Anda di halaman 1dari 11

ANALISA BIAYA POKOK PRODUKSI MENGGUNAKAN BATUBARA

DAN BONGGOL JAGUNG TERHADAP NILAI HEAT RATE PLTU


SUMBAWA BARAT 2 X 7 MW

BENY ARDIANSYAH

Benyardiansyah89@gmail.com

Program Studi Manajeman

I. ABSTRAK

Cadangan batubara di indonesia yang digunakan untuk sumber energi tidak terbarukan semakin
hari semakin berkurang. Untuk menanggulangi pemakaian bahan bakar batubara, maka dilakukan
penelitian blending batubara dengan sumber energi terbarukan yaitu berupa biomassa seperti
bonggol jagung. Bonggol jagung merupakan tanaman biomassa yang banyak tumbuh dan
dibudidaya di pulau Sumbawa. Tanaman ini dimanfaatkan sebagai bahan bakar Co-firing di PLTU
Sumbawa, pemanfaatannya dilakukan dengan cara mencampurkan langsung bonggol jagung
dengan batu bara untuk kemudian dimasukkan ke ruang bakar untuk menjadi bahan bakar sebagai
pemanas air menjadi uap. Dalam penelitian ini akan diamati nilai kalori yang ada pada bonggol
jagung dan mendekati nilai kalori batubara agar dapat mendapatkan kualitas campuran bahan
bakar yang bagus dan cocok dan dapat memenuhi syarat untuk diaplikasikan atau digunakan pada
industri pembangkit listrik. Parameter kualitas campuran batubara dan bonggol jagung yang
diamati adalah nilai kalor. Bahan bakar batubara yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
nilai kalor 4066 cal/kg. Sedangkan bonggol jagung memiliki nilai kalor 3670 cal/kg. Dari
penelitian ini diperoleh pencampuran terbaik dengan rasio bonggol jagung terhadap batubara
sebesar 50% yang menghasilkan heat rate sebesar 2,876.26 kCal/kWh. Kualitas pencampuran
batubara dan bonggol jagung ini dapat memenuhi syarat untuk diaplikasikan atau digunakan pada
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Pemanfaatan pencampuran hasil bahan bakar ini dapat
mengurangi kebutuhan atau laju pemakaian batubara sebanyak 75%.

Kata-kata kunci : Batu Bara, Bonggol Jagung, Blending


II. PENDAHULUAN

Listrik adalah kebutuhan dasar manusia untuk menunjang berbagai aktivitas dalam kehidupan
sehari-hari. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan kemajuan ekonomi manusia, maka
kebutuan listrik nasional juga mengalami pertumbuhan yang pesat. Untuk memenuhi kebutuhan
kebutuhan listrik nasional, maka diperlukan pembangkit listrik yang berbasis bahan bakar fosil
maupun energi baru terbarukan. Salah satu jenis pembangkit listrik adalah pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU). Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan jenis pembangkit yang
menggunakan “steam atau uap panas” untuk memutar turbin. Uap panas yang digunakan untuk
memutar turbin ini dapat berasal dari proses penguapan air melalui boiler.

Boiler adalah salah satu peralatan yang berfungsi untuk mengubah fasa fluida dari cair menjadi
uap jenuh. Perubahan dari . Perubahan dari fase cair menjadi uap dilakukan dengan memanfaatkan
energi panas yang berasal dari ruang bakar. Bahan bakar dari boiler dapat berupa HSD, MFO,
batubara, dan biomassa. Panas api di dalam ruang bakar boiler diserap secara radiasi dan konveksi
oleh pipa-pipa evaporator yang tersusun membentuk dinding ruang bakar. Pipa-pipa evaporator
tersebut dialiri air. Umumnya pada PLTU terdapat 3 jenis boiler yaitu pulverized coal, circulating
fluidized bed, dan boiler stoker. Pada PLTU Sumbawa Barat, boiler yang digunakan adalah jenis
boiler stoker. Prinsip kerja dari boiler ini adalah menggunakan rantai yang berjalan atau disebut
dengan chain grate sebagai tempat pembakaran bahan bakar. Pada bagian chain grate, terdapat
nozzle yang berfungsi sebagai tempat masuknya udara panas dari bawah rantai untuk membantu
proses pembakaran karena syarat terjadinya pembakaran adalah adanya bahan bakar, udara, dan
panas. Bahan bakar yang tidak terbakar secara sempurna akan jatuh ke dalam ash pit. Cara kerja
stoker boiler ini mirip seperti tungku api. Sehingga, jenis boiler ini adalah yang paling cocok
digunakan untuk cofiring karena dapat digunakan untuk berbagai jenis bahan bakar.
Gambar 2.1 Boiler Stoker

Tingginya jumlah persediaan batu bara baik secara global maupun di Indonesia serta harga yang
rendah menjadikan PLTU berbahan bakar batu bara masih menjadi salah satu yang tertinggi
produksinya. Pada PLTU, batu bara digunakan sebagai bahan bakar di dalam boiler untuk
menghasilkan energi panas yang kemudian berfungsi untuk mengubah fasa fluida kerja dari cair
menjadi uap. Energi kinetik yang terkandung dalam uap kemudian dimanfaatkan untuk memutar
turbin yang tersambung dengan generator. Pada generator tersebut, energi kinetik diubah menjadi
energi listrik yang kemudian ditransmisikan ke dalam jaringan. Salah satu permasalahan utama
dari pemanfaatan batu bara dalam pembangkitan listrik adalah tingginya emisi CO2 yang
merupakan produk sampingan dari proses pembakaran batu bara.

Salah satu cara untuk mengurangi tingginya emisi CO2 adalah dengan mengganti atau mencampur
batu bara dengan biomassa. Biomassa adalah sumber energi terbarukan yang berasal dari
organisme yang ada di bumi. Hewan, tumbuhan , bahkan manusia bisa menjadi sumber energi
biomassa. Biomassa dapat dihasilkan melalui proses fotosintetik, baik berupa produk maupun
buangan. Contoh biomassa yang umum digunakan adalah pepohonan, tanaman, rumput, ubi,
limbah hutan, limbah pertanian, dan kotoran ternak. Dilansir dari LIPI, biomassa yang digunakan
sebagai sumber energi (bahan bakar) di Indonesia pada umumnya, memiliki nilai ekonomis rendah,
atau merupakan limbah yang telah diambil produk primernya. Biomassa yang umum digunakan
sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah
setelah diambil produk primernya. Kelebihan biomassa Sumber energi biomassa memiliki
beberapa kelebihan, di antaranya adalah merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui
(renewable) sehingga dapat menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (sustainable).
Di Indonesia, biomassa telah menjadi sumber energi yang sangat penting dengan berbagai
pemanfaatannya. Potensi besar biomassa yang ada untuk energi saat ini adalah limbah hasil
perkebunan seperti kelapa sawit, tebu, bongol jagung.
Metode dalam pencampuran bahan bakar batu bara dengan biomassa disebut cofiring. Co-
firing adalah pembakaran dua jenis bahan bakar berbeda secara bersamaan seperti batubara dan
bonggol jagung atau biomassa lainnya. Untuk PLTU yang biasanya sepenuhnya berbahan bakar
batubara, cofiring dilakukan dengan menambahkan bahan bakar seperti bonggol jagung atau
woodchip. Pada proses penggunaannya di PLTU Sumbawa barat, Batubara dicampur dengan
bonggol jagung di coal yard dan selanjutnya ditransfer menggunakan belt conveyor menuju bunker
(penampungan bahan bakar) dan selajutnya dibakar didalam boiler untuk mengubah fasa air
menjadi uap. Uap tersebut berfungsi untuk memutar turbin yang dikopel dengan generator.
Generator inilah yang mengubah energi kinetik menjadi energi listrik.

Pada PLTU Sumbawa Barat, bahan bakar yang digunakan untuk cofiring adalah bonggol jagung.
Berikut adalah hasil dari report of analysis hasil pengujian bonggol jagung yang akan digunakan
sebagai bahan bakar cofiring.

Gambar 2.2 Properties Bonggol Jagung

Sumber: Hasil Pengujian Sucofindo


Tabel di bawah adalah properties dari batu bara yang digunakan pada proses co-firing.

Parameter Unit Result


Proximate Analysis
Total Moisture %wt 34.77
Ash Content %wt 3.37
Volatile Matter %wt 32.14
Fixed Carbon %wt 29.27
Total Sulphur %wt 0.29
Total 99.84
GCV Kcal/kg 4066
Ultimate Analysis
Carbon %wt 42.94
Hydrogen %wt 3.15
Nitrogen %wt 0.62
Oxygen %wt 15
Total Moisture %wt 34.77
Ash Content %wt 3.37
Total Sulphur %wt 0.29
Total 100.14
Tabel 2.1 Properties Batubara

Sumber: Hasil Pengujian Sucofindo

III. METODE

Penelitian ini menggunakan studi kasus perbandingan penggunaan bahan bakar bonggol jagung
dan batu bara terhadap performa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumbawa Barat.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan pendekatan kuantitatif untuk
mengetahui penggunaan bahan bakar yang memiliki biaya yang paling rendah namun memiliki
heat rate yang paling tinggi. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi. Dalam
penelitian ini digunakan teknik analisis data deskriptif, yaitu membahas secara sistematis melalui
beberapa tahapan, seperti pengumpulan data pemakaian bahan bakar batu bara dan bonggol jagung
di tahun 2023. Pemakaian bahan bakar diurutkan berdasarkan bulan dan kemudian dihitung
specific Coal consumption. Setelah data diperoleh, tahapan berikutnya adalah melakukan
perhitungan heat rate dan biaya pokok produksi. Spesific Coal Consumption adalah jumlah bahan
bakar yang dipakai untuk menghasilkan daya efektif. Rumus perhitungan specific Coal
consumption adalah sebagai berikut:

Specific Coal Consumption = Total Konsumsi Bahan Bakar / Power Output


Tahap selanjutnya adalah menghitung heat rate. Heat Rate menunjukkan jumlah kalori/panas
yang dibutuhkan untuk menghasilkan per kWh. Semakin besar nilai heat rate, maka semakin
berkurang efisiensi pembangkit. Rumus perhitungan heat rate adalah sebagai berikut:

Heat Rate = Nilai Kalor Bahan Bakar x Spesific Coal Consumption.

Tahap terakhir adalah menghitung biaya pokok produksi dari penggunaan bahan bakar batu bara
dan bongol jagung. Terdapat beberapa komponen dalam perhitungan biaya pokok produksi
(BPP) seperti komponen kepegawaian, komponen operation and maintenance, komponen bahan
bakar, dan komponone nilai asset. Pada karya ilmiah ini, biaya pokok produksi (BPP) hanya
menggunakan komponen bahan bakar. Rumus perhitungan biaya pokok produksi adalah sebagai
berikut:

Biaya Pokok Produksi = Harga Bahan Bakar / Power Output

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


PLTU Sumbawa merupakan satu satunya PLTU milik PLN yang sudah beroperasi di pulau
Sumbawa, terletak di Kecamatan Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat. PLTU Sumbawa Barat
memiliki daya mampu sebesar 2 x 7 MW. PLTU Sumbawa Barat adalah sebuah unit kerja yang
berada di bawah UPK Tambora. PLTU Sumbawa Barat beroperasi selama 24 jam dan terhubung
dengan jaringan interkoneksi Sumbawa – Bima, artinya tenaga listrik yang dihasilkan oleh PLTU
Sumbawa Barat terhubung dengan beberapa pembangkit listrik dan gardu listrik yang tersebar dari
Sumbawa sampai Bima. Pembangkit listrik di Pulau Sumbawa didominasi oleh pembangkit
berbahan bakar solar, sehingga peran PLTU Sumbawa sebagai beban dasar (base load) dalam
menopang kelistrikan di pulau Sumbawa sangat penting dikarenakan bahan bakar yang digunakan
adalah batu bara yang harganya cenderung lebih murah daripada bahan bakar solar. Hal tersebut
tentu dapat menurunkan Biaya Pokok Produksi (BPP) sistem kelistrikan pulau sumbawa karena
PLTU adalah pembangkit yang memiliki Biaya Pokok Produksi (BPP) yang rendah.

Dalam rangka mengoptimalkan energi terbarukan guna mendorong target bauran EBT (Energi
Baru Terbarukan) sebesar 23% pada tahun 2025, maka dilakukan co-firing biomassa menggunakan
bonggol jagung di PLTU Sumbawa. Co-firing ini dilakukan dengan mencampur langsung bonggol
jagung dengan batu bara untuk kemudian dimasukkan ke ruang bakar (boiler) PLTU Sumbawa
Barat. Persentase bonggol jagung yang digunakan adalah sebesar 5%, 25%, 50%, dan 100% dari
total kebutuhan bahan bakar.

Tabel 4.1 Spesific Coal Consumption

Rata-Rata Total Caloric Value MW SCC


No Bahan Bakar (T/H) (kCal/kg) Gross (T/MWh)
1 100% BATU BARA 8.57 4066.00 6.69 1.28
2 5% BONGGOL JAGUNG 7.26 4046.20 5.10 1.42
3 25% BONGGOL JAGUNG 7.38 3967.00 5.10 1.45
4 50% BONGGOL JAGUNG 7.64 3868.00 5.10 1.50
5 100% BONGGOL JAGUNG 7.90 3670.00 0.94 8.36
Sumber: Data Pengusahaan PLTU Sumbawa Barat

SCC Terhadap Persentase Bahan Bakar


8.57 8.36
9.00 7.64 7.90
8.00 7.26 7.38
6.6925
7.00
SCC (T/MW)

6.00 5.0975 5.1 5.1025


5.00
4.00
3.00
1.28 1.42 1.45 1.50
2.00 0.945
1.00
0.00
100% Batu Bara 95% Batu Bara 75% Batu Bara 50% Batu Bara 100% Bonggol
5% Bonggol 25% Bonggol 50% Bonggol Jagung
Jagung Jagung Jagung
Persentase Bahan Bakar

Konsumsi BB MW Gross Nilai SCC

Gambar 4.1 Grafik SCC

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa bahwa setiap kenaikan persentase cofiring bonggol jagung
terhadap batu bara akan menaikkan nilai Spesific Coal Consumption (SCC). Hal tersebut terjadi
karena semakin tinggi cofiring bonggol jagung pada bahan bakar maka nilai kalor akan semakin
menurun sehingga membutuhkan bahan bakar yang lebih banyak. Nilai Spesific Coal Consumption
(SCC) terendah terdapat pada bahan bakar 100% batu bara. Dari data Spesific Coal Consumption
(SCC) di atas, dapat dilakukan perhitungan heat rate yang menunjukkan performa PLTU.
Tabel 4.2 Heat Rate

Gross Plant Heat Rate


Bahan Bakar (kCal/kWh)

100% BATU BARA 6,687.55

5% BONGGOL JAGUNG 4,308.89

25% BONGGOL JAGUNG 3,938.16

50% BONGGOL JAGUNG 2,876.26


100% BONGGOL
JAGUNG 17,719.00
Sumber: Data Pengusahaan PLTU Sumbawa Barat

Heat Rate Terhadap Persentase Bahan Bakar


8.57
20000.00 9.00
7.64 7.90
18000.00 7.26 7.38 8.00
16000.00 6.64 7.00
GPHR (kCal/kWh)

14000.00
6.00
12000.00 5.05 5.05 5.05
5.00
10000.00
4.00
8000.00
3.00
6000.00
4000.00 4066.00 3868.00 2.00
4046.20 3967.00 3670.00
2000.00 0.79 1.00
0.00 0.00
100% BATU 5% BONGGOL 25% BONGGOL 50% BONGGOL 100%
BARA JAGUNG JAGUNG JAGUNG BONGGOL
JAGUNG
Nilai Kalor
Persentase Bahan Bakar
Konsumsi Bahan
Bakar

Gambar 4.2 Grafik Heat Rate


Terlihat pada grafik di atas bahwa semakin tinggi persentase penggunaan bonggol jagung,
maka nilai GPHR akan semakin rendah. Tetapi, pada penggunaan bonggol jagung di atas
50% memiliki trendline yang naik. Pada penggunaan bonggol jagung dari 0-50% memiliki
trendline yang terus menurun sampai pada 50%. Hal tersebut menunjukkan penggunaan
bonggol jagung yang paling optimal adalah pada 50% bonggol jagung karena memiliki
nilai GPHR yang paling rendah.
Tabel 4.3 Biaya Pokok Produksi

No Bahan Bakar SCC (T/MWh) GPHR (kCal/kWh) Cost (Rp/MWh)

1 100% Batu Bara 1.28 6,687.55 972,641.02

4,308.89
2 95% Batu Bara 5% Bonggol Jagung 1.42 1,064,659.80
3,938.16
3 75% Batu Bara 25% Bonggol Jagung 1.45 1,007,714.18

2,876.26
4 50% Batu Bara 50% Bonggol Jagung 1.50 947,768.41

17,719.00
5 100% Bonggol Jagung 8.36 4,226,302.72

Berdasarkan tabel 4.3, didapatkan biaya yang diperlukan untuk bahan bakar setiap MWh.
Harga bahan bakar batu bara adalah Rp760.000,00/T. Sedangkan harga bonggol jagung
adalah Rp505.551,40/T. Berdasarkan hal tersebut, maka didapatkan biaya termurah untuk
menghasilkan listrik adalah pada cofiring bahan bakar batu bara 50% dan 50% bonggol
jagung sebesar Rp947.768,41/MWh atau saving sebesar 2,5% dari bahan bakar batu bara
murni.

324.33 NOx Terhadap Persentase Bahan Bakar


350.00
298.22
277.22
300.00
Emisi NOx(mg/m3)

235.42
250.00
200.00
150.00 108.78
100.00
50.00
0.00
100% BATU BARA 5% BONGGOL 25% BONGGOL 50% BONGGOL 100% BONGGOL
JAGUNG 95% JAGUNG 75% JAGUNG 50% JAGUNG
BATU BARA BATU BARA BATU BARA
Persentase Bahan Bakar Emisi NOx

Gambar 4.3 Grafik Nox


Terlihat pada gambar di atas bahwa penggunaan cofiring mampu menurunkan emisi NOx.
NOx adalah gas polutan yang terbentuk pada pembakaran temperature tinggi. NOx dapat
mengakibatkan hujan asam, gangguan pernapasan manusia, dan korosi pada material.
Semakin tinggi persentase cofiring bonggol jagung, maka emisi NOx yang dihasilkan akan
semakin rendah. Hal tersebut terjadi karena kandungan nitrogen pada bonggol jagung lebih
rendah dibanding dengan batubara yaitu sebesar 0,26% wt dibandingkan dengan 0,62%

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Penggunaan bahan bakar campuran 50% batu bara dan 50% bonggol jagung memiliki nilai
GPHR yang paling rendah yaitu sebesar 2,876.26 kCal/kWh.
2. Biaya yang diperlukan untuk penggunaan bahan bakar cofiring 50% batu bara dan 50%
bonggol jagung adalah sebesar Rp947.768,41/MWh atau saving sebesar 2,5% dari bahan
bakar 100% batu bara.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis dapat memberikan saran untuk perbaikan yaitu:
1. Sebaiknya PLTU Sumbawa Barat menggunakan bahan bakar bahan bakar campuran 50%
batu bara dan 50% bonggol jagung karena memiliki performa terbaik dan berbiaya rendah.
VI. DAFTAR PUSTAKA

Syukrika Putri, Takdir Syarif, Andi Aladin(2022), Blending Batubara Dengan Limbah Biomassa Tongkol
Jagung Untuk Mengurangi Ketergantungan Sumber Energi Tidak Terbarukan. Vol 7 no 2

Rizki. (2022). Analisis Konsumsi Bahan Bakar Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Ketapang 2x10 MW. Jurnal Teknik Elektro Universitas Tanjungpura. Vol 2 No 1

Kasin, Erni., Aslidayanti., Aminah, Siti. (2021). Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung Sebagai
Pengganti Bahan Bakar Hemat Ekonomi di Masa Pandemi COVID-19). Jurnal pengabdian
kepada masyarakat Sosiosaintifik
Mulhidin., Wicaksana, Feri., Azwarudin. (2022). Analisis Co-firing Refused Derived Coal (RDF)
di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang. Jurnal Sanitasi dan Lingkungan. Vol
3 no 1

Anugrah Pratama afin, Berkah Fajar Tamtomo Kiono.(2021) Potensi Energi Batubara serta
Pemanfaatan dan Teknologinya di Indonesia Tahun 2020 – 2050 : Gasifikasi Batubara.
Jurnal Energi Baru & Terbarukan, 2021, Vol. 2, No. 2, pp 114 – 122
Husnan, Suad. (2019). Manajemen Keuangan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Ariani, Dorothea Wahyu. (2020). Manajemen Kualitas. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Guritno, Adi Djoko. Harsasi, Meirani. (2019). Manajemen Rantai Pasokan. Tangerang Selatan :
Universitas Terbuka.
Aslichati, Lilik. (2014). Metode Penelitian Sosial. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka.
Sodikin, Slamet Sugiri. Zuliyanto, Arief. (2018). Penganggaran. Tangerang Selatan : Universitas
Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai