LP Vomiting Profuse
LP Vomiting Profuse
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.2 Etiologi
1. Kolitis Alergika
Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai.
Biasanya diikuti dengan diare, perdarahan rektum, dan rewel.
2. Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal
Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa
intoleransi terhadap makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.
3. Tumor otak
Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-
muntah, ataksia, dan tanpa nyeri perut.
4. Ketoasidosis diabetikum
Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.
5. Gastroenteritis
Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang
sakit, biasanya diikuti oleh diare dan demam.
6. Pielonefritis
Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin
mempunyai riwayat infeksi traktus urinarius sebelumnya.
1.1.3 Patofisiologi
Impuls – impuls aferens berjalan ke pusat muntah sebagai aferen vagus
dan simpatis. Impuls- impuls aferen berasal dari lambung atau duodenum dan
muncul sebagai respon terhadap distensi berlebihan atau iritasi, atau kadang-
kadang sebagai respon terhadap rangsangan kimiawi oleh bahan yang
menyebabakan muntah.
Muntah merupakan respon refeks simpatis terhadap berbagai
rangsangan yang melibatkan aktivitas otot perut dan pernafasan. Proses
muntah dibagi dalam 3 fase berbeda yaitu :
1. Nausea
Merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan pada
organ dalam, labirin atau emosi dan tidak selalu diikuti oleh muntah.
2. Redching
Merupakan fase dimana terjadi gerak nafas spamodie dengan grotis
tertutup, bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan
diafragma sehingga menimbulkan tekanan intratorak yang negative.
3. Emesis (Ekspusi)
Terjadi bila fase redching mencapai puncaknya yang ditandai dengan
kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah turunnya diafragma,
disertai dengan penekanan mekanisme antireflug. Pada fase ini pylorus dan
antrum berkontraksi fundus dan esophagus relaksi dan mulut terbuka.
1.1.4 Web Of Caution (WOC)
1.1.6 Komplikasi
a. Komplikasi metabolic
Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi
kalium, natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat
muntah atau masukan yang kurang oleh karena selalu muntah. Alkalosis
sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini diperberat oleh masuknya
ion hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya natrium
ekstraseluler. Kalium dapat hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat
ginjal bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat hilang lewat muntah dan urine.
Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar natrium dan
kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium dan Kalium.
b. Aspirasi Isi Lambung
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi
ringan berulang menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini
terjadi sebagai konsekuensi GERD.
c. Mallory Weiss syndrome
Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung.
Biasanya terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan
endoskopi ditemukan kemerahan pada mukosa esofagus bagian bawah daerah
LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila anemia terjadi karena
perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi darah
d. Peptik esophagitis
Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi
mukosa esophagus oleh asam lambung.
4) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium : analisis urine dan darah
b. Foto polos abdomen meupun dengan kontras
c. USG
d. Pyelografi intravena/ sistrogram
e. Endoskopi dengan biopsy/ monitoring PH esophagus
NOC
NIC
NIC
NIC
2.4 Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-
zat seperti nikotin dan alcohol serta adanya kondisi kejiwaan stress. Pemasukan
makanan menjadi kurang dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat
gesekan antara dinding-dinding lambung. Kondisi Demikian dapat mengakibatkan
peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada
lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah
sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun.
2.5 Pathway
Kecemasan Dispepsia
2.7 Penatalaksanaan
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra
kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas
endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia
mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat,
Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-
menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg
triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai
adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan
menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang
dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga
memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik
atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI
adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).
Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel
parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen,
yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi
mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk
lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar
lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan
memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al,
2007).
7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan cemas)
Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang
muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi
(Sawaludin, 2005)
Sedangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya adalah sebagai
berikut :
1. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2. Menghindari faktor resiko sepeti alcohol, makanan yang pedas, obat-
obatan yang belebihan, nikotin rokok, dan stress
3. Atur pola makan
Definisi :Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan aktual atau pontensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan
(international association for the study of pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi.
160502 Mengenali 1 2 3 4 5 NA
kapan nyeri
terjadi
160501 Menggam- 1 2 3 4 5 NA
barkan
faktor
penyebab
160510 Menggu- 1 2 3 4 5 NA
nakan
jurnal
harian
untuk
memoni-
tori gejala
dari waktu
-kewaktu
160503 Menggu- 1 2 3 4 5 NA
nakan
tindakan
pencegah-
an
160504 Menggu- 1 2 3 4 5 NA
nakan
tindakan
pengukur-
an [nyeri]
tanpa
analgesik
160505 Menggu- 1 2 3 4 5 NA
nakan
analgesik
yang
direkomend
asikan
160513 Melapor- 1 2 3 4 5 NA
kan
perubahan
terhadap
gejala nyeri
pada
profisional
kesehatan
160507 Melapor- 1 2 3 4 5 NA
kan gejala
yang tidak
terkontrol
pada
profisional
kesehatan
160508 Menggu- 1 2 3 4 5 NA
nakan
sumber
daya yang
tersedia
160509 Mengenali 1 2 3 4 5 NA
apa yang
terkait
dengan
gejala nyeri
160511 Melapor- 1 2 3 4 5 NA
kan nyeri
yang
terkontrol
1 2 3 4 5 NA
SKALA OUTCOME
KESELURUHAN
INDIKATOR
210201 Nyeri 1 2 3 4 5 NA
yang
dilapor-
kan
210204 Panjang- 1 2 3 4 5 NA
nya
episode
nyeri
210221 Menggo- 1 2 3 4 5 NA
sok area
yang
terkena
dampak
210217 Menge- 1 2 3 4 5 NA
rang dan
menang-
is
210206 Ekspresi 1 2 3 4 5 NA
nyeri
wajah
210208 Tidak 1 2 3 4 5 NA
bisa
beristira-
hat
210222 Agitasi 1 2 3 4 5 NA
210224 Mengeri- 1 2 3 4 5 NA
nyit
210225 Menge- 1 2 3 4 5 NA
luarkan
keringat
210226 Berke- 1 2 3 4 5 NA
ringat
berlebih-
an
210218 Mondar 1 2 3 4 5 NA
mandir
210219 Fokus 1 2 3 4 5 NA
menyem-
pit
210209 Kete- 1 2 3 4 5 NA
gangan
otot
210215 Kehilanga 1 2 3 4 5 NA
n nafsu
makan
210227 Mual 1 2 3 4 5 NA
210228 Intolerans 1 2 3 4 5 NA
i makanan
210210 Frekuen- 1 2 3 4 5 NA
si napas
210211 Denyut 1 2 3 4 5 NA
nadi
apikal
210220 Denyut 1 2 3 4 5 NA
nadi
radial
210212 Tekanan 1 2 3 4 5 NA
darah
210214 Berke- 1 2 3 4 5 NA
ringat
NIC
Definisi : pengurangan atau reduksi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang
dapat diterima oleh pasien
Aktivitas-aktivitas
NIC
Definisi : Pemberian sedatif, pemantuan respon klien dan pemberian dukungan psikologis
selama prosedur terapi dan diagnostik
Aktivitas- aktivitas
Review riwayat kesehatan klien dan hasil Monitor tingkat kesadaran dan
pemeriksaan diagnostik untuk tanda-tanda vital klien, saturasi
mempertimbangkan apakah klien oksigen dan EKG sesuai dengan
memenuhi kri-teria untuk dilakukan panduan protokol
pembiusan parsial oleh perawat yang Monitor klien mengenai efek lanjut
telah teregistrasi obat termasuk agitasi, depresi
Tanyakan klien atau keluarga mengenai pernapasan, hipotensi, mengantuk
pengalaman pembiusan parsial berlebihan, hipoksemia, aritmia,
sebelumnya apnea, atau eksaserbasi, dari kondisi
Periksa elergi terhadap obat sebelumnya
Pertimbangkan intake cairan dan intake Pastikan ketersediaan dan
terakhir makan pemberian antagonis sesuia dengan
Review obat-obatan lain yang prosedur protokol dan diresepkan
dikomsumsi klien dan verifikasi ada dokter dengan benar
tidaknya kontraidikasi terhadap Pertimbangkan jika pasien
pembiusan memenuhi persyaratan untuk
Instruksikan klien dan/ atau keluarga dipulangkan atau dipindahkan
mengenai efek pembiusan sesuai dengan prosedur protokol
Dapatkan persetujuan tertulis (misalnya., skala Aldrete)
NIC
NIC
Definisi: Memfasilitasi proses pemberian dan regulasi dalam hal pemberian analgesik
terkontrol