Survey topografi dilakukan ditepi pada jaringan sungai batang pensi dan anak-anak sungai
yang bermuara di Batang Pensi. Pada garis besarnya lingkup pekerjaan survey topografi
adalah sebagai berikut :
a. Pekerjaan Persiapan
b. Pekerjaan Lapangan
c. Inventarisasi dan Pemasangan Benchmark (BM) baru
d. Pengukuran kerangka dasar horizontal dan vertikal, situasi, penampang memanjang dan
melintang
e. Pekerjaan perhitungan dan penggambaran
f. Perhitungan draft di lapangan - perhitungan definitif
g. Penggambaran peta situasi
h. Penggambaran penampang memanjang
i. Penggambaran penampang melintang
j. Pekerjaan pembuatan Laporan.
a. Inventarisasi Obyek
Inventarisasi Obyek akan dilakukan dengan menggunakan alat GPS, dimana
koordinat Obyek tersebut akan ditampilkan dalam bentuk Lintang (latitude) dan
Bujur (Longitude). Koordinat tersebut direferensikan dengan menggunakan Datum
WGS 54, dengan alat GPS Geodetik.
Adapun Obyek yang akan di inventarisir adalah Bendung, Lokasi Industri, Lokasi
Pemukiman, Titik-titik Investigasi (Geologi Teknik, Hidrologi, dll) serta Obyek
lainnya yang penting sebagai bahan untuk perencanaan pekerjaan ini.
c. Pengukuran Poligon
Maksud pengukuran poligon adalah menentukan koordinat titik-titik poligon yang
digunakan sebagai kerangka pemetaan.
Alat ukur yang dipakai adalah Total Station (TS) dengan ketelitian 20”.
Pengukuran sudut dilakukan satu seri (biasa dan luar biasa).
Jarak diukur dengan Alat TS yang dikontrol dengan pita ukur.
Jalur poligon dibuat dalam kring tertutup dan bagian sungai berada dalam kring
tersebut.
Pengukuran poligon diikatkan pada titik tetap geodetis (dalam hal ini titik
triangulasi)dan titik tersebut harus masih dalam keadaan baik serta mendapatkan
persetujuan dari Direksi.
d. Penentuan Azimuth/Arah
Pada sisi yang dibentuk oleh dua titik yang telah diketahui koordinatnya, maka
azimuth ditentukan dengan :
( X B −X A )
α AB=arctg
( Y B −Y A )
Dimana :
(XA, YA) koordinat A
(XB, YB) koordinat B
αAB azimuth dari titik A ke titik B
e. Perhitungan Poligon
Perhitungan poligon dilakukan secara
bertahap, yaitu meliputi tahap perhitungan
dan perataan (adjustment) sudut yang
selanjutnya setelah perhitungan dan perataan
f. Pengukuran Waterpass
Maksud pengukuran waterpass adalah untuk menentukan ketinggian titik-titik (BM,
CP dan patok-patok) terhadap bidang referensi tertentu yang akan digunakan sebagai
jaring sipat datar pemetaan.
Alat ukur yang dipakai adalah Waterpas Automatic Level NAK-2 atau yang
sederajat.
Pengukuran waterpass dilakukan pergi-pulang pada setiap seksi. Panjang seksi-seksi
pengukuran waterpass ini antara 1 ~ 2.2 Km. Toleransi ukurannya adalan (10 D0,5
mm), dimana D adalah jarak dalam Km.
Pengukuran waterpass diikatkan pada titik tetap ketinggian geodetis yang ada di
dekat daerah pengukuran atau titik referensi lain yang ditetapkan oleh Direksi.
Pembacaan rambu dengan tiga benang (benang atas, tengah dan bawah).
Perhitungan Situasi
Perhitungan dilakukan secara tachymetris dimana :
Unsur jarak : jarak datar = ∆ optis Cos
Unsur beda tinggi : ΔH = ½ optis Sin
Dimana :
∆ = Jarak optis
ΔH = Beda tinggi
α = Sudut miring
h. Penggambaran
Penggambaran hasil pengukuran dibuat di atas kertas A1 dengan ketentuan
penggambaran sesuai dengan standard penggambaran yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pengairan.
Gambar dibuat dengan skala sebagai berikut :
Sungai :
Peta Situasi Sungai : Skala 1 : 2000
Penampang Memanjang Sungai : Horizotal 1:2000 Vertikal 1:200 (H)
Penampang Melintang Sungai : Horizotal 1:200 Vertikal 1:200 (H)
Peta Ikhisar : 1 : 100.000 atau sesuai kebutuhan
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan survey topografi dilapangan dan sesuai dengan KAK
maka ditetapkan 20 Bench Mark (BM) dan 100 Control Point (CP) dengan titik
koordinat masing-masing BM dan CP sebagai berikut :
Tabel 4.1. Koordinat Bench Mark (BM) 4-5
No Keterangan X Y Z
1 BM 01 655.785,00 9.957.089,00 1.150,00
2 BM 02 656.254,00 9.956.352,00 1.162,50
3 BM 03 656.592,00 9.955.678,00 1.150,00
4 BM 04 657.053,00 9.954.862,00 1.162,50
5 BM 05 652.005,00 9.956.079,00 1.450,00
6 BM 06 654.941,00 9.955.731,00 1.087,50
7 BM 07 655.029,77 9.955.148,91 1.062,50
8 BM 08 654.741,00 9.954.098,00 1.020,55
9 BM 09 654.171,00 9.953.391,00 987,50
10 BM 10 655.313,80 9.949.808,79 798,00
11 BM 11 655.252,00 9.955.009,00 1.086,00
12 BM 12 655.357,00 9.952.681,00 948,00
13 BM 13 652.868,00 9.953.739,00 1.112,00
14 BM 14 653.812,00 9.956.041,00 1.225,00
15 BM 15 654.762,00 9.953.236,00 992,00
16 BM 16 653.185,00 9.953.041,00 1.053,00
17 BM 17 654.342,00 9.951.594,00 974,00
18 BM 18 655.109,00 9.950.534,00 891,00
19 BM 19 655.126,25 9.954.323,00 1.117,00
20 BM 20 654.699,00 9.957.147,00 1.187,50
21 BM 21 653.259,00 9.955.957,00 1.262,50
Maksud dari pengolahan data spasial adalah suatu upaya secara teknik untuk memperoleh
gambaran secara umum mengenai kondisi alam di Kabupaten Tanah Datar khususnya Kec.
X Koto yang mana memiliki banyak aliran sungai, untuk itu perlu dilakukan identifikasi
DAS untuk mendapatkan data gambaran secara spesifik mengenai kondisi yang ada di
Kabupaten Tanah Datar khususnya di kota X Koto.
Adapun tujuan pengolahan data spasial ini adalah:
1. Mendapatkan informasi sebanyak mungkin mengenai kondisi alam, yang diperlukan
dalam rangka Survey Identifikasi dan Detail Design Interkoneksi pada Daerah Irigasi
Batang Pensi.
2. Mengadakan inventarisasi karakteristik DAS dalam rangka menduga pengaruh
keseluruhan perilaku ciri-ciri DAS terhadap perilaku tata air DAS.
Sinkronisasi Internal
Istilah sinkronisasi internal dalam kegiatan ini mempunyai arti keselasaran unsur-unsur
atau elemen-elemen yang terdapat pada peta dasar. Unsur-unsur dalam format data digital
disebut sebagai layer, terdiri dari :
1. Jalan
2. Sungai
3. Batas Administrasi
4. Toponimi
5. Batas DAS
6. Daerah Irigasi
Unsur-unsur yang terdapat dalam peta dasar harus sinkron satu dengan lainnya.
Hal ini sangat penting karena peta ini (beserta unsur-unsur di dalamnya) akan digunakan
sebagai referensi atau acuan untuk sinkronisasi data tematik lain.
Sinkronisasi Eksternal
Istilah sinkronisasi eksternal dalam kegiatan ini mempunyai arti keselasaran antara data
peta dasar dengan data sekunder lainnya. Jika dibandingkan dengan sumber data terkini,
yaitu citra satelit yang telah diorthorektifikasi data tutupan lahan yang ditampilkan peta
rupabumi telah mengalami kadaluarsa untuk masa sekarang disebabkan perubahan
tutupan lahan.
Untuk mensinkronkan data-data terbaru ke dalam peta rupabumi maka dilakukan proses
adjustment dan interpretasi citra. Acuan dalam proses adjustment dibantu dengan citra
SPOT5 yang telah diorthorektifikasi, DEM SRTM, dan pengukuran lapangan
menggunakan GPS. Sedangkan proses interpretasi citra untuk pemutakhiran data tutupan
lahan menggunakan acuan citra SPOT5 terbaru yang telah diorthorektifikasi serta cek
lapangan.
Interpretasi Citra
Interpretasi citra dimaksudkan untuk sinkronisasi sekaligus memperbaharui data tutupan
lahan. Terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk proses interpretasi citra
satelit yaitu interpretasi otomatis atau yang juga disebut dengan klasifikasi multispektral
dan interpretasi visual (manual). Interpretasi otomatis hanya bisa dilakukan pada citra
satelit format digital dengan bantuan sistem komputer. Interpretasi visual dapat dilakukan
dengan dan tanpa bantuan komputer, namun saat ini interpretasi visualpun umumnya
dilakukan dengan bantuan komputer.
Interpretasi visual (manual) citra satelit merupakan adaptasi dari teknik interpretasi foto
udara.Citra satelit yang dimaksudkan disini adalah citra satelit pada saluran tampak dan
perluasannya.Adaptasi teknik ini bisa dilakukan karena baik citra satelit tesebut, sama-
sama merupakan rekaman nilai pantulan dari obyek.Namun karena perbedaan
karakteristik spasial dan spektralnya, maka tidak keseluruhan kunci interpretasi dalam
teknik interpretasi visual ini bisa digunakan.Kelebihan dari teknik interpretasi visual ini
dibandingkan dengan interpretasi otomatis adalah dasar interpretasi tidak semata-mata
kepada nilai kecerahan, tetapi konteks keruangan pada daerah yang dikaji juga ikut
dipertimbangkan.Interpretasi manual ini peranan interpreter dalam mengontrol hasil
klasifikasi lebih dominan, sehingga hasil klasifikasi yang diperoleh relatif lebih masuk 4-10
akal.
Data digital spasial pada umumnya dipisah-pisahkan (biasanya disebut sebagai layer data
digital) dengan mempertimbangkan dimensi obyeknya, dan tipe datanya. Berdasarkan
dimensi obyeknya, data spasial dibedakan menjadi data titik (point), data garis (line) dan
data area (polygon) sehingga akan diperoleh layer data digital untuk kenampakan titik,
garis dan area. Berdasarkan tipe datanya data dapat dibedakan menjadi data dasar dan
data tematik
Penyimpanan layer data digital dalam suatu media penyimpan (storage media), dalam
rangka menyusun basis data, dilakukan dengan terlebih dahulu membagi ruang media 4-11
penyimpan menjadi beberapa direktori (folder). Direktori yang dibuat selanjutnya dapat
dibagi-bagi lagi menjadi sub-sub direktori sesuai dengan kebutuhan dengan
mempertimbangkan kemudahan akses terhadap data tersebut. Disain basis data dalam
kegiatan ini dilustrasikan dalam Gambar 1.2. Disain tersebut apabila diimplementasikan
dalam Struktur basisdata akan terlihat pada gambar berikut;
Metodologi
Alur pikir pemetaan Pola Aliran Sungai Rawa dan Irigasi adalah ketersediaan data
pembangunan yang lengkap dan mutakhir merupakan prasyarat bagi terbangunnya
landasan yang kuat bagi pembangunan daerah ini kedepan. Kegiatan Pemetaan Jaringan
Sungai dan Rawa dengan inovasi pada upaya Pemetaan yang sekaligus membangun data
base digital yang terkoneksi dengan data peta yang dibuat.
Pemetaan Pola Aliran Sungai Rawa dan Irigasi merupakan kegiatan pemutakhiran data.
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah integrasi antara survei lapangan
menggunakan data penginderaan jauh, analisis kartometrik dan survei terestris. Peta
rupabumi skala 1:50.000 digunakan sebagai data utama sekaligus sebagai acuan awal
proses pemutakhiran. Berdasarkan data awal, pemutakhiran data dilakukan melalui proses
interpretasi citra, analisis kartometrik dan survei lapangan.
Pemutakhiran data dilaksanakan dengan menggunakan alat dan bahan tertentu, serta
mengikuti prosedur atau tahapan tertentu. Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan
ini, disesuaikan dengan metode survei dan pemetaan yang telah ditentukan. Prosedur atau
tahapan kegiatan, secara garis besar terdiri dari persiapan, pelaksanaan dan pelaporan.
Uraian secara lebih terperinci mengenai alat dan bahan serta tahapan pelaksanaan kegiatan,
dijelaskan pada sub bab berikut ini.
4-12
b. Pemutakhiran Peta
Kegiatan interpretasi visual dilakukan untuk pemutakhiran data peta rupabumi skala
1:50.000 yang sudah out of date. Data citra satelit yang digunakan adalah citra satelit
LANDSAT 8 OLI/TIRS resolusi 15 m. Adapun kombinasi band yang yang umum
digunakan pada saat penafsiran citra satelit secara manual/visual adalah true colour
dimana berbagai kenampakkan vegetasi dan insfrastruktur lainnya baik alami maupun
yang buatan dapat terlihat dengan jelas.
Untuk mempermudah pengenalan tipe-tipe penutup lahan pada suatu citra, dapat
digunakan kunci penafsiran yang dikembangkan untuk penafsiran citra warna standar.
Namun hal ini bisa pula diterapkan pada citra dengan kombinasi band lainnya dengan
menerapkan elemen-elemen penafsiran lainnya selain warna. Kunci eliminasi tersebut
pada prinsipnya disusun agar interpretasi berlanjut langkah demi langkah dari yang
umum ke yang khusus, dan kemudian menyisihkan semua kenampakan atau kondisi
kecuali satu yang diidentifikasi. Kunci eliminasi sering tampil dalam bentuk kunci dua
pilihan (dichotomous key) dimana penafsir dapat melakukan serangkaian pilihan antara
dua alternatif dan menghilangkan secara langsung semuanya, kecuali satu jawaban yang
mungkin (Lillesand & Kiefer, 1990).
Untuk penafsiran manual/visual (on screen digitation), perlu memperhatikan pola
jaringan sungai, danau atau garis pantai didelineasi yang diikuti dengan pola jaringan
jalan, hal ini akan membantu dalam penafsiran obyek-obyek atau vegetasi yang terliput
pada citra yang ada. Selanjutnya dilakukan deteksi pada obyek-obyek dengan
melakukan delineasi batas luar pada kelompok yang yang mempunyai warna yang sama
dan memisahkannya dari yang lain (Lillesand dan Kiefer, 1979; Sutanto, 1985).
Teknik interpretasi visual (manual) citra satelit yang merupakan adaptasi dari teknik
interpretasi foto udara. Citra satelit yang dimaksudkan disini adalah citra satelit pada
saluran tampak dan perluasannya. Adaptasi teknik ini bisa dilakukan karena baik citra
satelit tesebut dan foto udara, sama-sama merupakan rekaman nilai pantulan dari obyek.
Namun karena perbedaan karakteristik spasial dan spektralnya, maka tidak keseluruhan
kunci interpretasi dalam teknik interpretasi visual ini bisa digunakan. Kelebihan dari 4-13
teknik interpretasi visual ini dibandingkan dengan interpretasi otomatis adalah dasar
interpretasi tidak semata-mata kepada nilai kecerahan, tetapi konteks keruangan pada
daerah yang dikaji juga ikut dipertimbangkan. Interpretasi manual ini peranan
interpreter dalam mengontrol hasil klasifikasi menjadi sangat dominan, sehingga hasil
klasifikasi yang diperoleh relatif lebih masuk akal.
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka interpretasi citra digital menggunakan
gabungan metode penafsiran secara klasifikasi teracu (supervised classification) dan
metode secara manual/visual atau delineasi secara on screen digitation. Penggabungan
kedua metode ini menghasilkan klasifikasi yang lebih rinci dan cepat sebab klasifikasi
teracu akan membantu mempermudah klasifikasi secara keseluruhan, terutama untuk
memperoleh batas delineasi pada kelas-kelas dengan poligon yang besar seperti kelas
hutan, laut, danau dan yang lainnya. Sedangkan metode secara manual/visual dapat
lebih memperinci hasil kliasifikasi teracu, terutama untuk memisahkan,
menggabungkan atau menambahkan kelas-kelas yang tidak bisa dilakukan secara
klasifikasi teracu.
c. Survei Lapangan
Kegiatan survei lapangan dilakukan untuk memvalidasi peta hasil pemutakhiran, selain
itu berfungsi juga untuk mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan yang belum
terpetakan. Metode survei lapangan dengan cara tracking batas unsur yang mempunyai
aksesibilitas yang baik, pengamatan titik koordinat unsur, dan wawancara dengan
penduduk setempat.
Tracking batas dan pengamatan koordinat menggunakan GPS, ditelusur sepanjang batas
kawasan studi, jalan, sungai, tepi danau, batas unsur lahan, dan sebagainya. GPS
tracking ini dilakukan dengan mengendarai mobil, sepeda motor dan jalan kaki. Data
GPS langsung terhubung ke komputer, disamping sebagai alat pemandu juga sebagai
penyimpan data hasil tracking GPS.
Untuk memantau posisi unsur prioritas dilakukan pengukuran titik koordinat secara
lebih seksama. Pengamatan posisi koordinat ini dilakukan dengan pengukuran posisi
rata-rata pada selang waktu tertentu sehingga diperoleh akurasi posisi yang lebih baik
daripada metode tracking.
Metode wawancara penduduk dilakukan untuk memperoleh informasi yang
valid.Wawancara ini berguna pula untuk memperoleh informasi tentang ada tidaknya
perubahan penggunaan lahan yang mungkin disebabkan oleh perubahan alami ataupun
adanya pemekaran wilayah.Apabila diperoleh informasi adanya perubahan batas
wilayah, maka ditindaklanjuti dengan tracking batas baru tersebut menggunakan GPS.
Jenis layer yang perlu ditata databasenya pada kegiatan Pemetaan Pola Aliran Sungai
Rawa dan Irigasi adalah sebagai berikut :
1. Jalan
2. Sungai
3. Toponimi
4. Garis pantai
5. Batas administrasi
6. Wilayah Administrasi
Dari keenam layer peta tersebut disusun struktur databasenya seperti pada tabeldi
bawah.
Tabel 4.5.Struktur Database
Lebar
No Layer Nama Kelas Jenis kolom Nama Kolom Tipe
Kolom
1. Jalan Jalan Jalan Arteri ID jalan JL_ID Numerik 2
Jalan Keterangan kelas JL_DESKRP Karakter 20
Kolektor jalan
Jalan Lokal
Jalan Lain
Jalan
Setapak
2. Sungai Sungai Sungai 1 ID sungai SUNG_ID Numerik 2
garis Keterangan kelas SUNG_DESKR Karakter 20
Sungai 2 sungai P
garis
3. Toponim Annota
i si
4. Garis Pantai Garis Pantai ID pantai P_ID Numerik 2
Keterangan pantai P_DESKRP Karakter 15
5. Batas ADM_ Batas Desa ID batas ADML_ID Numerik 2
administr L Batas administrasi ADML_DEKS Karakter 20
asi Kecamatan Keterangan jenis RP Karakter 10
Batas batas UPDATE Karakter 30
Kabupaten Tanggal updating PELAKSANA
Batas Pelaksana updating
Provinsi
6. Wilayaha ADM_ Provinsi ID provinsi ADMP_IDPRO Numerik 2
dministra P Kabupaten Nama provinsi V Karakter 30
si Kecamatan ID kabupaten / kota PROVINSI Numerik 2
Desa Nama kabupaten / ADMP_IDKAB Karakter 30
kota KABUPATEN Numerik 2
ID kecamatan ADMP_IDKEC Karakter 30
Nama kecamatan KECAMATAN Numerik 10
ID desa ADMP_IDDES Karakter 30
Nama Desa A Karakter 10
Tanggal updating DESA Karakter 30
Pelaksana updating UPDATE Double
Luas provinsi PELAKSANA Double
Luas kabupaten / LUAS_PROV Double
Lebar
No Layer Nama Kelas Jenis kolom Nama Kolom Tipe
Kolom 4-15
kota LUAS_KAB
Luas kecamatan LUAS_KEC
e. Disain Kartografis
Peta yang telah dimutakhirkan, selain disusun dan disimpan dalam suatu basisdata
spasial digital, juga dibuat versi cetaknya (hardcopy) sehingga dihasilkan peta yang siap
cetak. Proses pembuatan peta cetak dari data spasial digital, pada prinsipnya adalah
visualisasi data secara kartografis. Batas administrasi dan data lain yang relevan (jalan,
sungai, garis pantai dan nama-nama geografi atau toponimi) divisualisasikan dalam
bentuk simbol. Pemilihan simbol dilakukan dengan memperhatikan kaidah kartografis,
atau merujuk pada suatu standar pemetaan misal Standar Nasional Indonesia (SNI).
Simbol batas administrasi yang terdapat pada peta Rupabumi Indonesia, dan telah
dibakukan dalam bentuk SNI, dapat diadopsi dalam proses simbolisasi Peta Pola Aliran
Sungai, Rawa dan Irigasi.
Data yang telah divisualisasikan dalam bentuk simbol, merupakan elemen utama dalam
suatu peta.Elemen ini lazim juga disebut sebagai muka peta (map face). Selain muka
peta, elemen lain yang umum terdapat dalam suatu peta antara lain: judul, legenda,
skala, inset, grid koordinat, orientasi, riwayat peta, pembuat, dan sumber data. Elemen-
elemen tersebut lazim disebut sebagai informasi tepi (marginal information).Seluruh
elemen peta selanjutnya disusun dalam suatu tata letak (layout), dengan
memperhatikan beberapa kaidah antara lain balance, unity dan harmony.
Pemetaan Sungai
Pemetaan Sungai mengacu pada peta
Rupabumi Indonesia Skala 1:50.000.
Peta Rupabumi skala 1:50.000 sudah
out of date (Tahun 1998) akan tetapi
informasi dasar dari peta tersebut
masih dapat dimanfaatkan sebagai
acuan geometri peta. Informasi dasar
yang masih digunakan adalah unsur-
unsur sungai, jalan, dan toponimi,
bentuk dan aliran sungai serta jalan
dimutakhirkan menggunakan data
LANDSAT 8 OLI/TIRS. Untuk
wilayah rawa pemutakhiran dilakukan
dengan memanfaatkan data
ASTERGDEM SRTM resolusi 30m,
yang diklasifikasi berdasarkan nilai
ketinggiannya untuk mendapatkan
informasi antara dataran rendah yang
selalu tergenang dan beberapa daerah
yang hanya tergenang pada saat
musim hujan. Dari hasil pemrosesan
disampaikan dalam gambar berikut. Gambar Peta ASTERGDEM SRTM 30m Kab.
Warna hijau tua menampilkan daerah Tanah Datar
genangan tetap yang mengindikasikan
sebagai daerah rawa tetap di wilayah Kabupaten Tanah Datar. Hasil ini selanjutnya
didelineasi dan ditampilkan gambar berikut ini.
4-17
Proses transfer data dilakukan langsung dari alat ukur (total station) ke komputer
menggunakan kabel data alat tersebut. Supaya dapat deteksi oleh komputer maka ada
program khusus (driver alat) yang harus diinstall ke komputer. Pada alat ukur Nikon DTM
seri 352 menggunakan perangkat lunak Trans IT. Data yang dihasilkan dalam dua format
yaitu data berupa jarak, sudut horisontal, sudut vertikal, tinggi alat, tinggi target dan
deskripsi titik sedangkan format yang kedua adalah data koordinat xyz. Data yang kedua
(xyz) digunakan untuk monitoring kemajuan pekerjaan dan pengecekan awal jika ada data
yang tidak tepat. Penyimpanan data dalam format file csv.
Penggambaran
Metode yang sering digunakan dalam penggambaran adalah metode kartesius (x,y,z),
apalagi jika untuk kemajuan pekerjaan yang dituntut cepat maka download langsung
dari total station (format x,y,z) akan lebih efektif. Disamping itu pada juga pada olah
data atau penghitungan menggunakan program microsoft excel hasil akhir yang didapat
berupa koordinat kartesius (x,y,z). 4-19
2. Data Spasial
Sebelum menggambar obyek spasial dibedakan menjadi tiga kategori:
Detil Titik
Detil Garis
Detil Luasan
Dalam penggambaran pemakaian simbol juga menyesuaikan detil yang digambar, untuk
obyek berupa titik menggunakan simbol titik, untuk obyek panjangan seperti jalan,
sungai digunakan garis (line/ polyline) dan untuk obyek luasan seperti danau, rawa atau
sawah digunakan simbol luasan (boundary) dan bisa diberikan arsiran yang berbeda.
Pemrosesan Data
a. Olah Data
Olah data pengukuran adalah proses penyusunan file asli hasil upload dari alat ukur
sampai dengan hasil koordinat xyz. Tahapan dalam olah data dan contohnya adalah
sebagai berikut:
1. Buka file ASCII format trn dengan microsoft excel.
Pilih Delimited
4. Penghitungan poligon
Langkah perhitungan poligon menggunakan metode bowditch adalah sebagai
berikut:
Menyusun data sudut dan jarak kedalam format hitungan.
Menghitung Sdt Jurusan/Azimut Awal dan Akhir.
Menghitung Sudut terkoreksi. 4-22
a. Menghitung Salah Penutup Sudut (Fb)
Fb = Jumlah sudut – ((aakhir - aawal)+nx180°)
(contoh untuk poligon terikat sempurna)
b. Menghitung Koreksi sudut.
kor = - Fb/n
c. Menghitung Sudut terkoreksi.
kor = + kor
Menghitung Sudut Jurusan/Azimut.
a = aawal + kor - 180°
Menghitung Jumlah Total jarak.
Menghitung Absis (D Sin a) dan Ordinat (D Cos a).
dx = D x Sin a dan dy = D x Cos a
Menghitung Salah penutup Absis (fx) dan Ordinat (fy).
fx = Jumlah dx – (Xakhir – Xawal).
fy = Jumlah dy – (Yakhir – Yawal).
Menghitung Koreksi Absis (Kdx) dan Koreksi Ordinat (Kdy)
kor.dx = - (di/SD) x fx
kor.dy = - (di/ SD) x fy
Menghitung koordinat X dan Y
Xi+1 = Xi + dxi + kdx
Yi+1 = Yi + dyi + kdy
Periksa koordinat akhir hasil hitungan harus sama dengan koordinat akhir yang
diketahui
Berikut ini contoh format hitungan poligon metode bowditch
Keterangan tabel:
n : Jumlah berdiri alat
fb : Salah penutup sudut
kor : koreksi sudut pada tiap titik
fx : Kesalahan penutup absis
fy : kesalahan penutup ordinat
fh : kesalahan penutup tinggi
5. Penghitungan detil
4-23
Rumus yang digunakan perhitungan detil ini sama dengan perhitungan poligon,
perbedaannya pada detil hanya diamat satu kali.
b. Penggambaran
1. Menyimpan file pekerjaan dalam format drawing (dwg). Perintah [File>Save as]
4-24
Dialog box 1
Dialog box 2
Dialog box 3
4-25
3. Impor titik poligon maupun titik detil dengan seting layer berbeda. Tujuanya dibuat
layer berbeda untuk memudahkan dalam proses penggambaran.
Dalam proses impor point ini akan muncul beberapa dialog box seperti di bawah ini:
Perintah [Point>import/export point>import point]
4-26
Pada dialog box 2 pilih format
sesuai dengan basis data yang
dibentuk dari microsoft excel
(PENZD), kemudian source file
adalah letak basis data disimpan.
Setelah menjalankan proses
tersebut maka akan tergambar
posisi masing-masing titik hasil
ukuran kedalam Autocad.
4. Identifikasi obyek sesuai dengan keadaan lapangan. Sebagai contoh sebuah rumah
titik detil yang diambil adalah pojok-pojoknya, maka titik pojok-pojok tersebut
dihubungkan dengan garis akan tergambar sebuah rumah. Begitu pula dengan obyek
yang lainnya. Gambar di bawah ini adalah sebuah contoh peta situasi yang telah
dilakukan editing.
Dalam kesempatan ini akan dibahas kegunaan DTM untuk pembuatan garis kontur.
Selanjutnya membangun surface menggunakan basis data yang sama yaitu basis data
yang digunakan untuk penggambaran detil situasi maupun poligon dengan format csv
ataupun txt. Di bawah ini adalah urutan membentuk surface.
Setelah pengambilan basis data selesai tahap terakhir pembentukan surface adalah
buildsurface, seperti gambar berikut.
4-29
Untuk mengetahui hasil bentukan maka perlu ditampilkan dtm tersebut sebagai
sebuah gambar berupa jaringan triangulasi (segitiga) yang menghubungkan titik
terdekat dari sebuah basis data. Adapun perintah yang digunakan :
[Terrain>edit surface>Import 3D Lines]
DTM
4-30
2. Kesalahan Pengukuran
1. Kesalahan Sistematis (Instrument Error)
Kesalahan sistematis adalah kesalahan pengamatan yang disebabkan karena oleh
faktor instrumen pengukuran. Kesalahan sistematik akan berdampak pada
akurasi pengukuran. Jika kesalahan sistematik terjadi maka akurasi pengukuran
tidak dapat ditingkatkan dengan melakukan pengulangan pengukuran. Sumber
kesalahan sistematik terjadi karena instrumen pengukuran tidak terkalibrasi
terlebih dahulu atau kesalahan pembacaan seperti edm error. Kesalahan alat
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kesalahan pada alat ukur sudut terdiri dari :
Kesalahan alat ukur sudut sendiri
1) Kesalahan sudut kolimasi atau kesalahan bacaan sudut horisontal. 4-31
Kesalahan ini bisa dihilangkan dengan cara mengukur sudut dengan
posisi teropong biasa dan luar biasa dan hasil ukurannya dirata-rata.
2) Kesalahan sumbu horisontal disebabkan sumbu horisontal tidak tegak
lurus sumbu vertikal. Kesalahan ini bisa dihilangkan dengan cara
mengukur sudut dengan posisi teropong biasa dan luar biasa dan hasil
ukurannya dirata-rata.
3) Kesalahan sumbu vertikal disebabkan sumbu vertikal tidak berimpit
dengan arah garis vertikal. Kesalahan ini deliminirnya dengan cara
berhati-hati terutama pada pembacaan sudut vertikal yang sudut
elevasinya besar.
4) Kesalahan eksentris disebabkan sumbu vertikal tidak berimpit dengan
pusat graduasi horisontal. Kesalahan ini bisa dihilangkan dengan cara
mengukur sudut dengan posisi teropong biasa dan luar biasa dan hasil
ukurannya dirata-rata.
5) Kesalahan graduasi, kesalahannya bisa dihilangkan dengan cara
merubah lingkaran graduasi pada awal pembacaan misalnya 00,900.
Kesalahansurveyor
1) Penyetelan instrumen
Levelling pengaturan nivo kotak atau nivo tabung kurang teliti.
Centering kurang teliti.
Paralak optis.
2) Kurang memahami karakteristik alat, perbedaan centring dengan alat
penegak unting-unting, optis, dan sinar laser.
b. Kesalahan alat penyipat datar.
Kesalahanalatpenyipatdatarsendiri.
Arah garis visir tidak sejajar sumbu nivo.
Kesalahan oleh surveyor
1) Leveling tidak benar.
2) Jarak kemuka ≠ jarak kebelakang.
3) Salah Baca.
4) Salah catat.
Kesalahan akibat rambu
1) Rambu tidak tegak.
2) Rambu tidak stabil (karena tempat dudukannya lunak).
3) Harga nol rambu sudah tidak tepat, harus dikalibrasi.
4) Sambungan rambu tidak tepat, harus dikalibrasi.
5) Graduasi rambu yang tidak teliti, harus dikalibrasi.
c. Alat pengukur jarak
Pengukuran jarak bisa dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung.
2. Kesalahan Manusia (Human Error)
Human error adalah kesalahan pada saat pengamatan yang disebabkan oleh
pengamat atau surveyor, kesalahan ini diakibatkan karena kurang hari-hati,
kelalaian, ketidak mengertian terhadap instrumen atau surveyor tidak
melaksanakan standar operasional prosedur dengan benar yang telah diberikan.
Beberapa kesalahan yang disebabkan personil:
Surveyor 4-32
1) Kurang memahami karakteristik dan penggunaan alat ukur.
2) Kurang mahir dalam pelaksanaan penggunaan alat ukur.
3) Prosedur pelaksanaan pengukuran kurang dipahami.
4) Sikap tidak hati-hati, dan tidak teliti
5) Kelelahan fisik, tergesa-gesa.
Pembantu lokal
1) Kurang memahami dalam pelaksanaan penggunaan alat ukur
Contoh :
1. Memegang rambu ukur tidak memperhatikan nivo rambu ukur.
2. Memasang patok tidak tegak
3. Penempatan rambu ukur pada tempat yang lunak.
2) Sikap tidak hati-hati, dan teliti (asal-asalan)
Fisik
3) Kelelahan
umum
Penyelidikan tanah dilokasi perencanaan embung telah dilakukan bor mesin sebanyak 2
(dua) titik agar dapat mengetahui deskripsi dari lapisan tanah dan muka air tanah secara
visual dilapangan. Kemudian diambil contoh tanah asli dan tidak dari setiap lapisan atau
setiap terjadinya perbedaan lapisan tanah guna pemeriksaan selanjutnya di laboratorium.
Sejalan dengan kegiatan ini dilakukan penelitian SPT untuk mengetahui parameter
kekuatan setiap lapisan secara langsung dilapangan. Hasil pelaksanaan pengambilan
sampel asli dan tidak asli serta penelitian SPT dari dua titik bor yaitu :
1. Sampel Tidak Asli (Disturbed Sample)
- Prosedur pengambilan sampel berdasarkan methode ASTM D.2113 – 70
- Pengambilan sampel dimulai dari permukaan lapisan tanah dan seterusnya pada
setiap perubahan lapisan tanah.
2. Sampel Asli (Undisturbed Sample)
- Prosedur pengambilan sampel, berdasarkan methode ASTM D.1587 – 67
- Interval pengambilan sampel kedalaman 2 meter atau pada setiap perubahan lapisan
tanah.
3. Standart Penetration Test (SPT)
- Prosedur pelaksaan berdasarkan ASTM. D.1586 – 67
- Interval penelitian dilakuakan pada setiap kedalaman 2.00 meter
Letak koordinat dan hasil dari masing-masing bor mesin ini dapat dilihat pada situasi dan
bor log terlampir
Pemeriksaaan Labor
Sampel yang didapat dari penyelidikan bor mesin dilakukan pemeriksaan dilaboratorium,
meliputi indek properties dan Engineering Properties yaitu :
- Sieve Analisis (SNI-1968-1990-F)
- Atterberg Limit (SNI-1966-1990-F dan SNI-1967-1990-F)
- Spesific Grafity (SNI-1964-1990-F)
- Berta Isi (SK-SNI. M-07-1993-03)
- Kadar Air (SNI-03-2445-1991) 4-34
- Triaxial UU ASTM. D. 2850-87/AASHTO.T.234-85 (1990)
- Unconfined Compressive Test Strength (qu)
Analisa Data