Anda di halaman 1dari 37

B.

ARTI DAN MAKNA PUPUTAN MARGARANA

Dengan kata puputan yang dimaksud adalah perang habis habisan,


dimana pemimpin beserta seluruh anak buah ikut tewas bersama sama karena
tidak sudi bertekuk lutut dihadapan musuh.
C. SEJARAH DESA DESA MARGA

Pada jaman dahulu sebelum ada Desa Marga masih merupakan hutan
belantara lalu sebagai Desa awal bernama (Uli ngawit) sebagai pendiri bernama I
Nyoman Singa dengan jumlah pengikut berjumlah Sanga (Sembilan) mendirikan
desa bernama Pawuman juga mendirikan kayangan bernama Dalem Sengawang.

Lalu dari Uli Ngawit lurus ke timur laut di temukan pijakan kaki kidang yang
hamper rusak (Rapuh bahasa Bali) kemudian wilayah ini dijadikan pemukiman dan
dinamai kidang rapuh, di sebuah hutan tinggal sebuah raja dengan pengikutnya
bernama Ratu Pering kemudian menetap dan menerabas hutan membuat wilayah
pemukiman bernama Gelagah, begitu juga mendirikan Pura Dalem bernama Pura
Dalem Gelagah

Para pengikut Raja Pering dibuatkan tempat pemukiman di wilayah timur


laut Gelagah di beri nama Umah Bali (sekarang Uma Bali). Lalu lama kemudian
Sang Ratu Pering membuat pasar, tidak jauh dari Puri (tempat tinggal) disebelah
timur diberi nama Kuwuman Lebah. Disebelah selatannya berbatasan dengan
Kidang Rapuh (pondok I Nyoman Singa). Dari Kuwoman Lebah setiap hari raja
sering bersama pengikut merabas hutan ke arah tenggara sampai akhirnya
mendirikan pemukiman bernama Ngebasa (sekarang Br.Dinas Basa di Desa
Marga).

Beliau juga mendirikan tempat Suci Dalem Ngabasa sekarang disebut Pura
Dalem Basa. Beliau juga mendirikan Taman diberi nama Taman Lebah (sekarang
Br.Lebah Desa Marga). Ditaman ini ada ditemukan ranting pohon diapit pohon
beringin kembar dan besar, ujung dari ranting itu ke utara sampai tidak
ditemukan. Kemudian ada lagi orang datang dari Sumatera anaragtag alas
(mengikuti hutan dari lebah, kemudian membangun pemukiman bernama Kebon
Tagtag.

Cerita kembali akar taru yang diapit pohon beringin besar setelah
diperhatikan secara seksama pangkalan lantas ditemukan diberi nama pusar
(Pusar Marga) lalu diikuti ke utara kemudian diketemukan cabangnya tiga (tetiga)
itu namanya pah tiga sekarang adalah desa petiga kemudian perjalanan diikuti
cabang yang ke utara cabang yang paling tua saat itu disebut Tua Sekarang (Desa
Tua).
Perjalanan tetap dilanjutkan ke utara dan kemudian cabangnya tidak
nampak jelas, (capuh) sekarang namanya Capuhan/Apuhan/Apuan terus ujungnya
ke poh tegal (sekarang Desa Tegal) Sang Raja beserta rombongan karena keburu
malamakhirnya bermalam di sini besoknya perjalanan diteruskan ke utara akhirnya
ditemukan ujungnya benyah (hancur) sekarang Desa Benyah. Desa ini sebagai
batasnya Desa (Kerajaan Marga) lalu Kelian beserta rombongan balik ke Marga.

Kembali tinggal di AlasPering (Hutan Pering) sekarang Br. Alas Pere Desa
Geluntung. Pemukiman Beliau diganggu oleh semut hingga akhirnya Beliau
kembali ngungsi ke Alas Marga.

Kemudian dilanjutkan perjalanan ke timur laut hingga akhirnya menetap di


wilayah Perean, beliau beristrikan 2 orang : prami bernama Siluh Pacekan,
Penawing bernama Siluh Jepun tidak lama kemudian hamil istri prami hingga
melahirkan Putra lanang bernama I Gusti Ngurah Batan Duren. Dipinggir kerajaan
ada sebuah pedukuhan yang dihuni oleh seorang dukuh bernama Dukuh Titi
Gantung, bersahabat dengan Ida Pedanda Watu Lumbang dan I Gusti Unggasan
saking Tambangan Badung.

Kemudian diceritakan menyusul istri penawing juga hamil muda tapi diusir
oleh prami. Alkisah, diceritakan I Dukuh Titi Gantung merencanakan Upacara
Agama Ngodalin ring Sanggah ipun (Bahasa Bali). Ki Dukuh juga mengundang
Baginda Raja mengharap bisa hadir pada saat upacara tetapi Raja lupa, tidak bisa
menghadiri.

Tapi kebetulan pada saat manis Pengrainan (sehari setelah upacara) Raja
punya keinginan berburu dengan 40 orang pengawal di wilayah hutan Padang
Ngoling. Dalam perburuan ketika beliau belum dapat satupun buruannya tiba-tiba
turun hujan angin amat deras, Baginda Raja aknirnya beserta pengiring berteduh
di rumah I Dukuh Titi Gantung, Ki Dukuh Titi Gantung sangat menyambut
kedatangan baginda Raja serta minta ijin untuk menghaturkan jamuan juga
kepada segenap pengiringnya. Baginda Raja berkenan, serta mengijinkan Ki
Dukuh menyiapkannya.

Ki Dukuh mengerjakan membuat serba baru (Sukla) babi, ayam semua


baru dipotongketika semua selesai lalu disuguhkan kehadapan Baginda Raja
beserta rombongan.Setelah semuanya selesai Baginda Raja beserta rombonoan
kembali ke Kerajaan ketika telah tiba istri prami telah menyiapkan hidangan
kepada Raja ketika dipersilahkan serta merta Raja mengatakan kenyang, baru
saja makan di rumah Dukuh Titi Gantung, rnendengar pernyataan Raja sepontan
Permaesuri marah, menyebutkan Raja nyurud kerumah dukuh karena baru
kemarinnya (Ngodalin).

Raja berhasil di panas-panasi hingga akhirnya raja mengutus Manggala


membunuh Dukuh Titi Gantung beserta turunannya. Setelah Dukuh Titi Gantung
terbunuh lalu Manggala kembali ke Kerajaan melaporkan kepada Raja. Cerita
selanjutnya pada besok harinya I Gusti Unggasan dan badung,mampir ke rumah
Ki Dukuh sambil berjualan tuak, betapa terkejutnya pedukuhan itu dijumpainya
rusak berantakan karena keburu malam akhirnya I Gusti Unggasan memutuskan
bermalam di rumah yang telah rusak itu, ketika tertidur I Gusti Unggasan
bermimpi bertemu Ki Dukuh dan diberikan sesuatu disuruh mengambil di Merajan,
I Gusti langsung terbangun dan langsung menuju Merajan dilihatnya sinar berupa
bantal didalamnya ada bergambar senjata, langsung dibawa dan disimpan pada
penyandang (Sanan) tuaknya. Pada esok harinya I Gusti Unggasan berjualan
kembali menuju wilayah Perean. Setelah itu I Gusti Unggasan diajak menetap di
Puri Perean.

Alkisah cerita Perbekel Kuwum Balangan bernama “I Papak” bersama


pasukannya disuruh merabas alas Marga tidak seberapa lama tibalah dialas Marga
lanjut merabasnya dari Utara ditemukan Lingga diberi nama “Sentaja”. Sante
artinya mulai Ja artinya Kaja (Utara) sekarang disebut Pura Sentaje. Akhirnya alas
Marga tersebut dijadikan pemukiman. Lantas Raja Perean mengutus “I Gusti
Unggasan” untuk tinggal di Marga dan diberikan mengiring istri Raja yang sudah
hamil bernama “Si Luh Jepun”diiringi pasukan 40 orang. Lantas menuju Marga
membangun tempat tinggal ditengah-tengah hutan Marga.

Cerita selanjutnya bahwa perjalanan I Gusti Unggasan bertemu dengan Ida


Pedanda Batu Lumbang dan perintah untuk mengajak Si Luh Jepun tangkil kesana
pada hari Purnama karena Beliau akan memberikan sesuatu, selanjutnya saat hari
Purnama tiba Ida Pedanda (Beliau ingin menitipkan pikiran serta mengatakan
bahwa Ni Luh Jepun adalah istri Raja Perean dan sekarang dalam keadaan hamil)
darl bayi di dalam perutnya adalah Putra Utama hingga akhirnya beliau berhasrat
memberikan kekuatan agar menjadi putra yang berguna setelah itu beliau berkata
kalau anak itu lahir agar– diberi nama “Ida Arya” Si Luh Jepun menyetujuinya dan
kemudian kembali ke Marga.
Pada suatu hari Ida Arya difitnah dikatakan telah memperkosa gadis sudra,
hingga akhirnya diburu oleh pasukan bersenjata juga I Gusti Ngurah Beten Duren
melaporkan kepada raja bahwa adiknya harus dihukum mati. Karena kedua adalah
putra mahkota lantas Raja mengijinkan mencoba berdua untuk berperang dengan
perjanjian siapa yang akan kalah kalau lari ketimur lewat dari Sungai Dangkang
tidak boleh dikejar.

lda Arya menunggu pasukannya yang datang dari Ngabasa Lebah Marga.
Setelah pasukan Ngebasa Lebah Marga datang, Raja mengomando peperangan
dengan memberikan senjata tetapi tidak boleh memilih. Akhirnya lda Arya
mendapatkan “I Baru Bantal”, I Gusti Ngurah Beten Duren mendapatkan “I Baru
Upas” miwah “Pustaka” setelah semua bersenjata lalu perang dimulai (perang
saudara kakak melawan adik) dan pasukan melawan pasukan I Gusti Ngurah
Beten Duren lari ketimur lewat Tukad Dangkang Ida Arya beserta pasukannya
kembali menghadap Raja, tapi tiba – tiba Raja Perean membunuh dirinya, Ida
Arya tidak mau karena itu adalah Ayahnya.

Tapi Ida Arya didesak karena Ida Arya adalah Putra Utama berhak
membinasakan segala keangkaramurkaan di bumi ini. Oleh karena itu lalu Ida
Arya memusatkan konsentrasinya serta rnengunuskan senjatanya kepada Raja
kemudian jenasah sang Raja dimakamkan di “Merajan Taman” pada malam hari
membubul keluarlah “Naga Kaang” dipuncak “Beringin Tuka” lalu Ida Arya
mendekat ke jenasah Raja serta mendapatkan sabda bahwa Ida Arya tidak
diberikan mengupacarai jenasahnya.

Setelah peperangan di Puri Perean, Ida Arya menetap menjadi Raja Muda
di Puri Agung Perean. Sewaktu – waktu pergi ke Marga yang diiringi oleh
pasukannya I Papak bersama Perbekel ngabasa bersama pasukan – pasukannya
merencanakan pembangunan “Pura Agung Marga” yang sebagai istana utama
Raja juga dilanjutkan pembangunan denganPura di empat penjuru dan rakyatnya
semua senang dan sangat bakti kepada raja.

Demikian sejarah Marga sebelumnya kemudian sesuai dengan keinginan


masyarakat dan Desa Marga yang didukung oleh 9 Banjar Dinas yaitu ; Dinas
Anyar, Bugbugan, Tengah, Beng, Tembau, Basa, Lebah, Kelaci, dan Ole
menginginkan untuk dimekarkan akhirnya pada tanggal 26 Mei 2003 dengan
turunnya Sk Bupati No. 238 Th. 2003. Dengan memekarkan Desa Dinas Marga
menjadi tiga : 1. Desa Induk, 2. Desa Marga Dinas persiapan yaitu Desa Marga
Dajan Puri dan Desa Marga Dauh Puri.

Desa Persiapan Marga Dauh Puri dikepalai oleh Pejabat sementara Kepala
Desa bernama lda Bagus Putu Wirawan, Desa Persiapan Marga Dajan Puri
dikepalai oleh Pejabat sementara Kepala Desa bernama Ida Bagus Ketut Wardana
akhirnya pada tanggal 27 Januari 2004 dengan SK Bupati No. 17 menetapkan
Desa Marga Dauh Puri dan Marga Dajan Puri menjadi Desa Definitif.

Pada tanggal 25 Januari 2005 dilantik Kepala DesaDefinitif oleh Bupati


Tabanan untuk Desa Marga Dauh Puri bernama I Nyoman Kertajaya, Desa Marga
Dajan Puri bernama Ida Bagus Ketut Wardana dengan Keputusan pengangkatan,
Keputusan Bupati No. 19 th. 2005. Kondisi Desa Margasatelah dimekarkan tiga
masing-masing membawahi :

Desa Marga terdiri dari 4 Banjar Dinas yaitu : Banjar Dinas Beng, Tembau,
Basa, dan Lebah

Desa Marga Dajan Puri terdiri dari 3 Banjar Dinas yaitu Banjar Dinas Anyar,
Bugbugan, dan Tengah

Desa Marga Dauh Puri terdiri dari 2 Banjar Dinas yaitu : Banjar Dinas Ole
dan Kelaci

Desa Marga dengan batas-batas wilayah :

1. Utara : Desa Marga Dajan Puri


2. Timur : Desa Selanbawak
3. Selatan : Desa Tegaljadi dan Desa Kuwum
4. Barat : Desa Marga Dauh Puri

Sehingga akhirnya kondisi geografis Banjar Dinas di Desa Marga saat ini
adalah 4 wilayah Banjar Dinas yaitu :

1. Banjar Dinas Lebah


2. Banjar Dinas Basa
3. Banjar Dinas Tembau
4. Banjar Dinas Beng
Maka Desa Marga oleh Perbekel dan segenap Perangkat Desa berupaya
bekerja keras,mencoba berbagai trobosan, dengan penuh sernangat mengajak
masyarakatnyamelakukan pembangunan diberbagai sektor, guna segera dapat
maju melangkah bersama seperti desa-desa lainnya. Perbekel Marga bersama
rakyat selalu berusahamendahulukan kepentingan masyarakat untuk mewujudkan
keberhasilan dalam pembangunan.
D. PUPUTAN MARGARANA

Pada tahun 1882 pemerintahan Hindia Belanda menggabungkan Bali dan


Lombok dalam satu karesidenan. Pegawai pegawai ditempatkan di Buleleng dan
Jembrana. Sejak pertama, raja raja Bali selalu berupya agar Belanda tidak campur
tangan dalam mengatur kerajaan. Di Tabanan pada tahun 1903 seorang janda
raja dibakar mengikuti suaminya yang meninggal, Belanda menegur peristiwa itu
meskipun belum berniat campur tangan.

Tetapi Belanda sudah tidak tahan lagi untuk turun tangan ketika hak karang
tidak juga dihapus dan masih dipegang teguh oleh raja raja di Bali. Ketika ada
kapal kandas pada suatu malam tanggal 27 Mei menjelang 28 Mei tahun 1904 di
Pantai Sanur, pertentangan antara Belanda dengan Raja Badung sudah tidak
dapat disembunykan lagi, akibatnya Btavia mengirim lagi ekspedisi berikutnnya.

Pada bulan September 1906 sebuah ekspedisi didaratkan di Panti Sanur,


sebelah timur Badung. Kali ini ekspedisi Belanda untuk yang ketujuh kalinya.
Alasan yang menjadi pembenar pengiriman ekspedisi adalah karena Raja Badung
tidak mau membayar ongkos pengganti kapal kandas yang mereka rompak
sebesar 3000 ringgit. Kapal itu adalah kapal Sri Kumala yang berbendera Belanda
dan dimiliki oleh seorang Cina Banjarmasin bernama Kwee Tek Tjiang.

Pada saat pendaratan orang orang Belanda belum mendapat perlawanan


berarti. Orang orang Bali baru memberikan perlawanan ketika Belanda sudah
bergerak ke Badung terutama lagi ketika mereka masuk ke Denpasar. Ketika
sudah tidak ada perlawnan lagi pada tanggal 20 September 1906 Belanda
menjumpai pemandangan mengesankan di depan puri di Denpasar. Dr. H.M. Van
Wede menuliskan dalam catatannya “ ternyata aksi pasukan Belanda dihadapi
dengan puputan oleh Raja Dewa Agung Putera, bersama dengan para pembesar
kerajaan, keluarga dan para pengikutnya”.

Catatan peristiwa itu jugadapat dilihat pada buku “ Dari Buku ke Buku “
karya P. Swantoro, KPG, Gramedia, Jakarta tahun 2002 sebagaimana berikut : “
Kelihatan orang orang terkemuka di Bali berkumpul untuk mengakhiri nyawa di
hadapan pasukan Belanda “.

Raja dengan para pangeran dan para pengikutnya mengenakan busana yang
serba indah, bersenjatakan keris yang hulunya terbuat dari emas bertakhtakan
permata yang berkilauan. Semua pakaian berwarna merah atau hitam. Rambut
diatur rapi berminyak wangi. Para perempuan mengenakan pakaian mereka yang
paling indah dan semua berselendang putih.

Raja memerintahkan agar puri dibakar, dan semua saja yang bisa dirusak
agar dihancurkan. Ketika pada pukul 09.00 diberitahukan kepada raja bahwa
pasukan Belanda sudah berhasil memasuki Denpasar dari utara, rombongan yang
terdiri dari 250 orang itu mulai bergerak. Setiap pria dan perempuan
bersenjatakan keris atau tombak panjang, demikian pula anak anak yang sudah
sanggup memanggul senjata, bayi bayi digendong. Raja berada dibarisan paling
depan dipanggul oleh salah seorang pengikutnya. Setelah mencapai persimpangan
jalan dekat Puri Berlalun mereka terus bergerak sampai pada tikungan dekat Jero
Tansiap.

Di situlah mereka mulai melihat bayangan hitam yang tidak lain adalah
pasukan infanteri dari Batalion ke – 11 yang bergerak maju perlahan dari utara.
Satu seksi yang dipimpin oleh Kapten Schutsal van Woudenberg bergerak maju
mellui jalan besar. Akhirnya, mereka saling melihat karena hanya dipisahkan oleh
tanah lapang.

Ketika Belanda memerintahkan kepada rombongan Bali agar tidak bergerak,


justru sebaliknya yang terjadi. Mereka bergerak cepat ke depan, dan akhirnya
malah berlari menuju kubu lawan. Pada saat pasukan Belanda melepaskan
tembakan pertama diantara yang gugur pertama adalah Raja Denpasar.

Selanjutnya, pemandangan mengerikan tergelar, sementara pasukan Bali


yang selamat meneruskan perjuangannya dan pasukan Belanda gencar terus
menembakinya, tampak pula prajurit Bali yang luka ringan menikam sampai mati
rekan rekan mereka yang luka berat, sedangkan kaum perempuan membuka dada
untuk diakhiri hidupnya.

Bunuh diri pun banyak terjadi, tampaknya semua memang harus mati.
Beberpa perempuan melemparkan uang emas kepada para serdadu Belanda
sebagai upah atas kematian yang mereka inginkan. Banyak pula diantara mereka
yang berdiri di depan serdadu Belanda dengan menunjuk jantung mereka sebagai
isyarat agar mereka ditembak mati. Apabila keinginan ini tidak dipenuhi
merekapun segera menikam diri sendiri. Orang orang tua bergerak diantara mayat
mayat sambil mengayunkan tikaman ke kanan dan ke kiri terhadap mereka yang
luka, sampai akhirnya mereka sendiri tertembak mati.
Rombongan kedua warga Bali yang dipimpin oleh seorang adik raja dari lain
ibu yang baru berusia 12 tahun kelihatan tampil pula. Ketika Kapten Schutsel van
Woudenberg memerintahkannya berhenti, mula mula ia tampak akan menuruti
perintah itu. Akan tetapi, pengikutnya mendesak agar ia meneruskan tugasnya.
Maka disapulah akhirnya ia oleh peluru Belanda.

Timbunan mayat menggunung di lapangan tempat terjadinya pertempuran.


Banyak diantara yang luka luka menyeret diri mendekati jenazah raja, dengan
maksud menutupi dengan tubuh mereka.

Sungguh mengerikan pemandangan yang tergelar. Akan sulit kita


melupakannya. Bukan saja prajurit yang tewas, tetapi juga para perempuan dan
anak anak.

Ternyata kemudian tuduhan Belanda bahwa orang Bali menjarah Sri Kumala
ternyata tidak benar. Raja Badung menolak membayar, Belanda membalasnya
dengan aksi militer. Demikianlah sebuah kerajaan berakhir tragis.

Kemudia Tabanan, Bangli, dan Klungkung mematuhi persyaratan yang


diajukan Belanda untuk mematuhi peraturan yang dibuat Belanda.

Tetapi perlwanan Bali terhadap Belanda tidak benarbenar hilang. Hal itu
masih muncul di kemudian hari, terutama setelah Belanda mengenakan pajak
candu. Misalnya, pemberontakn di Klungkung dan Gelgel tahun 1908.
Pemberontakan baru berhenti setelah belanda menghujani mereka dengan peluru
meriam. Para raja dan keluarga serta para pengikutnya kemudian juga melakukan
puputan.

Pada tengah malam tanggal 18 November 1946 aksi menyerobot senjata


polisi NICA berhasil tanpa menyebabkan adanya darah tertumpah. Keesokan
harinya pada tanggal 19 November 1946 pada waktu masih pagi benar rakyat
telah mendengar kejadian semalam. Berita kejadian semalam tersebar dengan
pesat meluas di kalngan rakyat. Rakyat memuja muji keberanian pemuda pemuda
gerilya. Tetapi, tentu lakon yang dimainkan wanita pejuang dan komandan
wagimin tidak begitu jelas tersebar di kalangan rakyat. Ini adalah kerja rahasia
diatur oleh pimpinan.

Induk pasukan dibawah pimpinan Letkol Rai waktu itu tidak berjumlah
banyak. Sebagian besar terdiri dari pimpinan pimpinan yang unggul. Hanya
beberapa hari sebelum mengadakan aksi penyerbuan tangsi plisi NICA ini,
pasukan kecil yang tadinya dikirim ke selatan kota Tabanan Denpasar untuk
melakukan perng gerilya dan pengacauan terhadap pos pos serdadu musuh
berhasil melintasi jalan raya yang menghubungkan kota Denpasar dan kota
Tabanan, terus menuju ke arah utara kemudian bertemu dengan induk pasukan
Letkol Rai di sebelah utara kot Tabanan.

Segera setelah melakukan penyerobotn senjata tangsi polisi NICA di


Tabanan, Induk Pasukan bersama Pasukan penyergap ini meninggalkan kota
Tabanan di waktu tengah malam sampai menjelang pagi tiba di desa Banjar Ole
dekat Marga sekitar subuh. Di Banjar Ole Induk Pasukan berkumpul dan
beristirahat, karena semalaman telah bekerja keras, berhasil dengan memuaskan,
dan tidak ada korban yang jatuh.

Di kala anak buah beristirahat, Letkol Rai menyusun kembali Induk Pasukan
Resimen Sundakecil. Ternyata ada tenaga dengan kekuatan 70 orang dan kini
dengan senjata api melimpah. Sampai sampai ada membawa dua – tiga pistol
dipinggang, ada membawa bedil disamping stengun dan sebagainya. Dalam
rencanannya Letkol Rai hendak membagi Induk Pasukan ini menjadi dua. Terdiri
dari masing masing 30 orang, dengan beberapa orang perwira dan perwira
menengah. Sebagai kesatuan resmi dari angkatan bersenjata mempretahankan
wilayah Republik Indonesia di Sundakecil, anggota anggota pasukan dilengkapi
dengan tanda tanda kemilitern lengkap.

Dalam pakaian seragam, sebagian hitam hitam dan sebagian lagi khaki
khaki, dilengkapi tanda tanda kemiliteran dan lambang resimen TRI Sundakecil,
sungguh tampan anggota anggota Induk Pasukan pejuang rakyat Sundakecil
dengan wajah berseri seri lambang kebesaran dan kebanggaan bangsa Indonesia.

Adanya Induk Pasukan beristirahat di desa Banjar Ole ini menyebabkan


rakyat merasa gembira gireng melimpah limpah. Rakyat Marga merasa bersyukur
menerima tamu anggota anggota pasukan tentara kesayangan mereka yang
melindungi mereka. Pemuda pemuda desa yang pernah menerima latihan
ketentaraan sebelumnya, serentak serta merta menyatakan kesediaan mereka
bertugas mengadakan pengawalan guna melindungi anggota anggota Induk
Pasukan selagi beristirahat.

Sekalipun sedang beristirahat, Letkol Rai tidak henti hentinya berpikir, ia


terus berpikir. Dipanggilnya Mayor Debes, Mayor Wisnu, Mayor Sugianyar dan
bekas Komandan Wagimin membicarakan dan merencanakan siasat perlawanan
selanjutnya. Untuk anak anak, pihak pimpinan memperkenankan mereka
bersenang senang memperoleh hiburan.

Sore harinya diadakan pertunjukan tari Janger, didatangkan dari Banjar


Tunjuk. Pukul 16.00 sore sebelum pertunjukan tari Janger dimulai didahului oleh
demonstrasi permainan pencak silat. Dalam demonstrasi pencak silat ini banyak
anak buah berkesempatan memperlihatkan kebolehan mereka dalam keadaan
sangat meriah. Puncak kemeriahan ini diberi klimaks oleh Letkol Rai sendiri yang
memang mahir dalam seni bela diri pencak silat ini. Rakyat yang menyaksikan
pertunjukan ini merasa kagum akan pahlawannya yang memang pandai bergaul
dan bijaksana mengikat hati anak buahnya serta sederhana dalam tingkah
lakunya. Hal ini cukup memberi inspirasi dan kesegaran jiwa bagi anak buahnya
yang memang memberi curahan rasa puas.

Sekitar pukul 18.00 senja, Letkol Rai memerintahkan semua anggota


pasukan berkumpul dan para perwira dipanggil ketempatnya. Setelah bercakap
cakap sebentar dengan perwira perwira lainnya, Letkol Rai memberi perintah
harian kepada anak buahnya. Dalam uraiannya ia mengharapkan agar mereka
tetap tenang, patuh, dan waspada terhadap segala kemungkinan mendatang.
Ditegaskannya bahwa hal terpenting bagi seorang prajurit adalah menginsyafi
disiplin ketentaraan agar segala sesuatunya dapat berjalan lancar dan tugas
berhasil baik.

Setelah menyampaikan perintah harinnya, anggota pasukan diajak menuju


Pura Dalem Basa mengadakan persembahyangan ditujukan kepada Hyang
Tunggal, Hyang Widhi Wasa ( Tuhan yang Maha Esa ) memohonkan perlindunan
di dalam mengabdikan diri bagi perjuangan Bangsa dan Tanah Air. Berdoa
semoga rakyat Indonesia dalam pejuangannya mencapai cita citanya sebagai
bangsa yang merdeka. Selesai upacara pemujaan ini sebelum kembali ke tempat
masing masing pekik “Merdeka! Merdeka! Merdeka!” berkumandang di dalam Pura
Dalem Basa, bergema ke angkasa. Kemudian mereka berseru “Sekali Merdeka,
Tetap Merdeka, dan Pasti Merdeka”.

Setelah upacara sembahyang selesai beberapa orang PMC (Penyelidik Militer


Chusus) diperintahkan melakukan penyelidikan sampai ke desa Kelaci lewat jalan
raya. Dua orang anggota PMC yang ditugaskan dalam waktu singkat telah kembali
membawa laporan bahwa keadaan aman dan tentram. Malah di desa Kelaci
pemuda pemuda desa sudah berjaga jaga menyambut kedatangan Induk Pasukan
dibawah pimpinan Letkol Rai.

Induk pasukan lalu meninggalkan Banjar Ole menuju Kelaci. Setibanya di


Kelaci pasukan berhenti diseberang jalan raya di sebelah selatan. Rakyat desa
Kelaci sangat gembira dan merasa bersyukur atas kedatangan pahlawn
pahlawannya yang telah lama dinanti nanti. Mereka rakyat sederhana ini ingin
sekali menyatakan kegembiraan mereka. Keinginan ini tumbuh menjadi kerinduan
akan bersua dengan para pahlawan mereka. Segera pula mereka menyiapkan
tikarserta tempat tidur bagi para pahlawan ini.

Karena merasa agak lelah, segera pula anak buah diperintahkan beristirahat
malam itu. Malam bertambah larut para pahlawan kini sudah mulai mendengkur.
Mereka yang bertugas mengawal dengan dibantu pemuda pemuda desa Kelaci
berjaga jaga semalam utuh, penuh waspada. Malam ini kebetulan pula malam
bulan mati hanya bintang bintang berkelap kelip di angkasa luas, suasana sekitar
sepi.

Keesokan pagi hari penduduk Kelaci sudah terbangun dari tidurnya, anggota
anggota Induk Pasukan sudah bersiap ditempat menerima perintah selanjutnya.
Anggota pasukan yang telah bertugas mengawal di pagi itu menerima laporan dari
penghubung laskar rakyat Marga yang membawa berita, di sebelah selatan desa
Marga telah ada sepasukan serdadu NICA terdiri dari kurang lebih 60 orang
bersenjata lengkap. Dan juga dari sebelah utara diterima laporan menyatakan
telah ada terlihat gerombolan gerombolan serdadu NICA di sekitar desa Marga.
Laporan ini segera pula disampaikan kepada Letkol Rai. Ia memerintahkan agar
steling segera dipersiapkan. Anggota PMC ditugaskan melakukan penyelidikan.

Jalan raya yang terentang dari desa Marga menuju desa Tunjuk memang
lewat desa Kelaci dimana Induk Pasukan sedang berada. Kira kira pukul 06.00
pagi jalan raya tersebut mulai dilalui iring iringan truk mengangkut serdadu
serdadu NICA dari desa Marga ke jurusan desa Tunjuk. Anggota anggota Induk
Pasukan sudah siap di masing masing stelingnya, tinggal menunggu komando dari
pihak atasan.

Deru truk truk NICA terdengar semakin bertambah ramai. Di desa Marga
NICA sudah mulai dengan terornya. Desa dikepung seluruh penduduk desa Marga
dipaksa keluar rumah dan supaya berkumpul di pasar desa Marga. Tua - muda,
laki - permpuan, bocah - bayi semua digiring ke pasar ini. Mereka dipaksa
berkumpul dengan segala ancamanditodong, ditendang, disepak, digebuk, dan
entah diapakan lagi. Untuk bisa menerangkan dimana pemuda pemuda gerily
berada. Satu mulutpun tidak rela membukakan beritanya, menyebabkan Belanda
beringas. Belanda NICA menyiksa penduduk desa di luar perasaan manusia biasa,
menembak orang orang tidak bersalah mati menggelepar.

Sekitar pukul 08.30 pagi Letkol Rai memerintahkan agar semua anggota
pasukan mengalih tempat ke arah utara, didahului rombongan PMC melintas jalan
raya terus mempersiapkan steling di sana, di tengah tengah swah. Petak petak
sawah ini sedang ditumbuhi jagung dan ketela rambat kurang lebih berumur dua
bulan. Satu pasukan terdiri dari 24 orang tiba dari arah timur dengan menyuruk
nyuruk di sela sela pohon jagung muda.mereka ini adalah pasukan yang sudah
lama ditugaskan memperbaiki keadaan diberbagai desa agar rakyat tetap setia
pada Proklamasi 17 Agustus 1945.

Setelah selesai bertugas mereka bergerak ke arah barat dan kemudian


sampai disekitar desa Marga, kini dalam keadaan terkepung musuh. Begitu
mereka tiba di tempat ini segera pula mereka menggabungkan diri dengan Induk
Pasukan di bawah pimpinan Letkol RAI. Kini Induk Pasukan beranggotakan 94
orang. Berpuluh puluh pemuda laskar rakyat juga ikut bertahan di sekitar tempat
ini. Tibanya pasukan dari arah timur ini menambah kekuatan dan memperbesar
tekad mereka untuk bertempur di persawahan Uma Kaang ini.

Steling sudah disiapkan, karena persawahan di Uma Kaang ini gak berbukit
sedikit maka steling diatur secara bertingkat. Steling dibawah memang sudah
agak kuat, tetapi steling di atas agak sederhana sekali. Belanda NICA masih sibuk
“ mengurusi “ rakyat penduduk desa di pasar Marga. Banyak kaki – tangan NICA
yang ikut mengadakan pemeriksaan terhadap penduduk di kala itu, tak ubahnya
sebagai anjing, lebih galak dan lebih mata gelap.

Kira kira sejak pukul 08.30 lebih serdadu serdadu Belanda mulai banyak
sekali jumlahnya menyebar ke tengah tengah sawah dan berbondong bondong
melewati persawahan Uma Kaang. Letkol Rai masih tetap tenang, memerintahkan
anak buahnya jangan menembak dahulu sebelum ada tanda tembakan dari
pimpinan. Truk truk NICA masih terdengar menderu – deru, dari yang awalnya
jauh semakin mendekat.

serdadu serdadu NICA terus semakin bertambah banyak jumlahnya. Mereka


sudah semakin mendekat, pasukan ciungwanara telah siap menantikan
kedatangan mereka mendekat. Semua senjata, senapan, dan bren atau stengun
sudah siap di bidikan. Belanda rupanya tidak mengetahui pemuda – pemuda
gerilya di balik pohon – pohon jagung muda. Seluruh pemusatan pemikiran
tertumpah pada letupan senapan pertama dari pimpinan.

Kira kira pukul 09.00 pagi melengkinglah bunyi tembakan pistol pertama
dari Letkol Rai, berarti tembakan untuk musuh sudah harus dimulai. Tanda aba –
aba ini disambut oleh anak buah dengan bunyi letupan letupan karaben dan
diselang – seling tembakan sten serta berondongan tembakan bren. Barisan
terdepan serdadu serdadu Belanda bergeleparan di tembus peluru peluru yang
dibidikkan oleh pemuda pemuda gerilya dari jarak dekat. Hampir semua barisan
terdepan serdadu NICA tewas, karena mereka tidak tahu antara tempat mereka
dan pemuda pemuda gerilya tidak begitu jauh, terlalu dekat untuk saling tembk.
Serdadu serdadu Belanda di barisan belakang sangat kaget akan serangan tiba
tiba dari jarek dekat ini. Sebeleum sempat membalas mereka sudah mundur
sampai ke jalan besar.

Setelah mereka ada dipinggir jalan besar baru mereka membalas tembakan
anak anak Induk Pasukan pemuda pemuda gerilya. Peluru peluru berhamburan di
atas kepala steling pemuda pemuda gerilya. Mortir dan bren ditembakkn bertubi –
tubi. Dibarengi tembakan tembakan penghambur ini, serdaduserdadu Belanda
maju lagi. Pemuda gerilya menunggu sampai mereka berada pada jarak dekat.

Letkol Rai telah berpesn menembak serdadu serdadu Belanda apabila


mereka telah berada dekat benar, hal ini dipatuhi oleh seluruh anak buahnya.
Kedudukan steling Induk Pasukan berada dalam kedudukan lebih baik. Karena itu
tiap serdadu NIC berani mendekat pasti habis ditembus peluru pemuda gerilya.

Dalam waktu satu setengah jam Belanda NICA tidak dapat maju. Malah
banyak korban telah jatuh ddi pihak mereka. Tatkala Belanda mundur bukan main
gembira hati anak buah Induk Pasukan. Mereka besorak sorak memekikkan “
Merdeka! Merdeka! Merdeka! “ mengejar ngejar serdadu serdadu NICA. Belnda
terus mundur sampai ke desa Tunjuk di sebelah barat, dan terus ke selatan desa
Marga di bagian selatan. Belanda yang berada di bagian timur sampai di sungai
sungai. Untuk membuat Medan agak lebih luas lagi, pasukan Ciungwanara dibagi
jadi tiga barisan. Barisan depan, sayap kanan dan sayap kiri sedangkan pimpinan
berada di tengah tengah.
Kira kira jam setengah dua belas siang bantuan pesawat pesawat udara
Belanda tiba menderu deru di udara. Mula mula pesawat inti kecil ( jenis
pipercub ) bolak balik berputar putar kemudian disusul pesawat pembom dan
pesawat tempur. Pasukan serdadu NICA di darat kemudian maju lagi dengan
dilindungi pesawat pesawat udara dari atas.

Sewaktu pesawat intai kecil ( dijuluki kapal – capung ) terbang rendah,


beberapa senapan dan bren dibidikan kepadanya secara serentak oleh pasukan
Ciungwanara. Tidak diketahui dengan pasti apakah kapal – capung itu kena
tembak atau tidak. Yang pasti ia tidak kembali lagi. Belakangan ini dikabarkan
( juga pemuda pemuda yang sedang ditawan di kampemen tentara NICA
mendengarnya ) bahwa penerbangnya seorang dari suku Ambon yang ikut di
pihak Gajah Merah tewas tertembak pemuda pemuda gerilya tatkala terjadinya
pertempuran ini. Tidak munculnya pesawat inti ini, di udara berputar putar
pesawat pembom dan pesawat tempur Belanda tidak jauh dari steling pasukan
Ciungwanara. Anak buah pasuka Ciungwanara yang panas hati tidak sabar lagi,
melepaskan tembakan tembakan ke arah pesawat pesawat pembom dan tempur
ini dengan bren dan stengun. Pesawat tempur ini membalas dengan menyeruduk
nyeruduk menyemburkan peluru mitraliurnya.

Dari pihak musuh di darat tembakan tembakan tidak kurang bertubi tubinya.
Pasukan Ciungwanara membalas dengan setimpal. Sampai kira kira jam setengah
siang pertempuran masih berlangsung dengan sengit. Serdadu serdadu NICA di
darat semakin banyak jumlahnya. Bantuan mereka didatangkan dari mana mana,
dari seluruh Bali. Dari pos pos yang ada di daerah Buleleng, Jembrana, Gianyar,
Bangli, dan lain lain. Bantuan didatangkan Belanda untuk mengepung pasukan
Ciungwanara yang gagah berani. Kini Belanda telah mengetahui persis letak
steling Letkol Rai dari pesawat udaranya. Semua pasukan Belanda dikerahkan kini
mengepung steling ini dari semua jurusan.

Pertempuran masih berlangsung terus. Makin bertambah sengit. Di udara


tidak henti hentinya ditembakkan mitraliur, dan bom bom serta granat tangan
dijatuhkan menghujan. Diantara bom bom yang dijatuhkan terdapat banyak bom
asap dan gas air mata. Ledakan ledakan bom asap ini menyebabkan medan
pertempuran jadi gelap. Kepul asap tebal melumuri cerah udara sore hari itu. Bau
mesiu memenuhi seluruh medan. Di pihak musuh banyak yang terkena peluru
pemuda pemuda gerilya. Setiap serdadu NICA yang berani mendekat pasti kena
tembak.

Tetapi pihak NICA mempergunakan segala macam alat perang, dari darat
dan udara. Bom mitraliur, mortir, senpan mesin serba otomatis. Di pihak pasukan
Ciungwanara sudah mulai ada yang jatuh terkena peluru musuh. Suasana medan
pertempuran bertambah gelap oleh asap dan bau mesi, ditambah tembakan pihak
NICA makin gencar. Kini dari semua penjuru peluru dan bom datang menghujani
pasukan Ciungwanara. Karena semangat berkobar kobar, benci dan dendam
mendarah daging, dengan tiada sabar lagi, pasukan Ciungwanara bangkit maju,
meninggalkan steling menyerbu setiap serdadu NICA yang berani mendekat di
situ.

Pada saat inilah sebuah peluru telah menembusi benk mayor Sugianyar
menyebabkan ia tewas seketika. Melihat ini Letkol Rai menjadi sangat berang, dan
dengan perintahnya terakhir yang disampaikan kepada anak buahnya meminta
mereka supaya menuntut balas sampai titik darah paling akhir. Mendengar
perintah terakhir dari pemimpin mereka yang mereka cintai, seluruh anak buah
Induk Pasukan Ciungwanara berlari maju ke depan sambil berteriak teriak “
Puputan! Puputan! Puputan!”....

Dari pihak serdadu Belanda NICA tidak seorangpun berani maju. Dengan
diliputi rasa amarah dan dendam benci penjajah yang merajalela, anak anak
pasukan Ciungwanara mengamuk dengan garangnya. Belanda NICA tidak berani
menghadapi mereka satu demi satu, kecuali menyemburkan peluru dari semua
juran di tanah dan juga dari udara. Akibat semburan peluru bak banjir ini, satu
persatu pemuda gerilya dalam pasukan Ciungwanara rebah ke tanah, tewas
dengan gagah berani dalam medan pertempuran.

Tatkala tembakan tembakan dari pihak pemuda pemuda gerilya tidak


terdengar lagi, hari sudah berjalan larut sore. Belum seorang serdadu Belanda pun
berani mendekati tempat anak anak Induk Pasukan Ciungwanara bertahan. Hanya
bom bom dan mitraliur dari udara terus menghujan. Baru belakangan, setelah
mereka menerima isyarat dari pesawat udara, tentara NICA di darat berani
bergerak, tetapi menuju desa Marga. Dengan tidak malu malu Belanda menyuruh
penduduk desa Marga mendekati tempat medan di mana pasukan Ciungwanara
bertahan. Seluruh rakyat digiring berjalan di depan mendekati tempat steling
pemuda pemuda gerilya. Rakyat dipakai tameng, kalau kalau ternyata pemuda
pemuda masih hidup melawan, supaya rakyat jadi korban pertama kena tembak
peluru pasukan Ciungwanara. Pengecut, licik, dan biadab Belanda ini!

Tetapi ternyata, semua anak buah Induk Pasukan Ciungwanara betul betul
telah gugur di saat itu juga, gugur sebagai ratna dalam pertempuran Margarana.
Hanya beberapa orang masih hidup, antara lain Gusti Konolan dan kemudian
diselamatkan rakyat, tidak setahu pihak Belanda NICA. Komandan Wagimin yang
dalam keadaan luka parah tidak dapat disingkirkan oleh rakyat, jatuh ke tangan
NICA. Secara kejam ia dihabisi jiwanya oleh Belanda karena tidak mau membuka
mulut sedikitpun di mana pemuda pemuda gerilya lainnya berada.

E. AKHIR PERTEMPURAN
Pertempuran terakhir terjadi di desa Marga. Kira-kira pada pukul 05.30 pagi
tanggal 20 November 1946, pasukan belanda mulai melepaskan tembakan-
tembakan. Tetapi tampaknya mereka belum mengetahui dengan pasti kedudukan
pasukan I Gusti Ngurah Rai yang dikenal sebagai Padukan Ciung Wanara.
Mengingat jumlah persenjataan yang minim, I Gusti Ngurah Rai memerintahkan
anak buahnya agar menghemat peluru. Semboyan yang dipakai ialah satupeluru
yang ditembakkan berarti seorang musuh harus mati. Pukul 09.00 musuh
mendekat dari jurusan barat laut, tetapi mereka masih belum melihat sasarannya.
Setelah berjarak kira kira 100 meter, tiba tiba terdengar tembakan balasan dari
pasukan Ciung Wanara. Beberapa orang tentara belanda tewas.
Dengan demikian I Gusti Ngurah Rai memikul resiko besar. Musuh sudah
dapat memastikan posisi pasukannya. Secara tiba-tba mereka menyerang dari
jurusan timur. Pasukan Ciung Wanara pun membalas dengan menembakkan
senapan mesinnya secara bertubi-tubi kearah musuh. Beberapa orang tantara
belanda tergeletak mati. Seperti terpesona, selama hingga satu jam pasukan
belanda menghentikan tembakan-tembakannya.
Kemudian mereka Kembali menembakkan peluru. Sekali ini dari arah selatan
dan barat. Serangan-serangan yang hebat itu disusul pula oleh datangnya
pesawat terbang pengintai kira-kira pukul 11.30. perlawanan sengit terjadi yang
akhirnya membungkam pihak musush selama hamper satu jam. Ternyata musuh
telah mundur 500meter ke belakang. Kesempatan ini digunakan oleh pasukan
Ciung Wanara untuk meloloskan diri dari kepungan musuh. Sepanjang jalan
menyusur lembah menuju ke arah utara pasukan yang tinggal satu kompi itu
tetap mendengungkan pernyataan kemenangan: merdeka, merdeka sampai mati.
Tiba-tiba pesawat terbang musuh dating. Pasukan bermaksud menyebar, tetapi
tidak dapat bergerak dengan cepat. Jalanan sukar ditempuh karena adanya jurang
yang dalam. Di sisnilah pemuda-pemuda bali itu mempertaruhkan segenap
keberaniannya untuk berperang. Suasana sudah demikian kritis. Untuk kali
terakhir I Gusti Ngurah Rai berseru “puputan” (habis-habisan).

Sementara itu roket-roket dari pesawat terbang pun telah berjatuhan.


Gugurlah segenap isi medan margarana itu. Hari bertambah larut senja dan gelap.
Setelah pemuda pemuda dengan tenang menghembuskan nafas mereka terakhir,
dengan tidak ada rasa malu serdadu serdadu NICA melucuti mayat mayat
musuhnya. Ada yang mengambil arloji tangannya, ada memotong jari bercincin
dan entah apa lagi dari mayat mayat musuhnya, jenazah jenazah pahlawan
anggota pasukan Ciungwanara.

Hari kini sudah malam, jenazah jenazah pemuda masih bergelimpangan.


Rakyat desa Marga menghitung hitung. Sebanyak 96 orang pemuda gagah
perkasa telah meyelesaikan tugas mulia sebagai pahlawan Bangsa. Gagah perkasa
membela nusa titik darah penghabisan!

Selesai sudah tugas mereka. Selesai pula peristiwa perang Margrana. Kini di
pulau Bali pertahanan menjadi lumpuh, kekuatan senjata tidak berarti lagi di pihak
pemuda pemuda gerily. Dan ini menentukan jalannya sejarah perjuangan di
kemudian hari. Sungguh satu kedukaan yang tidak ada taranya bagi rakyat yang
menyintai para pahlawannya. Dan alangkah megahnya perjuangan di Bali,
seandainya perang puputan ini tidak terjadi, seandainya perang Margarana tidak
berlangsung, seandainya Induk Pasukan Ciungwanara dipimpin Letkol Rai masih
ada dan tetap jaya...... pastilah konperensi yang hendak dibikin H.J van Mook di
Denpasar tidak akan bisa membuat “ Negara Indonesia Timur”. Dan pastilah Bali
tidak akan menjadi “bagian” dari negara ciptaan van Mook.

api perlawanannya dibawa oleh angin ke seganap penjuru, menjiwai


perjuangan seluruh rakyat. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, pemerintah
menaikkan pangkat I Gusti Ngurah Rai menjadi Kolonel Anumerta. Namanya
diabadikan dalam nama lapangan terbang di Denpasar. Sebuah kapal Angkatan
laut dinamakan KRI I Gusti Ngurah Rai. Penghargaan tertinggi diberikan
pemerintah berupa gelar Pahlawan Nasional.
Tetapi ternyata, semua anak buah Induk Pasukan Ciungwanara betul betul
telah gugur di saat itu juga, gugur sebagai ratna dalam pertempuran Margarana.
Hanya beberapa orang masih hidup, antara lain Gusti Konolan dan kemudian
diselamatkan rakyat, tidak setahu pihak Belanda NICA. Komandan Wagimin yang
dalam keadaan luka parah tidak dapat disingkirkan oleh rakyat, jatuh ke tangan
NICA. Secara kejam ia dihabisi jiwanya oleh Belanda karena tidak mau membuka
mulut sedikitpun di mana pemuda pemuda gerilya lainnya berada.

Hari bertambah larut senja dan gelap. Sungguh satu perebutan menjijikan!
Setelah pemuda pemuda dengan tenang menghembuskan nafas mereka terakhir,
dengan tidak ada rasa malu serdadu serdadu NICA melucuti mayat mayat
musuhnya. Ada yang mengambil arloji tangannya, ada memotong jari bercincin
dan entah apa lagi dari mayat mayat musuhnya, jenazah jenazah pahlawan
anggota pasukan Ciungwanara.

Hari kini sudah malam, jenazah jenazah pemuda masih bergelimpangan.


Rakyat desa Marga menghitung hitung. Sebanyak 96 orang pemuda gagah
perkasa telah meyelesaikan tugas mulia sebagai pahlawan Bangsa. Gagah perkasa
membela nusa titik darah penghabisan!

Selesai sudah tugas mereka. Selesai pula peristiwa perang Margrana. Kini di
pulau Bali pertahanan menjadi lumpuh, kekuatan senjata tidak berarti lagi di pihak
pemuda pemuda gerily. Dan ini menentukan jalannya sejarah perjuangan di
kemudian hari. Sungguh satu kedukaan yang tidak ada taranya bagi rakyat yang
menyintai para pahlawannya. Dan alangkah megahnya perjuangan di Bali,
seandainya perang puputan ini tidak terjadi, seandainya perang Margarana tidak
berlangsung, seandainya Induk Pasukan Ciungwanara dipimpin Letkol Rai masih
ada dan tetap jaya...... pastilah konperensi yang hendak dibikin H.J van Mook di
Denpasar tidak akan bisa membuat “ Negara Indonesia Timur”. Dan pastilah Bali
tidak akan menjadi “bagian” dari negara ciptaan van Mook ini. Dan Bali pasti
mengalami perkembangan yang tidak sebagai terjadi di kemudian harinya.
F. TOKOH PUPUTAN MARGARANA
I GUSTI NGURAH RAI
1. RIWAYAT HIDUP SINGKAT

I gusti ngurah rai lahir di desa carangsari, kabupaten badung, 30 januari


1917 bertepatan dengan terjadinya gempa bumi yang hebat di bali. Gempa istilah
balinya adalah gejor atau gejer sehingga I gusti ngurah rai sebelumnya Bernama
I gusti ngurah gujor terlahir dari pasangan I gusti ngurah patjang dengan I
gustiayu kompyang dan gugur sebagai pejuang kemerdekaan di desa marga,
Tabanan 20 november 1946

I gusti ngurah rai merupakan anak dari seorang camat petjang , I gusti
ngurah tertarik dengan dunia militer sejak kecil, proternya karena ketidak adilan
membuatnya melanjutkanpendidikan ke sekolah kadet kemudian I gusti ngurah
rai bergabunhg dengan his di Denpasar setelah lulus dari his di Denpasar beliau
melanjutkan pendididkan ke sekolah MULO di malang,

namun tidak sampai tamat karena pada tahun 1935 ayahnya meninggal,
igusti ngurah rai Kembali ke bali untuk mengajar pencak silat, selain itu beliau
juga menyukai tarian baris dan jengger pada tahun 1938, sampai mengikuti
Pendidikan officer corp prajoda di gianyar yang diselenggarakan tentara
belanda`dan beliau melanjutkan corp opleiding voor reverse officieren (Pendidikan
perwira cadangan ) di magelang, setelah menamatkan pendidikannya, beliau di
angkat menjadi perwira di corps prayudha bali dengan pangkat letnan bali

I gusti ngurah rai di kenal sebagai siswa yang sangat cerdas hal ini
menyebabkan teman teman sekelasnya banyak yang menyukainya, termasuk
pada gurunya,kecuali sersan mayor de vost pada masa pendudukan jepang,
ngurah rai bekerja sebagai intel sekutu di daerah bali dan Lombok

Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama pasukan "Ciung Wanara" yang
melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana.
(Puputan, dalam bahasa bali, berarti "habis-habisan", sedangkan Margarana
berarti "Pertempuran di Marga"; Marga adalah sebuah desa ibu kota kecamatan di
pelosok Kabupaten Tabanan, Bali) Di tempat puputan tersebut lalu
didirikan Taman Pujaan Bangsa Margarana.
Bersama 1.372 anggotanya pejuang MBO (Markas Besar Oemoem) Dewan
Perjoeangan Republik Indonesia Sunda Kecil (DPRI SK) dibuatkan nisan
di Kompleks Monumen de Kleine Sunda Eilanden, Candi Marga, Tabanan. Detail
perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan resimen CW dapat disimak dari beberapa
buku, seperti "Bergerilya Bersama Ngurah Rai" (Denpasar: BP, 1994) kesaksian
salah seorang staf MBO DPRI SK, I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa peraih " Anugrah
Jurnalistik Harkitnas 1993", buku "Orang-orang di Sekitar Pak Rai: Cerita Para
Sahabat Pahlawan Nasional Brigjen TNI (anumerta) I Gusti Ngurah Rai"
(Denpasar: Upada Sastra, 1995), atau buku "Puputan Margarana Tanggal 20
November 1946" yang disusun oleh Wayan Djegug A Giri

Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan


pangkat menjadi Brigjen TNI (anumerta). Namanya kemudian diabadikan dalam
nama bandar udara di Bali, Bandar Udara Internasional Ngurah Rai dan nama
kapal perang KRI I Gusti Ngurah Rai. Sebagai bentuk penghargaan lain atas
jasanya, profil wajahnya pernah dicantumkan pada cetakan mata uang Rupiah
pecahan Rp. 50.000 tahun emisi 2005.[4]

Pada tahun 1975, I Gusti Ngurah Rai dianugerahi gelar Pahlawan Nasional
Indonesia oleh Pemerintah Indonesia.[5]

Pada tahun 1940 ia dilantik sebagai letnan dua, dan setelahnya I Gusti
Ngurah Rai menempuh pendidikan militer lanjutan. I Gusti Ngurah Rai mengambil
spesialis artileri di Magelang. Sejak menjadi kadet ia sudah terkenal cerdasdan
memiliki wibawa besar dikalangan teman temannya, lebih dari itu I Gusti Ngurah
Rai juga mendapatkan gelar kadet teladan ( kroon cadet ).

Dalam masa pendudukan Jepang I Gusti Ngurah Rai bekerja sebagai


pegawai pada perusahaan Jepang, Mitsui Hussan Kaisya adalah sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang pembelian padi rakyat. I Gusti Ngurh Rai
tidak mau memasuki tentara peta (Pembela Tanah Air ) atau organisasi militer lain
yang dibentuk oleh Jepang, tetapi tidak berarti bahwa ia berdiam diri. Rasa
antipati terhadap penjajahan jepang menyebabkan I Gusti Ngurah Rai berusaha
menghimpun para pemuda dan rakyat Bali untuk menyusun perlawanan.
I Gusti Ngurah Rai mempelopori gerakan bawah tanah yang diberi nama
Gerakan Anti Fascis ( GAF ), karena aktifitas tersebut I Gusti Ngurah Rai menjadi
incaran mata mata Jepang. Dalam suatu pertemuan rahasia dengan kawan
kawannya, I Gusti Ngurah Rai tertangkap tetapi kareena tidak banyak diperoleh
banyak bukti tentang kegiatannya I Gusti Ngurah Rai dilepaskan kembali.

Pada bulan November 1945 para pemuda bersepakat untuk membentuk


tentara, keputusan ini diambil dalam suatu rapat yang dihadiri oleh Gubernur,
Ktua KNI, dan raja raj. Dalam rapat ini muncullah tokoh muda I Gusti Ngurah Rai
seorang bekas Letnan Klas-H Prayodha yang akhirnya terpilih menjadi pemimpin
TKR.

Berita proklamasi sampai Bali pada akhir bulan Agustus 1945 Dan disambut
oleh rakyat Bali dengan berbagai macam reaksi si ada yang bersikap menunggu
Ada pula yang bersikap Acuh Tak Acuh karena takut namun para pemudanya
bersikap lain setelah pemerintah mengangkat Mr Ketut Pudja sebagai gubernur
Sunda Kecil situasi semakin jelas Kekuasaan pemerintah Republik Indonesia harus
ditegakkan di Bali dan para pemuda bertekad untuk menegakkan kekuasaan itu
mereka membentuk badan keamanan rakyat BKR dipimpin oleh I Made Putu
seorang bekas tentara PETA Selain itu berdiri pula badan perjuangan angkatan
muda Indonesia atau disingkat Fahmi di bawah pimpinan Gusti shindu dan
pemuda Republik Indonesia BRI di bawah pimpinan Made Wijaya Kusuma sikap
para pemuda itu sudah tentu telah menghadapi berbagai tantangan tantangan
pertama berasal dari kalangan raja-raja yang bersikap Acuh Tak Acuh hanya
seorang raja saja yang bersikap republican di antara 900 orang raja di Bali
tantangan lainnya berasal dari pihak Jepang yang masih berkuasa di Bali
persoalan lainnya yang harus dijawab oleh adalah bagaimana cara menegakkan
kekuasaan Republik Indonesia tanpa senjata ditangan Jepang harus dipaksa untuk
segera menyerahkan kekuasaan para pemuda mulai mengorganisir rapat Rapat
raksasa membakar semangat rakyat dan melakukan tindakan-tindakan
demonstrative terhadap markas markas tentara Jepang

ternyata usaha pemuda itu membawa akibat positif Bala tentara Jepang
yang beranggapan bahwa suatu ketika kelak gerakan massa akan menghancurkan
markasnya Oleh karena itu secara resmi pada tanggal 8 Oktober pemerintah
militer Jepang di Bali menyerahkan kekuasaan kepada Gubernur Sunda Kecil Mr

Ketut Pudja perubahan BKR menjadi TKR baru dimulai di Bali pada bulan
November 1945 para pemuda bersepakat untuk membentuk tentara keputusan itu
diambil dalam suatu rapat yang dihadiri oleh Gubernur ketua KNIP dan raja-raja
dalam rapat ini muncullah tokoh pemuda I Gusti Ngurah Rai seorang bekas Letnan
kelas H Prayuda sekalipun Rapat ini belum berhasil membentuk pimpinan namun
telah disepakati akan diadakan pemilihan siapa yang akan menjadi pimpinan

Setelah Indonesia merdeka, beliau I gusti ngurah rai membentuk TKR


sunda kecil,kemudian pergi ke Yogyakarta , untuk melakukan konsolidasi dan
menerima petunjuk daari pemimpin TKR sekembalinya dari Yogyakarta belnda
telah menguasai bali pada bulan februari 1946, TKR sunda kecilterpecah dan
tersebar tanpa ada kesatuan komando.i gusti ngurah rai mengumpulkan Kembali
pasukanya dan menamakannya pasukan ciung wanara

Selain itu, mereka melakukan penyerangan terhadap pasukan belanda di


desa marga Tabanan. Pada tanggal 20 november 1946, belanda menyerang

Balik dengan kekuatan penuh, I gusti ngurah rai memerintahkan pasukan


untuk melakukan perang puputan, ngurah rai gugur Bersama seluruh anggota
pasukannya di sebelah timur laut Tabanan perang itu kemudian terkenal dengan
sebutan puputan margarana I gusti ngurah rai diberi gelar pahlawan nasional
Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan
pangkat menjadi Brigjen TNI (anumerta). Namanya kemudian diabadikan dalam
nama bandar udara di Bali, Bandar Udara Internasional Ngurah Rai dan nama
kapal perang KRI I Gusti Ngurah Rai. Sebagai bentuk penghargaan lain atas
jasanya, profil wajahnya pernah dicantumkan pada cetakan mata uang Rupiah
pecahan Rp. 50.000 tahun emisi 2005. Pahlawan Nasional
Indonesia oleh Pemerintah Indonesia Tahun 1945, setelah Indonesia merdeka, I
Gusti Ngurah Rai dan rekannya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR),
yang kemudian ia diangkat menjadi komandannya.

Sebagai komandan, ia merasa menggendong tanggung jawab yang besar.


Ia pergi ke Yogyakarta yang menjadi markas besar TKR untuk berkonsolidasi
dengan pemimpin pusat. Pada saat itu juga, I Gusti Ngurah Rai dilantik sebagai
Komandan Resimen Sunda Kecil berpangkat Letnan Kolonel.TKR Sunda Kecil yang
dipimpin olehnya, dengan kekuatan 13,5 kompi ditempatkan tersebar diseluruh
kota Bali, pada saat itu pasukannya dikenal dengan nama Ciung Wanara. Ngurah
Rai merasa perlu untuk melakukan konsolidasi dengan pimpinan TKR pusat di
mana saat itu bermarkas di Jogjakarta. Sampai di Jogjakarta, Ngurah Rai dilantik
menjadi komandan resimen Sunda Kecil berpangkat Letnan Kolonel.

Kembali dari Jogjakarta dengan bantuan persenjataan, Ngurah Rai


mendapati bahwa Belanda telah menduduki Bali dengan mempengaruhi raja-raja
Bali. Sebanyak kurang lebih 2000 pasukan dengan persenjataan lengkap dan
sejumlah pesawat terbang yang berhasil dihimpun Belanda telah siap berperang
menyerang Ngurah Rai dan pasukan kecilnya. Pertempuran tersebut dilatar
belakangi dengan kekecewaan Ngurah Rai atas hasil dari perjanjian Linggarjati
antara Belanda dan pemerintah Indonesia. Dalam perjanjian tersebut
menyebutkan bahwa pemerintah Belanda mengakui kekuasaan Indonesia yang
meliputi pulau Jawa, Madura dan Sumatera. Sedangkan Bali diakui menjadi bagian
dari negara Indonesia timur bikinan Belanda.

Bersama Ciung Wanara, pasukan kecil Ngurah Rai, pada tanggal 18


November 1946 menyerang Tabanan yang menghasilkan satu datasemen Belanda
dengan persenjataan lengkap menyerah. Hal ini memicu Belanda untuk membalas
pertempuran lebih sengit dan mengerahkan kekuatannya yang ada di seluruh
pulau Bali dan Lombok untuk membalas perbuatan Ngurah Rai. Dalam
pertempuran tersebut, pertahanan demi pertahanan yang dibentuk Ngurah Rai
hancur hingga sampai pada pertahanan terakhir Ciung Wanara, desa Margarana,

Ngurah Rai dan pasukannya berhasil dipukul mundur lantaran seluruhnya


jatuh ke dalam jurang yang dalam. Perang tersebut akhirnya dikenal dengan
perang Puputan Margarana karena sebelum gugur Ngurah Rai sempat
meneriakkan kata puputan yang berarti perang habis-habisan. Peristiwa tersebut
terjadi pada tanggal 20 November 1946.

Berkat usahanya tersebut, Ngurah Rai mendapatkan gelar Bintang


Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (anumerta). Tak hanya itu,
ia juga mendapatkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI no
63/TK/1975 tanggal 9 Agustus 1975.
Kesimpulan

PENDIDIKAN

 HIS, Denpasar
 MULO, Malang
 Prayodha Bali, Gianyar, Bali
 Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO), Magelang
 Pendidikan Artileri, Malang

KARIR

 Brigjen TNI (anumerta)


 Letnan Kolonel
 Letnan II

PENGHARGAAN

 Bintang Mahaputra
 Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI no 63/TK/1975 tanggal 9
Agustus 1975
2. PERANAN

Puputan Margarana pada tahun 1946 merupakan peristiwa bersejarah dalam


melawan Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia dan peristiwa ini tidak
terlepas dari peran I Gusti Ngurah Rai sebagai pemimpin perjuangan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apa yang melatarbelakangi terjadinya
peristiwa Puputan Margarana pada tahun 1946, bagaimana jalannya peristiwa
Puputan Margarana, dan bagaimana peran I Gusti Ngurah Rai dalam Puputan
Margarana. Tujuan dari penelitian ini dapat memecahkan masalah yang terdapat
pada rumusan masalah dan memberi manfaat bagi peneliti, masyarakat luas, dan
ilmu pengetahuan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
sejarah yang meliputi heuristik (kegiatan mencari dan mengumpulkan sumber-
sumber sejarah),

kritik (kegiatan menyeleksi dan mengkaji sumber sejarah yang dapat


dipertanggungjawabkan kebenarannya sehingga menghasilkan fakta sejarah),
interpretasi (proses memberikan penafsiran terhadap hasil pengolahan data yang
sudah dikritisi), dan historiografi (menuliskan hasil interpretasi yang disusun
secara kronologis, sistematis, dan metodis berdasarkan sumber yang autentik)
dengan menggunakan pendekatan sosiologi politik dan teori konflik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang terjadinya Puputan


Margarana tahun 1946 karena Belanda datang ke Indonesia termasuk pulau Bali
untuk kembali menegakkan kekuasaannya di Indonesia meskipun Indonesia telah
mengumumkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 ketika Jepang
yang menjajah Indonesia sudah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Puputan
Margarana merupakan puncak perjuangan rakyat Bali alam melawan penjajah
terutama penjajah Belanda. Puputan Margarana terjadi pada tanggal 20
November 1946 di desa Kelaci dusun Marga ketika I Gusti Ngurah Rai
memerintahkan pasukan Ciung Wanara yang dipimpinnya untuk brjuang sampai
titik darah penghabisan. I Gusti Ngurah Rai merupakan pucuk pimpinan tertinggi
dalam perjuangan melawan pasukan Belanda/NICA yang sudah dikenal sejak
zaman penjajahan Belanda dan Jepang.

I Gusti Ngurah Rai sangat berperan dalam merencanakan dan mengatur


serangan, gagasan dalam perjuangan Ngurah Rai juga sangat berguna bagi
perjuangan di Bali seperti keberangkatannya ke Pulau Jawa untuk mencari
bantuan persenjataan dan personil dari Jawa dan perjalanan ke Gunung Agung
sambil bertempur melawan NICA. Hubungan dengan pulau Jawa menjadikan para
pemimpin di Pusat RI mengetahui situasi perjuangan di Bali dan kemudian
memberi arahan dan bantuan baik senjata meskipun jumlahnya sedikit maupun
personil. Namun pada akhirnya I Gusti Ngurah Rai gugur beserta seluruh
pasukannya dalam Puputan Margarana.

Kesimpulan adalah puputan Margarana dilatarbelakangi oleh situasi politik


internasional ketika berakhirnya perang dunia kedua yang memberikan
kesempatan Belanda menemukan jalan untuk kembali menguasai Indonesia,
situasi politik nasional yakni bangsa Indonesia yang sudah merdeka tidak ingin
Belanda kembali menguasai wilayah Indonesia termasuk pulau Bali, dan situasi
politik di Bali sendiri yakni Bali merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang
sudah merdeka dan menentang kedatangan Belanda di Bali, hal tersebut
mengakibatkan perlawanan terhadap Belanda yang datang kembali dengan
menggunakan kedok NICA di bawah perlindungan bendera Sekutu. Perlawanan
memuncak dalam Puputan Margarana pada tanggal 20 November 1946 yang
dilakukan secara gerilya karena kekuatan yang tidak seimbang. Peristiwa puputan
Margarana tidak terlepas dari peranan I Gusti Ngurah Rai sebagai pemegang
komando tertinggi perjuangan di Bali yang memberikan arahan, ide, dan gagasan
dalam melakukan perlawanan terhadap musuh.Saran penulis dari hasil penelitian
ini yaitu bagi pembaca dapat mengambil suri tauladan dan melestarikan sejarah
lokal di Indonesia, bagi pemerintah provinsi bali agar melestarikan monumen
taman pujaan bangsa sehingga sejarah perjuangan rakyat Bali tidak hilng begitu
saja, dan bagi masyarakat luas sebagiknya mengartikan puputan margarana
sebagai peristiwa yang pantang menyerah melawan Belanda bukan sebagai sikap
putus asa dalam menghadapi Belanda.

G. MONUMEN NASIONAL TAMAN PUJAAN BANGSA


1. SEJARAH PEMBANGUNAN MONUMEN

Pendirian candi margarana diawali dengan gagasan yang timbul pada pikiran
seorang bekas pimpinan pejuang Bali, yaitu Pak Cilik, yang juga menjabat sebagai
Ketua Yayasan Kebaktian Pejuang pada tahun 1953. Idea itu tidak lain dari bentuk
dari suatu Candi (bahasa Sanskerta) dengan pertimbangan bahwa Candi adalah
hasil budaya nenek moyang kita zaman dahulu yang menggambarkan kemegahan
dan kebesaran jiwa bangsa Indonesia.

perjuangan fisik mempertahankan negara proklamasi 17-8-1945 di daerah


Bali antara tahun 1945-1950 mempunyai ciri-ciri tersendiri (tak ada garis
demarkasi dan peletakan senjata), dengan pengorbanan yang sangat mahal, baik
materiil maupun jiwa dan raga. 1371 orang pejuang gugur sebagai pahlawan
bangsa, yang meliputi : 652 pahlawan berkeluarga, 644 pahlawan taruna, 64
pahlawan ALRI dan 11 orang pahlawan bekas tentara Jepang, di samping adanya
pejuang cacat sebanyak 642 orang. Sebagai perwujudan dari bangsa yang besar,
sudah sepantasnya kita menghormati pada pahlawan tersebut dan perlu di
wujudkan dalam suatu bentuk yang nyata

Peninjauan pertama ke lokasi pertempuran Puputan Margarana dilakukan


tahun 1950 perencanaan serta persiapan pem bangunan Margarana dengan
mengadakan sayembara. juri terdiri dari unsur-unsur Pemda Bali (Pak Sugriwa),
(Pak Mandera) dan YKP Sugita). Dari gambar sayembara, terpilih satu yang
mendapat tertinggi, yang dibuat Pak Cilik bersama seorang pelukis pejuang I.B.
Kalem, yang sekarang

Timbulnya Idea dan Terwujudnya gambar Candi Margarana terjadi pada


Tanggal 8 Juli 1953, tepatnya pada jam 08.00 tiba-tiba ingatan Pak Cilik terpusa
kepada para pahlawan yang telah gugur.

Seketika ia memanggil pengemudi Jeep YKP Daerah Bali DK-200 bernama


A.A. Pugur untuk diajak pergi bersama ke rumah 1.B. Ka lem di Kayumas. Setiba
dirumah I.B. Kalem, Pak Cilik meminta 1.B Kalem untuk mengambil kertas, pinsil
dan karet penghapus serta mengajak untuk mengikuti sayembara tugu Pahlawan
sebagai tanda baktinya kepada Pahlawan.

Mereka segera menuju desa Pejeng di Kab. Gianyar dan sampai pada
kuburan rekan pejuanganya: Tjokorda Anom Sandat. Pak Cilik berdiri dekat
kuburan itu dan 1.B. Kalem berjongkok ± 8 meter dimuka kuburan.

Kemudian Pak Cilik memberi petunjuk-petunjuk dengan kata-kata dan


tangan, dan I.B. Kalem membuat sketsa gambarnya selama # 15 menit, tanpa
pernah menghapus. Sketsa dibuat dua kali untuk kesempurnaan dan gambar
inilah kemudian memenangkan sayembara.
Peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 15 Mei 1954. Pekerjaan
Pembangunan fisik Candi Pahlawan Margarana sesuai sketsa yang ditentukan, di
koordinir oleh suatu Panitia Pelaksana yang diketuai oleh Pak Cilik.

Setelah di kerjakan selama ± 6 bulan, pembangunan Candi Margarana


akhirnya selesai dan diresmikan pada tanggal 20 November 1954, bertepatan
dengan peringatan hari Puputan Margarana yang ke 7. Sekali lagi dijelaskan
bahwa penjiwaan bangunan Candi adalah hasil pemikiran Pak Cilik, sedangkan
arsitek bangunan adalah seorang pejuang dan pelukis, I.B. Kalem (almarhum).

Candi Pahlawan Margarana sebenarnya merupakan wujud Candra Sengkala


modern, yaitu: 17 (meter tiang), 8 (susun) dan 45 (empat tangga dan lima pilar).

Pada tiap sudut pilar dipahatkan lambang negara Pancasila. Ini berarti
lambang negara Proklamasi 17-8-1945 dengan dasar Pancasila, yang telah
dikorbani oleh para Pahlawan Puputan Margarana. Candi Pahlawan Margarana
yang disucikan dan dikeramatkan oleh masyarakat Bali khususnya (semua
pengunjung pada umumnya), adalah sebagai perwujudan rasa bakti dan hormat
kita kepada para Pahlawan Kusuma Bangsa, khususnya Pahlawan Puputan
Margarana itu sendiri.

Setiap tanggal 20 November tiap tahun rakyat beserta Pemda Bali


mengadakan upacara bendera dipelataran Candi Margarana tersebut guna
memperingati peristiwa kepahlawanan Puputan Margarana.

Sebagai hasil perkembangan sejak tahun 1961, maka Candi Pahlawan


Margarana merupakan salah satu saja dari kelompok bangunan bangunan yang
secara keseluruhan membentuk Monumen Nasional (Taman Pujaan Bangsa
Margarana), yang ditetapkan dengan SK Pemda Bali No. 1172/SZ.1/3/511 tanggal
1.10.1961. Dari sudut pendidikan, Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa
Margarana akan merupakan sarana pendidikan bagi siswa dari tingkat SD sampai
mahasiswa dalam bidang study sejarah perjuangan nasional dan pelestarian nilai-
nilai juang 1945 (patriotisme, semangat berkorban tanpa pamrih dan lain-lain).

Bangunan-bangunan dari Monumen Taman Pujaan Bangsa beserta arti tiap-


tiap bangunan tersebut adalah;

 Candi Pahlawan Margarana, merupakan penjiwaan proklamasi


negara kesatuan RI 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila serta
kebulatan tekad seluruh Bangsa Indonesia untuk memperta hankan dan
membela proklamasi 17 Agustus 1945, khususnya sebagai lambang
kebesaran jiwa perjuangan rakyat di pulau Bali.
 Balai Peristirahatan, dimaksudkan untuk tempat menyelenggara kan
upacara keagamaan. Pelataran Upacara di depan Candi Margarana dengan
2 (dua) bangunan Balai Peristirahatan
 Patung Panca Bhakti, melambangkan wujud persatuan dan kesatu
an seluruh rakyat (juga kemanunggalan antara ABRI dengan Rak yat)
dalam memperjuangkan dan membela negara Kesatuan RI, Perwujudan
kebudayaan Bali yang merupakan produk pengaruh pengaruh: kebudayaan
Bali asli, Hindhu Majapahit, penjajahan dan kemerdekaan Bangsa
Indonesia.
 Taman Bahagia, adalah tempat bagi para pahlawan dalam perang
mempertahankan kemerdekaan antara tahun 1945 sampai dengan tahun
1949. Keunikan dari bentuk nisan/tugu-tugu pahlawan tersebut adalah
arsitekturnya yang menggambarkan simbul agama Hindhu, Islam dan
Kristen sekaligus pada masing-masing tugu yang jumlahnya 1372 huah.
Disamping Taman Makan Pahlawan, ada pula Taman Mulia, khususnya
untuk tempat peristirahatan para pahlawan pembangunan.
 Gedung Sejarah, sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda
sejarah perjuangan yang akan berfungsi sebagai sarana untuk me wariskan
serta melestarikan nilai-nilai luhur kepahlawanan (sema ngat rela
berkorban, cinta tanah air, kesetiaan kepada pimpinan nasional dan rakyat,
dan lain-lain.), kepada generasi penerus dan pelanjut bangsa Indonesia,
khususnya di Bali.
 Taman Suci, tempat membersihkan bagi para pengunjung yang
hendak melakukan pengebaktian dan ziarah.
 Taman Karya Alam, (yang belum terwujud) untuk tempat rekreasi
dan pembinaan sosial ekonomi masyarakat (tanaman percon tohan, taman
anggrek, dan lain-lain). Taman Karya Alam, direncanakan disebelah Selatan
Taman Pujaan Bangsa diatas tanah seluas 5 Ha (komplek Taman Pujaan
Bangsa, luasnya = 4 Ha).

Pada awalnya, secara garis besar Monumen Nasional Pujaan Bangsa


Margarana ini terbagi menjadi tiga bagian:
 Taman Pujaan Bangsa, di sebelah Utara (hulu) seluas 4 Ha, dimana
terdapat bangunan-bangunan Candi Pahlawan Margarana, Balai
Peristirahatan, Gedung Sejarah, Taman Suci dan Patung Panca Bhakti.
 Taman Seni Budaya, di sebelah Selatan Taman Pujaan Bangsa
Margarana ("jabaan") seluas 1 Ha, di mana direncanakan akan dibangun:
lapangan upacara, wantilan, parkir kendaraan, toko souvenir, warung kopi
dan lain-lain.
 Taman Karya Alam, paling sebelah Selatan seluas 4 Ha, dimana akan
dibangun; taman, Panggung terbuka, sanggar lukis, tempat rekreasi, taman
kehewanan, taman perikanan, restauran, dan lain-lain.

Pada tanggal 14 Juli 1976 sekitar jam 14.10 dan 17.20 WIB terjadi gempa
bumi yang menyebabkan kerusakan cukup berat pada ba ngunan-bangunan
dalam komplek Candi Margarana, dengan kerugian ditaksir sebesar Rp. 3.500.000,
(tiga setengah juta rupiah). YKP Daerah Ball menunjuk seorang putera pahlawan
pejuang ke merdekaan, Ir. Cokorde Gede Dharma Yudha untuk melakukan
penelitian dalam rangka perbaikan kerusakan tersebut. Hasil penelitian
menyimpulkan untuk diadakan perbaikan secara menyeluruh dengan memakai
konstruksi beton, yang diperkirakan mampu bertahan terhadap gempa.

Sesudah diadakan 2 (dua) kali pertemuan tokoh-tokoh pimpinan pe juang


dan pejabat Pernda Bali, didapat beberapa kesimpulan antara lain bahwa
perbaikan monumen Candi Margarana disetujui seluruh nya tanpa merubah
bentuk semula dan pelaksana perbaikan diserah kan kepada YKP Daerah Bali,
dengan biaya secara gotong royong antara Pemda Bali, Kabupaten se-Bali, YKP
dan Masyarakat.

Untuk melaksanakan perbaikan berat terhadap Candi Margarana tersebut


diatas, dibentuk sebuah Panitia Pembangunan kembali Monumen Candi
Margarana, berdasarkan Skep Ketua YKP No. Kpts/1/427777 tanggal 5-10-1977
dan diralat dengan surat nomor 41/460/1977 tanggal 5 November 1971

2. DESKRIPSI MONUMEN

Untuk mengenang peristiwa puputan margarana, dibangun sebuah


monument di area bekas pertempuran puputan margarana tersebut. Monument ini
dikenal dengan nama Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana. Dari segi
Pendidikan, Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana merupakan salah satu
sarana Pendidikan bagi siswa dari tingkat sd sampai mahasiswa dalam bidang
studi sejarah dan pelestarian nilai-nilai perjuangan nasional 1945.

Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana ini terletak di Banjar/Dusun


Kelaci, Desa Dauh Puri Marga, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. Tepatnya
berada pada koordinat 8,465029°LS dan 115,163748°BT, berjarak ± 40 km dari
bandara dan dapat ditempuh dalam waktu 1 jam 30 menit dalam kondisi lalu
lintas lancar. Lokasi ini pada awalnya merupakan kebun jagung sekaligus bekas
area pertempuran Puputan Margarana. Suasana di sekitar Monumen Taman
Pujaan Bangsa Margarana ini cukup tenang dengan kondisi udara yang cukup
sejuk meskipun saat siang hari. Di sebelah utara Monumen Taman Pujaan Bangsa
Margarana, terdapat sawah yang luas yang menjadi sumber mata pencaharian
warga disana. Karena itulah, saat kita memasuki area Monumen Taman Pujaan
Bangsa Margarana, kita akan merasakan suasana alam yang tenang dan asri. Di
barat dan timur Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana terdapat Kantor
Desa, sekolah, dan pemukiman penduduk. Karena Monumen Taman Pujaan
Bangsa Margarana berada dalam kawasan Banjar Kelaci, maka warga
banjar/dusun itulah yang sekaligus menjadi pengelola Monumen Taman Pujaan
Bangsa Margarana. Namun tak jarang warga selain yang berasal dari Banjar Kelaci
ikut membantu dalam hal menjaga kebersihan dan perawatan Monumen Taman
Pujaan Bangsa Margarana. Pembangunan Monumen Taman Pujaan Bangsa
Margarana ini menggunakan konsep Tri Mandala sehingga monument ini terbagi
atas tiga wilayah. Tri artinya tiga, Mandala artinya wilayah atau daerah. Tiga
wilayah ini terdiri atas Nista Mandala ( Jaba Sisi ), Madya Mandala ( Jaba
Tengah ), dan Utama Mandala ( Jeroan ). Pada umumnya konsep Tri Mandala ini
kita temui pada struktur bangunan sebuah pura atau tempat suci. Pembagian tiga
wilayah tersebut didasarkan atas tingkat kesucian dan kesakralan dari objek yang
ada atau kegiatan yang dilaksanakan di wilayah tersebut.

Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana ini secara garis besarnya terdiri
dari 3 bagian utama, bagian-bagian itu antara lain adalah:

1. Nista Mandala (Taman karya alam)


Nista Mandala berada di bagian paling selatan Monumen Taman
Pujaan Bangsa Margarana dengan luas sekitar 4 hektar. Wilayah ini
berbatasan langsung dengan jalan raya dan terdapat akses jalan aspal
menuju ke lokasi parkir. Selain itu di bagian ini terdapat sebuah lahan yang
cukup luas yang sekarang dimanfaatkan sebagai Bumi Perkemahan
Pramuka Margarana. Seiring berjalannya waktu, lahan perkemahan
tersebut mulai dikembangkan dan difasilitasi dengan arena outbond dan
kamar mandi. Bumi perkemahan di Monumen Taman Pujaan Bangsa
Margarana ini biasanya digunakan untuk kegiatan perkemahan pramuka
ataupun instansi lainnya baik tingkat sekolah hingga tingkat daerah.
Dengan dibangunnya lokasi perkemahan di bekas lokasi Perang Puputan
Margarana diharapkan dapat meningkatkan jiwa ksatria dan patriotisme
dari seluruh pengguna bumi perkemahan yang berkemah disana.
2. Madya Mandala (Taman seni budaya)
Madya Mandala berada di bagian tengah kawasan Monumen Taman
Pujaan Bangsa Margarana dan memiliki luas sekitar 1 hektar. Sebelum
memasuki area Madya Mandala Monumen Taman Pujaan Bangsa
Margarana kita akan melewati sebuah pohon beringin yang sangat besar
yang seakan-akan menjadi pintu masuk Madya Mandala dari Monumen
Taman Pujaan Bangsa Margarana. Wantilan terletak di sebelah barat pohon
beringin yang biasanya digunakan untuk kegiatan sosialisasi, olahraga, dan
tak jarang digunakan untuk acara perkemahan. Apabila kita ingin
melakukan reservasi bumi perkemahan, kita bisa menemui pengelola Buper
sekaligus Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana di warung yang
berada di sebelah timur pohon beringin. Area parkir yang tersedia sangat
luas sehingga bisa menampung puluhan kendaraan pengunjung
3. Utama Mandala (Taman Pujaan Bangsa)
Taman Pujaan Bangsa ini terletak disebelah utara, dengan luas 4 Ha,
dimana terdapat bangunan-bangunan utama seperti
a. Candi Pahlawan Margarana
Candi ini didirikan dengan adanya gagasan awal dari seorang bekas
pimpinan pejuang Bali sekaligus Ketua Yayasan Kebaktian Pejuang pada
tahun 1953, Pak Cilik. Ide itu tidak lain adalah suatu candi yang merupakan
hasil budaya kita sejak zaman dahulu yang menggambarkan kemegahan
dan kebesaran jiwa bangsa.
Candi yang menjadi ikon utama dari Monumen Taman Pujaan
Bangsa Margarana ini memiliki tinggi keseluruhan (dari kaki hingga ke
pucuk) setinggi 17 meter. Bahan yang digunakan dalam pembuatan candi
ini adalah batu bata, padas, semen, dan lain-lain. Bangunan dari candi ini
terdiri dari beberapa bagian utama, antara lain:
- Kaki candi
Kaki candi terdiri dari 4 tingkat (undagan) dan pada tingkat
paling bawah terdapat 5 pilar yang memuat lukisan lambarang
Pancasila.
- Badan candi
Bagian badan candi ini terdiri dari 5 buah kamar yang memuat
pahatan bagian bagian surat jawaban letkol I Gusti Ngurah Rai kepada
belanda.
- Atap candi
Bentuk atap dari candi ini adalah berbentuk “meru”
bertumpang/bertingkat delapan dengan bulatan pada tingkat yang
teratas
Seperti yang telah diuraikan diatas, sebenarnya yang merupakan
wujud Candra Sengkala Modern, yaitu; 17 (ketinggian candi), 8 (susunan
meru), dan 45 (empat tangga dan lima pilar)
Selain itu pada sudut pilar dipahatkan lambing negara Indonesia, yaitu
Pancasila. Ini menggambarkan tanggal Proklamasi yaitu 17-8-1945 dengan
dasar Pancasila nya, yang telah dikorbani oleh para Pahlawan Puputan
Margarana. Candi Pahlawan Margarana yang disucikan dan dikeramatkan
oleh masyarakat Bali khususnya (semua pengunjung pada umumnya),
adalah sebagai perwujudan rasa bakti dan hormat kita kepada para
Pahlawan Kusuma Bangsa, khususnya Pahlawan yang berjuang dalam
Puputan Margarana itu sendiri. Sebelum melaksakanan kegiatan di kawasan
Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana biasanya pengunjung yang
beragama hindu akan melaksanakan persembahyangan untuk memohon
ijin dan perlindungan di candi yang berada di pusat Monumen Taman
Pujaan Bangsa Margarana ini.

b. Pelataran/ Lapangan Upacara


Di Selatan candi terdapat halaman yang cukup luas yang biasanya
dimanfaatkan untuk upacara dan kegiatan ceremonial lainnya. Lapangan di
area Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana ini diapit oleh 2 buah
bangunan yang berada di Barat dan Timur lapangan yang merupakan balai
peristirahatan

c. Taman Bahagia
Tempat ini berada di sebelah utara dan timur laut Monumen
Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana. Di taman ini terdapat 1372
nisan / tugu pahlawan yang menunjukan jumlah pahlawan yang gugur di
medan perang selama pertempuran fisik di Bali, sebagai pahlawan perang
dalam memperjuangkan kemerdekaan RI. Di taman bahagia Monumen
Taman Pujaan Bangsa Margarana ini juga terdapat nisan khusus untuk
pahlawan yang tidak dikenal. Namun, nisan yang terdapat di Monumen
Taman Pujaan Bangsa Margarana tersebut hanyalah nisannya saja tanpa
jenazah dari para pahlawan

d. Gedung Sejarah
Merupakan gedung yang mirip seperti museum yang ada di sebelah
timur Monumen Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana yang
dikelilingi oleh kolam ikan. Gedung ini memiliki fungsi sebagai tempat
penyimpanan benda bersejarah yang digunakan pada masa perang, mulai
dari senjata, alat medis, alat komunikasi, dan masih banyak lagi

e. Taman Suci
Taman ini terletak di sebelah selatan gedung sejarah. Taman ini
memiliki fungsi sebagai tempat untuk penyucian diri bagi pada pengunjung
yang ingin melakukan persembahyangan maupun perziarahan di Monumen
Taman Pujaan Bangsa Margarana. Banyak hal yang bisa kita lakukan di
seputaran kawasan Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana ini. Banyak
orang yang mengunjungi Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana
hanya sekedar untuk berkunjung, befoto, dan bersantai dengan teman-
teman atau kerabat. Tak jarang di hari-hari besar nasional, pengunjung
Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana melaksanakan kegiatan bhakti
lingkungan serta acara tabur bunga, untuk mengenang jasa para pahlawan
yang telah gugur di medan perang. Namun yang paling sering dilaksanakan
di Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana ini adalah perkemahan yang
umumnya diselenggarakan oleh anggota pramuka. Bumi perkemahan yang
ada di Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana ini dikelola langsung
oleh Kwartir Daerah Bali. Meskipun Monumen Taman Pujaan Bangsa
Margarana merupakan tempat wisata yang dirasa ketinggalan jaman,
namun tidak ada salahnya kita sesekali mengunjungi Monumen Taman
Pujaan Bangsa Margarana ini agar kita selalu ingat perjuangan rakyat
Indonesia khususnya di Bali

f. Patung Panca Bhakti.


Patung yang merupakan lambang wujud persatuan dan kesatuan
seluruh rakyat (juga kemanunggalan antara ABRI dengan Rakyat) dalam
memperjuangkan dan membela negara Kesatuan RI, Perwujudan
kebudayaan Bali yang merupakan produk pengaruh pengaruh: kebudayaan
Bali asli, Hindhu Majapahit, penjajahan dan kemerdekaan Bangsa
Indonesia. Bagian ini terletak sesudah pintu masuk gerbang

Anda mungkin juga menyukai