Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini dapat selesai tepat waktu.

Terimakasih kami ucapkan kepada Ibu Dessy Rakhmawati S.H, M.H


selaku dosen pengampu matakuliah Antropologi Hukum yang telah memberikan
kami kesempatan membahas “Analisis Kasus Laka Lantas di Timika dalam
Perspektif Antropologi Hukum” dalam makalah kami ini. Terimakasih juga kami
ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-
idenya sehingga makalah ini dapat disusun dengan sedemikian rupa.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

- Tim Penulis -

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... 1

Daftar Isi .............................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

1.3 Tujuan .............................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kronologi Kasus ............................................................................................ 5

2.3 Analisis Kasus ............................................................................................... 6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 10

3.2 Saran .............................................................................................................. 10

Daftar Pustaka ...................................................................................................... 11

2
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antropologi Hukum adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang manusia


(anthropos) yang bersangkutan dengan hukum. Dalam antropologi hukum tidak
hanya membahas masalah hukum yang semata-mata normatif sabagaimana
terdapat dalam hukum perundangan, atau masalah hukum yang merupakan pola
ulangan perilaku yang sering terjadi sebagaimana terdapat dalam hukum adat,
bukan itu saja. Tetapi juga masalah budaya perilaku manusianya yang berbuat
terhadap suatu masalah hukum, hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor budaya
yang melatarbelakangi masalah hukum.1

Sebagaimana dikemukakan L.Pospisil bahwa antropologi hukum tidaklah


bersifat etnosentris, artinya tidaklah segala sesuatunya diukur menurut ukuran
yang berlaku dalam budaya sendiri. Oleh karena itu, antropologi hukum tidak
membatasi pandangannya pada kebudayaan-kebudayaan tertentu.2

Berdasarkan hal tersebut kami, tim penulis tertarik untuk menganalisis


salah satu kasus pidana laka lantas di daerah Timika, dalam makalah kami yang
berjudul “Analisis Kasus Laka Lantas di Timika dalam Perspektif
Antropologi Hukum”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagimana yang telah diuraikan


diatas, maka secara lebih konkrit rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai
berikut :

1. Bagaimana penyelesaian kasus Laka Lantas di daerah Timika?


2. Bagaimana penyelesaian kasus Laka Lantas di daerah Timika menurut
Perspektif Antropologi Hukum?

1
Hadikusuma Hilman, 2004, Pengantar Antropologi Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti. Hlm 4.
2
Hadikusuma Hilman, 2004, Pengantar Antropologi Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti. Hlm 5.

3
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian kasus Laka Lantas di daerah


Timika.
2. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian kasus Laka Lantas di daerah
Timika menurut Perspektif Antropologi Hukum.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kronologi Kasus

Tabrak Warga di Timika hingga Tewas, Yahya Didenda Rp 2 Miliar


(https://news.detik.com/berita/d-3664612/tabrak-warga-di-timika-hingga-tewas-
yahya-didenda-rp-2-miliar)

Timika - Yahya Magal, warga Timika, Papua, menabrak Toni Tabuni


hingga tewas pada 27 Juni lalu. Akibat perbuatannya, Yahya dihukum secara adat
untuk membayar denda Rp 2 miliar dan 2 ekor babi ke keluarga korban.

Kecelakaan tersebut terjadi di di Jalan Satuan Pemukiman 2, Timika Jaya,


pada Senin, 27 Juni 2017 lalu. Meskipun kasus ini telah ditangani Polres Mimika,
namun masyarakat menginginkan penyelesaian kasus secara hukum adat atau
denda adat. Akhirnya melalui kedua belah pihak sepakat dilakukan denda adat
setelah difasilitasi tokoh masyarakat suku Dani dan suku Amugme di Timika.

"Karena ada kesepakatan kedua belah pihak, kasus Lakalantas yang


menyebabkan orang meninggal itu diselesaikan secara adat. Kami dari kepolisian
tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya ikut menyaksikan dilaksanakannya
penyelesaian kasus itu dengan pembayaran denda adat sebesar Rp 2 Miliar," ujar
Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad M Kamal, kepada wartawan, Jumat
(29/9/2017).

Menurut Kamal, Acara prosesi pembayaran denda adat dengan uang


berjumlah Rp 2 miliar dan 2 ekor babi untuk acara bakar batu disaksikan kedua
belah pihak keluarga. Acara itu juga dihadiri oleh Kapolres Mimika AKBP Viktor
D Macbon. Kamal menyampaikan, berdasarkan keterangan dari tokoh masyarakat
suku Amugme, pembayaran denda adat adalah hukum adat yang tidak bisa
tinggalkan masyarakat suku Amugme.

5
"Denda adat adalah warisan nenek moyang bagi kami orang Papua yang
tinggal di wilayah pegunungan. Denda adat ini adalah merupakan kesalahan dari
keluarga kami karena dengan tidak sengaja menghilangkan nyawa orang dan kami
harus bertanggung jawab sesuai permintaan keluarga korban," ujar Kamal
menirukan pesan tokoh adat suku Amugme.

Selanjutnya, polisi dan tokoh suku Amugme serta suku Dani meminta baik
pelaku dan keluarga korban tidak memiliki rasa dendam karena proses hukum
sudah berjalan. Baik pelaku dan keluarga korban pun menyepakati permintaan itu.

Sementara itu Kapolres Mimika, AKBP Viktor D Macbon menyambut


baik permintaan para tokoh masyarakat itu. Mengenai proses hukum, Viktor akan
koordinasi dengan kejaksaan supaya mendapatkan solusi. "Untuk permintaan
keluarga pelaku yang meminta pelaku dibebaskan, semua itu harus melalui proses,
karena kecelakaan tersebut telah menghilangkan nyawa seseorang. Sesuai hukum
pelaku harus diproses hukum. Saya akan berkoordinasi dengan pihak Jaksa
tentang proses hukum pelaku supaya ada jalan yang terbaik bagi kita semua,"
ucap Viktor terpisah.

2.2 Analisis Kasus

Metode Analisis Kasus

Dalam ilmu Antropologi Hukum dikenal beberapa metode pendekatan


yakni diantaranya metode historis, metode normatif-eksploratif, metode deksriptif
perilaku dan metode studi kasus. Dalam hal ini, penulis melakukan analisis
dengan metode pendekatan studi kasus yang tentunya relevan dengan kasus yang
akan di analisis.

Cara pendekatan antropologi hukum dengan metode studi kasus, yang


dimaksud adalah mempelajari kasus-kasus, peristiwa hukum yang terjadi,
terutama kasus-kasus perselisihan. Peristiwa perilaku yang terjadi dan berlaku

6
dibandingkan dengan norma-norma hukum yang ideal dan yang eksplisit
dianggap masih tetap berlaku.3

Kasus-kasus perselisihan yang dikemukakan itu seolah-olah lebih banyak


bersifat perdata, yang kebanyakan berlaku dalam masyarakat adat, tetapi
walaupun kasusnya bersifat pidana yang kebanyakan dibawa ke meja hijau
(pengadilan), namun tidak dapat dielakkan bahwa di dalam penyelesaiannya
melibatkan tidak saja manusia-manusia yang menjadi pejabat penegak hukum,
tetapi juga terlibat pula para anggota keluarga teman sejawat dari pihak korban
maupun dari pihak pelaku tindak pidana.4

Begitu pula yang akan dibahas dalam kasus ini, bahwa bagaimana perilaku
masyarakat atau reaksi masyarakat di Timika dalam menindaklanjuti pelaku
tindak pidana laka lantas yang menyebabkan kematian pada korban, yang akan
penulis ulas lebih lanjut di bagian analisis kasus.

Analisis Kasus

Berdasarkan kronologis kasus tersebut diatas, dapat di tegaskan bahwa


dalam Pasal 231 ayat (1) huruf c dan Pasal 232 huruf b UU No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) bahwa setiap
orang baik yang terlibat kecelakaan lalu lintas maupun yang mendengar, melihat
dan/atau mengetahui terjadinya kecelakaan lalu lintas wajib melaporkan
kecelakaan tersebut ke Kepolisian terdekat untuk kemudian dilakukan penyidikan
terhadap kecelakaan tersebut. 
 
Sesuai Pasal 227 UU LLAJ, dalam hal terjadi Kecelakaan Lalu Lintas,
petugas Kepolisian wajib melakukan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas
dengan cara:
a.      mendatangi tempat kejadian dengan segera;
b.      menolong korban;
3
Hadikusuma Hilman, 2004, Pengantar Antropologi Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti. Hlm 15.
4
Hadikusuma Hilman, 2004, Pengantar Antropologi Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti. Hlm 17.

7
c.      melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara;
d.      mengolah tempat kejadian perkara;
e.      mengatur kelancaran arus Lalu Lintas;
f.       mengamankan barang bukti; dan
g.      melakukan penyidikan perkara.
 
Melalui kronologis peristiwa yang terjadi dalam kasus tersebut, kecelakaan
lalu lintas tersebut mengakibatkan meninggalnya seseorang. Dengan demikian,
berlakulah ketentuan Pasal 310 ayat (4) UU LLAJ;
 
“Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
 
Denda yang dimaksudkan dalam pasal tersebut bukanlah jumlah ganti rugi
yang diperoleh oleh keluarga/ahli waris korban, melainkan denda sebagai sanksi
pidana yang harus dibayarkan kepada negara dalam hal ini diwakili oleh
pengadilan, sebagai hukuman atas tindak pidana tertentu.
Untuk ahli waris korban, Pasal 235 UU LLLAJ menentukan bahwa jika
korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas baik kecelakaan lalu lintas
ringan, sedang maupun berat, pihak yang menyebabkan kecelakaan wajib
memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan
dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara
pidana.
Jumlah ganti kerugian yang harus dibayarkan oleh pihak yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan ditentukan berdasarkan putusan pengadilan
(lihat Pasal 236 ayat (1) UU LLAJ). Ayat (2) Kewajiban mengganti kerugian
tersebut pada Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229
ayat (1) dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di
antara para pihak yang terlibat.

8
Maka berdasarkan pemaparan pasal yang berlaku dalam hukum positif
tersebut diatas, penulis berpendapat bahwa penerapan hukum adat berupa
pembayaran santunan dan ganti rugi kepada korban tindak pidana lalu lintas yang
meninggal dunia di wilayah Timika hakikatnya tidak bertentangan dengan jiwa
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yang memiliki wawasan sosiologis hukum progresif, nilai keagamaan,
kemasyarakatan dan adat istiadat. Mengingat bahwa eksistensi hukum adat dan
lembaga adat masih diakui di Indonesia berdasarkan pasal 2 aturan peralihan
UUD 1945.
Terutama bersesuaian dengan ketentuan Pasal 235 ayat (1) UU No. 22
Tahun 2009 yang menentukan : “Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan
Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi,
pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib “memberikan bantuan
kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman
dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana”.
Namun, yang menjadi sorotan penulis disini adalah jumlah nominal dari
pembayaran santunan dan ganti rugi dari hukum adat yang diterapkan, tidaklah
dirinci uang 2 milyar itu untuk apa saja. Mengingat bahwa yang dihilangkan
adalah nyawa yang tentunya tidaklah bisa diukur dengan uang.
Upaya mengakomadasi pengakuan nilai-nilai pluralisme hukum adat
dalam proses penegakan hukum tindak pidana lalu lintas ke depan, memerlukan
pengkajian dan pengaturan lebih lanjut ke dalam Peraturan Daerah Provinsi,
Kabupaten/Kota, sesuai amanah Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yang menentukan
: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam undang-undang”.

BAB III
PENUTUP

9
3.1 Kesimpulan

Jadi, berdasarkan analisis kasus tersebut diatas, penulis menyimpulkan


bahwa denda adat atau ganti kerugian yang ditetapkan berdasarkan adat tersebut
tidaklah bertentangan dengan hukum positif dalam hal ini Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bahwa denda
adat itu tidak serta merta menghilangkan sanksi pidana terhadap pelaku. Namun,
yang menjadi sorotan adalah jumlah nominal dari denda adat yang diterapkan
tidak dirinci peruntukkannya. Sehingga seharusnya dilihat dari kepatutan dan
kelayakan dalam penerapan jumlah nominal denda tersebut.

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas masih terdapat banyak


kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah
tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas. 

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

10
 Hadikusuma, Hilman, 2004, Pengantar Antropologi Hukum, Bandung:
Citra Aditya Bakti.

Website :

 https://news.detik.com/berita/d-3664612/tabrak-warga-di-timika-hingga-
tewas-yahya-didenda-rp-2-miliar (diakses 8 September 2019)
 hukumonline.com (diakses 8 September 2019)

Undang-undang :

 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu


Lintas dan Angkutan Jalan.

11

Anda mungkin juga menyukai