PROPOSAL TESIS
Oleh
DIAN PATARIDA S.
NIM S352108019
MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2023
IMPLEMENTASI ASAS KONTRADIKTUR DELIMITASI DALAM
PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP (PTSL) DI KABUPATEN
SLEMAN
PROPOSAL TESIS
Oleh:
DIAN PATARIDA S.
NIM S352108019
Pembimbing
Pembimbing I: Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani S.H., M.M..
NIP. 197210082005012001
Tanggal :
Tanggal :
i
PERNYATAAN KEASLIAN PROPOSAL TESIS
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Proposal Tesis ini pada jurnal atau forum
ilmiah harus menyertakan tim pembimbing sebagai author dan institusi Fakultas
Hukum UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka
saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, .............................................
Mahasiswa,
DIAN PATARIDA S.
NIM S352108019
ii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal tesis yang berjudul
"Implementasi Asas Kontradiktur Delimitasi Dalam Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap (PTSL) Di Kabupaten Sleman".
Adapun tujuan dari penulisan proposal penelitian ini adalah sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Magister (S2) Program Studi Kenotariatan,
Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret. Pada kesempatan ini, penulis hendak
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan
moril maupun materiil sehingga proposal penelitian ini dapat selesai.
Peneliti
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
pembukuan tanah; (2) pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak
tersebut; (3) pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
Agar terciptanya suatu keteraturan dalam pemberian kepastian hukum,
maka pendaftaran tanah itu bukan saja menjadi kewajiban pemerintah, tetapi
juga menjadi kewajiban para pemegang hak atau pemilik tanah yang
bersangkutan. Pendaftaran tanah merupakan pekerjaan masif yang
membutuhkan banyak tenaga ahli, peralatan, serta biaya besar, sehingga apabila
pendaftaran tanah tersebut tidak diwajibkan juga kepada pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan, maka suatu kepastian hukum yang diharapkan dari
pendaftaran tanah tersebut tidak akan ada artinya. Tujuan diadakannya
pendaftaran tanah adalah untuk memperoleh kepastian hukum tentang keadaan
barang yang bersangkutan.
Pasal 19 UUPA menginstruksikan kepada pemerintah agar pada seluruh
wilayah Republik Indonesia, diadakan pendaftaran tanah yang bersifat
rechtskadaster. Sejalan dengan itu, pasal 22, 23, dan 38 UUPA mewajibkan
kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan untuk mendaftarkan hak
atas tanahnya agar diperoleh kepastian hak atas tanah tersebut.
Dengan ketentuan Pasal 18 UUPA, berarti pemerintah diperintahkan
untuk mengadakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Kemudian guna
merealisasikan ketentuan Pasal 19 UUPA tersebut, pemerintah segera
mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pendaftaran tanah,
yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 juncto Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997.
Pemerintah telah banyak mengeluarkan beragam program sertifikasi
tanah di Indonesia dalam rangka mempercepat terlaksananya pendaftaran
tanah. Program sertifikasi tanah merupakan suatu kegiatan pemerintah
Republik Indonesia dalam melaksanakan pendaftaran tanah pertama kali secara
serentak dan masif di berbagai daerah. Mengatasi kelambanan implementasi
pendaftaran tanah sejak tahun 1960 sampai dengan 2015, maka pada tahun
3
tersebut proses pengukuran tidak dapat terlaksana dengan baik, karena tidak
ditemukan kata sepakat antara kedua belah pihak. Ketidaksepakatan terhadap
batas bidang tanah tersebut mengakibatkan proses pendaftaran tanah menjadi
terhambat. Di samping itu, pada setiap penetapan batas di lapangan seharusnya
dihadiri oleh pemilik tanah dan para pemilik tanah yang berbatasan. Namun ada
kalanya pihak yang tanahnya berbatasan tidak dapat hadir karena tinggal di luar
kota atau bahkan di luar negeri. Pemilik tanah tidak dapat menghubungi pihak
yang berbatasan, sementara aparat desa pun juga tidak mengetahui secara pasti
batas tanah tersebut. Hal ini juga menghalangi penerapan asas Kontradiktur
Delimitasi yang seharusnya dilaksanakan demi terwujudnya kepastian hukum
dari suatu bidang tanah (Anggono, 2019).
Permasalahan lain yang juga terjadi pada saat penetapan batas
dilapangan, yaitu kedua belah pihak hadir bersama-sama menetapkan batas.
Akan tetapi pada saat penetapan batas antara kedua belah pihak tidak terjadi
kata sepakat mengenai batas bidang tanah. Kedua belah pihak tidak ada yang
mau mengalah satu sama lain. Dengan situasi tersebut maka asas Kontradiktur
Delimitasi tidak dapat terlaksana sehingga proses pendaftaran tanah sistematis
lengkap menjadi terhambat.
Dalam perkembangannya, Pelaksanaan PTSL selalu dimutakhirkan
mengikuti dengan perkembangan zaman. Seiring dengan berkembangnya
teknologi yang semakin pesat pemerintah, dalam hal ini Kementerian
ATR/BPN, berinovasi untuk melakukan penetapan batas yang memanfaatkan
teknologi digital sehingga terjadi beberapa perubahan dalam peraturan
pelaksanaan penetapan batas dalam yang berbasis Asas Kontradiktur
Delimitasi. Pemanfaatan teknologi digital semakin meningkatkan urgensi untuk
meneliti pelaksanaan penetapan batas dalam Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap (PTSL) di suatu lokasi.
Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hanida Gayuh
Saenadi pada tahun 2018, pada Kabupaten Sleman, sisa bidang tanah yang
belum terdaftar kurang lebih 30% dan diharapkan dapat diselesaikan
5
B. Kebaruan Penelitian
Lengkap Di
Kabupaten Pati”
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
Penulisan ini diharapkan memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara
praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, tulisan tesis ini diharapkan mampu memberikan informasi,
menambah wawasan dan pengetahuan, serta dapat memberi manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan perihal pengaturan mengenai Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat agar
membantu dan memberi masukan bagi masyarakat dan pemerintah untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam mengimplementasikan
Asas Kontradiktur Delimitasi pada PTSL di Kabupaten Sleman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
9
10
Dari kedelapan asas yang dikemukakan oleh Lon Fuller tersebut, dapat
disimpulkan bahwa harus ada kepastian di antara peraturan serta pelaksanaan
hukum tersebut, dengan begitu hukum positif dapat dijalankan apabila telah
memasuki ke ranah perilaku, aksi, serta faktor yang dapat memengaruhi
bagaimana hukum itu berjalan.
B. Kerangka Konseptual
1. Pendaftaran Tanah
a. Pengertian dan Landasan Hukum
Pendaftaran tanah juga dapat disebut dengan istilah legal cadaster bahwa
pendaftaran tanah yang dimaksud merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan
teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya (Handoko, 2014).
Menurut Boedi Harsono, ada 2 (dua) macam sistem pendaftaran tanah yaitu
sistem pendaftaran akta (registration of deeds) dan sistem pendaftaran hak
(registration of titles). Dalam sistem pendaftaran hak, setiap penciptaan hak
baru dan perbuatan-perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan, kemudian
juga harus dibuktikan dengan suatu akta. Tetapi dalam penyelenggaraan
pendaftarannya, bukan aktanya yang didaftar, melainkan haknya yang
diciptakan dan perubahan-perubahannya kemudian. Akta hanya merupakan
sumber datanya. Sistem pendaftaran hak tampak dengan adanya Buku Tanah
sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan
disajikan serta diterbitkannya sertipikat sebagai surat tanda bukti hak atas tanah
yang didaftar (Santoso, 2011).
Secara umum, dikenal 2 (dua) macam sistem publikasi yaitu sistem publikasi
positif dan sistem publikasi negatif (Harsono, 2005). Sistem pendaftaran tanah
di Indonesia menurut PP No. 24 Tahun 1997 menggunakan sistem pendaftaran
tanah publikasi negatif bertendensi positif. Maksud dari sistem publikasi
negatif bertendensi positif adalah sistem pendaftaran tanah ini menggunakan
sistem pendaftaran hak (sistem Torrens/registration of titles), tetapi sistem
publikasinya belum dapat positif murni. Hal ini dikarenakan, data fisik dan data
14
yuridis dalam sertifikat tanah belum pasti benar, meskipun harus diterima oleh
Pengadilan sebagai data yang benar selama tidak ada alat pembuktian yang
membuktikan sebaliknya (Apriani & Bur, 2020).
Asas merupakan prinsip dasar yang menjadi dasar pijakan dalam bersikap atau
melakukan suatu hal tertentu. Asas kerap ditafsirkan sebagai sebuah prinsip
yang disusun menjadi suatu mekanisme dalam mencapai suatu maksud dan
tujuan. Demikian halnya dengan pendaftaran tanah, terdapat asas atau prinsip
dalam melakukan tahapan-tahapan pendaftaran tanah.
Asas Specialiteit memberikan data fisik mengenai letak tanah, letak batas-
batasnya dan luas bidang tanahnya.
• Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan dan hak pakai;
• Tanah hak pengelolaan;
• Tanah wakaf;
• Hak milik atas satuan rumah susun;
• Hak tanggungan;
• Tanah negara.
dibuktikan dengan adanya Surat Pernyataan yang ditanda tangani pemilik tanah
dan pemilik tanah yang berbatasan dan oleh Kepala Desa /Kelurahan.
Asas ini dilaksanakan dalam setiap pendaftaran tanah agar bidang tanah yang
sudah diukur dan dipetakan dengan tujuan di kemudian hari tidak terjadi
perselisihan atau sengketa mengenai batas-batasnya sehingga tanah tersebut
aman dari sanggahan mengenai batas-batas yang telah ditetapkan. Hal ini tentu
dapat terwujud bila dalam pelaksanaan pengukuran pemilik bidang tanah yang
berbatasan hadir di lokasi pengukuran atau terjadi kesepakatan dalam
pemasangan tanda batas.
Pada setiap penetapan batas di lapangan seharusnya dihadiri oleh pemilik tanah
dan para pemilik tanah yang berbatasan. Namun ada kalanya pihak yang
tanahnya berbatasan tidak dapat hadir karena tinggal di luar kota atau bahkan
diluar negeri. Pemilik tanah tidak dapat menghubungi pihak yang berbatasan,
sementara aparat desa pun juga tidak mengetahui secara pasti batas tanah
tersebut. Hal ini juga menghalangi penerapan asas Kontradiktur Delimitasi.
Permasalahan lain yang juga terjadi pada saat penetapan batas di lapangan,
yaitu kedua belah pihak hadir bersama-sama menetapkan batas. Akan tetapi
pada saat penetapan batas antara kedua belah pihak tidak terjadi kata sepakat
mengenai batas bidang tanah. Kedua belah pihak tidak ada yang mau mengalah
satu sama lain. Dengan situasi tersebut maka asas Kontradiktur Delimitasi tidak
dapat terlaksana sehingga proses pendaftaran tanah sistematis lengkap menjadi
terhambat (Arief, 2018). Tidak berjalannya asas ini akan mengakibatkan
banyak terjadi permasalahan/sengketa pertanahan, yang salah satunya
indikator-nya dapat dilihat dari banyaknya permohonan blokir sertipikat tanah
di BPN.
b. Landasan Hukum
28
Pasal 19B
(1) Penetapan batas dilakukan oleh petugas ukur berdasarkan Surat Pernyataan
Pemasangan Tanda Batas dan Persetujuan Pemilik yang Berbatasan.
(2) Penetapan batas dilakukan pada lokasi bidang tanah yang akan diukur
dengan ketentuan:
a. petugas ukur membacakan Surat Pernyataan Pemasangan Tanda Batas dan
Persetujuan Pemilik yang Berbatasan di hadapan pemohon atau Pihak Yang
Berkepentingan; dan
30
Berdasarkan Permen ini (Pasal 19A dan 19B), maka penetapan batas dapat
dilakukan oleh petugas ukur jika syarat yang diwajibkan terpenuhi, yaitu adanya
Surat Pernyataan Pemasangan Tanda Batas dan Persetujuan Pemilik yang
Berbatasan. Hasil penetapan batas menjadi bagian dari data di dalam Gambar
Ukur.
C. Kerangka Berpikir
31
PREMIS MAYOR
Asas Kontradiktur Delimitasi,
Aturan Normatif Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap
FAKTA HUKUM
1. Peraturan terkait PTSL yang
terus diperbarui tiap tahun.
Aturan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap 2. Penetapan batas dalam
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
• PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di
Kabupaten Sleman.
• PMNAGR No. 3 Tahun 1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah dan perubahannya.
• Permen ATR/Kepala BPN No. 6 Tahun
2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap
• Petunjuk Teknis Pendaftaran Tanah PREMIS MINOR
Sistematis Lengkap Nomor 1/Juknis- 1. Apakah peraturan perundang-undangan
100.HK.02.01/I/2022 Tahun 2022. sudah dapat mewujudkan Asas
Kontradiktur Delimitasi dalam
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
(PTSL)?
2. Apakah pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap (PTSL) di Kabupaten
Sleman sudah berdasarkan Asas
Kontradiktur Delimitasi?
SIMPULAN
1. Peraturan perundang-undangan sudah atau tidak
dapat mewujudkan Asas Kontradiktur Delimitasi
dalam Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
(PTSL)
2. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap (PTSL) di Kabupaten Sleman sudah
atau belum berdasarkan Asas Kontradiktur
Delimitasi
3.
32
Keterangan:
Tujuan utama dari pendaftaran tanah adalah untuk memberikan jaminan kepastian
hukum terhadap hak atas tanah baik subjek dan objeknya. Tujuan ini harus dicapai
dalam setiap kegiatan pendaftaran tanah. Ketika tujuan utama itu tidak terlaksana
secara praktis, maka tidak ada lagi fungsi utama dari pendaftaran tanah. Oleh karena
itu, meskipun dilakukan percepatan pelaksanaan PTSL dengan maksud untuk
menyelesaikan pendaftaran tanah bagi semua bidang tanah di Indonesia pada tahun
2025, seluruh pelaksanaan harus benar-benar terselenggarakan sepatutnya dalam setiap
aturan pelaksanaan PTSL termasuk dalam tahap penetapan batas yang berasaskan
kontradiktur delimitasi. Sehingga produk akhirnya, yakni sertifikat tanah, tidak akan
mengandung potensi untuk dipermasalahkan sebagai alat bukti pemilikan tanah.
Namun demikian, dalam kenyataannya, aturan pelaksanaan perundang-undangan
mengenai PTSL belum sepenuhnya dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terlibat
dalam pelaksanaan PTSL. Para pejabat dan petugas yang melaksanakan PTSL juga
belum sepenuhnya dalam melaksanakan PTSL sesuai aturan yang menjadi standar
operasional PTSL demi mengejar target penyelesaian PTSL. Oleh sebab itu, penulis
akan memakai Teori, Asas Kontradiktur Delimitasi, serta aturan terkait Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap yang akan dijadikan pedoman dan alat untuk menganalisis
pelaksanaan penetapan batas dalam PTSL.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Karakteristik Penelitian
B. Pendekatan penelitian
33
34
delimitasi yang akan digunakan sebagai acuan dalam menilai suatu kebijakan dan
peraturan terkait penetapan batas dalam program PTSL di Kabupaten Sleman.
Jenis bahan hukum dapat dibagi menjadi bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tertier. Penelitian ini merupakan penelitian yang
berdasarkan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan tertier.
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif berupa
peraturan perundang-undangan (Marzuki, 2006). Peraturan perundang-undangan
yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang memiliki kaitan
dengan penelitian yang dilakukan. Bahan Hukum Primer yang dipakai dalam
penelitian ini adalah:
3) Penelitian berupa skripsi, tesis atau disertasi yang berkaitan dengan penelitian
ini;
Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang merupakan pelengkap yang sifatnya
memberikan petunjuk atau penjelasan tambahan terhadap bahan hukum primer
dan sekunder. Dalam penelitian ini, bahan hukum tertier yang digunakan penulis
adalah situs web internet yang terkait dengan isu pendaftaran tanah sistematis
lengkap.
E. Analisis Data
Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian tesis ini, adapun metode analisis
bahan hukum yang digunakan ialah metode silogisme deduksi dan metode interpretasi.
Metode silogisme deduksi dilakukan dengan cara berfikir pada prinsip-prinsip dasar,
kemudian penelitian menghadirkan objek yang akan diteliti dalam upaya menarik
kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus (Marzuki, 2017). Metode
interpretasi dilakukan untuk memahami makna yang terkandung di dalam teks-teks
hukum dan merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan
mengenai teks Undang-undang agar ruang lingkup kaedah tersebut diterapkan kepada
peristiwanya.
DAFTAR PUSTAKA
37
38
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan
Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah