganut sistem peradilan konti- yang membuat suat perjanjian merupakan
nental yang mengenal precedent, sehingga alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila
putusan hakim terdahulu dapat dijadikan paksaan itu dilkakukan oleh seorang pihak
pedoman atau bahan pertimbangan bagi ketiga, untuk kepentingan siapa perjanjian
hakim-hakim berikutnya. Terlepas dari belum tersebut telah tidak dibuat”.
adanya kejelasan tentang penyalahgunaan Dalam pembentukan perjanjian pembiaya-
keadaan sebagai unsur dalam prinsip itikad an kendaraan bermotor, paksaan yang mena-
baik dalam berkontrak dan fungsinya sebagai kutkan sebagaimana ditentukan di dalam Pasal
pembatas perjanjian, namun yang pasti ajaran 1324 KUHPdt, yang dirumuskan dengan
penyalahgunaan keadaan ini dapat dijadikan kalimat : “paksaan itu terjadi apabila perbu-
rujukan untuk melakukan penilaian terhadap atan itu sedemikian rupa hingga dapat me-
ada dan tidaknya indikasi itikad baik dalam nakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan
berkontrak. apabila perbuatan itu dapat menimbulkan
ketakutan ...”, menurut Wiryono Prodjodikoro,
c. Paksaan, Kesesatan, dan Penipuan paksaan itu harus sepantasnya menakutkan
suatu pihak terhadap suatu ancaman, bahwa
Sebagaiman diketahui bahwa sahnya per-
apabila ia tidak menyetujui perjanjian yang
janjian diperlukan syarat sebagaimana ditentu-
bersangkutan, maka ia akan menderita suatu
kan di dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPdt.,
kerugian yang nyata”18. Ketakutan sebagai-
dan salah satu diantaranya adalah syarat
mana dimaksud dalam ketentuan pasal ini
“adanya kesepakatan para pihak”. Namun
memang tidak terjadi, akan tetapi paksaan
kemudian muncul pertanyaan pakah yang
dalam pembuatan perjanjian pembiayaan
dimaksud kesepakatan tersebut dalam perjan-
konsumen dimaksudkan sebagai paksaan
jian hanya sebatas dengan bukti adanya
psikologis, artinya konsumen terpaksa meneri-
persetujuan para pihak yang ditandai dengan
adanya tanda tangan kedua pihak sebagai ma syarat-syarat yang ditetapkan secara
sepihak oleh perusahaan pembiayaan konsu-
bukti telah adanya kesepakatan.
men. Persoalan sampai dimanakah dalam
Pertanyaan ini terkait dengan kemungkinan
pembentukan kesepakatan mengandung unsur
dalam pembentukan kehendak untuk membuat
kesepakatan dapat dilihat di dalam ketentuan
kesepakatan antara para pihak tidak didasari
Pasal 1323 sampai dengan Pasal 1327
oleh kondisi psikologis secara wajar. Secara
KUHPdt.
asumtif dapat dimungkinkan bahwa pemben-
Dalam hubunganya dengan kemungkinan
tukan kehendak dalam sebuah perjanjian telah
penggunaan unsur paksaan, kesesatan, mau-
terjadi atau megandung unsur paksaan, kese-
pun penipuan, Ridwan Khairandy juga menya-
satan, maupun penipuan. Di Belanda unsur
takan, bahwa para pihak tidak boleh meng-
penipuan dan paksaan dapat dijadikan alasan
ambil keuntungan dengan tindakan yang
pembatalan perjanjian, hal ini tercantum di
dalam Pasal 3.44 BW (Bekanda), yang menyesatkan terhadap salah satu pihak 19.
dirumuskan: ”een rechtshandeling is verni-
etigbaar, wanneer zij door bedreiging, door 17
Ridwan Khairandy, Op. Cit., hlm. 21.
18
16 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian,
Pulus Effendie Lotulung, Peranan Yurisprudensi
Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm., 33.
Dalam Sistem Civil Law:Jurnal Hukum Bisnis, Vol.8,
19
1999, hlm. 55. Op. Cid, hlm.136

7
Luh Nila Winarni

Selanjutnya mengenai unsur penipuan dapat undang, kebiasaan, dan adat istadat21. Hal ini
dilihat di dalam ketentuan Pasal 1328 ayat (1) dipertegas di dalam ketentuan Pasal 1347 yang
KUHPdt, yang dirumuskan: “Penipuan meru- dirumuskan: “apabila sebuah persetujuan
pakan suatu alasan untuk pembatalan perjan- tersangkut janji-janji yang memang lazim
jian, apabila tipu muslihat yang dipakai oleh dipakai dalam masyarakat (bestending gebrui-
salah satu pihak, adalah sedemikian rupa kelijke, yaitu menurut adat kebiasaan), maka
hingga terang dan nyata bahwa pihak yang janji-janji itu dianggap termuat dalam isi per-
lain tidak telah membuat perikatan itu jika setujuan, meskipun kedua belah pihak dalam
tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. persetujuan sama sekali tidak menyebutkan.
Unsur penipuan sebagai dasar pembatalan Menurut ketentuan Pasal 1339 KUHPdt.,
perjanjian tidak cukup hanya disangkakan, disebutkan: “suatu perjanjian tidak hanya
tetapi harus dibuktikan, demikian rumusan mengikat hal-hal yang secara tegas dinyatakan
ketentuan ayat (2), yang selengkapnya di- didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu
rumuskan: “penipuan tidak dipersangkakan, yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh
tetapi harus dibuktikan”. Untuk pembuktian kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang Selanjutnya di dalam ketentuan Pasal 1347
benar, dalam hal ini harus dilakukan melalui disebutkan: “ janji-janji yang menurut adat
pemeriksaan perkara di Pengadilan, dengan kebiasaan melekat pada persetujuan semacam
demikian yang menyatakan ada dan tidaknya yang bersangkutan, dianggap termuat di dalam
unsur penipuan dalam perjanjian adalah hakim isi persetujuan”.
melalui sidang di Pengadilan. Kejujuran bersifat subyektif, karena terleta
di dalam hati nurani setiap manusia, kejujuran
d. Kejujuran dan Kepatuhan besifat dinamis selalu bergerak dan dituntun
Kejujuran menurut Wirjono Prodjodikoro oleh berbagai faktor termasuk keinginan
merupakan unsur penting dalam perjanjian, manusia. Dalam pelaksanaan perjanjian, keju-
seperti dikatakanya bahwa kejujuran dan kepa- juran terletak pada jiwa manusia, kejujuran
tuhan adalah dua hal yang amat penting dalam terletak pada tindakan atau perbuatan yang
soal pelaksanaan persetujuan20. Selanjunya dilakukan oleh kedua belah pihak22, dan
dalam melaksanakan tindakan atau perbuatan
menurutnya kejujuran merupakan persoalan
inilah kejujran harus berjalan dalam hati
yang terkait dengan pelaksanaan perjanjian,
sanubari seseorang dengan selalu mengingat
bahwa dalam pelaksanaan perjanjian dimung-
kinkan terjadi hal-hal yang tidak diperkirakan bahwa sebagai manusia harus sedapat mung-
kin tidak melakukan tipu muslihat kepada
pada saat melakukan persetujuan oleh kadua
pihak lainya dengan menghalalkan segala cara
belah pihak. Kejujuran merupakan situasi atau
yang merugikan orang lain.
kondisi yang lahir karena pengaruh-pengaruh
Kejujuran dalam pelaksanaan perjanjian
yang ada pada saat pelaksanaan perjanjian, hal
tidak sekedar jujur saja tetapi harus diwujud-
inilah yang harus diperjuangkan oleh masing-
kan dalam kepatuhanya terhadap pentaatan
masing pihak terhadap pihak yang lainya.
dalam melaksanakan isi perjanjian, walaupun
Mengenai kejujuran ini dapat dilihat di
dalam perjanjian tersebut adakalanya terjadi
dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt.,
kelemahan, maka harus dikembalikan kepada
bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan
maksud dan tujuan para pihak dalam membuat
itikad baik. Pasal ini mengandung pengertian
perjanjian tersebut. Salah satu pihak tidak
bahwa kedua belah pihak tidak hanya terikat
diperbolehkan memanfaatkan kelemahan per-
terhadap apa dirumuskan di dalam perjanjan,
setujuan tersebut, artinya kelemahan tersebut
dalam pengertian tidak hanya melaksanakan
tidak boleh dipergunakan sebagai alat untuk
apa yang telah disepakati di dalam perjanjian,
merugikan pihak lain.
tetapi harus pula memperhatikan undang-
21
Ibid.
20 22
Wirjono Prodjodioro, Op. Cit. Ibid, hlm. 104-105

8
Asas Itikad Baik Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Perjanjian Pembiayaan

Subekti juga menyatakan bahwa kejujuran itikad baik ini berasal dari sistem hukum
(jujur) adalah merupakan bentuk lain dari kontrak dalam civil law, yang bersumber dari
itikad baik, dikatakan bahwa pembeli yang huku Romawi25. Prinsip itikad baik dianggap
penuh dengan kepercayaan terhadap orang tidak sesuai dengan kepastian hukum, sebab
yang menjual barang bahwa si penjual adalah tidak memiliki landasan bagi penggunaanya,
orang yang benar-benar pemilik sendiri atas serta maknanya juga sangat interpretatif,
barang yang dibelinya. Ia tidak mengetahui sehingga dikawatirkan dapat mengganggu
bahwa ia membeli dari seorang yang bukan kepastian hukum. Amerika sebagai salah satu
pemilik. Ia adalah seorang pembeli yang negara penganut sistem common law, yang
jujur23. Selanjutnya dikatakan bahwa seorang telah menerima prinsip itikad baik, yang
pembeli yang baik adalah pembeli yang jujur, direpresentasikan di dalam The American Law
dalam hukumm benda istilah itikad baik ini Institute’s Restatement (Scond) Contract.
selanjutnya disebut dengan istilah kejujuran Sebagai gambaran terkait dengan penger-
atau bersih24. tian prinsip itikad baik, dikemukakan pendapat
Sepaham dengan pendapat sebelumya, hakim di Belanda dalam putusan Hoge Raad,
Subekti menyatakan bahwa itikad baik meru- yang pada dasarnya menyatakan, bahwa
pakan unsur subyektif di dalam perjanjian prinsip itikad baik merujuk pada kerasionalan
sebagaimana dimaksud di dalam ketentuan dan kepatutan (redelijkeheid en billijkeheid)
Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt., bahwa perjan- yang hidup di dalam masyarakat26. Dengan
jian harus dilaksanakan sesuai dengan itikad pengertian yang demikian menurut J. Satrio,
baik, dalam pengertian bahwa perjanjian itu bahwa dalam pandangan Hoge Raad telah
harus dilaksanakan sesuai dengan atau meng- menyamakan antara pengertian prinsip itikad
indahkan norma-norma kepatutan dan kesu- baik dengan kerasionalan dan kepatutan27.
silaan. Jadi, ukuran-ukuran obyektif untuk Namun demikian permasalahanya tidak ber-
menila pelaksanaan tadi, bahwa pelaksanaan henti di sini, sebab pengertian kerasional dan
perjanjian harus di atas rel yang benar, dan kepatutan juga merupakan konsep yang
relnya adalah norma-norma yang hidup dan kurang jelas yang tentunya masih memerlukan
terpelihara di dalam masyarakat. penjelasan lebih lanjut.
Kriteria atau batasan rasional dan irrasional
e. Prinsip Itikad Baik Di Beberapa Negara atau patut tidak patut, tentunya memerlukan
penjelasan lebih lanjut. Permasalahanya akan
Mendasarkan uraian terdahulu, terkait
dengan pengertian itikad baik, maka dapat kembali pada penafsiran hakim, dalam hal ini
penafsiran untuk memberikan arti atau
dikatakan bahwa penggunaan prinsip itikad
pengertian kepatutan dan rasionalitas sebagai
baik dalam pejanjian masih menyisakan per-
tolok ukur atau parameter keadilan dan atau
masalahan, terutama belum adanya rumusan
keseimbangan dalam perjanjian. Hal ini
atau batasan yang pasti. Oleh karena itu
menyangkut nilai atau persepsi tentang nilai
putusan hakim dari kasus ke kasus yang
yang pada alkhirnya akan memunculkan
menjadi yurisprudensi sangat dibutuhkan oleh
perbedaan pandangan atau perbedaan penaf-
masyarakat sebagai petunjuk ke arah mana
siran di dalam masyarakat.
pengertian prinsip itikad baik tersebut sudah
berkembang sesuai dengan rasa keadilan
masyarakat. 25
E. Allen Farnsworth, Good Faith in Contract
Negara-negara penganut common law Performence”, dalam Ridwan Khairandy, Op. Cit.,
system, seperti Inggris pada umumnya meno- hlm. 11.
lak penggunaan asas itikad baik dalam 26
P.L. Wery, Perkembangan Tentang Hukum Itikad
perjanjian, memang dalam sejarahnya prinsip Baik di Nederland, Percetakan Negara, Jakarta, l990,
hlm. 9.
27
23 J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir
Subekti, Op Cit., hlm. 41
Dari Perjanjian, Buku II, Citra Aditya Bhakti,
24
Ibid. Bandung, l995, hlm. 166.

9
Luh Nila Winarni

Di Belanda sendiri asas kepatutan dan kalangan akademisi maupun hakim-hakim di


rasionalitas ini telah menggantikan asas itikad Amerika30.
baik (te goede trouw) yang semula termuat
dalam ketentuan Pasal 1375 BW, yang KESIMPULAN
dirumuskan:
Asas kebebasan berkontrak sebagaimana
overeenkomsten verbinden niet alleen tot
diatur di dalam Pasal 1338 ayat (1) diduga
datgene het welk uitdrukkelijk bij dezelve
sering disalahgunakan dalam perjanjian pem-
bepaald is, muar ook tot al hetgeen dat,
biayaan konsumen. Perusahaan pembiayaan
naar den aart van dezelve overeenkomsten,
konsumen yang posisi ekonominya lebih kuat
door de billijkheid, het gebruik, of de wet,
sering menggunakan klausul-klausul baku
word gevordert” (perjanjian tidak hanya
sebagai syarat yang dipaksakan kepada kon-
mengikat untuk hal-hal yang secara tegas
sumen untuk menyetujuinya. Hal ini tentunya
dinyatakan di dalamnya, tetapi juga segala
sangat merugikan konsumen, untuk itu me-
sesuatu yang neurut sifat perjanjian,
nurut Pasal 1338 ayat (3) penggunaan asas
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau
kebebasan berkontrak harus dibatasi asas
undang-undang)28.
itikad baik. Adapaun karakter asas itikad baik
Prinsip itikad baik yang disebut dengan ini diantaranya adalah, keadilan dan kepatutan,
istilah “te goede trouw”, dalam Burgerlijke tidak menyalahgunakan keadaan, paksaan,
Wetboek (BW) yang baru telah digantikan penipuan, kesesatan, kejujuran dan kepatuhan.
dengan frase “redelijkeheid en billijkeheid”, Sebelum menandatangani perjanjian pembia-
yang tertuang di dalam ketentuan Pasal yaan, konsumen seharusnya terlebih dahulu
6.248.1 B.W., yang dirumuskan: “een mencermati draft perjanjian pembiayaan
overeenkomst heeft niet allen de door partijen konsumen, sebab banyak klausul-klausul per-
overeengekomen rechtsvolgen, maar die ook janjian isinya merugikan konsumen. Di
die welke, naar de aard van de overeenkomst, samping itu peran pemerintah dalam menga-
uit de wet, gewondte of de eisen vanrede- wasi kegiatan usaha perusahaan pembiayaan
lijkheid en billijkheid voortvloeien”. (suatu konsumen sebagi bentuk kontrol pemerintah
prjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal sangat diperlukan untuk melindungi masya-
yang diperjanjikan leh para pihak, tetapi juga rakat.
terhadap apa yang menurut sifat perjanjian,
undang-undang kebiasaan, atau kerasionalan
DAFTAR BACAAN
dan kepatutan)29.
Ketidakjelasan pengertian prinsip “itikad Buku
baik”, ini juga tercermin di dalam hukum
Amerika, yang di dalam Section I-203 UCC Abdul Kadir Muhamad, Perjanjian Baku
dirumuskan: “ every contract or duty within Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan,
this Act imposes an obligation of good faith in Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992.
its performence or enforcement”. Dalam Achmad Roestandi, Etika dan Kesadaran
ketentuan juga tidak menjelaskan tentang apa Hukum, Jelajah Nusa, Pamulang Timur,
yang dimaksud dengan itikad baik (good faith) Cetakan Pertama, 2012.
tersebut, dan selanjutnya di dalam Section 205
tentang The Resetlement of Contract dirumus- Ade maman,Aspek Hukum Dalam Ekonomi
kan: “every contract imposes upon breach Global, Ghalia Indonesia,2001.
party a duty of good faith and fair dealing in Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas
its performnece and its enforcement”. Ketidak Proporsionalitas dalam Perjanjian Komer-
jelasan permusan itikad baik ini dirasakan oleh sial, Kencana Prenada Media Group,
Cetakan I, 2010.

28
Ridwan Khairandy, Op. Cit.,hlm. 9.
29 30
Ibid. Ibid., hlm.10

10
Asas Itikad Baik Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Perjanjian Pembiayaan

Anson Dalam Mariam Darus Badrulzaman, Johannes Gunawan, Penggunaan Perjanjian


Perjanjian Baku (Standart) Perkem- Standard dan implikasinya pada asas
banganya di Indonesia, Pidato Pengukuhan kebebasan berperjanjian,Pro justitia Tahun
Guru Besar, F.H. USU, Medan, l990. V,1987.
Ahmadi Miru, Sakka Pati, Hukum Perikatan, Munir Fuady, Hukum tentang Pembia-
PT Karya Grafindo Persada,2008. yaan,Cetakan IV, PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006.
Bob Widyakarto, beberapa pikiran tentang
perlindungan konsumen terhadap akibat Salim.H.S, Hukum Perjanjian Teori dan
persaingan curang dan iklan yang menye- Penyusunan Perjanjian, Sinar Grafika,
satkan, makalah, Jakarta, 1980. Jakarta, 2010.
Budiman NDP Sinaga, Hukum Perjanjian dan ----, Perkembangan Hukum Innominaat di
Penyelesaian Sengketa dari Perspektif Indonesia, Sinar Grafika, Mataram, 2003.
Sekretaris, Raja Grafindo Persada, 2005. Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa,
Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Jakarta,1985.
Merancang Perjanjian, Gramedia Widia-
surana, Jakarta, 2001. Peraturan Perundang-undangan
Cohen J.H, Aspek-hukum Perlindungan Undang Undang Dasar l945 dan perubahan-
Konsumen, Makalah Pusat Studi Hukum nya.
dan Ekonomi,Fakultas Hukum universitas
Kitab Umdang undang Hukum Perdata .
Indonesia,1978.
Undang-undang No 42 Tahun 1999 Tentang
Daeng Naja H.R, Contract Drafting, Cetakan
Jaminan Fidusia
Kedua, Citra Aditya Bakti,Bandung,2006.
Undang undang No 8 Tahun 1999 tentang
Gregory Chaerul, Pranata-pranata perlin-
perlindungan konsumen
dungan konsumen di amerika serikat,
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia No 9
Jakarta,1980. tahun 2009 tentang lembaga pembiayaan
H.P.Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan Peraturan Menteri Keuangan No.84/PMK.
Sebagai Alasan Baru Untuk Pembatalan 012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan
Perjanjian, Liberty, Yogyakarta, Cetakan
Pertama Edisi Kedua, 2010. Biodata Penulis :
Hartono Hadi Soeprapto, Pokok-pokok Hukum Dr Luh Nila Winarni, S.H.M.H. adalah dosen
Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Universitas Ngurah Rai. Selama ini aktif
Yogyakarta,1984. mengajar bidang hukum perdata dan menjadi
konsultan hukum atas berbagai lembaga
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi swasta dan pemerintah. Sehari-hari menulis
Hukum Perjanjian Indonesia, Citra Aditya mengenai keperdataan dan perlindungan
Bakti,2006. konsumen serta menghasilkan berbagai buku.
James Sedabalok, Hukum Perlindungan
Konsumen di Indonesia,Cetakan II,PT.Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2010.

11
Luh Nila Winarni

12

Anda mungkin juga menyukai