Anda di halaman 1dari 58

Posyandu dan bhs

Disusun Oleh :

Yulia asri saputri (204201416130)


Irma tri rahayu (204201416030)
Sukmawati (204201416081)

PROGRAM STUDI ILMU

KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU

KESEHATAN UNIVERSITAS

NASIONAL
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan Rahmat, hidayat dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dari
kelompok 3 dapat menyelesaikan tugas berjudul “BHS DAN POSYANDU” tepat waktu.
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Bencana.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari itu semua, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat, tata Bahasa, maupun isi materi yang disampaikan. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Jakarta, 13 Juni 2023


BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pos Pelayanan Keluarga Berencana - Kesehatan Terpadu (Posyandu)

adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat
yang dibantu oleh petugas kesehatan. Jadi, Posyandu merupakan kegiatan swadaya
dari masyarakat di bidang kesehatan dengan penanggung jawab kepala desa.

A.A. Gde Muninjaya (2002:169) mengatakan : ”Pelayanan kesehatan terpadu (yandu)


adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu
wilayah kerja Puskesmas. Tempat pelaksanaan pelayanan program terpadu di balai
dusun, balai kelurahan, RW, dan sebagainya disebut dengan Pos pelayanan terpadu
(Posyandu)”. Konsep Posyandu berkaitan erat dengan keterpaduan. Keterpaduan yang
dimaksud meliputi keterpaduan dalam aspek sasaran, aspek lokasi kegiatan, aspek
petugas penyelenggara, aspek dana dan lain sebagainya. (Departemen kesehatan,
1987:10).

Posyandu dimulai terutama untuk melayani balita (imunisasi, timbang berat badan) dan
orang lanjut usia (Posyandu Lansia), dan lahir melalui suatu Surat Keputusan Bersama
antara Menteri Dalam Negeri RI (Mendagri), Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Kepala
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Ketua Tim Penggerak
(TP) Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan dicanangkan pada sekitar tahun
1986. Legitimasi keberadaan Posyandu ini diperkuat kembali melalui Surat Edaran
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tertanggal 13 Juni 2001 yang antara lain
berisikan “Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu” yang antara lain meminta
diaktifkannya kembali Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) Posyandu di semua
tingkatan administrasi pemerintah
Saka bakti husada

Saka Bakti Husada bertujuan untuk mewujudkan kader pembangunan di bidang kesehatan, yang dapat
membantu melembagakan norma hidup sehat bagi semua anggota Gerakan Pramuka dan masyarakat
di lingkunganya.
 
Kegiatan kesakaan dilaksanakan di gugusdepan dan satuan karya Pramuka disesuaikan dengan usia
dan kemampuan jasmani dan rohani peserta didik. Kegiatan pendidikan tersebut dilaksanakan
sedapat-dapatnya dengan praktik berupa kegiatan nyata yang memberi kesempatan peserta didik
untuk menerapkan sendiri pengetahuan dan kecakapannya dengan menggunakan perlengkapan yang
sesuai dengan keperluannya.
 

Rumus Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sbh ?


2. Apa yang dimaksud dengan posyandu?

Tujuan Umum
1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang sbh

2. Mahasiswa mengetahui posyandu


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR TEORI

1. SAKA BAKTI HUSADA

a. Pengertian Saka Bakti Husada

Menurut keputusan Kwarnas Gerakan Pramuka No. 53 Th.

1985, Satuan Karya Pramuka Bakti Husada yaitu salah satu jenis

Satuan Karya Pramuka yang merupakan wadah kegiatan untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktis dalam bidang

kesehatan.

b. Tujuan Saka Bakti Husada

Menurut keputusan Kwarnas Gerakan Pramuka No. 53 Th.

1985, tujuan dibentuknya Saka Bakti Husada adalah untuk

mewujudkan tenaga kader pembangunan dalam bidang kesehatan,

yang dapat membantu melembagakan norma hidup sehat bagi

semua anggota Gerkan Pramuka dan masyarakat dilingkungannya.

c. Sasaran

Menurut keputusan Kwarnas Gerakan Pramuka No. 53 Th.

1985, sasaran dibentuknya Saka Bakti Husada adalah agar para

anggota Gerakan Pramuka yang telah mengikuti kegiatan Saka

tersebut :
1) Memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam

bidang kesehatan.

2) Mampu dan mau menyebarluaskan informasi kesehatan kepada

masyarakat khususnya tentang :

a) kesehatan lingkungan

b) kesehatan keluarga

c) penanggulangan berbagai penyakit

d) gizi

e) manfaat dan bahaya obat

3) Mampu memberikan latihan tentang kesehatan kepada para

Pramuka di gugusdepannya.

4) Dapat menjadi contoh hidup sehat bagi masyarakat di

lingkungannya.

5) Memiliki sikap dan perilaku yang lebih mantap.

d. Sifat dan Lingkup Kegiatan

Menurut keputusan Kwarnas Gerakan Pramuka No. 53 Th.

1985, untuk memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan

dibidang kesehatan sehingga memiliki sikap dan perilaku sesuai

dengan kode kehormatan.Gerakan Pramuka, Saka Bakti Husada

melaksanakan kegiatan yang meliputi :

1) Kesehatan secara umum.

2) Kesehatan secara khusus sesuai dengan macam Krida dan

kecakapan-kecakapan khususnya. Bakti kepada masyarakat,


antara lain untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup sehat

dengan jaan memberi contoh, mangadakan penyuluhan, dan

menyebarluaskan pengetahuan dan keterampilan dibidang

kesehatan.

e. Keanggotaan

Menurut keputusan Kwarnas Gerakan Pramuka No. 53 Th. 1985,

keanggotaan dalam saka bakti husada:

1) Anggota

Anggota Saka Bakti Husada terdiri atas:

a) Peserta Didik

Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega, Pramuka

Penggalang berusia 14 – 15 tahun dengan syarat-syarat

khusus yang mempunyai minat kesehatan.

b) Anggota Dewasa

Pamong Saka, Instruktur Saka, Pimpinan Saka

c) Calon Anggota Pemuda berusia antara 16 sampai dengan 25

tahun (syarat khusus).

2) Peminat

Peminat Saka Bakti Husada terdiri dari para Pramuka Siaga dan

Pramuka Penggalang yang menyenangi bidang kesehatan.

3) Syarat Anggota

a) Menyatakan keinginannya untuk menjadi anggota Saka Bakti

Husada secara sukarela dan tertulis


b) Bagi pemuda calon anggota Gerakan Pramuka, diharapkan

menyerahkan izin tertulis dari orang tua/walinya, dan

bersedia menjadi anggota Gugus depan Pramuka terdekat.

c) Bagi Pramuka Penegak, Pramuka Pandega, dan Pramuka

Penggalang berusia 14 -15 tahun diharapkan menyerahkan

izin tertulis dari Pembina Satuan dan pembina Gugus

depannya.

d) Bagi Pramuka Penggalang telah memenuhi Syarat Kecakapan

Umum tingkat Pengalang Terap.

e) Bagi Pamong Saka mendapat persetujuan dari Pembina

Gugus depannya dan telah mengikuti sedikitnya Kursus

Pembina Pramuka Mahir tingkat Dasar.

f) Bagi Instruktur tetap, telah memiliki pengetahuan,

keterampilan dan kecakapan dibidang kesehatan.

g) Sehat jasmani dan rohani serta dengan sukarela sanggup

mentaati segala ketentuan yang berlaku di dalam Saka Bakti

Husada.

h) Pamong Saka dan Instruktur tetap, diangkat dan dilantik oleh

Kwartir Ranting.

f. Organisasi

Menurut keputusan Kwarnas Gerakan Pramuka No. 53 Th. 1985,

keorganisasian dalam saka bakti husada:


1) Pramuka Penegak, Pramuka Pandega, pemuda berusia 16 – 23

tahun dan Pramuka Penggalang berusia lebih dari 14 tahun dari

beberapa gugus depan di satu wilayah ranting/kecamatan yang

mempunyai minat, bakat dan kegemaran di bidang kesehatan,

dihimpun oleh Kwartir Ranting bersama Dewan Kerja Penegak

dan Pandega yang bersangkutan, untuk membentuk Saka Bakti

Husada.

2) Di tiap ranting dibentuk satu Saka Bakti Husada putri secara

terpisah, yang jumlah anggotanya tidak terbatas.

3) Saka Bakti Husada terdiri dari 6 krida yaitu :

a) Krida Bina Lingkungan Sehat, terdiri atas 5 (lima) SKK :

SKK Penyehatan Perumahan, SKK Penyehatan Makanan dan

Minuman, SKK Pengamanan Pestisida, SKK Pengawasan

Kualitas Air, dan SKK Penyehatan Air.

b) Krida Bina Keluarga Sehat, terdiri atas 6 (enam) SKK : SKK

Kesehatan Ibu, SKK Kesehatan Anak, SKK Kesehatan

Remaja, SKK Kesehatan Usia Lanjut, SKK Kesehatan Gigi

dan Mulut, dan SKK Kesehatan Jiwa.

c) Krida Penanggulangan Penyakit, mempunyai 8 (delapan)

SKK : SKK Penanggulangan Penyakit Malaria, SKK

Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah, SKK

Penanggulangan Penyakit Anjing Gila, SKK Penanggulangan

Penyakit Diare, SKK Penanggulangan Penyakit TB. Paru,


SKK Penanggulangan Penyakit Kecacingan, SKK Imunisasi,

SKK Gawat Darurat, dan SKK HIV / AIDS.

d) Krida Bina Gizi, mempunyai 5 (lima) SKK : SKK

Perencanaan Menu, SKK Dapur Umum Makanan/Darurat,

SKK UPGK dalam Pos Pelayanan Terpadu, SKK Penyuluh

Gizi, dan SKK Mengenal Keadaan Gizi.

e) Krida Bina Guna Obat, meliputi 5 (lima) SKK : SKK

Pemahaman Obat, SKK Taman Obat Keluarga, SKK

Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Zat

Adiktif, SKK Bahan Berbahaya bagi Kesehatan, dan SKK

Pembinaan Kosmetik.

f) Krida Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, meliputi 5 ( lima )

SKK : SKK Bina PHBS di Rumah, SKK Bina PHBS di

Sekolah, SKK Bina PHBS di Tempat umum, SKK Bina

PHBS di Instansi Pemerintah, dan SKK Bina PHBS di

Tempat kerja

4) Tujuan SKK Gawat Darurat

(a) Dapat mengaplikasikan tanda-tanda SKK Gawat Darurat.

(b) Dapat mengaplikasikan cara melakukan resusitasi oleh 1

penolong atau 2 penolong .

(c) Mengaplikasikan keadaan patah tulang dan dapat memasang

bidai.

(d) Menggunakan alat komunikasi radio


5) Materi SKK Penanggulangan Penyakit Gawat Darurat

(1) Alamat

(2) Cara menyampaikan laporan

(3) Cara menilai pernafasan dan nadi

(4) Cara menghentikan pendarahan

(5) Membalut luka

(6) Tanda-tanda shock

(7) Tindakan untuk mengatasi shock

(8) Sistimatika penanggulangan penderita gawat darura

(9) Resusitasi

(10) Cara meminta pertolongan segera

(11) Cara mengamankan penderita/korban dan tidak

memperberat keadaannya

(12) Bidai

(13) Transportasi penderita

(14) Dalam memperagakan cara pemimpin regu Pramuka.

6) Setiap Krida beranggota 5 s/d 10 orang, sehingga dalam satu

Saka Bakti Husada dimungkinkan adanya beberapa krida yang

sama.

7) Jika satu jenis krida peminatnya lebih dari 10 orang, maka nama

krida itu diberi tambahan angka di belakangnya; misalnya, Krida

Bina Gizi1, Krida Bina Gizi2, dan Krida Bina Gizi3.


8) Saka Bakti Husada putra dibina oleh Pamong Saka putra dan

Saka Bakti Husada putri dibina oleh Pamong Saka putri, serta

dibantu oleh beberapa orang instruktur.

9) Jumlah Pamong Saka di tiap saka disesuaikan dengan keadaan,

sedangkan jumlah instruktur disesuaikan dengan

kebutuhan/lingkup kegiatannya.

10) Pengurus Saka Bakti Husada disebut Dewan Saka terdiri atas

Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara dan beberapa orang

anggota, yang dipilih diantara para Pemimpion Krida dan Wakil

Pemimpin Krida.

11) Tiap Krida dipimpin oleh seorang Pemimpin Krida dibantu oleh

seorang Wakil Pemimpin Krida.

12) Saka Bakti Husada dibina oleh Kwartir Ranting dibantu oleh

Dewan kerja Penegak dan Pandega Tingkat Ranting.

13) Masa bakti Pengurus Saka Bakti Husada sama dengan masa

bakti Kwartirnya.

2. PENDIDIKAN KESEHATAN

a. Pengertian

Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan, secara

umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau

masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh


pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Batasan ini tersirat

unsur-unsur input (sasaran dan pendidik dari pendidikan), proses

(upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan

output (melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan

dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku

kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan

(Notoadmojo, 2012).

Pendidikan kesehatan ialah suatu upaya atau kegiatan untuk

menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan.

Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat

menyadari atau mengetahui bagaimana bagaimana cara

memelihara kesehatan, bagaimana menghindari atau mencegah hal-

hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, ke

mana seharusnya mencari pengobatan bilamana sakit, dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

b. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan secara umum menurut

Notoatmodjo (2003) dalam Hidayat (2015) yaitu untuk mengubah

perilaku individu atau masyarakat dalam bidang kesehatan. Selain

hal tersebut, tujuan pendidikan kesehatan ialah:

1) Menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di

masyarakat.
2) Menolong individu agar mampu secara mandiri atau

berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan

hidup sehat.

3) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana

pelayanan kesehatan yang ada.

4) Agar penderita (masyarakat) memiliki taggung jawab yang

lebih besar pada kesehatan (dirinya).

5) Agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam

mencegah terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit

menjadi parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui

rehabilitas cacat yang disebabkan oleh penyakit.

6) Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik twntang

eksistensi perubahan-perubahan sistem, cara memanfaatkannya

dengan efisien dan efektif.

7) Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri

dan bagaimana caranya tanpa selalu meminta pertolongan

kepada sistem pelayanan kesehatan yang formal.

c. Faktor –faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikankesehatan

dapat mencapai sasaran (Saragih, 2010) yaitu:

1) Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang

terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat

dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya,


semakin mudah seseorang menerima informasi yang

didapatnya.

2) Tingkat Sosial Ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin

mudah pula dalam menerima informasi baru.

3) Adat Istiadat

Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap

adat istiadat sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan.

4) Kepercayaan Masyarakat

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan

oleh orang-orang yang sudah mereka kenal, karena sudah ada

kepercayaan masyarakat dengan penyampai informasi.

5) Ketersediaan waktu di masyarakat

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan

tingkat aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat

kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.

d. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Ruang lingkup pendidikan kesehatan menurut Mubarak

(2009) yaitu:

1) Dimensi Sasaran

a) Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu.

b) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.

c) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran

masyarakat.
2) Dimensi Tempat Pelaksanaannya

a) Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah

dengan sasaran murid yang pelaksanaannya diintegrasikan

dengan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS).

b) Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, di Pusat

Kesehatan Masyarakat, Balai Kesehatan, Rumah Sakit

Umum maupun khusus dengan sasaran pasien dan keluarga

pasien.

c) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan

sasaran buruh atau karyawan.

3) Tingkat Pelayanan Pendidikan Kesehatan

a) Promosi Kesehatan (Health Promotion).

b) Perlindungan Khusus (Specific Protection).

c) Diagnosa dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis

and Prompt Treatment).

d) Pembatasan cacat (Disability Limitation).

e) Rehabilitasi (Rehabilitation).

e. Misi Pendidikan Kesehatan

Misi pendidikan kesehatan secara umum menurut

Notoatmodjo (2012), dapat dirumuskan menjadi:

1) Advokat (Advocate)

Melakukan upaya-upaya agar para pembuat keputusan atau

penentu kebijakan tersebut mempercayai dan meyakini bahwa

program kesehatan yang di tawarkan perlu didukung melalui

kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan politik.


2) Menjembatani (Mediate)

Diperlukan kerja sama dengan lingkungan maupun sektor lain

yang terkait dalam melaksanakan program-program kesehatan

maupun sektor lain yang terkait.

3) Memampukan (Enable)

Memberikan kemampuan dan keterampilan kepada masyarakat

agar mereka dapat mandiri untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan mereka.

f. Metode Pendidikan Kesehatan

Metode pendidikan kesehatan menurut Achjar (2009), yaitu:

1) Metode ceramah

Ceramah ialah menyajikan pelajaran melalui penuturan secara

lisan atau penjelasan langsung.

2) Metode diskusi kelompok

Diskusi kelompok ialah percakapan yang dipersiapkan

diantara tiga orang atau lebih membahas topik tertentu dengan

seorang pemimpin, untuk memecahkan suatu permasalahan

serta membuat suatu keputusan.

3) Metode panel

Panel adalah pembicara yang sudah direncanakan di depan

pengunjung atau peserta tentang sebuah topik dan diperlukan

tiga panelis atau lebih serta diperlukan seorang pemimpin.

4) Metode permainan peran

Bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari

simulasi yang diarahkan untuk mengkreasikan peristiwa

sejarah, aktual, atau kejadian yang akan datang.


5) Metode demonstrasi

Demonstrasi ditunjukan untuk mengevaluasi perubahan

psikomotor dengan memperliatkan cara melaksanakan suatu

tindakan atau prosedur dengan alat peraga dan tanya jawab.

g. Media dan alat bantu pendidikan kesehatan

Alat bantu pembelajaran adalah alat-alat yang digunakan

oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pengajaran dan

biasanya dengan menggunakan alat peraga pengajaran. Alat peraga

pada dasarnya dapat membantu sasaran pendidik untuk menerima

pelajaran dengan menggunkan panca inderanya. Semakin banyak

indera yang digunakan dalam menerima pelajaran semakin

peajaran semakin baik penerimaan pelajaran (Sulihan , 2003 dalam

Hidayat, 2015). Macam-macam media atau alat bantu pendidikan

kesehatan yaitu :

1) Media audio, yaitu media yang hanya dapat didengar saja,

hanya memiliki unsur suara.

2) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak

mengandung unsur bentuk berbagai bahan cetak seperti media

grafis.

3) Media audio visual, yaitu jedis media yang selain mengandung

unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dianggap

lebih menarik.
4) Media alat bantu, ada dua jenis yaitu alat bantu eletronik yang

rumit, misalnya film yang memerlukan alat proyeksi khusus

seperti film projector, slide projector, operhead projector

(OPH). Serta alat bantu sederhana, misalnya leaflet, model

buku bergambar, benda-benda nyata, papan tulis, poster,

boneka, phantom, dan spanduk.

3. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

a. Pengertian

Pertolongan pertama pada kecelakaan adalah perawatan

sementara terhadap korban kecelakaan sebelum mendapat

pertolongan yang lebih sempurna dari petugas kesehatan. Ini

berarti pertolongan tersebut bukan sebagai pengobatan atau

penanganan yang sempurna, tetapi hanyalah berupa pertolongan

sementara yang dilakukan oleh petugas (petugas medik atau orang

awam) yang pertama kali melihat korban (Suharni, 2011 dalam

Firdaus, 2015).

Pertolongan pertama adalah memberikan pertolongan dan

pengobatan darurat dengan sementara yang dilaksanakan secara

tepat dan cepat. Tujuan utama bukan untuk memberikan

pengobatan akhir, tapi suatu usaha untuk mencegah dan

melindungi korban dari keparahan yang lebih lanjut akibat suatu

kecelakaan (Sucipto, 2009 dalam Lutfiasari, 2016).


b. Kewajiban Seorang Penolong

Swasanti & Putra (2014) menyatakan bahwa kewajiban

seorang penolong adalah :

1) Menjaga keselamatan diri. Dalam melakukan tindakan

pertolongan, seorang penolong wajib memperhitungkan resiko

dan mengutamakan keselamatan diri.

2) Meminta bantuan. Upayakan meminta bantuan, terutama

kepada tenaga medis.

3) Memberikan pertolongan sesuai kondisi korban. Kondisikan

tindakan pertolongan sesuai kebutuhan dan tingkat keseriusan

kondisi.

4) Mengupayakan transportasi menuju fasilitas medis terdekat.

c. Tujuan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan

Tujuan pertolongan pertama pada kecelakaan menurut

Smith (2005), adalah sebagai berikut :

1) Menyelamatkan nyawa atau mencegah kematian

a) Memperhatikan kondisi dan keadaan yang mengancam

korban.

b) Melaksanakan Resusitasi Jantung dan Paru (RJP) kalau

diperlukan.

c) Mencari dan mengatasi perdarahan.


2) Mencegah cacat yang lebih berat (mencegah kondisi

memburuk)

a) Mengadakan diagnosa.

b) Menangani korban dengan prioritas yang logis.

c) Memperhatikan kondisi atau keadaan (penyakit) yang

tersembunyi.

3) Menunjang penyembuhan

a) Mengurangi rasa sakit dan rasa takut.

b) Mencegah infeksi.

c) Merencanakan pertolongan medis serta transportasi korban

dengan tepat.

d. Faktor yang mempengaruhi praktek PPPK

Faktor yang mempengaruhi praktik pertolongan pertama

pada kecelakaan adalah faktor perilaku. Menurut Lawrence Green

dalam Notoatmodjo (2007) faktor perilaku khususnya perilaku

kesehatan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu :

1) Faktor Predisposisi (Presdiposing Factors)

Faktor yang mencakup sikap dan pengetahuan masyarakat

terhadap kesehatan, keyakinan, nilai-nilai dan kepercayaan

masyarakat terhadap hal–hal yang berkaitan dengan

kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat

pendidikan, tingkat sosial ekonomi. Faktor ini lebih bersifat

dari dalam diri individu tersebut.


2) Faktor Pendukung (Enabling Factors)

Mencakup yang terwujud dalam lingkungan fisik, termasuk

didalamnya ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas

kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan

seperti puskesmas, rumah sakit. Fasilitas umum seperti media

massa, media pendidikan kesehatan, transportasi, fasilitas,

kebijakan pemerintah dan lain sebagainya.

3) Faktor Penguat (Reinforcing Faktors)

Meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh agama,

tokoh masyarakat dan keluarga. Untuk perilaku sehat,

masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan,

sikap dan pendukung positif, melainkan memerlukan perilaku

contoh (acuan) dari tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga

lebih-lebih petugas kesehatan.

e. Prinsip Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan

Prinsip yang harus ditanamkan dalam melaksanakan tugas

PPPK menurut Margareta (2012), Andryawan dan Amin (2013)

dalam Firdaus 2015 adalah :

1) Penolong mengamankan diri sendiri lebih dahulu sebelum

menolong :

a) Bersikap tenang, jangan perna panik


Jangan panik tidak berarti boleh lamban. Ketika

menghadapi keadaan darurat, senantiasalah bekerja

dengan rencana jelas dan terkendali, agar bisa berjalan

efektif (Smith, 2005 dalam firdaus 2015).

b) Perhatikan jalan nafas korban (Airway)

Sebelum melakukan tahapan A (Airway), harus terlebih

dahulu dilakukan prosedur awal, yaitu :

a)) Memastikan keamanan bagi penolong

b)) Memastikan kesadaran dari korban, penolong harus

melakukan upaya agar memastikan kesadaran korban,

dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu

korban dengan lembut untuk mencegah pergerakan yang

berlebihan.

c)) Meminta pertolongan

Jika ternyata korban tidak memberikan respon terhadap

panggilan segera minta bantuan dengan cara berteriak

“tolong”.

d)) Memperbaiki posisi korban

Jika korban ditemukan dengan posisi miring atau

tengkurap ubahlah posisi korban ke posisi terlentang.

e)) Mengatur posisi penolong


Penolong berlutut sejajar dengan bahu agar saat

memberikan bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak

perlu mengubah posisi atau pergerakan lutut.

f)) Jalan nafas berarti apakah pernafasan korban tidak

lancar atau bebas. Hal ini dapat dengan mudah diketahui

apakah korban masih berhembus nafasnya melalui hidun

atau mulut.

c) Perhatikan pernafasan (Breathing)

Pernafasan berarti apakah pernafasan korban masih ada

atau tidak. Tindakan yang dilakukan adlah meraba

keluarnya nafas korban, dari hidung atau mulut. Hal ini

yang diperhatikan adalah pada bagian perut dan dada.

d) Perhatikan peredaran darah (Circulation)

Setelah melakukan langkah A dan B, perhatikan denyut

jantung korban atau saluran pernafasannya. Hal ini dapat

diketahui dengan memperhatikan apakah penderita sadar

atau tidak.

e) Hentikan perdarahan

Letakan bagian perdarahan lebih tinggi daripada bagian

tubuh yang lain, kecuali kalau keadaan tidak mengizinkan.

Dengan menggunakan sapu tangan ataupu kain yang

bersih, tekanlah tempat perdarahan kuat-kuat dengan sapu

tangan tersebut. Kemudian ikatlah sapu tangan tadi dengan


dasi, baju, ikat pinggang atau apapun yang bisa untuk

mengikat, agar sapu tangan tadi tetap menekan luka atau

pedarahan tersebut.

f) Perhatikan tanda-tanda shock

Apabila ada tanda-tanda shock, korban di telentangkan

dengan letak kepala lebih rendah dari bagian tubuh yang

lain. Apabila korban mengalami cedera di bagian dada,

dan menderita sesak nafas (masih sadar), letakanlah

korban dalam sikap setengah duduk.

g) Jangan memindahkan korban secara terburu-buru

Korban tidak boleh dipindahkan dari tempatnya sebelum

dapat dipastikan jenis serta keparahan cidera yang dialami.

Apabila korban tidak hendak diusung, terlebih dahulu

perdarahan harus dihentikan, serta tulang tulang tang patah

harus dibidai. Saat akan mengusung korban, usahakan

supaya kepala korban tetap terlindungi dan setiap kali

harus diperhatikan jangan sampai saluran pernafasannya

tersumbat oleh kotoran atau muntahan.

h) Teliti, tanggap dan melakukan gerakan dengan tangkas

dan tepat tanpa menambah kerusakan.

2) Memberikan perasaan tenang dan mencegah atau mengurangi

rasa takut dan gelisah korban kecelakaan.


Pemberian Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Fraktur/ Patah

Tulang

3) Pengertian

Patah tulang atau fraktur yaitu patah atau retak pada

bagian tulang ( Thygerson, 2011). Fraktur adalah patah tulang,

biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price dan

Wilson, 2006).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di

tentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di

kenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya

(Smeltzer dan Bare, 2002).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang,

kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur

sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis,

yangmenyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di

tandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan

fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges, 2002).

4) Penyebab fraktur

Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006)

ada 3 yaitu:

a) Cidera atau benturan


b) Fraktur patologik

Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang

telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan

osteoporosis.

c) Fraktur beban

Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-

orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka,

seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau

orang- orang yang baru mulai latihan lari.

5) Gejala dan tanda klinis fraktur

Menurut Thygerson (2011), tanda yang muncul apabila

terdapat fraktur :

a) Deformitas yaitu perubahan bentuk tulang jadi memendek

karena kuatnya tarikan otot-otot ekstremitas yang menarik

patahan tulang, untuk mengetahuinya dengan

membandingkan bagian yang cedera dengan bagian yang

tidak cedera pada sisi lain.

b) Luka terbuka (Open wound) dapat menunjukan adanya

fraktur dibawahnya.

c) Nyeri tekan (Tenderness), nyeri tersebut sering ditemukan

hanya di tempat fraktur. Korban biasanya dapat

menunjukan tempat nyeri atau merasa nyeri bila disentuh.

d) Pembekakan (Swelling) disebabkan oleh perdarahan yang

terjadi secara cepat setelah suatu fraktur.


e) Korban tidak mampu menggunakan bagian yang cedera

secara normal.

f) Rasa tidak nyaman atau gemeretak dapat dirasakan dan

kadang- kadang bahkan terdengar ketika ujung- ujung

tulang yang patah bergesekan.

g) Korban dapat mendengar atau meraskan tulang berderak.

6) Jenis-jenis fraktur

a) Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara

patahan tulang dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara

lain :

(1) Fraktur terbuka (open/compound fraktur) yaitu patah

tulang disertai kerusakan kulit diatasnya, hingga bagian

tulang yang patah berhubungan langsung dengan dunia

luar. Dikatakan terbuka bila tulang yang patah

menembus otot dan kulit yang memungkinkan / potensial

untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat

masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.

(2) Fraktur tertutup (closed) yaitu patah tulang tanpa

disertai kerusakan kulit diatasnya. Dikatakan tertutup

bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar.


b) Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi

menjadi 2 yaitu:

(1) Patah tulang lengkap (Complete fraktur)

Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu

dengan yang lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh

potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang

biasanya berubak tempat.

(2) Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )

Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan

sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya biasanya

hanya bengkok yang sering disebut green stick.

Menurut Price dan Wilson (2005) kekuatan dan

sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak

di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang

terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap

terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur

tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.

c) Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan

hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:

(1) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang

pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau

langsung.
(2) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya

membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan

akibat dari trauma angulasi juga.

(3) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral

yang di sebabkan oleh trauma rotasi.

(4) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma

aksial fleksi yang mendorong tulang kea rah permukaan

lain.

(5) Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma

tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang

d) Menurut Smeltzer dan Bare (2001) jumlah garis patahan

ada 3 antara lain:

(1) Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari

satu dan saling berhubungan.

(2) Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih

dari satu tapi tidak berhubungan.

(3) Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari

satu tapi tidak pada tulang yang sama.

7) Tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan fraktur

a) Menurut Thygerson (2011), perawatan untuk cedera tulang:

(1) Buka dan periksa area tempat cedera.

(a) Cari deformitas, luka terbuka, memar dan

pembekakan.
(b) Rasakan area yang cedera untuk memeriksa adakah

deformitas dan nyeri tekan saat disentuh.

(c) Tanyakan apakah korban merasakn nyeri dan

mampu menggunakan bagian yang cedera secara

normal.

(2) Stabilkan bagian yang cedera untuk mencegah gerakan.

(a) Ikuti tindakan pencegahan.

(b) Jika layanan medis darurat secara tiba, stabilkan

bagian yang cedera dengan tangan anda sampai

bantuan tiba.

(c) Jika layanan medis darurat terlambat, atau jika anda

membawa korban ke perawatan medis, stabilkan

bagian yang cedera dengan bidai.

(3) Jika cedera adalah fraktur terbuka, jangan mendorong

tulang yang protrusi. Tutup luka dan tulang yang terpajan

dengan kasa di sekitar tulang, dan perban cedera tanpa

meneka tulang.

(4) Kompres degan es atau kantong dingin (cold pack) jika

memungkinkan untuk membantu mengurangi

pembengkakan dan nyeri.

(5) Ari pertolongan medis. Telpon 118 atau layanan medis

darurat setempat untuk setiap fraktur terbuka atau fraktur


tulang besar (seperti paha) atau bila membawa

korbansulit atau akan memperberat cedera.

b) Menurut Junaidi (2011), tindakan pertolongan pada fraktur

dengan pemasangan bidai. Pemasangan bidai pada tulang

panjang diusahakan melewati 2 atau lebih persendian.

(1) Fraktur tulang paha bagian atas

(a) Sebelum memasang bidai usahakan meluruskan

tulang seanatomis mungkin

(b) Pasang bidai luar dari tumit hingga pinggang

(c) Pasang bidai dalam dari tumit hingga selangkangan

(d) Ikat dengan pembalut dasi lipatan 2 kali diatas dan

diawah bagian yang patah

(e) Tulang betis diikat dengan pembalut dasi lipatan 1

kali

(f) Kedua lutut diikat dengan pembalut dasi lipatan 2

kali

(g) Tumit diikat dengan pembalut dasi lipatan 3 kali

(h) Bagian yang patah ditinggikan

Gambar 2.1 Pembidaian pada fraktur tulang paha bagian atas

(2) Fraktur tulang paha bagian bawah


(a) Sebelum memasang bidai usahakan meluruskan

tulang seanatomis mungkin

(b) Pasang bidai luar dan dalam sepanjang tungkai

(c) Pasang bidai dalam dari tumit hingga selangkangan

(d) Ikat dengan pembalut dasi lipatan 2 kali diatas dan

diawah bagian yang patah

(e) Tulang betis diikat dengan pembalut dasi lipatan 1

kali

(f) Kedua lutut diikat dengan pembalut dasi lipatan 2

kali

(g) Tumit diikat dengan pembalut dasi lipatan 3 kali

(h) Bagian yang patah ditinggikan

Gambar 2.2 Pembidaian pada fraktur tulang paha bagian bawah

(3) Fraktur pada sendi lutut/ tempurung lutut

Gejala dan tandanya adalah korban tidak mampu

meluruskan kakinya dan nyeri pada lutut sangat hebat.

Terkadang teraba tempat kosong atau cekungan di

tempat tempurung lutut. Jika ada perdarahan di dalam

lutut, akan timbul pembengkakan yang terjadi dengan

cepat.
Tindakan pertolongannya adalah sebagai berikut:

(a) Balut denga pembalut tekan diatas lutut.

(b) Pasang bidai dibawah lutut, dengan posisi agak

dibengkokkan.

(c) Beri bantalan dibawah lutut dan pergelangan kaki.

(d) Untuk mengurangi rasa sakit pergunakan kompres

es atau air dingin.

Gambar 2.3 Pembidaian pada fraktur pada sendi lutut/ tempurung lutut

(4) Fraktur tungkai bawah

Tungkai memiliki dua buah tulang panjang, yaitu

tulang kering dan tulang betis. Letaknya yang tidak

begitu terlindung, membuat tulang kering lebih mudah

patah jika terbentur benda keras. Kecelakaan atau

terkilir di pergelangan kaki biasanya disertai patah

tulang. Gejala dan tandanya adalah nyeri tekan, nyeri

sumb dan nyeri saat digerakan.

Tindakan pertolongannya adalah sebagai berikut:

(a) Pasang bidai yang sudah dibungkus selimut dari

tumit sampai paha bagian bawah

(b) Berikan bantalan dibawah lutut dan pergelangan

kaki
Gambar 2.4 Pembidaian pada fraktur tungkai bawah

(5) Fraktur pada pergelangan kaki dan telapak kaki

(a) Pasang pembalut tekan

(b) Pasang bidai dibawah telapak kaki

(c) Berikan bantalan dibawah tumit

Gambar 2.5 Pembidaian pada fraktur pergelagan kaki dan telapak kaki

(6) Fraktur tulang lengan atas

Tulang lengan atas hanya ada satu buah dan

berbentuk tulang panjang (tulang pipa). Tanda-tanda

patah tulang pipaa ialah nyeri tekan pada tempat yang

patah dan terdapat nyeri tekan sumbu (rasa nyeri akan

timbul bila tulan ditekan di kedua ujungnya).

Tindakan pertolongan fraktur lengan atas adalah

sebagai berikut:
(a) Pasang bidai luar dari bawah siku hingga melewati

bahu dan bidai dalam sampai ketiak

(b) Ikat dengan 2 pembalut dasi lipatan 3

(c) Lipat siku yang sudah dibidai ke dada dan

gantungkan ke leher dengan pembalut segitiga

(d) Apabila patah tulang terjadi didekat sendi siku,

biasanya sikut tidak dapat dilipat.

(e) Pasang bidai yang juga meliputi lengan bawah.

Biarkan lengan dalam keadaan lurus tanpa perlu

digantungkan ke leher.

Gambar 2.6 Pembidaian pada fraktur tulang lengan atas

(7) Fraktur tulang lengan bawah

Lengan bawah memiliki dua batang tulang panjang, satu

yang searah dengan ibu jari dan sebatang lainnya di sisi

yang searah dengan kelingking. Apabila salah satu ada

yang patah yang lainnya akan bertindak sebagai bidai

sehingga tulang yang patah itu tidak pindah dari

tempatnya. Apabila cedera terjadi di dekat pergelangan

tangan maka biasanya kedua-duanya akan patah.


Tindakan pertolongan fraktur lengan bawah adalah

sebagai berikut:

(a) Pasang bidai luar dan dalam sepanjang lengan

bawah

(b) Ikat dengan pembalut dasi

(c) Siku dilipat ke dada dan gantungkan ke leher dengan

pembalut segitiga

Gambar 2.7 Pembidaian pada fraktur tulang lengan bawah

(8) Fraktur tulang pergelangan tangan dan telapak tangan

Sendi pergelangan tangan tersusun oleh beberapa

tukang yang kecil-kecil. Jika ada satu saja yang patah

maka pergelangan tangan akan sakit bila digerakan.

Kadang-kadang patah tulang pergelangan tangan juga

diikuti oleh patah ujung kedua tulang lengan bawah.

Tindakan pertolongannya adalah sebagai berikut:

(a) Pasang bidai dari ujung lengan bawah sampai

telapak tangan.

(b) Jari-jari tangan agak melengkung

(c) Siku dilipat dan digantungkan ke leher.


(d) Antara bidai dan telapak tangan diberi bantalan

lembut padat. Bidai dipasang lurus dan meliputi

ujung lengan bawah.

Gambar 2.8 Pembidaian pada fraktur tulang pergelangan tangan

dan telapak tangan

(9) Fraktur tulang rusuk (Costae)

Tanda-tanda patah tulang iga ialah dada terasa sakit

saat bernafas, batuk atau bersin. Nyeri terutama akan

terasa bila bagian tulang yang patah ditekan. Nyeri

sumbu juga terdapat patah tulang iga. Nyeri sumbu yaitu

iga yang patah akan terasa sakit apabila ditekan dari

arah tulang punggung dan tulang dada. Iga yang patah

dapat berbahaya bagi paru-paru karena paru-paru dapat

tertusuk bagian tulang yang patah.

Tindakan pertolongan fraktur rusuk adalah sebagai

berikut:

(a) Iga yang patah difiksasi (ditopang agar tidak

bergerak), kemudian pasang bidai plester

(strapping).
(b) Tempelkan plester saat mengeluarkan nafas

(c) Plester dipasang mulai tulang punggung sampai

tulang dada yang dimulai dari iga bawah dan

dipasang saling berhimpitan

Gambar 2.9 Pembidaian pada fraktur tulang rusuk (Costae)

(10) Fraktur tulang tengkorak

(a) Bersihkan jalan nafas

(b) Baringkan korban posisi miring/ telungkup

(c) Bila fraktur tertutup, bersihkan daerah tersebut

(d) Bila ada perdarahan segera hentikan

(e) Bila fraktur terbuka, tutup luka dengan kasa steril

dan balut dengan balutan longgar

(11) Fraktur tulang rahang

Patah pada tulang rahang biasanya mudah

diketahui, dimana akan terlihat bentuknya tidak lagi

lurus atau simetris, nyeri kalau menggerakannya dan

ada pembekakan.

Tindakan pertolongan fraktur rahang adalah sebagi

berikut:

(a) Hilangkan rasa sakit dengan kompres es


(b) Balut pakai pembalut segitiga dengan lipatan 2-3

kali, lalu bagian ujung dipotong memanjang

ditengah untuk mengikatkan

Gambar 2.10 Pembidaian pada fraktur tulang rahang

(12) Fraktur tulang leher

(a) Sangat berbahaya karena didalamnya ada

MS(Medula spinalis/ SSTB) dan pembuluh darah

(b) Cegah terjadinya shock

(c) Bersihkan jalan nafas

(d) Pasang Colar spine (penyangga leher)

(e) Angkat ke atas tandu (Stretcher)

(f) Baringkan dengan dipasang ganjal sekeliling leher

Gambar 2.11 Pembidaian pada fraktur tulang leher

(13) Fraktur tulang punggung

(a) Sangat berbahaya karena bisa merusak SSTB

(Sumsum Tulang Belakang)


(b) Biarkan penderita dalam posisi berbaring

(c) Pasang bidai “Long spine board”

(d) Angkat ke tandu, pasang ganjal di pinggang

(e) Kedua kaki diikatkan

Gambar 2.12 Pembidaian pada fraktur tulang punggung

(14) Fraktur tulang selangka

Tulang selangka adalah tulang yang

menghubungkan pangkal tulang dada dengan tulang

bahu. Tulang ini terletak dangkal dibawah kulit

sehingga mudah diraba. Fraktur pada tulang selangka

menyebabkan bahu akan condong keluar, daerah yang

patah akan terasa nyeri. Dekat dibawah tulang selangka,

terdapat pembuluh- pembuluh darah yang cukup besar

sehingga apabila tulang selangka patah harus dipikirkan

adanya bahaya pembuluh- pembuluh tersebut terlukai

oleh tulang yang patah.

Tindakan pertolongan fraktur selangka adalah

sebagai berikut:

(a) Tindakan pertolongan yang pertama adalah kenakan

baluta “ransel’ kepada korban.


(b) Dari pundak kiri pembalut disilangkan melalui

punggung ke ketiak kanan. Selanjutnya dari ketiak

kanan ke depan dan ke atas pundak kanan. Dari

pundak kanan disilangkan lagi ke ketiak kiri lalu ke

pundak kanan.

Gambar 2.13 Pembidaian pada fraktur tulang selangka

4. PENGETAHUAN

a. Pengertian

Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan merupakan hasil

“tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Peginderaan terhadap objek terjadi

melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba itu sendiri. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

b. Tingkat Pengetahuan

Hal lain juga diungkapkan oleh Notoatmodjo (2012)

tentang tingkat pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif

yang mempunyai 6 tingkat, yaitu :

1) Tahu (Know)
Bila seseorang hanya mampu menjelaskan secara garis besar

apa yang telah di pelajarinya, misalkan istilah-istilah.

2) Memahami (Comprehention)

Seseorang berada pada tingkat pengetahuan dasar ide dapat

menerangkan kembali secara mendasar ilmu pengetahuan yang

telah dipelajari.

3) Aplikasi (Application)

Telah ada kemampuan untuk menggunakan apa yang telah

dipelajarinya dari situasi lainnya.

4) Analisis (Analysis)

Kemampuan meningkatkan diana seseorang telah mampu

menerangkan bagian-bagian yang menyusun suatu bentuk

pegetahun tertentu dan menganalisis satu sama lain.

5) Sintesis (Synhesis)

Mampu menyusun kembali ke bentuk semula ataupun ke

bentuk lainnya.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek

tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang

berlaku di masyarakat.
c. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, yaitu :

1) Pengalaman

Pengalaman dalah hal yang pernah dialami oleh seseorang

ataupun orang lain sebab itu pengalaman dapat bersumber dari

diri sendiri dan orang lain.

2) Pendidikan

Pendidikan adalah sesuatu yang dapat membawa seseorang

untuk memiliki ataupun meraih pengetahuan dan wawasan

yang seluas-luasnya.

3) Keyakinan

Keyakinan diperoleh secara turun-temurun dan biasanya tidak

memiliki pembuktian yang kuat terlebih dahulu. Keyakinan

yang dimiliki seseorang akan sangat mempengaruhi

pengetahuan.

4) Fasilitas

Fasilitas dapat diartikan sebagai sumber informasi yang dapat

digunakan seseorang untuk mendapatkan informasi untuk

memperluas pengetahuan.

5) Latar belakang finansial


Latar belakang finansial seseorang akan berpengaruh pada

kemampuan seseorang untuk melengkapi hidupnya dengan

sumber-sumber informasi yang memadai.

6) Sosial budaya

Kebudayaan, adat istiadat dan kebiasaan yang dianut seseorang

ataupun masyarakat yang ada disekitarnya akan sangat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan perilaku seseorang

terhadap suatu hal.

d. Cara memperoleh pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2010) dari berbagai macam cara yang telah

digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang

sejarah, dapat dikelompokan menjadi dua yaitu:

1) Cara memperoleh kebenaran non ilmiah

Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain

meliputi :

a) Cara coba salah ( Trial and Error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan

beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan

apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba

kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini

gagal pula, maka dicoba lagi dengan kemungkinan ketiga


dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan

keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut

terpecahkan.

b) Secara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak

sengaja oleh orang yang bersangkutan.

c) Kekuasaan atau otoritas

Kebiasaan ini biasanya diwariskan turun-temurun dari

generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan seperti ini

bukan hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja,

melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Sumber

pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin- pemimpin

masyarakat baik formal maupun informal, para pemuka

agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya.

d) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi

pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa

pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau

merupakan cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

e) Akal sehat (common sense)


Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat

menemukan teori atau kebenaran. Misal dengan pemberian

hadiah dan hukuman masih dianut oleh banyak orang untuk

mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan.


B. KERANGKA TEORI

Kerangka teori penelitian merupakan kumpulan teori yang

mendasari topik penelitian, yang disusun berdasarkan pada teori yang

sudah ada dalam tinjauan teori dan mengikuti kaedah input , proses dan

output (Saryono, 2011)

KECELAKAAN

PPPK Faktor yang mempengaruhi


Faktor yang mempengaruhi praktik
pengetahuan:
P3K:
Pengalaman
Faktor Predisposisi (Presdiposing
Pengetahuan Pendidikan
Factors)
Keyakinan
Sikap
Fasilitas
Pengetahuan
Latar belakang finansial
Kepercayaan, Nilai-nilai
Sosial budaya
Pendidikan
Sosial Ekonomi
2. Faktor Pendukung(Enabling Faktor yang mempengaruhi
Factors) pendidikan kesehatan:
Sarana, PrasaranaAtau Tingkat pendidikan
Pendidikan
Fasilitas Tingkat social ekonomi
Kesehatan
Fasilitas Umum: Media Adat istiadat
Massa/ MediaPendidikan Kepercayaan masyarakat
Kesehatan. Ketersediaan waktu di
3. FaktorPenguat (Reinforcing
Faktors)
Dukungan Petugas Kesehatan Metode
DukunganTokohAgama, Penyuluhan
Tokoh Masyarakat
Dukungan Keluarga

Keterangan :
: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.14 Kerangka teori


Sumber : Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007)
C. KERANGKA KONSEP

Variabel Terikat Variabel Bebas Variabel Terikat


(Sebelum Intervensi) (Intervensi) (Sesudah Intervensi)

Pre-Test Pengetahuan P3K Pendidikan Kesehatan P3K Post-Test Pengetahuan P3K


D
.

Gambar 2.15 Kerangka konsep

D. HIPOTESIS

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang kebenarannya perlu

diteliti lebih lanjut (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis dalam penelitian ini

adalah :

H0 : Tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan pertolongan pertama

pada kecelakaan (PPPK) terhadap tingkat pengetahuan anggota Saka Bakti

Husada di Kwarcab Banyumas.

Ha : Ada pengaruh pendidikan kesehatan pertolongan pertama pada

kecelakaan (PPPK) terhadap tingkat pengetahuan anggota Saka Bakti

Husada di Kwarcab Banyumas.


Pengertian Posyandu

Pengertian posyandu adalah sistem pelayanan yang dipadukan antara satu program
dengan program lainnya yang merupakan forum komunikasi pelayanan terpadu dan
dinamis seperti halnya program KB dengan kesehatan atau berbagai program lainnya
yang berkaitan dengan kegiatan masyarakat (BKKBN, 1989).

Pelayanan yang diberikan di posyandu bersifat terpadu , hal ini bertujuan untuk
memberikan kemudahan dan keuntungan bagi masyarakat karena di posyandu tersebut
masyarakat dapat memperolah pelayanan lengkap pada waktu dan tempat yang sama
(Depkes RI, 1990).

Posyandu dipandang sangat bermanfaat bagi masyarakat namun keberadaannya di


masyarakat kurang berjalan dengan baik, oleh karena itu pemerintah mengadakan
revitalisasi posyandu. Revitalisasi posyandu merupakan upaya pemberdayaan posyandu
untuk mengurangi dampak dari krisis ekonomi terhadap penurunan status gizi dan
kesehatan ibu dan anak. Kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dalam menunjang upaya mempertahankan dan meningkatkan status gizi serta
kesehatan ibu dan anak melalui peningkatan kemampuan kader, manajemen dan fungsi
posyandu (Depdagri, 1999).

A. Tujuan Posyandu

1. Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu ( ibu Hamil,
melahirkan dan nifas) .
2. Membudayakan NKKBS.
3. Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan
kegiatan kesehatan dan KB Berta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya
masyarakat sehat sejahtera.
4. Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera, Gerakan
Ketahanan Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera.

 
C. Pengelola Posyandu
1. Penanggungjawab umum : Kades/Lurah.
2. Penggungjawab operasional : Tokoh Masyarakat.
3. Ketua Pelaksana : Ketua Tim Penggerak PKK.
4. Sekretaris : Ketua Pokja IV Kelurahan/desa.
5. Pelaksana: Kader PKK, yang dibantu Petugas KB-Kes (Puskesmas).
             
D. Kegiatan Pokok Posyandu
1. KIA
2. KB
3. Imunisasi
4. Gizi
5. Penggulangan Diare
 
E. Pembentukan Posyandu
a. Langkah – langkah pembentukan :
1) Pertemuan lintas program dan lintas sektoral tingkat kecamatan.
2) Survey mawas diri yang dilaksanakan oleh kader PKK di bawah bimbingan
teknis unsur kesehatan dan KB .
3)    Musyawarah masyarakat desa membicarakan hasil survey mawas diri, sarana dan
prasarana posyandu, biaya posyandu .
4) Pemilihan kader Posyandu.
5) Pelatihan kader Posyandu.
6) Pembinaan.
 
b. Kriteria pembentukan Posyandu.
Pembentukan Posyandu sebaiknya tidak terlalu dekat dengan Puskesmas agar
pendekatan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat lebih tercapai sedangkan satu
Posyandu melayani 100 balita.

c. Kriteria kader Posyandu :


1)    Dapat membaca dan menulis.
2) Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan.
3) Mengetahui adat istiadat serta kebiasaan masyarakat.
4) Mempunyai waktu yang cukup.
5) Bertempat tinggal di wilayah Posyandu.
6) Berpenampilan ramah dan simpatik.
7) Diterima masyarakat setempat.

d. Pelaksanaan Kegiatan Posyandu.


1. Posyandu dilaksanakan sebulan sekali yang ditentukan oleh Kader, Tim
Penggerak PKK Desa/Kelurahan serta petugas kesehatan dari Puskesmas,
dilakukan pelayanan masyarakat dengan system 5 meja yaitu :
Meja I : Pendaftaran.
Meja II : Penimbangan
Meja III : Pengisian KMS
Meja IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS.

Meja V : Pelayanan KB & Kes :


 Imunisasi
 Pemberian vitamin A Dosis Tinggi berupa obat tetes ke mulut tiap
bulan Februari dan Agustus.
 Pembagian pil atau kondom
 Pengobatan ringan.
 Kosultasi KB-Kesehatan
 
Petugas pada Meja I s/d IV dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan Meja V
merupakan meja pelayanan paramedis (Jurim, Bindes, perawat dan petugas KB).

      2.  Sasaran Posyandu yaitu Bayi/Balita, Ibu hamil/ibu menyusui, dan       
WUS dan PUS.
STRATA POSYANDU dikelompokkan menjadi 4 :
            1. Posyandu Pratama  :
            • belum mantap.
            • kegiatan belum rutin.
            • kader terbatas.
            2. Posyandu Madya  :
            • kegiatan lebih teratur
            • Jumlah kader 5 orang
            3. Posyandu Purnama  :
            • kegiatan sudah teratur.
            • cakupan program/kegiatannya baik.
            • jumlah kader 5 orang
            • mempunyai program tambahan
4. Posyandu Mandiri  :
            • kegiatan secara terahir dan mantap
            • cakupan program/kegiatan baik.
   • memiliki Dana Sehat dan JPKM yang mantap.

B. Sasaran Revitalisasi Posyandu

Kegiatan revitalisasi posyandu pada dasarnya meliputi seluruh posyandu dengan


perhatian utamanya pada posyandu yang sudah tidak aktif/rendah stratanya (pratama dan
madya) sesuai kebutuhan, posyandu yang berada di daerah yang sebagian besar
penduduknya tergolong miskin, serta adanya dukungan materi dan non materi dari tokoh
masyarakat setempat dalam menunjang pelaksanaan kegiatan posyandu. Dukungan
masyarakat sangat penting karena komitmen dan dukungan mereka sangat menentukan
keberhasilan dan kesinambungan kegiatan posyandu (Depkes RI, 1999).

Kontribusi posyandu dalam meningkatkan kesehatan bayi dan anak balita sangat besar,
namun sampai saat ini kualitas pelayanan posyandu masih perlu ditingkatkan.
Keberadaan kader dan sarana yang ada merupakan modal dalam keberlanjutan posyandu.
Oleh karena itu keberadaan posyandu harus terus ditingkatkan sehingga diklasifikasikan
menjadi 4 jenis yaitu posyandu pratama, madya, purnama, dan mandiri.
C. Jenis Posyandu 

Untuk meningkatkan kualitas dan kemandirian posyandu diperlukan intervensi sebagai


berikut :

1. Posyandu pratama (warna merah)

Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum mantap, kegiatannya
belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. Keadaan ini dinilai ‘gawat’
sehingga intervensinya adalah pelatihan kader ulang. Artinya kader yang ada perlu
ditambah dan dilakukan pelatihan dasar lagi.

2. Posyandu madya (warna kuning)

Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali
per tahun dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih. Akan tetapi
cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi, dan Imunisasi) masih rendah yaitu
kurang dari 50%.

Ini berarti, kelestarian posyandu sudah baik tetapi masih rendah cakupannya.
Intervensi untuk posyandu madya ada 2 yaitu :

 Pelatihan Toma dengan modul eskalasi posyandu yang sekarang sudah


dilengkapi dengan metoda simulasi.
 Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD) untuk menentukan
masalah dan mencari penyelesaiannya, termasuk menentukan program tambahan
yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

3. Posyandu purnama (warna hijau)


Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih dari 8 kali
per tahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan cakupan 5 program
utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada program
tambahan, bahkan mungkin sudah ada Dana Sehat yang masih sederhana. Intervensi
pada posyandu di tingkat ini adalah :

 Penggarapan dengan pendekatan PKMD untuk mengarahkan masyarakat


menetukan sendiri pengembangan program di posyandu.
 Pelatihan Dana Sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh Dana Sehat yang kuat
dengan cakupan anggota minimal 50% KK atau lebih.

4. Posyandu mandiri (warna biru)

Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan 5
program utama sudah bagus, ada program tambahan dan Dana Sehat telah
menjangkau lebih dari 50% KK. Intervensinya adalah pembinaan Dana Sehat, yaitu
diarahkan agar Dana Sehat tersebut menggunakan prinsip JPKM.

D. Sistem Lima Meja

Pelaksanan Posyandu terkadang tampak acak-acakan, dikarenakan pelaksanaannya di


rumah salah satu warga sehingga kurang luas. Meskipun tampak acak-acakan sebenarnya
mempunyai skema Pola Keterpaduan KB-kesehatan melalui sistem lima meja. Meja
pertama yaitu pendaftaran. Meja kedua, bagi bayi, balita dan ibu hamil dilakukan
penimbangan berat badan. Di meja ketiga, dilakukan pengisian KMS (Kartu Menuju
Sehat) berapa berat badan bayi, balita dan ibu hamil yang ditimbang berat badannya tadi.
Meja keempat, para kader Posyandu atau petugas kesehatan akan memberi penyuluhan,
misalnya bila berat badan bayi dan balita yang ditimbang tidak mengalami kenaikan atau
justru terjadi penurunan dari penimbangan bulan sebelumnya, maka bayi dan balita
tersebut perlu diberi makanan tambahan yang mengandung karbohidrat, protein, vitamin
dan lemak.

Bagi ibu hamil dengan adanya penyuluhan dari bidan atau dokter dapat mengetahui
apakah mempunyai risiko tinggi seperti letak bayi tidak normal dalam kandungan,
tekanan darah yang rendah atau tinggi dan bila ada yang mengalami anemia akan diberi
tablet besi.Terakhir adalah meja kelima, terdapat pelayanan imunisasi dasar yakni BCG,
hepatitis B, DPT-polio, campak, dan TT (tetanus) bagi ibu hamil, KB dan pengobatan
sederhana dari petugas kesehatan bagi bayi, balita dan ibu yang sakit. Bagi yang
menderita diare akan diberi oralit.

Posyandu ini merupakan kegiatan dari, oleh dan untuk masyarakat, maka pendanaanya juga
secara swadaya kalaupun ada dana bantuan dari pemerintah jumlahnya sangat kecil.
Bentuk swadaya dari masyarakat misalnya berupa iuran yang ditetapkan oleh Posyandu
setempat untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa kacang hijau atau yang
lainnya.
Kader-kader Posyandu yang aktif memang layak dihargai. Secara langsung mereka dapat
mengetahui keadaan bayi dan balita yang menderita gizi buruk bahkan busung lapar
secara dini.

Agar anak Indonesia terhindar dari gizi buruk dan busung lapar, pemerintah dituntut
perhatian yang lebih besar terhadap masalah kesehatan warga negaranya. Selain itu
marilah kita perbaiki rasa kesetiakawanan dan sikap peduli terhadap sesama serta
mengaktifkan kembali Posyandu sebagai garda terdepan memonitor perkembangan
kualitas kesehatan anak-anak, khususnya balita.

Anda mungkin juga menyukai