Anda di halaman 1dari 7

PENGURUS

MAJLIS WAKIL CABANG NAHDLATUL ULAMA


KECAMATAN PENINJAUAN
KABUPATEN OGAN KOMERING ULU
Alamat: jln lintas baturaja sukapindah,Rt.08 kampong,3 desa lubuk rukam, Hp. 0821-7606-4621/0816415776. Pos:32191

Khutbah I

‫ هللاُ أ َ ْك َب ُر‬،‫ هللاُ أ َ ْكبَ ُر‬،‫اهللُ أ َ ْكبَ ُر‬


‫ هللاُ أ َ ْكبَ ُر‬،‫ هللاُ أ َ ْكبَ ُر‬،‫هللاُ أ َ ْكبَ ُر‬
‫لِل ْال َح ْم ُد ا َ ْل َح ْم ُد‬
‫ هللاُ أ َ ْك َب ُر َو ه ه‬،‫ هللاُ أ َ ْك َب ُر‬،
‫س ْب َحانَهُ َعلَى‬ ُ ُ‫ أ َ ْح َم ُده‬،‫ان‬ ‫ أ َ َم َر بهالت َّ َرا ُح هم َو َجعَلَهُ هم ْن َدالَئه هل ه‬،‫الر ْح َم هن‬
‫اإل ْي َم ه‬ َّ ‫هللاُ أ َ ْكبَ ُر هَحي هْم‬
‫سيه َدنَا َون هبيَّنَا‬ َ ‫ َوأ َ ْش َه ُد أ َ َّن‬،ُ‫ َوأ َ ْش َه ُد أ َ ْن الَ هإلَهَ إهالَّ هللاُ َو ْح َدهُ الَ ش هَري َْك لَه‬،‫هن َع هم هه ْال ُمت َ َوا هل َي هة‬
‫سانهيَّ هة هإلَى‬ ‫ َوهَادهي ه‬،ُ‫ َوالنه ْع َمةُ ْال ُم ْس َداة‬،ُ‫الر ْح َمةُ ْال ُم ْه َداة‬
َ ‫اإل ْن‬ َّ ،ُ‫سولُه‬ ُ ‫ُم َح َّمدًا َع ْب ُد هللاه َو َر‬
‫ص ْح هب هه‬ َ ‫س هي هدنَا َونبه هينَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ هل هه و‬ َ ‫ار ْك َعلَى‬ ‫س هل ْم َو َب ه‬ َ ‫ص هل َو‬ َ ‫ فَاللَّ ُه َّم‬،‫ق ْالقَ هوي هْم‬ ‫الط هري ه‬َّ
‫ان هإلَى يَ ْو هم الد ه‬
‫هين‬ ٍ ‫س‬ َ ‫ َو َعلَى َم ْن تَبه َع ُه ْم هبإ ه ْح‬، َ‫أ َ ْج َم هعين‬
َ‫ يَا أَيُّ َها الَّ هذيْن‬:‫ قَا َل تَعَالَى‬،‫ص ْي ُك ْم هعبَا َد هللاه َونَ ْف هس ْي بهت َ ْق َوى هللاه َع َّز َو َج َّل‬ ‫ فَأ ُ ْو ه‬:ُ‫أ َ َّما بَ ْعد‬
َ‫هللا َح َّق تُقَاته هه َوال ت َ ُم ْوت ُ َّن هإالَّ َوأ َ ْنت ُ ْم ُم ْس هل ُمون‬ َ ‫آ َمنُوا اتَّقُوا‬
Hadirin-hadirat jamaah shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Marilah kita senantiasa meningkatkan rasa takwa kepada Allah subhanahu
wata’ala dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-
Nya.

Pada hari ini, hari yang dimulai setelah kita menyelesaikan shalat ‘Id, kita
disunnahkan untuk berkurban, yakni menyembelih binatang seperti kambing atau sapi
yang kemudian dagingnya kita makan, kita hadiahkan dan kita sedekahkan kepada
saudara-saudara kita yang membutuhkan. Kesunnahan berkurban ini berkaitan dengan
sejarah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang di-uji keimanannya oleh Allah untuk melepaskan
sesuatu yang paling ia cintai di dunia ini, yakni dengan menyembelih putranya.

Pada malam tanggal 8 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim mendapatkan wahyu melalui


mimpinya bahwa Allah memerintahkan kepadanya untuk menyembelih anak yang paling
ia sayangi. Nabi Ibrahim merenung panjang, “Haruskah ia mengikuti perintah Tuhannya
untuk melepaskan hal yang paling ia sayangi, hal yang paling ia sukai? Apakah mimpi ini
benar dari Allah atau bukan?” Nabi Ibrahim sangat sedih dalam permenungan yang
sangat panjang itu. Karenanya, pada tanggal 8 Dzulhijjah yang kita semua disunnahkan
untuk berpuasa disebut dengan hari “tarwiyah” yang berarti “hari merenung”, yakni hari
di mana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam melakukan permenungan panjang atas mimpinya.

Kegalauan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mendapatkan jawabannya pada malam hari


berikutnya, yakni pada malam hari 9 Dzulhijjah, bahwa ia benar-benar diperintahkan oleh
Allah untuk menyembelih anak kesayangannya yang bernama Isma‘il. Karenanya,
tanggal 9 Dzulhijjah yang kita semua, umat Islam disunnahkan berpuasa disebut dengan
“hari ‘Arafah” yang berarti “pengetahuan”, yakni hari di mana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
mendapatkan jawaban atau pengetahuan atas perintah Allah yang ia ragukan
sebelumnya.
Dengan dasar ketaatan kepada Allah yang sangat tulus, dengan latar belakang
rasa cinta kepada Tuhan yang mengalahkan segalanya, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
benar-benar mantap dan bertekad akan menjalankan perintah-Nya, yaitu menyembelih
Isma‘il, orang yang paling ia sayangi.

‫ هللاُ أ َ ْكبَ ُر وهلل الحمد‬،‫ هللاُ أ َ ْكبَ ُر‬،‫هللاُ أ َ ْكبَ ُر‬


Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah,
Kita tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
saat itu. Seorang ayah yang sudah lama sekali menanti memiliki keturunan, namun ketika
dikaruniai anak melalui pernikahannya dengan Dewi Hajar, anak yang beliau impi-
impikan itu harus disembelih dengan tangannya sendiri, padahal Nabi Ibrahim
‘alaihissalam memiliki anak ketika usianya sudah sangat sepuh, yakni 86 tahun.
Dalam QS. Ash-Shâffât 100-101 diceritakan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
meminta kepada Allah diberi keturunan yang saleh, lalu Allah mengabulkannya dengan
memberi anak yang sabar.

َّ ‫ فَ َب‬. َ‫صا هل هحين‬


‫ش ْرنَاهُ هبغُ ََل ٍم َح هل ٍيم‬ َّ ‫ب هَبْ هلي همنَ ال‬
‫ر ه‬.
َ
Kita juga tidak bisa membayangkan bagaimana dialog Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
dengan istrinya ketika meminta izin untuk menjalankan perintah Allah, yakni
menyembelih anaknya. Sudah pasti perasaan keduanya hancur karena harus melepas
kesayangannya. Perasaan keduanya gundah dan berkeping-keping karena orang yang
paling ia sayangi akan mati di tangannya. Tapi, rupanya cinta Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
dan istrinya kepada Allah subhanahu wata’ala melebihi segala-galanya. Demi mengikuti
perintah Allah, keduanya rela melepaskan orang yang paling dicintai.
Begitu juga, kita tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan suami istri itu
ketika meminta izin kepada anaknya yang akan dikorbankan, yakni Isma‘il ‘alaihissalam.
Tapi Isma‘il sendiri justru menguatkan tekad ayah dan ibundanya untuk menunaikan
perintah Allah subhanahu wata’ala.

ُ ‫ي إِنِي أ َ َرى فِي ا ْل َمنَ ِام أَنِي أ َ ْذبَ ُحكَ فَا ْن‬
‫ظ ْر َما َذا ت َ َرى قَا َل‬ َّ َ‫ي قَا َل يَا بُن‬
َ ‫س ْع‬َّ ‫فَلَ َّما بَلَ َغ َمعَهُ ال‬
َ ‫صا ِب ِر‬
‫ين‬ َّ ‫َّللاُ ِم َن ال‬ َ ‫ت ْافعَ ْل َما ت ُ ْؤ َم ُر‬
َّ ‫ست َ ِج ُدنِي ِإ ْن شَا َء‬ ِ َ‫يَا أَب‬.
“Ketika anak itu memasuki usia dewasa, sudah berkembang, sudah bisa
bepergian dan berjalan, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata kepada anaknya: Wahai
anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa
pendapatmu? Isma‘il anak Ibrahim menjawab: Wahai bapakku, lakukanlah apa yang
diperintah (Allah) kepadamu, insyaallah engkau akan mendapatiku bagian dari orang-
orang yang sabar” (QS Ash-Shaffat 102).
Setelah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Isma‘il, anak yang akan dikurbankannya
itu sampai di tempat yang diperintahkan (menurut Ubaid bin Umair di tempat yang di
kemudian hari disebut “Maqam Ibrahim”; menurut Mujâhid, di Mina), tiba-tiba Allah
memberikan wahyu untuk menggantinya dengan kambing.
Atas dasar cinta kepada Allah yang melebihi segala-galanya, keluarga Nabi
Ibrahim menjadi keluarga yang terberkati. Nabi Ibrahim diberi gelar “khalilullah” atau
kekasih Allah, dan dari keluarga ini lahirlah keturunan-keturunan para nabi seperti Nabi
Ishâq, Nabi Ya‘qûb, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam.

ِ ْ‫َك َذ ِلكَ نَجْ ِزي ا ْل ُمح‬


َ ِ‫سن‬
‫ين‬
“Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Ash-Shâffât 110)

‫ هللاُ أ َ ْكبَ ُر وهلل الحمد‬،‫ هللاُ أ َ ْكبَ ُر‬،‫هللاُ أ َ ْكبَ ُر‬


Hadirin-hadirat yang dimuliakan Allah,
Peristiwa Nabi Ibrahim yang sangat mendebarkan hati ini, bukan semata-mata
arsip sejarah yang perlu dikenang jika dibutuhkan, tapi kisah ini memiliki makna, ‘ibrah
atau pelajaran yang perlu diambil dan diperhatikan bagi seluruh umat manusia. Kisah
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah simbol pengorbanan di dalam beragama.
Di antara pelajaran itu, pertama, beriman atau beragama pada dasarnya melawan
hawa nafsu atau kesenangan yang ada di dalam diri kita masing-masing. Setiap manusia
cenderung mengikuti keinginan nafsunya, yakni ingin melakukan hal yang enak,
menikmati segala kesenangan tanpa batas, merasakan segala keindahan dan yang
lainnya tanpa mempedulikan hal tersebut menyakiti, merugikan atau membahayakan diri
sendiri maupun orang lain atau tidak. Di sinilah agama hadir memberikan seperangkat
aturan, yakni mengatur perbuatan ini haram dan perbuatan itu halal, tindakan ini boleh
dan tindakan itu tidak boleh, hal ini baik dan hal itu buruk, dan seterusnya. Dengan
demikian masing-masing dari orang yang beragama seharusnya mematuhi aturan
agama, bukan mengikuti kesenangan atau kehendak nafsunya. Dalam kisah Nabi
Ibrahim, kenikmatan tertinggi disimbolkan dengan memiliki anak, tapi Nabi Ibrahim
berhasil mengalahkan hawa nafsu kecintaan kepada putranya dengan mengikuti perintah
Allah subhanahu wata’ala.
Pelajaran atau ‘ibrah yang kedua dari kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di atas yaitu
penegasan bahwa hak asasi manusia harus dijunjung tinggi, dalam hal ini hak hidup.
Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk menyembelih putranya bertujuan
untuk menguji keimanannya atau ibtila`

( ُ‫)إِ َّن َه َذا لَ ُه َو ا ْلبَ ََل ُء ا ْل ُمبِين‬,


Sehingga ketika beliau tulus hendak menunaikannya, Allah subhanahu
wata’ala mengganti objek sesembelihannya dengan binatang. Penggantian “objek
kurban” dari manusia ke binatang mengandung makna bahwa manusia memiliki
hak untuk hidup yang seorang pun atas nama apa saja tidak boleh
menghilangkannya.

‫ هللاُ أ َ ْكبَ ُر وهلل الحمد‬،‫ هللاُ أ َ ْكبَ ُر‬،‫هللاُ أ َ ْكبَ ُر‬


Jamaah Idul Adha yang berbahagia,

Ajaran menjunjung tinggi kemanusiaan dalam agama Ibrahim pada masa itu
benar-benar sangat langka mengingat ada banyak kepercayaan suku yang melakukan
persembahan kepada “tuhannya” atau qurbân dengan menggunakan darah manusia,
sementara ajaran agama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang kemudian diteruskan Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sedari awal dengan tegas mengharamkan
meneteskan darah manusia.

Penegasan akan hak hidup dan hak-hak dasar lain yang dimiliki manusia di
kemudian hari disampaikan secara jelas oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam secara berturut-turut, yakni dalam khutbah di Padang Arafah ketika beliau
menjalankan ibadah haji yang dilakukan hanya sekali dalam seumur hidupnya atau
dikenal dengan hajjah al-wadâ‘ (haji perpisahan) pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun ke 10
H atau bertepatan pada tahun 632 M, dan dalam khutbah Idul Adha, sehari setelahnya
pada tanggal 10 Dzulhijjah pada tahun yang sama.
Dalam kedua khutbah itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan
kepada semua orang yang hadir bahwa jiwa, harta, dan harga diri manusia memiliki
kemuliaan yang tidak boleh dihilangkan oleh siapapun. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:

ِ ِ‫َام ْي َه َذا بِ َه َذا ا ْل َم ْوق‬


ِ ِ ‫ فَ ِإنِ ْي ََل أَد ِْر ْي لَعَ ِل ْي ََل أ َ ْلقَا ُك ْم بَ ْع َد ع‬،‫س َمعُ ْوا قَ ْو ِل ْي‬ ْ ِ‫ ا‬،‫اس‬ ُ َّ‫أَيُّ َها الن‬
،‫ َك ُح ْر َم ِة يَ ْو ِم ُك ْم َه َذا‬،‫علَ ْي ُك ْم َح َرا ٌم‬
َ ‫ض ُك ْم‬ َ ‫ إِ َّن ِد َما َء ُك ْم َوأ َ ْم َوالَ ُك ْم َوأَع َْرا‬،‫اس‬ُ َّ‫ أَيُّ َها الن‬،‫أَبَدًا‬
ْ ‫ أ َ ََل فَ ََل ت َ ْر ِجعُوا َب ْعد‬،‫سأَلُ ُك ْم ع َْن أ َ ْع َما ِل ُك ْم‬
‫ِي‬ ْ ‫ فَ َي‬،‫ست َ ْلقَ ْو َن َربَّ ُك ْم‬
َ ‫ َو‬،‫شه ِْر ُك ْم َه َذا‬َ ‫َو َك ُح ْر َم ِة‬
‫اب َب ْعض‬ َ َ‫ض ُك ْم ِرق‬ ُ ‫ب َب ْع‬ ُ ‫ض ِر‬ْ ‫ض ََل ًَل َي‬
َ .
“Wahai sekalian manusia, dengarkanlah perkataanku. Sesungguhnya aku tidak
tahu, barangkali setelah tahun ini aku tak bisa lagi berjumpa dengan kalian selama-
lamanya. Wahai umat manusia, sesungguhnya darah kalian, harta dan harga diri kalian
itu mulia, sebagaimana mulianya hari ini dan bulan ini. Kalian kelak akan bertemu Tuhan,
dan Ia akan bertanya kepada kalian tentang perbuatan yang kalian lakukan. Ingatlah,
setelah aku wafat janganlah kalian kembali ke dalam kesesatan, di mana sebagian di
antara kalian memukul atau membunuh sebagian yang lain.”

‫ ِإ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم‬.‫ َوأ َ َد ُم ِم ْن ت ُ َراب‬،‫ ُكلُّ ُك ْم ِِل َ َد َم‬.ٌ‫احد‬ِ ‫اح ٌد َو ِإ َّن أَبَا ُك ْم َو‬
ِ ‫ ِإ َّن َربَّ ُك ْم َو‬،‫اس‬ ُ َّ‫أَيُّ َها الن‬
‫علَى‬ َ ‫ َو ََل ِِلَحْ َم َر‬،‫علَى ع ََربِي‬ َ ‫ َو ََل ِلعَ َج ِمي‬،‫ع َج ِمي‬ َ ‫علَى‬ َ ‫ْس ِلعَ َر ِبي‬َ ‫ لَي‬.‫ِع ْن َد هللا ِ أَتْقَا ُك ْم‬
ْ َ‫علَى أَحْ َم َر ف‬
‫ض ٌل ِإ ََّل ِبالت َّ ْق َوى‬ َ ‫ض‬ َ َ‫ َو ََل ِِل َ ْبي‬،‫ض‬َ َ‫أ َ ْبي‬.
“Wahai umat manusia, sesungguhnya Tuhan kalian satu, leluhur kalian juga satu.
Kalian berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Sesungguhnya paling mulianya
kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Orang Arab tidak lebih utama daripada
Non Arab atau ‘ajam, Non Arab tidak lebih utama daripada orang Arab. Orang kulit merah
tidak lebih utama daripada yang berkulit putih, orang kulit putih tidak lebih utama dari
yang berkulit merah kecuali (disebabkan) tingkat ketakwaannya.”
Khutbah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di atas, baik yang
disampaikan dalam khutbah di Padang Arafah maupun pada hari raya Idul Adha
menegaskan, bahwa Islam, agama yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam pada abad ke 7 M sejak awal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

‫ هللاُ أ َ ْكبَ ُر وهلل الحمد‬،‫ هللاُ أ َ ْكبَ ُر‬،‫هللاُ أ َ ْكبَ ُر‬


Hadirin-hadirat yang dimuliakan Allah,

Pada hari raya Idul Adha ini, meski kita semua berada dalam kondisi dan situasi
yang kurang mengenakkan karena pandemi, tapi dengan segala rasa syukur kepada
Allah subhanahu wata’ala kita masih diberi kesehatan dan keselamatan, sehingga kita
dapat berusaha menggunakan kesempatan ini untuk menunaikan kewajiban-kewajiban
kita sebagai seorang Muslim. Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di atas mengajarkan
‫‪kepada kita bahwa beragama adalah pengorbanan melawan hawa nafsu yang ada di‬‬
‫‪dalam diri kita masing-masing. Beragama adalah usaha menjadikan diri kita sebagai‬‬
‫‪manusia seutuhnya, yakni manusia yang tidak diperbudak oleh nafsu atau manusia‬‬
‫‪lainnya, melainkan manusia yang menghamba dengan seutuhnya di hadapan Allah‬‬
‫‪subhanahu wata’ala.‬‬

‫ص ِل ِل َر ِبكَ َوا ْن َح ْر‪ .‬إِ َّن شَا ِنئ َكَ ُه َو‬ ‫الرحْ َم ِن ال َّر ِح ِيم ِإنَّا أ َ ْع َ‬
‫ط ْي َناكَ ا ْلك َْوث َ َر‪َ .‬ف َ‬ ‫هللا َّ‬‫س ِم ِ‬ ‫ِب ْ‬
‫آن ا ْلك َِري ِْم‪َ ،‬ونَفَعَنِ ْي َو ِإيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه ِم َن ْاْليَا ِ‬
‫ت‬ ‫اركَ هللاُ ِل ْي َولَ ُك ْم فِ ْي ا ْلقُ ْر ِ‬ ‫ْاِل َ ْبت َ ُر بَ َ‬
‫الر ِح ْي ُم َوقُ ْل َر ِ‬
‫ب ا ْغ ِف ْر‬ ‫الذ ْك ِر ا ْل َح ِكي ِْم‪َ ،‬وتَقَبَّ َل ِمنِ ْي َو ِم ْن ُك ْم تِ ََل َوتَهُ إِنَّهُ ُه َو ا ْلغَفُ ْو ُر َّ‬
‫َو ِ‬
‫اح ِمي َْن‬ ‫ار َح ْم َوأ َ ْنتَ أ َ ْر َح ُم َّ‬
‫الر ِ‬ ‫َو ْ‬

‫‪Khutbah II‬‬

‫هللاُ أ َ ْكبَ ُر‪ ،‬هللاُ أ َ ْكبَ ُر‪ ،‬هللاُ أ َ ْكبَ ُر‬


‫هللاُ أ َ ْكبَ ُر‪ ،‬هللاُ أ َ ْكبَ ُر‪ ،‬هللاُ أ َ ْكبَ ُر‪ ،‬هللاُ أ َ ْكبَ ُر وهلل الحمد‬
‫ش َه ُد‬ ‫سبُ َل ا ْلفَ ََلحِ‪َ .‬وأ َ ْ‬ ‫ص ََلحِ‪َ ،‬وبَيَّ َن لَنَا ُ‬ ‫علَى ال َّ‬ ‫اْلص ََْلحِ‪َ ،‬و َحثَّنَا َ‬ ‫ِي أ َ َم َرنَا بِ ْ ِ‬ ‫ا َ ْل َح ْم ُد ِ ِ‬
‫لِل الَّذ ْ‬
‫سولُهُ‪ .‬ا َللَّ ُه َّم‬ ‫هللا َو َر ُ‬‫ع ْب ُد ِ‬ ‫س ِي َدنَا ُم َح َّمدًا َ‬ ‫ش َه ُد أ َ َّن َ‬ ‫أ َ ْن ََل ِإلَهَ ِإ ََّل هللاُ َوحْ َد ُه ََل ش َِر ْيكَ لَهُ‪َ ،‬وأ َ ْ‬
‫سان ِإلَى‬ ‫علَى أ َ ِل ِه َوصَحْ ِب ِه َو َم ْن ت َ ِبعَ ُه ْم ِب ِإحْ َ‬ ‫س ِي ِدنَا ُم َح َّمد‪َ ،‬و َ‬ ‫علَى َ‬ ‫س ِل ْم َوبَ ِار ْك َ‬ ‫ص ِل َو َ‬‫َ‬
‫الدي ِْن‬
‫يَ ْو ِم ِ‬
‫س ِه‬ ‫هللا أ َ َم َر ُك ْم ِبأ َ ْمر بَدَأ َ فِ ْي ِه ِبنَ ْف ِ‬
‫إن َ‬ ‫سي ِبت َ ْق َوى َّ‬
‫َّللاِ‪َّ .‬‬ ‫َّللا َونَ ْف ِ‬
‫وصي ُك ْم ِعبَا َد َّ ِ‬ ‫أ َ َّما بَ ْعدُ‪ :‬فَأ ُ ِ‬
‫علَى النَّبِي ِ يَا أَيُّ َها الَّ ِذ َ‬
‫ين‬ ‫ون َ‬ ‫صلُّ َ‬ ‫َّللا َو َمَلئِ َكتَهُ يُ َ‬ ‫َوثَنَّى فِ ْي ِه بِ َم ََلئِ َكتِ ِه‪ ،‬فقَا َل تَعَالَى‪ :‬إِ َّن َّ َ‬
‫صلَّى‬ ‫سلَّ َم‪َ :‬م ْن َ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلَّى هللاُ َ‬ ‫هللا َ‬
‫س ِلي ًما‪ .‬وقا َل رسو ُل ِ‬ ‫س ِل ُموا ت َ ْ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬‫صلُّوا َ‬ ‫آ َمنُوا َ‬
‫سيِ ِدنَا َونَ ِبيِنَا‬‫وبار ْك علَى َ‬ ‫وسل ْم ِ‬ ‫ِ‬ ‫صل‬‫عشْراً‪ .‬اللَّ ُه َّم ِ‬ ‫علَ ْي ِه ِب َها َ‬ ‫َّللاُ َ‬ ‫صلَّى َّ‬ ‫صَلَةً َ‬ ‫ي َ‬ ‫علَ َّ‬‫َ‬
‫ش ِدي َْن أَبِي بَ ْكر‬ ‫الرا ِ‬
‫اء َّ‬ ‫ض اللَّ ُه َّم ع َِن ا ْل ُخلَفَ ِ‬ ‫ار َ‬ ‫علَى آ ِل ِه َوصَحْ بِ ِه أَجْ َم ِعي َْن‪َ ،‬و ْ‬ ‫ُم َح َّمد َو َ‬
‫ص َحابَ ِة ْاِل َ ْك َر ِمي َْن‪َ ،‬وع َِن التَّا ِب ِعي َْن َو َم ْن ت َ ِبعَ ُه ْم‬ ‫سائِ ِر ال َّ‬ ‫ع ِلي‪ ،‬وع َْن َ‬ ‫ان َو َ‬‫عثْ َم َ‬ ‫ع َم َر َو ُ‬ ‫َو ُ‬
‫سان إِلَى يَ ْو ِم ِ‬
‫الدي ِْن‬ ‫بِ ِإحْ َ‬
‫يآء ِم ْن ُه ْم‬
‫ت ْاَلَحْ ِ‬ ‫س ِل ِمي َْن َواْل ُم ْ‬
‫س ِل َما ِ‬ ‫ت َواْل ُم ْ‬ ‫الل ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِل ْل ُم ْؤ ِم ِني َْن َواْل ُم ْؤ ِمنَا ِ‬
‫ص َمةُ أ َ ْم ِرنَا‪َ ،‬وأ َ ْ‬
‫ص ِلحْ لَنَا ُد ْنيَانَا الَّتِ ْي فِ ْي َها‬ ‫ِي ُه َو ِع ْ‬ ‫َواَْلَ ْم َواتِ‪.‬اللَّ ُه َّم أ َ ْ‬
‫ص ِلحْ لَنَا ِد ْينَنَا الَّذ ْ‬
‫ص ِلحْ لَنَا أ َ ِخ َرتَنَا الَّتِ ْي فِ ْي َها َمعَا ُدنَا‪َ ،‬واجْ عَ ِل ا ْل َحيَاةَ ِزيَا َدةً لَنَا فِ ْي ك ُِل َخيْر‪.‬‬ ‫شنَا‪َ ،‬وأ َ ْ‬ ‫َمعَا ُ‬
‫شفَ ْيتَهُ َوعَافِيَتَهُ‪،‬‬ ‫ض ْيتَهُ‪َ ،‬و ََل َم ِر ْيضًا إِ ََّل َ‬ ‫غفَ ْرتَهُ‪َ ،‬و ََل َد ْينًا ِإ ََّل قَ َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم ََل ت َ َد ْع لَنَا َذ ْنبًا إِ ََّل َ‬
‫س ْرت َ َها لَنَا يَا أ َ ْك َر َم ْاِل َ ْك َر ِمي َْن‪َ ،‬ويَا أ َ ْر َح َم‬ ‫َو ََل َحا َجةً ِم ْن َح َوائِجِ ال ُّد ْنيَا إِ ََّل قَ َ‬
‫ض ْيت َ َها َويَ َّ‬
‫اح ِمي َْن‬‫‪.‬الر ِ‬
‫َّ‬
‫لم َح َن‪َ ،‬ما َ‬
‫ظ َه َر‬ ‫س ْو َء اْل ِفتْنَ ِة َواْ ِ‬ ‫لم َح َن‪َ ،‬و ُ‬ ‫الزَلَ ِز َل َواْ ِ‬
‫لوبَا َء َو َّ‬ ‫عنَّا اْلبََلَ َء َواْ َ‬ ‫لل ُه َّم ا ْدفَ ْع َ‬
‫س ِل ِمي َْن عآ َّمةً يَا َر َّ‬
‫ب‬ ‫َان اْل ُم ْ‬ ‫سائِ ِر اْلبُ ْلد ِ‬ ‫صةً َو َ‬ ‫سيَّا خآ َّ‬ ‫ِم ْن َها َو َما بَ َط َن‪ ،‬ع َْن بَلَ ِدنَا اِ ْندُونِ ْي ِ‬
‫اب النَّ ِار‪َ .‬ربَّنَا َظلَ ْمنَا‬ ‫ع َذ َ‬ ‫سنَةً َوقِنَا َ‬ ‫ْلخ َر ِة َح َ‬‫سنَةً َوفِى اْ ِ‬ ‫اْلعَالَ ِمي َْن‪َ .‬ربَّنَا آتِنا َ فِى ال ُّد ْنيَا َح َ‬
‫سنَا َوا ِْن لَ ْم ت َ ْغ ِف ْر لَنَا َوت َ ْر َح ْمنَا لَنَك ُْونَ َّن ِم َن اْل َخا ِ‬
‫س ِري َْن‬ ‫أ َ ْنفُ َ‬
‫بى َو َي ْن َهى ع َِن اْلفَحْ ِ‬
‫شآء‬ ‫ْتآء ذِى اْلقُ ْر َ‬ ‫ان َو ِإي ِ‬ ‫س ِ‬ ‫ِع َبا َدهللاِ‪ِ ،‬إ َّن هللاَ َيأ ْ ُم ُر ِباْل َع ْد ِل َواْ َِلحْ َ‬
‫شك ُُر ْوهُ عَل َى‬ ‫اذك ُُروا هللاَ اْلعَ ِظ ْي َم يَ ْذك ُْر ُك ْم‪َ ،‬وا ْ‬ ‫ظ ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم ت َ َذك َُّر ْو َن‪َ ،‬و ْ‬
‫َواْل ُم ْنك َِر َواْلبَ ْغي ِ يَ ِع ُ‬
‫ِن َع ِم ِه َي ِز ْد ُك ْم‪َ ،‬ولَ ِذ ْك ُر هللاُ أ َ ْك َب ُر‬

‫‪Persembahan Ustadz Ahmad Yasin, S.H.I.,M.Pd.‬‬


‫‪Penyuluh Agama Islam, Dosen Agama UNBARA, dan Pengurus NU OKU‬‬

Anda mungkin juga menyukai