Anda di halaman 1dari 37

I.

PENDAHULUAN
Bentuk-bentuk struktur dalam statistika bangunan sebagian besar dapat digolongkan sebagai
berikut : balok (beam), kerangka atau portal (frame) dan rangka batang (struss). Balok adalah
merupakan batang structural yang pada umumnya hanya menerima beban vertical / tegak dan
dapat dianalisa dengan lengkap gaya-gaya dalamnya (reaksi perletakan, gaya lintang dan
momen) bila beban-beban yang bekerja diketahui, pada balok di atas lebih dari dua perletakan,
analisa gaya-gaya dalam batang secara lengkap dapat dilakukan setelah momen-momen ujung
/ momen tumpuan batang telah didapatkan. Kerangka portal adalah batang-batang yang
dihubungkan dengan sambungan kaku yang pada umumnya berupa gabungan balok dan kolom.
Portal dapat dianalisa dengan lengkap bila gaya normal, geser dan momen disepanjang
bentangan batang telah didapatkan. Rangka batang adalah struktur yang batang-bantangnya
dihubungkan dengan sendi. Pada rangka batang susunan batangnya berbentuk segitiga dan
membentuk kesetabilan batang.sedangkan rangka batang dapat dianalisa dengan lengkap bila
gaya normal yang bekerja pada batang sudah diketahui.

Bentuk-bentuk statistika struktur :


a) Balok kantilever

(bebas)
(jepit) L

b) Balok sederhana di atas dua tumpuan sederhana (sendi – rol)

g
P

(balok)
(sendi) (rol)
L
c) Balok sederhana dengan kantilever

P q1 q2

(sendi) (rol)
L1 L2 L3

d) Balok menerus diatas beberapa tumpuan

P q P

(sendi) (sendi) (sendi) (sendi)

P q P P q

(jepit) (sendi) (sendi) (sendi)

e) Portal / frame

PV
(balok) q

PH

h
(kolom)

(jepit) (jepit) (jepit) L (jepit)


h

L L

f) Rangka batang

Derajat ketidaktentuan statis


Gaya-gaya yang bekerja pada suatu struktur bangunan harus selalu dalam kondisi
setimbang. Agar struktur dalam kondisi setimbang maka jumlah komponen gaya-gaya
yang bekerja pada struktur harus sama dengan nol yaitu :
∑ V = 0 untuk komponen gaya vertikal.
∑ H = 0 untuk komponen gaya horisontal dan
∑ M = 0 untuk kompomen momen.
Tujuan analisa struktur umumnya adalah untuk mencari reaksi tumpuan dan tegangan
dalam yaitu gaya normal ( N ), gaya lintang atau gaya geser ( V ) dan momen ( M ).
Bila suatu struktur dimana reaksi tumpuannya dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan statika kesetimbangan yaitu ∑ V = 0 ; ∑ H = 0 dan ∑ M = 0, maka struktur
tersebut bersifat statis tertentu.
Contoh 1 :

P
A B

LP LP

Untuk mencari reaksi tumpuan di A dapat digunakan dengan menghitung jumlah


momen di B sama dengan nol.
∑ MB = 0
1 1
RA (L) - P( L) = 0 ; maka reaksi perletakan di A RA = P
2 2
Setelah reaksi di A diketahui, maka untuk menghitung reaksi di B dapat digunakan
dengan menghitung jumlah komponen gaya vertical sama dengan nol.
∑V = 0
1 1
RA + RB = P ; maka reaksi perletakan di B RB = P – RA = P - P= P
2 2
Dari contoh tersebut di atas dapat diketahui bahwa untuk balok-balok di atas dua
tumpuan (sendi-rol), umunya maksimum hanya ada tiga reaksi perletakkan sehingga
besarnya reaksi perletakkan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan statika (
∑V = 0 ; ∑H = 0 ; ∑M = 0 ) maka dengan demikian balok tersebut bersifat statis
tertentu. Pada balok menerus (balok dengan lebih dari dua perletakan sendi) dan balok
dengan perletakkan jepit – jepit pada ujungnya, maka akan ada lebih dari tiga reaksi
perletakkan yang harus dihitung sehingga tumpuannya tidak dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan statika biasa. Balok dengan reaksi tumpuan seperti ini
dikatakan balok statis tak tentu.
Contoh :

MBA MBC MCB MCB

A B C D
RA RB RC RD

A C

MBA MBC MBC MCB


B
RA RB RC

Gambar balok statis tak tentu

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dicari derajat ketidaktentuan statis berbagai
macam struktur dengan cara pemeriksaan kelebihan reaksi perletakkan untuk membuat
struktur menjadi statis tertentu. Pada rangka batang bidang statis tertentu, jumlah
persamaan statika sama dengan jumlah yang tidak diketahui yaitu 2j = m + 3 dimana j
merupakan banyaknya sambungan dan m adalah jumlah batang. Bila struktur stabil,
jumlah batang (m) dan komponen reaksi perletakkan (r) dapat ditukarkan sehingga
syarat 2j = m + r harus dipenuhi supaya struktur bersifat statis tertentu. Dengan
demikian derajat ketidaktahuan statis untuk rangka batang adalah :

i = (m + n) – 2j

Dimana :
i = tingkat derajat ketidaktentuan statis
m = jumlah batang
n = jumlah reaksi perletakkan
j = jumlah titik buhul / titik kumpul
Beberapa contoh cara menghitung derajat ketidaktentuan statis struktur rangka batang
disajikan di bawah ini :
Contoh 1 : hitung derajat ketidaktentuan statis dari suatu rangka batang seperti dibawah
ini.

RH

RV2 RV1

Jawab :
Jumlah batang (m) = 21
Jumlah reaksi perletakkan (r) = 3 dan
Jumlah titik buhul (J) = 12
Derajat ketidaktentuan statis (i) = (m + r) – 2J
= (21 + 3) – 2(12) = 0 (struktur statis tertentu)

Contoh 2 :

RHA RHB

RV2 RV1

Jawab :

Jumlah batang (m) = 17


Jumlah reaksi perletakkan (r) = 4 dan
Jumlah titik buhul (J) = 10
Derajat ketidaktentuan statis (i) = (m + r) – 2J
= (17 + 4) – 2(10)
= 1 (struktur statis taktentu tingkat 1)
Contoh 3 :

RH

RV2 RV1

Jawab :
Jumlah batang (m) = 19
Jumlah reaksi perletakkan (r) = 3 dan
Jumlah titik buhul (J) = 10
Derajat ketidaktentuan statis (i) = (m + r) – 2J
= (19 + 3) – 2(10)
= 2 (struktur statis taktentu tingkat 2)

Pada portal / balok, bidang yang kaku akan bersifat statis tertentu bila 3J = 3m + r
dimana J adalah jumlah titik sambungan, m adalah jumlah batang dan r adalah jumlah
reaksi perletakkan. Sehingga derajat ketidaktentuan statisnya adalah :

i = (3m + r) – 3j

Dimana :
i = Derajat ketidaktentuan statis untuk balok atau portal
m = Jumlah batang
r = Jumlah raksi perletakkan
J = Jumlah titik buhul / titik kumpul / titik sambungan

Contoh 1 : periksa derajat ketidaktentuan statis struktur balok dan portal di bawah ini :

RH

M
RV2 RV1
Jumlah batang (m) = 1
Jumlah reaksi perletakkan (r) = 4 dan
Jumlah titik buhul (J) = 2
Derajat ketidaktentuan statis (i) = (3m + r) – 3J
= (3x1 + 4) – 3(2)
= 1 (struktur statis taktentu tingkat 1)

Contoh 2 :

RH1 RH2

M1 M2

RV1 RV2

Jumlah batang (m) = 1


Jumlah reaksi perletakkan (r) = 6 dan
Jumlah titik buhul (J) = 2
Derajat ketidaktentuan statis (i) = (3m + r) – 3J
= (3x1 + 6) – 3(2)
= 3 (struktur statis taktentu tingkat 3)

Contoh 3 :

RH1
RH2
M1 M2

RV1 RV2 RV3

Jawab :
Jumlah batang (m) = 2
Jumlah reaksi perletakkan (r) = 6 dan
Jumlah titik buhul (J) = 3
Derajat ketidaktentuan statis (i) = (3m + r) – 3J
= (3x2 + 6) – 3(3)
= 3 (struktur statis taktentu tingkat 3)
Contoh 4:

M1 M1

H1 H2 H3

RV1 RV2 RV3

Jawab :
Jumlah batang (m) = 15
Jumlah reaksi perletakkan (r) = 8 dan
Jumlah titik buhul (J) = 12
Derajat ketidaktentuan statis (i) = (3m + r) – 3J
= (3x15 + 8) – 3(12)
= 17 (struktur statis taktentu tingkat 17)

Soal :
Hitunglah derajat ketidaktentuan statis struktur dibawah ini :

a)

b)

c)
d) e)

Ketidaktentuan Kinematis
Pada suatu struktur balok menerus yang terdiri dari beberapa batang yang dibebani
diatasnya, maka titik-titik ujung batang / perletakkannya akan mengalami rotasi / perputaran
sudut seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini :

P
Rotasi sudut B

θ1 θ2
θ1

A B C
Garis elastis

Gambar rotasi sudut balok

Gambar di atas merupakan suatu struktur balok menerus yang terjepit di A dan
bertumpu pada perletakkan sandi di B serta perletakkan rol di C. Perletakkan di A akan
mencegah terjadinya perpindahan translasi maupun rotasi sudut, sedangkan tumpuan di
B dan C mencegah perpindahan translasi tetapi masih terjadi perputaran sudut / rotasi
sudut. Jika kekakuan aksial balok dianggap sangat besar, sehingga perubahan panjang
akibat beban aksial diabaikan, maka perputaran sudut yang tidak diketahui adalah θ1di
B dan θ2 di C. Perputaran sudut θ1 di B dan θ2 di C tidak saling tergantung karena
masing-masing mempunyai harga sembarang. Suatu system perpindahan titik kumpul
disebut bebas, bila setiap perpindahan dapat berharga sembarang dan bebas terhadap
lainnya. Jumlah perpindahan titik kumpul yang bebas pada struktur disebut derajat
ketidaktentuan kinematis atau jumlah derajat kebebasan. Derajat kebebasan dapat
berupa perputaran sudut / rotasi dan translasi / pergoyangan. Sebagai contoh penentuan
jumlah derajat kebebasan di perlihatkan pada gambar di bawah ini :
Δ Δ
C D
P

θ = rotasi sudut
θ Δ = perpindahan
/ translasi

B
A

Gambar rotasi sudut dan perpindahan / translasi pada portal

Titik A merupakan perletakkan jepit dan titik B berupa perletakkan sendi. Titik A tidak
mempunyai perpindahan translasi dan rotasi, sedangkan titik B mempunyai
perpindahan rotasi tetapi tidak mempunyai perpindahan translasi. Pada titik C dan D
masing-masing mempunyai perpindahan translasi sehingga struktur mempunyai derajat
kebebasan 3.
Pada contoh 2 seperti diperlihatkan pada gambar di bawah ini adalah contoh portal yang
mengalami perpindahan translasi dan rotasi.

θ
C D

θ
Δ Δ

A B

Pada titik A dan B tidak mengalami perpindahan baik translasi maupun rotasi
(perletakkan jepit).
Sedangkan pada titik C dan D masing-masing mengalami perpindahan translasi yang
mengakibatkan gaya horizontal di C dan perpindahan rotasi akibat gaya aksial yang
bekerja di batang CD. Sehingga struktur mempunyai derajat kebebasan 4.
Contoh ketiga di bawah ini adalah contoh lain dari ketidaktentuan kinematis dan
ketidaktentuan statis.

P
θ1 B
θ3 θ2
A θ3 D

Pada portal bidang di atas mempunyai 7 komponen reaksi yaitu masing-masing 2 di A


dan D (perletakkan sendi) dan 3 komponen reaksi di C (perletakkan jepit) sehingga
jumlah derajat ketidaktentuan statisnya adalah 4. sedangkan derajat ketidaktentuan
kinematisnya adalah 3 yaitu berupa rotasi sudut di A,B dan D.
Bila pada struktur tersebut di atas perletakkan di C diganti dengan sendi, maka derajat
ketidaktentuan kinematisnya bertambah satu.

2. Defleksi Balok Statis Tertentu


Ada beberapa metode yang umum dipakai untuk menghitung defleksi balok statis
tertentu yaitu cara beban satuan dan cara luiasan di bidang momen. Pada cara beban
satuan hanya satu komponen defleksi yang bisa didapat dengan pemberian satu beban
satuan, sedangkan perhitungan defleksi dengan luasan bidang momen, defleksi total
disetiap titik dapat ditentukan setelah diketahui sifat-sifat luasan momennya.
Disamping defleksi, kedua cara di atas dapat dipakai untuk menghitung rotasi sudut /
rotasi garis singgung di setiap titik pada balok statis tertentu.

2.1 Cara Beben Satuan

dl

M N
u u

y’ dx
gn
C
δ1 δ3
δ δ2
Gambar (a)

dl

M N
s s

y
dx Gambar (b)
C
1 Δ1 2 gn 3Δ3
Δ Δ2

P1 P2 P3

1 C 2 3 gn

δ1+Δ1 δ+Δ δ2+Δ2 δ3+Δ3 Gambar (c)

P1 P2 P3
P = 1 satuan

Sebuah balok di atas dua tumpuan sederhana (gambar b) yang menerima beban P1, P2
dan P3. Resultan beban ini akan menimbulkan tegangan dalam balok tersebut. Misalnya
ditinjau tegangan dalam sebesar S yang bekerja pada pias sepanjang MN yang luas
penampangnya dA. Akibat S, serat sepanjang MN akan diperpendek sebesar dL dan
beban-beban yang bekerja pada balok tersebut, misalnya sebesar Δ1 di P1, Δ2 di P2, Δ3
di P3. Besarnya kerja luar tersebut jika beban-beban tersebut di berikan sedikit demi
1 1 1
sedikit adalah P1 1 + P2  2 + P3  3 . Energi dalam total akibat beban luar yang
2 2 2
bekerja adalah sebesar ,,,,,,,. Menurut hukum kekekalan energi, kerja luar total yang
dilakukan sama dengan energi dalam yang disimpan pada balok, yaitu :
1 1 1 1
P1 1 + P2  2 + P3  3 =  Sdl ………………(1)
2 2 2 2
Sekarang bila pada balok AB tersebut sebelumnya terlebih dahulu diberikan beban
satuan sebesar P = 1 satuan di titik C (gambar a), maka beban satuan ini akan
menyebabkan defleksi sebesar δ di C, δ1 di titik 1, δ2 di titik 2 dan δ3 di titik 3. Jika
beban P1, P2 dan P3 ditambahkan sedikit demi sedikit ke balok dari gambar (a) di atas,
dimana beban satuan di C sudah diberikan terlebih dahulu, maka besarnya defleksi yang
terjadi di titik C adalah δ + Δ , δ1 + Δ1 di titik 1, δ2 + Δ2 di titik 2 dan δ3 + Δ3 di titik 3.
Bila beban satuan di C diberikan, terlebih dahulu, hubungan kerja luar δ energi dalam
adalah :
1 1
(1)( ) =  Udl ………………..(2)
1 2
Dimana U adalah tekanan total pada serat MN dengan luas dA yang disebabkan beban
satuan, dan dL adalah perpendekan serat tersebut.
Bila beban-beban P1, P2 dan P3 diberikan secara sedikit demi sedikit, maka kerja luar
1 1 1
tambahan yang dilakukan pada balok tersebut adalah P1 1 + P2  2 + P3  3
2 2 2
karena beban tetap sebesar 1 satuan di C sudah diberikan terlebih dahulu. Sehingga
memberikan defleksi tambahan Δ dan beban-beban P1, P2 P3 yang diberikan secara
sedikit demi sedikit di atas balok menyebabkan defleksi bebasan Δ1, Δ2 dan Δ3.
1
Energi dalam yang terjadi pada balok tersebut adalah  SdL +  Udl . Sedangkan
2
kerja luar total yang bekerja pada balok tersebut adalah sebesar
1 1 1 1
(1)( ) + P11 + P 2 2 + P33 + (1)() dan energi dalam totalnya adalah
2 2 2 2
1 1
 UdL +  Sdl +  Udl sehingga menurut hukum kekekalan energy kerja luar
2 2
total sama dengan energi dalam total maka :
1 1 1 1 1 1
(1)( ) + P1 1 + P2  2 + P3  3 + (1)() =  UdL +  Sdl +  Udl ……..(3)
2 2 2 2 2 2
Dengan mengurangkan persamaan (3) dengan jumlah persamaan (2) dan persamaan (1)
maka didapat : (1)(Δ) = ∑ u dl ……………..(4)
Persamaan (4) ini merupakan rumus dasar darai cara beban satuan.

Defleksi balok dengan metode beban satuan :


Misalkan kita ingin mencari defleksi (Δ )di titik C pada balok sederhana AB akibat
beban yang diberikan sebesar P1, P2 dan P3 di titik 1, 2 dan 3 (gambar a). Suatu beban
satuan sebesar 1 satuan di berikan di titik C pada balok AB yang tidak dibeban (gambar
b).
Menurut parsamaan (4), kerja energi dalam balok tersebut adalah :
(1) (Δ ) = ∑ U dl atau Δ = ∑ U dl.

dl
M N
s s

y dx
1 C 2 3 gn
Gambar (a)

Δ
P1 P2 P3

dl
M N
u u
y
dx C gn

P = 1 satuan
Gambar (b)

Bila momen yang bekerja di MN gambar (a) adalah sebesar M dan momen titik yang
bekerja di MN gambar (b) adalah m dan panjang MN semula adalah dx maka :
my
U = .dA …………….(5)
I
S 1
dL = . .dx …………….(6)
dA E
My
Dengan memasukkan harga .dA ke persamaan (6) maka :
I
My
dL =.dx ……………….(7)
EI
Dengan memasukkan persamaan (6) dan (7) ke persamaan (4) maka :
my My
Δ = ∑U dL = ( .dA)( .dx)
I EI
2
L A Mmy
=   dA.dx
0 0 EI 2
L Mm A L Mm
=  2
dx  Y 2 .dA =  .dx …………..(8)
0 EI 0 0 EI

Persamaan (8) adalah rumus umum defleksi di setiap titik dari sebuah balok statis
tertentu akibat pembebanan yang diberikan pada balok tersebut, dimana M dan m
adalah momen akibat beban luar dan momen akibat beban satuan sejauh x dan EI
adalah kekakuan batang.
Contoh 1 : carilah ΔB dengan metode beban satuan pada gambar dibawah ini

(a) P

A B
ΔB
X
L

P = 1 Satuan
(b)
A B

Penyelesaian :
Mx = - P (x)
mx = -1 (x)
Batas : x = 0 s/d x =L

(− Px)(− x)
L
L L Px
2
P 1 3  PL3
= .dx =  .dx = x = ( )
0 EI 0 EI EI  3  0 3EI

Contoh 2 : carilah defleksi ΔB dengan metode beban satuan pada gambar di bawah ini.

(a) g

A B
ΔB
X
L
(b)

1
Penyelesaian : Mx = − qx 2
2
mx = - 1( x )

Batas : x = 0 s/d x =L
 1 2
− qx  (− x)
L Mm.dx L 
 2 
B =  = dx
0 EI 0 EI
1 3
qx L
L q 1 4  qL4
B =  2 dx = X  =
0 EI 2 EI  4  0 8 EI

Contoh 3 : carilah defleksi ditengah bentang pada gelagar sederhana pada gambar di
bawah ini.

L/2
P
x
A B
C
ΔC

RA = 1/2P RB = 1/2P
L

P = 1 Satuan
A B
C

RA = 1/2 RB = 1/2

Penyelesaian :
1
Mx = Px
2
1
mx = x
2
Batas : A - C = 0 – ½ L
C - B =0- ½L

Lendutan di C :
 1  1 
 Px  .x .dx
= 2 
Mm.dx 2  2 
 C = 2
0 EI 0 EI
1
L
P 1 3  2
1
L Px 2 PL3
= 2 2 .dx = x =
0 4 EI  EI  3  0 48 EI

Contoh 4 : hitung defleksi ΔC dengan metode beban satuan balok sederhana AB


seperti gambar di bawah ini.

q t/m’
x

A B
C
ΔC

RA = 1/2qL RB = 1/2qL
L/2 L/2

L/2
P = 1 Satuan
A B
C

RA = 1/2 RB = 1/2

Penyelesaian :
Bagian balok AC CB
Titik awal A B
Mx 1 1 1 1
qLx − qx 2 qLx − qx 2
2 2 2 2
1 1
mx x x
2 2
1 1
Batas x = 0 s/d x = L x = 0 s/d x = L
2 2

Lendutan di C :

(1 / 2qlx − 1 / 2qx 2 )(1 / 2 x)dx (qlx 2 − qx 3 )dx


1
l
ΔC = 2 2 = 2
0 EI 4 EI
1
L
1  qLx 3 qx 4  2 1  qL4 qL4 
=  −  =  − 
2 EI  3 4 0 2 EI  24 64 
1 8 − 3 4  5 qL4
ΔC = qL =
2 EI  192  384 EI

Contoh 5 : hitung defleksi di C (ΔC ) δ lendutan di D ( ΔD ) pada balok dengan


tumpuan sederhana pada gambar dibawah ini.

P = 12 ton

A B
C D
4m 8m

6m 6m E = 100.000 kg/cm2
= 106 tm2
P = 12 ton I = 0,017 m4
C D
A B
ΔC ΔD

RA = 8t RB = 4t

P = 12 ton
C
A B

RA = 2/3 RB = 1/3

P = 1 Satuan
A B
D

RA = 1/2 RB = 1/2

Penyelesaian :
a) Defleksi di C, beban 1 satuan diletakkan di titik C
Bagian balok AC CB
Titik awal A B
Mx 8x 4x
2 1
mx x x
3 3
Batas 0–4m 0–8m

 2  1 
 8 x. x  (4 x) x 
4  3  dx + 8  3  dx
ΔC = 
0 EI 0 EI
113,78 + 227,56
4 8
1 16 3  1 4 3 
=  x  +  x  = = 0,02m  2,00cm
EI  9  0 EI  9  0 10 6 x0,017

b) Defleksi ΔD, beban 1 satuan di letakkan di D.


Bagian balok AC CD DB
Titik awal A C B
Mx 8x 8x – 12 (x – 4) 4x
1 1 1
mx x x x
2 2 2
Batas 0–4m 4–6m 0–6m

1  1  1 
(8 x) x  8 x − 12( x − 4) x  (4 x) x 
= 
4 2  + 6  2 dx +  2  dx
ΔD
0 EI 0 EI  EI
1 
(−4 x + 48) x 
 2  dx + 4 2 x dx
2 2
4 4x 6
=  + 0 EI
0 EI 0 EI
6 ( −2 x + 24 x)
2 2
4 4x 4 2 x dx
=  + dx + 
0 EI 0 EI 0 EI
4 6 6
1  4x 3  1  2 3 2  1  2x3 
  +  − x + 12 x  +  
EI  3  0 EI  3
=
 0 EI  3  0

EI . ΔD = [(85,33)+{(-144+42,67)+(432-192)}+144]
= 638
368
Δ = = 0,0216M  2,16cm
1.000.000 x0,017

Contoh 6 : hitunglah defleksi dititik C (ΔC ) pada gelagar sederhana dengan beban
seperti pada gambar.

x q = 2t/m’

A B
21 C I
ΔC

RA = 9t R = 3t
Penyelesaian :
Bagian balok AC CB
Titik awal A B
Mx 9x – x2 3x
1 1
Mx x x
2 2
Batas 0-6 0-6

1  1 
1 (9 x − x 2 ) x  (3 x) x 
=
L Mm 6
dxF  2  + 6 2 
ΔC
0
2
EI 0 2 EI 0 EI
6 (9 x − x )
2 3 2
6 3x
=  +
0 4 EI 0 2 EI
6
1  x3 
6
1  3 1 4
= 3 x − x +  
4 EI  4  0 EI  2  0

=
1
648 − 324 + 1 108
4 EI EI
= 81 + 108 =
1 189
EI EI
189
ΔC =  1,1cm
1.000.000 x0,017

Soal :
1. carilah defleksi balok dengan menggunakan metode beban satuan (unit load) soal-
soal dibawah ini.
(a)
P

A B
C

1/2L 1/2L

q t/m’
(b)
A B
C

2. carilah defleksi ΔC dengan beban satuan

(a)
P = 4t
C
A B

4m 4m

E = 100.000 kg/cm2
I = 720.000cm4

(b)
q = 3t/m’
P = 5t

A B
C D

6m 6m

E = 100.000 kg/cm2
I = 2.100.000 cm4

(c)
P = 4t q = 2t/m’

A B
C D D

2m 2m 2m 2m
E = 100.000 kg/cm2
I = 720.000 cm4

(d)

q = 2t/m’
P = 4t

B
D C

A
2m 4m 4m

E = 100.000 kg/cm2
I = 720.000 cm4

Rotasi balok dengan cara beban satuan / unit load


Sudut putar atau rotasi ( θ ), menyatakan sudut dalam satuan radian antara garis
singgung ke kurva elastis disetiap titik dari balok dan garis singgung semula di titik yang
sama dari balok sebelum pembebasan.
Rumus umum rotasi θ dengan cara beban satuan :
L Mm.dx
 =  Udl =  …………………. (9)
0 EI
Dimana :
θ = sudut putar
M = momen tekuk akibat beban luar yang bekerja pada balok
m = momen tekuk akibat bekerjanya momen satuan di titik pada balok dimana
rotasinya sedang dicari.
E = modulus elastisitas beban
I = momen inersia
Cara perumusan pada persamaan (9) serupa dengan perumusan persamaan (8). Untuk
perumusan-perumusan persamaan 9. Perhatikan gambar a, b dan c dibawah ini. Kerja
1
yang dilakukan oleh momen satuan pada balok tersebut adalah (1) (θ) yang sama
2
1
dengan  U.dL . Bila beban P1, P2 dan P3 ditambahkan sedikit demi sedikit, kerja luar
2
1 1 1
tambahan yang bekerja pada balok tersebut adalah P1 + P 2 + P 3 + (1)( ) ,
2 2 2
1
yang sama dengan energi dalam  S .dL +  U .dL .
2
1 1 1 1
Dengan memasukkan P1 1 + P2  2 + P3  3 +  S .dL maka didapat :
2 2 2 2
L Mm
(1)(θ) = ∑ dL Atau  = U .dL =  dx yang merupakan persamaan (9)
0 EI
dl
M N
u u

y dx
gn
Gambar (a)
δ1 δ δ2 δ3

1 C 2 3

dl
M N
s s

y dx
gn Gambar (b)
Δ1 Δ Δ2 Δ3

1 C 2 3

Gambar (c)
1 C 2 3 gn

δ1+Δ1 δ+Δ δ2+Δ2 δ3+Δ3

Perlu diperhatikan pada saat mencari defleksi atau rotasi di titik pada balok struktur
statis tertentu dengan cara beban satuan, arah defleksi atau rotasinya sama atau
berlawanan dengan arah dari beban satuan atau momen satuannya tergantung apakah
hasilnya positif atau negative.

Contoh 1 : carilah rotasi sudut dengan metode beban satuan pada balok kenti lever di
bawah ini.

PL A B

ΘB
L

I A B
m = satuan

Penyelesaian :
Bagian balok AB
Titik awal B
Mx - Px
mx -1
Batas x = 0 s/d x =L

L
(− Px)(−1)dx  Px 2 
L PL2
 = =  = (searah dengan jarum jam)
0 EI  2 EI 0 2 EI
Contoh 2 : hitung θB dengan metode beban satuan pada balok kanti lever di bawah ini.

A B

ΘB
L

I A B
m = satuan

Penyelesaian :
Bagian balok AB
Titik awal B
Mx 1
− qx 2
2
mx -1
1
(− qx n )(−1)dx  3  L
L qx
B =  2 = 
0 EI  6 EI  0

qL 3
B = (searah jarum jam)
6 EI

Contoh 3 : hitung θA atau θB pada balok dengan dua tumpuan sederhana di bawah ini.
P
x x
A B
θA C θB

P/2 P/2
L/2 L/2

x C x
A B

1/L 1/L
m=1

Penyelesaian :

Bagian balok AC CB
Titik awal A B
Mx 1 1
P.x P.x
2 2
mx x x
1−
L L
1 1
Batas x = 0 s/d x = L x = 0 s/d x = L
2 2

 1  x 1  x 
 Px 1 − dx
1 L  p.x  dx
A =  
2  L 
+ 2   L 
2
2
0 EI 0 EI
I 2  1 Px   1 L  px 2 
L 2

EI 0   2 2 L   EI 0  2 L 
=   Px − dx  +  dx
1
L
1  1
L
I L P 1 2  2
=
EI 
0
2
 p.x.dx  +
2  EI

0
=
EI 4 x 
 0
PL2
θA = (searah jarum jam)
16 EI
PL2
θB = (berlawanan arah dengan jarum jam)
16 EI

Contoh 4 : hitung θA atau θB pada balok dengan tumpuan sederhana dengan beban
merata seperti gambar di bawah ini dengan metode beban satuan.

q kg/m’

A B
θA C θB

RA = 1/2qL RA = 1/2qL
L/2 L/2

C
A B

RA = 1/L RA = 1/L
m=1

Penyelesaian :
Bagian balok AC CB
Titik awal A B
Mx 1 1 1 1
qLx − qx 2 qLx − qx 2
2 2 2 2
x x
mx 1−
L L
1 1
Batas x = 0 s/d x = L x = 0 s/d x = L
2 2
1 1  x 1 1  x 
L  gLx − gx 2 1 − dx L  gLx − gx 2  dx
= 2   L  + 2  2  L 
2 2 2
θA
0 EI 0 EI
1 21 1 2 1 2 1 x  1 L  1 2 1 x3 
L 3

EI 0  2 2 L  EI 0  2
=  gLx − gx − gx + g  +  gx − g dx 
2 2 2 L 
1 21 1 x  1 L 1 2 1 x 
L 3 3

EI 0  2 2 L  EI 0  2
=  gLx − gx 2
+ g +  gx − g dx
2 L
L
1  gLx 2 x 3 gx 4 gx 3 gx 4  2
=  − g + + − 
EI  4 3 8L 6 8L  0
1  gL3 gL3 gL3  gL3
=  − +  = (Searah jarum jam)
EI  16 24 48  24 EI
gL3
θB = (Berlawanan arah dengan jarum jam)
24 EI

Contoh 5 : hitung θA dan θB dengan cara beban satuan pada balok sederhana dibawah
ini.

P = 8t E = 106 t/m2 I = 0,017 m4

A B
θA C θB

RA = 6t RB = 2t
2m 6m

A B
C

1/8 - 1/8
A B
A B
C

A B

Penyelesaian :
Bagian balok AC CB
Titik awal A B
Mx 6x 2x
x x
mx 1−
8 8
Batas x = 0 s/d x = 2 x = 0 s/d x = 26

 x  x
(6 x )1 − dx (2 x ) dx
2  8 6 8
θA = 
0 EI
+
0 EI
 x2 
 6 x − 6 dx
=    +
2 8 6 x2
0 EI 0 4 EI
dx
2
1  2 x3 
6
1 1 3 
= 3x −  + x
EI  4  0 4 EI  3  0
1
EIθA = (12 – 2) + (72) = 28
4
28
θA = 6
10 .0,017
= 0,00165 Rad (Searah jarum jam)

2.2 rotasi sudut θB

Bagian balok AC CB
Titik awal A B
Mx 6x 2x
x x
Mx 1−
8 8
Batas x = 0 s/d x = 2 x = 0 s/d x = 6

 x  x
0 (6 x ) dx + 0 (2 x )1 − dx
2 6
EIθB =
8  8
6 
2
2 6x x2
=  dx +   2 x −
 dx
0 8 0
 4 
2 6
1   1 
=  x3  + x 2 − x3 
4 0  12  0
= ( 2 ) + (36 – 18)
= 20
20
θB = 6 = 0,0012Rad (Berlawanan arah dengan jarum jam)
10 .0,017

Soal :
1. carilah θB dengan cara beban satuan (unit load)
P
A B
C
1/2L 1/2L

q t/m’

A B
1/2L C 1/2L

2. carilah θA dan θB dengan cara beban satuan

q = 2 t/m’

A B

5m 5m

E = 100.000 kg/cm2
I = 2.300.000 cm4

P = 5t
q = 2 t/m’

A B

2m 2m 2m 2m

E = 100.000 kg/cm2
I = 7200.000 cm4

Pemakaian metode beban satuan untuk portal


Untuk mendapatkan komponen defleksi atau rotasi pasa portal statis tertentu bisa dicari
dengan cara beban satuan (unit load). Dengan memberikan beban satuan mendatar atau
vertical pada tiatik yang akan ditentukan defleksinya, maka beban dan arah defleksi
dapat ditentukan. Dengan memberikan suatu momen satuan rotasi pada titik yang
ditinjau, maka besar arah rotasi dapat ditentukan. Perlu diperhatikan bahwa arah
defleksi atau rotasi yang terjadi akan sesuai dengan arah beban satuan dan momen
satuan yang diberikan pada titik tersebut.
Contoh :
P1 = 12t
C D

Hitung rotasi θA, θC serta defleksi


2m horizontal di C Δ HC
3m

EI
P2 = 6t EI

2m

P1 = 12t
C D ∑MA = 0
12(4) + 6(2)
F RB =
8
= 7,5t ()
2m
∑H = 0
HA = P2 = 66
∑MB = 0
12(4) + 6(1) − 6(1)
()
P2 = 6t
RA = = 4,5t 
2m 8

MCA = HA x 4 – P2 (2)
B = 6 x 4 – 6 x 2 = 12tm
HA = 6t
RB
MCD + MCA = 0 → MCD = -12tm
12 x 4 − 12
A
RCD =
8
()
= 4,5t 
12 x 4 + 12
()
RA
RDC = = 7,5t 
8
MDE = 0

a) Rotasi di A (θA)
Free body akibat beban luar.

4,5 12t 7,5t

12 0
C D
0 C D
F
4,5 7,5t
12 0
Free body pemberian M = 1 satuan di A
1/8
C D 0 C D 0
1
F 0
0
C D
1 1/8 1/8

B
0 A B
RA = 1/8
A RA = 1/8
M=1
M=1
Bagian balok AE CE CF DF DB
Titik awal A C C D B
I A I 21 21 1
M I 12 4,5x +12 7,5x 0

m 6x 1 1 1 0
1− x x
8 8
Batas x=0 x=0 x=0 x=0 x=0
x = 2m x = 2m x = 4m x = Фm x = 3m

Mm.dx
L 2 6 x (1) 2 (12)(1)
θ A=   = dx +  dx
0 EI 0 EI 0 EI
 1 1 
(4,5 x + 12)1 −  (7,5 x) x 
= +
4  8  .dx + 4  8  dx
0 2 EI  0 2 EI
 
4 4

=
1 2
3x 2 0 +
1
12 x02 + 1  4,5 x 2 + 12 x − 4,5 x 3 − 12 x 2  + 1  7,5 3 
 24 x 
EI EI 2 EI  2 24 16  0 2 EI  0
EIθA = (12 + 24 + 18 + 24 – 6 – 6 + 10
76tm 2
θA =
EI

b) Rotasi di C (θC)

C D 1/8 1/8
C D
1
C F D
1/8 1/8

E
E

B
A B

A 1/8 1/8
M=1

Bagian balok AE CE CF DF DB
Titik awal A C C D B
I I I I I I
M 6x 12 4,5x +12 7,5x 0

m 0 0 1 1 0
1− x
8x 8
Batas x=0 x=0 x=0 x=0 x=0
x = 2m x = 2m x = 4m x = 4m x = 3m

Mm.dx
θC =  
Ei
  1   1 
 (4,5 x + 12)1 − x   (7,5 x) x 
 2 6 x ( 0) 2 12(0)  4  8 dx  + 4  8  dx
=  dx +   +  
 0 EI 0 EI   0 2 EI  0 2 EI
 
 

Cara Luasan Bidang Momen


Pada cara luasan bidang momen, luasan bidang momen dianggap sebagai beban. Untuk
mencari rotasi sudut maupun defleksi balok perlu digambarkan diagram momen (atau
M/I untuk nilai I yang berubah-ubah ) dan kemudian dilukiskan gambar kurva garis
elastisnya. Dua teorema tersebut dapat dipakai secara berurutan untul menentukan
rotasi sudut dan defleksi pada balok.
Rumusan umum :
1. Untuk struktur kantilever
Rotasi Sudut :

ɵ= Luas Kurva Bidang Momen


EI

Defleksi / lendutan :

Δ = Momen ujung akibat Luasan Kurva Bidang Momen pada titik yang ditinjau
EI

2. Untuk balok diatas 2 tumpuan (sendi-rol)


Rotasi sudut :

Reaksi Tumpuan dari Luasan Kurva Bidang Momen


EI

Defleksi :

Momen pada titik yang ditinjau akibat Luasan Kurva Bidang Momen
EI

1. Rotasi Dan Defleksi Pada Balok Kantilever


a) Hitung θB dan ΔB pada balok kenti lever di bawah ini :
P
Beban titik :
A Momen :
EI B
MA = PL ; MB = 0
L
EIθB = EIθA + Luasan MAB
PL 1 
= 0 + PL  L 
2 
Bid. M
PL2
θB = (Searah jarum jam)
P’ = 1/2PL2 2 EI
1/3L 2/3L EIΔB = momen di B akibat beban luasan
bidang momen (MAB )
A B
ΔB
θB
PL2  2 
EIΔB =  L
2 3 
PL3
ΔB = (kebawah)
3EI

b) Hitung θB pada balok kanti lever di bawah ini :


g
A Beban merata :
EI B
1
L MA = - qL2 ; MB = 0
2
1/2gL2 EIθB = EIθA + luasan kurva MAB
1  1  1
Bid. M = 0 +  qL2  L  = qL3
2  3  6
P’ = 1/6 gL3 gL3
θB = (searah jarum jam)
1/4L 3/4L 6 EI
EIΔB = MB akibat luasan kurva MAB

A B  gL3  3  gL4
EIΔB =   L  =
ΔB
 6  4  8
θB
gl 4
ΔB =
8EI

2. Balok Di Atas Dua Tumpuan Sendi-Rol


a) Hitung θA atau θB dan θC pada balok seperti gambar di bawah ini :
Beban titik :
P 1
RA = RB = P
2
A θB B
θA C
1 1 1
MC = P( L) = PL
2 2 4
P/2 P/2 MA = MB = 0
L/2 L/2
EIθA = EIθC + luasan kurva MAC
1  PL  L  PL2
= 0+    =
1/4PL 2  4  2  16

PL 2
θA = (searah jarum jam)
16 EI
PL 2
P’=1/16PL 2 θB = (berlawanan jarum jam)
1/16PL2 16 EI
1/16PL2
EIΔC = MC akibat kurva MAC
1/3L 1/6L PL2  1  PL3
=  L =
16  3  48
C
A B
θA ΔC θB PL3
ΔC = (kebawah)
48EI

b) Hitung θA atau θB dan ΔC pada balok seperti gambar di bawah ini :

Beban merata :
g
1
A B RA = RB = qL
θA θB
2
1 1 1 1
1/2gL 1/2gL MC = qL( L) − qL( L)
2 2 2 4
L2 L2 EIθA = EIθC + luasan kurva MAC
1/8gL2
2  qL2  L  qL3
= 0 +    =
3  8  2  24

1/24gL3 gL3
θA = q (searah jarum jam)
1/24gL3 1/24gL3 24 EI
qL3
5/16L 3/16L θB = (berlawanan jarum jam)
24 EI

C EIΔC = MC akibat kurva MAC


A B
θA ΔC θB
qL3  8 3  5qL4
=  − L =
24EI  16 16  384

5qL4
ΔC =
384 EI

Soal-soal
A1. Hitung θB, ΔB dan ΔC pada balok kantilever dengan beban seperti di bawah ini

P
A B
C
½l EI ½l

2. Hitung θB dan ΔB pada balok kantilever dengan beban seperti di bawah ini :
P
q
A B
EI
L

3. Hitung θA, θB dan ΔC serta ΔD pada balok kantilever dengan beban seperti di bawah
ini :

P P P

C D E
B
A
¼l ¼l ¼ l ¼l

4. hitung θA, θB dan ΔC pada balok kantilever dengan beban seperti di bawah ini :

P
q

C
B
A (EI)
½l ½l

Anda mungkin juga menyukai