Anda di halaman 1dari 39

Bab 4 4-1

Survey dan Investigasi


4.1. Survey Topografi

Survey topografi dilakukan ditepi pada jaringan sungai batang pensi dan anak-anak sungai
yang bermuara di Batang Pensi. Pada garis besarnya lingkup pekerjaan survey topografi
adalah sebagai berikut :
a. Pekerjaan Persiapan
b. Pekerjaan Lapangan
c. Inventarisasi dan Pemasangan Benchmark (BM) baru
d. Pengukuran kerangka dasar horizontal dan vertikal, situasi, penampang memanjang dan
melintang
e. Pekerjaan perhitungan dan penggambaran
f. Perhitungan draft di lapangan - perhitungan definitif
g. Penggambaran peta situasi
h. Penggambaran penampang memanjang
i. Penggambaran penampang melintang
j. Pekerjaan pembuatan Laporan.

Spesifikasi Teknis Pengukuran Topografi dan Pemetaan Situasi Intake

a. Inventarisasi Obyek
 Inventarisasi Obyek akan dilakukan dengan menggunakan alat GPS, dimana
koordinat Obyek tersebut akan ditampilkan dalam bentuk Lintang (latitude) dan
Bujur (Longitude). Koordinat tersebut direferensikan dengan menggunakan Datum
WGS 54, dengan alat GPS Geodetik.
 Adapun Obyek yang akan di inventarisir adalah Bendung, Lokasi Industri, Lokasi
Pemukiman, Titik-titik Investigasi (Geologi Teknik, Hidrologi, dll) serta Obyek
lainnya yang penting sebagai bahan untuk perencanaan pekerjaan ini.

b. Rintisan dan Pemasangan Patok, BM dan CP


 Maksud dari pekerjaan ini adalah untuk menentukan jalur-jalur pengukuran serta
memasang patok-patok, BM dan CP pada jalur tersebut sehingga memudahkan
pelaksanaan pengukuran.
 BM, CP dan patok dipasang sebelum pengukuran situasi sungai dilaksanakan.
 Bench Mark (BM) dipasang pada setiap jarak 2,5 Km. Control Point (CP) juga
dipasang pada setiap 2,5 Km (letaknya diantara BM) atau pada tempat-tempat yang
diperkirakan akan dibuat bangunan penanggulangan banjir. Pilar-pilar tersebut
terbuat dari konstruksi beton.
 BM dan CP tersebut dipasang pada tempat-tempat yang aman, stabil serta mudah
ditemukan.
 Apabila tidak memungkinkan untuk mendapatkan tempat yang stabil, misalnya tanah
gembur atau rawa-rawa maka pemasangan BM dan CP tersebut harus disangga
dengan cerucuk dolken.
 Patok-patok dibuat dari kayu dengan diameter 2 ~ 3 cm. Pada bagian atas patok
ditandai dengan paku payung. 4-2

c. Pengukuran Poligon
 Maksud pengukuran poligon adalah menentukan koordinat titik-titik poligon yang
digunakan sebagai kerangka pemetaan.
 Alat ukur yang dipakai adalah Total Station (TS) dengan ketelitian 20”.
 Pengukuran sudut dilakukan satu seri (biasa dan luar biasa).
 Jarak diukur dengan Alat TS yang dikontrol dengan pita ukur.
 Jalur poligon dibuat dalam kring tertutup dan bagian sungai berada dalam kring
tersebut.
 Pengukuran poligon diikatkan pada titik tetap geodetis (dalam hal ini titik
triangulasi)dan titik tersebut harus masih dalam keadaan baik serta mendapatkan
persetujuan dari Direksi.

d. Penentuan Azimuth/Arah
 Pada sisi yang dibentuk oleh dua titik yang telah diketahui koordinatnya, maka
azimuth ditentukan dengan :
( X B −X A )
α AB=arctg
( Y B −Y A )

Dimana :
(XA, YA) koordinat A
(XB, YB) koordinat B
αAB azimuth dari titik A ke titik B

Apabila kondisi pengarah BM yang ada


(pasangan BM) tidak didapatkan, maka
dilakukan pengamatan matahari, yang dilakukan
dengan cara mengamati posisi matahari pada
jam/waktu tertentu, kemudian posisi matahari ini
diorientasikan terhadap sisi poligon yang akan
dicari azimuthnya.
αAB = M + S
dimana :
S=Sudut antara matahari dan titik B
αM=Azimuth matahari
αAB=Azimuth AB
αM=Arcus Cosinus

e. Perhitungan Poligon
Perhitungan poligon dilakukan secara
bertahap, yaitu meliputi tahap perhitungan
dan perataan (adjustment) sudut yang
selanjutnya setelah perhitungan dan perataan

Gambar Pengukuran Sudut Antara Dua Patok


sudut selesai, dilanjutkan dengan perhitungan dan perataan jarak. Salah penutup sudut
pada perhitungan poligon tertutup : 4-3
fs = Σs + n.180o
dimana :
fs = salah penutup sudut
h = jumlah stasiun pengamatan
s = jumlah sudut yang diukur
Ketelitian linier jarak :
1

7500 ∑ S
Dimana :
SL
=
√ ∆ X2+ ∆ Y 2
∑S
ΣS = jumlah jarak pengukuran
ΣΔX = jumlah kesalahan komponen x
ΣΔY = jumlah kesalahan komponen y
L = jumlah linier kesalahan jarak

f. Pengukuran Waterpass
 Maksud pengukuran waterpass adalah untuk menentukan ketinggian titik-titik (BM,
CP dan patok-patok) terhadap bidang referensi tertentu yang akan digunakan sebagai
jaring sipat datar pemetaan.
 Alat ukur yang dipakai adalah Waterpas Automatic Level NAK-2 atau yang
sederajat.
 Pengukuran waterpass dilakukan pergi-pulang pada setiap seksi. Panjang seksi-seksi
pengukuran waterpass ini antara 1 ~ 2.2 Km. Toleransi ukurannya adalan (10 D0,5
mm), dimana D adalah jarak dalam Km.
 Pengukuran waterpass diikatkan pada titik tetap ketinggian geodetis yang ada di
dekat daerah pengukuran atau titik referensi lain yang ditetapkan oleh Direksi.
 Pembacaan rambu dengan tiga benang (benang atas, tengah dan bawah).

Perhitungan Beda Tinggi


Kesalahan beda tinggi dihitung berdasarkan
perbedaan jumlah beda tinggi antara hasil
ukuran dan beda tinggi definitif yang
dihitung dari beda tinggi titik referensi yang
ditetapkan setiap/ seksi dimana :
ΔH ukuran + kesalahan = ΔH definitif
Kesalahan =ΔH definitif - ΔH ukuran dimana
kesalahan diharapkan< 10 km √D km
Gambar Pengukuran Sipat Datar

g. Pengukuran Situasi dan Penampang


 Pengukuran situasi dan penampang dilakukan bersama-sama.
 Alat ukur yang dipakai adalah Total Station (TS).
 Metode yang digunakan adalah metode tachimetri.
 Pengukuran dilaksanakan dengan sistem “raai”
 Jalur raai merupakan panjang penampang melintang sungai.
 Panjang penampang melintang meliputi lebar sungai ditambah ± 200 m ke kanan dan
± 200 m ke kiri dari tepi sungai.
 Penampang melintang/raai dibuat setegak lurus mungkin dengan arah aliran sungai.
 Penampang melintang dibuat dengan interval jarak ± 100 m pada bagian sungai yang 4-4
lurus dan < 50 m pada bagian sungai yang berkelok-kelok atau disesuaikan dengan
keperluan.
 Penampang memanjang diambil pada dasar sungai yang terdalam termasuk peil-peil
muka air tanah terendah, normal dan tertinggi.
 Detail yang ada di lapangan diukur, terutama kampung, lembah, bukit, jembatan dan
lain-lain.

Perhitungan Situasi
Perhitungan dilakukan secara tachymetris dimana :
Unsur jarak : jarak datar = ∆ optis Cos 
Unsur beda tinggi : ΔH = ½  optis Sin 
Dimana :
∆ = Jarak optis
ΔH = Beda tinggi
α = Sudut miring

h. Penggambaran
 Penggambaran hasil pengukuran dibuat di atas kertas A1 dengan ketentuan
penggambaran sesuai dengan standard penggambaran yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pengairan.
 Gambar dibuat dengan skala sebagai berikut :
Sungai :
 Peta Situasi Sungai : Skala 1 : 2000
 Penampang Memanjang Sungai : Horizotal 1:2000 Vertikal 1:200 (H)
 Penampang Melintang Sungai : Horizotal 1:200 Vertikal 1:200 (H)
 Peta Ikhisar : 1 : 100.000 atau sesuai kebutuhan

i. Hasil Pengukuran Topografi dan Pemetaan Situasi


 Pada akhir pekerjaan selesai dibuatkan laporan yang merupakan ringkasan dari hasil
seluruh pekerjaan.
 Dokumentasi dimaksudkan untuk mendapatkan antara lain mengenai kondisi medan
di lokasi pekerjaan serta proses pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
 Foto-foto dokumentasi diambil pada objek-objek yang penting yang diperkirakan
akan banyak mendukung dalam pemikiran desain
 Pengambilan foto sedemikian rupa sehingga identitas petugas-petugas lapanganbisa
terambil gambarnya.

Berdasarkan pelaksanaan kegiatan survey topografi dilapangan dan sesuai dengan KAK
maka ditetapkan 20 Bench Mark (BM) dan 100 Control Point (CP) dengan titik
koordinat masing-masing BM dan CP sebagai berikut :
Tabel 4.1. Koordinat Bench Mark (BM) 4-5
No Keterangan X Y Z
1 BM 01 655.785,00 9.957.089,00 1.150,00
2 BM 02 656.254,00 9.956.352,00 1.162,50
3 BM 03 656.592,00 9.955.678,00 1.150,00
4 BM 04 657.053,00 9.954.862,00 1.162,50
5 BM 05 652.005,00 9.956.079,00 1.450,00
6 BM 06 654.941,00 9.955.731,00 1.087,50
7 BM 07 655.029,77 9.955.148,91 1.062,50
8 BM 08 654.741,00 9.954.098,00 1.020,55
9 BM 09 654.171,00 9.953.391,00 987,50
10 BM 10 655.313,80 9.949.808,79 798,00
11 BM 11 655.252,00 9.955.009,00 1.086,00
12 BM 12 655.357,00 9.952.681,00 948,00
13 BM 13 652.868,00 9.953.739,00 1.112,00
14 BM 14 653.812,00 9.956.041,00 1.225,00
15 BM 15 654.762,00 9.953.236,00 992,00
16 BM 16 653.185,00 9.953.041,00 1.053,00
17 BM 17 654.342,00 9.951.594,00 974,00
18 BM 18 655.109,00 9.950.534,00 891,00
19 BM 19 655.126,25 9.954.323,00 1.117,00
20 BM 20 654.699,00 9.957.147,00 1.187,50
21 BM 21 653.259,00 9.955.957,00 1.262,50

Tabel 4.2. Koordinat Control Point (CP)


No Keterangan X Y Z
1 CP 01 655.779,03 9.957.100,09 1.149,87
2 CP 02 656.245,66 9.956.342,82 1.162,53
3 CP 03 656.604,44 9.955.670,73 1.150,28
4 CP 04 657.065,37 9.954.861,18 1.162,63
5 CP 05 652.031,49 9.956.072,29 1.451,64
6 CP 06 654.936,68 9.955.708,37 1.087,32
7 CP 07 655.027,00 9.955.145,00 1.062,22
8 CP 08 654.761,00 9.954.089,00 1.020,78
9 CP 09 654.185,00 9.953.381,00 987,70
10 CP 10 655.302,00 9.949.802,00 798,00
11 CP 11 655.252,00 9.955.009,00 1.085,00
12 CP 12 655.344,00 9.952.693,00 948,33
13 CP 13 652.868,00 9.953.705,00 1.111,00
14 CP 14 652.968,83 9.956.036,00 1.224,87
15 CP 15 654.773,00 9.953.225,00 992,22
Tabel 4.3. Koordinat Control Point (CP) (lanjutan) 4-6
No Keterangan X Y Z
16 CP 16 653.189,00 9.953.029,00 1.052,80
17 CP 17 654.375,00 9.951.592,00 974,21
18 CP 18 655.111,00 9.950.562,00 893,00
19 CP 19 656.569,00 9.954.301,00 1.116,00
20 CP 20 654.700,00 9.957.194,00 1.187,73
21 CP 21 655.244,00 9.957.343,00 1.171,00
22 CP 22 654.978,00 9.957.275,00 1.172,00
23 CP 23 654.872,00 9.956.565,00 1.150,00
24 CP 24 654.851,00 9.956.312,00 1.134,00
25 CP 25 654.824,00 9.956.052,00 1.112,50
26 CP 26 654.863,00 9.955.853,00 1.100,00
27 CP 27 654.980,00 9.955.520,00 1.090,00
28 CP 28 654.575,00 9.955.710,00 1.154,00
29 CP 29 654.092,00 9.955.896,00 1.201,00
30 CP 30 653.464,00 9.956.254,00 1.290,00
31 CP 31 652.967,00 9.956.245,00 1.325,00
32 CP 32 652.668,00 9.956.111,00 1.362,00
33 CP 33 652.543,00 9.956.257,00 1.412,00
34 CP 34 652.216,00 9.956.307,00 1.475,00
35 CP 35 651.973,00 9.956.312,00 1.475,00
36 CP 36 652.315,00 9.955.984,00 1.394,00
37 CP 37 652.530,00 9.956.056,00 1.358,00
38 CP 38 655.113,00 9.955.391,00 1.089,00
39 CP 39 655.095,00 9.955.192,00 1.083,00
40 CP 40 654.914,00 9.953.762,00 1.032,00
41 CP 41 654.914,00 9.953.762,00 1.034,00
42 CP 42 654.386,00 9.954.276,00 1.032,00
43 CP 43 655.322,00 9.954.917,00 1.031,00
44 CP 44 655.417,00 9.954.713,00 1.083,00
45 CP 45 655.491,00 9.954.507,00 1.080,00
46 CP 46 655.578,00 9.954.361,00 1.077,00
47 CP 47 655.746,00 9.954.504,00 1.089,00
48 CP 48 655.947,00 9.954.702,00 1.106,00
49 CP 49 656.023,00 9.954.929,00 1.119,00
50 CP 50 656.106,00 9.955.134,00 1.132,00
51 CP 51 656.236,00 9.955.378,00 1.136,00
52 CP 52 656.351,00 9.955.568,00 1.140,00
53 CP 53 655.180,00 9.955.223,00 1.099,00
54 CP 54 655.261,00 9.955.347,00 1.095,00
55 CP 55 655.396,00 9.955.551,00 1.103,00
56 CP 56 655.585,00 9.955.774,00 1.112,00
57 CP 57 655.664,00 9.955.902,00 1.125,00
58 CP 58 655.750,00 9.956.058,00 1.149,00
59 CP 59 655.883,00 9.956.202,00 1.095,00
Tabel 4.4. Koordinat Control Point (CP) (lanjutan) 4-7
No Keterangan X Y Z
60 CP 60 656.001,00 9.956.272,00 1.095,00
61 CP 61 656.139,00 9.956.332,00 1.158,00
62 CP 62 655.945,00 9.956.873,00 1.147,00
63 CP 63 656.309,00 9.956.245,00 1.162,00
64 CP 64 656.692,00 955.625,00 1.149,00
65 CP 65 656.941,00 9.955.123,00 1.161,63
66 CP 66 656.996,00 9.954.746,00 1.160,00
67 CP 67 656.774,00 9.954.826,00 1.133,00
68 CP 68 656.359,00 9.953.801,00 1.072,00
69 CP 69 655.817,00 9.952.297,00 980,00
70 CP 70 655.591,00 9.952.346,00 972,00
71 CP 71 655.437,00 9.952.464,00 957,00
72 CP 72 655.231,00 9.952.803,00 979,00
73 CP 73 655.134,00 9.952.954,00 1.012,00
74 CP 74 655.081,00 9.953.130,00 1.019,00
75 CP 75 655.053,00 9.953.325,00 1.002,00
76 CP 76 655.077,00 9.953.459,00 1.019,00
77 CP 77 655.098,00 9.953.605,00 1.034,00
78 CP 78 655.242,00 9.953.761,00 1.042,00
79 CP 79 655.344,00 9.953.960,00 1.055,00
80 CP 80 655.447,00 9.954.182,00 1.072,00
81 CP 81 653.530,00 9.953.478,00 1.039,00
82 CP 82 653.990,00 9.952.612,00 997,00
83 CP 83 654.252,00 9.952.328,00 1.001,00
84 CP 84 654.794,00 9.951.374,00 968,83
85 CP 85 654.982,00 9.950.854,00 925,00
86 CP 86 655.201,00 9.949.909,00 817,44
87 CP 87 654.715,00 9.955.007,00 1.033,00
88 CP 88 654.314,00 9.955.058,00 1.072,00
89 CP 89 653.796,00 9.955.102,00 1.108,00
90 CP 90 653.340,00 9.955.297,00 1.155,00
91 CP 91 652.969,00 9.955.450,00 1.203,00
92 CP 92 652.674,00 9.955.385,00 1.265,00
93 CP 93 652.436,00 9.955.542,00 1.302,00
94 CP 94 652.662,00 9.954.989,00 1.133,00
95 CP 95 653.144,00 9.954.960,00 1.211,00
96 CP 96 653.131,00 9.954.425,00 1.188,00
97 CP 97 652.307,00 9.953.606,00 1.252,00
98 CP 98 651.903,00 9.953.222,00 1.212,00
99 CP 99 651.716,00 9.952.702,00 1.161,00
100 CP 100 652.354,00 9.953.170,00 1.090,00
4.2. Pengolahan Data Spasial 4-8

Maksud dari pengolahan data spasial adalah suatu upaya secara teknik untuk memperoleh
gambaran secara umum mengenai kondisi alam di Kabupaten Tanah Datar khususnya Kec.
X Koto yang mana memiliki banyak aliran sungai, untuk itu perlu dilakukan identifikasi
DAS untuk mendapatkan data gambaran secara spesifik mengenai kondisi yang ada di
Kabupaten Tanah Datar khususnya di kota X Koto.
Adapun tujuan pengolahan data spasial ini adalah:
1. Mendapatkan informasi sebanyak mungkin mengenai kondisi alam, yang diperlukan
dalam rangka Survey Identifikasi dan Detail Design Interkoneksi pada Daerah Irigasi
Batang Pensi.
2. Mengadakan inventarisasi karakteristik DAS dalam rangka menduga pengaruh
keseluruhan perilaku ciri-ciri DAS terhadap perilaku tata air DAS.

Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah:


1. Peta Pola Aliran Sungai Kabupaten Tanah Datar Skala 1:250.000 dengan sumber data
peta Rupabumi Skala 1:50.000 dan Citra Satelit LANDSAT 8 OLI/TIRS tahun
perekaman 2014.
2. Peta Topografi Kabupaten Tanah Datar.
3. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sub DAS Kabupaten Tanah Datar.
4. Peta Catchmen Area Kota X Koto dan sekitarnya
5. Peta kemiringan (lereng) Kabupaten Tanah Datar.
6. Peta lainnya sebagai penunjang Penyusunan Masterplan Dan DED Drainase X Koto.
Kegiatan ini memanfaatkan sumber data dijital peta rupabumi dan citra satelit serta
data-data pendukung (sekunder) lainnya. Sehingga untuk memahami kegiatan ini secara
singkat akan dijelaskan tentang Sistem Informasi Geografi (SIG).

Sinkronisasi Data Spasial


Sinkronisasi data dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk membangun konsistensi
antara suatu sumber data dengan sumber data lainnya, dan menjamin harmonisasi antar
data secara berkesinambungan. Definisi ini merupakan penfasiran bebas dari definisi
sinkronisasi data yang diperoleh dari ensiklopedia onlineyaitu wikipedia. Definisi
sinkronisasi data menurut wikipedia adalah:
Data synchronization is the process of establishing consistency among data from a
source to a target data storage and vice versa and the continuous harmonization of
the data over time (http://en.wikipedia.org)
Merujuk pada definisi di atas, pada hakekatnya sinkronisasi data adalah membangun
kesalarasan (harmoni) antar data dari berbagai sumber, sehingga data tersebut dapat
digunakan secara bersama untuk suatu keperluan.
Prosedur sinkronisasi data spasial berisikan pedoman (guideline) tentang cara dan tahapan
melakukan sinkronisasi data spasial. Dalam kegiatan Sinkronisasi Data terdapat dua
kategori data yang akan disinkronkan yaitu (1) Peta Rupabumi, dalam hal ini Peta
Rupabumi Indonesia sebagai referensi atau acuan bagi data lainnya. dan (2) peta dasar
tematik tata ruang dan Citra Satelit LANDSAT8 OLI/TIRS. 4-9

Sinkronisasi Internal
Istilah sinkronisasi internal dalam kegiatan ini mempunyai arti keselasaran unsur-unsur
atau elemen-elemen yang terdapat pada peta dasar. Unsur-unsur dalam format data digital
disebut sebagai layer, terdiri dari :
1. Jalan
2. Sungai
3. Batas Administrasi
4. Toponimi
5. Batas DAS
6. Daerah Irigasi
Unsur-unsur yang terdapat dalam peta dasar harus sinkron satu dengan lainnya.
Hal ini sangat penting karena peta ini (beserta unsur-unsur di dalamnya) akan digunakan
sebagai referensi atau acuan untuk sinkronisasi data tematik lain.

Sinkronisasi Eksternal
Istilah sinkronisasi eksternal dalam kegiatan ini mempunyai arti keselasaran antara data
peta dasar dengan data sekunder lainnya. Jika dibandingkan dengan sumber data terkini,
yaitu citra satelit yang telah diorthorektifikasi data tutupan lahan yang ditampilkan peta
rupabumi telah mengalami kadaluarsa untuk masa sekarang disebabkan perubahan
tutupan lahan.
Untuk mensinkronkan data-data terbaru ke dalam peta rupabumi maka dilakukan proses
adjustment dan interpretasi citra. Acuan dalam proses adjustment dibantu dengan citra
SPOT5 yang telah diorthorektifikasi, DEM SRTM, dan pengukuran lapangan
menggunakan GPS. Sedangkan proses interpretasi citra untuk pemutakhiran data tutupan
lahan menggunakan acuan citra SPOT5 terbaru yang telah diorthorektifikasi serta cek
lapangan.

Interpretasi Citra
Interpretasi citra dimaksudkan untuk sinkronisasi sekaligus memperbaharui data tutupan
lahan. Terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk proses interpretasi citra
satelit yaitu interpretasi otomatis atau yang juga disebut dengan klasifikasi multispektral
dan interpretasi visual (manual). Interpretasi otomatis hanya bisa dilakukan pada citra
satelit format digital dengan bantuan sistem komputer. Interpretasi visual dapat dilakukan
dengan dan tanpa bantuan komputer, namun saat ini interpretasi visualpun umumnya
dilakukan dengan bantuan komputer.
Interpretasi visual (manual) citra satelit merupakan adaptasi dari teknik interpretasi foto
udara.Citra satelit yang dimaksudkan disini adalah citra satelit pada saluran tampak dan
perluasannya.Adaptasi teknik ini bisa dilakukan karena baik citra satelit tesebut, sama-
sama merupakan rekaman nilai pantulan dari obyek.Namun karena perbedaan
karakteristik spasial dan spektralnya, maka tidak keseluruhan kunci interpretasi dalam
teknik interpretasi visual ini bisa digunakan.Kelebihan dari teknik interpretasi visual ini
dibandingkan dengan interpretasi otomatis adalah dasar interpretasi tidak semata-mata
kepada nilai kecerahan, tetapi konteks keruangan pada daerah yang dikaji juga ikut
dipertimbangkan.Interpretasi manual ini peranan interpreter dalam mengontrol hasil
klasifikasi lebih dominan, sehingga hasil klasifikasi yang diperoleh relatif lebih masuk 4-10
akal.

Gambar Contoh Interpretasi Visual Citra Satelit

Disain dan Penyusunan Basis Data


Data yang telah sinkronkan melalui serangkaian proses seperti diuraikan dalam sub bab 1
dan Sub bab 2 selanjutnya perlu disimpan dalam suatu media penyimpan untuk
membentuk/menyusun suatu basis data. Sebelum data disusun dan disimpan dalam suatu
basis data, terlebih dahulu harus dirancang struktur basis datanya. Dalam tataran praktis,
struktur data terutama berkaitan dengan pengelolaan ruang (space) pada media penyimpan
sedemikian rupa sehingga pengguna data tidak mengalami kesulitan untuk mengakses
data yang disimpan di dalamnya.

GambarContoh Disain Basisdata (Struktur Penyimpanan)

Data digital spasial pada umumnya dipisah-pisahkan (biasanya disebut sebagai layer data
digital) dengan mempertimbangkan dimensi obyeknya, dan tipe datanya. Berdasarkan
dimensi obyeknya, data spasial dibedakan menjadi data titik (point), data garis (line) dan
data area (polygon) sehingga akan diperoleh layer data digital untuk kenampakan titik,
garis dan area. Berdasarkan tipe datanya data dapat dibedakan menjadi data dasar dan
data tematik
Penyimpanan layer data digital dalam suatu media penyimpan (storage media), dalam
rangka menyusun basis data, dilakukan dengan terlebih dahulu membagi ruang media 4-11
penyimpan menjadi beberapa direktori (folder). Direktori yang dibuat selanjutnya dapat
dibagi-bagi lagi menjadi sub-sub direktori sesuai dengan kebutuhan dengan
mempertimbangkan kemudahan akses terhadap data tersebut. Disain basis data dalam
kegiatan ini dilustrasikan dalam Gambar 1.2. Disain tersebut apabila diimplementasikan
dalam Struktur basisdata akan terlihat pada gambar berikut;

Gambar Contoh Struktur Basisdata

Metodologi
Alur pikir pemetaan Pola Aliran Sungai Rawa dan Irigasi adalah ketersediaan data
pembangunan yang lengkap dan mutakhir merupakan prasyarat bagi terbangunnya
landasan yang kuat bagi pembangunan daerah ini kedepan. Kegiatan Pemetaan Jaringan
Sungai dan Rawa dengan inovasi pada upaya Pemetaan yang sekaligus membangun data
base digital yang terkoneksi dengan data peta yang dibuat.
Pemetaan Pola Aliran Sungai Rawa dan Irigasi merupakan kegiatan pemutakhiran data.
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah integrasi antara survei lapangan
menggunakan data penginderaan jauh, analisis kartometrik dan survei terestris. Peta
rupabumi skala 1:50.000 digunakan sebagai data utama sekaligus sebagai acuan awal
proses pemutakhiran. Berdasarkan data awal, pemutakhiran data dilakukan melalui proses
interpretasi citra, analisis kartometrik dan survei lapangan.
Pemutakhiran data dilaksanakan dengan menggunakan alat dan bahan tertentu, serta
mengikuti prosedur atau tahapan tertentu. Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan
ini, disesuaikan dengan metode survei dan pemetaan yang telah ditentukan. Prosedur atau
tahapan kegiatan, secara garis besar terdiri dari persiapan, pelaksanaan dan pelaporan.
Uraian secara lebih terperinci mengenai alat dan bahan serta tahapan pelaksanaan kegiatan,
dijelaskan pada sub bab berikut ini.
4-12

a. Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam kegiatan emetaan Pola Aliran Sungai Rawa dan Irigasi
adalah sebagai berikut :
1. Seperangkat komputer, berikut monitor, dan printer / plotter
2. Software ArcGIS; Software ArcView; ErMapper; Global Mapper; AutoCAD Land
Desktop.
3. GPS dan kamera

Bahan yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut :


1. Peta Rupabumi Indonesia skala 1:50.000
2. Peta Batas Administrasi, baik dari BAKOSURTANAL maupun dari Pemerintah
Kabupaten Tanah Datar
3. Citra satelit resolusi menengah (LANDSAT 8 OLI/TIRS)
4. DEM SRTM terbaru resolusi 30 m (ASTER GDEM Perekaman tahun 2011)
5. Peta Jaringan Irigasi dan Tataruang dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tanah
Datar

b. Pemutakhiran Peta
Kegiatan interpretasi visual dilakukan untuk pemutakhiran data peta rupabumi skala
1:50.000 yang sudah out of date. Data citra satelit yang digunakan adalah citra satelit
LANDSAT 8 OLI/TIRS resolusi 15 m. Adapun kombinasi band yang yang umum
digunakan pada saat penafsiran citra satelit secara manual/visual adalah true colour
dimana berbagai kenampakkan vegetasi dan insfrastruktur lainnya baik alami maupun
yang buatan dapat terlihat dengan jelas.
Untuk mempermudah pengenalan tipe-tipe penutup lahan pada suatu citra, dapat
digunakan kunci penafsiran yang dikembangkan untuk penafsiran citra warna standar.
Namun hal ini bisa pula diterapkan pada citra dengan kombinasi band lainnya dengan
menerapkan elemen-elemen penafsiran lainnya selain warna. Kunci eliminasi tersebut
pada prinsipnya disusun agar interpretasi berlanjut langkah demi langkah dari yang
umum ke yang khusus, dan kemudian menyisihkan semua kenampakan atau kondisi
kecuali satu yang diidentifikasi. Kunci eliminasi sering tampil dalam bentuk kunci dua
pilihan (dichotomous key) dimana penafsir dapat melakukan serangkaian pilihan antara
dua alternatif dan menghilangkan secara langsung semuanya, kecuali satu jawaban yang
mungkin (Lillesand & Kiefer, 1990).
Untuk penafsiran manual/visual (on screen digitation), perlu memperhatikan pola
jaringan sungai, danau atau garis pantai didelineasi yang diikuti dengan pola jaringan
jalan, hal ini akan membantu dalam penafsiran obyek-obyek atau vegetasi yang terliput
pada citra yang ada. Selanjutnya dilakukan deteksi pada obyek-obyek dengan
melakukan delineasi batas luar pada kelompok yang yang mempunyai warna yang sama
dan memisahkannya dari yang lain (Lillesand dan Kiefer, 1979; Sutanto, 1985).
Teknik interpretasi visual (manual) citra satelit yang merupakan adaptasi dari teknik
interpretasi foto udara. Citra satelit yang dimaksudkan disini adalah citra satelit pada
saluran tampak dan perluasannya. Adaptasi teknik ini bisa dilakukan karena baik citra
satelit tesebut dan foto udara, sama-sama merupakan rekaman nilai pantulan dari obyek.
Namun karena perbedaan karakteristik spasial dan spektralnya, maka tidak keseluruhan
kunci interpretasi dalam teknik interpretasi visual ini bisa digunakan. Kelebihan dari 4-13
teknik interpretasi visual ini dibandingkan dengan interpretasi otomatis adalah dasar
interpretasi tidak semata-mata kepada nilai kecerahan, tetapi konteks keruangan pada
daerah yang dikaji juga ikut dipertimbangkan. Interpretasi manual ini peranan
interpreter dalam mengontrol hasil klasifikasi menjadi sangat dominan, sehingga hasil
klasifikasi yang diperoleh relatif lebih masuk akal.
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka interpretasi citra digital menggunakan
gabungan metode penafsiran secara klasifikasi teracu (supervised classification) dan
metode secara manual/visual atau delineasi secara on screen digitation. Penggabungan
kedua metode ini menghasilkan klasifikasi yang lebih rinci dan cepat sebab klasifikasi
teracu akan membantu mempermudah klasifikasi secara keseluruhan, terutama untuk
memperoleh batas delineasi pada kelas-kelas dengan poligon yang besar seperti kelas
hutan, laut, danau dan yang lainnya. Sedangkan metode secara manual/visual dapat
lebih memperinci hasil kliasifikasi teracu, terutama untuk memisahkan,
menggabungkan atau menambahkan kelas-kelas yang tidak bisa dilakukan secara
klasifikasi teracu.

c. Survei Lapangan
Kegiatan survei lapangan dilakukan untuk memvalidasi peta hasil pemutakhiran, selain
itu berfungsi juga untuk mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan yang belum
terpetakan. Metode survei lapangan dengan cara tracking batas unsur yang mempunyai
aksesibilitas yang baik, pengamatan titik koordinat unsur, dan wawancara dengan
penduduk setempat.
Tracking batas dan pengamatan koordinat menggunakan GPS, ditelusur sepanjang batas
kawasan studi, jalan, sungai, tepi danau, batas unsur lahan, dan sebagainya. GPS
tracking ini dilakukan dengan mengendarai mobil, sepeda motor dan jalan kaki. Data
GPS langsung terhubung ke komputer, disamping sebagai alat pemandu juga sebagai
penyimpan data hasil tracking GPS.
Untuk memantau posisi unsur prioritas dilakukan pengukuran titik koordinat secara
lebih seksama. Pengamatan posisi koordinat ini dilakukan dengan pengukuran posisi
rata-rata pada selang waktu tertentu sehingga diperoleh akurasi posisi yang lebih baik
daripada metode tracking.
Metode wawancara penduduk dilakukan untuk memperoleh informasi yang
valid.Wawancara ini berguna pula untuk memperoleh informasi tentang ada tidaknya
perubahan penggunaan lahan yang mungkin disebabkan oleh perubahan alami ataupun
adanya pemekaran wilayah.Apabila diperoleh informasi adanya perubahan batas
wilayah, maka ditindaklanjuti dengan tracking batas baru tersebut menggunakan GPS.

d. Penyusunan Basis Data


Agar penyimpanan peta unsur perairan maupun layer peta lainnya, baik data spasial
maupun data atributnya dapat tersusun dengan rapi, maka perlu dilakukan penataan
database. Penataan ini menyangkut struktur database spasial, terdiri dari format data,
penamaan, klasifikasi data, jenis-jenis kolom, nama kolom, tipe kolom, dan lebar
kolom. Format data agar dapat mengakomodasi untuk keperluan database non spasial,
sehingga format yang cocok adalah format shape file. Format file ini dapat diakses
selain menggunakan software ArcView juga dapat diakses atributnya dari software
ArcGIS. 4-14

Jenis layer yang perlu ditata databasenya pada kegiatan Pemetaan Pola Aliran Sungai
Rawa dan Irigasi adalah sebagai berikut :
1. Jalan
2. Sungai
3. Toponimi
4. Garis pantai
5. Batas administrasi
6. Wilayah Administrasi

Dari keenam layer peta tersebut disusun struktur databasenya seperti pada tabeldi
bawah.
Tabel 4.5.Struktur Database
Lebar
No Layer Nama Kelas Jenis kolom Nama Kolom Tipe
Kolom
1. Jalan Jalan Jalan Arteri ID jalan JL_ID Numerik 2
Jalan Keterangan kelas JL_DESKRP Karakter 20
Kolektor jalan
Jalan Lokal
Jalan Lain
Jalan
Setapak
2. Sungai Sungai Sungai 1 ID sungai SUNG_ID Numerik 2
garis Keterangan kelas SUNG_DESKR Karakter 20
Sungai 2 sungai P
garis
3. Toponim Annota
i si
4. Garis Pantai Garis Pantai ID pantai P_ID Numerik 2
Keterangan pantai P_DESKRP Karakter 15
5. Batas ADM_ Batas Desa ID batas ADML_ID Numerik 2
administr L Batas administrasi ADML_DEKS Karakter 20
asi Kecamatan Keterangan jenis RP Karakter 10
Batas batas UPDATE Karakter 30
Kabupaten Tanggal updating PELAKSANA
Batas Pelaksana updating
Provinsi
6. Wilayaha ADM_ Provinsi ID provinsi ADMP_IDPRO Numerik 2
dministra P Kabupaten Nama provinsi V Karakter 30
si Kecamatan ID kabupaten / kota PROVINSI Numerik 2
Desa Nama kabupaten / ADMP_IDKAB Karakter 30
kota KABUPATEN Numerik 2
ID kecamatan ADMP_IDKEC Karakter 30
Nama kecamatan KECAMATAN Numerik 10
ID desa ADMP_IDDES Karakter 30
Nama Desa A Karakter 10
Tanggal updating DESA Karakter 30
Pelaksana updating UPDATE Double
Luas provinsi PELAKSANA Double
Luas kabupaten / LUAS_PROV Double
Lebar
No Layer Nama Kelas Jenis kolom Nama Kolom Tipe
Kolom 4-15
kota LUAS_KAB
Luas kecamatan LUAS_KEC

e. Disain Kartografis
Peta yang telah dimutakhirkan, selain disusun dan disimpan dalam suatu basisdata
spasial digital, juga dibuat versi cetaknya (hardcopy) sehingga dihasilkan peta yang siap
cetak. Proses pembuatan peta cetak dari data spasial digital, pada prinsipnya adalah
visualisasi data secara kartografis. Batas administrasi dan data lain yang relevan (jalan,
sungai, garis pantai dan nama-nama geografi atau toponimi) divisualisasikan dalam
bentuk simbol. Pemilihan simbol dilakukan dengan memperhatikan kaidah kartografis,
atau merujuk pada suatu standar pemetaan misal Standar Nasional Indonesia (SNI).
Simbol batas administrasi yang terdapat pada peta Rupabumi Indonesia, dan telah
dibakukan dalam bentuk SNI, dapat diadopsi dalam proses simbolisasi Peta Pola Aliran
Sungai, Rawa dan Irigasi.
Data yang telah divisualisasikan dalam bentuk simbol, merupakan elemen utama dalam
suatu peta.Elemen ini lazim juga disebut sebagai muka peta (map face). Selain muka
peta, elemen lain yang umum terdapat dalam suatu peta antara lain: judul, legenda,
skala, inset, grid koordinat, orientasi, riwayat peta, pembuat, dan sumber data. Elemen-
elemen tersebut lazim disebut sebagai informasi tepi (marginal information).Seluruh
elemen peta selanjutnya disusun dalam suatu tata letak (layout), dengan
memperhatikan beberapa kaidah antara lain balance, unity dan harmony.

Peta Wilayah Administrasi


Kabupaten Tanah Datar memiliki peta wilayah administrasi yang menggambarkan batas
administrasi hingga ke tingkat kelurahan. Peta tersebut, sampai saat ini, merupakan peta
resmi yang digunakan oleh pemerintah Kabupaten Tanah Datar. Meskipun digunakan
sebagai peta resmi, namun ada beberapa hal terkait dengan peta tersebut yang perlu
mendapat perhatian. Pertama, tidak ada penjelasan tentang sumber data yang digunakan
untuk membuat peta tersebut. Kedua, metode pemetaan yang digunakan dan instansi yang
bertanggungjawab membuat peta tersebut tidak terdokumentasikan dengan baik. Ketiga,
ada perbedaan batas administrasi dengan peta yang dikeluarkan Kabupaten lain yang
berbatasan dengan Kabupaten Inhu.
Peta wilayah administrasi Kabupaten Tanah Datar ditunjukkan pada Gambar dibawah. Peta
wilayah administrasi menggunakan sumber data Peta Tataruang Kabupaten Tanah Datar.
4-16

Gambar Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Tanah Datar

Pemetaan Sungai
Pemetaan Sungai mengacu pada peta
Rupabumi Indonesia Skala 1:50.000.
Peta Rupabumi skala 1:50.000 sudah
out of date (Tahun 1998) akan tetapi
informasi dasar dari peta tersebut
masih dapat dimanfaatkan sebagai
acuan geometri peta. Informasi dasar
yang masih digunakan adalah unsur-
unsur sungai, jalan, dan toponimi,
bentuk dan aliran sungai serta jalan
dimutakhirkan menggunakan data
LANDSAT 8 OLI/TIRS. Untuk
wilayah rawa pemutakhiran dilakukan
dengan memanfaatkan data
ASTERGDEM SRTM resolusi 30m,
yang diklasifikasi berdasarkan nilai
ketinggiannya untuk mendapatkan
informasi antara dataran rendah yang
selalu tergenang dan beberapa daerah
yang hanya tergenang pada saat
musim hujan. Dari hasil pemrosesan
disampaikan dalam gambar berikut. Gambar Peta ASTERGDEM SRTM 30m Kab.
Warna hijau tua menampilkan daerah Tanah Datar
genangan tetap yang mengindikasikan
sebagai daerah rawa tetap di wilayah Kabupaten Tanah Datar. Hasil ini selanjutnya
didelineasi dan ditampilkan gambar berikut ini.
4-17

Gambar Hasil Deliniasi Aliran Sungai Kab. Tanah Datar

Peta Lereng Dan Kontur


Kemiringan lereng dijadikan salah satu parameter yang menyusun peta satuan lahan,
disebabkan parameter ini memiliki peran yang cukup besar pada berbagai proses hidrologi
permukaan. Salah satu peran parameter lereng dalam proses hidrologi adalah proses
terjadinya aliran Horton (Hortonian Overflow) pada lahan terbuka.
Peta topografi memberikan informasi tentang morfologi permukaan bumi yang
digambarkan dengan garis kontur. Kemiringan lereng merupakan salah satu pembentuk
satuan lahan yang dapat dihitung dengan menggunakan kontur. Semakin rapat kontur maka
semakin terjal lereng, dan sebaliknya semakin jarang kontur, maka lereng semakin landai.
Pembuatan peta kemiringan lereng diperoleh dengan menurunkan informasi dari
ketinggian suatu tempat. Dari ketinggian tempat tersebut diperoleh lokasi-lokasi berupa
titik-titik ketinggian. Berdasarkan titik-titik ketinggian tersebut dapat ditarik garis yang
sama ketinggiannya sehingga dihasilkan garis-garis kontur. Berdasarkan kenampakan
ketinggian yang divisualisaikan dengan
garis kontur dapat diturunkan menjadi
informasi kemiringan lereng. Lereng
memberikan gambaran mengenai beda
tinggi antar muka permukaan bumi.
Dengan adanya pengekelasan lereng ini,
maka informasi mengenai morfologi
relatif lebih mudah untuk dilihat daripada
menggunakan informasi seperti garis
kontur.
Garis-garis kontur tersebut diturunkan
menjadi informasi kemiringan
lereng,dasar penurunan informasi garis
kontur adalah penghitungan garis kontur
Gambar Peta Lereng Hasil Proses
ASTERGDEM SRTM Kabupaten Tanah Datar
yang terpotong sebagai salah satu variable yang digunakan pada formula perhitungan
persen kemiringan lereng adalah pada sifat garis kontur itu sendiri. Garis kontur memiliki 4-18
sifat semakin rapat maka lereng semakin terjal, dan sebaliknya. Hal ini memberikan
kesimpulan bahwa semakin banyak kontur terpotong maka persen kemiringan lereng akan
semakin besar yang berarti lereng semakin terjal. Berdasarkan klasifikasi dari Cook
diperoleh kelas kemiringan lereng datar dengan persentase 0-5%,bergelombang 5-10%,
berbukit 10-30%,dan terjal lebih dari 30%. Gambar.1.10. hasil pemrosesan ASTERGDEM
SRTM 30m untuk menghasilkan kemiringan lahan di Kabupaten Tanah Datar, sedangkan
Gambar.1.12. adalah peta lereng hasil kartografi.

4.3. Pengolahan Data Teristris

Transfer data dan perhitungan

Proses transfer data dilakukan langsung dari alat ukur (total station) ke komputer
menggunakan kabel data alat tersebut. Supaya dapat deteksi oleh komputer maka ada
program khusus (driver alat) yang harus diinstall ke komputer. Pada alat ukur Nikon DTM
seri 352 menggunakan perangkat lunak Trans IT. Data yang dihasilkan dalam dua format
yaitu data berupa jarak, sudut horisontal, sudut vertikal, tinggi alat, tinggi target dan
deskripsi titik sedangkan format yang kedua adalah data koordinat xyz. Data yang kedua
(xyz) digunakan untuk monitoring kemajuan pekerjaan dan pengecekan awal jika ada data
yang tidak tepat. Penyimpanan data dalam format file csv.

Penggambaran

Penggambaran dilakukan menggunakan program autocad karena program ini jika


dibandingkan dengan program-program yang lain yang bisa untuk penggambaran lebih
sederhana dan fleksibel terhadap program lainnya. Tool autocad lebih mudah dipahami,
fleksibel sebab data hasil pengolahan di autocad bisa dibaca pada program-program seperti
Surpack, Minecom, Global Mapper, ErMapper, Arcview, Arc Info, Mapinfo, Microstation
dan lain sebagainya. Namun Autocad yang digunakan disini harus dilengkapi dengan
program tambahan apabila digunakan untuk pekerjaan pengukuran dan pemetaan. Pada
Autocad release 14 program tambahan adalah softdest civil survey sedangkan untuk
Autocad release 2000 keatas pada versi tertentu sudah dilengkapi dengan program
pengukuran dan pemetaan seperti Land development 2000, Land Dekstop 2004, Land
Dekstop 2009.
Langkah- langkah ploting ke autocad adalah sebagai berikut:
1. Transfer point
Transfer data titik ke autocad dapat dilakukan dengan tiga metode penggambaran yaitu:
Metode Kartesius (x,y,z)
Metode Relatif (@delta x, delta y, delta z)
Metode polar atau jarak dan sudut (@panjang<sudut)

Metode yang sering digunakan dalam penggambaran adalah metode kartesius (x,y,z),
apalagi jika untuk kemajuan pekerjaan yang dituntut cepat maka download langsung
dari total station (format x,y,z) akan lebih efektif. Disamping itu pada juga pada olah
data atau penghitungan menggunakan program microsoft excel hasil akhir yang didapat
berupa koordinat kartesius (x,y,z). 4-19

2. Data Spasial
Sebelum menggambar obyek spasial dibedakan menjadi tiga kategori:
Detil Titik
Detil Garis
Detil Luasan

Dalam penggambaran pemakaian simbol juga menyesuaikan detil yang digambar, untuk
obyek berupa titik menggunakan simbol titik, untuk obyek panjangan seperti jalan,
sungai digunakan garis (line/ polyline) dan untuk obyek luasan seperti danau, rawa atau
sawah digunakan simbol luasan (boundary) dan bisa diberikan arsiran yang berbeda.

Detil di lapangan dikategorikan menjadi 2 bagian yaitu:


1. Unsur-unsur Buatan Manusia (Man Made Features)
Unsur-unsur buatan manusia yang umumnya disajikan dalam peta topografi dapat
dibagi dalam beberapa kelompok :
a. Unsur-unsur perhubungan : jalan, jalan kereta api, pengangkutan udara, unsur-unsur
hidrografi yang digunakan sebagai transport/komunikasi, jembatan, terowongan,
penyeberangan dan lain-lain.
b. Bangunan / gedung
c. Konstruksi-konstruksi lain : bendungan, jalur pipa, jaringan listrik , dll.
d. Unsur-unsur luas/daerah yang khusus :
1) Daerah yang ditanami dengan tumbuh-tumbuhan.
2) Lapangan olah raga, taman-taman
3) Makam
e. Batas-batas : batas administrasi yang ditetapkan oleh pemerintah.

2. Unsur-unsur Alam (Natural Features) :


Disamping bentuk penyajian dari relief, umumnya keadaan alam yang disajikan pada
peta adalah :
a. Unsur-unsur hidrografi, termasuk sungai, danau dan bentuk garis pantai.
b. Tanaman, yang umumnya dikelompokkan menurut jenis atau faktor-faktor lain
seperti kegunaan tanaman tersebut, bahan ekspor yang penting dan sebagainya.
c. Unsur-unsur lain yang terdapat pada permukaan: seperti permukaan es, salju, pasir
dan sebagainya.

3. Pembentukan garis Kontur


Garis kontur adalah suatu garis yang menghubungkan titik-titik di lapangan yang
mempunyai ketinggian sama. Standarisasi interval garis kontur dalam pemetaan adalah
seperduaribu kali skala peta satuan dalam meter. Sedangkan untuk kontur indeks yang
lazim digunakan adalah 5x (lima kali) interval kontur. Misalnya peta skala 1 : 10.000 maka
interval kontur adalah:
Interval = 1/2000 x skala peta
= 1/2000 x 10.000
=5
Jadi untuk peta skala 1 : 10.000 interval kontur adalah 5 meter dan kontur indeks tiap 25
meter.
Analisa Gambar
4-20
Analisa gambar merupakan proses terakhir sebelum gambar final yang akan diserahkan ke
pemberi pekerjaan. Analisa gambar meliputi tahap cek sebaran detil dan bentukan garis
kontur. Pada tahap ini dilakukan juga generalisasi data (penambahan atau pengurangan
data agar bisa mendekati kondisi sebenarnya), namun syarat yang dianjurkan dalam
generalisasi tidak boleh lebih dari 5% dari data hasil ukuran misalnya data dari lapangan
sebanyak 1000 titik maka penambahan atau pengurangan tidak boleh lebih dari 50 titik.
Pada penambahan titik dilakukan pada tikungan sungai dan alur jika dalam bentukan
tersebut belum memenuhi kondisi lapangan sebenarnya dan penambahan tersebut tidak
sembarangan tetapi memakai kaidah yang benar yaitu menggunakan daya dukung data
hasil ukuran untuk interpolasi titik tersebut.

Pemrosesan Data

a. Olah Data
Olah data pengukuran adalah proses penyusunan file asli hasil upload dari alat ukur
sampai dengan hasil koordinat xyz. Tahapan dalam olah data dan contohnya adalah
sebagai berikut:
1. Buka file ASCII format trn dengan microsoft excel.

2. Pemisahan file ASCII kedalam format baris-kolom dalam format xls.


Langkah pertama memilih (select) data asli, berikut ini cara memilih data yang akan
disusun menjadi data awal perhitungan.
4-21

Perintah [Data > Text to Columns]


Muncul urutan dialog sebagai berikut:

Pilih Delimited

3. Menyusun urutan data


kedalam format hitungan.
Setelah data terpisah
menjadi baris dan kolom
selanjutnya dilakukan
penyusunan data untuk
hitungan, ada beberapa
data yang dihilangkan
seperti waktu pengukuran
dan info temperatur.

4. Penghitungan poligon
Langkah perhitungan poligon menggunakan metode bowditch adalah sebagai
berikut:
Menyusun data sudut dan jarak kedalam format hitungan.
Menghitung Sdt Jurusan/Azimut Awal dan Akhir.
Menghitung Sudut terkoreksi. 4-22
a. Menghitung Salah Penutup Sudut (Fb)
Fb = Jumlah sudut – ((aakhir - aawal)+nx180°)
(contoh untuk poligon terikat sempurna)
b. Menghitung Koreksi sudut.
kor = - Fb/n
c. Menghitung Sudut terkoreksi.
kor =  + kor
Menghitung Sudut Jurusan/Azimut.
a = aawal + kor - 180°
Menghitung Jumlah Total jarak.
Menghitung Absis (D Sin a) dan Ordinat (D Cos a).
dx = D x Sin a dan dy = D x Cos a
Menghitung Salah penutup Absis (fx) dan Ordinat (fy).
fx = Jumlah dx – (Xakhir – Xawal).
fy = Jumlah dy – (Yakhir – Yawal).
Menghitung Koreksi Absis (Kdx) dan Koreksi Ordinat (Kdy)
kor.dx = - (di/SD) x fx
kor.dy = - (di/ SD) x fy
Menghitung koordinat X dan Y
Xi+1 = Xi + dxi + kdx
Yi+1 = Yi + dyi + kdy
Periksa koordinat akhir hasil hitungan harus sama dengan koordinat akhir yang
diketahui
Berikut ini contoh format hitungan poligon metode bowditch

Keterangan tabel:
n : Jumlah berdiri alat
fb : Salah penutup sudut
kor : koreksi sudut pada tiap titik
fx : Kesalahan penutup absis
fy : kesalahan penutup ordinat
fh : kesalahan penutup tinggi
5. Penghitungan detil
4-23

Rumus yang digunakan perhitungan detil ini sama dengan perhitungan poligon,
perbedaannya pada detil hanya diamat satu kali.

6. Penyimpanan file koordinat


Perintah [File >save as>file.csv]

b. Penggambaran
1. Menyimpan file pekerjaan dalam format drawing (dwg). Perintah [File>Save as]
4-24

2. Membuat project pekerjaan.


Caranya pilih [Project>Reassociate drawing> Create Project].
Urutan dialog box akan muncul sebagai berikut:

Dialog box 1

Dialog box 2
Dialog box 3
4-25

3. Impor titik poligon maupun titik detil dengan seting layer berbeda. Tujuanya dibuat
layer berbeda untuk memudahkan dalam proses penggambaran.

Nama layer untuk poligon : poligon.


Nama layer detil : detil.

Dalam proses impor point ini akan muncul beberapa dialog box seperti di bawah ini:
Perintah [Point>import/export point>import point]
4-26
Pada dialog box 2 pilih format
sesuai dengan basis data yang
dibentuk dari microsoft excel
(PENZD), kemudian source file
adalah letak basis data disimpan.
Setelah menjalankan proses
tersebut maka akan tergambar
posisi masing-masing titik hasil
ukuran kedalam Autocad.

Gambar Hasil ploting titik detil.

Gambar Hasil kontur ( situasi detail).

4. Identifikasi obyek sesuai dengan keadaan lapangan. Sebagai contoh sebuah rumah
titik detil yang diambil adalah pojok-pojoknya, maka titik pojok-pojok tersebut
dihubungkan dengan garis akan tergambar sebuah rumah. Begitu pula dengan obyek
yang lainnya. Gambar di bawah ini adalah sebuah contoh peta situasi yang telah
dilakukan editing.

5. Penggambaran Garis Kontur


Digital terrain model (DTM) atau disebut surface merupakan permodelan dari suatu
permukaan tertentu ditampilkan dalam bentuk jaringan yang menghubungkan titik
terdekat membentuk jarring-jaring segitiga.
Fungsi dari DTM sangat banyak sekali diantaranya adalah :
a. Membentuk garis kontur. 4-27
b. Menghitung volume galian dan timbunan.
c. Membuat section (profil), baik profil melintang ataupun memanjang.
d. Mengetahui kemiringan medan (slope), dll.

Dalam kesempatan ini akan dibahas kegunaan DTM untuk pembuatan garis kontur.

Langkah-langkah pembentukan DTM menggunakan Autocad Land Dekstop.


Perintah [Terrain.>Terrain Model Explorer]

Klik kanan mouse, muncul dialog


Kemudian klik pada tulisan tersebut.
4-28

Selanjutnya membangun surface menggunakan basis data yang sama yaitu basis data
yang digunakan untuk penggambaran detil situasi maupun poligon dengan format csv
ataupun txt. Di bawah ini adalah urutan membentuk surface.

Klik kanan pada points, kemudian muncul dialog seperti


diatas.

Setelah pengambilan basis data selesai tahap terakhir pembentukan surface adalah
buildsurface, seperti gambar berikut.
4-29

Untuk mengetahui hasil bentukan maka perlu ditampilkan dtm tersebut sebagai
sebuah gambar berupa jaringan triangulasi (segitiga) yang menghubungkan titik
terdekat dari sebuah basis data. Adapun perintah yang digunakan :
[Terrain>edit surface>Import 3D Lines]

Pembuatan Garis Kontur


Perintah [Terrain.>create contour]
Langkah-langkah pembentukan garis kontur.

DTM
4-30

Kontur interval (kontur minor) dan kontur indeks (kontur mayor).


c. Ketelitian dan Kesalahan Pengukuran
1. Akurasi dan Presisi 
Akurasi menyatakan seberapa dekat nilai hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya
(true value) atau nilai yang dianggap benar (accepted value). Jika tidak ada data
bila sebenarnya atau nilai yang dianggap benar tersebut maka tidak mungkin untuk
menentukan berapa akurasi pengukuran tersebut.
Presisi menyatakan seberapa dekat nilai hasil dua kali atau lebih pengulangan
pengukuran. Semakin dekat nilai-nilai hasil pengulangan pengukuran maka
semakin presisi pengukuran tersebut. 
Gambar di samping menunjukkan beberapa kali
pengamatan dan masing-masing gambar
a. Presisi dan akurasi tinggi.
b. Presisi rendah, akurasi tinggi
c. Presisi tinggi, akurasi rendah
d. Presisi dan akurasi rendah

Gambar Akurasi dan Presisi

2. Kesalahan Pengukuran
1. Kesalahan Sistematis (Instrument Error)
Kesalahan sistematis adalah kesalahan pengamatan yang disebabkan karena oleh
faktor instrumen pengukuran. Kesalahan sistematik akan berdampak pada
akurasi pengukuran. Jika kesalahan sistematik terjadi maka akurasi pengukuran
tidak dapat ditingkatkan dengan melakukan pengulangan pengukuran. Sumber
kesalahan sistematik terjadi karena instrumen pengukuran tidak terkalibrasi
terlebih dahulu atau kesalahan pembacaan seperti edm error. Kesalahan alat
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kesalahan pada alat ukur sudut terdiri dari :
 Kesalahan alat ukur sudut sendiri
1) Kesalahan sudut kolimasi atau kesalahan bacaan sudut horisontal. 4-31
Kesalahan ini bisa dihilangkan dengan cara mengukur sudut dengan
posisi teropong biasa dan luar biasa dan hasil ukurannya dirata-rata.
2) Kesalahan sumbu horisontal disebabkan sumbu horisontal tidak tegak
lurus sumbu vertikal. Kesalahan ini bisa dihilangkan dengan cara
mengukur sudut dengan posisi teropong biasa dan luar biasa dan hasil
ukurannya dirata-rata.
3) Kesalahan sumbu vertikal disebabkan sumbu vertikal tidak berimpit
dengan arah garis vertikal. Kesalahan ini deliminirnya dengan cara
berhati-hati terutama pada pembacaan sudut vertikal yang sudut
elevasinya besar.
4) Kesalahan eksentris disebabkan sumbu vertikal tidak berimpit dengan
pusat graduasi horisontal. Kesalahan ini bisa dihilangkan dengan cara
mengukur sudut dengan posisi teropong biasa dan luar biasa dan hasil
ukurannya dirata-rata.
5) Kesalahan graduasi, kesalahannya bisa dihilangkan dengan cara
merubah lingkaran graduasi pada awal pembacaan misalnya 00,900.

 Kesalahansurveyor
1) Penyetelan instrumen
 Levelling pengaturan nivo kotak atau nivo tabung kurang teliti.
 Centering kurang teliti.
 Paralak optis.
2) Kurang memahami karakteristik alat, perbedaan centring dengan alat
penegak unting-unting, optis, dan sinar laser.
b. Kesalahan alat penyipat datar.
 Kesalahanalatpenyipatdatarsendiri.
Arah garis visir tidak sejajar sumbu nivo.
 Kesalahan oleh surveyor
1) Leveling tidak benar.
2) Jarak kemuka ≠ jarak kebelakang.
3) Salah Baca.
4) Salah catat.
 Kesalahan akibat rambu
1) Rambu tidak tegak.
2) Rambu tidak stabil (karena tempat dudukannya lunak).
3) Harga nol rambu sudah tidak tepat, harus dikalibrasi.
4) Sambungan rambu tidak tepat, harus dikalibrasi.
5) Graduasi rambu yang tidak teliti, harus dikalibrasi.
c. Alat pengukur jarak
Pengukuran jarak bisa dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung.
2. Kesalahan Manusia (Human Error)
Human error adalah kesalahan pada saat pengamatan yang disebabkan oleh
pengamat atau surveyor, kesalahan ini diakibatkan karena kurang hari-hati,
kelalaian, ketidak mengertian terhadap instrumen atau surveyor tidak
melaksanakan standar operasional prosedur dengan benar yang telah diberikan.
Beberapa kesalahan yang disebabkan personil:
 Surveyor 4-32
1) Kurang memahami karakteristik dan penggunaan alat ukur.
2) Kurang mahir dalam pelaksanaan penggunaan alat ukur.
3) Prosedur pelaksanaan pengukuran kurang dipahami.
4) Sikap tidak hati-hati, dan tidak teliti
5) Kelelahan fisik, tergesa-gesa.
 Pembantu lokal
1) Kurang memahami dalam pelaksanaan penggunaan alat ukur
Contoh :
1. Memegang rambu ukur tidak memperhatikan nivo rambu ukur.
2. Memasang patok tidak tegak
3. Penempatan rambu ukur pada tempat yang lunak.
2) Sikap tidak hati-hati, dan teliti (asal-asalan)
Fisik
3) Kelelahan

3. Kesalahan Acak (Random Error)


Kesalahan acak akan berdampak pada presisi pengukuran. Kesalahan ini muncul
memberikan hasil pengukuran yang fluktuatif, di atas dan di bawah nilai
sebenarnya atau nilai yang diangap benar.Presisi pengukuran akibat kesalahan
acak ini dapat diperbaiki dengan melakukan pengukuran secara repetisi yaitu
pengulangan pengukuran pada satu titik, dalam penggunaan alat ukur dilakukan
pengukuran seri rangkap yaitu B-LB-LB-B. Contoh kesalahan acak adalah:
Kesalahan yang dipengaruhi kondisi alam
 Pengaruh sinar matahari langsung
1) Selama pengukuran alat ukur harus dilindungi.
2) Koreksi perubahan rambu harus diperhitungkan.
 Perubahan posisi alat dan rambu
Pengukuran ditanah yang lembek, gambut. Harus dibuat patok pembantu
penyangga alat
 Pengaruh refraksi cahaya
1) Jarak titik ukur jangan terlalu jauh
2) Pengukuran dilakukan pada pagi dan sore
 Pengaruh lengkung bumi
Pengaruh lengkung bumi baru diperhitungkan untuk jarak 300m sebesar
0,01 m harga ini dihitung dengan persamaan:
dD={(1-K)s2}/2R
Keterangan:
dD = Koreksi Jarak
K = Koefisien refraksi (0,13)
R = Jari-jari lengkung bumi
S = jarak horisontal

3. Kerangka Kontrol Pemetaan


Jaring kontrol horisontal geodesi sangat diperlukan, terutama untuk mendukung
pekerjaan-pekerjaan penentuan posisi serta survei dan pemetaan untuk beragam
aplikasi.Realisasi jaring kontrol horisontal mempunyai cakupan yang cukup luas,
baik ditinjau dari pendefinisian sistem referensinya, metode dan strategi
pengamatannya, sistem peralatan yang digunakan, metode pengolahan datanya,
maupun tingkat ketelitian titik-titiknya.Oleh sebab itu agar maksimal 4-33
penggunaannya, jaring kontrol horisontal serta pengadaannya harus terstandarisasi,
terklasifikasi, dan terspesifikasi dengan benar, sistematis, dan jelas dalam suatu
Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu Jaring Kerangka Horisontal Nasional
(JKHN).Dalam SNI ini klasifikasi JKHN didasarkan pada tingkat presisi dan
tingkat akurasi dari jaring yang bersangkutan, dimana tingkat presisi
diklasifikasikan berdasarkan kelas, dan tingkat akurasi diklasifikasikan berdasarkan
orde.

4.4. Mekanika Tanah

umum

Penyelidikan tanah dilokasi perencanaan embung telah dilakukan bor mesin sebanyak 2
(dua) titik agar dapat mengetahui deskripsi dari lapisan tanah dan muka air tanah secara
visual dilapangan. Kemudian diambil contoh tanah asli dan tidak dari setiap lapisan atau
setiap terjadinya perbedaan lapisan tanah guna pemeriksaan selanjutnya di laboratorium.
Sejalan dengan kegiatan ini dilakukan penelitian SPT untuk mengetahui parameter
kekuatan setiap lapisan secara langsung dilapangan. Hasil pelaksanaan pengambilan
sampel asli dan tidak asli serta penelitian SPT dari dua titik bor yaitu :
1. Sampel Tidak Asli (Disturbed Sample)
- Prosedur pengambilan sampel berdasarkan methode ASTM D.2113 – 70
- Pengambilan sampel dimulai dari permukaan lapisan tanah dan seterusnya pada
setiap perubahan lapisan tanah.
2. Sampel Asli (Undisturbed Sample)
- Prosedur pengambilan sampel, berdasarkan methode ASTM D.1587 – 67
- Interval pengambilan sampel kedalaman 2 meter atau pada setiap perubahan lapisan
tanah.
3. Standart Penetration Test (SPT)
- Prosedur pelaksaan berdasarkan ASTM. D.1586 – 67
- Interval penelitian dilakuakan pada setiap kedalaman 2.00 meter

Letak koordinat dan hasil dari masing-masing bor mesin ini dapat dilihat pada situasi dan
bor log terlampir

Pemeriksaaan Labor

Sampel yang didapat dari penyelidikan bor mesin dilakukan pemeriksaan dilaboratorium,
meliputi indek properties dan Engineering Properties yaitu :
- Sieve Analisis (SNI-1968-1990-F)
- Atterberg Limit (SNI-1966-1990-F dan SNI-1967-1990-F)
- Spesific Grafity (SNI-1964-1990-F)
- Berta Isi (SK-SNI. M-07-1993-03)
- Kadar Air (SNI-03-2445-1991) 4-34
- Triaxial UU ASTM. D. 2850-87/AASHTO.T.234-85 (1990)
- Unconfined Compressive Test Strength (qu)

Interpretasi Jenis Lapisan Tanah

Interpretasi klasifikasi berdasarkan pengamatan visual lapangan, nerdasarkan deskripsi


lapisan tanah dari hasil pemeriksaan laboratorium. Pengeboran ini lapangan dilaksanakan
pada satu lokasi dengan 2 (dua) titik. Pengeboran dengan kedalaman dari muka tanah
setempat sebagai berikut ;
- Titik bor 1 (Satu) dengan kedalaman 20.00 meter
- Titik bor 2 (Dua) dengan kedalaman 20.00 meter

Klasifikasi tanah berpedoman kepada Unified Soil Clasification System (USCS).

1. Titik Boring 1 (satu)


 Kedalaman 0.00 s/d 6.00 meter merupakan lapisan lempung dengan konsistensi
lunak (CH) berwarna kuning, merah, abu-abu, nilai SPT N2+N3 = 10/30 cm dan
18/30 cm.
 Kedalaman 6.00 s/d 20.00 meter merupakan lapisan pasir kerikil boulder dengan
tingkat kepadatan sedang s/d padat (GP) berwarna abu-abu, nilai SPT N2+N3 =
28/30 cm s/d 60/00 cm.

2. Titik Boring 2 (dua)


 Kedalaman 0.00 s/d 2.00 meter merupakan lapisan lempung dengan konsistensi
lunak (CH) berwarna, nilai SPT N2+N3 = 13/30 cm.
 Kedalaman 2.00 s/d 16.00 meter merupakan lapisan pasir dengan tingkat kepadatan
sedang s/d padat (SP) berwarna abu-abu, nilai SPT N2+N3 = 34/40 cm s/d 60/0 cm.
 Kedalaman 16.00 s/d 20.00 meter merupakan lapisan pasir boulder dengan tingkat
kepadatan sedang s/d padat (GP) berwarna coklat, niali SPT N2+N3 = 39/30 cm s/d
60/0 cm.

Analisa Data

Berdasarkan hasil penyelidikan visual lapangan dan dihubungkan dengan pemeriksaan


laboratorium kondisi lapisan tanah dapat diinterpretasikan sebahai berikut

1. Titik Boring 1 (satu)


Hasil pemeriksaan bor inti menginformasikan bahwa lapisan tanah keras/padat
ditenukan pada kedalaman 6.00 meter s/d 7.00 meter, yang berfungsi sebagai lapisan
pendukung yang dimanfaatkan sebagai dasar pondasi konstrusi bangunan

2. Titik Boring 2 (dua)


Hasil pemeriksaan bor inti menginformasikan bahwa lapisan tanah keras/padat
ditemukan pada kedalaman 6.00 meter s/d 7.00 meter, yang dapat berfungsi sebagai
lapisan pendukung yang dimanfaatkan sebagai dasar pondasi konstruksi bangunan.
Dilihat dari statigrafi lapisan tanah pada titik bor 1 (satu) dan 2 (dua) dengan nilai physical
Properties dan Mechanical Properties hasil pengujian, terdapat lapisan pasir kerikil boulder 4-35
untuk (BH 1) dan pasir boulder untuk (BH 2) yang cukup baik sebagai lapisan pendukung
pondasi. Disarankan untuk memakai pondasi langsung dengan kedalaman masing-masing
6.00 meter s/d 7.00 meter (BH 1) dan kedalaman 6.00 meter s/d 7.00 meter (BH 2)

Hasil pengujian Boring pada titik 1


4-36

Hasil Pengujian Boring pada titik 2


4-37

Tabel Hasil Pengujian Laboratorium


Boring
Kedalaman Pengujian Parameter Satuan
Hole 4-38
Spesific Gravity Gs 2,661
Gravel 3,900 % 4-39
1,5 m - 2 m
Analisa Saringan Sand 49,100 %
Silt 47,000 %
Spesific Gravity Gs 2,669
Gravel 1,282 %
5,55 m - 6 m
Analisa Saringan Sand 78,821 %
Silt 19,897 %
1
Spesific Gravity Gs 2,674
Gravel 3,850 %
9,55 m - 10 m
Analisa Saringan Sand 50,400 %
Silt 45,750 %
Spesific Gravity Gs 2,662
Gravel 3,850 %
19,55 m - 20 m
Analisa Saringan Sand 50,400 %
Silt 45,750 %
Spesific Gravity Gs 2,627
Gravel 2,889 %
1,5 m - 2 m
Analisa Saringan Sand 33,889 %
Silt 63,222 %
Spesific Gravity Gs 2,672
Gravel 1,550 %
5,55 m - 6 m
Analisa Saringan Sand 69,700 %
Silt 28,750 %
2
Spesific Gravity Gs 2,655
Gravel 0,297 %
9,55 m - 10 m
Analisa Saringan Sand 67,026 %
Silt 32,677 %
Spesific Gravity Gs 2,659
Gravel 7,592 %
19,55 m - 20 m
Analisa Saringan Sand 68,257 %
Silt 24,150 %

Anda mungkin juga menyukai