Anda di halaman 1dari 25

(1) Sejarah dan Sistem Pemilu

1. Pemilu 1955 Pemilu 1955 merupakan pemilu yang tertunda karena faktor belum adanya
undang-undang, tidak stabilnya keamanan, serta fokus pemerintah dan rakyat
mempertahankan kedaulatan. Pemilu dilaksanakan dua kali yaitu untuk memilih anggota
DPR pada 29 September 1955 dan pemilihan anggota Konstituante pada 25 Desember
1955. Pemilu 1955 diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar
kumpulan dan calon perseorangan Pemilu ini adalah pemilu pertama yang berhasil
dilaksanakan secara demokratis dan dijadikan pedoman bagi pelaksanaan pemilu
selanjutnya. Melansir laman kpu.go.id, ada 5 Juli 1959 Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden di mana UUD 1945 dinyatakan sebagai Dasar Negara, serta penggantian
Konstituante dan DPR hasil Pemilu dengan DPR-GR. Adapun kabinet yang ada diganti
dengan Kabinet Gotong Royong dan Ketua DPR, MPR, BPK dan MA diangkat sebagai
pembantu Soekarno dengan jabatan menteri.
2. Pemilu 1971 Pemilu kedua seharusnya dilangsungkan pada tahun 1958 namun baru
berlangsung pada tahun 1971 karena masalah keamanan. Pemilu ini berlangsung untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Melansir laman Kemendikbud, pemilu 1971 diikuti 10 partai politik dan 1 ormas,
yaitu NU, Parmusi, PSII, PERTI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI,
PNI, serta Golkar. Hasil Pemilu 5 Juli 1971 itu menyatakan Golkar sebagai pemilik suara
mayoritas diikuti NU, PNI, dan Parmusi. Pemilu ini kemudian diikuti oleh Sidang Umum
MPR pada bulan Maret tahun 1973 yang melantik Soeharto dan Sri Sultan
Hamengkubuwono IX menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
3. Pemilu 1977 Pemilu ketiga berlangsung pada tahun 1977 menandai dimulainya kegiatan
pemilihan umum secara periodik tiap lima tahun. Pemilu ini dilaksanakan pada masa Orde
Baru untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Pemilu dilaksanakan serentak pada 2 Mei 1977 dengan diikuti dua
partai yang merupakan hasil fusi atau peleburan partai politik peserta Pemilu 1971 dan stu
ormas, yaitu: Partai Persatuan Pembangunan (PPP), fusi dari NU, Parmusi, Perti, dan PSII
Partai Demokrasi Indonesia (PDI), fusi dari PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai IPKI, dan
Partai Murba Golongan Karya (Golkar) Dalam pemilu ini Golkar menjadi pemenang dengan
jumlah suara mayoritas disusul PPP dan PDI. Pemilu ini kemudian diikuti oleh Sidang
Umum MPR yang melantik kembali Soeharto yang didampingi H. Adam Malik Batubara
menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
4. Pemilu 1982, 1989, 1992, dan 1997 Setelahnya, pada masa Orde Baru kegiatan pemilihan
umum secara periodik tiap lima tahun. Pemilihan dilakukan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sementara
Presiden dan Wakil Presiden ditentukan dari hasil Sidang Umum MPR. Peserta pemilu
1982, 1989, 1992, dan 1997 sama yaitu Golkar, PPP dan PDI, dan selama masa pemilu ini
Golkar selalu memenangkan suara terbanyak. Dalam Sidang Umum MPR, Soeharto juga
kembali terpilih menjadi Presiden dan membuatnya terus menjabat selama 32 tahun.
Walau begitu, wakil presiden yang mendampingi setiap periode berganti mulai dari Umar
Wirahadikusumah, Sudharmono, Try Sutrisno, hingga Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie.
5. Pemilu 1999 Digulingkannya pemerintahan Presiden Soeharto membuat pemilu
dipercepat, dari yang semula dijadwalkan pada 2002 terpaksa dilangsungkan pada tahun
1999. Pemilu yang berlangsung pada 7 Juni 1999 menjadi sejarah pemilu pertama di masa
reformasi. Berbeda dengan pemilu sebelumnya, di tahun 1999 ada 48 partai yang ikut
dalam pesta demokrasi ini. Partai peserta Pemilu 1999 adalah: Partai Indonesia Baru,
Partai Kristen Nasional Indonesia, Partai Nasional Indonesia Supeni, Partai Aliansi
Demokrat Indonesia, Partai Kebangkitan Muslim Indonesia, Partai Umat Islam, Partai
Kebangkitan Umat, Partai Masyumi Baru, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Syarikat
Islam Indonesia, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Abul Yatama, Partai
Kebangsaan Merdeka, Partai Demokrasi Kasih Bangsa, Partai Amanat Nasional, Partai
Rakyat Demokratik, Partai Syarikat Islam Indonesia 1905, Partai Katolik Demokrat, Partai
Pilihan Rakyat, Partai Rakyat Indonesia, Partai Politik Islam Indonesia Masyumi, Partai
Bulan Bintang, Partai Solidaritas Pekerja, Partai Keadilan, Partai Nahdlatul Umat, Partai
Nasional Indonesia - Front Marhaenis, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia,
Partai Republik, Partai Islam Demokrat, Partai Nasional Indonesia - Massa Marhaen, Partai
Musyawarah Rakyat Banyak, Partai Demokrasi Indonesia, Partai Golongan Karya, Partai
Persatuan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Uni Demokrasi Indonesia, Partai Buruh
Nasional, Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong, Partai Daulat Rakyat, Partai
Cinta Damai, Partai Keadilan dan Persatuan, Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia,
Partai Nasional Bangsa Indonesia, Partai Bhineka Tunggal Ika Indonesia, Partai Solidaritas
Uni Nasional Indonesia, Partai Nasional Demokrat, Partai Ummat Muslimin Indonesia,
Partai Pekerja Indonesia. Dari 48 partai tersebut hanya 21 partai yang mendapatkan kursi
di DPR dan PDI-P keluar sebagai pemenang mayoritas suara. Kemudian dari hasil Sidang
Umum MPR, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Ketua Umum PDI-P Megawati
Soekarnoputri dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden yang terpilihi. Pasangan
Abdurrahman Wahid - Megawati Soekarnoputri kemudian digantikan oleh pasangan
Megawati Soekarnoputri - Hamzah Haz dari Sidang Istimewa MPR RI, 23 Juli 2001.
6. Pemilu 2004 Pada pemilu 2004 kembali tercatat sejarah baru di mana Presiden dan Wakil
Presiden bisa dipilih langsung oleh warga negara Indonesia. Sistem baru ini berlangsung
dengan dibentuknya penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, yaitu Komisi Pemilihan
Umum (KPU). Pelaksanaannya adalah Pemilu DPR, DPD dan DPRD pada 5 April 2004,
dilanjutkan dengan Pemilu Presiden 5 Juli 2004 (putaran I) dan 20 September 2004
(putaran II). Pelaksanaan pemilu 2004 dilakukan bertahap dengan 24 partai politik sebagai
peserta. Pemilu 2004 memberlakukan sistem electoral threshold sebesar tiga persen
perolehan suara Pemilu 1999. Partai peserta Pemilu 2004 adalahi: PDI-P, PPP, PKB, Golkar,
PAN, PBB, PKS, Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, Partai Buruh Sosial Demokrat,
Partai Merdeka, Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan, Partai Perhimpunan Indonesia
Baru, Partai Nasional Banteng Kemerdekaan, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia,
Partai Penegak Demokrasi Indonesia, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, Partai
Karya Peduli Bangsa, Partai Bintang Reformasi, Partai Damai Sejahtera, Partai Patriot
Pancasila, Partai Sarikat Indonesia, Partai Persatuan Daerah, Partai Pelopor. Hasil pemilu
2004 menyatakan Golkar keluar menjadi pemenang, sementara Susilo Bambang
Yudhoyono dan Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
7. Pemilu 2009 Pemilu 2009 dilakukan dengan metode yang sama dari tahun sebelumnya
dengan beberapa penyesuaian. Salah satunya adalah penggantian ketentuan electoral
threshold pada pemilu sebelumnya dengan parliamentary threshold sebesar 2,5 persen.
Pelaksanaannya adalah Pemilu DPR, DPD dan DPRD pada 9 April 2009, dilanjutkan dengan
Pemilu Presiden pada 8 Juli 2009. Pemilu ini diikuti 38 partai dengan hanya 9 partai yang
lolos parliamentary threshold yaitu Demokrat, Golkar, PDI-P, PKS, PAN, PPP, PKB, Gerindra
dan Hanura. Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih pada saat itu adalah Susilo
Bambang Yudhoyono dan Boediono.
8. Pemilu 2014 Pemilu 2009 tidak berbeda jauh dari tahun sebelumnya dengan pelaksanaan
Pemilu DPR, DPD dan DPRD pada 9 April 2014 (dalam negeri) dan 30 Maret sampai 6 April
2014 (luar negeri). Sementara Pemilu Presiden dilaksanakan satu putaran pada 9 Juli 2014.
Pemilu 2014 diikuti oleh 12 partai yakni PDI-P, Golkar, Demokrat, PKB, PPP, PAN, PKS,
Gerindra, Hanura, Nasdem, PBB, dan PKPI. Dari 12 partai itu, hanya 10 partai yang
memenuhi parliamentary threshold sebesar 3,5 persen perolehan suara yaitu PDI
Perjuangan, Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, PKS, Nasdem, PPP, dan Hanura. Joko
Widodo dan Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilihan
Presiden 2014.
9. 9. Pemilu 2019 Pemilu 17 April 2019 diikuti oleh 14 partai politik nasional dan 4 partai
politik lokal Aceh. Sembilan partai dinyatakan lolos ke Senayan yaitu PDI-P, Gerindra,
Golkar, PKB, NasDem, PKS, Demokrat, PAN, dan PPP. Adapun tujuh partai meraih suara di
bawah ambang batas parlemen, yaitu Perindo, Berkarya, PSI, Hanura, PBB, PKPI, dan
Garuda. Joko Widodo dan Ma’ruf Amin terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada
Pemilihan Presiden 2019.

(2) Asas dan Prinspi Pemilu


Pasal 2 UU 7 Tahun 2017 : Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas Langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil.

Pasal 3 UU 7 Tahun 2017 : prinsip pemilu mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib,
terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, efisien.

Pasal 4 UU 7 Tahun 2017 : Tujuan PEMILU


a. memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis;
b. mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas;
c. menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu;
d. memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan pemilu
e. mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien.
(3) Kode Etik dan Dasar Hukum pemilu
PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU
PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

Kode Etik Penyelenggara Pemilu adalah suatu kesatuan asas moral, etika, dan filosofi yang
menjadi pedoman perilaku bagi Penyelenggara Pemilu berupa kewajiban atau larangan,
tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu.

Untuk menjaga integritas dan profesionalitas, Penyelenggara Pemilu wajib menerapkan


prinsip Penyelenggara Pemilu:
Integritas Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud berpedoman pada prinsip:
a. jujur maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu didasari niat
untuk sematamata terselenggaranya Pemilu sesuai dengan ketentuan yang berlaku
tanpa adanya kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan;
b. mandiri maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu bebas atau
menolak campur tangan dan pengaruh siapapun yang mempunyai kepentingan atas
perbuatan, tindakan, keputusan dan/atau putusan yang diambil;
c. adil maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu menempatkan
segala sesuatu sesuai hak dan kewajibannya;
d. akuntabel bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Profesionalitas Penyelenggara Pemilu sebagaimana berpedoman pada prinsip:
a. berkepastian hukum maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. aksesibilitas bermakna kemudahan yang disediakan Penyelenggara Pemilu bagi
penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan;
c. tertib maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu melaksanakan
tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan peraturan perundangundangan,
keteraturan, keserasian, dan keseimbangan;
d. terbuka maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu memberikan
akses informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat sesuai kaedah keterbukaan
informasi publik;
e. proporsional maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
menjaga
f. keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum untuk mewujudkan
keadilan;
g. profesional maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
memahami tugas, wewenang dan kewajiban dengan didukung keahlian atas dasar
pengetahuan, keterampilan, dan wawasan luas;
h. efektif bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan sesuai rencana tahapan dengan tepat waktu;
i. efisien bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
memanfaatkan sumberdaya, sarana, dan prasarana dalam penyelenggaraan Pemilu
sesuai prosedur dan tepat sasaran;
j. kepentingan umum bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
mendahulukan kepentingan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

(4) Partai Politik dan Pemilih

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG


PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

Pasal 3
(1) Partai Politik harus didaftarkan ke Kementerian untuk menjadi badan hukum.
Syarat-syarat supaya partai politik bisa mengikuti pemilu menurut Pasal 173 UU 7/2017
adalah: Berstatus badan hukum sesuai dengan undang-undang memiliki kepengurusan di
seluruh provinsi;
Memiliki kepengurusan di 75 persen, jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;
Memiliki kepengurusan di 50 persen (lima puluh persen) jumlah kecamatan di
kabupaten/kota yang bersangkutan;

Pasal 16
(1) Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotaannya
dari Partai Politik apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri secara tertulis;
c. menjadi anggota Partai Politik lain; atau
d. melanggar AD dan ART.

Pasal 19
(1) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara.
(2) Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) Kepengurusan Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota
kabupaten/kota.
(3a) Kepengurusan Partai Politik tingkat kecamatan berkedudukan di ibu kota kecamatan.
(4) Dalam hal kepengurusan Partai Politik dibentuk sampai tingkat kelurahan/desa atau
sebutan lain, kedudukan kepengurusannya disesuaikan dengan wilayah yang bersangkutan.
Pasal 29
(1) Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi:
a. anggota Partai Politik;
b. bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
c. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; dan
d. bakal calon Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 32
(1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur di
dalam AD dan ART.
(2) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh suatu mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai
Politik.
(3) Susunan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Kementerian.
(4) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus diselesaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari.
(5) Putusan mahkamah Partai Politik atau sebutan lainbersifat final dan mengikat secara
internal dalam hal
perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.

Pasal 33
(1) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak
tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri.
(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya
dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.
(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan negeri paling
lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan
negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori
kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung.

Pasal 34
(1) Keuangan Partai Politik bersumber dari:
a. iuran anggota;
b. sumbangan yang sah menurut hukum; dan
c. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.

Pendidikan Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) berkaitan dengan kegiatan:
a. pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945,
Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. pemahaman mengenai hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam membangun
etika dan budaya politik; dan
c. pengkaderan anggota Partai Politik secara berjenjang dan berkelanjutan.

Pasal 34A
(1) Partai Politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan
pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(1) huruf c kepada Badan Pemeriksa Keuangan secara berkala 1 (satu) tahun sekali untuk
diaudit paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Pasal 35
(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b yang diterima Partai
Politik berasal dari:
a. perseorangan anggota Partai Politik yang pelaksanaannya diatur dalam AD dan ART;
b. perseorangan bukan anggota Partai Politik, paling banyak senilai Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) per orang dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran; dan
c. perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp 7.500.000.000,00 (tujuh
miliar lima ratus juta rupiah) per perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1 (satu)
tahun anggaran.

PEMILIH

Pasal 198 UU 7 Tahun 2017 :


a.Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17
(tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak
memilih.
b. Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar 1 (satu) kali oleh
Penyelenggara Pemilu dalam daftar Pemilih.
c.Warga Negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak
mempunyai hak memilih.
Pasal 199 UU 7 Tahun 2017 : untuk dapat menggunakan hak memilih, warga Negara
Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih kecuali yang ditentukan lain dalam Undang-
Undang ini.

Pasal 200 UU 7 Tahun 2017: Dalam Pemilu, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih

(5) Tugas dan Fungsi PPK


Pasal 53 UU 7 Tahun 2017
PPK bertugas:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan pemilu di tingkat kecamatan yang telah
ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
b. menerima dan menyampaikan daftar pemilih kepada KPU (Kabupaten/Kota;
c. melakukan dan mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu anggota
DPR, anggota DPD, Presiden dan Wakil presiden, anggota DPRD provinsi, serta anggota
DPRD (Kabupaten/Kota di kecamatan yang bersangkutan berdasarkan berita acara hasil
penghitungan suara di TPS dan dihadiri oleh saksi Peserta Pemilu;
d. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu di
wilayah kerjanya;
e. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan pemilu dan/atau yang berkaitan dengan
tugas dan wewenang PPK kepada masyarakat;
f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
g. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

PPK berwenang:
a. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;
b. melaksanakan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
c. melaksanakan wewenang lain sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
PPK berkewajiban:
a. membantu KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam melakukan
pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, dan daftar pemilih tetap;
b. membantu KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilu;
c. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang direkomendasikan oleh
Panwaslu Kecamatan;
d. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan,

(6) Kelembagaan Pemilu


a. KPU (7 Anggota)
b. KPU provinsi (5/7 Anggota)
c. KPU Kabupaten Kota (5 Anggota)
d. PPK (5 Anggota)
e. PPS (3 Anggota)
f. KPPS (7 Anggota)
g. Pantarlih
Luar Negeri
a. PPLN (3-7 Anggota)
b. KPPSLN (3-7 Anggota)

(7) Pemungutan Suara


Pasal 340 : Perlengkapan Pemungutan Suara
1) KPU bertanggung jawab dalam merencanakan dari menetapkan standar serta kebutuan
pengadaan Dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara.
2) sekretaris Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota
bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengadaan dan pendisuiuusian perlengkapan
pemungutan suara.

Pasal 341
1) Perlengkapan pemungutan suara terdiri atas:
a. kotak suara;
b. surat suara;
c. tinta;
d. bilik pemungutan suara;
e. segel;
f. alat untuk mencoblos pilihan; dan
g. tempat pemungutan suara

Pasal 342
a. Surat suara untuk Pasangan calon memuat foto, nama, nomor, urut, dan tanda gambar
partai politik dan/atau tanda gambar gabungan partai politik pengusul Pasangan Calon.
b. surat suara untuk calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
memuat tanda gambar partai politik, nomor urut partai politik, nomor urut dan nama
calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk setiap daerah
pemilihan.
c. Surat untuk calon anggota DPD memuat pas foto diri terbaru dan nama calon anggota
DPD untuk setiap daerah pemilihan.

Pasal 343:
Nomor urut Pasangan Calon, tanda gambar partai politik, dan calon anggota DPD ditetapkan
dengan kepuhrsan KPU.

Pasal 344
a. Pengadaan surat suara dilakukan di dalam negeri dengan mengutamakan kapasitas
cetak yang sesuai dengan kebutuhan surat suara dan hasil cetak yang baik.
b. Jumlatr surat suara yang dicetak sama dengan jumlah Pemilih tetap ditambah dengan
2% (dua persen) dari jumlah Pemilih tetap sebagai cadangan, ymg ditetapkan dengan
keputusan KPU.
c. selain menetapkan pencetakan surat suara, KPU menetapkan besarnya jumlah surat
suara untuk pelaksanaan pemungutan suara ulang.
d. Jumlah surat suara ditetapkan oleh KPU untuk setiap daerah pemilihan sebarryak 1.000
(seribu) surat suara pemungutan suara ulang yang diberi tanda khusus, masing-masing
surat suara untuk Pasangan Calon, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota

Pasal 347 : Pemungutan Suara


a. Pemungutan suara Pemilu diselenggarakan secara serentak.
b. Hari, tanggal, dan wakhr pemungutan suara Pemilu . ditetapkan dengan keputusan KPU.

Pasal 348
1) Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi:
a. pemilik kartu tanda penduduk elektronik yang terdaftar pada daftar pemilih tetap di TPS
yang bersangk:utan;
b. pemilik karil tanda penduduk etektronik yang terdaftar pada daftar pemilih tambahani
c. pemilik kartu tanda penduduk elektronik yang tidak terdaftar pada daftar pemilih tetap
dan daftar pemilih tambahan; dan
d. penduduk yang telah memiliki hak pilih.
2) Pemilih dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS lain dengan menunjukkan
surat pemberiahuan dari PPS untuk memberikan suara di TPS lain
3) Pemilih dengan kondisi tertentu dapat menggunakan haknya untuk memilih di
TPS/TPSLN lain.
4) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menggunakan haknya untuk
memilih:
a. calon anggota DPR apabila pindah memilih ke kabupaten/kota lain dalam satu provinsi
dan di daerah pemilihannya;
b. calon anggota DPD apabila pindatr memilih ke. kabupaten/kota lain dalam satu provinsi;
c. Pasangan Calon apabila pindah memilih ke provinsi lain atau pindah memilih ke suatu
negara;
d. calon anggota DPRD Provinsi pindah memilih ke kabupaten/kota lain dalam sahr
provinsi dan di daerah pemilihannya; dan
e. calon anggota DPRD Kabupaten/Kota pindatr memilih ke kecamatan lain dalam satu
kabupaten/kota dan di daerah pemilihannya.
5) Calon Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus melapor ke KPU
KabupatenlKota tempat tduan memilih.
6) KPU Kabupaten/Kota tempat asal calon Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
harus menghapus nama yang bersangkutan dalam DPT asalnya.
7) Dalam hal pada suatu TPS terdapat, KPPS pada TPS tersebut mencatat dan melaporkan
kepada KPU Kabupaten/Kota melalui PPK.
8) Pemilik kartu tanda penduduk elektronik yang tidak terdaftar pada daftar pemilih tetap
dan daftar pemilih tambahan dapat memilih di TPS menggunakan kartu tanda penduduk
elektronik.

Pasal 350
a. Pemilih unhrk setiap TPS paling banyak 500 (lima ratus) orang.
b. TPS ditentukan lokasinya di tempat yang mudah d[iangkau, termasuk oleh, penyandang
disabilitas, tidak menggabungkan desa, dan memperhatikan aspek geogralis serta
menjamin setiap Pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, bebas, dan
rahasia.
c. Jumlah surat suara di setiap TPS sama dengan jumlah Pemilih yang tercantum di dalam
daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan ditambah dengan 2% (dua persen)
dari daftar pemilih tetap sebagai cadangan.
d. Penggunaan surat suara cadangan dibuatkan berita acara.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah, lokasi, bentuk, tata . letak dan format berita
acara diaturdengan Perahrran KPU.

Pasal 351
a. Pelaksanaan pemungutan suara dipimpin oteh KPPS
b. Pemberian suara dilaksanakan oleh pemilih.
c. Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi, Peserta Pemilu.
d. Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan kearmanan di setiap TPS dilaksanakan oleh
2 (dua) orang petugas yang ditetapkan oleh PPS.
e. Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh panwaslu Keluratran/Desa dan
Pengawas TPS.
f. Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh pemantau Pemilu yang telah
diakreditasi oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu IGbupaten/Kota.
g. Saksi harus menyerahkan mandat tertulis dari Pasangan calon/tim kampanye, Partai
Politik Peserta Pemilu, atau calon anggota DPD kepada KPPS.
h. saksi dilatih oleh Bawaslu.

Pasal 352
a. Dalam persiapan pemungutan suara, KPPS melakukan kegiatan yang meliputi:
b. penyiapan TPS;
c. pengumuman dengan menempelkan daftar pemilih tetap,
d. daftar pemilih tambahan, Pasangan Calon, dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di TPS; dan
e. penyerahan salinan daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan kepada saksi yang
hadir dan Pengawas TPS.
f. (2) Dalam pelaksana.an pemungutan suara, KPPS melakukan kegiatan yang meliputi:
g. pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
h. rapat pemungutan suara;
i. pengucapan sumpatr atau janji anggota KPPS dan petugas ketenteraman, ketertiban,
dan keamanan TPS;
j. penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara pemungutan, suara; dan
k. pelaksanaan pemberian suara.

Pasal 353
1) Pemberian suara unhrk Pemilu dilakukan dengan cara:
a. mencoblos sahr kali pada nomor, nama, foto pasangan Calon, atau tanda gambar
partai politik pengusul dalam satu kotak pada surat suara untuk Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden;
b. mencoblos satrr kali pada nomor atau tanda gambar partai politik, dan/atau nama
calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota untuk pemilu anggota DPR,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota; dan ).
c. mencoblos satu kali pada nomor, narna, atau foto calon untuk Pemilu anggota DPD.

Pasal 354
(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
a. membuka kotak suara;
b. mengeluarkan selumh isi kotak suara;
c. mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
d. menghihrng jumlatr setiap jenis dokumen dan peralatan;
e. memeriksa keadaan selunrh surat suara; dan
f. menandatangani surat suara yang akan digunakan oleh Pemilih.
2) Saksi Peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu dan warga masyarakat
berhak menghadiri kegiatan KPPS
3) Ketura KPPS wajib membuat dan menandatangani berita acara kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan berita acara tersebut ditandatangani paling sedikit oleh 2 (dua)
orang anggota KPPS dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.

Pasal 355
a. Dalam memberikan suara, Pemilih diberi kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip
urutan kehadiran Pemilih.
b. Apabila Pemilih menerima surat suara yang ternyata rusak, Pemilih dapat meminta surat
suara pengganti kepada KPPS dan KPPS wajib memberikan surat suara pengganti hanya
1 (satu) kali dan mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara.
c. Apabila terdapat kekeliruan dalam memberikan suara, Pemilih dapat meminta surat
suara pengganti kepada KPPS dan KPPS hanya memberikan surat suara pengganti.1
(satu) kali.

Pasal 356
a. Pemilih disabilitas netra, disabilitas fisik, dan yang mempunyai halangan fisik lainnya
pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibanhr oleh orang lain atas permintaan
Pemilih.
b. Orang lain yang membantu Pemilih dalam memberikan suara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan Pemilih.
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada Pemilih diatur dengan
Peraturan KPU.

Pasal 372
a. Pemungutan suara di rPS dapat diulang apabila terjadi, bencana alam dan/atau
kerusuhan yang mengakibattan hasil pemungutan suara tidak dapat digunkan atau
penghitung€rn suarra tidak dapat dilaklrkan
b. Pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan
pengawas TPS terbukti terdapat keadaan sebagai berikut
b. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghihrngan suara tidak
dilakukan rnenurut tata cara yang ditetapkan dalam ketentrran peraturan perundang-
undangan;
c. pehrgas KPPS meminta Pemilih memberikan tanda khusus, menandatangmi, atau
menuliskan nama atau, alamat pada surat suara yang sudah digunakan;
d. petugas KPPS merusak lebih dari saftr surat suara yang sudah digunakan oleh Pemilih
sehingga surat suara. tersebut menjadi tidak sah; dan/atau
e. Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di
daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan.
Pasal 373
a. Pemungutan suara ulang diusulkan oleh KPPS dengari menyebutkan keadaan yang
menyebabkan diadakannya pemungutan suara ulang.
b. usul KPPS diteruskan kepada PPK dan selanjutnya diajukan kepada KPU Kabupaten/Kota
untuk pengambilan keputusan.
c. Pemungutan suara ulang di TPS dilaksanakan paring lama 10 (sepuluh) hari setelah hari
pemungutan suara berdasarkan keputusan KPU Kabupaten/Kota
d. Pemungutan untuk 1 (satu) kali pemungutan suara ulang.

Pasal 374 : Penghihrngan Suara Ulang dan Rekapihrlasi Suara Ulang


1) Penghihrngan suara ulang berupa penghitungan ulang surat suara di TPS, rekapihrlasi
suara ulang di PPK,
2) Penghitungan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi hal sebagai berikut
a. kerusuhan yang mengakibatkan penghihrngan suara tidak dapat dilanjutkan;
b. penghitungan suara dilakukan secara tertutup
c. penghittrngan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau yang kurang
mendapat penerangan cahaya;
d. penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas
e. penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;
f. saksi Peserta Pemilu, Pengawas TPS, dan warga masyarakat tidak dapat menyaksikan
proses penghitungan suara secara jelas;
g. penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah
ditentukan; dan/atau
h. ketidaksesuaian jumlah hasil penghitungan surat suara yang sah dan surat suara yang
tidak satr dengan jumlah pemilih yang menggunakan hah pilih.

Pasal 375
a. Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 ayat (2), saksi
Peserta Pemilu atau Pengawas TPS dapat mengusulkan penghitungan ulang surat suara
di TPS yang bersangkutan.
b. Penghihrngan ulang surat suara di TPS harus dilaksanakan dan selesai pada hari yang
sama dengan hari pemungutan suara.

Pasal 376 :
Rekapihrlasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU
Provinsi dapat diulang apabila terjadi keadaan sebagai berikut
a. kerusuhan yang mengakibatkan rekapihrlasi hasil penghitunganngan suara tidak dapat
dilanjutkan;
b. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara tertup;
c. rekapihrlasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau
kurang mendapatkan penerangan cahaya;
d. rekapitulasi hasil penghihrngan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas;
e. rekapihrlasi hasil penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;
f. saksi Peserta Pemilu, Bawaslu Kabupatenf Kota, dan pemantau Pemilu tidak dapat
menyaksikan proses rekapihrlasi hasil penghitungan suara secara jelas. dan/atau
g. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu
yang telah ditentukan.

Pasal 378
a. Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara pada sertifikat, hasil penghitungan suara
dari TPS dengan sertifikat hasil penghihrngan suara yang diterima PPK dari TPS, saksi
Peserta Pemilu tingkat kecamatan, saksi peserta pemilu di TPS, Panwaslu Kecamatan,
Panwaslu Kelurahan/Desa, atau Pengawas TPS, maka PPK melakukan penghihrngan
suara ulang untuk TPS yang bersangkutan.
b. Penghitungan suara ulang di TPS dan rekapihrlasi hasil penghittrngan suara ulang di PPK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 375 ayat (2) dan Pasal 376 dilaksanakan paling lama
5 (lima) hari setelah hari/tanggal pemungutan suara berdasarkan keputusan PPK.

Pasal 379
Penghihrngan suara ulang unhrk TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dilakukan
dengan cara membuka kotak suara hanya dilakukan di PPK.

Pasal 382 : Penghittrngan Suara di TPS/TPSLN


a. Penghitungan suara Peserta Pemilu di TPS dilaksanalran oleh KPPS.
b. Penghitungan suara Pasangan Calon dan Partai Politik Peserta Pemilu di TPSLN
dilaksanakan oleh KPPSLN.
c. Penghitungan suara Peserta Pemilu di TPS disaksikan oleh saksi Peserta Pemilu.
d. Penghitungan suara Pasangan Calon dan Partai Politik Peserta Pemilu di TPSLN
disaksikan oleh saksi Peserta Pemilu.
e. Penghitungan suara Peserta Pemilu di TPS diawasi oleh Pengawas TPS.
f. Penghitungan suara Pasangan Calon dan Partai Politik Peserta Pemilu di TPSLN diawasi
oleh Panwaslu LN.
g. Penghitungan suara Peserta Pemilu di TPS dipantau oleh pemantau Pemilu dan
masyarakat.
h. Penghitungan suara Pasangan Calon dan Partai Politik Peserta Pemilu di TPSLN dipantau
oleh pemantau Pemilu dan masyarakat.
i. Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) yang belum menyerahkan
mandat tertulis pada saat pemungutan suara harus menyerahkan mandat tertulis dari
Peserta Pemilu kepada ketua KPPS/KPPSLN.

Pasal 385
1) sebelum melaksanakan penghitungan suara, KPPS menghitung:
a. jumlah Pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan daftar pemilih tetap;
b. jumlah Pemilih yang berasal dari TPS/TPSLN lain;
c. jumlah surat suara yang tidak terpakai;
d. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh Pemilih karena rusak atau salah dalam cara
memberikan suara; dan
e. sisa surat suara cadangan.
2) sisa surat suara cadangan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh ketua
KPPS/KPPSLN dan oleh paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS/KPPSLN yang hadir.

Pasal 386
1) Suara untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dinyatakan sah apabila :
a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
b. tanda coblos pada nomor urut, foto, nama salah satu Pasangan Calon, tanda gambar
partai politik, dan/atau tanda gambar gabungan partai politik dalam surat suara.
2) Suara untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
a. surat suara ditandatangani oleh ketuaa KPPS; dan
b. tanda coblos pada nomor atau tanda gambar partai politik dan/atau nama calon
anggota DPR, DPRD. provinsi, dan DPRD kabupaten/kota berada pada kolom yang disediakan
3) Suara untuk Pemilu anggota DPD dinyatakan sah apabila: ,
a. surat suara ditandatangani oleh ketua KPPS; dan
b. tanda coblos terdapat pada 1 (satu) calon perseorangan.

Pasal 387 :
Ketua KPPS/KPPSLN melakukan penghitungan suara dengan suara yang jelas dan terdengar
dengan memperlihatkan surat suara yang dihitung.
1) Penghitungan suara dilakukan secara terbuka dan di tempat yang terang atau mendapat
penerangan cahaya yang cukup.
2) Penghihrngan suara dicatat pada lembar/papan/layar
3) penghitungan dengan tulisan yang jelas dan terbaca.
4) Format penulisan penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dalam Peraturan KPU.

Pasal 391 :
PPS wajib mengumumkan salinan sertilikat hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di
wilayah kerjanya dengan cara. menempelkan salinan tersebut di tempat umum
Pasal 392 :
PPS membuat berita acara penerimaan kotak hasil penghitungan perolehan suara Peserta
Pemilu dari KPPS untuk diteruskan ke PPK.

Pasal 393 : Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara di Kecamatan


a. PPK membuat berita acara pcnerimaan kotak hasil penghitungan perolehan suara
Peserta Pemilu dari PPS.
b. PPK melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta dalam rapat
yang dihadiri saksi Peserta Pemilu dan Panwaslu Kecamatan.
c. Rekapitulasi penghitungan suara dilakukan dengan membuka kotak suara tersegel untuk
mengambil sampul yang berisi berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil
penghihrngan suara, kemudian kotak ditutup dan disegel kembali.
d. PPK membuat berita acara rekapitulasi hasil penghihrngan perolehan suara Peserta
Pemilu dan membuat sertifikat rekapihrlasi hasil penghitungan perolehan suara.
e. PPK mengumumkan hasil rekapihrlasi penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di tempat umum.
f. PPK menyerahkan berita acara rekapihrlasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta
Pemilu dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tersebut kepada
saksi Peserta Pemilu, Parrwaslu Kecamatan, dan KPU Kabupaten/Kota.

Pasal 396
PPK wajib menyerahkan kepada KPU Kabupaten/Kota surat, suara Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden serta Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dari TPS dalam kotak suara tersegel
serta , berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan, sertifikat
rekapihrlasi hasil penghihrngan perolehan suara Peserta Pemilu di tingkat PPK yang dilampiri
berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS.

Pasal 418 : Penetapan Perolehan Kursi


a. Perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu untuk anggota DPR ditetapkan oleh KPU.
b. Perolehan lnrrsi Partai Politik Peserta Pemilu untuk anggota DPRD provinsi ditetapkan
oleh KPU Provinsi.
c. Perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu untuk anggota DPRD kabupaten/kota
ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota.

Pasal 420 :
Penetapan perolehan jumlah kursi tiap Partai Politik Peserta' Pemilu di suatu daerah
pemilihan dilakukan dengan ketentuan:
a. penetapan jumlah suara sah setiap Partai Politik Peserta Pemilu di daerah pemilihan
sebagai suara sah setiap partai politik.
b. membagi suara sah setiap Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dengan
bilangan
c. pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3; 5; 7; dan seterusnya.
d. hasil pembagian sebagaimana dimaksud diurutkan berdasarkan jumlah nilai terbarryak.
e. nilai terbanyak pertama mendapat kursi pertama, nila terbanyak kedua mendapat kursi
kedua, nilai terbarryak ketiga mendapat kursi ketiga, dan seterusnya sampai jumlah kursi di
daerah pemilihan habis terbagi.

Pasal 434
1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajiban Penyelenggara Pemilu,
pemerintah dan pemirintah daerah wajib memberikan bantuan dan fasilitas sesuai dengan
ketentuan peraturran perundang-undangan
2) Bantuan dan fasilitas sebagaimana dimaksud berupa:
a. penugasan personel pada sekretariat PPK, pan wasluKecamatan, dan PPS;
b. penyediaan sarana ruangan sekretariat PPK, panwaslu Kecamatan dan PPS;
c. pelaksanaan sosialisasi terhadap peraturan penrundang-undangan Pemilu;
d. pelaksanaan pendidikan politik bagr pemilih untuk meningkatlan partisipasi masyarakat
dalam pemilu;
e. kelancaran transportasi pengiriman logistik;
f. pemantauan kelancaran Penyelenggaraan pemilu; dan
g. kegiatan lain yang sesuai dengan kebuhrhan pelaksanaan Pemilu.
(8) Pemutakhiran data Pemilih
Pasal 202 : Daftar Pemilih
a. KPU Kabupaten/Kota menggunakan data penduduk potensial pemilih Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (5) untuk disandingkan dengan daftar
pemilih; tetap Pemilu terakhir yang dimutakhirkan secara berkelanjutan sebagai bahan
penyusunan daftar Pemilih.
b. Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat nomor induk
kependudukan, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, dan alamat Warga Negara Indonesia,
yang mempunyai hak memilih.
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan daftar Pemilih diatur dalam
Peraturan KPU.
Pasal 204 : Pemutakhiran Data Pemilih
a. KPU Kabupaten/Kota melakukan pemutakhiran data Pemilih berdasarkan daftar pemilih
tetap Pemilu terakhir yang dimutakhirkan secara berkelanjutan.
b. Pemutakhiran data Pemilih oleh KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diselesaikan paling lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya data penduduk potensial
pemilih Pemilu
c. Dalam melaksanakan pemutakhiran data Pemilih, KPU Kabupaten/Kota dibantu oleh
Pantarlih, PPS, dan PPK.
d. Dalam melaksanakan pemutakhiran data Pemilih, Pantarlih memberikan kepada Pemilih
tanda bukti telah terdaftar sebagai Pemilih.
e. Hasil pemutakhiran data Pemilih digunakan sebagai bahan penyusunan daftar pemilih
sementara.

Pasal 205 : Pantarlih

a. Pantarlih terdiri atas perangkat kelurahan/desa, rukun warga, rukun tetangga, dan/atau
warga masyarakat
b. Pantarlih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh PPS.

Pasal 206 : Penyusunan Daftar Pemilih Sementara

a. Daftar pemilih sementara disusun oleh PPS berbasis domisili di wilayah rukun tetangga.
b. Daftar pemilih sementara sabagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun paiing tambat 1
(satu) bulan sejak berakhimya pemutakhiran data Pemilih.
c. Daftar pemilih sementara diumumkan selama 14 (empat belas) hari oleh PPS untuk
mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat.

Pasal 208 : Penyusunan Daftar Pemilih Tetap

a. KPU Kabupaten/Kota menetapkan daftar pemilih tetap berdasarkan daftar pemilih


sementara hasil perbaikan.
b. Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan basis TPS.
c. Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling lama 7 (tujuh)
hari sejak berakhirnya perbaikan terhadap daftar pemilih sementara hasil perbaikan.

Pasal 210 : Daftar pemilih Tambahan

a. Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 208 ayat (2) dapat dilengkapi
daftar pemilih tambahan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum hari pemungutan
suara.
b. Daftar pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas data Pemilih
yang telah terdaftar dalam daftar pemilih tetap di suatu TPS yang karena keadaan tertentu
Pemilih tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan
terdaftar
c. Untuk dapat dimasukkan ke dalam daftar pemilih tambahan seseorang harus menunjukkan
bukti kartu tanda penduduk elektronik dan bukti yang bersangkutan telah terdaftar
d. Daftar pemilih tambatran diumumkan oleh PPS.

(9) Lokgistik Pemilu


Logistik Pemilu adalah sarana penting dalam perhelatan besar demokrasi yang
melibatkan banyak orang dan banyak jalur. Tiga proses pasokan logistik utama yang
berlangsung dalam pemilu saat ini adalah proses pengadaan, pendistribusian dan penarikan
logistik. Tidak bisa tidak, ketiga elemen tersebut adalah kunci utama kesuksesan
penyelenggaraan pemilu yang berintegritas. Proses pengadaan dalam siklus pemilu meliputi
pengadaan jasa dan pengadaan barang. Tidak seperti instansi lain, beberapa item barang
dan jasa dalam proses pemilu sangat spesifik, sehingga tidak semua perusahaan dapat
menyediakan. Secara garis besar, proses pengadaan barang dan jasa pemilu terbagi atas dua
tahapan; pertama, logistik pada persiapan pemilu, dan logistik pada pelaksanaan pemilu.

Dalam rangka menunjang proses penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
Pemilu Anggota DPR, Pemilu Anggota DPD, serta Pemilu Anggota DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota Tahun 2019 yang dilaksanakan secara serentak, Komisi Pemilihan Umum
sebagai salah satu lembaga yang berwenang untuk menyelenggarakan proses tahapan
penyelenggaraan Pemilu di Indonesia berkewajiban untuk mempersiapkan dan
mensukseskan pelaksanaan Pemilu tersebut, salah satunya adalah menyediakan logistik
Pemilu.

Logistik Pemilu 2019 yang terdiri dari (1) perlengkapan pemungutan suara berupa kotak
suara, surat suara, tinta, bilik pemungutan suara, segel, dan alat untuk mencoblos pilihan,
serta dukungan perlengkapan lainnya berupa sampul kertas, tanda pengenal KPPS/KPPSLN,
tanda pengenal petugas keamanan TPS/TPSLN, tanda pengenal saksi, karet pengikat surat
suara, lem/perekat, kantong plastik, ballpoint, gembok, spidol, formulir untuk berita acara
dan sertifikat, sticker nomor kotak suara, tali pengikat alat pemberi tanda pilihan, dan alat
bantu tunanetra harus sudah diterima KPPS paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari
pemungutan suara.

Sehubungan dengan hal tersebut, logistik Pemilu perlu dikelola secara optimal baik pada
tahap perencanaan kebutuhan dan pengaanggarannya, pengadaan, pendistribusian, serta
pemeliharaan dan inventarisasi.

(10) Pengelolaan Keuangan


Keputusan KPU No. 302/PP.02-Kpt/02/KPU/IV/2018
Petunjuk Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Penggunaan anggaran Pemilu 2019 untuk
Badan Adhoc di lingkungan KPU
(a) Penyaluran anggaran kepada BPP Ad Hoc Dalam Negeri dilakukan oleh Bendahara
Pengeluaran atas perintaH Pejabat Pembuat Komitmen KPU Kabupaten/Kota dengan
menerbitkan SPBy.
1) Bendahara Pengeluaran KPU Kabupaten/Kota dapat melaksanakan penyaluran anggaran
kepada PPK melalui transfer ataupun secara langsung. Penyaluran anggaran melalui
transfer dilakukan dengan penerbitan SPT dari Pejabat Pembuat Komitmen KPU
Kabupaten/kota.
2) PPK menyampaikan bukti penerimaan anggaran kepada Bendahara Pengeluaran KPU
Kabupaten/Kota sebagai tanda bukti penerimaan anggaran dengan menggunakan formulir
Tanda Bukti 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini.
(b) Bukti penyaluran anggaran ke PPK disahkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen KPU
Kabupaten/Kota dan Bendahara Pengeluaran KPU Kabupaten/Kota.

(a) Sekretaris PPK menyalurkan anggaran kepada PPS untuk kebutuhan anggaran PPS, Pantarlih,
dan KPPS, sesuai kebutuhan anggaran yang telah diajukan kepada KPA KPU Kabupaten/Kota.
(b) PPS menyampaikan bukti penerimaan anggaran kepada PPK sebagai tanda bukti
penerimaan anggaran dengan menggunakan formulir Tanda Bukti 2 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II Keputusan ini.
(c) Bukti penyaluran anggaran ke PPS disahkan oleh Sekretaris PPK dan Staf Sekretariat Urusan
Keuangan PPK.

(a) Berdasarkan anggaran yang diterima dari PPK, PPS melakukan:


1) pembayaran atas kegiatan yang dilaksanakan oleh PPS dan Pantarlih; dan
2) menyalurkan anggaran ke KPPS.
(b) KPPS menyampaikan bukti penerimaan penyaluran anggaran kepada PPS sebagai tanda
bukti penerimaan anggaran dengan menggunakan formulir Tanda Bukti 3 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini.
(c) Bukti penyaluran anggaran ke KPPS disahkan oleh Sekretaris PPS dan staff sekretariat urusan
keuangan PPS.
Pertanggungjawaban Anggaran untuk BPP Ad Hoc Dalam Negeri Setelah anggaran disalurkan ke
BPP Ad Hoc Dalam Negeri, setiap pengeluaran yang dilakukan oleh BPP Ad Hoc Dalam Negeri
(KPPS, PPS, dan PPK) wajib untuk dipertanggungjawabkan dan disampaikan kepada KPU
Kabupaten/Kota, dengan dilampiri bukti-bukti yang sah. Bukti pembayaran yang telah disahkan
oleh Sekretaris PPK, Sekretaris PPS, atau Ketua KPPS atas kegiatan yang diselenggarakan pada
tingkat PPK, PPS, Pantarlih, dan KPPS disampaikan kepada Pejabat Pembuat Komitmen KPU
Kabupaten/Kota.

Pajak-pajak yang timbul dalam pelaksanaan penggunaan anggaran pada BPP Ad Hoc Pemilu
2019 meliputi:
a. pemungutan/pemotongan dan penyetoran pajak wajib dilakukan oleh Bendahara
Pengeluaran atau Bendahara Pengeluaran Pembantu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
b. pungutan pajak (uang) atas pengadaan barang/jasa yang dilakukan Sekretaris PPK, Sekretaris
PPS, dan Ketua KPPS, disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk dilakukan penyetoran;
c. pemungutan pajak atas pengadaan barang/jasa terhadap pihak yang tidak mempunyai
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dikenakan tarif sebesar 2 (dua) kali lipat;
d. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai netto atau 1/11 (satu
persebelas) dari brutto terhadap pembayaran pengadaan barang dan jasa dengan nilai minimal
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) atau lebih;
e. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 2% (dua persen) dari netto dilakukan terhadap
pembayaran pengadaan barang kepada rekanan dengan nilai Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)
sampai dengan Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah), dan apabila tidak memiliki NPWP dikenakan
tarif PPh Pasal 22 sebesar 3% (tiga persen). Sedangkan, bagi yang memiliki NPWP dikenakan
tarif PPh Pasal 22 sebesar 1,5 % (satu koma lima persen).
f. pengadaan jasa wajib dikenakan PPh Pasal 23 dengan nilai berapapun; dan
g. pemotongan PPh Pasal 21 atas honorarium bagi anggota BPP Ad Hoc Dalam Negeri (PPK, PPS,
dan KPPS), yang berstatus bukan Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara
Nasional/Polisi Republik Indonesia, dan pensiunannya dipotong PPh Pasal 21 yang dihitung
sesuai tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun
2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan. Adapun tarif pajak atas pelaksanaan kegiatan Pemilu sebagai berikut:
1) Pajak penghasilan/PPh Pasal 21 sebesar 15% (lima belas persen) dari nilai bruto terhadap
pembayaran uang honorarium, uang lembur, dan honor Kelompok Kerja bagi Pegawai
Negeri Sipil dan pensiunan Pegawai Negeri Sipil Golongan IV atau yang dipersamakan
Golongan IV, apabila tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dikenakan PPh Pasal
21 sebesar 18% (delapan belas persen);
2) Pajak Penghasilan/PPh Pasal 21 sebesar 5% (lima persen) dari nilai bruto terhadap
pembayaran uang honorarium, uang lembur, dan honor Kelompok Kerja bagi Pegawai
Negeri Sipil dan Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dengan golongan III atau yang
dipersamakan golongan III; dan
3) Pajak Penghasilan/PPh Pasal 21 sebesar 0% (nol persen) dari nilai bruto terhadap
pembayaran uang honorarium, uang lembur, dan honor Kelompok Kerja bagi Pegawai
Negeri Sipil dan Pensiunan dengan Golongan 1 dan 2.
Batas Penyelesaian Pertanggungjawaban BPP Ad Hoc
1. KPPS menyusun bukti-bukti pengeluaran dan menyampaikan kepada PPS.
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dilampiri dengan seluruh bukti asli pengeluaran
sebanyak 2 (dua) rangkap dan dikirimkan kepada PPS paling lambat 2 (dua) hari kalender
setelah pemungutan suara dilaksanakan.
2. Sekretaris PPS menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan kepada PPK setiap
bulan paling lambat tanggal 5 (lima) bulan berikutnya.
3. PPS menyampaikan Rekapitulasi Laporan Realisasi Pertanggungjawaban Penggunaan
Anggaran kepada PPK dengan menggunakan format MODEL KEU T.3.01 paling lambat 30 (tiga
puluh) hari setelah pemungutan suara.
4. Laporan Realisasi Pertanggungjawaban Penggunaan Anggaran untuk PPS dibuat sebanyak 4
(empat) rangkap dengan ketentuan:
a. 2 (dua) rangkap untuk KPU Kabupaten/Kota;
b. 1 (satu) rangkap untuk PPK; dan
c. 1 (satu) rangkap untuk arsip PPS.
5. Sekretaris PPK menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan kepada KPU
Kabupaten/Kota setiap bulan paling lambat tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya.
6. PPK menyampaikan Rekapitulasi Laporan Realisasi Pertanggungjawaban Penggunaan
Anggaran kepada KPU Kabupaten/Kota dengan menggunakan format MODEL KEU T.3.02
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini paling lambat 45 (empat puluh lima)
hari setelah pemungutan suara.
7. Laporan Realisasi Pertanggungjawaban Penggunaan Anggaran dibuat sebanyak 3 (tiga)
rangkap dengan ketentuan:
a. 2 (dua) rangkap untuk KPU Kabupaten/Kota; dan
b. 1 (satu) rangkap untuk arsip PPK.
8. Sekretaris KPU Kabupaten/Kota menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan
Anggaran kepada Sekretaris KPU Provinsi setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya dengan menggunakan format MODEL KEU T.2.01 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II Keputusan ini.
9. Sekretaris KPU Provinsi menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan
Anggaran kepada Sekretaris Jendral KPU setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya dengan menggunakan format MODEL KEU T.2.02 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II Keputusan ini.
10. Pada akhir masa bakti, PPK harus menyampaikan seluruh buktibukti sah atas penggunaan
anggaran disertai bukti sisa dari penggunaan anggaran kepada Pejabat Pembuat Komitmen KPU
Kabupaten/Kota.
11. Bukti-bukti pengeluaran yang sah dari seluruh PPK disimpan oleh BPP dan/atau Pejabat
Pembuat Komitmen KPU Kabupaten/Kota sebagai bahan kelengkapan administrasi
pertanggungjawaban penggunaan anggaran.

Anda mungkin juga menyukai