Anda di halaman 1dari 10

Babad Manik Angkeran

Bagian 1

Om AWIGHNAMASTU NAMOSIDDHAM

Terlebih dahulu, kami haturkan pangaksama mohon maaf sebesar - besarnya ke hadapan
Ida Hyang Parama Kawi - Tuhan Yang Maha Esa serta Batara - Batari junjungan dan
leluhur semuanya. Agar supaya, tatkala menceriterakan keberadaan para leluhur yang
telah pulang ke Nirwana, kami terlepas dari kutuk dan neraka.

Juga agar tidak terkena malapetaka dari Ida Sanghyang Saraswati. Semoga kami
semuanya. serta keluarga dan keturunan kami mendapatkan keselamatan. kesejahteraan
sampai kelak di kemudian hari di dunia ini.

Om Siddha rastu. Om Ksama sampurna ya namah swaha.

Sebagai pendahuluan ceritera, tersebutlah di kawasan Jawa, ada pendeta maha sakti
bernama Danghyang Bajrasatwa. Ada putranya Iakilaki seorang bernama Danghyang
Tanuhun atau Mpu Lampita, beliau memang pendeta Budha, memiliki kepandaian luar
biasa serta bijaksana dan mahasakti seperti ayahnya Danghyang Bajrasatwa. Ida
Danghyang Tanuhun berputra lima orang, dikenal dengan sebutan Panca Tirtha. Beliau
Sang Panca Tirtha sangat terkenal keutamaan beliau semuanya.

Beliau yang sulung bernama Mpu Gnijaya. Beliau membuat pasraman di Gunung
Lempuyang Madya, Bali Timur, datang di Bali pada tahun Isaka 971 atau tahun Masehi
1049. Beliaulah yang menurunkan Sang Sapta Resi - tujuh pendeta yang kemudian
menurunkan keluarga besar Pasek di Bali. Adik beliau bernama Mpu Semeru,
membangun pasraman di Besakih, turun ke Bali tahun Isaka 921, tahun Masehi 999.
Beliau mengangkat putra yakni Mpu Kamareka atau Mpu Dryakah yang kemudian
menurunkan keluarga Pasek Kayuselem. Yang nomor tiga bernama Mpu Ghana,
membangun pasraman di Dasar Gelgel, Klungkung datang di Bali pada tahun Isaka 922
atau tahun Masehi 1000. Yang nomor empat, bernama Ida Empu Kuturan atau Mpu
Rajakretha, datang di Bali tahun Isaka 923 atau tahun Masehi 1001, membangun
pasraman di Silayukti, Teluk Padang atau Padangbai, Karangasem. Nomor lima bernama
Ida Mpu Bharadah atau Mpu Pradah, menjadi pendeta kerajaan Prabu Airlangga di
Kediri, Daha, Jawa Timur, berdiam di Lemah Tulis, Pajarakan, sekitar tahun Masehi
1000.

Beliau Mpu Kuturan demikian tersohornya di kawasan Bali, dikenal sebagai Pendeta
pendamping Maharaja Sri Dharma Udayana Warmadewa, serta dikenal sebagai
perancang pertemuan tiga sekte agama Hindu di Bali, yang disatukan di Samuan Tiga ,
Gianyar. Beliau pula yang merancang keberadaan desa pakraman - desa adat serta
Kahyangan Tiga - tiga pura desa di Bali, yang sampai kini diwarisi masyarakat.
Demikian banyaknya pura sebagai sthana Bhatara dibangun di Bali semasa beliau
menjabat pendeta negara, termasuk Sad Kahyangan serta Kahyangan Jagat dan Dhang
Kahyangan di kawasan Bali ini. Nama beliau tercantum di dalam berbagai prasasti dan
lontar yang memuat tentang pura, upacara dan upakara atau sesajen serta Asta Kosala -
kosali yang memuat tata cara membangun bangunan di Bali. Tercantum dalam
lempengan prasasti seperti ini

"Ida sane ngawentenang pawarah - warah silakramaning bwana rwa nista madhya utama.
lwirnya ngawangun kahyangan, mahayu palinggih Bhatara - Bhatari ring Bali lwirnya
Puseh desa Walyagung Ulunswi Dalem sopana hana tata krama maring Bali, ayun sapara
Bhatara lumingga maring Sad Kahyangan, neher sira umike sila krama" yang artinya:
Beliau Mpu Kuturan yang mengadakan aturan tentang tatacara di dunia ini yang
berhubungan dengan mikro dan makrokosmos dalam tingkat nista madya utama
(sederhana, menengah dan utama), seperti membangun pura kahyangan,
menyelenggarakan upacara sthana Bhatara-bhatari di Bali. Seperti Pura Puseh Desa,
Baleagung, Ulunswi, Dalem, dan karena ada tata cara di Bali seperti itu berkenanlah para
Bhatara bersthana di Sad Kahyangan, karena beliau yang mengadakan tata aturan
tersebut.

Adiknya bernama Danghyang Mpu Bharadah mempunyai putra Iaki-laki dan keutamaan
yoga beliau bernama Mpu Bahula. Bahula berarti utama. Kepandaian dan kesaktian
beliau di dunia sama dengan ayahandanya Mpu Bharadah. Beliau memperistri putri dari
Rangdeng Jirah - janda di Jirah atau Girah yang bernama Ni Dyah Ratna Manggali. Kisah
ini terkenal dalam ceritera Calonarang. Beliau Empu Bahula berputra Iaki bernama Mpu
Tantular, yang sangat pandai di dalam berbagai ilmu filsafat. Tidak ada menyamai dalam
soal kependetaan, sama keutamaannya dengan Mpu Bahula, ayahandanya. Mpu Tantular
adalah yang dikenal sebagai penyusun Kakawin Sutasoma di mana di dalamnya
tercantum "Bhinneka Tunggal lka" yang menjadi semboyan negara Indonesia. Beliau
juga bergelar Danghyang Angsokanata. Keberadaan beliau di Bali diperkirakan sejaman
dengan pemerintahan raja Bali, Sri Haji Wungsu pada tahun Masehi 1049.

Ida Mpu Tantular atau Danghyang Angsokanata, berputra empat orang semuanya Iaki-
laki. Yang sulung bernama Mpu Danghyang Panawasikan. Yang nomor dua bergelar
Mpu Bekung atau Danghyang Siddhimantra. Yang nomor tiga bernama Mpu Danghyang
Smaranatha. Yang terkecil bernama Mpu Danghyang Soma Kapakisan.

Ida Danghyang Panawasikan, bagaikan Sanghyang Jagatpathi wibawa beliau, Ida


Danghyang Siddhimantra bagaikan Dewa Brahma wibawa serta kesaktian beliau. Ida
Danghyang Asmaranatha bagaikan Dewa Manobawa yang menjelma, terkenal
kebijaksanaan dan kesaktian beliau, serta Danghyang Soma Kapakisan, yang menjadi
guru dari Mahapatih Gajahmada di Majapahit, bagaikan Dewa Wisnu menjelma, pendeta
yang pandai dan bijaksana. Ida Danghyang Panawasikan memiliki putri seorang,
demikian cantiknya, diperistri oleh Danghyang Nirartha.

Ida Danghyang Smaranatha, memiliki dua orang putra, yang sulung bernama Danghyang
Angsoka, berdiam di Jawa melaksanakan paham Budha. Adik beliau bernama
Danghyang Nirartha, atau Danghyang Dwijendra, Peranda Sakti Wawu Rawuh dan
dikenal juga dengan sebutan Tuan Semeru. Beliau melaksanakan paham Siwa, serta
menurunkan keluarga besar Brahmana Siwa di Bali yakni, Ida Kemenuh, Ida Manuaba,
Ida Keniten, Ida Mas serta Ida Patapan. Danghyang Angsoka sendiri berputra Danghyang
Astapaka, yang membangun pasraman di Taman Sari, yang kemudian menurunkan
Brahmana Budha di Pulau Bali.

Ida Danghyang Soma Kapakisan yang berdiam di kawasan kerajaan Majapahit. berputra
Ida Kresna Wang Bang Kapakisan, ketika Sri Maharaja Kala Gemet memegang
kekuasaan di Majapahit. Ida Kresna Wang Bang Kapakisan mempunyai putra empat
orang, semuanya diberi kekuasaan oleh Raja Majapahit, yakni beliau yang sulung
menjadi raja di Blambangan, adiknya di Pasuruhan, yang wanita di Sumbawa. dan yang
paling bungsu di kawasan Bali. Yang menjadi raja di Bali bernama Dalem Ketut Kresna
Kapakisan menurunkan para raja yang bergelar Dalem keturunan Kresna Kepakisan di
Bali. Dalem Ketut Kresna Kepakisan datang di Bali, menjadi raja dikawal oleh Arya
Kanuruhan, Arya Wangbang - Arya Demung, Arya Kepakisan, Arya Temenggung, Arya
Kenceng. Arya Dalancang, Arya Belog, Arya Manguri, Arya Pangalasan, dan Arya
Kutawaringin, Arya Gajah Para serta Arya Getas dan tiga wesya: Si Tan Kober, Si Tan
Kawur, Si Tan Mundur. Ida Dalem beristana di Samprangan, didampingi oleh l Gusti
Nyuh Aya di Nyuh Aya sebagai mahapatih Dalem. Tatkala itu Ida Dalem memerintahkan
para menterinya untuk mengambil tempat masing-masing. Ida Arya Demung Wang Bang
asal Kediri di Kertalangu, Arya Kanuruhan di Tangkas, Arya Temenggung di Patemon,
Arya Kenceng di Tabanan, Arya Dalancang di Kapal,

Arya Belog di Kaba-Kaba, Arya Kutawaringin di Klungkung, Arya Gajah Para dan
adiknya Arya Getas di Toya Anyar, Arya Belentong di Pacung, Arya Sentong di
Carangsari, Kriyan Punta di Mambal, Arya Jerudeh di Tamukti , Arya Sura Wang Bang
asal Lasem di Sukahet, Arya Wang Bang asal Mataram tidak berdiam di mana-mana.
Arya Melel Cengkrong di Jembrana, Arya Pamacekan di Bondalem, Sang Tri Wesya: Si
Tan Kober di Pacung, Si Tan Kawur di Abiansemal dan Si Tan Mundur di Cegahan
Demikian dikatakan di Babad Dalem.

IDA DANGHYANG SIDDHIMANTRA BERPUTRA IDA BANG MANIK


ANGKERAN

Diceriterakan kembali putra Ida Danghyang Angsokanata atau Danghyang Mpu Tantular
yang nomor dua yakni Ida Mpu Bekung atau Danghyang Siddhimantra Beliau bernama
Mpu Bekung karena beliau tidak bisa mempunyai putra. Kemudian beliau bergelar
Danghyang Siddhimantra disebabkan memang beliau pendeta atau Bhujangga yang sakti
serta bijaksana. Beliau menjadi sesuhunan sakti Bhujangga luwih (Junjungan sakti,
pendeta yang bijaksana) di kawasan Bali ini tatkala itu. Perihal gelar Ida Mpu Bekung
menjadi Danghyang Siddhimantra, akan diceriterakan di bawah ini

Diceriterakan, Ida Mpu Bekung berkeinginan untuk memiliki putra yang akan menjadi
penerusnya kelak. Karena itu beliau melaksanakan upacara homa, memuja Sanghyang
Brahmakunda Wijaya.
Karena kesaktian beliau, dan karena permohonannya itu, beliau dianugerahi manik besar
yang keluar dari api homa tersebut. Kemudian nampak keluar bayi dari tengah-tengah api
pahoman itu. Anak itu kemudian diberi nama Ida Bang Manik Angkeran. Artinya: Bang
dari merah warna api itu. Manik dari manik mutu manikam yang menjadi anugerah, dan
Angkeran dari keangkeran pemujaan sang pendeta yang demikian makbulnya. Demikian
asal mulanya Ida Mpu Bekung memiliki putera.

Setelah beliau memiliki putera, sangat sukacita beliau Mpu Bekung, diperhatikan dan
dimanjakan betul putera beliau. Setiap yang diinginkan putranya dipenuhi.

Setelah Ida Bang Manik Angkeran menginjak remaja, mungkin diakibatkan oleh
kehendak Yang Maha Kuasa, agar supaya Ida Mpu Bekung menemui ganjalan pikiran
atau kesusahan, ternyata kemudian putra beliau sehari-hari pekerjaannya hanya berjudi
melulu, tidak pernah tinggal diam di rumah, selalu berada di tempat perjudian semata. Di
mana saja ada perjudian, di sana Ida Bang Manik Angkeran bermalam. Diceriterakan
perjalanan beliau berjudi tidak pernah menang. Selalu kalah saja.

Hingga habis milik ayahnya dipergunakan untuk berjudi. Yang membuat Mpu Bekung
duka cita tiada lain karena putranya tidak pernah pulang ke Griya. itu menyebabkan resah
gelisah perasaan beliau, seraya pergi mencari putra beliau Ida Bang Manik Angkeran ke
desa-desa. Setiap ada orang yang dijumpai di tengah jalan, ditanyai oleh beliau apakah
ada menemui putra beliau yang bernama Ida Bang Manik Angkeran. Namun semuanya
mengatakan tidak pernah mengetahui dan menemuinya.

Diceriterakan, konon, sudah lama beliau mengembara mencari putra beliau itu tidak juga
dijumpai, sampai akhirnya tiba di kawasan Tohlangkir pengembaraan beliau Setibanya di
Tohlangkir - Gunung Agung, di sana beliau baru merasa lesu lelah kemudian duduk
seraya bersamadi menyatukan pikiran beliau, memuja Dewa seraya membunyikan genta
beliau yang bernama Ki Brahmara .

Karena keutamaan puja mantra beliau diiringi dengan suara genta beliau Ki Brahmara
yang demikian menakjubkan, menjadi heboh keluar Ida Sanghyang Basukih, seraya
berkata: "Ah Mpu Bekung yang datang, apa keinginan Mpu, memuja saya ? Segera
katakan. agar saya menjadi tahu !".

Berkatalah Ida Mpu Bekung: "Singgih paduka Sanghyang, hamba memiliki anak seorang
tidak pernah sama sekali pulang, sejak lama hamba mencarinya, namun belum juga
ketemu. Maksud hamba agar dengan senang hati pukulun Sanghyang memberitahu
keadaan sebenarnya, apakah dia masih hidup, atau apakah dia sudah .mati. Kalau
misalnya dia masih hidup agar supaya pukulun Sanghyang sudi memberi tahu, di mana
dia berada".

Dengan sukacita Ida Bhatara Basukih berkata: "Ah Mpu, hendaknya Mpu jangan
bersedih hati, sebenarnya putra Mpu masih hidup berada di desa-desa, bermalam di sana.
Sekarang saya yang akan mengarad (menarik) Jiwa - putra Mpu, agar segera pulang
kembali. Namun, Mpu saya minta sarinya susu lembu, sebagai imbalan saya mengarad
putra sang Mpu". Demikian wacana Ida Bhatara Nagaraja, seraya meminta Ida Mpu
Bekung agar pulang ke rumahnya .

Singkat ceritera. pulanglah Ida Mpu memohon diri dari Tohlangkir. Tidak diceriterakan
perjalanan beliau, maka sampailah beliau kembali di rumahnya di Griya Daha, dan
dilihatnya sang putera telah berada di rumah. ltu sebabnya sangat sukacita beliau Mpu
Bekung, seraya berkata: "Duh, putraku Sang Bang, dengarkanlah apa yang ayah katakan
sekarang. Jangan lagi ananda mengulangi perbuatan yang sudah - sudah. Ayah tidak sama
sekali melarang ananda untuk bermain judi, namun agar ananda ingat juga dengan rumah
Ananda. Payah Ayah mencari ananda keluar masuk desa-desa".

Kemudian berkatalah putranya: "Singgih palungguh Mpu, ayahandaku, janganlah sekali-


kali palungguh Mpu marah serta duka ananda sudah menginjak dewasa sejak dahulu,
ananda tidak pernah sama sekali berani ingkar, karena ananda ingin sekali dengan
keberadaan diri sebagai seorang putra Brahmana". Demikian kata putranya Sang Bang
Manik Angkeran,

Setelah usai Ida Mpu Bekung memberikan nasihat kepada putranya, ingat beliau kepada
permintaan Ida Bhatara Naga Basukih yang menginginkan susu lembu

Pada hari yang baik. lengkap dengan gentanya, beliau melakukan perjalanan menuju
Tohlangkir. Sesampainya di Tohlangkir, kemudian beliau mempersiapkan diri dan
melakukan yoga semadi memuja Ida Sanghyang Nagaraja seraya membunyikan genta
beliau. Karena kemakbulan weda mantra beliau memuja Ida Sanghyang Naga raja, segera
Ida Bhatara keluar seraya bersabda: "Ah, Mpu Bekung yang datang

Apa keinginan sang Mpu datang lagi?". Kemudian berkatalah Ida Mpu Bekung: "Singgih
pukulun Sanghyang, hamba menghadap pada paduka Bhatara, bermaksud menghaturkan
sarinya susu, sesuai dengan keinginan Sanghyang. Anak hamba sudah ketemu, ada di
rumah". Tatkala didengarnya kata-kata Mpu Bekung seperti itu, sangat sukacita perasaan
Ida Bhatara Basukih seraya berganti rupa menjadi Nagaraja Agung, kemudian meminum
sarinya susu, sampai beliau kenyang.

Setelah beliau kenyang meminum susu lembu itu, seraya berbalik, beliau mengeluarkan
emas, saat itu diminta Ida Mpu Bekung agar mengambil emas itu.

Singkat ceritera, setelah beliau mengambil emas itu yang kemudian dibungkus sebesar
kelapa besarnya, lalu beliau memohon diri kepada Ida Sanghyang Basukih Tidak
diceriterakan perjalanan Ida Mpu Bekung, akhirnya tiba jugalah beliau di Griya Daha
seraya membawa emas. Diketahui emas itu oleh putranya. Ida Bang Manik Angkeran
yang gencar bertanya, meminta kepada ayahandanya agar diberi tahu di mana
memperoleh emas itu

Ida Mpu Bekung sangat merahasiakan perihal kepergian beliau mendapat emas itu. Putra
beliau tetap saja gencar mencari tahu. Lalu Ida Mpu berkata kepada putranya. "Aduh
ananda, jangan hendaknya ananda gencar bertanya seperti itu akan perihal ayah mendapat
emas ini. Kalau ada keinginan ananda untuk mengambil, Ayahanda berikan". Walaupun
demikian kasih sayang beliau kepada putranya, tetap saja Sang Bang memohon kepada
ayahandanya untuk diberi tahu di mana memperoleh emas itu Karena tidak sampai hati
dan rasa kasih sayang yang amat sangat, lalu Ida Mpu memberitahukan perihal beliau
mendapatkan harta itu.

Karena sekarang sudah memiliki emas, maka pergilah Ida Bang Manik Angkeran
bermain judi. Mungkin memang sudah menjadi kehendak Yang Maha Kuasa, sehari-
harinya beliau selalu kalah berjudi. Akhirnya tidak sampai satu bulan habislah sudah
emas yang diberikan ayahandanya dijual, dipakai modal di tempat perjudian.

Karena keadaannya demikian, lalu beliau berpikir keras, dan kemudian Ingat beliau pada
perjalanan ayahandanya mendapatkan emas itu, yang merupakan anugerah dari Bhatara
di Tohlangkir. Segera beliau pulang, tetapi secara sembunyi - sembunyi agar tidak
diketahui ayahandanya, beliau bertolak menuju Tohlangkir seraya membawa susu lembu,
serta genta milik ayahandanya, Ki Brahmara.

Tidak diceriterakan perjalanannya, sampailah beliau di Tohlangkir, di depan gua. Lalu


beliau duduk mengheningkan cipta, memuja Dewa, seraya membunyikan genta.

Rupanya pemujaan beliau yang khusuk, serta diiringi dengan bunyi genta yang Utama
itu, membuat geger, keluar Bhatara Naga Basukih dari gua itu seraya berkata "Ah siapa
anda ini datang, segera katakan !".

Segera Ida Bang Manik Angkeran menyembah: "Singgih paduka Sanghyang, hamba
bernama Sang Bang Manik Angkeran. Hamba mengikuti jalan Ayahanda hamba,
menghaturkan sarinya susu lembu ke hadapan paduka Sanghyang. "Demikian hatur
beliau. Karena demikian, sangat sukacitalah perasaan Ida Bhatara Basukih. Lalu
diminumlah susu itu, setelah berganti rupa menjadi ular naga besar berwibawa, seraya
meminum susu itu. Seusai meminum susu itu, bersabdalah beliau kepada Ida Bang Manik
Angkeran: "lh, Sang Bang, sekarang apa yang kamu inginkan, apapun yang ananda minta
akan kuberikan ."

Berkatalah Ida Bang Manik Angkeran: "Singgih paduka Bhatara, hamba bermaksud
untuk memohon modal, nista sekali hamba berjudi, selalu kalah setiap hari ".

Saat itu Ida Bhatara Basukih mengambil emas, bagaikan sebutir kelapa besarnya.
diberikan kepada Ida Bang Manik Angkeran, seraya bersabda: "Ambillah emas ini,
segera ananda pulang, poma, poma". Lalu diambil emas itu, disertai sembah bakti
sekaligus memohon pamit ke hadapan Ida Bhatara Nagaraja.

Singkat ceritera. tibalah Ida Bang Manik Angkeran kembali di rumah di Griya Daha,
menyimpan genta saja, lalu beliau pergi lagi untuk bermain judi. Atas kehendak Hyang
Widhi, tidak sampai satu bulan, habis juga modalnya, itu sebabnya kembali beliau
mengelana, berhutang di perjudian tidak dapat, meminjam tidak diberi. Karena itu, lalu
beliau mengambil lagi genta milik ayahandanya, seraya mencari sarinya Susu lembu, dan
menyengkelit pedang yang bernama Ki Gepang, lalu segera menuju Tohlangkir.

Setibanya beliau di Tohlangkir, lalu beliau duduk seperti yang dilakukan sebelumnya,
mengheningkan cipta, memuja Dewa, serta membunyikan gentanya. Karena genta itu
betul-betul genta utama, gegerlah Ida Sanghyang Basukih ke luar guanya seraya
bersabda: "Ah Sang Bang Manik Angkeran kiranya yang datang. Datang lagi ananda
membawa susu. Apa lagi permintaanmu, katakan, semaumu akan kuberikan".

Karena kewibawaan Ida Bhatara Basukih demikian mempesona dan menggetarkan


perasaan, menjadi tak enak perasaan Ida Sang Bang, lalu mengatakan tidak memohon
apa-apa. Karena demikian kata Ida Sang Bang, lalu Ida Bhatara berganti rupa kembali
menjadi ular naga yang besar, seraya meminum susu lembu tersebut Setelah menyantap
susu lembu itu, Ida Bhatara kembali ke gua . Karena beliau berbadan panjang, ketika
bagian kepala beliau sudah tiba di tempat peraduan, maka bagian ekor beliau masih
berada di luar gua. Dilihat oleh Ida Bang Manik Angkeran ekor Ida Bhatara menyala
karena di tempat itu terdapat intan besar bagai ratna mutu manikam beralaskan emas dan
mirah yang menyala gemerlapan.

Ketika itulah muncul rasa angkara loba Ida Bang Manik Angkeran, disusupi oleh niat
tamak untuk memiliki permata itu. Lalu beliau menghunus pedang Ki Gepang yang
dibawanya segera memenggal ekor Ida Sanghyang Nagaraja, sehingga terputus mata
intan yang ada di bagian ekor yang segera diambil dan dilarikan oleh Ida Manik
Angkeran.

Karena demikian tingkah Sang Bang Manik Angkeran, tak terkira murka Ida Bhatara
Nagaraja, sebab merasa ekor beliau terluka, lalu beliau kembali bergerak ke luar gua.
Dilihat oleh beliau busana beliau dilarikan oleh Ida Bang Manik Angkeran

Segera beliau menyemburkan api, yang mengikuti arah perjalanan Ida Bang Manik
Angkeran yang kemudian terbakar habis menjadi abu. Tempat itu belakangan bernama
Cemara Geseng dan menjadi lokasi Pura Manik Mas Besakih. Sementara itu permata
milik Ida Bang Manik Angkeran ditempatkan sebagai pusaka junjungan di Pura Dalem
Lagaan, Bebalang, Bangli.

Diceriterakan Ida Mpu Bekung gundah perasaan beliau, karena putranya tidak pernah
pulang ke rumah. Desa-desa diselusuri mencari putranya, namun tiada juga ditemukan.
Segera beliau mengheningkan cipta. Karena kesaktian beliau, terlihat oleh beliau
putranya sudah menjadi abu. Segera beliau pergi menuju Bali, Besakih yang ditujunya,
berkehendak mengikuti perjalanan putranya. Tidak diceriterakan di jalan tibalah beliau di
Besakih. Di sana beliau melihat onggokan abu, sementara buah genta berada di sebelah
abu itu. Segera diketahui dengan jelas, bahwa genta itu adalah milik beliau yang bernama
Ki Brahmara. Jelas sudah abu itu merupakan jasad putranya. Di sana beliau kemudian
menumpahkan rasa duka-citanya, seraya berpikir-pikir, jelas meninggalnya Ida Bang
Manik Angkeran disebabkan perbuatannya yang tak terpuji, disembur api oleh Ida
Sanghyang Nagaraja. Kemudian diambilnya genta Ki Brahmara yang sakti itu.
Karena sudah jelas diketahui, maka beliau kemudian melanjutkan perjalanan
berkehendak untuk menghadap Ida Sanghyang Basukih. Setibanya di depan gua, seperti
sebelumnya, beliau kemudian duduk melakukan pemujaan utama memohon ke hadapan
Ida Sanghyang Basukih.

Lama sudah beliau melakukan pemujaan. Lama beliau menunggu, tidak juga keluar Ida
Sanghyang Basukih, disebabkan demikian besar amarahnya, ingat diperdaya oleh suara
genta.

ltu sebabnya beliau Mpu Bekung melanjutkan lagi pujastutinya dengan mengujarkan Asta
Puja, Basukih Stawa dan Utpeti, Stiti Mantra diiringi dengan suara genta beliau.
Karenanya, barulah Ida Bhatara keluar dan dilihatnya Ida Mpu ada di sana yang
kemudian merangkul, seraya menghaturkan sembah panganjali agar Ida Bhatara
memberikan anugrah dan berkata: "Om paduka Bhatara, ampunilah anak hamba. Tahu
betul hamba akan perbuatan anakku yang demikian tak berbudi dan tak terpuji. Bila mana
berkenan, sudilah Bhatara menceriterakan perbuatan anak hamba itu . Lama Ida Bhatara
berdiam diri. Mukanya cemberut, menunjukkan kekesalan perasaannya yang tak
terhingga. Namun, karena Ida Sang Mpu sudah memohon maaf dengan tulus dan suci,
maka Ida Bhatara berkata perlahan. Menceriterakan segala perbuatan yang dilakukan Ida
Sang Bang Manik Angkeran yang mengatakan diutus oleh Sang Mpu untuk
menghaturkan susu lembu, sampai akhirnya dihanguskan menjadi abu oleh beliau.

Mana kala Ida Mpu mendengar ceritera Ida Bhatara, meleleh air mata Ida Sang Mpu
Bekung, dan sesudah Ida Bhatara selesai bersabda, beliau kemudian kembali
menghaturkan sembah seraya berkata: "Singgih pukulun paduka Bhatara, demikian
memang dosa anakku itu, namun rupanya dia sudah menjalani kematian, habis sudah
dosanya. Inggih, hamba sekarang memohon anugerah pukulun Bhatara, sudilah kiranya
paduka Bhatara menghidupkan kembali Manik Angkeran, karena dialah anak hamba
satu-satunya, sebagai pewaris keturunan yang akan melanjutkan keberadaan hamba
kelak. Bila mana dia nanti hidup kembali, hamba akan menyerahkan dirinya kepada
paduka Bhatara, agar menghamba di sini sampai kelak kemudian hari".

Mendengar hatur Ida Sang Mpu Bekung sedemikian itu, merasa sedikit malu Ida Bhatara
seraya bersabda: "Ah, Sang Mpu, bila demikian permintaanmu, aku dengan suka rela
menghidupkan anakmu, namun agar sudi kiranya Sang Mpu menyambung kembali
ekorku".

Lalu menyembah Mpu Bekung: "Singgih paduka Sanghyang, bila demikian keinginan
paduka hamba bersedia untuk menyambung kembali ekor paduka Bhatara: Namun,
sebelumnya, maafkanlah hamba berani berhatur sembah bila mana paduka Bhatara
berkenan, permata intan yang sebelumnya berada di ekor paduka, sebaiknya ditempatkan
saja di bagian mahkota paduka Bhatara, karena akan nampak sangat maha utama, dan
pula mereka yang jahat tidak akan tergoda untuk ingin memilikinya Dan juga bila mana
masih di bagian ekor, di samping terlihat nista, juga membuat paduka Bhatara tidak bisa
terbang karena keberatan di bagian ekor".
Demikian sukacita perasaan Ida Sanghyang Nagaraja tatkala mendengar hatur Ida Mpu
Bekung. Setelah usai bertemu wirasa, lalu Sang Mpu melaksanakan yoga samadhi
menghaturkan puja mantra, menyatukan batin beliau memuja Ida Bhagawan
Wiswakarma sebagai Dewanya sangging dan undagi (pekerja khusus bangunan
tradisional) di Surga.

Seusai sempurna pujastuti serta permohonan beliau, segera beliau membuat gelung
mahkota, dengan hiasan candi kurung, garuda mungkur, dengan anting anting,
bergundala dan memakai sekar taji. Demikian indahnya memang kalau dilihat

Singkat ceritera, selesai sudah gelung agung itu, kemudian dipakai oleh Ida Bhatara.
Memang, demikian menakjubkan. Nampak semakin mempesona prabawa Ida Bhatara,
dan juga beliau sekarang bisa terbang. Demikian sukacita hati Ida Bhatara Nagaraja

Karena itu, segera pula Ida Bhatara menghidupkan jasad Sang Bang Manik Angkeran,
didahului dengan pujastuti weda mantra. Perlahan, Ida Sang Bang Manik Angkeran
bangun, seperti baru habis tidur layaknya, hidup seperti semula, dan ketika sadar, beliau
cepat lari. Tempat itu kemudian bernama Pura Bangun Sakti.

Segera Ida Sang Bang diikuti oleh ayahandanya, kemudian dipegang dan diajak untuk
menghadap Ida Bhatara Hyang Basukih. Sesuai perjanjian, maka Ida Sang Bang Manik
Angkeran dihaturkan kepada Ida Bhatara untuk mengabdi di Basukih sampai kelak di
kemudian hari.

Demikian suka citanya beliau berdua, karena semuanya sudah berhasil, disebabkan
kesaktian beliau masing-masing. Ida Sang Nagaraja sudah menghidupkan kembali Ida
Sang Bang Manik Angkeran. Juga Ida Mpu Bekung demikian saktinya bisa menyambung
kembali ekor Ida Bhatara Nagaraja. Ida Mpu Bekung kemudian menghaturkan sembah
terimakasih kepada Ida Sanghyang Basukih. Ida Sanghyang Basukih kemudian bersabda:
"Duh, Mpu Bekung, memang demikian saktinya anda ini. Pantas anda bergelar
Siddhimantra. demikian sakti dan makbulnya japa - mantra anda. Sejak sekarang, tidak
lagi Mpu Bekung nama anda, namun Danghyang Siddhimantra nama anda sang pandita.
Silakan, pulanglah sahabat karibku, semoga Dirgahayu, panjang usia anda !" lalu Ida
Sanghyang Nagaraja terbang menuju Surga Loka. Sejak saat itu Ida Mpu Bekung
bergelar Danghyang Siddhimantra.

Sebelum Ida Danghyang Siddhimantra kembali ke Griya Daha, tidak lupa beliau
memberikan petuah kepada putranya Ida Sang Bang Manik Angkeran: " Uduh mas juwita
permata hati ayah, engkau anakku Manik Angkeran. Ananda akan ayah tinggal sekarang
ini. Sebab Ayahanda akan kembali ke Jawa. l Dewa akan ayahanda haturkan kepada Ida
Sanghyang Basukih, sesuai dengan janji ayah kepada Ida Bhatara. Mungkin ananda
belum jelas tahu perihal keberadaan ananda sendiri yang sebelumnya dihanguskan oleh
Ida Bhatara sampai habis menjadi abu, disebabkan karena marah beliau tak terhingga,
perilaku ananda sungguh tak terpuji, memenggal ekor Ida Bhatara. Lalu ayahandamu ini
memohon kepada Ida Bhatara, agar beliau dengan senang hati menghidupkan kembali
ananda, dengan janji, kalau ananda bisa hidup kembali, ananda akan ayah haturkan
kepada Ida Bhatara untuk mengabdi di sini di Besakih. Selain itu, kalau ananda kembali
ke Jawa, jelas perilaku ananda akan kembali seperti yang sudah-sudah, sebab lingkungan
ananda di sana sudah demikian rupa. Diamlah dan tinggal ananda di sini, ayahanda akan
kembali ke Jawa. Jangan ananda salah terima dan salah paham, sebab sebenarnya, perihal
perasaan ayahanda dan kasih sayang ayahanda kepada ananda, tidak pernah kurang sejak
dahulu sampai kapanpun. Ada petuah ayahanda ini yang sangat Penting, agar diteruskan
dharma bakti ananda ke hadapan Ida Bhatara di sini di Tohlangkir, Besakih. Jangan
sampai menurun, sebab kalau demikian, menjadi ingkar ayahanda dengan janji ayahanda,
sangat nista disebut orang. Kemudian ada lagi nasehat ayahanda, sebab ananda sudah
pernah pralina atau wafat menjadi abu kemudian disucikan menjadi hidup kembali, hidup
untuk keduakalinya, berdwijati namanya, sekarang ananda berwenang menjadi pendeta,
agar ananda senantiasa menyelenggarakan, mengatur dan memimpin penyelenggaraan
segenap upakara dan upacara di sini di Besakih. Juga agar ananda mengatur semua
masyarakat umat di seluruh Bali, agar semakin meningkat bhakti dan sradha imannya,
kepada Ida Bhatara serta kepada sthana Ida Bhatara semuanya".

Ida Sang Bang Manik Angkeran mengiakan semua yang disampaikan oleh ayahandanya.
Di samping petuah tersebut, Ida Sang Bang juga diberikan pengetahuan suci yang
memberikan wewenang Ida Sang Bang untuk mengucapkan weda mantra, menyelesaikan
upacara, di samping diberikan pengetahuan kerohanian daya kebathinan yang tinggi.

Seusai Ida Sang Bang Manik Angkeran mendapat pengetahuan suci dan kerohanian,
beliau ditinggalkan oleh ayahandanya yang kemudian melakukan perjalanan pulang
kembali ke Jawa.

Tidak diceriterakan perjalanan beliau, tibalah beliau di tanah genting - tempat perbatasan
antara Jawa dan Bali. Di sana beliau termenung -menung. teringat beliau akan kelakuan
putranya yang tak senonoh. ltu sebabnya timbul kekhawatiran dalam perasaan beliau.
seandainya Ida Sang Bang Manik Angkeran kembali lagi ke Jawa, sehingga beliau
berkeinginan mengupayakan bagai mana caranya agar putranya tidak bisa lagi kembali,
sebab janji beliau sudah demikian pasti. ltu sebabnya kawasan itu akan diubah agar
menjadi laut. Di sana kemudian beliau menggelar yoga semadinya. Menyatukan
batinnya, memuja Bhatara di pegunungan agar berkenan dan tidak beliau menjadi kualat.
Sudah bersatu pikiran beliau dan juga sudah mendapatkan ijin anugrah, lalu tanah genting
itu digores dengan tongkat beliau. Bergetar dengan dahsyat kawasan Bali dan Jawa, lindu
dan gempa terjadi, kilat dan halilintar bertubi - tubi ! Terpisah dan putuslah kawasan Bali
dengan Jawa ! Laut memisahkan keduanya. Lalu laut itu dinamakan dengan Segara
Rupek. Tidak terhingga sukacita Dang Hyang Siddhimantra. karena yakin putranya tidak
akan bisa kembali lagi ke Jawa. Lalu beliau kembali pulang ke Griya Daha di Jawa.

Anda mungkin juga menyukai