Anda di halaman 1dari 10

SEMINAR SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA : Lalu Hendri Setiawan

NIM : H3501222062

PROGRAM STUDI : Sains Agribisnis

JUDUL MAKALAH : Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat Terhadap


Efisiensi Teknis Usahatani Bawang Putih

KOMISI PEMBIMBING : 1. Prof. Dr. Amzul Rifin, SP, MA.

2. Dr. Ir. Harmini, M.Si

KELOMPOK ILMU : Ilmu Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Kebijakan

HARI/TANGGAL : Kamis, 2 Februari 2023

WAKTU : 13.00-14.00

TEMPAT : Zoom Meeting


PENGARUH PENGGUNAAN BENIH BERSERTIFIKAT TERHADAP
EFISIENSI TEKNIS USAHATANI BAWANG PUTIH1)1
(Impact Of Use Certified Seeds on Technical Efficiency of Garlic Farming)
Lalu Hendri Setiawan, Amzul Rifin 2)2, Harmini3)3
ABSTRACT
Adoption of certified seeds can be one way to increase the productivity or
technical efficiency of garlic farming. The purpose of this study was to analyze the effect
of using certified seeds on the technical efficiency of garlic farming. This study uses
secondary data and is analyzed using the stochastic production frontier sample correction
(SC-SPF) combined with propensity score matching (PSM) to overcome observed and
unobserved biases. This study shows that the average productivity of adopting farmers is
higher than non-adopting farmers. Meanwhile, the average technical efficiency of
adopting farmers is lower than non-adopting farmers. The average technical efficiency
value of adopting farmers is smaller than non adopting farmers in the SC-SPF model
indicating that the use of certified seeds has not been able to increase the technical
efficiency of garlic farming.

Keywords: efficiency, Indonesia, sc-spf, technology adoption, propensity score


matching

PENDAHULUAN
Intensifikasi dan pembangunan pertanian merupakan prasyarat untuk
pertumbuhan produksi atau efisiensi usahatani (Pamuk et al. 2014). Komponen penting
dari banyak strategi pembangunan pertanian adalah adopsi inovasi atau teknologi baru
pertanian. Adopsi teknologi baru dapat meningkatkan output dan mengurangi biaya
produksi rata-rata yang pada akhirnya menghasilkan pendapatan yang lebih baik bagi
petani (Udimal et al. 2017). Teknologi pertanian terbarukan tidak hanya berbentuk mesin.
Seringkali teknologi baru diperkenalkan dalam bentuk perbaikan pada satu atau beberapa
input produksi yang digunakan dalam proses produksi (intensifikasi) (Fadillah 2022).
Intensifikasi dalam usahatani bawang putih berupa adopsi teknologi baru penting
dilakukan dengan adanya penurunan produktivitas bawang putih selama lima tahun
terakhir sebesar 3,48% (2015-2019) (Kementan 2020). Salah satu teknologi yang perlu
difokuskan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani bawang putih
adalah benih bersertifikat. Adopsi teknologi benih bersertifikat dapat memberikan
manfaat antara lain (Kabeakan 2017; Puspitasari 2017): (1) menghemat penggunaan
benih, (2) lebih responsif terhadap pemupukan dan perlakuan agronomis lainnya, (3)
produktivitas lebih tinggi, (4) mutu produksi terjamin terutama jika diikuti pelaksanaan
pascapanen yang baik, (5) memiliki ketahanan terhadap hama penyakit. Selain itu, benih
memiliki pengaruh yang signifikan dalam menentukan efisiensi teknis usahatani (Triyono

1
Makalah merupakan bagian dari tesis Program Studi Sains Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajeen, Pascasarjana IPB yang disampaikan dalam forum seminar hasil penelitian
2
Ketua komisi pembimbing, dosen pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen
IPB
3
Anggota komisi pembimbing, dosen pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen IPB
et al. 2021). Namuan demikian, pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap
efisiensi teknis usahatani bawang putih perlu dibuktikan melalui kajian.
Beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengaruh suatu program terhadap
efisiensi teknis masih menggunakan pendekatan konvensional yang dirumuskan oleh
Aigner et al. (1977). Pendekatan konvensional menghasilkan dua potensi bias, yakni bias
observed dan unobserved. Penelitian ini mengadopsi metode Bravo-Ureta et al. (2020)
untuk menghilangkan bias observed dan unobserved dalam analisis pengaruh benih
bersertifikat terhadap efisiensi teknis usahatani bawang putih. Terdapat beberapa
penelitian sejenis, seperti Baglan et al. (2020) yang menganalisis pengaruh penggunaan
benih bersertifikat terhadap efisiensi teknis usahatani gandum di Kazakhstan’s, Mwangi,
Ndirangu and Isaboke, (2020) yang membahas efisiensi teknis usahatani tomat skala kecil
di Kenya dan Bravo-Ureta et al. (2020) yang menganalisis pengaruh projek irigasi
terhadap efisiensi teknis usahatani di Filipina. Dari beberapa penelitian tersebut,
disimpulkan bahwa pengaruh benih bersertifikat terhadap efisiensi teknis berbeda antar
wilayah dan antar komoditas. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk menganalisis
pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap efisiensi teknis usahatani bawang
putih.

METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data skunder berupa cross section
yang bersumber dari Survei Rumah Tangga Usaha Tanaman Hortikultura Tahun 2014
(SHR 2014) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di tiga provinsi sentra
bawang putih, yaitu Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Ketiga lokasi tersebut dipilih karena merupakan daerah sentra produksi bawang putih
dengan hasil produksi kumulatif mencapai 80% dari produksi nasional (Kementan 2020).
Jumlah sampel petani bawang putih dalam penelitian ini sebanyak 251 petani yang
menanam bawang putih di musim kemarau. Sebanyak 51 petani mengadopsi benih
bersertifkat dan 200 petani tidak mengadopsi benih bersertifikat. Petani yang
menggunakan benih bersertifikat adalah petani yang sumber benihnya berasal dari
pembelian sendiri atau bantuan pemerintah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan propensity score matching (PSM) untuk
mengoreksi bias observed yang berasal dari variabel yang diamati (Khandker et al.,
2010). Pada PSM, Observasi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang
mendapat treatment dan kelompok yang tidak diberi treatment (kontrol grup). Kelompok
treatment adalah petani yang mengadopsi benih bersertifikat dan kontrolnya petani yang
tidak mengadopsi benih bersertifikat. Teknik nearest neighbor matching yang
diperkirakan melalui Paket PSMATCH2-STATA digunakan untuk mendapatkan
kelompok kontrol yang karakteristiknya semirip mungkin dengan kelompok perlakuan
sehingga potensi bias dapat dihilangkan (Leuven dan Sianesi, 2003).
Dengan asumsi bias yang terkait dengan variabel yang tidak teramati telah
dikoreksi, pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap produktivitas dan efisiensi
teknis dapat dihitung melalui average treatment effect on the treated (ATET) sebagai
berikut (Villano et al. 2015; Bravo-Ureta et al. 2020; Harmini et al. 2022):
ATET = E(Y 1 │D=1) – E(Y 0 │D=0)……………………………………..…………….(1)
dimana Y1 dan Y0 adalah nilai rata-rata untuk kelompok perlakuan dan kontrol.
Sementara itu, D adalah variabel dummy dimana 1 untuk kelompok perlakuan dan 0
untuk kelompok kontrol.
Penelitian ini menggunakan model SC-SPF Greene (2010) untuk mengatasi bias
unobserved dalam menentukan production frontier dari usahatani bawang putih. Adapun
struktur modelnya sebagai berikut:
Sample selection:
d i = 1[ά Zi + wi >0], wi ~ N(0,1) ……………………………….………………(7)
Stochastic frontier:
Y i = β’xi + εi ……………………………………………………………………(8)
Error structure:
εi = vi + ui………………………………………………………………………..(9)
ui = 𝜎𝑢 │Ui│dimana Ui ~ N[0,1]
vi = 𝜎𝑣 V i dimana V i ~ N[0,1]
(w i, vi) N 2 [(0,1), (1, ρ𝜎𝑣 , 𝜎𝑣2 )]
dimana Zi adalah vektor asal eksogen untuk menjelaskan adopsi benih
bersertifikat, wi merupakan error term yang terdistribusi N(0, ), ά vektor parameter
yang akan diamati, Yi yakni produksi bawang putih petani ke-i (Kg), Xi adalah vektor
input dalam production frontier, β vektor parameter yang akan diestimasi dan εi
composed error term. Sementara itu, bentuk fungsi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas karena dapat mengurangi
terjadinya multikolinearitas, bersifat homogen, perhitungannya sederhana, dapat dibuat
dalam bentuk fungsi linear, dan banyak digunakan dalam penelitian bidang pertanian
(Bravo-Ureta et al. 2020; Baglan et al. 2020; Ngango dan Hong 2021).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif Petani Responden Usahatani Bawang Putih
Matched sampel merupakan data yang sudah dikoreksi menggunakan PSM dan
unmatched sampel merupakan data awal yang belum dikoreksi. Mayoritas petani
pengadopsi dan non pengadopsi adalah laki-laki. Hal ini karena perempuan biasanya lebih
banyak mencurahkan waktunya untuk pekerjaan dalam rumah tangga dibanding
pekerjaan di luar rumah (Aida dan Taridala 2010). Rata-rata umur petani pengadopsi
adalah 49 tahun, sedangkan petani non pengadopsi 50 tahun (Tabel 1). Artinya rata-rata
petani responden sudah dalam usia tua atau mendekati usia tidak produktif.
Tabel 1 Rata-rata karakteristik petani adopsi dan non adopsi benih bawang putih
bersertifikat
Unmatched sampel Matched sampel
Variabel
Adopsi Non Adopsi Diff. Adopsi Non Adopsi Diff.
Jenis kelamin 0.94 0.92 -0.03 0.98 0.92 -0.06
Umur 49.57 50.38 0.81 49.55 50.38 0.82
Pendidikan 1.98 2.18 0.19 2.02 2.18 0.15
Keikutsertaan poktan 0.29 0.45 0.15 0.27 0.45 0.18
Benih (Kg/ha) 527 300 -227 548 300 -248
Luas lahan (m )2 1464.71 1505.31 40.60 1520.4 1505.31 -15.1
Pupuk N (kg) 31.72 16.92 -14.8 32.94 16.92 -16.0
Pupuk P (kg) 32.91 25.87 -7.04 34.07 25.87 -8.20
Tenaga kerja
(Rp000) 1846.24 1932.80 86.56 1897.5 1932.80 35.28
Jumlah observasi 51 200 43 200
Rata-rata pendidikan petani pengadopsi dan non pengadopsi pada unmatched dan
matched data juga tidak berbeda, yakni tamatan SD (Tabel 1). Artinya pendidikan petani
cukup rendah sehingga memperlambat adopsi teknologi (Sudjarmoko 2016). Padahal
pendidikan adalah faktor kunci dalam adopsi benih bersertifikat (Baglan et al. 2020).
Mengenai input produksi, petani non pengadopsi lebih banyak menggunakan
benih dibanding petani pengadopsi (Tabel 1). Mengenai input produksi, petani
pengadopsi lebih banyak menggunakan benih dibanding petani non pengadopsi. Rata-
rata penggunaan benih petani pengadopsi sebanyak 527 kg/ha untuk unmatched dan 548
kg/m2 untuk matched data, sedangkan petani non pengadopsi sebanyak 300 kg/m2 untuk
unmatched dan matched data. Petani pengadopsi lebih banyak menggunakan pupuk
dibanding petani non pengadopsi. Hal ini tidak dapat dikaitkan dengan keputusan adopsi
petani karena pupuk dimaksudkan untuk menyuburkan tanaman dengan nutrisi yang
dibutuhkan (Baglan et al. 2020). Sementara itu, biaya tenaga kerja petani pengadopsi
lebih sedikit dibanding petani non pengadopsi. Rata-rata biaya tenaga kerja yang
digunakan petani pengadopsi sebanyak 1,8 juta, sedangkan petani non pengadopsi
sebanyak 1,9 juta.

Estimasi Parameter Sample Correction Stochastic Production Frontier (SC-SPF)


Penelitian ini menggunakan model SC-SPF Greene (2010) untuk mengatasi bias
unobserved dalam menentukan production frontier dari usahatani bawang putih. Namun
demikian, SPF konvensional tetap digunakan untuk menghitung efisiensi teknis sebagai
perbandingan terhadap hasil perhitungan menggunakan SC-SPF. Tabel 2 menyajikan
hasil estimasi model SPF konvensional yang menggunakan unmatched data atau tanpa
koreksi bias observed dan model SC-SPF yang menggunakan matched data atau dengan
koreksi bias observed. Nilai estimasi log likelihood menunjukkan bahwa model SC-SPF
memiliki goodness of fit yang lebih baik daripada model SPF konvensional.
Input yang berpengaruh signifikan terhadap jumlah output yang dihasilkan oleh
petani pengadopsi dan non pengadopsi adalah benih dan pupuk fosfor. Menariknya input
pupuk fosfor hanya berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi bawang putih petani
pengadopsi baik pada model SPF konvensional maupun pada model SC-SPF. Hasil ini
sesuai dengan temuan penelitian Baglan et al. (2020) bahwa benih dan pupuk adalah
pendorong utama bagi pengadopsi. Sementara itu, penelitian Harmini et al. (2022)
menunjukan bahwa input pupuk menjadi faktor penting dalam menentukan peningkatan
produksi usahatani. Benih bersertifikat lebih efisien dalam menyerap unsur hara sehingga
penambahan penggunaan pupuk akan meningkatkan hasil produksi (Suharno 2015).
Sebaliknya, benih tidak bersertifikat kurang responsif terhadap pemupukan sehingga
penambahan pupuk tidak akan langsung berdampak pada peningkatan produksi bawang
putih (Suharno 2015).
Berbanding terbalik dengan input tenaga kerja yang hanya berpengaruh nyata
terhadap tingkat produksi bawang putih petani non pengadopsi. Hal ini semakin
memperkuat bahwa petani non pengadopsi membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak
untuk mengelola usahataninya sehingga biaya produksi menjadi lebih tinggi. Penelitian
yang juga menunjukan input tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi
kelompok petani kontrol adalah penelitian Harmini et al. (2022). Sementara itu, variabel
luas lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat produksi bawang putih. Hasil ini
konsisten dengan adanya faktor penyeimbang lain yang menentukan petani mengadopsi
benih bersertifikat atau tidak (Villano et al. 2015).

Tabel 2 estimasi parameter untuk model SPF konvensional dan SC-SPF


SPF conventional SC-SPF
Variabel Pooled Adopsi Non Adopsi Adopsi Non Adopsi

Coeef S.E Coeef S.E Coeef S.E Coeef S.E Coeef S.E
2.45591 0.340 3.71807 0.929 2.43754 0.383 3.13740 1.087 2.17865 0.394
Konstanta *** 91 *** 3 *** 5 *** 72 *** 58
0.043 0.067 0.051 0.082 0.052
Ln lahan 0.01798 18 0.01689 27 0.04004 44 0.03608 11 0.02508 65
0.53131 0.034 0.77612 0.076 0.46970 0.041 .74049* 0.101 .48590* 0.042
Ln Benih *** 47 *** 89 *** 16 ** 7 ** 25
0.003 0.009 0.004 0.010 0.004
Ln Pupuk N 0.00308 67 0.01453 32 0.0068 9 0.01047 6 0.005 96
0.00649 0.003 0.00882 0.004 0.005 0.00726 0.004 0.005
Ln Pupuk P * 65 ** 03 0.00323 14 ** 48 0.00484 22
Ln Tenaga 0.28167 0.053 0.140 0.29374 0.061 0.191 .29827* 0.062
Kerja *** 47 -0.0276 5 *** 29 0.10405 93 ** 6
Log-
likelihood -152.45 -15.446 -126.61 -73.231 -156.57
Λ 1.861 0.66604
0.70219 0.162 0.450 0.9402* 0.175
σ2 *** 11 0.44528 46 ** 57
0.45128 0.121 0.184
σ(u) 0.08254 0.01985 0.13854 *** 54 0.28231 44
0.24250 0.089 .42387* 0.046
0.16739 0.15673
σ(v) 0.10008 *** 35 ** 95
0.99310 0.079 0.372
ρ(w, v) *** 8 0.09832 37
Note: ***, **, dan * artinya signifikan pada level 1%, 5%, dan 10%.

Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat Terhadap Produktivitas dan Efisiensi


Teknis
Pada Tabel 3 disajikan perbandingan rata-rata produktivitas antara kelompok
petani pengadopsi dan non pengadopsi. Hasil perbandingan menggunakan PSM
menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara produktivitas usahatani
bawang putih petani pengadopsi dan petani non pengadopsi, baik pada model SPF
konvensional maupun SC-SPF. Rata-rata produktivitas bawang putih petani pengadopsi
sebesar 9.358 kg/ha untuk model SPF konvensional dan 9.355 kg/ha untuk SC-SPF.
Sementara itu, rata-rata produktivitas bawang putih petani non pengadopsi sebesar 7.758
kg/ha untuk model SPF konvensional dan 5.518 kg/ha untuk SC-SPF. Oleh karena itu,
terdapat selisih produktivitas bawang putih antara petani pengadopsi dan non pengadopsi
sebesar 1.160 kg/ha dan 3.836 kg/ha untuk SPF konvensional dan SC-SPF. Hal ini
membuktikan hipotesis awal bahwa penggunaan benih bersertifikat dapat meningkatkan
produktivitas usahatani bawang putih.
Bernard et al. (2016) menyatakan bahwa pengadopsi benih bersertifikat
cenderung mencapai hasil yang lebih tinggi (10–30%) daripada rekan mereka karena
mereka menggunakan benih berkualitas lebih tinggi. Alasan yang mendasari adalah
bahwa benih bersertifikat memiliki kulitas dan keseragaman yang lebih baik sehingga
hasil produksi lebih tinggi daripada benih yang disimpan oleh petani dari produksi mereka
sendiri. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Baglan et al. (2020) bahwa pengadopsi
menghasilkan 1661,7 kg/ha lebih banyak daripada non pengadopsi. Oleh karena itu,
petani pengadopsi menghasilkan lebih banyak output. Begitu pula temuan beberapa
penelitian yang menunjukan penerima manfaat memiliki total produksi yang lebih tinggi
(Bravo-Ureta et al. 2012; Muzari et al. 2012; Villano et al. 2015; Baglan et al. 2020).

Tabel 3 Distribusi frekuensi TE dan rata-rata produktivitas petani adopsi dan non adopsi
menggunakan SPF Konvensional dan SC-SPF
SPF-Conventional SC-SPF

Skor TE Adopsi Non adopsi Adopsi Non adopsi


Frekuen Frekuen Frekuen Frekuen
si % si % si % si %
11.
0 - <0.5 0 0 3 1.5 5 6 0 0
13.
0.5 - <0.6 0 0 3 1.5 6 9 2 1
16.
0.6 - <0.7 0 0 42 21 7 3 3 1.5
9.3 42.
0.7 - <0.8 0 0 102 51 4 0 85 5
60. 24. 41. 54.
0.8 - <0.9 31 8 49 5 18 9 109 5
39.
0.9 – 1 20 2 1 0.5 3 6.9 1 0.5
10 10 10 10
Total 51 0 200 0 43 0 200 0
Skor TE Min 0.815 0.325 0.364 0.539
Skor TE Max 0.932 0.906 0.923 0.911
Mean Skor TE (ATT) 0.80 0.75 0.72 0.79
-
Difference mean Skor TE (ATET) 0.05*** 0.07***
Rata-rata Produktivitas (kg/ha) 9358 7758 9355 5518
Difference rata-rata Produktivitas (kg/ha) 1560** 3836**
(ATET) * *
Note: ***, **, dan * artinya signifikan pada level 1%, 5%, dan 10%.
Rata-rata TE antara petani pengadopsi dan petani non pengadopsi di model SPF
konvensional berbeda dengan SC-SPF. Pada SPF konvensional, rata-rata TE petani
pengadopsi (80%) lebih besar berbeda dan signifikan dari petani non pengadopsi (75%)
dengan selisih 5%. Sementara itu, pada SC-SPF, rata-rata TE petani pengadopsi (72%)
lebih kecil dan berbeda signifikan dari petani non pengadopsi (79%) dengan selisih 7%.
Hal ini menunjukan bahwa terdapat potensi bias pada model SPF konvensional. Temuan
ini semakin membuktikan pentingnya koreksi bias dengan model SC-SPF yang
dikombinasikan dengan PSM (Villano et al. 2015; Ngango dan Hong 2021).
Nilai rata-rata TE petani pengadopsi yang lebih kecil dari petani pengadopsi pada
model SC-SPF menunjukan bahwa penggunaan benih bersertifikat belum mampu
meningkatkan efisiensi teknis usahatani bawang putih. Hasil ini tidak sesuai dengan
hipotesis awal bahwa penggunaan benih bersertifikat dapat meningkatkan efisiensi teknis
usahatani bawang putih. Hal ini karena distribusi bantuan benih bersertifikat yang tidak
tepat sasaran. Fakta dilapangan menunjukan bahwa mekanisme penyaluran bantuan benih
bersertifikat tidak disertai pengawasan yang memadai. Kelompok tani sebagai penyalur
langsung ke petani seringkali tidak menyalurkan bantuan benih sesuai dengan data
penerima bantuan yang tercantum dan malah menyalurkannya ke kerabat dekat pengurus
atau pihak lain yang bersedia membayar. Pemerintah seperti tidak belajar dari kebijakan
subsidi pupuk yang seringkali diselewengkan karena lemahnya pengawasan (Heliaantoro
dan Juwana 2018; Susilowati 2018). Penyelewengan ini juga dikarenakan sulitnya
mendapatkan benih bawang putih bersertifikat dan harganya yang relatif mahal yakni
berkisar antara Rp. 53.000/kg – Rp. 55.000/kg (Suryana et al. 2016; Kiloes dan
Hardiyanto 2020).
Distribusi bantuan benih yang tidak tepat sasaran menyebabkan tidak efisiennya
penggunaan benih. Petani seringkali berlebihan dalam menggunakan benih. Padahal
penggunaan benih bersertifikat seharusnya dapat mengurangi penggunaan benih.
Ditambah lagi, petani pengadopsi menggunakan cara tanam teratur yang seharusnya lebih
efisien dalam penggunaan benih dan lahan. Hal ini hampir serupa dengan kebijakan
subsidi pupuk yang mendorong penggunaan pupuk secara berlebihan (overdosis) dan
tidak efisien (Rachman 2008; Elis 2015).
Pemberian bantuan benih bawang putih memang dibutuhkan untuk mendorong
petani menggunakan benih bersertifikat (Setiawan 2022). Namun demikian pemberian
bantuan harus berhati-hati karena bantuan atau subsidi cenderung memanjakan petani,
dan petani akan menuntut bantuan secara terus menerus (Mayrowani 2008). Hasil
penelitian (Elis 2015) bahkan menunjukan bahwa pemberian bantuan benih subsidi tidak
meningkatkan produktivitas hasil pertanian di Kecamatan Torue karena distribusi yang
tidak tepat sasaran. Dengan demikian, perbaikan dalam segi pengawasan menjadi sebuah
keharusan (Heliaantoro dan Juwana 2018). Berdasarkan Susila (2010), optimalasi dan
pemberdayaan peran PPL sebagai pengawas dilapangan dapat menjadi alternatif. PPL
biasanya memahami kondisi dilapangan sehingga akan lebih mudah melakukan
pengontrolan dan pengawasan. Namun demikian, kesejahteraan PPL juga perlu
diperhatikan agar tidak ikut melakukan penyimpangan.
Peningkatan pengawasan agar bantuan tepat sasaran memang penting, namun
dalam jangka panjang kebijakan ini tidak akan mengatasi akar masalah yang ada. Hal
utama yang perlu dibangun adalah industri perbenihan yang memadai sehingga petani
lebih mudah untuk mendapatkan benih bersertifikat dengan harga yang terjangkau
(Kiloes dan Hardiyanto 2020). Selain itu, selama belum memadainya industri perbenihan,
bawang putih lokal tidak akan dapat bersaing dengan bawang putih impor yang harganya
lebih murah dan kualitasnya lebih baik.
SIMPULAN
Variabel-varibel yang bepengaruh signifikan terhadap adopsi benih bawang
bersertifikat adalah jenis lahan, cara tanam, perubahan iklim, hambatan pembiayaan, dan
hambatan pemasaran. Rata-rata produktivitas usahatani bawang putih petani pengadopsi
lebih besar dari petani non pengadopsi. Sementara itu, rata-rata TE antara petani
pengadopsi dan petani non pengadopsi di model SPF konvensional berbeda dengan SC-
SPF. Hal ini karena terdapat potensi bias pada model SPF konvensional. Nilai rata-rata
TE petani pengadopsi yang lebih kecil dari petani pengadopsi pada model SC-SPF
menunjukan bahwa penggunaan benih bersertifikat belum mampu meningkatkan
efisiensi teknis usahatani bawang putih. Hal ini karena distribusi bantuan benih bersertifikat
yang tidak tepat sasaran .
DAFTAR PUSTAKA
Aida S, Taridala A. 2010. Analisis Peran Gender Dalam Pencapaian Provinsi Sulawesi
Tenggara.
Aigner D, Lovell CAK, Schmidt P. 1977. Formulation and Estimation of Stochastic
Frontier Production Function Models. J. Econom. 6(1):21–37.doi:10.1016/0304-
4076(77)90052-5.
Baglan M, Mwalupaso GE, Zhou X, Geng X. 2020. Towards Cleaner Production:
Certified Seed Adoption and Its Effect on Technical effciency. Sustainability.
12(4):1–17.doi:10.3390/su12041344.
Bernard M, Hellin J, Nyikal R, Mburu J. 2016. Determinants for Use of Certified Maize
Seed and The Relative Importance of Transaction Costs. J. Gender, Agric. Food
Secur. 1(3):1–22.
Bravo-Ureta BE, Greene W, Solís D. 2012. Technical Efficiency Analysis Correcting for
Biases from Observed and Unobserved Variables: An Application to A Natural
Resource Management Project. Empir. Econ. 43(1):55–72.doi:10.1007/s00181-
011-0491-y.
Bravo-Ureta BE, Higgins D, Arslan A. 2020. Irrigation Infrastructure and Farm
Productivity in the Philippines: A stochastic Meta-Frontier Analysis. World Dev.
135:105073.doi:10.1016/j.worlddev.2020.105073.
Elis. 2015. Evaluasi Pelaksanaan Program Pemberian Bantuan Subsidi Benih Dalam
Peningkatan Produktivitas Padi di Kecamatan Torue Kabupaten Parigi Moutong.
Katalogis. 3(5):68–76.
Fadillah A. 2022. Pengaruh Penggunaan Benih Padi Bersertifikat Terhadap Efisiensi
Usahatani di Kabupaten Cianjur. Institut Pertanian Bogor.
Harmini, Harianto, Feyanto, Tinaprilla N, Maryono. 2022. Impacts of Off-Farm Income
on Technical Efficiency of Rice Farming : Correction to Bias. J. Ekon. dan Stud.
Pembang. 14(2):198–213.
Heliaantoro H, Juwana H. 2018. Prespektif Praktek Kebijakan Subsidi Dalam Kaitannya
Dengan Rencana Penyempurnaan Kebijakan Subsidi Pupuk Menuju Kedaulatan
Pangan Di Indonesia. J. Komun. Huk. 4(2):37.doi:10.23887/jkh.v4i2.15510.
Kabeakan NTMB. 2017. The Influence of Production Factors on Maize Production and
The Feasibility of Maize Farming. Agrium. 21(1):62–67.
Kementan. 2020. Outlook Bawang Putih. Volume ke-53.
Kiloes AM, Hardiyanto N. 2020. Kelayakan Usahatani Bawang Putih di Berbagai Tingkat
Harga Output (Feasibility of Garlic Farming at Various Price Levels of Output). J.
Hortik. 29(2):231.doi:10.21082/jhort.v29n2.2019.p231-240.
Mayrowani H. 2008. Evaluasi Kebijakan Subsidi Benih Jagung Kasus Kabupaten
Jeneponto, Sulawesi Selatan. Anal. Kebijak. Pertan. 6(3):256–271.
Muzari W, Gatsi W, Muvhunzi S. 2012. The Impacts of Technology Adoption on
Smallholder Agricultural Productivity in Sub-Saharan Africa: A Review. J. Sustain.
Dev. 5(8):69–77.doi:10.5539/jsd.v5n8p69.
Mwangi TM, Ndirangu SN, Isaboke HN. 2020. Technical Efficiency in Tomato
Production Among Smallholder Farmers in Kirinyaga County, Kenya. African J.
Agric. Res. 16(5):667–677.doi:10.5897/ajar2020.14727.
Ngango J, Hong S. 2021. Impacts of Land Tenure Security on Yield and Technical
Efficiency of Maize Farmers in Rwanda. Land use policy.
107(1):105488.doi:10.1016/j.landusepol.2021.105488.
Pamuk H, Bulte E, Adekunle AA. 2014. Do Decentralized Innovation Systems Promote
Agricultural Technology Adoptionα Experimental Evidence from Africa. Food
Policy. 44:227–236.doi:10.1016/j.foodpol.2013.09.015.
Puspitasari MS. 2017. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani
Padi dengan Menggunakan Benih Bersertifikat dan Non Sertifikat di Desa Air Satan
Kecamatan Muara Beliti Kabupaten Musi Rawas. Soc. J. Ilmu-Ilmu Agribisnis.
6(1):46–56.doi:10.32502/jsct.v6i1.622.
Rachman B. 2008. Kebijakan Subsidi Pupuk : Tinjauan Terhadap Aspek Teknis ,
Manajemen dan Regulasi Fertilizer Subsidy Policy : Overview on Technical ,
Management , and Regulation Aspects dengan HET yang telah ditetapkan . Secara
lebih spesifik , masih sering terjadi subsi. Anal. Kebijak. Pertan. 7(2):131–146.
Setiawan LH. 2022. Perbedaan Pendapatan Usahatani Bawang Putih di Musim Kemarau
dan Musim Hujan. Institut Pertanian Bogor.
Sudjarmoko B. 2016. Analisis Adopsi Teknologi Jambu Mete di Nusa Tenggara Barat.
Bul. Penelit. Tanam. Rempah dan Obat. 21(1):69–
79.doi:10.21082/bullittro.v21n1.2010.%p.
Suharno. 2015. Respon Varietas Padi Unggul “Ketan Kutuk” Pada Beberapa Formulasi
Pemupukan Npk Terhadap Produktifitas. J. Ilmu-Ilmu Pertan. . 22(2):158–174.
Suryana A, Agustian A, Yofa RD. 2016. Alternatif Kebijakan Penyaluran Subsidi Pupuk
bagi Petani Pangan. Anal. Kebijak. Pertan. 14(1):35–54.
Susilowati SH. 2018. Urgensi dan Opsi Perubahan Kebijakan Subsidi Pupuk. Anal.
Kebijak. Pertan. 14(2):163.doi:10.21082/akp.v14n2.2016.163-185.
Triyono, Fauzan M, Mu’awanah J, Sedek M. 2021. Production Factor Efficiency of
Shallot Farming in Pati, Central Java, Indonesia. E3S Web Conf. 752(1):1–
10.doi:10.1088/1755-1315/752/1/012056.
Udimal TB, Jincai Z, Mensah OS, Caesar AE. 2017. Factors Influencing the Agricultural
Technology Adoption: The Case of Improved Rice Varieties (Nerica) in the
Northern Region, Ghana. Issn. 8(8):2222–1700.
Villano R, Bravo-Ureta B, Solís D, Fleming E. 2015. Modern Rice Technologies and
Productivity in the Philippines: Disentangling Technology from Managerial Gaps.
J. Agric. Econ. 66(1):129–154.doi:10.1111/1477-9552.12081.

Anda mungkin juga menyukai