I. DESKRIPSI SINGKAT
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) di Kementerian
Kesehatan terbentuk pada tahun 2005, maka Kebijakan Nasional yang
diterapkan adalah penekanan pada pengendalian faktor risiko, promosi
kesehatan, pencegahan penyakit, deteksi dini, dan tatalaksana penyakit
secara tepat. Pendekatan utama yang dipilih dalam melakukan
pengendalian penyakit tidak menular didasarkan pada pelayanan
kesehatan tingkat pertama/ fasilitas pelayanan kesehatan primer yang
melibatkan multisektor; Profesional dan masyarakat. Program pokok
mengacu pada kebijakan pemerintah tentang kesehatan, jejaring/
kemitraan, sosialisasi, advokasi,dan pengendalian PTM yang berbasis
pada pemberdayaan masyarakat, surveilans penyakit tidak menular, serta
deteksi dini.
1. Langkah Pertama
a. Kegiatan Fasilitator
1) Mengucapkan salam
2) Memperkenalkan diri dan meminta perkenalan peserta
latih
3) Menjajaki pengetahuan peserta tentang hubungannya
dengan materi yang akan disajikan.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Membalas salam
2) Peserta memperkenalkan diri
3) Menjawab pertanyaan dari fasilitator
4) Menyiapkan perlengkapan belajar
2. Langkah Ke-2
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator mengawali kegiatan pembelajaran dengan
ceramah tentang pokok bahasan kebijakan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk
bertanya.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih menyimak ceramah yang disampaikan
2) Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
fasilitator
3) Peserta mencatat hal-hal yang perlu.
3. Langkah ke-3
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator melanjutkan pembelajaran dengan ceramah
tentang pokok bahasan strategi Pengendalian Penyakit
Tidak Menular
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih memperhatikan dan menelaah ceramah yang
disampaikan
2) Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
fasilitator
3) Peserta mencatat hal-hal yang perlu.
4 .Langkah ke-4
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator membahas sesi ketiga ini/ pokok bahasan
ketiga dengan brainstorming, dengan cara meminta
peserta latih menuliskan pendapatnya dalam flipchart
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih ikut menyumbangkan pikiran/ pendapatnya
dalam curah pendapat
2) Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
fasilitator
3) Peserta mencatat hal-hal yang perlu.
4) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya
5. Langkah ke-5
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator mengakhiri sesi dengan menayangkan tujuan
khusus pembelajaran serta merta bertanya pada peserta
latih tentang jawaban tujuan khusus
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih menjawab pertanyaan fasilitator
2) Peserta mencatat hal-hal yang perlu.
POKOK BAHASAN 1
POKOK BAHASAN 2
Strategi Pengendalian PTM PTM
Berdasarkan kebijakan tersebut diatas perlu dikemukan strategi
pengendalian PTM sebagai berikut :
1. Memobilisasi dan memberdayakan masyarakat dalam
pengendalian faktor risiko PTM melalui program yang berbasis
masyarakat, seperti Posbindu PTM,
2. Meningkatkan akses yang berkualitas kepada masyarakat untuk
deteksi dini dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM,
3. Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan,
4. Meningkatkan tatalaksana PTM (kuratif-rehabilitatif) yang efektif
dan efisien,
5. Memperkuat jejaring kerja dan kemitraan pengendalian PTM,
6. Mengembangkan penelitian dan pengembangan kesehatan terkait
PTM,
7. Mengembangkan dan memperkuat sistem surveilans epidemiologi
faktor risiko PTM termasuk monitoring dan sistem informasi
khususnya melalui surveilans faktor risiko PTM berbasis
masyarakat dan registri PTM,
8. Meningkatkan dukungan dana yang efektif untuk pengendalian
PTM berdasarkan kebutuhan dan prioritas.
POKOK BAHASAN 3
VII. REFERENSI
VIII. LAMPIRAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
Upaya berhenti merokok merupakan perpaduan antara upaya kesehatan
masyarakat (UKM) yang berorientasi kepada upaya promotif dan preventif
dan upaya kesehatan perseorangan (UKP) sebagai bagian dari tatalaksana
dalam pengendalian konsumsi rokok. UKM dilakukan dengan melibatkan
masyarakat sebagai sasaran kegiatan, target perubahan, agen pengubah
sekaligus sebagai sumber daya. Dalam pelaksanaan UBM selanjutnya
dilakukan kegiatan konseling upaya berhenti merokok yang dilaksanakan di
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan jika tidak dapat
ditanggulangi akan dirujuk ke Rumah Sakit. Agar kegiatan konseling upaya
berhenti merokok dapat terselenggara dan terencana dengan baik serta
dapat dipantau dan dievaluasi hasilnya, maka perlu disusun manajemen
kegiatan ini yang meliputi perencanaan dan pembiayaan, penyelenggaraan,
pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan penilaian.
POKOK BAHASAN 1
Perencanaan Layanan Konseling Upaya Berhenti Merokok
Kegiatan layanan konseling upaya berhenti merokok (UBM) yang
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan pertama merupakan salah
satu cara dalam tatalaksana untuk berhenti merokok. Layanan
konseling ini merupakan membantu atau memfasilitasi klien yang
berkeinginan untuk berhenti merokok, sehingga klien akan termotivasi
untuk berhenti merokok.
Persiapan dalam penyelenggaraan kegiatan layanan konseling Upaya
Berhenti Merokok (UBM) adalah didahului dengan identifikasi sumber
daya yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
misalnya tenaga pelaksana, alat kesehatan yang diperlukan, tempat
pelaksanan konseling, pengaturan mekanisme kerja, serta sumber
pembiayaan.
Dalam penyelenggaraannya layanan konseling UBM memerlukan
persiapan sebagai berikut:
1. Pembentukan Tim Konseling
Kepala institusi kesehatan menerbitkan surat keputusan tentang
pembentukkan Tim Konseling yang bertanggung jawab dalam
pengelolahan layanan konseling upaya berhenti merokok.
Tim Layanan Konseling di Fasyankes Primer meliputi:
a. Dokter Umum
1) Bekerja di poli umum Puskesmas
2) Telah bekerja minimal 1 tahun
3) Bersedia menjadi konselor/ pelatih upaya berhenti
merokok.
b. Perawat/ non perawat (kesmas)
1) Bekerja di poli umum/ layanan konseling di
Puskesmas
2) Telah bekerja minimal 1 (satu) tahun
3) Bersedia menjadi konselor/ pelatih.
POKOK BAHASAN 2
Pembiayaan Layanan Konseling Upaya Berhenti Merokok
Biaya penyelenggaraan kegiatan layanan konseling UBM dapat berasal
dari berbagai sumber yaitu dapat berasal dari:
1. Pemerintah misalnya dalam bentuk APBN, APBD, BOK, Dana Desa,
pajak rokok daerah atau masuk dalam pembiayaan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN),
2. Swasta seperti CSR, dana kesehatan perusahaan, donor dan lain-
lain
3. Iuran warga, serta bantuan yang tidak mengikat lainnya.
Pada awal pelaksanaan mendapat stimulasi atau subsidi dari
pemerintah. Secara bertahap, diharapkan masyarakat mampu
membiayai penyelenggaraan kegiatan secara mandiri. Pihak swasta
dapat berpartisipasi dalam membina kegiatan konseling UBM di
masyarakat dalam bentuk dan mekanisme kemitraan yang sudah ada,
yaitu "CSR (Corporate Social responsibility
sosial perusahaan.
Puskesmas juga dapat memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan
yang potensial untuk mendukung dan memfasilitasi penyelenggaraan
kegiatanlayanan konseling UBM selaku pembina kesehatan di wilayah
kerjanya. Salah satunya melalui pemanfaatan Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) yang ada di Puskesmas melalui fasilitasi transportasi
petugas Puskesmas untuk melakukan pemantauan atau penilaian
terhadap klien saat pemantauan bulan ke 6, ke 9 dan ke 12. Disamping
itu Puskesmas juga dapat memanfaatkan dana BPJS (40% dana BPJS
di Puskesmas dialokasikan untuk kegiatan di luar kuratif) untuk
pemberian insentif petugas konseling. Puskesmas juga diharapkan
mampu melakukan advokasi ke pemerintah daerah, melalui Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota, untuk memanfaatkan dana pajak rokok
daerah dalam pelaksanaan layanan konseling UBM ini.
Pemerintah Daerah setempat memiliki kewajiban juga untuk menjaga
keberlangsungan kegiatan layanan konseling UBM agar dapat terus
berlangsung dengan dukungan kebijakan termasuk berbagai fasilitasi
lainnya.
POKOK BAHASAN 3
POKOK BAHASAN 4
Pemantauan dan Penilaian Layanan Konseling Upaya Berhenti
Merokok
Pemantauan bertujuan untuk mengetahui apakah kegiatan sudah
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, apakah hasil kegiatan sudah
sesuai dengan target yang diharapkan dan mengidentifikasi masalah dan
hambatan yang dihadapi, serta menentukan alternatif pemecahan masalah.
Penilaian dilakukan secara menyeluruh terhadap aspek masukan, proses,
keluaran atau output termasuk kontribusinya terhadap tujuan kegiatan.
Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat
perkembangan kegiatan layanan konseling UBM dalam
penyelenggaraannya, sehingga dapat dilakukan pembinaan.
Pemantauan dan penilaian dilakukan sebagai berikut:
1. Pelaksana pemantauan dan penilaian adalah petugas Puskesmas,
Dinkes Kabupaten/ Kota, Dinkes Provinsi dan Pusat,
2. Sasaran pemantauan dan penilaian adalah para petugas pelaksana,
3. Pemantauan kegiatan dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali dan
penilaian indikator dilakukan setiap 1 tahun sekali,
4. Hasil pemantauan dan penilaian ini dipergunakan sebagai bahan
penilaian kegiatan yang lalu dan sebagai bahan informasi besaran
masalah merokok di masyarakat serta tingkat perkembangan kinerja
kegiatan layanan konseling UBM disamping untuk bahan menyusun
perencanaan pengendalian PTM umumnya, dan secara khusus
pengendalian dampak konsumsi rokok terhadap kesehatan pada tahun
berikutnya,
5. Hasil pemantauan dan penilaian kegiatan Posbindu PTM
disosialisasikan kepada lintas program, lintas sektor terkait dan
masyarakat untuk mengambil langkah-langkah upaya tindak lanjut.
6. Pelaksanaan pemantauan dan penilaian hasil pelaksanaan Kegiatan
Posbindu PTM di masyarakat/ lembaga/ institusi, Provinsi maupun
Kabupaten/ Kota, dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut :
1. Obyektif dan profesional
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara
profesional berdasarkan analisis data yang lengkap dan akurat agar
menghasilkan penilaian secara obyektif dan masukan yang tepat
terhadap pelaksanaan kegiatan layanan konseling UBM.
2. Terbuka/ Transparan
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara terbuka/
transparan dan dilaporkan secara luas melalui berbagai media yang
ada agar masyarakat dapat mengakses dengan mudah tentang
informasi dan hasil kegiatan pemantauan dan penilaian Kegiatan
layanan konseling UBM.
3. Partisipatif
Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan penilaian dilakukan dengan
melibatkan secara aktif dan interaktif para pelaku layanan konseling
UBM.
4. Akuntabel
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian harus dapat
dipertanggungjawabkan secara internal maupun eksternal.
5. Tepat waktu
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian harus dilakukan sesuai
dengan waktu yang dijadwalkan.
6. Berkesinambungan.
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara
berkesinambungan agar dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik
bagi penyempurnaan kebijakan.
7. Berbasis indikator kinerja.
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan berdasarkan
kriteria kinerja, baik indikator masukan, proses, keluaran, manfaat
maupun dampak.
Pemantauan dan penilaian keberhasilan dari penyelenggaraan
kegiatan Posbindu PTM harus dilakukan dengan membandingkan
indikator yang telah ditetapkan sejak awal dan dibandingkan dengan
hasil pencapaiannya.
VII. REFERENSI
VIII. LAMPIRAN
MATERI INTI 1
KIE DAMPAK KONSUMSI ROKOK TERHADAP KESEHATAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
1. Langkah Pertama
a. Kegiatan Fasilitator
1) Mengucapkan salam
2) Memperkenalkan diri dan meminta perkenalan peserta latih
3) Menjajaki pengetahuan peserta tentang hubungannya
dengan materi yang akan disajikan .
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Membalas salam
2) Peserta memperkenalkan diri
3) Menjawab pertanyaan dari fasilitator
4) Menyiapkan perlengkapan belajar.
2. Langkah ke-2
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator mengawali kegiatan pembelajaran dengan
ceramah tentang pokok bahasan masalah kesehatan akibat
konsumsi rokok
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk
menanyakan hal-hal yang kurang jelas
3) Menjawab pertanyaan dari peserta.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih menyimak ceramah yang disampaikan
2) Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh fasilitator
3) Peserta mencatat hal-hal yang perlu.
3. Langkah ke-3
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator melanjutkan pembelajaran dengan ceramah
tentang pokok bahasan karakteristik asap rokok
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk
menanyakan hal-hal yang kurang jelas
3) Menjawab pertanyaan dari peserta.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih memperhatikan dan menelaah ceramah yang
disampaikan
2) Peserta ikut menyumbangkan pikiran/ gagasan/
pendapatnya dalam curah pendapat
3) Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh fasilitator
4) Peserta mencatat hal-hal yang perlu.
4. Langkah ke-4
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator mengakhiri sesi dengan menayangkan tujuan
khusus pembelajaran serta merta bertanya pada peserta
latih tentang jawaban tujuan khusus
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih menjawab pertanyaan fasilitator
2) Peserta mencatat hal-hal yang perlu.
Risiko Penyakit Pada Perokok Aktif Risiko Penyakit Pada Perokok Pasif
POKOK BAHASAN 3
Karakteristik Asap Rokok
Rokok dan produk tembakau yang dikonsumsi manusia umumnya
merupakan daun tanaman (Nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan
spesies lainnya) yang dibakar, dihisap, dihirup, dan dikunyah. Dalam daun
tembakau olahan terdapat 2.550 bahan kimia yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan, kerusakan paru, dan melemahnya stamina. Dan jika
satu batang rokok terkandung lebih dari 4.000 senyawa kimia, 400 zat
berbahaya, dan 43 zat penyebab kanker (karsinogenik).
Kandungan dalam sebatang rokok terdiri TAR zat penyebab kanker,
NIKOTIN zat dapat menimbulkan kecanduan (adiksi), dan CO salah satu
gas beracun yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam darah sehingga
menurunkan konsentrasi dan dapat menimbulkan penyakit berbahaya
lainnya.
Asap rokok orang lain (AROL) atau Second Hand Smoke/ Enviromental
Tobacco Smoke (SHS/ ETS) sangat berbahaya bagi bukan perokok atau
perokok pasif. Oleh karena AROL/ SHS merupakan campuran antara asap
dan partikel. Kematian akibat AROL/ SHS terutama pada kelompok rentan
yaitu anak-anak sebesar 31%, dan perempuan sebesar 64%. (WHO,2009).
Di Indonesia 92 juta warga Indonesia terpapar AROL, 43 juta merupakan
anak-anak, dan 11,4 juta anak usia 0-4 tahun (Riskesdas,2010).
VII. REFERENSI
1. Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Kementerian Kesehatan 2008, Pedoman Pengendalian Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK), Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak
menular;
3. Kementerian Kesehatan RI 2010, Rencana Program Nasional
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular 2010
2014;
4. Kementerian Kesehatan RI 2012, Peraturan Pemerintah RI Nomor
109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat
Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular;
5. Kementerian Kesehatan RI 2013, Pedoman Penyusunan Kurikulum
dan Modul Pelatihan Di Bidang Kesehatan, Badan PPSDM
Kesehatan, Pusdiklat Aparatur
6. Kementerian Kesehatan RI 2013, Standar Penyelenggaraan Pelatihan
Di Bidang Kesehatan, Badan PPSDM Kesehatan, Pusdiklat Aparatur;
7. Kementerian Kesehatan RI 2013, Petunjuk Teknis Upaya berhenti
Merokok Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular;
8. Ministry Of Health 2011, Prevention and Control of Non
Communicable Diseases in Indonesia;
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2011, Berhenti Merokok,
Pedoman Penatalaksanaan Untuk Dokter Di Indonesia.
VIII. LAMPIRAN
1. Lembar Kasus
2. Skenario Role Play
MATERI INTI 2
UPAYA BERHENTI MEROKOK
I. DESKRIPSI SINGKAT
Upaya berhenti merokok (UBM) merupakan program terstruktur dalam
rangka membantu seseorang untuk berhenti merokok. Untuk bisa
menjalankan UBM peserta pelatihan harus memahami apa manfaat
berhenti merokok sebagai informasi yang dapat disampaikan ke klien.
Selain itu harus memahami kendala klien yang ingin berhenti merokok
sebagai modal awal untuk memberikan intervensi dan informasi apa yang
dapat diberikan kepada klien.
POKOK BAHASAN 2
Kendala Upaya Berhenti Merokok
Hasil penelitian di dunia menunjukkan bahwa 70% perokok memiliki
keinginan untuk berhenti merokok, sebagian besar hanya berdasarkan
komitmen sendiri 5% (WHO,2008). Kendala utama berhenti merokok
dikelompokkan dalam 3 faktor utama yaitu: biologis, psikologis dan
lingkungan sebagai berikut:
Adiksi nikotin merupakan salah satu faktor kendala berhenti merokok dari
aspek biologis atau fisiologis. Nikotin menempati ranking pertama yang
menyebabkan kematian, adiksi, dan tingkat kesulitan untuk tidak
menggunakan lagi dibandingkan dengan 4 zat lain seperti kokain, morfin,
kafein dan alkohol. Adiksi nikotin dapat membuat klien kembali merokok
meskipun telah mengalami berbagai penyakit. Hal ini ditunjukkan oleh
terjadinya kekambuhan merokok pada 60% klien infark miokard, 50%
klien pasca laringektomi dan 50% klien pasca pneumonektomi yang
telah sembuh. Nikotin mempengaruhi perasaan, pikiran dan fungsi pada
tingkat seluler. Dalam waktu 4-10 detik setelah seorang perokok
menghisap sebatang rokok, nikotin pada asap rokok dapat mencapai
otak. Konsentrasi nikotin meningkat 10 kali lipat dalam sirkulasi arteri
sistemik setiap hisapan rokok. Saat seseorang menghisap asap rokok,
nikotin terekstraksi dari tembakau, terbawa masuk ke dalam sirkulasi
arteri dan sampai ke otak. Nikotin berdifusi cepat ke dalam jaringan otak
dan terikat dengan reseptor asetilkolin nikotinik (nAChRs) subtipe
dan melepaskan dopamin yang memberikan rasa nyaman. Perokok
Kadar nikotin akan turun dalam 2 jam sehingga kadar dopamin juga
turun dan akan terjadi gejala putus nikotin. Perokok akan ingin
mengulang rasa nyaman tersebut dengan kembali merokok.
POKOK BAHASAN 3
Langkah-Langkah Upaya Berhenti Merokok
1. Identifikasi awal
7. Pilihan terapi
Secara umum terapi berhenti merokok terdiri atas terapi
nonfarmakologi dan farmakologi. Terapi nonfarmakologi adalah
pendekatan tanpa pemberian obat sedangkan terapi farmakologi
adalah pemberian obat untuk membantu berhenti merokok.
a. Terapi nonfarmakologi
Beberapa terapi nonfarmakologi antara lain :
1) Self help (usaha sendiri)
2) Memberikan nasehat singkat (brief advice)
3) Konseling, baik konseling individu ataupun kelompok
4) Terapi perilaku
5) Terapi Pendukung/Supporting
a) Hipnoterapi
b) Akupuntur
c) Akupresur
b. Terapi farmakologi
b. Cara Penundaan
Dengan cara ini, anda menunda saat merokok pertama yang anda
hisap setiap harinya misalnya hari pertama merokok jam 7,
besoknya jam 9 dan jam berikutnya jam 11.00 sampai seterusnya
sampai anda tidak merokok sama sekali sehari penuh.
c. Cara Pengurangan
9. Tindak Lanjut
10.
VII. REFERENSI
1. Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Kementerian Kesehatan 2008, Pedoman Pengendalian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak menular;
3. Kementerian Kesehatan RI 2010, Rencana Program Nasional
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
2010 2014;
4. Kementerian Kesehatan RI 2012, Peraturan Pemerintah RI
Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang
Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular;
5. Kementerian Kesehatan RI 2013, Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 40 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian
Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan, Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak menular;
6. Kementerian Kesehatan RI 2013, Pedoman Penyusunan
Kurikulum dan Modul Pelatihan Di Bidang Kesehatan, Badan
PPSDM Kesehatan, Pusdiklat Aparatur;
7. Kementerian Kesehatan RI 2013, Standar Penyelenggara
Pelatihan Di Bidang Kesehatan, Badan PPSDM Kesehatan,
Pusdiklat Aparatur;
8. Kementerian Kesehatan RI 2013, Petunjuk Teknis Upaya
berhenti Merokok Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer,
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular;
9. Ministry Of Health 2011, Prevention and Control of Non
Communicable Diseases in Indonesia;
10.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2011, Berhenti Merokok,
Pedoman Penatalaksanaan Untuk Dokter Di Indonesia
VIII. LAMPIRAN
1. Lembar kasus
2. Format Status Klinis
MATERI INTI 3
PENGUKURAN FAKTOR RISIKO
PENYAKIT TIDAK MENULAR AKIBAT ROKOK
I. DESKRIPSI SINGKAT
Dalam melaksanakan pengendalian penyakit tidak menular diperlukan
cara pengukuran faktor risiko PTM pada seseorang yang benar sehingga
diperoleh informasi faktor risiko PTM yang dimilikinya. Cara pengukuran
tersebut diperoleh melalui wawancara dengan kuisoner dan pemeriksaan
serta pengukuran sederhana yang dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan, kemudian apabila didapatkan faktor risiko yang mengarah
kepada PTM akibat rokok disarankan agar melakukan konfirmasi lanjutan
berupa pemberian konseling kepada klien.
1. Langkah Pertama
a. Kegiatan Fasilitator
1) Mengucapkan salam
2) Memperkenalkan diri dan meminta perkenalan dengan
peserta latih
3) Menjajaki pengetahuan peserta tentang hubungannya
dengan materi yang akan disajikan
b.Kegiatan Peserta Latih
1) Membalas salam
2) Peserta memperkenalkan diri
3) Menjawab pertanyaan dari fasilitator
4) Menyiapkan perlengkapan belajar
2. Langkah Ke-2
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator mengawali kegiatan pembelajaran dengan
ceramah tentang pokok bahasan faktor risiko penyakit
tidak menular
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk
menanyakan hal-hal yang kurang jelas.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih menyimak ceramah yang disampaikan
2) Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
fasilitator
3) Peserta mencatat hal-hal yang perlu
3. Langkah ke-3
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator melanjutkan pembelajaran dengan ceramah
tentang pokok bahsan pengukuran faktor risiko
penyakit tidak menular
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk
bertanya.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih memperhatikan dan menelaah
ceramah yang disampaikan
2) Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
fasilitator
3) Peserta mencatat hal-hal yang perlu.
4. Langkah ke-4
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator membahas sesi ketiga ini/ pokok bahasan
ketiga dengan brainstorming, dengan cara meminta
peserta latih menuliskan pendapatnya dalam flipchart,
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk
bertanya.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih ikut menyumbangkan pikiran/
pendapatnya dalam curah pendapat,
2) Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
fasilitator,
3) Peserta mencatat hal-hal yang perlu.
5. Langkah ke-5
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator mengakhiri sesi dengan menayangkan
tujuan khusus pembelajaran serta merta bertanya pada
peserta latih tentang jawaban tujuan khusus
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk
bertanya.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih menjawab pertanyaan fasilitator
2) Peserta mencatat hal-hal yang perlu.
POKOK BAHASAN 2
d. Peak Flowmeter
Kelompok berisiko :
a) Usia pertengahan
b) Perokok, mantan perokok
c) Mempunyai gejala pernapasan (batuk, sesak).
d) Kelompok masyarakat yang bekerja di wilayah pertambangan
(batu bara, asbes), pabrik (asbes, baja, mesin, perkakas
logam, tekstil, kapas, semen dan bahan kimia) penggergajian
kayu, daerah pasca erupsi gunung berapi, daerah kebakaran
hutan, pekerja khusus (salon, cat, foto copy), polantas,
petugas penjaga pintu tol.
VII. REFERENSI
VIII. LAMPIRAN
1. Lembar Kasus
2. Simulasi
MATERI INTI 4
KONSELING UPAYA BERHENTI MEROKOK
I. DESKRIPSI SINGKAT
2. Proses Konseling
a. Menggunakan pendekatan yang menghormati semua klien.
b. Menganggap perilaku merokok merupakan masalah yang terus -
menerus.
c. Memberikan penatalaksanaan yang bersifat individual.
d. Memberikan penatalaksanaan yang bersifat multi dimensional
e. Tetap terbuka pada metode baru.
f. Menggunakan perspektif multikultural untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dari populasi klien yang berbeda.
g. Apabila konselor tidak tahu jawaban dari pertanyaan klien, maka
sebaiknya konselor mengatakan tidak tahu dan akan
memberitahukan jawaban tersebut pada pertemuan berikutnya.
3. Durasi Konseling
Proses konseling hendaknya dijalankan dengan durasi waktu 15-30
menit. Upayakan untuk selalu memulai konseling dengan mengulas
apa yang telah diperoleh pada sesi sebelumnya dan sejauh mana
keterampilan baru telah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Klien sebaiknya diberitahu bila waktu konseling akan habis. Proses
konseling yang optimal dilakukan minimal 6 kali pertemuan untuk
setiap klien. Jarak antara satu sesi dengan sesi lain idealnya 2
minggu.
POKOK BAHASAN 3
Tahap Perubahan Perilaku
Kesiapan untuk berubah dan dinamik dari tahap-tahap perubahan
dikembangkan oleh Prochaska, Norcross, dan Diclemente (1994).
Tahapan perubahan tersebut adalah precontemplation, contemplation,
preparation, action, maintenance, dan recycling dan relapse (lihat
gambar).
Konselor tidak hanya perlu untuk memahami tahap kesiapan, tapi harus
mengetahui bagaimana berespons secara tepat untuk memfasilitasi
individu bergerak ke sebuah tahap kesiapan yang lebih tinggi.
1. Tahap pra-perenungan (Precontemplation)
Pada tahap pertama, klien masih menyangkal atau belum menyadari
perlunya upaya berhenti merokok. Klien tidak mempunyai pikiran
untuk berhenti merokok, klien menggunakan penyangkalan sebagai
mekanisme pertahanan diri yang paling utama.
Precontemplation merupakan taraf kesiapan paling rendah untuk
berubah. Pada tahap ini, strategi paling baik adalah memberikan
informasi, membentuk trust, dan menjauhkan keraguan.
Tugas konselor menghadapi klien di tahap pra-perenungan:
a. Konselor dapat mendidik klien mengenai efek dari perilaku
merokok, efek adiksinikotin, bahaya yang berhubungan dengan
adiksi nikotin.
b. Konselor membangkitkan keinginan klien untuk sebuah gaya hidup
yang berbeda, mengidentifikasikan hambatan untuk kesembuhan,
dan membantu klien untuk mengidentifikasi cara untuk
memperkuat harga diri (self esteem),
c. Konselor melakukan pendekatan 5Rs untuk klien yang masih
menolak/ belum ingin berhenti merokok sebagai berikut:
Relevance: Diskusikan dampak rokok terhadap kesehatan sendiri
dan keluarga,
Risk: Diskusikan dampak negatif dari rokok
Rewards: Diskusikan keuntungan/ manfaat berhenti merokok dari
sisi kesehatan dan finansial,
Readblocks: Tanyakan tantangan yang dihadapi pada saat
berhenti merokok,
Repetition : Berikan perhatian, tanyakan status dan keluhan
secara terus menerus.
berhenti
Pada tahap ini, klien memutuskan untuk berubah. Klien tidak hanya
mengakui adanya masalah dan kebutuhan untuk melakukan
sesuatu akan masalahnya, tetapi ia juga memutuskan untuk
memulai berhenti merokok.
Tugas konselor menghadapi klien di tahap persiapan:
a. Membantu klien untuk melakukan upaya berhenti merokok
b. Mengidentifikasi hambatan yang ada
c. Membantu klien untuk merencanakan berhenti merokok.
4. Tahap Aksi (Action.)
POKOK BAHASAN 4
Teknik Konseling Berhenti Merokok
Teknik konseling merupakan taktik dan strategi melakukan konseling yang
berhasil.Konseling yang berhasil adalah klien yang mampu menerapkan
keputusan yang baik, mau melakukan keputusannya dengan tidak terpaksa,
merasa nyaman dan terjaga kerahasiaannya, merasa dihormati serta dalam
prosesnya sistematis. Pada prinsipnya teknik konseling diarahkan pada
setiap langkah konseling dengan memberikan pada klien
secara wajar.
1. Langkah-langkah Teknik Konseling Berhenti Merokok adalah
Pembukaan, memperkenalkan diri, bina rapor (membina hub. dengan
baik ex kalau ditanya klien menjawab dengan baik antara konselor dan
konselii, menanyakan identitas konselii/ klien).
Wawancara/ konseling inti (mendiskusikan masalah klien konselor)
mengidentifikasi apakah ada resistensi dan bagaimana mengatasi teknis
resistensi klien. Konseling terfokus sehingga tidak diperlukan psikoterapi.
Sesi konseling pertama klien dibagi dua (keluhan merokok dan keluhan
lain dengan faktor risiko rokok) sebagai berikut :
a. Bila klien datang dengan keluhan merokok/ingin berhenti merokok,
maka dilakukan evaluasi mengenai merokok, faktor pencetus merokok,
keinginan berhenti merokok dan alasan berhenti merokok.
1) Bila klien mau berhenti maka lakukan konseling dan tingkatkan
motivasi untuk berhenti merokok dengan menghitung keuntungan-
keuntungan berhenti merokok, dampak berhenti merokok terhadap
kesehatan. Konseling mengatasi faktor pencetus, dan mengatasi
masalah negatif yang berkaitan dengan merokok. Sesi konseling
dilakukan selama 30 menit dan selanjutnya dilakukan 2 (dua)
minggu sekali dengan durasi 20-30 menit setiap sesinya.
2) Bila klien belum mau berhenti (fase pra/ kontemplasi) maka
dilakukan konseling dengan mendiskusikan dampak rokok
terhadap kesehatan dan keluarga (diharapkan pertanyaan
terbuka). Konselor jangan memaksakan kehendak dan pendapat
kepada klien. Sesi konseling lebih banyak meminta pendapat dan
pandangan klien mengenai rokok dan masalahnya. Sesi konseling
dilakukan selama 20- 30 menit dan selanjutnya dilakukan 2 (dua)
minggu sekali sambil merencanakan konseling kepada keluarga
sebagai kelompok pendukung.
b. Bila klien datang dengan keluhan medik dan faktor risiko merokok,
lakukan evaluasi dan tatalaksana kondisi mediknya terlebih dahulu,
kemudian hubungkan kondisi mediknya dengan faktor risiko merokok.
Lakukan konseling mengenai dampak rokok terhadap kesehatan dan
hubungkan dengan kondisi medik tersebut. Selanjutnya dilakukan
evaluasi tentang motivasi upaya berhenti merokok dan jika klien mau
berhenti merokok lihat a.1 dan jika belum mau berhenti merokok lihat
a.2.
2. Wawancara Motivasional
Setelah dilakukan identifikasi tahap perilaku klien, konselor dapat
memberikan wawancara motivasional sesuai dengann tahap perilaku
klien tersebut (perilaku pada tahap Prakontemplasi, Kontemplasi,dan
Rumatan).
Dalam penerapan teknik konseling berhenti merokok dapat dilakukan
secara khusus membahas pentingnya berhenti merokok. Namun dapat
pula dilakukan secara terintegrasi dengan masalah lain yang berkaitan
dengan masalah berhenti merokok sebagai berikut :
a. Persiapan Konseling
1) Petugas berpenampilan bersih dan sopan
2) Menguasai materi
3) Bisa menjaga rahasia
4) Mengenal sosial budaya
b. Tempat
1) Tidak bising dan ramai
2) Tidak menjadi tempat lalu lalang orang
3) Aman dan nyaman
c. Etika Petugas
1) Empati
2) Menghormati klien
3) Tidak bergosip
d. Media Konseling
1) Bisaanya lembar balik dan bisa juga jenis media lainnya
2) Isi media konseling telah dikuasai oleh petugas
VII. REFERENSI
1. American Psychiatric Association.1994. Diagnostic and statistical
manual of mental disorders. 4 th.ed. Washington D.C: Author.175-
191;175-272;
2. Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik.1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III);
3. Departemen Kesehatan RI, 2010 Panduan Konseling Adiksi Bagi
Petugas Kesehatan;
4. Doweiko, Harold E,Concepts of Chemical Dependency (6th Ed.),
Brooks/Cole, CA 93950 USA, 20029;
5. Groth-Marnat, Gerry, 2003. Handbook of Psychological
Assesment. New York:Van Nostrand Reinhold Company.Inc. 638;
6. Kementerian Kesehatan RI 2013, Pedoman Penyusunan
Kurikulum dan Modul Pelatihan Di Bidang Kesehatan, Badan
PPSDM Kesehatan, Pusdiklat Aparatur;
7. Kementerian Kesehatan RI 2013, Standar Penyelenggara
Pelatihan Di Bidang Kesehatan, Badan PPSDM Kesehatan,
Pusdiklat Aparatur;
8. Marsh A, Dale A. Addiction Counselling. IP Communication.
Melbourne. 2006;
9. Meier,S.T. & Davis,S.R.2001.4th.ed. The Elements of Counseling.
United Kingdom: Brooks/Cole. Thomson Learning. 58-59);
10.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2011, Berhenti Merokok,
Pedoman Penatalaksanaan Untuk Dokter Di Indonesia.
11.Turning Point Alcohol and Drug Centre, Inc.2001. Training
Handbook. Stages of Change.Fitzroy Vic 3065;
12.Ivey, A.E.; Ivey, M.B.;Smeke-Morgan, L.1997. Counseling and
Psychotherapy. A Multicultural Perseptive. Boston: Allyn &
Bacon.50-88;380-403.
VIII. LAMPIRAN
1. Form Check list untuk observer
2. Kertas kasus
3. Skenario Role Play.
MATERI INTI 5
TINDAK LANJUT UPAYA BERHENTI MEROKOK
I. DESKRIPSI SINGKAT
Tindak lanjut atau follow up merupakan hal penting dan menentukan
keberhasilan jangka panjang dalam upaya berhenti merokok. Kunjungan klien
secara teratur merupakan hal yang penting dan berhubungan dengan tingkat
keberhasilan berhenti merokok. Klien dijadwalkan datang secara rutin untuk
menjalani konsultasi setiap 2 minggu. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
adalah menilai keberhasilan berhenti merokok, menilai kendala, menguatkan
motivasi, mencegah kambuh (relaps), menilai efek putus nikotin (withdrawal
effect), mengatasi gejala tersebut, dan penilaian parameter klinis seperti
pemeriksaan kadar CO udara pernapasan dengan menggunakan CO
Analyzer dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan menggunakan peak
flowmeter.
Berbeda dengan tahap awal, dimana seorang konselor lebih banyak menggali
informasi dari klien, maka pada tahap tindak lanjut seorang konselor lebih
banyak mendengarkan apa yang disampaikan oleh klien dan memberikan
saran dan motivasi agar keberhasilan berhenti merokok dapat tercapai.
Selain itu, seorang konselor mungkin menemukan kondisi khusus yang
memerlukan penanganan atau rujukan ke layanan kesehatan sekunder.
1. Langkah Pertama
a. Kegiatan Fasilitator
1) Mengucapkan salam,
2) Memperkenalkan diri dan meminta perkenalan dengan
peserta latih,
3) Menjajaki pengetahuan peserta tentang hubungannya
dengan materi yang akan disajikan.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Membalas salam ,
2) Peserta memperkenalkan diri,
3) Menjawab pertanyaan dari fasilitator,
4) Menyiapkan perlengkapan belajar.
2. Langkah ke-2
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator mengawali kegiatan pembelajaran dengan
ceramah tentang pokok bahasan penilaian tindak lanjut
upaya berhenti merokok,
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk
menanyakan hal-hal yang kurang jelas.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih menyimak ceramah yang disampaikan,
2) Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
fasilitator,
3) Peserta mencatat hal-hal yang perlu.
3. Langkah ke-3
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator melanjutkan pembelajaran dengan ceramah
tentang pokok bahasan penanganan efek putus nikotin,
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih memperhatikan dan menelaah ceramah yang
disampaikan,
2) Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
fasilitator,
3) Peserta mencatat hal-hal yang perlu.
4. Langkah ke-4
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator membahas sesi ketiga ini / pokok bahasan ketiga
dengan brainstorming, dengan cara meminta peserta latih
menuliskan pendapatnya dalam flipchart
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
b. Kegiatan Peserta
1) Peserta latih ikut menyumbangkan pikiran/ pendapatnya
dalam curah pendapat
2) Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
fasilitator
3) Peserta mencatat hal-hal yang perlu.
5. Langkah ke-5
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator mengakhiri sesi dengan menayangkan tujuan
khusus pembelajaran serta merta bertanya pada peserta
latih tentang jawaban tujuan khusus
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih menjawab pertanyaan fasilitator
2) Peserta mencatat hal-hal yang perlu.
6. Langkah ke-6
a. Kegiatan Fasilitator
1) Meminta peserta menanyakan hal-hal yang kurang jelas
sebelum menutup acara pembelajaran,
2) Meminta peserta untuk memberikan komentar tentang
proses belajar
3) Memberikan jawaban atas pertanyaan peserta (kalau ada),
4) Tutup acara pemberian sesi dengan ucapan penghargaan
atas waktu dan perhatian yang telah diberikan selama sesi
penyampaian materi berlangsung, serta permohonan maaf
jika terdapat sesuatu yang tidak berkenan.
b. Kegiatan Peserta
1) Mengajukan pertanyaan yang diminta narasumber sesuai
dengan kesempatan yang diberikan
2) Memberikan komentar tertulis tentang jalannya
penyampaian materi oleh narasumber dalam selembar
kertas
VI. URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1
Tindak Lanjut Upaya Berhenti Merokok
Setelah klien menjalani program upaua berhenti merokok (UBM),
diperlukan penilaian tindak lanjut upaya berhenti merokok. Tindak lanjut
ini sebaiknya dijadwalkan setiap 2 minggu. Pada setiap pertemuan
berikan klien dukungan untuk menjalankan prilaku hidup sehat
menggunakan dan mempraktekkan strategi dalam mengatasi masalah
(stres, sedih) dan menghindarkan diri dalam menggunakan rokok.
POKOK BAHASAN 2
Penanganan Efek Putus Nikotin (withdrawl effect)
Efek putus nikotin mulai dirasakan 4- 6 jam setelah lepas nikotin pada
seorang perokok reguler. Gejala ini mencapai puncak pada beberapa
hari pertama dan berlangsung 2-4 minggu selama berhenti merokok.
Penanganan withdrawal effect dapat dilihat pada lampiran. Kondisi
medik lain yang ditemukan dalam menjalani program berhenti merokok;
Ketika seseorang mulai berhenti merokok, kemungkinan terjadi
beberapa kondisi yang memerlukan tatalaksana khusus dan
memerlukan rujukan ke pelayanan kesehatan sekunder. Kondisi
tersebut antara lain :
Mual muntah yang berlebihan
Nyeri kepala yang tidak dapat diatasi dengan obat simptomatis
Depresi berat.
Gejala, Durasi, dan Penyebab Cara Mengatasi
Gejala : Batuk
Durasi : beberapa hari
Sarankan minum air dan makan permen.
Penyebab: Terdapat sekresi mukus
yang berlebihan
Sarankan meredakan ketegangan dengan
Gejala : Sakit Kepala
melakukan latihan pernapasan dalam
Durasi : 1-2 minggu
minum air, mandi, pergi untuk berjalan-
Penyebab : Kadar CO menurun dan
jalan ringan di udara segar, berbaring 15
kadar O2 meningkat
menit, berikan analgetik jika diperlukan.
Sarankan beberapa cara untuk bersantai
Gejala : Gangguan tidur
sebelum tidur seperti mengurangi
(Insomnia)
konsumsi kafein, minum secangkir susu
Durasi : 2-4 minggu
hangat rendah lemak dan atau teh,
Penyebab : Hilangnya stimulasi dari
mendengarkan musik, membaca di tempat
nikotin, selanjutnya kurang tidur, di
tidur, mandi dengan air hangat, letihan
siang hari merasa lelah, dan galau
relaksasi, dan disarankan tidur siang hari.
Disarankan untuk bersantai sebanyak
mungkin dengan melakukan hal-hal yang
Gejala : Emosi labil disukai dan membuat senang.
(marah,tegang) Melakukan aktifitas seperti olah raga,
Durasi : 2-4 minggu mendengarkan musik santai, menghindari
Penyebab : Hilangnya stimulasi dari stres, dan konsumsi kafein. Jika sedang
nikotin marah sarankan melakukan aktifitas
seperti berjalan-jalan, dan ambil napas
panjang.
Menyarankan istirahat sejenak dari
Gejala : Sulit berkonsentrasi
aktifitasnya, mengonsumsi makanan sehat
Durasi : Beberapa minggu
seperti buah-buahan dan sayuran segar,
Penyebab : Hilangnya stimulus dari
minum banyak air guna menjaga otak
nikotin
dehidrasi, dan olah raga.
Gejala : Nafsu makan meningkat
Durasi : Beberapa minggu
Penyebab : Hilangnya inhibisi nikotin Minum air, makanan cemilan rendah
dalam menekan nafsu makan, kalori, dan olah raga.
hilangnya indera pengecap kembali
berfungsi
Disarankan makan makanan kaya serat,
Gejala : Konstipasi
buah dan sayuran segar, minum 8 gelas
Durasi : Beberapa minggu
air sehari dan melakukan beberapa
Penyebab : Hilangnya stimulasi dari
latihan ringan untuk merangsang saluran
nikotin
cerna.
Gejala : Keinginan untuk merokok
Durasi :> 10 minggu Hindari situasi yang memicu keinginan
Penyebab : Penurunan kadar untuk merokok.
Dopamin
Penanganan Efek Putus Nikotin
Efek putus nikotin mulai dirasakan dalam 4-6 jam setelah lepas nikotin
pada seorang perokok regular. Gejala dapat mencapai puncak dalam
beberapa hari pertama dan bisaa berlangsung sampai 4 (empat)
minggu selama berhenti merokok. Pada kondisi ini seorang perokok
seringkali berusaha mempertahankan kadar nikotin serum minimal
untuk mencegah efek putus nikotin/ withdrawal effect yang terjadi dan
mempertahankan efek nyaman dari nikotin dengan merokok kembali.
Beberapa withdrawl effect yang mungkin terjadi pada klien dapat
dibantu penanganannya sebagai berikut:
POKOK BAHASAN 3
Rujukan Upaya Berhenti Merokok
Upaya berhenti merokok di pelayanan kesehatan sekunder
diperlukan pada kondisi perokok dengan tingkat ketergantungan
nikotin yang sedang sampai berat, perokok dengan komorbid atau
komplikasi penyakit yang berat atau perokok yang gagal berhenti
merokok di pelayanan kesehatan primer. Upaya berhenti merokok
(UBM) di pelayanan kesehatan sekunder umumya dengan
pendekatan multi disiplin dan tenaga spesialis. Sistem rujukan dalam
hal ini sangat diperlukan pada program upaya berhenti merokok.
a. Rujukan medis
Rujukan medis adalah rujukan terkait masalah penyakit
(diagnosis, tatalaksana), pengetahuan (khususnya masalah
SDM) dan rujukan sampel medis.
b. Rujukan kesehatan perorangan
VII. REFERENSI
1. Kementerian Kesehatan 2008, Pedoman Pengendalian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak menular;
2. Kementerian Kesehatan RI 2010, Rencana Program
Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak
Menular 2010 2014;
3. Kementerian Kesehatan RI 2012, Peraturan Pemerintah RI
Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang
Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak
Menular;
4. Kementerian Kesehatan RI 2013, Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 40 Tahun 2013 tentang Peta Jalan
Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan,
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak menular;
5. Kementerian Kesehatan RI 2013, Pedoman Penyusunan
Kurikulum dan Modul Pelatihan Di Bidang Kesehatan,
Badan PPSDM Kesehatan, Pusdiklat Aparatur
6. Kementerian Kesehatan RI 2013, Standar Penyelenggara
Pelatihan Di Bidang Kesehatan, Badan PPSDM Kesehatan,
Pusdiklat Aparatur;
7. Kementerian Kesehatan RI 2013, Petunjuk Teknis Upaya
Berhenti Merokok Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer, Direktorat Pengandalian Penyakit Tidak Menular;
8. Ministry Of Health 2011, Prevention and Control of Non
Communicable Diseases in Indonesia;
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2011, Berhenti
Merokok, Pedoman Penatalaksanaan Untuk Dokter Di
Indonesia.
VIII. LAMPIRAN
1. Lembar kasus
2. Latihan mengisi Form. rujukan
.
MATERI INTI 6
PENCATATAN DAN PELAPORAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
Dalam menunjang upaya pengendalian penyakit tidak menular
diperlukan pendekatan surveilans epidemiologi kesehatan yang
mencakup surveilans epidemiologi faktor risiko, registri penyakit, dan
surveilans kematian. Faktor risiko penyakit tidak menular meliputi
merokok, diet tidak seimbang, kurang aktivitas fisik, dan konsumsi
alkohol. Layanan konseling upaya berhenti merokok merupakan salah
satu bentuk kegiatan pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan di
pelayanan kesehatan primer. Pelaksanaan layanan konseling tersebut
perlu pencatatan dan pelaporan sebagai salah satu upaya tertib
administrasi kegiatan. Pencatatan dan pelaporan ini dapat dijadikan
sebagai bahan analisa dan perbaikan untuk kegiatan saat ini dan yang
akan datang, sehingga dapat terselenggara dengan optimal, baik, dan
terukur.
Surveilans faktor risiko dapat dilakukan secara berjenjang mulai dari
kegiatan UKBM (Posbindu PTM), fasilitas pelayanan kesehatan primer,
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan pusat
secara manual maupun dengan teknologi informatika berupa sms, gate
way, dan web portal PPTM.
4. Langkahke- 4
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator membahas sesi ketiga dengan pokok
bahasan mekanisme pelaporan hasil konseling
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk
menanyakan hal-hal yang kurang jelas,
3) Menjawab pertanyaan yang diajukan peserta.
5. Langkah ke-5
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator mengakhiri sesi dengan menanyakan tujuan
khusus pembelajaran serta bertanya pada peserta latih
tentang jawaban tujuan khusus,
2) Meminta peserta menanyakan hal-hal yang kurang
jelas sebelum menutup acara pembelajaran,
3) Meminta peserta untuk memberikan komentar tentang
proses belajar,
4) Penutupan acara pemberian sesi ini dengan ucapan
penghargaan atas waktu dan perhatian yang telah
diberikan selama sesi penyampaian materi
berlangsung, serta permohonan maaf jika terdapat
sesuatu yang tidak berkenan.
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Mengajukan pertanyaan yang diminta fasilitator sesuai
dengan kesempatan yang diberikan,
2) Memberikan komentar tertulis tentang jalannya
penyampaian materi oleh fasilitator dalam selembar
kertas.
VI. URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1
Pencatatan dan Pelaporan Konseling
1. Pengertian Pencatatan dan Pelaporan
a. Pengertian Pencatatan
Pencatatan adalah kegiatan atau proses pendokumentasian suatu
kegiatan/ aktivitas dalam bentuk tulisan.
1) Bentuk catatan dapat berupa :
a) Tulisan
b) Grafik
c) Gambar
d) Suara
2) Kriteria Pencatatan adalah :
a) Sistematis, jelas, dan respon kepada klien
b) Ditulis dengan baik
c) Tepat waktu
d) Mencantumkan nama jelas dan tanda tangan setelah
melakukan pencatatan.
3) Manfaat Pencatatan adalah :
a) Sebagai Bukti Kegiatan
b) Memberikan Informasi Tentang Kegiatan
c) Sebagai Pertanggungjawaban
d) Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi
e) Sebagai Alat Komunikasi
f) Bahan Pembuat Laporan
g) Bukti Hukum
b. Pengertian Pelaporan
Pelaporan adalah Catatan yang memberikan data dan informasi
tentang kegiatan tertentu hasilnya disampaikan ke pihak yang
berwenang atau berkaitan dengan kegiatan tersebut.
POKOK BAHASAN 2
Mekanisme Pelaporan Tingkat Puskesmas
Laporan dari Puskesmas pembantu dan klinik upaya berhenti merokok
disampaikan ke pelaksana kegiatan pengelola PPTM di Puskesmas
Pengelola merekapitulasi yang dicatat baik di dalam maupun di luar
gedung serta laporan yang diterima dari Puskesmas pembantu dan klinik
upaya berhenti merokok. Hasil rekapitulasi pelaksanaan kegiatan
dimasukkan ke formulir laporan telah ditentukan sebanyak dua rangkap,
Hasil rekapitulasi pelaksanaan kegiatan diolah dan dimanfaatkan untuk
tindak lanjut yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja kegiatan.
Tingkat Kabupaten/ Kota
Laporan menggunakan Format yang ditetapkan oleh Kemenkes RI dari
Puskesmas yang diterima Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota disampaikan
kepada pelaksana pengelola program PPTM. Hasil rekapitulasi dikoreksi,
diolah, serta dimanfaatkan sebagai bahan untuk umpan balik, bimbingan
teknis ke Puskesmas dan tindak lanjut untuk meningkat kinerja program.
Hasil rekapitulasi data setiap 3 bulan dibuat untuk dikirimkan ke Dinas
Kesehatan Provinsi dan Direktorat PPTM Kemenkes.
Tingkat Provinsi
Laporan mempergunakan formulir sama dengan Kabupaten/ Kota. Laporan
dari dinkes Kabupaten/ Kota, diterima oleh Dinas Kesehatan Provinsi dalam
bentuk formulir dikompilasi/ direkapitulasi. Hasil rekapitulasi disampaikan ke
pengelola program PPTM Provinsi untuk diolah dan dimanfaatkan serta
dilakukan tindak lanjut, bimbingan dan pengendalian.
Alur Pelaporan
VII. REFERENSI
1) Kementerian Kesehatan RI 2010, Rencana Program Nasional
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular 2010 2014;
2) Kementerian Kesehatan RI 2013, Pedoman Penyusunan Kurikulum dan
Modul Pelatihan Di Bidang Kesehatan, Badan PPSDM Kesehatan,
Pusdiklat Aparatur;
3) Kementerian Kesehatan RI 2013, Standar Penyelenggara Pelatihan Di
Bidang Kesehatan, Badan PPSDM Kesehatan, Pusdiklat Aparatur;
4) Kementerian kesehatan RI 2013, Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 40 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak
Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan;
5) Kementerian Kesehatan RI 2012, Peraturan Pemerintah RI Nomor 109
Tahun tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif
Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan;
6) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentangKesehatan.
VIII. LAMPIRAN
1) Lembar kasus
2) Latihan mengisi form pencatatan dan pelaporan
Lampiran 1
Skenario
Untuk latihan ketrampilan melakukan KIE dampak konsumsi rokok bagi kesehatan
berikut ini, peserta latih akan diminta memainkan peran dalam kelompok. Peserta
dalam 1 kelas dibagi 3 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 10 -15
peserta.
PERMAINAN PERAN 1
Arahan
Peserta latih diminta menerapkan materi Dampak Konsumsi Rokok bagi Kesehatan.
Peserta diminta untuk bermain peran sebagai Konselor, Klien, dan keluarga klien.
Peserta latih yang lain akan melakukan pengamatan (observer) terhadap permainan
peran dan melaporkannya dalam diskusi kelompok.
Situasi 1
Pemeran: Tn. Alfian dan istri, Konselor.
Tn. Alfian, 40 tahun, adalah pasien asma. Sejak sebulan yang lalu, asmanya
kambuh berupa gejala batuk dan sesak. Pasien mempunyai riwayat merokok
selama 25 tahun, jumlah rokok yang dihisap 10 20 batang sehari. Klien sulit
menghentikan kebisaaan merokok meski sudah didiagnosis asma pada usia 20
tahun. Saat ini, Tn Alfian datang ke fasilitas kesehatan untuk kontrol asmanya
dan konsultasi berhenti merokok.
Apa yang akan disampaikan oleh Konselor ?
Apa yang anda sampaikan selanjutnya mengenai KIE?
Situasi 2
Pemeran: Calon suami-istri dan Konselor di Puskesmas.
Setiap Selasa dan Kamis, Puskesmas Permata Hijau Kecamatan Senggolan
memberikan layanan konseling upaya berhenti merokok. Layanan konseling ini
diberikan kepada bagi klien perokok maupun keluarga atau pengantarnya.
Adaseorang perempuan yang hendak menikah datang ke Puskesmas untuk
mengantar calon suaminya yang berkeinginan berhenti merokok,
Apa yang akan disampaikan oleh Konselor ?
Apa yang anda sampaikan selanjutnya mengenai KIE?
Situasi 3
Pemeran : Tn Zet bersama keluarga dan anaknya, Konselor
Seorang klien bernama tn. Zet berusia 52 th, datang bersama keluarga dan
anaknya seorang mahasiswa di Universitas ternama yang ada di kota Jakarta.
Anaknya berkeinginan untuk berhenti merokok karena sudah merokok sejak lama
kurang lebih 10 tahun yang lalu.
Apa saja yang ingin disampaikan dalam KIE tersebut ?
Lampiran 2
IDENTITAS
Nama : .................................................... L/P
Tanggal : ...................................................
No. RM
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan
Status Pernikahan Jumlah anak : ........... orang
No. Telp. / HP.
Topik Uraian
I. Identifikasi awal TANYAKAN
status merokok, profil perokok
a. Usia mulai merokok BB : ............... kg TB : ........... cm,
b. Alasan mulai merokok IMT : ..........
c. Lama merokok (tahun) TD : ......... mmHg
d. Jumlah rokok/ hari/ tahun
e. Adakah anggota keluarga Skor Fagerstorm : ..........
yang merokok Kadar CO udara pernapasan..... ppm
f. Tingkat adiksi (fagerstroom) Nilai APE : ............. ml
g. Kadar CO udara ekspirasi
h. Mengukur arus puncak Tes Nikotinin urin : + /-
ekspirasi dengan Peak
Flowmeter.
II. Riwayat berhenti merokok TANYAKAN
sebelumnya
a. Jumlah usaha berhenti
b. Kapan usaha terakhir
c. Jumlah hari bebas rokok
d. Metode berhenti yg digunakan
e. Masalah yang dihadapi
f. Alasan mulai merokok kembali
III. Tingkat Perilaku TELAAH
a. Tingkat kesiapan Sedang memutuskan/ kebulatan niat/
(lingkari jawaban) persiapan/ aksi/ pemeliharaan
b. Tingkat motivasi
(0 = tidak termotivasi; 10 = sangat
termotivasi)
c. Alasan ingin berhenti
Skor Fagerstrom:
0-3 ketergantungan rendah
4-6 ketergantungan sedang
7-10 Ketergantungan tinggi
Lampiran 3
Skenario Klinik
Tn. R, 25 tahun, merokok selama 8 tahun, datang dengan keluarga
Pertama kali merokok karena diajak teman dan supaya bisa masuk dalam
kelompok temannya. Saat merokok pasien merasa lebih nyaman, dapat
konsentrasi dan dapat beraktivitas lebih segar. Saat ini pasien ingin berhenti
merokok tetapi menurut pasien halter sebut sulit karena pasien berpikir bila
berhenti merokok akan timbul hal-hal yang tidak menyenangkan.
Tugas:
Setelah membaca skenario, lakukan wawancara lebih lanjut mengenai
ketergantungan nikotin pasien
Wawancara pasien untuk mendapatkan gejala withdrawal dan keluhan
lainnya
Jelaskan dan nilai kesiapan pasien untuk berhenti
Nilai dukungan sosial
Lakukan konseling dan peningkatan motivasi
Menjelaskan tatalaksana
Kasus 1
Pasien Tn R, 45 tahun, datang dengan keluhan mulai merokok kembali setelah
6 bulan berhenti merokok. Sejak 1 bulan ini pasien mulai merokok 1 bungkus
per hari. Pasien mulai merokok kembali karena merasa stress akan masalah
keluarga dan pekerjaannya, yang muncul bertubi-tubi dan makin bertambah.
Pasien merasa sedih dan saat pasien merokok, pasien merasa nyaman dan
lebih tenang.
Saat ini pasien ingin berhenti kembali dan sudah siap melakukan proses terapi
berhenti merokok, tetapi pasien masih ragu, apakah dirinya mampu berhenti
merokok seperti sebelumnya. Pasien juga takut tidak bisa mengatasi masalah-
masalahnya bila berhenti merokok.
Pertanyaan:
Saat ini pasien dalam fase/ tahap apa? Dan apa yang akan dilakukan?
Saat ini pasien ada dalam tahap kontemplasi, dimana pasien masih ragu
apakah masih bisa berhenti seperti sebelumnya?
Yang dilakukan adalah 5 R untuk menormalisasi ambivalensinya
Evaluasi masalah-masalahnya yang mungkin menjadi faktor2 berisiko tinggi
kekambuhan pasien
Evaluasi motivasi klien motivasi : 5
Pakai pendekatan motivasi untuk meningkatkan motivasi pasien (MET)
Bila klien sudah siap, pada pertemuan berikutnya tentukan tanggal berhenti,
metode berhenti merokok yang dipilih
Follow up lanjutan
Kasus 2
Ps. Tn A, 18 tahun, datang ke Klinik Berhenti Merokok dengan dibawa orang tuanya.
Pasien sudah merokok sejak 2 tahun yang lalu, sekitar ½ - 1 bungkus perhari. Selalu
minta uang pada orang tuanya, bila tidak diberikan pasien akan mengamuk, marah,
melempar barang, berkata-kata kotor dan kasar pada orang tuanya. Setelah
mendapatkan uang, pasien tetap terlihat emosi, kesal, dan kurang sopan kepada
orang tuanya terutama ibunya.
Hal ini sebenarnya sudah terlihat sejak pasien SD, pasien terlihat kurang hormat dan
tidak sopan pada orang tuanya. Tetapi awalnya pasien masih dapat diberitahu orang
tuanya.
Karena kelakuan pasien, Ayah pasien sering menghukum pasien dan mengusir
pasien, tetapi ibu pasien masih cukup sabar walaupun menjadi sasaran kemarahan
pasien. Orang tua pasien sudah sering dipanggil kesekolah karena perilaku pasien
yang tidak sopan, kasar, dan mudah emosi.
Mulai merokok sendiri, sedikit lebih tenang saat merokok, tetapi tetap negatif
terhadap orang tuanya
Dari wawancara dan pemeriksaan, terlihat pasien tidak tenang, gelisah, bicara kasar
pada ibunya, Mood disforik, dan mudah marah, tiba-tiba pasien pergi dari ruang
periksa dan berteriak marah. Tidak ada halusinasi, tidak ada waham.
Sambil menunggu, bila ibu pasien masih ada, lakukan wawancara dengan ibu
pasien.
Bila pasien kembali ke ruangan, apa yang akan dilakukan?
Kasus 3
Nn. N, 28 tahun, datang ke klinik dengan keinginan yang besar untuk berhenti
merokok Keinginan tersebut sudah ada sejak 1 minggu yang lalu, karena 3 bulan
lagi pasien akan menikah. Riwayat merokok sebelumnya, Pasien merokok sejak
5 tahun yang lalu saat mulai bekerja. Awalnya hanya 3 batang saat makan siang
dan saat stress pekerjaan, tetapi kemudian makin bertambah hingga saat ini 6-7
batang per hari. Pasien tidak menghisap dalam dan rokoknya pun hanya rokok
putih.
Saat ini pasien siap melakukan terapi tahap preparasi dan aksi
Apa yang dilakukan saat tahap preparasi-aksi?
Tetapkan tanggal (dalam 1 minggu kedepan)
Beritahu keluarga dan teman akan keinginan berhenti merokok dan minta
dukungan
Antisipasi berbagai kendala, misalnya gejala withdrawal dan antispasi untuk
mengatasinya
Jauhkan rokok dari lingkungan
Berikan pilihan terapi yang mungkin dilakukan pasien sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan pasien
Evaluasi pada minggu pertama setelah ia berhenti
Penuntun Belajar
Penuntun belajar yang terdapat di dalam panduan peserta ini dirancang untuk
menolong peserta mempelajari ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan untuk
menatalaksana pasien dengan gangguan pernapasan. Penuntun belajar ini
bermaksud untuk membantu peserta mempelajari aspek-aspek pokok tatalaksana
sesuai dengan ruang lingkup pelatihan.
Dalam pembelajaran, keterampilan akan diberikan melalui demonstrasi (peraga/
video/ gambar) yang dilanjutkan dengan latihan oleh masing-masing peserta di
bawah bimbingan tutor/ fasilitator. Setelah itu dilanjutkan dengan penilaian
menggunakan daftar tilik.
LEMBAR PENUGASAN
Pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi dengan Peak Flow Rate Meter
Daftar tilik ini digunakan oleh peserta latih untuk mengetahui tingkat keterampilan
peserta dalam melakukan praktek pemeriksaan fungsi paru sederhana. Serta untuk
memastikan bahwa langkah-langkah yang harus dipahami oleh peserta latih dalam
penggunaan alat pemeriksaan fungsi paru tidak terlewat.
Beri nilai kinerja setiap langkah yang diamati dengan menggunakan skala nilai
berikut ini:
Tidak dikerjakan
Mengerjakan Tetapi Perlu Perbaikan: Langkah atau tugas dikerjakan tetapi
kurang tepat/ tidak sesuai urutan
Mampu Mengerjakan: Langkah atau tugas dikerjakan dengan benar dan urutan
yang benar
150 449 462 491 515 532 539 538 524 497 456 399 325 233
152 463 475 505 529 545 553 551 537 511 469 413 338 246
154 476 489 518 542 559 566 564 550 524 483 426 352 259
156 489 502 532 556 572 580 578 564 537 496 440 365 273
158 503 515 545 569 585 593 591 577 551 509 453 379 286
160 516 529 559 582 599 607 604 590 564 523 466 392 299
162 529 542 572 596 612 620 618 604 577 536 480 406 313
164 543 556 585 609 625 634 631 617 591 550 493 419 326
166 556 569 599 622 639 647 644 631 604 563 506 433 340
168 569 583 612 636 652 660 658 644 617 577 520 446 353
170 583 596 625 649 665 674 671 658 631 590 533 459 367
172 596 610 639 662 679 687 685 671 644 604 547 473 380
Nilai APE yang normal pada perempuan (liter / menit)
150 376 382 394 401 404 403 397 387 373 353 330 302 271
152 385 391 402 410 413 411 406 395 381 362 338 311 279
154 393 399 410 419 421 419 414 404 389 370 347 319 287
156 401 407 419 426 429 428 422 412 398 379 355 328 396
158 410 416 427 434 437 436 431 421 406 387 364 336 304
160 418 424 436 443 446 445 439 429 414 395 372 344 313
162 427 433 444 451 454 453 447 437 422 404 380 353 321
164 435 441 452 460 463 461 455 446 431 412 389 361 329
166 443 449 461 468 471 470 464 454 439 421 397 370 338
168 452 457 469 476 479 478 472 462 448 429 406 378 346
170 460 466 478 485 488 487 481 470 456 437 414 386 355
172 469 474 486 493 496 495 489 479 464 446 422 395 363
LEMBAR PENUGASAN
Studi Kasus
Arahan
Baca dan lakukan analisa terhadap studi kasus secara perorangan. Bila yang lain
dalam kelompok sudah selesai membaca, jawab pertanyaan dari studi kasus.
Gunakan langkah dalam pengambilan keputusan klinik pada saat memberikan
jawaban. Kelompok yang lain dalam ruangan bekerja dengan kasus yang sama atau
serupa. Setelah semua kelompok selesai, dilanjutkan dengan pemaparan dan
diskusi tentang studi kasus yang dikerjakan oleh masing-masing kelompok.
LEMBAR PENUGASAN PENGUKURAN KADAR CO PERNAPASAN
Penuntun Belajar
Penuntun belajar yang terdapat di dalam panduan peserta ini dirancang untuk
menolong peserta mempelajari ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan untuk
menatalaksana pasien dengan gangguan pernapasan. Penuntun belajar ini
bermaksud untuk membantu peserta mempelajari aspek-aspek pokok tatalaksana
sesuai dengan ruang lingkup pelatihan.
Dalam pembelajaran, keterampilan akan diberikan melalui demonstrasi (peraga/
video/ gambar) yang dilanjutkan dengan latihan oleh masing-masing peserta di
bawah bimbingan tutor/ fasilitator. Setelah itu dilanjutkan dengan penilaian
menggunakan daftar tilik.
LEMBAR PENUGASAN
Untuk latihan keterampilan pengukuran faktor risiko penyakit tidak menular akibat
rokok berupa pengukuran arus puncak ekspirasi dan kadar CO pernapasan, peserta
dibagi dalam 3 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 10 -15 peserta.
Setiap kelompok mendapatkan 1 unit Peak Flowmeter dan 1 unit CO analyzer.
Peserta juga mendapat lembar panduan dan daftar tilik pengukuran.
Simulasi Kasus
Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi dan Kadar CO Pernapasan
Arahan
Peserta diminta melakukan pengukuran Arus Puncak Ekspirasi dan Kadar CO
Pernapasan berdasarkan contoh kasus berikut ini. Peserta yang lain akan
melakukan pengamatan (observer) terhadap praktik pengukuran beserta analisis
hasil pengukuran dan melaporkannya dalam diskusi kelompok.
Kasus 1
Pemeran : Tn. Alfian dan istri, Dokter Puskesmas
Tn. Alfian, 40 tahun, adalah pasien asma. Sejak sebulan yang lalu, asmanya
kambuh berupa gejala batuk dan sesak. Pasien mempunyai riwayat merokok
selama 25 tahun, jumlah rokok yang dihisap 10 - 20 batang sehari. Klien sulit
menghentikan kebisaaan merokok meski sudah di diagnosis asma pada usia 20
tahun. Saat ini, Tn Alfian datang ke Puskesmas untuk kontrol asmanya dan
konsultasi berhenti merokok.
Lakukan pengukuran Arus Puncak Ekspirasi dan Kadar CO pernapasan pada
pasien tersebut?
Bagaimana analisis hasil pengukuran?
Kasus 2
Pemeran : Agus bersama kakaknya, Tenaga Kesehatan
Seorang mahasiswa bernama Agus berusia 25 tahun, datang bersama kakaknya
untuk berobat karena sejak 1 bulan terakhir sakit batuk tidak sembuh-sembuh. Dari
pemeriksaan dahak 3x, didapatkan hasil yang normal. Dokter menyarankan agar
Agus mengikuti program berhenti merokok. Agus merokok selama kurang lebih 10
tahun yang dengan jumlah rokok 1 - 2 bungkus/ hari. Ini adalah kunjungan pertama
Agus ke Puskesmas untuk mengikuti program berhenti merokok.
Lakukan pengukuran Arus Puncak Ekspirasi dan Kadar CO pernapasan pada
pasien tersebut?
Bagaimana analisis hasil pengukuran?
Lampiran 5
Kasus Kertas/ Studi Kasus
Materi Tindak Lanjut Upaya Berhenti Merokok
Kasus 1
Seorang laki-laki 50 th, Perokok berat sejak 20 th yang lalu, 1 bungkus sehari.
Sudah menjalani UBM di Puskesmas sejak 2 minggu yang lalu. Saat ini kontrol ke
Puskesmas.
Pertanyaan :
Apa saja yang dinilai saat pertemuan ke dua ini ?
Kasus 2
Tn. B , 29 tahun, Perokok yang sudah menjalani program berhenti merokok
dalam waktu 4 minggu. Saat pertemuan minggu ke-4, yang bersangkutan belum
bisa berhenti merokok sama sekali. Saat konsultasi yang bersangkutan
menyatakan sulit meninggalkan keinginan merokoknya.
Pertanyaan :
Apa yang anda lakukan ?
Apa kendala berhenti merokok pd klien ?
Bagaimana pedekatan anda untuk membantu berhenti merokok ?
Kasus 3
Ny. S , 37 tahun, Perokok yang sudah menjalani program berhenti merokok
dalam waktu 4 minggu. Saat pertemuan minggu ke-4, yang bersangkutan baru
bisa mengurangi jumlah rokok dari 12 batang menjadi 6 batang. Saat konsultasi
yang bersangkutan menyatakan bahwa merasa sulit berhenti merokok karena
menjadi tidak nyaman, sulit tidur, mudah marah.
Pertanyaan :
Apa kendala berhenti merokok pd klien ?
Upaya apa yang bisa anda sarankan ?
Bagaimana cara memberikan saran ?
Kasus 4
Tn. K , 43 tahun, Perokok yang sudah menjalani program berhenti merokok
dalam waktu 8 minggu. Saat pertemuan minggu ke-8, yang bersangkutan sudah
bisa berhenti merokok secara total.
Pertanyaan :
Apa yang anda lakukan saat pertemuan minggu ke-8 ?
Apa yang bisa disampaikan untuk mencegah relaps ?
Kasus 5
Kasus 6
Laki-laki, 37 th, sdh menjalani program UBM selama 8 minggu dan belum
berhasil berhenti merokok. Pasien mengalami keluhan depresi yang
membuat sulit untuk berhenti merokok
Pertanyaan :
Apakah kasus ini perlu di rujuk ?
Kalau perlu, rujukan apa sifatnya
Isi formulir rujukan
Kasus 7
Perempuan 45 th, perokok berat, 2 bungkus perhari, sdh menjalani
konsultasi berhenti merokok di UBM di Puskesmas pada akhir program bulan
ke 3 yang bersangkutan masih belum berhasil berhenti merokok.
Pertanyaan :
Apa perlu di rujuk ?
Apa tujuan untuk rujukan
Isi formulir rujukan.
SOAL PRE & POST TEST
PELATIHAN KONSELING UPAYA BERHENTI MEROKOK
PADA ANAK USIA SEKOLAH
TAHUN 2016
Petunjuk : Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling benar
1. Dasar hukum konseling upaya berhenti merokok pada anak usia sekolah bagi tenaga
kesehatan dan guru, adalah peraturan perundang-undangan di bawah ini, kecuali :
19. Parameter kesehatan yang diukur pada pelaksanaan konseling uapaya berhenti
merokok di sekolah adalah :
a. Berat Badan d. Kadar CO pernapasan
b. Tekanan Darah e. Semua benar
c. Arus Puncak Ekspirasi
20. Hasil konseling upaya berhenti merokok di sekolah, dicatat dan dilaporkan secara
bertahap. Yang pertama kali melakukan pelaporan adalah :
a. Guru d. Petugas Puskesmas
b. Kepala sekolah e. Tim konselor berhenti merokok di
c. Petugas UKS sekolah