Anda di halaman 1dari 13

BAB II

2.1 PERSIAPAN
Pekerjaan persiapan meliputi : persiapan umum, pengumpulan data sekunder, personil yang
dilibatkan, alat yang akan digunakan dan mobilisasi ke lapangan, adapun uraiannya
diuraikan adalah sebagai berikut :

2.2.1 Persiapan Umum


Pekerjaan persiapan umum meliputi :
 Persiapan surat-surat tugas,
 Penyiapan personil (Surveyor, Draftman/Operator),
 Penyiapan peralatan pengukuran maupun peralatan studio,
 Menyiapkan semua formulir-formulir pengukuran dan daftar isian yang akan digunakan,
 Menyediakan bahan-bahan Bench Mark (BM), Control Point (CP) dan patok kayu,
 Menyiapkan peta dasar teknik maupun peta-peta lainnya,
 Menyiapkan tenaga pembantu lokal di lokasi proyek.

2.2.2 Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder meliputi :


 Penyiapan Peta Rupa bumi.
 Data koordinat yang akan dipakai sebagai titik referensi dari lokasi sekitar proyek.
Titik-titik BM referensi yang digunakan baik untuk koordinat (X, Y) maupun untuk
elevasi (Z) adalah titik referensi yang sudah ada di lokasi pekerjaan.
Adapun dari hasil orientasi lapangan untuk titik refrensi didapat BM 3 sebagai acuan .

2.2.3 Peralatan dan Personil


Peralatan yang akan digunakan beserta Personil yang ditugaskan untuk kegiatan
pengukuran dan pemetaan disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Daftar Peralatan Yang Digunakan
No. Nama Alat Satuan Jumlah

B. SURVEY LAPANGAN
1 Total Stasion Unit 1
2 Theodolit T0 Unit 1
3 Waterpass Unit 1
4 GPS Unit 1
5 Roll Meter Unit 1
6 Lap Top Unit 1
7 Kalkulator Unit 1

Tabel 2.2 Daftar Personil

No Nama Posisi/Jabatan
1 …………………. Ahli Geodesi
2 Kuswana Chief Surveyor
3 Kurniawan Surveyor
4 Bily Surveyor
5 Agi Kusuma Drapman

2.2.4
Mobilisasi dan Persiapan Base Camp

Mobilisasi team pengukuran dan pemetaan terdiri dari 2 (dua) tahap. Pertama yang
diberangkatkan adalah Ahli Geodesi, Chief Surveyor dan Team persiapan yang bertugas

II-2
menyiapkan Kantor lapangan, base camp dan melaksanakan pembuatan BM dan CP.
Personil pemberangkatan tahap kedua dilakukan setelah selesainya kegiatan persiapan
lapangan.

2.2 KEGIATAN PENGUKURAN TOPOGRAFI


2.4.1 Pemasangan Patok Kayu

Ketentuan pemasangan patok kayu adalah :


- Patok kayu terbuat dari kayu ukuran 3 /4 atau bambu , panjang 40 s/d 50 cm,
ditanam 30 cm dan bagian atasnya 20 cm diberi cat merah dan paku payung.
- Patok dipasang sepanjang/jalur pengukuran yang di petakan, yang berfungsi
sebagai kerangka pengukuran.
2.4.2 Pembuatan dan Pemasangan Control Point (CP)
Setelah diketahui jalur pengukuran dan batas kawasan, maka segera dipasang CP dengan
ukuran yang telah ditentukan sesuai spesifikasi teknis.Titik ini terbuat dari Paralon dan
diperkuat dengan beton cor. Pada salah satu bagian sisi diberi tanda dan nomor urut.

- Ukuran CP yang dipasang adalah :


Control Point (CP) : Ø 10 cm (4 Inchi)
- Pemasangan BM dan CP dipasang di lokasi rencana jalur pengukuran.

Gambar 2.2 C

II-3
2.4.3 Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal
Pengukuran kerangka dasar horisontal selain untuk mengetahui posisi setiap BM
yang terpasang, juga untuk memperoleh data kerangka horisontal sepanjang jalur
yang dilalui.
- Metoda pengukuran adalah polygon terikat/tertutup.
- Alat ukur sudut adalah theodolite yang mempunyai ketelitian 1”.
- Jalur pengukuran polygon mengikuti jalur kerangka pengukuran (Kring atau
loop)
- Sudut horizontal diukur satu seri lengkap (B,LB
- Perbedaan sudut horizontal hasil bacaan biasa dan luar biasa  5”.
- Jarak antara patok diukur dua kali pergi-pulang.
- Panjang seksi pengukuran polygon terikat ujungnya ditandai dengan BM
- Semua BM dan CP, baik yang lama maupun yang baru harus diukur.

Pengukuran Sudut Jurusan

Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur
sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung
berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon.
Penjelasan pengukuran sudut jurusan sebagai berikut lihat Gambar 2.3
 = Sudut mendatar
AB = Bacaan skala horisontal ke target patok B
AC = Bacaan skala horisontal ke target patok C
Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan luar
biasa (LB).
Spesifikasi teknis dari poligon utama adalah sebagai berikut :
 Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2,
 Pengukuran kerangka poligon utama, dilakukan secara kring (loop),
 Pengukuran sudut poligon dilakukan dengan dua (2) seri (empat bacaan sudut)
dengan ketelitian bacaan sudut 5” (lima detik),
 Kesalahan penutup sudut maksimum 10” ( N, dalam hal ini N banyaknya titik
poligon,
 Semua BM maupun CP yang dipasang dilewati jalur pengukuran poligon,
 Alat ukur sudut yang harus digunakan Teodolit T2 Wild atau yang sejenis (dan
pengukuran sudut dilakukan dengan titik nol yang berbeda 0, 90 (dan seterusnya),

II-4
 Pengukuran jarak dilakukan dengan TS, dilakukan pulang pergi masing-masing 2
kali bacaan untuk muka dan belakang,
 Sudut vertikal dibaca dalam satu seri (dua kali bacaan),

AB
 B

AC

A
C

Gambar 2.3 Pengukuran sudut antar dua patok.

e) Ketelitian Pengukuran
 Pengukuran polygon :
(i) Salah penutup sudut 10 “  N, N = jumlah sudut;
(ii) Salah linier polygon 1 : 10.000.

Tahapan Hitungan Poligon /Koordinat :


1. Data definitif sebagai kontrol data ukur polygon adalah :
def X ba
 Azimuth awal AZ ba = A tan
Yba
def
X pq
 Azimuth akhir AZ pq = A tan
Ypq
 Absis : X def = X apdef
= Xp - Xa
 Ordinat : Y = Y apdef
def

= Yp - Ya
2. Data ukur polygon adalah sebagai berikut :
 1, 2, 3 adalah titik-titik polygon yang akan ditentukan nilai koordinatnya :
Titik 1 : X1, Y1
Titik 2 : X2, Y2
Titik 3 : X3, Y3
 Data sudut ukur yaitu :
S0 : sudut ukur di titik A
S1 : sudut ukur di titik 1
S2 : sudut ukur di titik 2

II-5
S3 : sudut ukur di titik 3
S4 : sudut ukur di titik P
 Data jarak polygon :
d1 : jarak ukur dari titik A ke titik 1
d2 : jarak ukur dari titik 1 ke titik 2
d3 : jarak ukur dari titik 2 ke titik 3
d4 : jarak ukur dari titik 3 ke titik P

Dari data definitif dan data ukur tersebut di atas kemudian dihitung koordinat titik 1, 2, 3.
Untuk memudahkan hitungan dibuat daftar hitungan koordinat seperti terlihat dalam contoh
hitungan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Bab. 3, Proses Pengolahan Data, sub bab 3.2
mengenai Perhitungan Kerangka Dasar Horizontal.
3. Persyaratan yang harus dipenuhi sebagai berikut :
  S ukur = AZ akhir – AZ awal + n.180
S0 + S1 + S2 + S3 + S4 = AZ pq – AZ ba + 5.180
  d sin AZ1-1 = X ap
= d1 sin . AZa-1 + d2 sin . AZ1-2 + d3 sin . AZ2-3 + d4 sin . AZ3-P
  d cos AZ1-1 = Y ap
= d1 cos . AZa-1 + d2 cos . AZ1-2 + d3 cos . AZ2-3 + d4 cos . AZ3-
P
4. Koreksi hasil ukuran polygon :
 Koreksi sudut (Ks) = - kesalahan sudut ukur (ksu)
Ks = - ksu
Ks ini dibagikan kepada seluruh sudut ukur secara merata, kalau tidak habis dibagi,
diberikan kepada sudut yang mempunyai sisi polygon yang pendek.
Contoh :
ksu
Koreksi setiap sudut adalah : Ks 1 s/d 5 = 
5
dimana : 5 = jumlah sudut ukur
 Koreksi arah sumbu X (Kx) = - kesalahan ukur arah sumbu X
Kx = - kxu
Kx ini dibagikan kepada hasil ukuran arah sumbu x sebanding dengan panjang sisi-
sisi polygon.
Distribusi koreksi arah sumbu x adalah sebagai berikut :
kxu
Kx1 =  .d1
d1~ 4
kxu
Kx2 =  .d 2
d1~ 4
kxu
Kx3 =  .d3
d1~ 4
kxu
Kx4 =  .d 4
d1~ 4
Dimana :  d1~4 = jumlah jarak

5. Koreksi arah sumbu Y (Ky) = - kesalahan ukur arah sumbu Y

II-6
Ky = - kyu
Ky ini dibagikan kepada hasil ukuran arah sumbu y sebanding dengan panjang sisi-sisi
polygon.
Distribusi koreksi arah sumbu y adalah sebagai berikut :
kyu
Ky1 = .d1
d1~ 4
kyu
Ky2 = .d 2
d1~ 4
kyu
Ky3 = .d3
d1~ 4
kyu
Ky4 = .d 4
d1~ 4
Dimana :  d1~4 = jumlah jarak

6. Hitungan Koordinat :
X1 = Xa + dap1 x sin AZap1 + Kx1 ………………… (pers.1)
Y1 = Ya + dap1 x cos AZap1 + Ky1 ………………... (pers.2)

Gambar 2.4 Pelaksanaan Pengukuran Kerangka Horizontal

2.4.4 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal

II-7
Pengukuran kerangka dasar vertikal dilakukan dengan metode waterpass
memanjang dengan jalur pengukuran mengikuti jalur pengukuran polygon utama.
Pelaksanaannya sesuai dengan spesifikasi teknis, dengan alat ukur waterpass
otomatis.
Pelaksanaan pengukuran waterpass/levelling dibagi dalam 2 (dua) loopi yang semua
bentuknya adalah tertutup.
Pengukuran kerangka dasar vertikal bertujuan untuk mendapatkan :
- Ketinggian/elevasi Bench Mark (BM) dan Control Point (CP),
- Ketinggian/elevasi titik-titik polygon yang akan digunakan sebagai titik ikat
pada pengukuran detail situasi trase, profil melintang, situasi khusus dan lain-
lainnya.
Spesifikasi teknis pengukuran waterpass adalah sebagai berikut :
- Metoda pengukuran adalah waterpass terikat/tertutup.
- Alat yang digunakan : waterpass otomastis orde 2 dan rambu ukur yang
dilengkapi dengan nivo.
- Ketinggian/elevasi setiap titik-titik polygon/patok, BM dan CP baik yang lama
maupun yang baru harus diukur.
- Sebelum pengukuran setiap hari harus dilakukan checking garis bidik.
- Ketiga benang (ba, bt dan bb) harus dibaca lengkap.
- Pada jalur yang terikat/tertutup, pengukuran dilakukan dengan cara pergi
pulang, sedang pada jalur yang terbuka diukur dengan cara pergi pulang dan
stand ganda (double stand).
- Batas toleransi untuk kesalahan penutup maksimum 10 mm √ D , dalam hal
ini D = jumlah jarak dalam km.

Slag 2
Slag 1 b2 m21
b1 m1

Bidang Referensi

D
D

Gambar 2.5 Pengukuran waterpass.

a. Toleransi beda tinggi antara stand I dan stand II adalah  2 (dua) mm, atau (hI - hII) 
2 (dua) mm,

II-8
b. Data hasil pengukuran waterpass dicatat dengan tinta hitam pada formulir pengukuran
yang sudah disetujui pihak direksi pekerjaan,
c. Sebelum memulai pengukuran terlebih dulu dilakukan pengecekan alat untuk
menentukan kemiringan garis bidik dengan cara sebagai berikut :
(BTb2  BTm2)  (BTb1  BTm1)
Tanα 
(Db2  Dm2)  (Db1  Dm1)
Δh2  Δh1

d2  d1
dimana :
BTb = Bacaan benang tengah belakang
BTm = Bacaan benang tengah muka
Db = Jarak antara alat dengan rambu belakang
Dm = Jarak antara alat dengan rambu muka
 = Kemiringan garis bidik
Koreksi garis bidik
c = - tan 
Dengan adanya kesalahan garis bidik maka dapat dilakukan 2 (dua) hal :
 Alat dikalibrasi/dibetulkan posisi garis bidiknya sampai sekecil mungkin sehingga
tidak perlu dikoreksikan lagi (mendekati 0),
 Hasil ukuran dikoreksi apabila selisih dari jumlah jarak belakang dan jumlah jarak
muka cukup besar,

Gambar 2.6. Pengechekan Garis Bidik

Koreksi h (beda tinggi) akibat kemiringan garis bidik adalah sebagai berikut :

II-9
h = (BTb – BTm) + c (Db – Dm) atau
h = h’ + c (Db - Dm)
Untuk menghilangkan pengaruh kemiringan garis bidik ini adalah diusahakan jarak
muka dan belakang sama diwaktu pengukuran waterpass dilakukan.

Gambar 2.7. Pelaksanaan Pengukuran Waterpass

2.4.5 Pengukuran Situasi Detail


Pengukuran dilakukan dengan metode trigonometri/tachimetri dalam hal ini ujung dan
pangkal jalur pengukuran terikat /terkontrol terhadap kerangka dasar pengukuran/pemetaan.
Dari titik-titik tersebut diukur detail-detail lapangan dengan rincian.

Pengukuran detail situasi dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan pada Kerangka
Acuan Kerja (KAK). Pengukuran ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran topografi
sekitar daerah irigasi dengan sasaran tinggi dan posisi detail lapangan.
 Pelaksanaan pengukuran akan dilakukan oleh beberapa team pengukuran yang akan
bekerja secara simultan sesuai dengan jangka waktu pelaksanaan yang tersedia,
 Titik detail ditentukan dengan pengukuran ray dan rincikan, dalam hal ini ujung-ujung
ray diikatkan pada kerangka dasar (BM),
 Pengukuran situasi detail dilakukan dengan cara Tachymetri.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengukuran situasi, yaitu :

 Dengan Metoda pengukuran tachymetri.

II-10
 Alat yang digunakan adalah theodolite dengan ketelitian ≤ 1’ .
 Posisi titik ditentukan oleh arah dan jarak atau sudut dan jarak.
 Batas-batas sawah dan kampung harus diukur.
 Semua kenampakan yang ada baik alami maupun buatan manusia harus diukur
(jaringan saluran irigasi, pembuang, jalan kampung, sawah, tegalan, dll).
 Pengukuran harus diikatkan pada titik polygon . Ketelitian poligon raai untuk sudut
20’  N, dimana N = banyaknya titik sudut, ketelitian jarak poligon raai 1 : 2.500

Berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya melalui proses hitungan, diperoleh Jarak
datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya (X,Y,Z).
Untuk menentukan tinggi titik B dari titik A yang telah diketahui koordinat (X,Y,Z),
digunakan rumus sebagai berikut :
TB  TA  ΔH
Untuk menghitung jarak datar (D0)
1 
ΔH   100Ba  Bb Sin 2 m  TA  Bt
2 
2
Do = DO Cos m
Dd = 100(Ba-Bb)Cos2m
dimana :
TA = Titik tinggi A yang telah diketahui.
TB = Titik tinggi B yang akan ditentukan.
H = Beda tinggi antara titik A dan B.
Ba = Bacaan benang diafragma atas.
Bb = Bacaan benang diafragma bawah.
Bt = Bacaan benang diafragma tengah.
TA = Tinggi alat.
Do = Jarak optis 100Ba-Bb.
m = Sudut miring.

Hubungan matematik koreksi boussole (C) adalah :


C=g-m
Dimana :
G = Azimuth Geografis
M = Azimuth Magnetis

Hasil perhitungan koordinat titik dalam tiap berdiri alat harus diikatkan pada masing-
masing patoknya sehingga didapatkan posisinya terhadap bidang referensi.

II-11
Gambar 2.13. Pelaksanaan Pengukuran Situasi

2.4.6 Pengukuran Situasi Khusus


Pengukuran situasi khusus dilakukan pada rencana bangunan utama seperti
Bendungan, dan bangunan air lainnya. Prinsip pengamatan lapangan sama halnya
seperti pengukuran situasi trase .

2.4.7 Pengukuran Profil Melintang dan Memanjang


Secara umum prinsip pengamatan lapangan sama halnya dengan pengukuran trase,
hanya dibatasi sebagai berikut :
 Untuk daerah relatif datar harus menggunakan metoda pengukuran
menggunakan metode tachymetri.
 Alat yang digunakan adalah theodolite yang memiliki ketelitian ≤ 1’
dan rambu ukur yang dilengkapi nivo.
 Pengukuran potongan melintang saluran dilakukan setiap jarak 25 m-
50 m dan pada setiap lokasi tikungan dan longsoran dipasang patok.
 Arah pengukuran harus tegak lurus arah as rencana saluran.
 .Setiap perubahan terrain, potongan melintang saluran harus diukur.
 Lebar potongan melintang diukur sampai sejauh 25 m kekiri dan 25 m
kekanan.
 Ketiga benang ( ba, bt, bb ) harus dibaca lengkap.

II-12
2.4.9 Titik Referensi

Titik referensi yang digunakan sebagai acuan koordinat dan elevasi adalah :

No. BM X Y Z
(m) (m) (m)
BM.3 310547.256 9573910.553 + 163.451

TP.1 311069.598 9573944.152 + 165.050

II-13

Anda mungkin juga menyukai