Anda di halaman 1dari 17

a.

Kegiatan Pembelajaran ke 1
1) Perspektif Manajemen Laba
2) Tujuan Materi Pembelajaran
a. Mahasiswa diharapkan memahami sisi positif perbedaan pandangan dan pemahaman
terhadap manajemen laba
b. Mahasiswa diharapkan memahami manajemen laba merupakan upaya manajerial
untuk mempermainkan informasi dalam laporan keuangan
c. Mahasiswa diharapkan memahami manajemen laba mencerminkan perilaku seorang
manajer perusahaan
3) Materi Pembelajaran
Permasalahan serius yang dihadapi praktisi, akademisi akuntansi dan keuangan selama
beberapa dekade terakhir ini adalah manajemen laba. Alasannya,
Pertama manajemen laba seolah-olah telah menjadi budaya perusahaan (corporate
culture) yang dipraktikkan semua perusahaan di dunia. Sebab aktivitas ini tidak hanya
di negara-negara dengan sistem bisnis yang belum tertata, namun juga dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan di negara yang sistem bisnisnya telah tertata, seperti halnya
Amerika Serikat.
Kedua sebab akibat yang ditimbulkan aktivitas rekayasa manejrial ini tidak hanya
menghancurkan tatanan ekonomi, namun juga tatanan etika dan moral. Oleh sebab itu,
tidak mengherankan jika publik mempertanyakan etika, moral dan tanggung jawab
pelaku bisnis yang seharusnya menciptakan kehidupan bisnis yang bersih dan sehat.
Bahkan, di beberapa negara, publik juga mempertanyakan dan meragukan integritas
dan kredibilitas para akuntan yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam
mendeteksi manajemen laba dan regulator yang seharusnya mempersiapkan regulasi
yang memadai untuk menciptakan kehidupan bisnis yang bersih dan sehat.
Selain itu, publik juga meragukan orang yang menyusun dan memriksa laporan
keuangan, mempertanyakan dan meragukan kelayakan standar akuntansi dan
pemeriksaan yang selama ini dipakai secara luas oleh dunia usaha. Apalagi jika
mengingat,amaje,em laba tidak hanya mempengaruhi perekonomian nasional namun
juga pereknonomian internasional.
Tabel 1.1.
Penyimpangan Korporasi di Indonesia

Kekayaan perusahaan disalahgunakan oleh orang dalam


Diabaikannya hak-hak pemegang saham minoritas
Ketidakterbukaan informasi bisnis
Penggunaan nama perusahaan untuk pinjaman pribadi
Keputusan yang diambil karena moral hazard
Intervensi pemegang saham dalam pengelolaan perusahaan
Praktik perusahaan dalam perusahaan
High leverage tapi tidak mempertimbangkan service capacity
Diversifikasi dan ekspansi usaha dengan tidak prudential
Resiko tidak dikelola dengan hati-hati
Bank digunakan sebagai kasir kelompok usaha
Praktik transfer pricing antar affiliated companies

Secara makro, manajemen laba telah membuat dunia usaha seolah berubah menjadi
sarang pelaku korupsi, kolusi, dan berbagai penyelewengan lain yang merugikan
publik. Publik menganggap apa yang diinformasikan dunia usaha hanya merupakan
akal-akalan pelakunya untuk memaksimalkan keuntungan pribadi dan kelompok
tertentu, tanpa memperhatikan kepentingan pihak lain. Demikian juga dengan kasus-
kasus kecurangan korporasi di Indonesia yang terbukti menjadi salah satu penyebab
runtuhnya perekonomian negara ini atau skandal keuangan Enron, Wolrdcom, dan
Xerox yang menyebabkan publik Amerika Serikat meragukan integritas dan kredibilitas
para pelaku dunia usaha. Skandal ini bahkan tidak hanya membuat perusahaan yang
melakukannya mengalami kebangkrutan namun juga mengakibatkan para pelakunya
diseret ke pengadilan sebagai pelaku kejahatan ekonomi
1.1. Perspektif Dasar
Berbagai kasus manajemen laba terbukti telah mengakibatkan hancurnya tatanan
ekonomi, etika, dan moral dimana masih ada perbedaan pandangan dan pemahaman
terhadap aktivitas rekayasa manajerial ini. Sampai saat ini masih ada kontroversi dalam
memandang dan memahami manajemen laba. Secara umum kontroversi ini terjadi
antara praktisi dan akdemisi yang pada dasarnya mempertanyakan apakah manajemen
laba dapat dikategorikan sebagai kecurangan (fraud) atau tidak. Para praktisi menilai
manajemen laba sebagai kecurangan, sementara akdemisi menilai manajemen laba
tidak bisa dikategorikan sebagai kecurangan.
Secara umum para praktisi, yaitu pelaku ekonomi, pemerintah, asosiasi profesi dan
regulator lainnya, berargumen bahwa pada dasarnya manajemen laba merupakan
perilaku oportunis seorang manajer untuk mempermainkan angka-angka dalam laporan
keuangan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Perbuatan ini dikategorikan
sebagai kecurangan karena secara sadar dilakukan manjer perusahaan agar stakeholder
yang ingin mengetahui kondisi ekonomi perusahaan tertipu karena memperoleh
informasi palsu.
Perbuatan ini dilakuan manajer dengan memanfaatkan kelemahan pihak lain yang tidak
mempunyai sumber dan akses yang memadai untuk memperoleh informasi mengenai
perusahaan. Selain itu perbuatan ini sebenarnya juga merupakan umpaya manajer untuk
memaksimalkan kesejahteraan dan kepentingan pribadi. Akibatnya, stakeholder
kehilangan kesempatan untuk memperoleh return dari hubungan ekonomi yang
dijalinnya dengan perusahaan bersangkutan.
Meski metode dan prosedur akuntansi yang dipilih dan digunakan masih dalam ruang
lingkup prinsip akuntansi maka apa yang dilakukan manajer dikategorikan sebagai
kecurangan. Oleh sebab itu upaya untuk mengurangi manajemen laba dianggap sebagai
upaya untuk melakukan koreksi terhadap standar akuntansi. Ada wacana untuk
membuat standar akuntansi lebih dogmatis sehingga tidak ada lubang yang bisa
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan pribadi dari standar
itu.
Secara konseptual wacana ini memang dapat menyelesaikan masalah manajemen laba
walaupun tidak mudah. Alasannya, standar akuntansi bukan hukum tunggal maupun
dogma yang mengikat pemakainya untuk mengikutinya secara penuh. Prinsip akuntansi
pada dasarnya merupakan kumpulan dari berbagai metode dan prosedur akuntansi yang
selama ini dipakai oleh perusahaan-perusahaan di seluruh dunia. Hingga perusahaan
mempunyai kebebasan untuk memilih dan menggunakan sesuai dengan
kepentingannya.
Bahkan perusahaan juga mempunyai lkebebasan untuk menganti dari satu metode
akuntansi menjadi metode akuntansiyang lain dan dari satu prosedur akuntansi yang
satu menjadi prosedur akuntansi yang lain. Namun, ada beberapa sisi positif yang dapat
diambil dari kontorversi pandangan dan pemahaman terhadap manajemen laba ini.
1.1.1. Semakin Berkembangnya Definisi Manajemen Laba
Ada pihak yang mendefinisikan manajemen laba sebagai kecurangan yang dilakukan
seorang manajer untuk mengelabui orang lain, sedangkan pihak lain
mendefinisikannya sebagai aktivitas yang lumrah dilakukan manajer dalam menyusun
laporan keuangan. Manajemen laba tidak bisa dikategorikan sebagai kecurangan
sejauh apa yang dilakukannya masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi. Inilah
yang membuat spektrum manajemen laba menjadi sedemikian luas.
Secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer persuahaan untuk
mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan
dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan
kondisi perusahaan. Istilah intervensi dan mengelabui inilah yang dipakai sebagai
dasar sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai kecurangan. Sementara
pihak lain tetap menganggap aktivitas rekayasa manajerial ini bukan sebagai
kecurangan. Alasannya, intervensi itu dilakukan manajer perusahaan dalam kerangka
standar akuntansi, yaitu masih menggunakan metode dan prosedur akuntansi yang
diterima dan diakui secara umum
1.1.2. Semakin Berkembangnya Penelitian Akuntansi Keuangan dan Keperilakuan
Semakin berkembangnya penelitian di bidang akuntansi keuangan dan keperilakuan
didasari pada perkembangan perspektif manajemen laba yang tidak lagi hanya dalam
konteks informasi (information perspective) namun juga dalam perspektif oportunis
(opportunistic perspective). Artinya, penelitian-penelitian itu tidak hanya terfokus
pada upaya untuk mendeteksi keberadaan, bagaimana, dan konsekuensi manajemen
laba tetapi meluas menjadi penelitian untuk mengetahui mengapa seorang manajer
melakukan aktivitas rekayasa manajerial ini. Inilah yang membuat penelitian
akuntansi tidak hanya terbatas pada besarnya angka laporan keuangan yang
direkayasa, metode, dan objek manajemen laba namun juga pada upaya untuk
mengidentifikasi pandangan, pemahaman, perilaku etis, dan motivasi apa yang
mendorong seseorang untuk melakukan manajemen laba.
Oleh sebab itu, penelitian akuntansi tidak hanya berkutat dengan angkaangka laporan
keuangan namun juga pada upaya pengumpulan data-data primer dengan
menggunakan kuesioner. Analisis yang digunakan pun juga mulai memanfaatkan
basis data primer untuk membuat kesimpulan penelitian menjadi lebih valid. Selain
itu perkembangan-perkembangan ini juga mengakibatkan berkembangnya teori
akuntansi, khususnya teori akuntansi positif (positive accounting theory).
1.1.3. Semakin Berkembangnya Model Empiris Manajemen Laba
Secara umum ada tiga kelompok model empiris manajemen laba yang diklasifikasikan
atas dasar basis pengukuran yang digunakan, yaitu model yang berbasis akrual agregat
(aggregate accruals), akrual khusus (specific accruals), dan distribusi laba
(distribution of earnings).
a. Model berbasis akrual merupakan model yang menggunakan discretionary
accruals sebagai proksi manajemen laba
b. Model yang berbasis specific accruals, yaitu pendekatan yang menghitung akrual
sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item laporan keuangan
tertentu dari industri tertentu pula
c. Model distribution of earnings

Namun sejauh ini hanya model berbasis aggregate accrual yang diterima secara
umum sebagai model yang memberikan hasil paling kuat dalam mendeteksi
manajemen laba. Alasannya, model empiris ini sejlan dengan akuntansi berbasis
akrual (accruals basis of accounting) yang selama ini banyak dipergunakan oleh
dunia usaha. Model akuntansi ini merupakan pencatatan yang membuat munculnya
komponen akrual yang mudah untuk dipermainkan besar kecilnya.

Penyebabnya adalah komponen akrual merupakan komponen yang muncul dari


transaksi-transaksi yang tidak diseretai penerimaan dan pengeluaran kas. Alasan
kedua, model aggregate accrual menggunakan semua komponen laporan keuangan
untuk mendeteksirekayasa keuangan ini. Hal ini sejalan dengan basis akuntansi yang
selama ini diterima umum, sebab akrual memang ada dalam setiap komponen laporan
keuangan tanpa terkecuali, baik dalam aktiva tetap maupun lancar dan pasisva jangka
pendek aupun jangka panjang.

1.1.4. Semakin Berkembangnya Konsep Good Corporate Governance


Konsep ini secara definitif diartikan sebagai sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan agar selalu menciptakan nilai tambah untuk semua
stockholder dan stakeholdernya. Ada dua point penting yang ditekankan dalam
konsep ini yaitu, hak stockholder dan stakeholder untuk memperoleh informasi akurat
dan tepat waktu (timeliness) serta kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan
(disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan semua informasi mengenai
perusahaan.
Atau dengan kata lain , konsep good corporate governance menekankan pentingnya
kesetraan (fairness), transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), dan
responsilitas (responsibility) informasi untuk meningkatkan kualitas laporan
keuangan. Alasan, laporan keruangan merupakan alat komunikasi utama perusahaan
dengan semua pihak yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Semakin
berkualitas laporan keuangan semakin berkualitas pula keputusan yang dibuat
stakeholder yang menggunakan informasi itu.
1.2. Perspektif Informasi
Ada dua perspektif penting yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan mengapa
manajemen laba dilakukan oleh seorang manajer, yaitu perspektif informasi dan
oportunis.
Perspektif informasi merupakan pandangan yang menyatakan bahwa manajemen laba
merupakan kebijakan manjerial untuk mengungkapkan harapan pribadi manajer
tentang arus kas perusahaan dimasa depan. Kedua perspektif ini mempunyai
hubungan sebab akibat yang mendorong terjadinya manajemen laba. Artinya,
manajemen laba sebenarnya merupakan upaya oportunis seseorang untuk
mempengaruhi informasi yang disajikannya dengan memanfaatkan ketidaktahuan
orang lain mengenai informasi yang sebenarnya. Upaya mempengaruhi informasi itu
dilakukan dengan memanfaatkan kebebasan untuk memilih, menggunakan, dan
mengubah berbagai metode dan prosedur akuntansi yang ada. Penggunaaan metode
yang berbeda akan menghasilkan nilai yang berbeda pula. Mengubah metode yang
dipakai berarti mengubah nilai seperti yang dikehendaki. Selain itu juga ada berbagai
prosedur akuntansi untuk satu komponen tertentu yang bisa dimanfaatkan untuk
mengatur nilai perusahaan. Sebagai contoh adalah prosedur dalam menentukan nilai
estimasi umur ekonomis untuk mengalokasikan harga perolehan aktiva tetap, nilai
estimasi amortisasi aktiva tak berujud, prosentase untuk menentukan kerugian piutang
dan lain-lain. Oleh sebab itu, manajemen laba dapat dikatakan sebagai permainan
akuntansi (accounting game). Apalagi jika melihat bahwa rekayasa ini merupakan
upaya untuk menyembunyikan dan mengubah informai dengan mempermainkan besar
kecilnya angka-angka komponen laporan keuangan yang dilakukan ketika mencatat
dan meyusun informasi tersebut. Ada dua alasan yang dapat menjelaskan mengapa
laporan keuangan rawan untuk dipermainkan oleh siapapun yang menyusun informasi
tersebut.
1. Hanya dengan memahami dan menguasi konsep-konsep akuntansi dan keuangan
seseorang dapat mempermainkan informasi keuangan ini sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapainya.
2. Kebebasan dalam memilih dan menggunakan metode dan prosedur akuntansi ini
secara tidak langsung membuat standar akuntansi seakan-akan mengakomodasi
atau memfasilitasi aktivitas rekayasa manajerial ini.

Oleh sebab itu, untuk memahami persoalan manajemen laba seseorang harus
memahami prinsip, standar, meotde, prosedurm dan proses akuntansi dengan baik.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar laporan keuangan dapat diakui dan
diterima serta merupakan informasi yang berkualitas. Laporan keuangan dinilai
sebagai informasi yang berkualitas apabila menyajikan informasi yang relevan netral,
lengkap (komprehensif), serta mempunyai daya banding dan uji. Agar dapat
memenuhi syarat-syarat ini maka seluruh informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan harus disusun dengan menggunakan standa akuntansi yang berlaku secra
umum. Tujuannya, agar peran strategis laporan keuangan dalam menyediakan
informasi yang relevan dengan kebutuhan pemakai laporan keuangan dapat terpenuhi.

1.2.1. Informasi yang Relevan


Informasi akuntansi dikatakan relevan apabila dapat memenuhi kebutuhan semua
pihak yang akan menggunakannya. Bukan hanya pihak internal perusahaan atau
manajer yang membutuhkan informasi-informasi dalam laporan keuangan tetapi juga
pihak eksternal yang mempunyai kepentingan yang berbeda antara satu dengan yang
lain.
Perbedaan kepentingan ini menyebabkan informasi yang dibutuhkan satu pihak
dengan pihak lain menjadi berbeda. Untuk itu laporan keuangan harus mampu
mengakomodasikan dan memfasilitasi semua kebutuhan itu dengan baik. Oleh sebab
itu, laporan keuangan akan dianggap sebagai informasi yang relevan apabila mampu
memenuhi semua kebutuhan informasi dari pihak yang berbeda.
1.2.2. Informasi yang Netral
Informasi akuntansi dikatakan netral apabila informasi itu bebas dari ketergantungan
dan keinginan pihak-pihak tertentu. Oleh sebab itu, upaya menyajikan informasi yang
menguntungkan pihak-pihak tertentu dan merugikan pihak lain tidak diperbolehkan
dalam proses akuntansi. Selain itu, upaya untuk menyembunyikan informasi tertentu
demi kepentingan pihak tertentu tetapi merugikan pihak-pihak lain juga dilarang
untuk dilakukan. Atau dengan kata lain informasi akuntansi harus melaporkan secara
terbuka apa yang seharusnya dilaporkan. Secara adil laporan keuangan harus
menyediakan, menyajikan, dan memberikan informasi yang sama persis untuk semua
pihak yang membutuhkan. Kesetaraan kesempatan untuk memperoleh informasi ini
diharapkan dapat membuat laporan keuangan menjadi lebih berkualitas.
1.2.3. Informasi yang Lengkap
Informasi laporan keuangan juga harus lengkap atau komprehensif untuk
mengungkapkan semua fakta, baik transaksi maupun peristiwa, yang dilakukan dan
dialami perusahaan selama satu periode tertentu. Setiap orang dapat memperoleh
informasi mengenai kondisi dan kinerja perusahaan secara lengkap dan berkualitas.
Tujuannya, agar keputusan ekonomi yang dibuat stakeholeder atas dasar informasi itu
juga menjadi lebih berkualitas.
1.2.4. Informasi yang Mempunyai Daya Banding dan Uji
Agar laporan keuangan mempunyai daya banding dan daya uji maka informasi itu
harus disusun dengan menggunakan standar akuntansi yang berlaku secara umum.
Laporan keuangan yang tidak disusun dengan menggunakan standar akuntansi itu
akan dinilai sebagai informasi yang tidak mempunyai daya banding dan daya uji,
tidak berkualitas, tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk membuat keputusan-
keputusan ekonomi. Oleh karena itu apabila perusahaan tidak menggunakan standar
akuntansi makalaporan keuangannya tidak mungkin dapat diperbadningkan dengan
laporan keuangan perusahaan lain. Selain itu perusahaan diharapkan menenrapkan
standar akuntansi secara konsisten dari periode ke periode. Hal ini dilakukan untuk
menghasilkan informasi yang mempunyai daya banding dan daya uji, khususnya
apaila informasi ini akan diperbandingkan dengan informasi dari periode-periode lalu.
Meskipun demikian, suatu perusahaan diijinkan mengganti metode dan prosedur
akuntansi selama ini digunakan dengan metode dan prosedur akuntansi yang lain.
Syaratnya perubahan ini diungkapkan dengan jelas daalam laporan keuangan sehingga
pemakai laporan keuangan dapat mengetahui adanya perubahan-perubahan .
Selain kebebasan dalam memilih dan mengganti metode akuntansi, prinsip akuntansi
juga memberikan kebebasan pemakainya untuk menentukan nilai estimasi yang
digunakannya. Nilai estimasi merupakan nilai yang digunakan periode waktu alokasi
harga perolehan (cost) aktiva tetap dan biaya dibayar dimuka (differed charge), nilai
residu aktiva tetap, prosentase biaya kerugian piutanf dan lain-lain.
Kebebasan memilih metode akuntansi dan nilai estimasi inilah yang memicu dan
mendorong seseorang untuk merekayasa informasi keuangan. Penyusun laporan
keuangan hanya mau meilih dan menggunakan metode akuntansi dan menentukan
nilai estimasi yang dapat mengoptimalkan kesejahteraannya. Artinya, penyusun
laporan keuangan hanya mau menggunakan suatu metode akuntansi tertentu apabila
ada manfaat yang bisa diperoleh. Sementara metode yang tidak memberi manfaat
tidak akan dipergunakan dalam menyusun laporan keuangan. Oleh sebab itu, ada dua
cara yang bisa digunakan seorang manajer untuk mempengaruhi laporan keuangan,
yaitu ertama bermain dengan menggunakan metode akuntansi atau nilai estimasi
akuntansi, dan kedua menggunakan metode akuntansi sekaligus nilai estimasi
akuntansi. Cara yang terakhir ini biasanya digunakan untuk mengatur besar kecilnya
biaya depresiasi aktiva tetap atau biaya amortisasi aktiva tak berwujud.
Upaya mempengaruhi informasi keuangan disebut dengan manajemen laba. Secara
umum manajemen laba dapat dilakukan karena dasar pencatatan transaksi yang
dipakai adalah akrual, yaitu pencatatan transaksi yang dilakukan tanpa harus disertai
penerimaan kas dan atau pengeluaran kas. Akuntansi berbasis akrual berusaha
mencatata semua pengaruh keuangan yag terjadi dalam suatu transaksi dan peristiwa
yang mempunyai konsekuensi kas untuk periode bersangkutan, tidak hanya ketika kas
diterima atau dibayarkan secara tunai. Laporan keuang yang disusun dengan
menggunakan basis akrual dapat memberikan informasi yang lebih lengkap dan
komprehensif dibandingkan laporan keuangan yang menggunakan basis kas. Dalam
akuntansi berbasis akrual semua transaksi dan penerimaan yang dilakukan perusahaan
selama satu periode tertentu, baik kas maupun non kas.
Ada dua keterbatasan pemakai laporan keuangan dalam meninterprestasikan laporan
keuangan untuk mendeteksi manajemen laba, yaitu pertama kriteria penyajian laporan
keuangan rawan terhadap kebijakan manajerial yang merupakan fleksibilitas dalam
menghitung laba karena akuntansi memang memberikan peluang bagi manajer untuk
mencatat fakta dengan cara tertentu dan mengestimasi secara subyektif. Kedua, tidak
ada observasi yang sempurna terhadap kebijakan manajerial, mengingat tidak semua
kebijakan manajerial dapat diobservasi oleh pemakai laporan keuangan. Bahkan jika
kebijakan itu diungkapkan dalam laporan keuangan sekaligus. Informasi yang telah
direkayasa hanya relevan dengan kebutuhan pihak-pihak tertentu, khususnya manajer.
Apalagi penyelewengan itu sebenarnya telah mengakibatkan informasi keuangan
menjadi tidak relevan, netral, lengkap, serta tidak mempunyai daya banding dan daya
uji lagi. Sementara kebutuhan dan kepentingan pihak lain atau stakeholder untuk
memperoleh informasi yang berkualitas menjadi terabaikan.
1.3. Perspektif Oportunis
Perspektif oportunis merupakan pandangan yang menyatakan bahwa manajemen laba
merupakan perilaku oportunis manajer untuk mengelabui investor dan
memaksimalkan kesejahteraannya karena menguasai informasi lebih banyak
dibandingkan pihak lain.
Oleh sebab itu laporam keuangan secara langsung harus disusun, dipersiapkan, dan
disajikan oleh orang yang mengelola perusahaan atau oleh orang yang memperoleh
tugas untuk melaksanakan pekerjaan yaitu akuntan internal. Alasannya, sebagai
pengelola perusahaan, manajer merupakan satu-satunya pihak yang menguasai
keuangan. Manajer bisa menjelaskan secara rinci mengapa dan untuk apa informasi
itu ada. Manajer juga mengetahui dan memahami hubungan antara satu informasi
dengan informasi lain.
Selain kuantitas informasi maka kualitas informasi yang diterima dan dikuasai
stakeholder juga sangat tergantung pada kemauan manajer perusahaan. Semakin
berkulitas informasi yang diungkapkan manajer semakin berkualitas pula informasi
yang diterima dan dikuasainya, begitu sebaliknya. Oleh sebab itu, apabila integritas
dan kredibilitas sebuah perusahaan juga sangat tergantung pada integritas dan
kredibilitas manajernya. Kesenjangan informasi antara manajer dengan pihak lain ini
disebut dengan asimentri informasi. Kesenjangan informasi inilah yang mendorong
manajer untuk berperilaku oportunis dalam mengungkapkan informasi-informasi
penting mengenai perusahaan. Semakin besar asimetri informasi semakin besar
dorongan bagi manajer untuk berpelaku oportunis. Hal inilah yang mengakibatkan
manajer hanya akan mengungkapkan suatu informasi tertentu jika ada manfaat yang
diperolehnya. Sedangkan apabila tidak ada manfaat yang bisa diperolehnya maka
manajer akan menyembunyikan atau menunda pengungkapan informasi itu. Bakan
manajer akan mengubah atau memalsukan informasi jika ada manfaat yang bisa
diperolehnya.
Upaya menyembunyikan, meunda pengungkapan, dan mengubah informasi ini
dipandang sebagai kecurangan (fraud) seorang manajer dalam melaporkan kinerjanya.
Apalagi jika upaya itu merupakan tindakan-tindakan manajerial yang disengaja untuk
menipu pihak lain yang menyebabkan kehilangan kekayaan. Hilangnya kekayaan ini
disebabkan manajemen laba dapat mengakibatkan kesalahan alokasi sumberdaya.
Upaya manajer untuk memaksimalkan nilai perusahaan akan mengarah pada upaya
memaksimalkan kesejahteraan privadi. Artinya, perilaku oportunis mengimlikasikan
upaya manajer dalam mentransfer kemakmuran pemilik perusahaan kepada dirinya
sendiri.
Perilaku oportunis ini telah menyebabkan kekayaan perusahaan tidak dialokasikan
dengan tepat. Pemilik tidak memperoleh return sesuai dengan besarnya modal yang
ditanamkannya. Calon investor keliru dalam memilih perusahaan yang dapat
memberikan reutrn atas investasinya. Kreditur keliru dalam menilai kemampuan
perusahaan sehingga dana yang dipinjamkannya terancam tidak dikembalikan.
Supplier keliru menilai kelayakan perusahaan kehilangan kesempatan untuk
memperoleh return dari barang yang dikirimkannya, bahkan juga bisa kehilangan
barang-barang yang telah diserahkan kepada perusahaan. Perilaku oporunis yang
tercermin dari manajemen laba ini hanya membuat sebagian besar kekakyaan
perusahaan dialokasikan dan diterima manajer sendiri. Bahkan dalam beberapa kasus,
seluruh kekayaan perusahaan dialokasikan dan diterima manajer itu sendiri.
Ada berbagai motivasi yang ditengarai mendasari dan mendorong seorang manajer
berperilaku oporunis. Motivasi-motivasi inilah yang mempengarui pola rekayasa
manajerial yang dilakukan manajer perusahaan. Artinya, bagaimana pola rekayasa ini
sangat tergantung pada apa yang ingin dicapai oleh manajer bersangkutan. Manajer
bisa merekayasa labanya menjadi lebih tinggi atau lebih rendah daripada laba
sesungguhnya tergantung motivasi apa yang mendasarinya. Demikian juga apabila
manajer merekayasa laba agar cenderung selalu sama selama beberapa periode
sebelumnya.
1.3.1. Memanfaatkan Transaksi di Pasar Modal
Pasar modal yang berkembang saat ini mendorong pengujian terhadap perilaku
oportunis terfokus pada saat perusahaan mempunyai dorongan yang tinggi untuk
melakukan manajemen laba, yaitu pada saat perusahaan melakukan periode transaksi.
Apalagi pada saat ada kesenjangan informasi antara perusahaan, investor, dan analis.
Upaya merekayasa informasiini disebabkan laporan keuangan merupakan sumber
informasi utama bagi investor yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan
untuk menilai apakah perusahaan bersangkutan tepat untuk dijadikan tempat
berinvestasi. Investor bahkan cenderung menggunakan laporan keuangan sebagai
satu-satunya sumber informasi sebelum membuat keputusan membeli saham-saham
yang ditawarkan. Investor akan membeli saham-saham itu apabila melihat informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan cenderung positif dan prospektif.
b. Kegiatan Pembelajaran ke 2
1) Konsep Manajemen Laba
2) Tujuan Materi Pembelajaran
a. Mahasiswa diharapkan memahami manajemen laba merupakan permainan
manajerial untuk mengatur besar kecilnya laba perusahaan
b. Mahasiswa diharapkan memahami perkembangan definisi manajemen laba
3) Materi Pembelajaran
Konsep yang seharusnya membuat permasalahan pengelolaan usaha dieliminasi
seminimal mungkin justru diselewengkan hingga muncul permasalahan-permasalahan baru
yang merugikan kepentingan berbagai pihak. Permasalahan ini tentu bukan hanya disebabkan
adanya kelemahan yang melekat dalam konsep-konsep manajemen itu namun juga didorong
oleh moral hazard orang-orang yang menggunakannya. Ada kecenderungan seseorang untuk
selalu mencari celah dari suatu atauran atau pedoman tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan pribadinya. Akibatnya konsep-konsep manajerial yang sebenarnya bertujuan
positif diselewengkan, seolah-olah menjadi sesuatu yang negatif dan merugikan publik.
Manajemen laba memang merupakan sisi lain dari teori agensi yang menekankan pentingnya
penyerahan operasionalitas perusahaan dari pemilik kepada pihak lain yang mempunyai
kemampuan untuk mengelola perusahaan dengan lebih baik. Konsep manajerial yang
mengatur hubungan antara pemilik dan pengelola ini menyatakan bahwa setiap pihak
mempunyai hak dan tanggung jawab dalam pengelolaan sebuah perusahaan. Setiap pihak
harus mempunyai komitmen untuk menghargai dan menghormati hak dan wewenang pihak
lain. Oleh sebab itu , setiap pihak tidak diperbolehkan untuk mengintervensi hak dan
wewenang pihak lain. Apalagi jika intervensi itu dilakukan demi kepentingan pribadi tanpa
memperhatikan kepentingan pihak lain.
2.1. Permainan Manajerial
Ada beberapa kaidah agar laporan keuangan dapat menjalankan fungsinya, yakni
pertama, laporan keuangan harus menyediakan informasi yang relevan dengan kebutuhan
pemakainya. Atau dengan kata lai, laporan keuangan yang relevan adalah laporan keuangan
yang dapat memenuhi kebutuhan informasi semua pihak yang membutuhkan. Kedua, laporan
keuangan harus netral dari keinginan pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan
pribadi dari informasi yang disajikan dalam laporan. Ketiga, laporan keuangan harus
menyajikan informasi yang lengkap atau komprehensif. Oleh ksebab itu laporan keuangan
harus mengungkapkan semua informasi mengenai kinerja dan kondisi perusahaan. Selain itu
laporan keuangan tidak boleh menyembunyikan informasi untuk kepentingan pihak tertentu.
Keempat, laporan keuangan harus mempunyai daya banding dan uji. Laporan keuangan
dikatakan mempunyai daya banding apabila informasi yang disajikannya dapat dibandingkan
dengan informasi pada periode atau perusahaan yang berbeda. Sedangkan daya uji adalah
kemampuan laporan keuangan untuk tetap menghasilkan informasi yang sama apabila diuji
kembali dengan menggunakan metode yang sama. Kaidah-kaidah inilah yang membuat
laporan keuangan layak digunakan sebagai media yang menginformasikan apa yang telah
dilakukan dan dialami suatu perusahaan selama satu periode tertentu. Kaidah-kaidah ini juga
membuat stakeholder mempunyai informasi yang valid dan memadai untuk memastikan apa
yang seharusnya dilakukan untuk mengamankan kepentingannya. Sebaliknya laporan
keuangan yang disusun tanpa memenuhi kaidah di atas akan diragukan validitas
informasinya.
Selain itu manajer juga dapat mempermainkan komponen-komponen laporan keuangan
dengan menentukan atau mengubah nilai estimasi yang dipakainya, dan banyak pihak yang
mengatakan bahwa upaya mempermainkan laporan keuangan ini dapat dilakukan justru
karena diakomodasikan dan difasilitasi oleh prinsip akuntansi sendiri.
Ada beberapa cara yang dipakai perusahaan untuk mempermainkan besar kecilnya laba,
yaitu dengan mengakui dan mencatat pendapatan terlalu cepat atau sebaliknyua, mengakui
dan mencatat pendapatan palsu, mengakui dan mencatat biaya lebih cepat atau lebih lambat
dari yang seharusnya, dan tidak mengungkapkan kewajibannya.
2.1.1. Mengakui dan Mencatat Pendapatan Lebih Cepat Satu Periode atau Lebih
Dilakukan manajer dengan mengakui dan mencatat pendapatan periode-periode yang
akan datang atau pendapatanyang secara pasti belum dapat ditentukan kapan dapat tereralisir
sebagai pendapatan periode berjalan. Hal ini mengakibatkan pendapatan periode berjalan
menjadi lebih besar daripada pendaptan sesungguhnya. Meningkatnya [endapatan ini
membuat laba periode berjalan juga menjadi lebih besar daripada laba sesungguhnya. Upaya
semacam ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi investor akan mau membeli
sahamnya, menaikkan posisi keuangan ke level yang lebih baik.

2.1.2.Mengakui Pendapatan Lebih Cepat Satu Periode atau Lebih

Upaya ini dilakukan mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan


periode sebelumnya. Pendapatan periode berjalan menjadi lebih kecil daripada pendapatan
sesungguhnya. Semakin kecil pendapatan akan membuat laba periode berjalan juga akan
menjadi semakin kecil daripada laba sesungguhnya. Akibatnya kinerja [erusahaan untuk
periode berjalan seolah-olah lebih buruk atau kecil bila dibandingkan dengan kinerja
sesungguhnya.

2.1.3.Mencatat Pendapatan Palsu


Upaya ini dilakukan manajer dengan mencatat pendapatan dari suatu transaksi yang
sebenarnya tidak pernah terjadi sehingga pendapatan ini juga tidak akan pernah terealisir
sampai kapanpun. Meningkatnya pendapatan ini membuat laba periode berjalan juga menjadi
lebih besar daripada laba sesungguhnya. Hal ini dilakukan perusahaan dengan mengakui
pendaptan palsu sebagai piutang, yang pelunasan kasnya tidak akan pernha diterima sampai
kapanpun.
2.1.4.Mengakui dan Mencatat Biaya Lebih Cepat atau Lambat
Hal ini dilakukan manajer mengakui dan mencatat biaya periode-periode yang akan
datang sebagai biaya periode berjalan.menjadi lebih besar daripada biaya sesungguhnya.
Meningkatnya biaya ini membuat laba periode berjalan juga akan menjadi lebih kecil
daripada laba sesungguhnya. Akibatnya, kinerja perusahaan untuk periode berjalan seolah-
olah lebih buruk atau kecil bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya.
2.1.5.Mengakui dan Mencatat Biaya Lebih Lambat
Hal ini dilakukan dengan mengakui biaya periode berjalan menjadi biaya periode
sebelumnya. Hingga biaya periode berjalan menjadi lebih kecil daripada biaya sesungguhnya.
Semakin kecilnya biaya ini membuat laba peiode berjalan juga akan menjadi lebih besar
dariada laba sesunggunya. Akibatnya, membuat kinerja perusahaan untuk periode berjalan
seolah-olah lebih baik atau besar bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya,
2.1.6.Tidak Mengungkapkan Semua Kewajiban
Hal ini dapat dilakukan manajer dengan cara menyembunyikan seluruh atau sebaian
kewajibannya sehingga kewajiban periode berjalan menjadi lebih kecil daripada kewajiban
sesungguhnya. Akibatnya, membuat kinerja perusahaan untuk periode berjalan seolah-olah
lebih bagus bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya
2.2. Definisi Manajemen Laba
Secara umum ada beberapa definisi yang berbeda satu dengan yang lain, yaitu :
1. Davidson, Stickney, dan Weil
Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang
disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan
tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan
2. Schipper
Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan
keuangan ekternal, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi (pihak
yang tidak setuju mengatakn bahwa hal ini hanyalah upaya untuk memfasilitasi
operasi yang tidak memihak dari sebuah proses)
3. National Association of Certified Fraud Examiners
Manajemen laba adalah kesalahan atau kelalalian yang disengaja dalam membuat
laporan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga menyesatkan ketika
semua informasi itu dipakai untuk membuat pertimbangan yang akhirnya akan yang
menyebabkan orang yang membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat
atau keputusannya
4. Fisher dan Rosenzweig
Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan/meurunkan
laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan
kenaikkan/penurunan keuntungan ekonomi perusahaan jangaka panjang
5. Lewitt
Manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk menyetarakan diri dengan
inovasi bisnis penyalahgunaan laba ketika publik memanfaatkan hasilnya. Penipuan
mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk menutupi
konsekuensi dari keputusan-keputusan manajer
6. Healy dan Wahlen
Manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam
pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan
untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang
diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan
angka-angka akuntansi yang dilaporkan
Melihat definisi di atas ada kesamaan terminologi yang digunakan setiap definisi,
yaitu langkah tertentu yang disengaja untuk mengatur laba, campur tangan dalam penyusunan
laporan keuangan, kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam membuat laporan
keuangan, tindakan untuk mengatur laba, fleksibilitas yang mendorong penyalahgunaan laba,
serta menggunakan keputusan tertentu untuk mengubah laporan keuangan.
Maka untuk memahami lebih lanjut apakah manajemen dikategorikan sebagai
kecurangan atau bukan maka diperlukan telaah lebih mendalam terhadap definisi-definisi
tersebut
1. Manajemen laba dapat dilakukan dengan berbagai macam cara secara umum definisi-
definisi di atas menyebutkan bahwa upaya mempengaruhi laporan keuangan dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai dengan kepentingan manajer. Namun,
beberapa definisi secara tegas ada yang menekankan bahwa selama apa yang
dilakukan manajer masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi berterima umum
maka akan tetap diakui dan diperbolehkan. Artinya, manajemen laba sebenarnya
merupakan upaya untuk merekayasa angka-angka dalam laporan keuangan dengan
mempermainkan metode dan prosedur akuntansi yang digunakan perusahaan.
2. Tujuan manajemen laba adalah mengelabui pemakai laporan keuangan. Selain sebagai
penyusun dan penyedia laporan keuangan dari perusahaan yang dikelolalnya, manajer
juga merupakan salah satu pemakai informasi. Artinya laporan keuangan tidak hanya
dipersiapkan atau disajikan untuk stakeholdernamun juga untuk penelola
perusahaanitu sendiri, baik untuk membuat laporan keptusan operasi, deviden,
maupun investasi. Atas dasar pemikiran itulah laporan keuangan harus memenuhi
kaidah-kaidah tertentu sehingga dapat menjadi informasi yang berkualitas dan dapat
memenuhi kebutuhan semua orang yang membutuhkannya. Hingga tidak hanya
manajer sebagai pihak yang menyusun laporan keuangan itu yang akan memperoleh
informasi berkualitas namun juga semua pihak yang mempunyai hubungan dengan
perusahaan. Apalagi laporan keuangan merupakan informasi utama yang digunakan
untuk membuat keputusan-keputusan ekonomi. Ada banyak cara yang dilakukan
manajer untuk mempengaruhi laporan keuangan. Selain itu, eksekutif dapat bermain
dengan menggunakan berbagai metode akuntansi, misalnya metode depresiasi atau
metode pengakuan persediaan.
3. Ada biaya dan manfaat manajemen laba
Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang selalu menekankan adanya biaya dan
manfaatdari setiap aktivitas yang dilakukan oelh seseorang yang diperhitungkan
sebelum orang tiu melaksanakan apa yang telah direncanakan. Biaya tidak selalu
harus dimaknai sebagai pengeluaran berupa uang tunai yang harus dikeluarkan
seseorang ketika memilih sutu aktivitas tertentu. Biaya dapat dimaknai sebagai
hilangnya kesempatan untuk mengerjakan suatu aktivias tertentu karena seseorang
telah memilih aktivitas yang lain. Demikian juga dengan manfaat yang tidak harus
dimaknai sebagai pendapatan berupa uang tunai yang dapat diterima dari aktivitas-
aktivitas yang dilakukannya. Manfaat dapat dimaknai sebagai kesempatan yang
diperoleh unuk mengerjakan suatu aktivitas tertentu karena seseorang memilih untuk
tidak mengerjakanaktivitas yang lain. Biaya dan manfaat memanga relatif lebih sulit
untuk dihitung dan ditentukan dibandingkan biaya dan manfaat yang dapat
dikeluarkan atau diterima secara tunai. Oleh karena itu sebelum melakukan
manajemen laba seorang manajer harus mempertimbangkan biaya dan manfaat yang
ditanggung dan dirasakannya. Apalagi manajemen laba sebenarnya merupakan
aktivitas dengan pola tindakan-tindakan tertentu yang tidak boleh keliru dalam
menerapkannya.

Anda mungkin juga menyukai