Khutbah I
Pada hari ini, hari yang dimulai setelah kita menyelesaikan shalat ‘Id, kita
disunnahkan untuk berkurban, yakni menyembelih binatang seperti kambing atau sapi
yang kemudian dagingnya kita makan, kita hadiahkan dan kita sedekahkan kepada
saudara-saudara kita yang membutuhkan. Kesunnahan berkurban ini berkaitan dengan
sejarah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang di-uji keimanannya oleh Allah untuk melepaskan
sesuatu yang paling ia cintai di dunia ini, yakni dengan menyembelih putranya.
ُ ي إِنِي أ َ َرى فِي ا ْل َمنَ ِام أَنِي أ َ ْذبَ ُحكَ فَا ْن
ظ ْر َما َذا ت َ َرى قَا َل َّ َي قَا َل يَا بُن
َ س ْعَّ فَلَ َّما بَلَ َغ َمعَهُ ال
َ صا ِب ِر
ين َّ َّللاُ ِم َن ال َ ت ْافعَ ْل َما ت ُ ْؤ َم ُر
َّ ست َ ِج ُدنِي ِإ ْن شَا َء ِ َيَا أَب.
“Ketika anak itu memasuki usia dewasa, sudah berkembang, sudah bisa
bepergian dan berjalan, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata kepada anaknya: Wahai
anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa
pendapatmu? Isma‘il anak Ibrahim menjawab: Wahai bapakku, lakukanlah apa yang
diperintah (Allah) kepadamu, insyaallah engkau akan mendapatiku bagian dari orang-
orang yang sabar” (QS Ash-Shaffat 102).
Setelah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Isma‘il, anak yang akan dikurbankannya
itu sampai di tempat yang diperintahkan (menurut Ubaid bin Umair di tempat yang di
kemudian hari disebut “Maqam Ibrahim”; menurut Mujâhid, di Mina), tiba-tiba Allah
memberikan wahyu untuk menggantinya dengan kambing.
Atas dasar cinta kepada Allah yang melebihi segala-galanya, keluarga Nabi
Ibrahim menjadi keluarga yang terberkati. Nabi Ibrahim diberi gelar “khalilullah” atau
kekasih Allah, dan dari keluarga ini lahirlah keturunan-keturunan para nabi seperti Nabi
Ishâq, Nabi Ya‘qûb, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Ajaran menjunjung tinggi kemanusiaan dalam agama Ibrahim pada masa itu
benar-benar sangat langka mengingat ada banyak kepercayaan suku yang melakukan
persembahan kepada “tuhannya” atau qurbân dengan menggunakan darah manusia,
sementara ajaran agama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang kemudian diteruskan Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sedari awal dengan tegas mengharamkan
meneteskan darah manusia.
Penegasan akan hak hidup dan hak-hak dasar lain yang dimiliki manusia di
kemudian hari disampaikan secara jelas oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam secara berturut-turut, yakni dalam khutbah di Padang Arafah ketika beliau
menjalankan ibadah haji yang dilakukan hanya sekali dalam seumur hidupnya atau
dikenal dengan hajjah al-wadâ‘ (haji perpisahan) pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun ke 10
H atau bertepatan pada tahun 632 M, dan dalam khutbah Idul Adha, sehari setelahnya
pada tanggal 10 Dzulhijjah pada tahun yang sama.
Dalam kedua khutbah itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan
kepada semua orang yang hadir bahwa jiwa, harta, dan harga diri manusia memiliki
kemuliaan yang tidak boleh dihilangkan oleh siapapun. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
ِإ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم. َوأ َ َد ُم ِم ْن ت ُ َراب، ُكلُّ ُك ْم ِِل َ َد َم.ٌاحدِ اح ٌد َو ِإ َّن أَبَا ُك ْم َو
ِ ِإ َّن َربَّ ُك ْم َو،اس ُ َّأَيُّ َها الن
علَى َ َو ََل ِِلَحْ َم َر،علَى ع ََربِي َ َو ََل ِلعَ َج ِمي،ع َج ِمي َ علَى َ ْس ِلعَ َر ِبيَ لَي.ِع ْن َد هللا ِ أَتْقَا ُك ْم
ْ َعلَى أَحْ َم َر ف
ض ٌل ِإ ََّل ِبالت َّ ْق َوى َ ض َ َ َو ََل ِِل َ ْبي،ضَ َأ َ ْبي.
“Wahai umat manusia, sesungguhnya Tuhan kalian satu, leluhur kalian juga satu.
Kalian berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Sesungguhnya paling mulianya
kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Orang Arab tidak lebih utama daripada
Non Arab atau ‘ajam, Non Arab tidak lebih utama daripada orang Arab. Orang kulit merah
tidak lebih utama daripada yang berkulit putih, orang kulit putih tidak lebih utama dari
yang berkulit merah kecuali (disebabkan) tingkat ketakwaannya.”
Khutbah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di atas, baik yang
disampaikan dalam khutbah di Padang Arafah maupun pada hari raya Idul Adha
menegaskan, bahwa Islam, agama yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam pada abad ke 7 M sejak awal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Pada hari raya Idul Adha ini, meski kita semua berada dalam kondisi dan situasi
yang kurang mengenakkan karena pandemi, tapi dengan segala rasa syukur kepada
Allah subhanahu wata’ala kita masih diberi kesehatan dan keselamatan, sehingga kita
dapat berusaha menggunakan kesempatan ini untuk menunaikan kewajiban-kewajiban
kita sebagai seorang Muslim. Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di atas mengajarkan
kepada kita bahwa beragama adalah pengorbanan melawan hawa nafsu yang ada di
dalam diri kita masing-masing. Beragama adalah usaha menjadikan diri kita sebagai
manusia seutuhnya, yakni manusia yang tidak diperbudak oleh nafsu atau manusia
lainnya, melainkan manusia yang menghamba dengan seutuhnya di hadapan Allah
subhanahu wata’ala.
ص ِل ِل َر ِبكَ َوا ْن َح ْر .إِ َّن شَا ِنئ َكَ ُه َو الرحْ َم ِن ال َّر ِح ِيم ِإنَّا أ َ ْع َ
ط ْي َناكَ ا ْلك َْوث َ َرَ .ف َ هللا َّس ِم ِ ِب ْ
آن ا ْلك َِري ِْمَ ،ونَفَعَنِ ْي َو ِإيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه ِم َن ْاْليَا ِ
ت اركَ هللاُ ِل ْي َولَ ُك ْم فِ ْي ا ْلقُ ْر ِ ْاِل َ ْبت َ ُر بَ َ
الر ِح ْي ُم َوقُ ْل َر ِ
ب ا ْغ ِف ْر الذ ْك ِر ا ْل َح ِكي ِْمَ ،وتَقَبَّ َل ِمنِ ْي َو ِم ْن ُك ْم تِ ََل َوتَهُ إِنَّهُ ُه َو ا ْلغَفُ ْو ُر َّ
َو ِ
اح ِمي َْن ار َح ْم َوأ َ ْنتَ أ َ ْر َح ُم َّ
الر ِ َو ْ
Khutbah II