Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN
Bentuk-bentuk struktur dalam statistika bangunan :
Balok (beam) : adalah merupakan batang structural yang pada umumnya hanya menerima
beban vertical / tegak dan dapat dianalisa dengan lengkap gaya-gaya dalamnya (reaksi
perletakan, gaya lintang dan momen) bila beban-beban yang bekerja diketahui, pada balok di
atas lebih dari dua perletakan, analisa gaya-gaya dalam batang secara lengkap dapat
dilakukan setelah momen-momen ujung / momen tumpuan batang telah didapatkan.

Bentuk-bentuk statistika struktur balok :


a) Balok kantilever

(bebas)
(jepit) L

b) Balok di atas dua tumpuan sederhana sendi – rol

g
P

(balok)
(sendi) (rol)
L

c) Balok sederhana dengan kantilever

P q1 q2

(sendi) (rol)
L1 L2 L3
d) Balok menerus diatas beberapa tumpuan

P q P

(sendi) (sendi) (sendi)(sendi)

P q P P q

(jepit) (sendi) (sendi) (sendi)

Portal (frame) : adalah batang-batang yang dihubungkan dengan sambungan kaku yang pada
umumnya berupa gabungan balok dan kolom. Portal dapat dianalisa dengan lengkap bila
gaya normal, geser dan momen disepanjang bentangan batang telah didapatkan.

e) Portal / frame
PV
(balok) q

PH

h
(kolom)

(jepit) (jepit) (jepit) L (jepit)

L L
Rangka batang (truss) : adalah struktur yang batang-bantangnya dihubungkan dengan sendi.
Pada rangka batang susunan batangnya berbentuk segitiga dan membentuk kesetabilan
batang.sedangkan rangka batang dapat dianalisa dengan lengkap bila gaya normal yang
bekerja pada batang sudah diketahui.

f) Rangka batang

Derajat ketidaktentuan statis :


Gaya-gaya yang bekerja pada suatu struktur bangunan harus selalu dalam kondisi
setimbang. Agar struktur dalam kondisi setimbang maka jumlah komponen gaya-gaya
yang bekerja pada struktur harus sama dengan nol yaitu :
∑ V = 0 untuk komponen gaya vertikal.
∑ H = 0 untuk komponen gaya horisontal dan
∑ M = 0 untuk kompomen momen.

Tujuan analisa struktur umumnya adalah untuk mencari reaksi tumpuan dan tegangan
dalam yaitu gaya normal ( N ), gaya lintang atau gaya geser ( V ) dan momen ( M ).
Bila suatu struktur dimana reaksi tumpuannya dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan statika kesetimbangan yaitu ∑ V = 0 ; ∑ H = 0 dan ∑ M = 0, maka
struktur tersebut bersifat statis tertentu.
Contoh 1 :

P
A B

1 1
2 2
L

Untuk mencari reaksi tumpuan di A dapat digunakan dengan menghitung jumlah


momen di B sama dengan nol.
∑ MB = 0
1 1
P( L)=0 P
RA (L) - 2 ; maka reaksi perletakan di A RA = 2
Setelah reaksi di A diketahui, maka untuk menghitung reaksi di B dapat digunakan
dengan menghitung jumlah komponen gaya vertical sama dengan nol.
∑V = 0
1 1
P= P
RA + RB = P ; maka reaksi perletakan di B RB = P – RA = P - 2 2
Dari contoh tersebut di atas dapat diketahui bahwa untuk balok-balok di atas dua
tumpuan (sendi-rol), umunya maksimum hanya ada tiga reaksi perletakkan sehingga
besarnya reaksi perletakkan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan statika
( ∑V = 0 ; ∑H = 0 ; ∑M = 0 ) maka dengan demikian balok tersebut bersifat statis
tertentu.
Pada balok menerus (balok dengan lebih dari dua perletakan sendi) dan balok
dengan perletakkan jepit – jepit pada ujungnya, maka akan ada lebih dari tiga reaksi
perletakkan yang harus dihitung sehingga tumpuannya tidak dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan statika biasa. Balok dengan reaksi tumpuan seperti ini
dikatakan balok statis tak tentu.
Contoh :

MBA MBC MCB MCB

A B C D
RA RB RC RD

A C

MBA MBC MBC MCB


B
RA RB RC

Gambar balok statis tak tentu

Derajat ketidaktentuan rangka batang :


Pada rangka batang bidang statis tertentu, jumlah persamaan statika sama dengan
jumlah yang tidak diketahui yaitu 2j = m + 3 dimana j merupakan banyaknya
sambungan dan m adalah jumlah batang. Bila struktur stabil, jumlah batang (m) dan
komponen reaksi perletakkan (r) dapat ditukarkan sehingga syarat 2j = m + r harus
dipenuhi supaya struktur bersifat statis tertentu. Dengan demikian derajat
ketidaktahuan statis untuk rangka batang adalah :

i = (m + n) – 2j

Dimana :
i = tingkat derajat ketidaktentuan statis
m = jumlah batang
n = jumlah reaksi perletakkan
j = jumlah titik buhul / titik kumpul
Beberapa contoh cara menghitung derajat ketidaktentuan statis struktur rangka batang
disajikan di bawah ini :

Contoh 1 : hitung derajat ketidaktentuan statis dari suatu rangka batang seperti
dibawah ini.

R
H

RV2 RV1

Jawab :
Jumlah batang (m) = 21
Jumlah reaksi perletakkan (r) = 3 dan
Jumlah titik buhul (J) = 12
Derajat ketidaktentuan statis (i) = (m + r) – 2J
= (21 + 3) – 2(12) = 0 (struktur statis tertentu)

Contoh 2 :

RHA RHB

RV2 RV1

Jawab :

Jumlah batang (m) = 17


Jumlah reaksi perletakkan (r) = 4 dan
Jumlah titik buhul (J) = 10
Derajat ketidaktentuan statis (i) = (m + r) – 2J
= (17 + 4) – 2(10)
= 1 (struktur statis taktentu tingkat 1)
Contoh 3 :

RH

RV2 RV1

Jawab :
Jumlah batang (m) = 19 ; Jumlah reaksi perletakkan (r) = 3 dan
Jumlah titik buhul (J) = 10
Derajat ketidaktentuan statis (i) = (m + r) – 2J
= (19 + 3) – 2(10) = 2
(struktur statis taktentu tingkat 2)

Derajat ketidak tentuan statis untuk balok dan portal :

Pada portal / balok, bidang yang kaku akan bersifat statis tertentu bila 3J = 3m + r
dimana J adalah jumlah titik sambungan, m adalah jumlah batang dan r adalah
jumlah reaksi perletakkan. Sehingga derajat ketidaktentuan statisnya adalah :

i = (3m + r) – 3j

Dimana :
i = Derajat ketidaktentuan statis untuk balok atau portal
m = Jumlah batang
r = Jumlah raksi perletakkan
J = Jumlah titik buhul / titik kumpul / titik sambungan

Contoh 1 : periksa derajat ketidaktentuan statis struktur balok dan portal di bawah ini :

R
H
M
RV2 RV1
Jumlah batang (m) = 1
Jumlah reaksi perletakkan (r) = 4 dan
Jumlah titik buhul (J) = 2
Derajat ketidaktentuan statis (i) = (3m + r) – 3J
= (3x1 + 4) – 3(2)
= 1 (struktur statis taktentu tingkat 1)

Contoh 2 :

RH1 RH2

M1 M2

RV1 RV2

Jumlah batang (m) = 1


Jumlah reaksi perletakkan (r) = 6 dan
Jumlah titik buhul (J) = 2
Derajat ketidaktentuan statis (i) = (3m + r) – 3J
= (3x1 + 6) – 3(2)
= 3 (struktur statis taktentu tingkat 3)

Contoh 3 :

RH1
RH2
M1 M2

RV1 RV2 RV3

Jawab :
Jumlah batang (m) = 2
Jumlah reaksi perletakkan (r) = 6 dan
Jumlah titik buhul (J) = 3
Derajat ketidaktentuan statis (i) = (3m + r) – 3J = (3x2 + 6) – 3(3)
= 3 (struktur statis taktentu tingkat 3)
Contoh 4:

M1
M1

H1 H2
H3

RV1 RV2
RV3

Jawab :
Jumlah batang (m) = 15
Jumlah reaksi perletakkan (r) = 8 dan
Jumlah titik buhul (J) = 12
Derajat ketidaktentuan statis (i) = (3m + r) – 3J
= (3x15 + 8) – 3(12)
= 17 (struktur statis taktentu tingkat 17)

Derajat Ketidaktentuan Kinematis


Pada suatu struktur balok menerus yang terdiri dari beberapa batang yang dibebani
diatasnya, maka titik-titik ujung batang / perletakkannya akan mengalami rotasi /
perputaran sudut seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini :

P
Rotasi sudut B

θ1 θ2
θ1

A B C
Garis elastis

Gambar rotasi sudut balok

Gambar di atas merupakan suatu struktur balok menerus yang terjepit di A dan
bertumpu pada perletakkan sandi di B serta perletakkan rol di C. Perletakkan di A
akan mencegah terjadinya perpindahan translasi maupun rotasi sudut, sedangkan
tumpuan di B dan C mencegah perpindahan translasi tetapi masih terjadi perputaran
sudut / rotasi sudut. Jika kekakuan aksial balok dianggap sangat besar, sehingga
perubahan panjang akibat beban aksial diabaikan, maka perputaran sudut yang tidak
diketahui adalah θ1di B dan θ2 di C. Perputaran sudut θ1 di B dan θ2 di C tidak saling
tergantung karena masing-masing mempunyai harga sembarang. Suatu system
perpindahan titik kumpul disebut bebas, bila setiap perpindahan dapat berharga
sembarang dan bebas terhadap lainnya. Jumlah perpindahan titik kumpul yang bebas
pada struktur disebut derajat ketidaktentuan kinematis atau jumlah derajat kebebasan.
Derajat kebebasan dapat berupa perputaran sudut / rotasi dan translasi / pergoyangan.
Sebagai contoh penentuan jumlah derajat kebebasan di perlihatkan pada gambar di
bawah ini :

Δ Δ
C D
P

θ = rotasi sudut
θ Δ = perpindahan
/ translasi

B
A

Gambar rotasi sudut dan perpindahan / translasi pada portal

Titik A merupakan perletakkan jepit dan titik B berupa perletakkan sendi. Titik A
tidak mempunyai perpindahan translasi dan rotasi, sedangkan titik B mempunyai
perpindahan rotasi tetapi tidak mempunyai perpindahan translasi. Pada titik C dan D
masing-masing mempunyai perpindahan translasi sehingga struktur mempunyai
derajat kebebasan 3.
Pada contoh 2 seperti diperlihatkan pada gambar di bawah ini adalah contoh portal
yang mengalami perpindahan translasi dan rotasi.
θ
C D

θ
Δ Δ

A B

Pada titik A dan B tidak mengalami perpindahan baik translasi maupun rotasi
(perletakkan jepit).
Sedangkan pada titik C dan D masing-masing mengalami perpindahan translasi yang
mengakibatkan gaya horizontal di C dan perpindahan rotasi akibat gaya aksial yang
bekerja di batang CD. Sehingga struktur mempunyai derajat kebebasan 4.

Contoh ketiga di bawah ini adalah contoh lain dari ketidaktentuan kinematis dan
ketidaktentuan statis.

P
θ1 B
θ3 θ2
A θ3 D

Pada portal bidang di atas mempunyai 7 komponen reaksi yaitu masing-masing 2 di A


dan D (perletakkan sendi) dan 3 komponen reaksi di C (perletakkan jepit) sehingga
jumlah derajat ketidaktentuan statisnya adalah 4. sedangkan derajat ketidaktentuan
kinematisnya adalah 3 yaitu berupa rotasi sudut di A,B dan D.
Bila pada struktur tersebut di atas perletakkan di C diganti dengan sendi, maka derajat
ketidaktentuan kinematisnya bertambah satu.
Rotasi sudut dan defleksi pada balok statis tertentu (metode Luasan Bidang
Momen / moment area methode)

Perhitungan rotasi sudut dan defleksi dengan menggunakan metode luasan bidang
momen, luasan bidang momen dianggap sebagai beban. Untuk mencari rotasi sudut
maupun defleksi balok perlu digambarkan diagram momen (atau M/I untuk nilai I
yang berubah-ubah ) dan kemudian dilukiskan gambar kurva garis elastisnya. Dua
teorema tersebut dapat dipakai secara berurutan untuk menentukan rotasi sudut dan
defleksi pada balok.
Rumusan umum perhitungan rotasi dan defleksi metode luasan bidang momen :
1. Untuk struktur kantilever (jepit – bebas)
- Rotasi Sudut :

ɵ= Luas Kurva Bidang Momen


EI

- Defleksi / lendutan :

Δ = Momen ujung akibat Luasan Kurva Bidang Momen pada titik yang ditinjau
EI

2. Untuk balok diatas 2 tumpuan (sendi-rol)


Rotasi sudut :

ϴ = Reaksi Tumpuan dari Luasan Kurva Bidang Momen


EI

Defleksi :

Δ = Momen pada titik yang ditinjau akibat Luasan Kurva Bidang Momen
EI
1. Rotasi Dan Defleksi Pada Balok Kantilever akibat beban titik
Hitung θB dan ΔB akibat beban titik di B pada balok kentilever dibawah ini

P
A langkah penyelesaian :
EI B
- hitung momen dititik A akibat beban P
L
dititik B
PL Momen di A : MA = PL ; MB = 0
- gambar bidang momennya
Bid. M
- hitung beban P berupa luasan segitiga
P’ = 1/2PL2 P = ½ PL2 (letak beban P dititk berat luasan
1/3L 2/3L segitiga)
- buat garis elastis batang dimana :
A B
ΔB
ϴA = 0 dan ϴB yang dihitung
ϴA=0
(jepit) θB

rotasi sudut di B : EIθB = EIθA + Luasan bidang momen (MAB)

( )
2
1 PL
L
EIθB = 0 + PL 2 maka θB = 2 EI (Searah jarum jam)
(ϴ dalam satuan radian)
defleksi di B : EIΔB = momen di B akibat beban luasan bidang momen (MAB )
EIΔB = P (2/3 L)

( )
2 3
PL 2 PL
L
EIΔB = 2 3 maka ΔB = 3 EI (kebawah)

B
A
(EI)
PL3
3 EI
ϴB = PL2
2EI
2. Rotasi Dan Defleksi Pada Balok Kantilever akibat beban merata
Hitung θB dan ΔB akibat beban merata pada balok kentilever dibawah ini
q
A langkah penyelesaian :
EI B
- hitung momen di B dan di A akibat beban
L
1 2
qL
1/2gL2 merata : MB = 0 dan MA = - 2

Bid. M
- gambar bidang momennya
- hitung beban P akibat luasan bidang momen
P’ = 1/6 P = (½ qL2)(1/3L) = 1/6 qL3
gL3 3/4L
1/4L
- letak titik P adalah /4L dari A dan 3/4L dari B
- Rotasi sudut di B :
A B - buat garis elastis batang dimana ϴA=0 (jepit)
ΔB
rotasi sudut di B adalah luasan kurva bidang
θB
momen dibagi EI
EIθB = EIθA + luasan kurva MAB
luasan kurva bidang momen berupa luasan
parabola = (1/2 qL2)(1/3L)

EIθB =
0+ ( 12 qL )( 13 L)= 16 qL
2 3

; ϴA =0 (jepit)
3
gL
maka : θB = 6 EI (searah jarum jam) ; ϴ dalam satuan radian
- Defleksi di B : adalah momen akibat beban P terhadap titik B
EIΔB = MB akibat luasan kurva MAB
EIΔB = P (3/4L)

( )( )
gL 3 3 gL4 4
L= gl
EIΔB = 6 4 8 maka : ΔB = 8EI (kebawah)

beban merata q B

A
EI ΔB = qL4/8EI

ϴB = qL3
6EI
3. Rotasi sudut dan defleksi balok di atas dua tumpuan sendi-rol
a. Beban titik
Hitung θA atau θB dan ΔC pada balok seperti gambar di bawah ini :
langkah penyelesaian :
P - gambarkan garis elastis batang. di titk A
dan B terjadi rotasi sudut (perletakan
A θB B
θA C sendi) dan di titik C terjadi defleksi

- hitung RAdan RB akibat beban P dan MC


P/2 P/2 ∑MB = 0
L/2 RA(L) – P(1/2 L) = 0 RA = ½ P
L/2
∑V = 0
P – RA – RB = 0 RB = ½ P
1/4PL 1 1 1
P ( L )= PL
momen di C : MC = 2 2 4
MA=MB = 0 (perletakan sendi dan rol)
- gambar bidang momen dan bidang

P =1/8PL2 momen tersebut dianggap sebagai beban


P = 1/4PL(1/2 L) = 1/8 PL3 (luas bid. M)
RA’=1/16PL2 RB’=1/16PL2
(letak P di titik berat segi tiga)

1/2L 1/2L

- menghitung RA’ dan RB’


∑ MB = 0
RA’(L) – P(1/2 L) = 0 maka RA’ = 1/16 PL2 dan
RB’ = 1/16 PL2

Menghitung rotasi sudut di A dan B:


Rotasi sudut adalah reaksi tumpuan di A dan C akibat beban bidang momen dibagi dengan EI
2
PL
rotasi sudut di A : θA = RA’/EI = 16 EI (searah jarum jam)
2
PL
rotasi sudut di B : θB = RB’/EI = 16 EI (berlawanan jarum jam)
menghitung defleksi di titk C akibat beban bidang momen :
1/4PL Beban P’adalah berupa luasan segitiga dan terletak di ititk berat lu

P’ = 1/4PL .1/2(1/2 L) = 1/16 PL2


Momen di C :
A C Mc’ = RA’(1/2 L) – P’(1/3L)
= (1/16 PL2) – (1/16 PL2)(1/3 l )
= 1/48 PL3
P’ =1/16PL2 defleksi di C (ΔC) : adalah momen di titik C akibat beban luasan b
Δc = Mc’/EI = PL3/48EI
RA’=1/16PL2

2/3L 1/3L

C
A B ϴA = 1/16 PL2 (searah jarum jam)
θA ΔC θB
ϴB = 1/16 PL2 (berlawanan jarum jam)
ΔC = 1/48 PL3

Beban merata :
Hitung θA atau θB dan ΔC pada balok seperti gambar di bawah ini akibat beban merata :
beban merata q
Langkah penyelesaian :
gambarkan garis elastis batang, ϴA, ϴB dan ΔC
A B hitung RA dan RB akibat beban q dan jadikan bidang mom
θA C θB ∑ MB = 0
RA(L) – qL(1/2 L) = 0
1/2qL 1/2qL RA = ½ qL dan RB = ½ Ql
ΔC
hitung momen di C
L2 L2
Mc = RA(1/2 L) – ½ ql (1/2 L)
Mc = ½ qL(1/2 L) – ¼ qL2 = 1/8 qL2
beban q MA = 0 dan MB = 0
gambar bidang momen dan bidang momen tersebut dijadik
A B
C

qL
RA = 1/2qL RB = 1/2qL

1/2L 1/2L

A C

1/2q L
RA=1/2qL

1/2 L
- hitung RA’ dan RB’ akibat beban luasan bidang
momen untuk menghitung rotasi sudut
- P adalah luas bidang momen dan bekerja pada titik
1/8qL2
berat luasan
P = 1/8 qL2(2/3 L) = 1/12 qL2
∑ MA = 0
RA’(L) – P(1/2 L) = 0
RA’(L) - (1/12 qL2)(1/2 L) = 0
P = 1/124gL3
RA’= 1/24 qL3 dan
RB’ = 1/12 qL3
RA’ = 1/24qL3 Rb’ = 1/24qL3
rotasi sudut :
ϴA = RA’/EI = qL4/24EI
1/8 qL2 (searah jarum jam)
ϴB = RB’/EI = qL4/24EI
(berlawanan jarum jam)
- hitung MC’ untuk menghitung defleksi di titik C
P’ = 1/8 qL2 (2/3 .1/2L) = 1/24 qL2
P’ = 1/24 qL3 letak P di 5/8(1/2L) = 5/16 L dari A dan 3/8(1/2L)
= 3/16 L dari C
RA’ = 1/24 qL3 momen di titil C (tengah bentang)
MC’ = RA’(1/2 L) – P’(3/16 L)
MC’ = (1/24 qL3)1/2 L) – (1/24 qL3)(3/16 L)
5/16L 3/16L
MC’ = 1/384 qL4
defleksi di titik C :
1/2L ΔC = MC’/ EI = qL4/384EI

C
A B Rotasi sudut dan defleksi beban merata :
θA θB
ΔC
Rotasi sudut :
ϴA = qL4/24EI (searah jarum jam)
ϴB = qL4/24EI (Berlawanan jarum jam)
Defleksi maksimum di titik C:
ΔC = qL4/384EI

Soal-soal
1. Hitung θB, dan ΔB dan ΔB pada balok kantilever dengan beban seperti di bawah ini

A B
C (EI)

½l ½l
2. Hitung θB dan ΔB pada balok kantilever dengan beban seperti di bawah ini :

P
q
A B
EI
L

3. Hitung θA, θB dan ΔC serta ΔD pada balok kantilever dengan beban seperti di bawah ini :

P P P

C D E
B
A
¼l ¼l ¼ l ¼l

4. hitung θA, θB dan ΔC pada balok kantilever dengan beban seperti di bawah ini :

P
q

C
B
A (EI)
½l ½l

Anda mungkin juga menyukai