Kegiatan Pembelajaran ke 1
1) Perspektif Manajemen Laba
2) Tujuan Materi Pembelajaran
a. Mahasiswa diharapkan memahami sisi positif perbedaan pandangan dan pemahaman
terhadap manajemen laba
b. Mahasiswa diharapkan memahami manajemen laba merupakan upaya manajerial
untuk mempermainkan informasi dalam laporan keuangan
c. Mahasiswa diharapkan memahami manajemen laba mencerminkan perilaku seorang
manajer perusahaan
3) Materi Pembelajaran
Permasalahan serius yang dihadapi praktisi, akademisi akuntansi dan keuangan selama
beberapa dekade terakhir ini adalah manajemen laba. Alasannya,
Pertama manajemen laba seolah-olah telah menjadi budaya perusahaan (corporate
culture) yang dipraktikkan semua perusahaan di dunia. Sebab aktivitas ini tidak hanya
di negara-negara dengan sistem bisnis yang belum tertata, namun juga dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan di negara yang sistem bisnisnya telah tertata, seperti halnya
Amerika Serikat.
Kedua sebab akibat yang ditimbulkan aktivitas rekayasa manejrial ini tidak hanya
menghancurkan tatanan ekonomi, namun juga tatanan etika dan moral. Oleh sebab itu,
tidak mengherankan jika publik mempertanyakan etika, moral dan tanggung jawab
pelaku bisnis yang seharusnya menciptakan kehidupan bisnis yang bersih dan sehat.
Bahkan, di beberapa negara, publik juga mempertanyakan dan meragukan integritas
dan kredibilitas para akuntan yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam
mendeteksi manajemen laba dan regulator yang seharusnya mempersiapkan regulasi
yang memadai untuk menciptakan kehidupan bisnis yang bersih dan sehat.
Selain itu, publik juga meragukan orang yang menyusun dan memriksa laporan
keuangan, mempertanyakan dan meragukan kelayakan standar akuntansi dan
pemeriksaan yang selama ini dipakai secara luas oleh dunia usaha. Apalagi jika
mengingat,amaje,em laba tidak hanya mempengaruhi perekonomian nasional namun
juga pereknonomian internasional.
Tabel 1.1.
Penyimpangan Korporasi di Indonesia
Secara makro, manajemen laba telah membuat dunia usaha seolah berubah menjadi
sarang pelaku korupsi, kolusi, dan berbagai penyelewengan lain yang merugikan
publik. Publik menganggap apa yang diinformasikan dunia usaha hanya merupakan
akal-akalan pelakunya untuk memaksimalkan keuntungan pribadi dan kelompok
tertentu, tanpa memperhatikan kepentingan pihak lain. Demikian juga dengan kasus-
kasus kecurangan korporasi di Indonesia yang terbukti menjadi salah satu penyebab
runtuhnya perekonomian negara ini atau skandal keuangan Enron, Wolrdcom, dan
Xerox yang menyebabkan publik Amerika Serikat meragukan integritas dan kredibilitas
para pelaku dunia usaha. Skandal ini bahkan tidak hanya membuat perusahaan yang
melakukannya mengalami kebangkrutan namun juga mengakibatkan para pelakunya
diseret ke pengadilan sebagai pelaku kejahatan ekonomi
1.1. Perspektif Dasar
Berbagai kasus manajemen laba terbukti telah mengakibatkan hancurnya tatanan
ekonomi, etika, dan moral dimana masih ada perbedaan pandangan dan pemahaman
terhadap aktivitas rekayasa manajerial ini. Sampai saat ini masih ada kontroversi dalam
memandang dan memahami manajemen laba. Secara umum kontroversi ini terjadi
antara praktisi dan akdemisi yang pada dasarnya mempertanyakan apakah manajemen
laba dapat dikategorikan sebagai kecurangan (fraud) atau tidak. Para praktisi menilai
manajemen laba sebagai kecurangan, sementara akdemisi menilai manajemen laba
tidak bisa dikategorikan sebagai kecurangan.
Secara umum para praktisi, yaitu pelaku ekonomi, pemerintah, asosiasi profesi dan
regulator lainnya, berargumen bahwa pada dasarnya manajemen laba merupakan
perilaku oportunis seorang manajer untuk mempermainkan angka-angka dalam laporan
keuangan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Perbuatan ini dikategorikan
sebagai kecurangan karena secara sadar dilakukan manjer perusahaan agar stakeholder
yang ingin mengetahui kondisi ekonomi perusahaan tertipu karena memperoleh
informasi palsu.
Perbuatan ini dilakuan manajer dengan memanfaatkan kelemahan pihak lain yang tidak
mempunyai sumber dan akses yang memadai untuk memperoleh informasi mengenai
perusahaan. Selain itu perbuatan ini sebenarnya juga merupakan umpaya manajer untuk
memaksimalkan kesejahteraan dan kepentingan pribadi. Akibatnya, stakeholder
kehilangan kesempatan untuk memperoleh return dari hubungan ekonomi yang
dijalinnya dengan perusahaan bersangkutan.
Meski metode dan prosedur akuntansi yang dipilih dan digunakan masih dalam ruang
lingkup prinsip akuntansi maka apa yang dilakukan manajer dikategorikan sebagai
kecurangan. Oleh sebab itu upaya untuk mengurangi manajemen laba dianggap sebagai
upaya untuk melakukan koreksi terhadap standar akuntansi. Ada wacana untuk
membuat standar akuntansi lebih dogmatis sehingga tidak ada lubang yang bisa
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan pribadi dari standar
itu.
Secara konseptual wacana ini memang dapat menyelesaikan masalah manajemen laba
walaupun tidak mudah. Alasannya, standar akuntansi bukan hukum tunggal maupun
dogma yang mengikat pemakainya untuk mengikutinya secara penuh. Prinsip akuntansi
pada dasarnya merupakan kumpulan dari berbagai metode dan prosedur akuntansi yang
selama ini dipakai oleh perusahaan-perusahaan di seluruh dunia. Hingga perusahaan
mempunyai kebebasan untuk memilih dan menggunakan sesuai dengan
kepentingannya.
Bahkan perusahaan juga mempunyai lkebebasan untuk menganti dari satu metode
akuntansi menjadi metode akuntansiyang lain dan dari satu prosedur akuntansi yang
satu menjadi prosedur akuntansi yang lain. Namun, ada beberapa sisi positif yang dapat
diambil dari kontorversi pandangan dan pemahaman terhadap manajemen laba ini.
1.1.1. Semakin Berkembangnya Definisi Manajemen Laba
Ada pihak yang mendefinisikan manajemen laba sebagai kecurangan yang dilakukan
seorang manajer untuk mengelabui orang lain, sedangkan pihak lain
mendefinisikannya sebagai aktivitas yang lumrah dilakukan manajer dalam menyusun
laporan keuangan. Manajemen laba tidak bisa dikategorikan sebagai kecurangan
sejauh apa yang dilakukannya masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi. Inilah
yang membuat spektrum manajemen laba menjadi sedemikian luas.
Secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer persuahaan untuk
mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan
dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan
kondisi perusahaan. Istilah intervensi dan mengelabui inilah yang dipakai sebagai
dasar sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai kecurangan. Sementara
pihak lain tetap menganggap aktivitas rekayasa manajerial ini bukan sebagai
kecurangan. Alasannya, intervensi itu dilakukan manajer perusahaan dalam kerangka
standar akuntansi, yaitu masih menggunakan metode dan prosedur akuntansi yang
diterima dan diakui secara umum
1.1.2. Semakin Berkembangnya Penelitian Akuntansi Keuangan dan Keperilakuan
Semakin berkembangnya penelitian di bidang akuntansi keuangan dan keperilakuan
didasari pada perkembangan perspektif manajemen laba yang tidak lagi hanya dalam
konteks informasi (information perspective) namun juga dalam perspektif oportunis
(opportunistic perspective). Artinya, penelitian-penelitian itu tidak hanya terfokus
pada upaya untuk mendeteksi keberadaan, bagaimana, dan konsekuensi manajemen
laba tetapi meluas menjadi penelitian untuk mengetahui mengapa seorang manajer
melakukan aktivitas rekayasa manajerial ini. Inilah yang membuat penelitian
akuntansi tidak hanya terbatas pada besarnya angka laporan keuangan yang
direkayasa, metode, dan objek manajemen laba namun juga pada upaya untuk
mengidentifikasi pandangan, pemahaman, perilaku etis, dan motivasi apa yang
mendorong seseorang untuk melakukan manajemen laba.
Oleh sebab itu, penelitian akuntansi tidak hanya berkutat dengan angkaangka laporan
keuangan namun juga pada upaya pengumpulan data-data primer dengan
menggunakan kuesioner. Analisis yang digunakan pun juga mulai memanfaatkan
basis data primer untuk membuat kesimpulan penelitian menjadi lebih valid. Selain
itu perkembangan-perkembangan ini juga mengakibatkan berkembangnya teori
akuntansi, khususnya teori akuntansi positif (positive accounting theory).
1.1.3. Semakin Berkembangnya Model Empiris Manajemen Laba
Secara umum ada tiga kelompok model empiris manajemen laba yang diklasifikasikan
atas dasar basis pengukuran yang digunakan, yaitu model yang berbasis akrual agregat
(aggregate accruals), akrual khusus (specific accruals), dan distribusi laba
(distribution of earnings).
a. Model berbasis akrual merupakan model yang menggunakan discretionary
accruals sebagai proksi manajemen laba
b. Model yang berbasis specific accruals, yaitu pendekatan yang menghitung akrual
sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item laporan keuangan
tertentu dari industri tertentu pula
c. Model distribution of earnings
Namun sejauh ini hanya model berbasis aggregate accrual yang diterima secara
umum sebagai model yang memberikan hasil paling kuat dalam mendeteksi
manajemen laba. Alasannya, model empiris ini sejlan dengan akuntansi berbasis
akrual (accruals basis of accounting) yang selama ini banyak dipergunakan oleh
dunia usaha. Model akuntansi ini merupakan pencatatan yang membuat munculnya
komponen akrual yang mudah untuk dipermainkan besar kecilnya.
Oleh sebab itu, untuk memahami persoalan manajemen laba seseorang harus
memahami prinsip, standar, meotde, prosedurm dan proses akuntansi dengan baik.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar laporan keuangan dapat diakui dan
diterima serta merupakan informasi yang berkualitas. Laporan keuangan dinilai
sebagai informasi yang berkualitas apabila menyajikan informasi yang relevan netral,
lengkap (komprehensif), serta mempunyai daya banding dan uji. Agar dapat
memenuhi syarat-syarat ini maka seluruh informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan harus disusun dengan menggunakan standa akuntansi yang berlaku secra
umum. Tujuannya, agar peran strategis laporan keuangan dalam menyediakan
informasi yang relevan dengan kebutuhan pemakai laporan keuangan dapat terpenuhi.