KECAMATAN UBUD
Sejarah Desa Adat Pengosekan berkaitan dengan sejarah Pura Taman Limut.
Sejarah Pura Taman Limut Desa Adat Pengosekan erat kaitannya dengan Nirartha
Tatwa atau Dwijendra Tatwa. Dahulu setelah kedatangan Dang Hyang Nirartha di
Purancak Jembrana dan membuat tetamanan atau pasraman di Desa Mas yang dahulu
Dang Hyang Nirartha memiliki perhyangan di Desa Mas yang sekarang disebut
dengan Pura Taman Pule. Beliau sangat disegani karena beliau paham akan ajaran
agama sehingga banyak orang tertarik belajar agama lewat bimbingan beliau.
Tersebutlah ada seorang bendesa yang bernama Bendesa Mas. Karena saking
yang bernama Ni Luh Pasekan agar diperistri oleh Dang Hyang Nirarta.
Setelah diperistri oleh Dang Hyang Nirartha, Ni Luh Pasekan lalu memiliki
empat putra yaitu Ida Lor, Ida Kudul, Ida Kulon dan Ida Buk Jambe. Ida Buk Jambe
mempunyai putra bernama Ida Mpu Mas yang kemudian berstana di Pura Taman
Limut Pengosekan yang pada awalnya tempat ini disebut Taman Lima. Ida Mpu Mas
dianugrahi suamba atau tongkat dari Dang Hyang Nirartha. Selain itu beliau juga
dianugrahi sarana kesenian berupa gelungan joged karena Dang Hyang Nirartha
sangat menyukai tarian joged pingit sewaktu masih berstana di Taman Pule.
Beliau (Ratu Mas Megelung) membangun pesraman dan membuat tetamanan
yang sangat indah berisi berbagai macam bunga di Munduk Galang. Suatu ketika
musibah terjadi, tetamanan yang ditanam oleh Ida Ratu Mas Megelung dirusak oleh
kuda yang bernama Kuda Panandang Kajar yang terlepas saat itu. Kuda Penandang
Kajar ini merupakan milik I Gusti Ngurah Mambal yang saat itu hendak melakukan
sirih yang dimakan dan dimantrai, Ratu Mas Magelung membunuh kuda tersebut.
Sebelum kuda itu dibunuh, Ida Ratu Mas Magelung sempat mengejar kuda tersebut
bersama muridnya yang menyebabkan beberapa daerah dipastu atau diberi nama
dan Carik Soca yang diberi nama sesuai dengan kondisi Kuda Penandang Kajar saat
untuk berperang. Ida Ratu Mas Megelung saat itu dibantu oleh warga Bendesa Manik
Mas dan warga pamejangan untuk menghadapi pasukan I Gusti Ngurah Mambal.
Peperangan yang sengit dan tidak seimbang tak dapat dihindari. Hal ini karena warga
Bendesa Manik Mas menghadapi pasukan yang terlatih dengan senjata yang lengkap
dan sempurna sehingga warga Bendesa Manik Mas kewalahan dan mengundurkan
diri ke Desa Mas. Karena pasukan telah mengundurkan diri maka, tinggalah Ratu
Mas Megelung sendirian untuk menghadapi pasukan yang masih besar. Ida Ratu Mas
bunga yang kemudian dilempar ke arah barat laut. Setelah itu angin kencang dan
hujat lebat turun yang menyebabkan semua selokan yang berada di barat laut Munduk
Galang penuh dengan air. Hal ini bertujuan untuk menghalangi pasukan Mengwi agar
tidak bisa mencapai Munduk Galang. Kerena hujan dan angin mengeluarkan suara
yang begitu gemuruh, hal ini menyebabkan selokan besar di barat Munduk Galang
dipastu jika kelak kemudian hari selokan tersebut akan menjadi sungai ang sangat
besar dan tidak akan kehabisan air yang diberi nama sungai makuus atau sekarang
Bunga yang kedua jatuh di barat laut lagi, di sana beliau memasang pagar agar
pasukan Mengwi takut melewati tempat tersebut. Tempat tesebut kemudian dipastu,
kelak kemudian hari agar menjadi perkampungan murid beliau yang bernama
kampung Nyeh Kauningan yang sampai sekarang disebut Banjar Nyuh Kuning.
Tempat beliau berjapa dan bersamadi dengan mantra yang berasal dari suara gaib
juga dipastu, tempat itu kelak kemudian hari agar berdiri sebuah pura yang bernama
Uncar Suara atau Uncar Suari sehingga sampai sekarang di barat daya Pura Taman
Limut ada pura yang bernama Uncar Sari atau Pura Amerta Sari.
Hutan tempat beliau memastu sangatlah lebat, beliau pagari lagi dengan japa
dan mantra sehingga penuh dengan kekauatan mantra. Wilayah tersebut kemudian
dipastu, dimana kelak kemudian hari wilayah tersebut akan menjadi perkampungan
dan orang di sana akan menjadi murid beliau, dikatakanlah wilayah tersebut
pengosekan. Penuh dalam bahasa Bali disebut dengan nges, karena hutan di sekitar
Pura Amerta Sari tersebut adalah hutan kresek (hutan berduri) yang sangat lebat.
Galang. Berkat kesaktian beliau menyebabkan di tempat itu timbul kabut tebal
(limun) yang menyebabkan para musuh kalang kabut. Akhirnya beliau menghilang
tanpa bekas yang kita kenal dengan moksa. Maka dari itu, di tempat itu kemudian di
bangun pura Dang Kayangan yang diberi nama Pura Taman Limut.