Pada jaman dahulu sebelum ada Desa Marga masih merupakan hutan
belantara lalu sebagai Desa awal bernama (Uli ngawit) sebagai pendiri bernama I
Nyoman Singa dengan jumlah pengikut berjumlah Sanga (Sembilan) mendirikan
desa bernama Pawuman juga mendirikan kayangan bernama Dalem Sengawang.
Lalu dari Uli Ngawit lurus ke timur laut di temukan pijakan kaki kidang yang
hamper rusak (Rapuh bahasa Bali) kemudian wilayah ini dijadikan pemukiman dan
dinamai kidang rapuh, di sebuah hutan tinggal sebuah raja dengan pengikutnya
bernama Ratu Pering kemudian menetap dan menerabas hutan membuat wilayah
pemukiman bernama Gelagah, begitu juga mendirikan Pura Dalem bernama Pura
Dalem Gelagah
Beliau juga mendirikan tempat Suci Dalem Ngabasa sekarang disebut Pura
Dalem Basa. Beliau juga mendirikan Taman diberi nama Taman Lebah (sekarang
Br.Lebah Desa Marga). Ditaman ini ada ditemukan ranting pohon diapit pohon
beringin kembar dan besar, ujung dari ranting itu ke utara sampai tidak
ditemukan. Kemudian ada lagi orang datang dari Sumatera anaragtag alas
(mengikuti hutan dari lebah, kemudian membangun pemukiman bernama Kebon
Tagtag.
Cerita kembali akar taru yang diapit pohon beringin besar setelah
diperhatikan secara seksama pangkalan lantas ditemukan diberi nama pusar
(Pusar Marga) lalu diikuti ke utara kemudian diketemukan cabangnya tiga (tetiga)
itu namanya pah tiga sekarang adalah desa petiga kemudian perjalanan diikuti
cabang yang ke utara cabang yang paling tua saat itu disebut Tua Sekarang (Desa
Tua).
Perjalanan tetap dilanjutkan ke utara dan kemudian cabangnya tidak
nampak jelas, (capuh) sekarang namanya Capuhan/Apuhan/Apuan terus ujungnya
ke poh tegal (sekarang Desa Tegal) Sang Raja beserta rombongan karena keburu
malamakhirnya bermalam di sini besoknya perjalanan diteruskan ke utara akhirnya
ditemukan ujungnya benyah (hancur) sekarang Desa Benyah. Desa ini sebagai
batasnya Desa (Kerajaan Marga) lalu Kelian beserta rombongan balik ke Marga.
Kembali tinggal di AlasPering (Hutan Pering) sekarang Br. Alas Pere Desa
Geluntung. Pemukiman Beliau diganggu oleh semut hingga akhirnya Beliau
kembali ngungsi ke Alas Marga.
Kemudian diceritakan menyusul istri penawing juga hamil muda tapi diusir
oleh prami. Alkisah, diceritakan I Dukuh Titi Gantung merencanakan Upacara
Agama Ngodalin ring Sanggah ipun (Bahasa Bali). Ki Dukuh juga mengundang
Baginda Raja mengharap bisa hadir pada saat upacara tetapi Raja lupa, tidak bisa
menghadiri.
Tapi kebetulan pada saat manis Pengrainan (sehari setelah upacara) Raja
punya keinginan berburu dengan 40 orang pengawal di wilayah hutan Padang
Ngoling. Dalam perburuan ketika beliau belum dapat satupun buruannya tiba-tiba
turun hujan angin amat deras, Baginda Raja aknirnya beserta pengiring berteduh
di rumah I Dukuh Titi Gantung, Ki Dukuh Titi Gantung sangat menyambut
kedatangan baginda Raja serta minta ijin untuk menghaturkan jamuan juga
kepada segenap pengiringnya. Baginda Raja berkenan, serta mengijinkan Ki
Dukuh menyiapkannya.
lda Arya menunggu pasukannya yang datang dari Ngabasa Lebah Marga.
Setelah pasukan Ngebasa Lebah Marga datang, Raja mengomando peperangan
dengan memberikan senjata tetapi tidak boleh memilih. Akhirnya lda Arya
mendapatkan “I Baru Bantal”, I Gusti Ngurah Beten Duren mendapatkan “I Baru
Upas” miwah “Pustaka” setelah semua bersenjata lalu perang dimulai (perang
saudara kakak melawan adik) dan pasukan melawan pasukan I Gusti Ngurah
Beten Duren lari ketimur lewat Tukad Dangkang Ida Arya beserta pasukannya
kembali menghadap Raja, tapi tiba – tiba Raja Perean membunuh dirinya, Ida
Arya tidak mau karena itu adalah Ayahnya.
Tapi Ida Arya didesak karena Ida Arya adalah Putra Utama berhak
membinasakan segala keangkaramurkaan di bumi ini. Oleh karena itu lalu Ida
Arya memusatkan konsentrasinya serta rnengunuskan senjatanya kepada Raja
kemudian jenasah sang Raja dimakamkan di “Merajan Taman” pada malam hari
membubul keluarlah “Naga Kaang” dipuncak “Beringin Tuka” lalu Ida Arya
mendekat ke jenasah Raja serta mendapatkan sabda bahwa Ida Arya tidak
diberikan mengupacarai jenasahnya.
Setelah peperangan di Puri Perean, Ida Arya menetap menjadi Raja Muda
di Puri Agung Perean. Sewaktu – waktu pergi ke Marga yang diiringi oleh
pasukannya I Papak bersama Perbekel ngabasa bersama pasukan – pasukannya
merencanakan pembangunan “Pura Agung Marga” yang sebagai istana utama
Raja juga dilanjutkan pembangunan denganPura di empat penjuru dan rakyatnya
semua senang dan sangat bakti kepada raja.
Desa Persiapan Marga Dauh Puri dikepalai oleh Pejabat sementara Kepala
Desa bernama lda Bagus Putu Wirawan, Desa Persiapan Marga Dajan Puri
dikepalai oleh Pejabat sementara Kepala Desa bernama Ida Bagus Ketut Wardana
akhirnya pada tanggal 27 Januari 2004 dengan SK Bupati No. 17 menetapkan
Desa Marga Dauh Puri dan Marga Dajan Puri menjadi Desa Definitif.
Desa Marga terdiri dari 4 Banjar Dinas yaitu : Banjar Dinas Beng, Tembau,
Basa, dan Lebah
Desa Marga Dajan Puri terdiri dari 3 Banjar Dinas yaitu Banjar Dinas Anyar,
Bugbugan, dan Tengah
Desa Marga Dauh Puri terdiri dari 2 Banjar Dinas yaitu : Banjar Dinas Ole
dan Kelaci
Sehingga akhirnya kondisi geografis Banjar Dinas di Desa Marga saat ini
adalah 4 wilayah Banjar Dinas yaitu :
Tetapi Belanda sudah tidak tahan lagi untuk turun tangan ketika hak karang
tidak juga dihapus dan masih dipegang teguh oleh raja raja di Bali. Ketika ada
kapal kandas pada suatu malam tanggal 27 Mei menjelang 28 Mei tahun 1904 di
Pantai Sanur, pertentangan antara Belanda dengan Raja Badung sudah tidak
dapat disembunykan lagi, akibatnya Btavia mengirim lagi ekspedisi berikutnnya.
Catatan peristiwa itu jugadapat dilihat pada buku “ Dari Buku ke Buku “
karya P. Swantoro, KPG, Gramedia, Jakarta tahun 2002 sebagaimana berikut : “
Kelihatan orang orang terkemuka di Bali berkumpul untuk mengakhiri nyawa di
hadapan pasukan Belanda “.
Raja dengan para pangeran dan para pengikutnya mengenakan busana yang
serba indah, bersenjatakan keris yang hulunya terbuat dari emas bertakhtakan
permata yang berkilauan. Semua pakaian berwarna merah atau hitam. Rambut
diatur rapi berminyak wangi. Para perempuan mengenakan pakaian mereka yang
paling indah dan semua berselendang putih.
Raja memerintahkan agar puri dibakar, dan semua saja yang bisa dirusak
agar dihancurkan. Ketika pada pukul 09.00 diberitahukan kepada raja bahwa
pasukan Belanda sudah berhasil memasuki Denpasar dari utara, rombongan yang
terdiri dari 250 orang itu mulai bergerak. Setiap pria dan perempuan
bersenjatakan keris atau tombak panjang, demikian pula anak anak yang sudah
sanggup memanggul senjata, bayi bayi digendong. Raja berada dibarisan paling
depan dipanggul oleh salah seorang pengikutnya. Setelah mencapai persimpangan
jalan dekat Puri Berlalun mereka terus bergerak sampai pada tikungan dekat Jero
Tansiap.
Di situlah mereka mulai melihat bayangan hitam yang tidak lain adalah
pasukan infanteri dari Batalion ke – 11 yang bergerak maju perlahan dari utara.
Satu seksi yang dipimpin oleh Kapten Schutsal van Woudenberg bergerak maju
mellui jalan besar. Akhirnya, mereka saling melihat karena hanya dipisahkan oleh
tanah lapang.
Bunuh diri pun banyak terjadi, tampaknya semua memang harus mati.
Beberpa perempuan melemparkan uang emas kepada para serdadu Belanda
sebagai upah atas kematian yang mereka inginkan. Banyak pula diantara mereka
yang berdiri di depan serdadu Belanda dengan menunjuk jantung mereka sebagai
isyarat agar mereka ditembak mati. Apabila keinginan ini tidak dipenuhi
merekapun segera menikam diri sendiri. Orang orang tua bergerak diantara mayat
mayat sambil mengayunkan tikaman ke kanan dan ke kiri terhadap mereka yang
luka, sampai akhirnya mereka sendiri tertembak mati.
Rombongan kedua warga Bali yang dipimpin oleh seorang adik raja dari lain
ibu yang baru berusia 12 tahun kelihatan tampil pula. Ketika Kapten Schutsel van
Woudenberg memerintahkannya berhenti, mula mula ia tampak akan menuruti
perintah itu. Akan tetapi, pengikutnya mendesak agar ia meneruskan tugasnya.
Maka disapulah akhirnya ia oleh peluru Belanda.
Ternyata kemudian tuduhan Belanda bahwa orang Bali menjarah Sri Kumala
ternyata tidak benar. Raja Badung menolak membayar, Belanda membalasnya
dengan aksi militer. Demikianlah sebuah kerajaan berakhir tragis.
Tetapi perlwanan Bali terhadap Belanda tidak benarbenar hilang. Hal itu
masih muncul di kemudian hari, terutama setelah Belanda mengenakan pajak
candu. Misalnya, pemberontakn di Klungkung dan Gelgel tahun 1908.
Pemberontakan baru berhenti setelah belanda menghujani mereka dengan peluru
meriam. Para raja dan keluarga serta para pengikutnya kemudian juga melakukan
puputan.
Induk pasukan dibawah pimpinan Letkol Rai waktu itu tidak berjumlah
banyak. Sebagian besar terdiri dari pimpinan pimpinan yang unggul. Hanya
beberapa hari sebelum mengadakan aksi penyerbuan tangsi plisi NICA ini,
pasukan kecil yang tadinya dikirim ke selatan kota Tabanan Denpasar untuk
melakukan perng gerilya dan pengacauan terhadap pos pos serdadu musuh
berhasil melintasi jalan raya yang menghubungkan kota Denpasar dan kota
Tabanan, terus menuju ke arah utara kemudian bertemu dengan induk pasukan
Letkol Rai di sebelah utara kot Tabanan.
Di kala anak buah beristirahat, Letkol Rai menyusun kembali Induk Pasukan
Resimen Sundakecil. Ternyata ada tenaga dengan kekuatan 70 orang dan kini
dengan senjata api melimpah. Sampai sampai ada membawa dua – tiga pistol
dipinggang, ada membawa bedil disamping stengun dan sebagainya. Dalam
rencanannya Letkol Rai hendak membagi Induk Pasukan ini menjadi dua. Terdiri
dari masing masing 30 orang, dengan beberapa orang perwira dan perwira
menengah. Sebagai kesatuan resmi dari angkatan bersenjata mempretahankan
wilayah Republik Indonesia di Sundakecil, anggota anggota pasukan dilengkapi
dengan tanda tanda kemilitern lengkap.
Dalam pakaian seragam, sebagian hitam hitam dan sebagian lagi khaki
khaki, dilengkapi tanda tanda kemiliteran dan lambang resimen TRI Sundakecil,
sungguh tampan anggota anggota Induk Pasukan pejuang rakyat Sundakecil
dengan wajah berseri seri lambang kebesaran dan kebanggaan bangsa Indonesia.
Karena merasa agak lelah, segera pula anak buah diperintahkan beristirahat
malam itu. Malam bertambah larut para pahlawan kini sudah mulai mendengkur.
Mereka yang bertugas mengawal dengan dibantu pemuda pemuda desa Kelaci
berjaga jaga semalam utuh, penuh waspada. Malam ini kebetulan pula malam
bulan mati hanya bintang bintang berkelap kelip di angkasa luas, suasana sekitar
sepi.
Keesokan pagi hari penduduk Kelaci sudah terbangun dari tidurnya, anggota
anggota Induk Pasukan sudah bersiap ditempat menerima perintah selanjutnya.
Anggota pasukan yang telah bertugas mengawal di pagi itu menerima laporan dari
penghubung laskar rakyat Marga yang membawa berita, di sebelah selatan desa
Marga telah ada sepasukan serdadu NICA terdiri dari kurang lebih 60 orang
bersenjata lengkap. Dan juga dari sebelah utara diterima laporan menyatakan
telah ada terlihat gerombolan gerombolan serdadu NICA di sekitar desa Marga.
Laporan ini segera pula disampaikan kepada Letkol Rai. Ia memerintahkan agar
steling segera dipersiapkan. Anggota PMC ditugaskan melakukan penyelidikan.
Jalan raya yang terentang dari desa Marga menuju desa Tunjuk memang
lewat desa Kelaci dimana Induk Pasukan sedang berada. Kira kira pukul 06.00
pagi jalan raya tersebut mulai dilalui iring iringan truk mengangkut serdadu
serdadu NICA dari desa Marga ke jurusan desa Tunjuk. Anggota anggota Induk
Pasukan sudah siap di masing masing stelingnya, tinggal menunggu komando dari
pihak atasan.
Deru truk truk NICA terdengar semakin bertambah ramai. Di desa Marga
NICA sudah mulai dengan terornya. Desa dikepung seluruh penduduk desa Marga
dipaksa keluar rumah dan supaya berkumpul di pasar desa Marga. Tua - muda,
laki - permpuan, bocah - bayi semua digiring ke pasar ini. Mereka dipaksa
berkumpul dengan segala ancamanditodong, ditendang, disepak, digebuk, dan
entah diapakan lagi. Untuk bisa menerangkan dimana pemuda pemuda gerily
berada. Satu mulutpun tidak rela membukakan beritanya, menyebabkan Belanda
beringas. Belanda NICA menyiksa penduduk desa di luar perasaan manusia biasa,
menembak orang orang tidak bersalah mati menggelepar.
Sekitar pukul 08.30 pagi Letkol Rai memerintahkan agar semua anggota
pasukan mengalih tempat ke arah utara, didahului rombongan PMC melintas jalan
raya terus mempersiapkan steling di sana, di tengah tengah swah. Petak petak
sawah ini sedang ditumbuhi jagung dan ketela rambat kurang lebih berumur dua
bulan. Satu pasukan terdiri dari 24 orang tiba dari arah timur dengan menyuruk
nyuruk di sela sela pohon jagung muda.mereka ini adalah pasukan yang sudah
lama ditugaskan memperbaiki keadaan diberbagai desa agar rakyat tetap setia
pada Proklamasi 17 Agustus 1945.
Steling sudah disiapkan, karena persawahan di Uma Kaang ini gak berbukit
sedikit maka steling diatur secara bertingkat. Steling dibawah memang sudah
agak kuat, tetapi steling di atas agak sederhana sekali. Belanda NICA masih sibuk
“ mengurusi “ rakyat penduduk desa di pasar Marga. Banyak kaki – tangan NICA
yang ikut mengadakan pemeriksaan terhadap penduduk di kala itu, tak ubahnya
sebagai anjing, lebih galak dan lebih mata gelap.
Kira kira sejak pukul 08.30 lebih serdadu serdadu Belanda mulai banyak
sekali jumlahnya menyebar ke tengah tengah sawah dan berbondong bondong
melewati persawahan Uma Kaang. Letkol Rai masih tetap tenang, memerintahkan
anak buahnya jangan menembak dahulu sebelum ada tanda tembakan dari
pimpinan. Truk truk NICA masih terdengar menderu – deru, dari yang awalnya
jauh semakin mendekat.
Kira kira pukul 09.00 pagi melengkinglah bunyi tembakan pistol pertama
dari Letkol Rai, berarti tembakan untuk musuh sudah harus dimulai. Tanda aba –
aba ini disambut oleh anak buah dengan bunyi letupan letupan karaben dan
diselang – seling tembakan sten serta berondongan tembakan bren. Barisan
terdepan serdadu serdadu Belanda bergeleparan di tembus peluru peluru yang
dibidikkan oleh pemuda pemuda gerilya dari jarak dekat. Hampir semua barisan
terdepan serdadu NICA tewas, karena mereka tidak tahu antara tempat mereka
dan pemuda pemuda gerilya tidak begitu jauh, terlalu dekat untuk saling tembk.
Serdadu serdadu Belanda di barisan belakang sangat kaget akan serangan tiba
tiba dari jarek dekat ini. Sebeleum sempat membalas mereka sudah mundur
sampai ke jalan besar.
Setelah mereka ada dipinggir jalan besar baru mereka membalas tembakan
anak anak Induk Pasukan pemuda pemuda gerilya. Peluru peluru berhamburan di
atas kepala steling pemuda pemuda gerilya. Mortir dan bren ditembakkn bertubi –
tubi. Dibarengi tembakan tembakan penghambur ini, serdaduserdadu Belanda
maju lagi. Pemuda gerilya menunggu sampai mereka berada pada jarak dekat.
Dalam waktu satu setengah jam Belanda NICA tidak dapat maju. Malah
banyak korban telah jatuh ddi pihak mereka. Tatkala Belanda mundur bukan main
gembira hati anak buah Induk Pasukan. Mereka besorak sorak memekikkan “
Merdeka! Merdeka! Merdeka! “ mengejar ngejar serdadu serdadu NICA. Belnda
terus mundur sampai ke desa Tunjuk di sebelah barat, dan terus ke selatan desa
Marga di bagian selatan. Belanda yang berada di bagian timur sampai di sungai
sungai. Untuk membuat Medan agak lebih luas lagi, pasukan Ciungwanara dibagi
jadi tiga barisan. Barisan depan, sayap kanan dan sayap kiri sedangkan pimpinan
berada di tengah tengah.
Kira kira jam setengah dua belas siang bantuan pesawat pesawat udara
Belanda tiba menderu deru di udara. Mula mula pesawat inti kecil ( jenis
pipercub ) bolak balik berputar putar kemudian disusul pesawat pembom dan
pesawat tempur. Pasukan serdadu NICA di darat kemudian maju lagi dengan
dilindungi pesawat pesawat udara dari atas.
Dari pihak musuh di darat tembakan tembakan tidak kurang bertubi tubinya.
Pasukan Ciungwanara membalas dengan setimpal. Sampai kira kira jam setengah
siang pertempuran masih berlangsung dengan sengit. Serdadu serdadu NICA di
darat semakin banyak jumlahnya. Bantuan mereka didatangkan dari mana mana,
dari seluruh Bali. Dari pos pos yang ada di daerah Buleleng, Jembrana, Gianyar,
Bangli, dan lain lain. Bantuan didatangkan Belanda untuk mengepung pasukan
Ciungwanara yang gagah berani. Kini Belanda telah mengetahui persis letak
steling Letkol Rai dari pesawat udaranya. Semua pasukan Belanda dikerahkan kini
mengepung steling ini dari semua jurusan.
Tetapi pihak NICA mempergunakan segala macam alat perang, dari darat
dan udara. Bom mitraliur, mortir, senpan mesin serba otomatis. Di pihak pasukan
Ciungwanara sudah mulai ada yang jatuh terkena peluru musuh. Suasana medan
pertempuran bertambah gelap oleh asap dan bau mesi, ditambah tembakan pihak
NICA makin gencar. Kini dari semua penjuru peluru dan bom datang menghujani
pasukan Ciungwanara. Karena semangat berkobar kobar, benci dan dendam
mendarah daging, dengan tiada sabar lagi, pasukan Ciungwanara bangkit maju,
meninggalkan steling menyerbu setiap serdadu NICA yang berani mendekat di
situ.
Pada saat inilah sebuah peluru telah menembusi benk mayor Sugianyar
menyebabkan ia tewas seketika. Melihat ini Letkol Rai menjadi sangat berang, dan
dengan perintahnya terakhir yang disampaikan kepada anak buahnya meminta
mereka supaya menuntut balas sampai titik darah paling akhir. Mendengar
perintah terakhir dari pemimpin mereka yang mereka cintai, seluruh anak buah
Induk Pasukan Ciungwanara berlari maju ke depan sambil berteriak teriak “
Puputan! Puputan! Puputan!”....
Dari pihak serdadu Belanda NICA tidak seorangpun berani maju. Dengan
diliputi rasa amarah dan dendam benci penjajah yang merajalela, anak anak
pasukan Ciungwanara mengamuk dengan garangnya. Belanda NICA tidak berani
menghadapi mereka satu demi satu, kecuali menyemburkan peluru dari semua
juran di tanah dan juga dari udara. Akibat semburan peluru bak banjir ini, satu
persatu pemuda gerilya dalam pasukan Ciungwanara rebah ke tanah, tewas
dengan gagah berani dalam medan pertempuran.
Tetapi ternyata, semua anak buah Induk Pasukan Ciungwanara betul betul
telah gugur di saat itu juga, gugur sebagai ratna dalam pertempuran Margarana.
Hanya beberapa orang masih hidup, antara lain Gusti Konolan dan kemudian
diselamatkan rakyat, tidak setahu pihak Belanda NICA. Komandan Wagimin yang
dalam keadaan luka parah tidak dapat disingkirkan oleh rakyat, jatuh ke tangan
NICA. Secara kejam ia dihabisi jiwanya oleh Belanda karena tidak mau membuka
mulut sedikitpun di mana pemuda pemuda gerilya lainnya berada.
E. AKHIR PERTEMPURAN
Pertempuran terakhir terjadi di desa Marga. Kira-kira pada pukul 05.30 pagi
tanggal 20 November 1946, pasukan belanda mulai melepaskan tembakan-
tembakan. Tetapi tampaknya mereka belum mengetahui dengan pasti kedudukan
pasukan I Gusti Ngurah Rai yang dikenal sebagai Padukan Ciung Wanara.
Mengingat jumlah persenjataan yang minim, I Gusti Ngurah Rai memerintahkan
anak buahnya agar menghemat peluru. Semboyan yang dipakai ialah satupeluru
yang ditembakkan berarti seorang musuh harus mati. Pukul 09.00 musuh
mendekat dari jurusan barat laut, tetapi mereka masih belum melihat sasarannya.
Setelah berjarak kira kira 100 meter, tiba tiba terdengar tembakan balasan dari
pasukan Ciung Wanara. Beberapa orang tentara belanda tewas.
Dengan demikian I Gusti Ngurah Rai memikul resiko besar. Musuh sudah
dapat memastikan posisi pasukannya. Secara tiba-tba mereka menyerang dari
jurusan timur. Pasukan Ciung Wanara pun membalas dengan menembakkan
senapan mesinnya secara bertubi-tubi kearah musuh. Beberapa orang tantara
belanda tergeletak mati. Seperti terpesona, selama hingga satu jam pasukan
belanda menghentikan tembakan-tembakannya.
Kemudian mereka Kembali menembakkan peluru. Sekali ini dari arah selatan
dan barat. Serangan-serangan yang hebat itu disusul pula oleh datangnya
pesawat terbang pengintai kira-kira pukul 11.30. perlawanan sengit terjadi yang
akhirnya membungkam pihak musush selama hamper satu jam. Ternyata musuh
telah mundur 500meter ke belakang. Kesempatan ini digunakan oleh pasukan
Ciung Wanara untuk meloloskan diri dari kepungan musuh. Sepanjang jalan
menyusur lembah menuju ke arah utara pasukan yang tinggal satu kompi itu
tetap mendengungkan pernyataan kemenangan: merdeka, merdeka sampai mati.
Tiba-tiba pesawat terbang musuh dating. Pasukan bermaksud menyebar, tetapi
tidak dapat bergerak dengan cepat. Jalanan sukar ditempuh karena adanya jurang
yang dalam. Di sisnilah pemuda-pemuda bali itu mempertaruhkan segenap
keberaniannya untuk berperang. Suasana sudah demikian kritis. Untuk kali
terakhir I Gusti Ngurah Rai berseru “puputan” (habis-habisan).
Selesai sudah tugas mereka. Selesai pula peristiwa perang Margrana. Kini di
pulau Bali pertahanan menjadi lumpuh, kekuatan senjata tidak berarti lagi di pihak
pemuda pemuda gerily. Dan ini menentukan jalannya sejarah perjuangan di
kemudian hari. Sungguh satu kedukaan yang tidak ada taranya bagi rakyat yang
menyintai para pahlawannya. Dan alangkah megahnya perjuangan di Bali,
seandainya perang puputan ini tidak terjadi, seandainya perang Margarana tidak
berlangsung, seandainya Induk Pasukan Ciungwanara dipimpin Letkol Rai masih
ada dan tetap jaya...... pastilah konperensi yang hendak dibikin H.J van Mook di
Denpasar tidak akan bisa membuat “ Negara Indonesia Timur”. Dan pastilah Bali
tidak akan menjadi “bagian” dari negara ciptaan van Mook.
Hari bertambah larut senja dan gelap. Sungguh satu perebutan menjijikan!
Setelah pemuda pemuda dengan tenang menghembuskan nafas mereka terakhir,
dengan tidak ada rasa malu serdadu serdadu NICA melucuti mayat mayat
musuhnya. Ada yang mengambil arloji tangannya, ada memotong jari bercincin
dan entah apa lagi dari mayat mayat musuhnya, jenazah jenazah pahlawan
anggota pasukan Ciungwanara.
Selesai sudah tugas mereka. Selesai pula peristiwa perang Margrana. Kini di
pulau Bali pertahanan menjadi lumpuh, kekuatan senjata tidak berarti lagi di pihak
pemuda pemuda gerily. Dan ini menentukan jalannya sejarah perjuangan di
kemudian hari. Sungguh satu kedukaan yang tidak ada taranya bagi rakyat yang
menyintai para pahlawannya. Dan alangkah megahnya perjuangan di Bali,
seandainya perang puputan ini tidak terjadi, seandainya perang Margarana tidak
berlangsung, seandainya Induk Pasukan Ciungwanara dipimpin Letkol Rai masih
ada dan tetap jaya...... pastilah konperensi yang hendak dibikin H.J van Mook di
Denpasar tidak akan bisa membuat “ Negara Indonesia Timur”. Dan pastilah Bali
tidak akan menjadi “bagian” dari negara ciptaan van Mook ini. Dan Bali pasti
mengalami perkembangan yang tidak sebagai terjadi di kemudian harinya.
F. TOKOH PUPUTAN MARGARANA
I GUSTI NGURAH RAI
1. RIWAYAT HIDUP SINGKAT
I gusti ngurah rai merupakan anak dari seorang camat petjang , I gusti
ngurah tertarik dengan dunia militer sejak kecil, proternya karena ketidak adilan
membuatnya melanjutkanpendidikan ke sekolah kadet kemudian I gusti ngurah
rai bergabunhg dengan his di Denpasar setelah lulus dari his di Denpasar beliau
melanjutkan pendididkan ke sekolah MULO di malang,
namun tidak sampai tamat karena pada tahun 1935 ayahnya meninggal,
igusti ngurah rai Kembali ke bali untuk mengajar pencak silat, selain itu beliau
juga menyukai tarian baris dan jengger pada tahun 1938, sampai mengikuti
Pendidikan officer corp prajoda di gianyar yang diselenggarakan tentara
belanda`dan beliau melanjutkan corp opleiding voor reverse officieren (Pendidikan
perwira cadangan ) di magelang, setelah menamatkan pendidikannya, beliau di
angkat menjadi perwira di corps prayudha bali dengan pangkat letnan bali
I gusti ngurah rai di kenal sebagai siswa yang sangat cerdas hal ini
menyebabkan teman teman sekelasnya banyak yang menyukainya, termasuk
pada gurunya,kecuali sersan mayor de vost pada masa pendudukan jepang,
ngurah rai bekerja sebagai intel sekutu di daerah bali dan Lombok
Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama pasukan "Ciung Wanara" yang
melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana.
(Puputan, dalam bahasa bali, berarti "habis-habisan", sedangkan Margarana
berarti "Pertempuran di Marga"; Marga adalah sebuah desa ibu kota kecamatan di
pelosok Kabupaten Tabanan, Bali) Di tempat puputan tersebut lalu
didirikan Taman Pujaan Bangsa Margarana.
Bersama 1.372 anggotanya pejuang MBO (Markas Besar Oemoem) Dewan
Perjoeangan Republik Indonesia Sunda Kecil (DPRI SK) dibuatkan nisan
di Kompleks Monumen de Kleine Sunda Eilanden, Candi Marga, Tabanan. Detail
perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan resimen CW dapat disimak dari beberapa
buku, seperti "Bergerilya Bersama Ngurah Rai" (Denpasar: BP, 1994) kesaksian
salah seorang staf MBO DPRI SK, I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa peraih " Anugrah
Jurnalistik Harkitnas 1993", buku "Orang-orang di Sekitar Pak Rai: Cerita Para
Sahabat Pahlawan Nasional Brigjen TNI (anumerta) I Gusti Ngurah Rai"
(Denpasar: Upada Sastra, 1995), atau buku "Puputan Margarana Tanggal 20
November 1946" yang disusun oleh Wayan Djegug A Giri
Pada tahun 1975, I Gusti Ngurah Rai dianugerahi gelar Pahlawan Nasional
Indonesia oleh Pemerintah Indonesia.[5]
Pada tahun 1940 ia dilantik sebagai letnan dua, dan setelahnya I Gusti
Ngurah Rai menempuh pendidikan militer lanjutan. I Gusti Ngurah Rai mengambil
spesialis artileri di Magelang. Sejak menjadi kadet ia sudah terkenal cerdasdan
memiliki wibawa besar dikalangan teman temannya, lebih dari itu I Gusti Ngurah
Rai juga mendapatkan gelar kadet teladan ( kroon cadet ).
Berita proklamasi sampai Bali pada akhir bulan Agustus 1945 Dan disambut
oleh rakyat Bali dengan berbagai macam reaksi si ada yang bersikap menunggu
Ada pula yang bersikap Acuh Tak Acuh karena takut namun para pemudanya
bersikap lain setelah pemerintah mengangkat Mr Ketut Pudja sebagai gubernur
Sunda Kecil situasi semakin jelas Kekuasaan pemerintah Republik Indonesia harus
ditegakkan di Bali dan para pemuda bertekad untuk menegakkan kekuasaan itu
mereka membentuk badan keamanan rakyat BKR dipimpin oleh I Made Putu
seorang bekas tentara PETA Selain itu berdiri pula badan perjuangan angkatan
muda Indonesia atau disingkat Fahmi di bawah pimpinan Gusti shindu dan
pemuda Republik Indonesia BRI di bawah pimpinan Made Wijaya Kusuma sikap
para pemuda itu sudah tentu telah menghadapi berbagai tantangan tantangan
pertama berasal dari kalangan raja-raja yang bersikap Acuh Tak Acuh hanya
seorang raja saja yang bersikap republican di antara 900 orang raja di Bali
tantangan lainnya berasal dari pihak Jepang yang masih berkuasa di Bali
persoalan lainnya yang harus dijawab oleh adalah bagaimana cara menegakkan
kekuasaan Republik Indonesia tanpa senjata ditangan Jepang harus dipaksa untuk
segera menyerahkan kekuasaan para pemuda mulai mengorganisir rapat Rapat
raksasa membakar semangat rakyat dan melakukan tindakan-tindakan
demonstrative terhadap markas markas tentara Jepang
ternyata usaha pemuda itu membawa akibat positif Bala tentara Jepang
yang beranggapan bahwa suatu ketika kelak gerakan massa akan menghancurkan
markasnya Oleh karena itu secara resmi pada tanggal 8 Oktober pemerintah
militer Jepang di Bali menyerahkan kekuasaan kepada Gubernur Sunda Kecil Mr
Ketut Pudja perubahan BKR menjadi TKR baru dimulai di Bali pada bulan
November 1945 para pemuda bersepakat untuk membentuk tentara keputusan itu
diambil dalam suatu rapat yang dihadiri oleh Gubernur ketua KNIP dan raja-raja
dalam rapat ini muncullah tokoh pemuda I Gusti Ngurah Rai seorang bekas Letnan
kelas H Prayuda sekalipun Rapat ini belum berhasil membentuk pimpinan namun
telah disepakati akan diadakan pemilihan siapa yang akan menjadi pimpinan
PENDIDIKAN
HIS, Denpasar
MULO, Malang
Prayodha Bali, Gianyar, Bali
Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO), Magelang
Pendidikan Artileri, Malang
KARIR
PENGHARGAAN
Bintang Mahaputra
Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI no 63/TK/1975 tanggal 9
Agustus 1975
2. PERANAN
Pendirian candi margarana diawali dengan gagasan yang timbul pada pikiran
seorang bekas pimpinan pejuang Bali, yaitu Pak Cilik, yang juga menjabat sebagai
Ketua Yayasan Kebaktian Pejuang pada tahun 1953. Idea itu tidak lain dari bentuk
dari suatu Candi (bahasa Sanskerta) dengan pertimbangan bahwa Candi adalah
hasil budaya nenek moyang kita zaman dahulu yang menggambarkan kemegahan
dan kebesaran jiwa bangsa Indonesia.
Mereka segera menuju desa Pejeng di Kab. Gianyar dan sampai pada
kuburan rekan pejuanganya: Tjokorda Anom Sandat. Pak Cilik berdiri dekat
kuburan itu dan 1.B. Kalem berjongkok ± 8 meter dimuka kuburan.
Pada tiap sudut pilar dipahatkan lambang negara Pancasila. Ini berarti
lambang negara Proklamasi 17-8-1945 dengan dasar Pancasila, yang telah
dikorbani oleh para Pahlawan Puputan Margarana. Candi Pahlawan Margarana
yang disucikan dan dikeramatkan oleh masyarakat Bali khususnya (semua
pengunjung pada umumnya), adalah sebagai perwujudan rasa bakti dan hormat
kita kepada para Pahlawan Kusuma Bangsa, khususnya Pahlawan Puputan
Margarana itu sendiri.
Pada tanggal 14 Juli 1976 sekitar jam 14.10 dan 17.20 WIB terjadi gempa
bumi yang menyebabkan kerusakan cukup berat pada ba ngunan-bangunan
dalam komplek Candi Margarana, dengan kerugian ditaksir sebesar Rp. 3.500.000,
(tiga setengah juta rupiah). YKP Daerah Ball menunjuk seorang putera pahlawan
pejuang ke merdekaan, Ir. Cokorde Gede Dharma Yudha untuk melakukan
penelitian dalam rangka perbaikan kerusakan tersebut. Hasil penelitian
menyimpulkan untuk diadakan perbaikan secara menyeluruh dengan memakai
konstruksi beton, yang diperkirakan mampu bertahan terhadap gempa.
2. DESKRIPSI MONUMEN
Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana ini secara garis besarnya terdiri
dari 3 bagian utama, bagian-bagian itu antara lain adalah:
c. Taman Bahagia
Tempat ini berada di sebelah utara dan timur laut Monumen
Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana. Di taman ini terdapat 1372
nisan / tugu pahlawan yang menunjukan jumlah pahlawan yang gugur di
medan perang selama pertempuran fisik di Bali, sebagai pahlawan perang
dalam memperjuangkan kemerdekaan RI. Di taman bahagia Monumen
Taman Pujaan Bangsa Margarana ini juga terdapat nisan khusus untuk
pahlawan yang tidak dikenal. Namun, nisan yang terdapat di Monumen
Taman Pujaan Bangsa Margarana tersebut hanyalah nisannya saja tanpa
jenazah dari para pahlawan
d. Gedung Sejarah
Merupakan gedung yang mirip seperti museum yang ada di sebelah
timur Monumen Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana yang
dikelilingi oleh kolam ikan. Gedung ini memiliki fungsi sebagai tempat
penyimpanan benda bersejarah yang digunakan pada masa perang, mulai
dari senjata, alat medis, alat komunikasi, dan masih banyak lagi
e. Taman Suci
Taman ini terletak di sebelah selatan gedung sejarah. Taman ini
memiliki fungsi sebagai tempat untuk penyucian diri bagi pada pengunjung
yang ingin melakukan persembahyangan maupun perziarahan di Monumen
Taman Pujaan Bangsa Margarana. Banyak hal yang bisa kita lakukan di
seputaran kawasan Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana ini. Banyak
orang yang mengunjungi Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana
hanya sekedar untuk berkunjung, befoto, dan bersantai dengan teman-
teman atau kerabat. Tak jarang di hari-hari besar nasional, pengunjung
Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana melaksanakan kegiatan bhakti
lingkungan serta acara tabur bunga, untuk mengenang jasa para pahlawan
yang telah gugur di medan perang. Namun yang paling sering dilaksanakan
di Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana ini adalah perkemahan yang
umumnya diselenggarakan oleh anggota pramuka. Bumi perkemahan yang
ada di Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana ini dikelola langsung
oleh Kwartir Daerah Bali. Meskipun Monumen Taman Pujaan Bangsa
Margarana merupakan tempat wisata yang dirasa ketinggalan jaman,
namun tidak ada salahnya kita sesekali mengunjungi Monumen Taman
Pujaan Bangsa Margarana ini agar kita selalu ingat perjuangan rakyat
Indonesia khususnya di Bali