NIM : H3501222062
WAKTU : 13.00-14.00
PENDAHULUAN
Intensifikasi dan pembangunan pertanian merupakan prasyarat untuk
pertumbuhan produksi atau efisiensi usahatani (Pamuk et al. 2014). Komponen penting
dari banyak strategi pembangunan pertanian adalah adopsi inovasi atau teknologi baru
pertanian. Adopsi teknologi baru dapat meningkatkan output dan mengurangi biaya
produksi rata-rata yang pada akhirnya menghasilkan pendapatan yang lebih baik bagi
petani (Udimal et al. 2017). Teknologi pertanian terbarukan tidak hanya berbentuk mesin.
Seringkali teknologi baru diperkenalkan dalam bentuk perbaikan pada satu atau beberapa
input produksi yang digunakan dalam proses produksi (intensifikasi) (Fadillah 2022).
Intensifikasi dalam usahatani bawang putih berupa adopsi teknologi baru penting
dilakukan dengan adanya penurunan produktivitas bawang putih selama lima tahun
terakhir sebesar 3,48% (2015-2019) (Kementan 2020). Salah satu teknologi yang perlu
difokuskan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani bawang putih
adalah benih bersertifikat. Adopsi teknologi benih bersertifikat dapat memberikan
manfaat antara lain (Kabeakan 2017; Puspitasari 2017): (1) menghemat penggunaan
benih, (2) lebih responsif terhadap pemupukan dan perlakuan agronomis lainnya, (3)
produktivitas lebih tinggi, (4) mutu produksi terjamin terutama jika diikuti pelaksanaan
pascapanen yang baik, (5) memiliki ketahanan terhadap hama penyakit. Selain itu, benih
memiliki pengaruh yang signifikan dalam menentukan efisiensi teknis usahatani (Triyono
1
Makalah merupakan bagian dari tesis Program Studi Sains Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajeen, Pascasarjana IPB yang disampaikan dalam forum seminar hasil penelitian
2
Ketua komisi pembimbing, dosen pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen
IPB
3
Anggota komisi pembimbing, dosen pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen IPB
et al. 2021). Namuan demikian, pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap
efisiensi teknis usahatani bawang putih perlu dibuktikan melalui kajian.
Beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengaruh suatu program terhadap
efisiensi teknis masih menggunakan pendekatan konvensional yang dirumuskan oleh
Aigner et al. (1977). Pendekatan konvensional menghasilkan dua potensi bias, yakni bias
observed dan unobserved. Penelitian ini mengadopsi metode Bravo-Ureta et al. (2020)
untuk menghilangkan bias observed dan unobserved dalam analisis pengaruh benih
bersertifikat terhadap efisiensi teknis usahatani bawang putih. Terdapat beberapa
penelitian sejenis, seperti Baglan et al. (2020) yang menganalisis pengaruh penggunaan
benih bersertifikat terhadap efisiensi teknis usahatani gandum di Kazakhstan’s, Mwangi,
Ndirangu and Isaboke, (2020) yang membahas efisiensi teknis usahatani tomat skala kecil
di Kenya dan Bravo-Ureta et al. (2020) yang menganalisis pengaruh projek irigasi
terhadap efisiensi teknis usahatani di Filipina. Dari beberapa penelitian tersebut,
disimpulkan bahwa pengaruh benih bersertifikat terhadap efisiensi teknis berbeda antar
wilayah dan antar komoditas. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk menganalisis
pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap efisiensi teknis usahatani bawang
putih.
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data skunder berupa cross section
yang bersumber dari Survei Rumah Tangga Usaha Tanaman Hortikultura Tahun 2014
(SHR 2014) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di tiga provinsi sentra
bawang putih, yaitu Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Ketiga lokasi tersebut dipilih karena merupakan daerah sentra produksi bawang putih
dengan hasil produksi kumulatif mencapai 80% dari produksi nasional (Kementan 2020).
Jumlah sampel petani bawang putih dalam penelitian ini sebanyak 251 petani yang
menanam bawang putih di musim kemarau. Sebanyak 51 petani mengadopsi benih
bersertifkat dan 200 petani tidak mengadopsi benih bersertifikat. Petani yang
menggunakan benih bersertifikat adalah petani yang sumber benihnya berasal dari
pembelian sendiri atau bantuan pemerintah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan propensity score matching (PSM) untuk
mengoreksi bias observed yang berasal dari variabel yang diamati (Khandker et al.,
2010). Pada PSM, Observasi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang
mendapat treatment dan kelompok yang tidak diberi treatment (kontrol grup). Kelompok
treatment adalah petani yang mengadopsi benih bersertifikat dan kontrolnya petani yang
tidak mengadopsi benih bersertifikat. Teknik nearest neighbor matching yang
diperkirakan melalui Paket PSMATCH2-STATA digunakan untuk mendapatkan
kelompok kontrol yang karakteristiknya semirip mungkin dengan kelompok perlakuan
sehingga potensi bias dapat dihilangkan (Leuven dan Sianesi, 2003).
Dengan asumsi bias yang terkait dengan variabel yang tidak teramati telah
dikoreksi, pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap produktivitas dan efisiensi
teknis dapat dihitung melalui average treatment effect on the treated (ATET) sebagai
berikut (Villano et al. 2015; Bravo-Ureta et al. 2020; Harmini et al. 2022):
ATET = E(Y 1 │D=1) – E(Y 0 │D=0)……………………………………..…………….(1)
dimana Y1 dan Y0 adalah nilai rata-rata untuk kelompok perlakuan dan kontrol.
Sementara itu, D adalah variabel dummy dimana 1 untuk kelompok perlakuan dan 0
untuk kelompok kontrol.
Penelitian ini menggunakan model SC-SPF Greene (2010) untuk mengatasi bias
unobserved dalam menentukan production frontier dari usahatani bawang putih. Adapun
struktur modelnya sebagai berikut:
Sample selection:
d i = 1[ά Zi + wi >0], wi ~ N(0,1) ……………………………….………………(7)
Stochastic frontier:
Y i = β’xi + εi ……………………………………………………………………(8)
Error structure:
εi = vi + ui………………………………………………………………………..(9)
ui = 𝜎𝑢 │Ui│dimana Ui ~ N[0,1]
vi = 𝜎𝑣 V i dimana V i ~ N[0,1]
(w i, vi) N 2 [(0,1), (1, ρ𝜎𝑣 , 𝜎𝑣2 )]
dimana Zi adalah vektor asal eksogen untuk menjelaskan adopsi benih
bersertifikat, wi merupakan error term yang terdistribusi N(0, ), ά vektor parameter
yang akan diamati, Yi yakni produksi bawang putih petani ke-i (Kg), Xi adalah vektor
input dalam production frontier, β vektor parameter yang akan diestimasi dan εi
composed error term. Sementara itu, bentuk fungsi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas karena dapat mengurangi
terjadinya multikolinearitas, bersifat homogen, perhitungannya sederhana, dapat dibuat
dalam bentuk fungsi linear, dan banyak digunakan dalam penelitian bidang pertanian
(Bravo-Ureta et al. 2020; Baglan et al. 2020; Ngango dan Hong 2021).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif Petani Responden Usahatani Bawang Putih
Matched sampel merupakan data yang sudah dikoreksi menggunakan PSM dan
unmatched sampel merupakan data awal yang belum dikoreksi. Mayoritas petani
pengadopsi dan non pengadopsi adalah laki-laki. Hal ini karena perempuan biasanya lebih
banyak mencurahkan waktunya untuk pekerjaan dalam rumah tangga dibanding
pekerjaan di luar rumah (Aida dan Taridala 2010). Rata-rata umur petani pengadopsi
adalah 49 tahun, sedangkan petani non pengadopsi 50 tahun (Tabel 1). Artinya rata-rata
petani responden sudah dalam usia tua atau mendekati usia tidak produktif.
Tabel 1 Rata-rata karakteristik petani adopsi dan non adopsi benih bawang putih
bersertifikat
Unmatched sampel Matched sampel
Variabel
Adopsi Non Adopsi Diff. Adopsi Non Adopsi Diff.
Jenis kelamin 0.94 0.92 -0.03 0.98 0.92 -0.06
Umur 49.57 50.38 0.81 49.55 50.38 0.82
Pendidikan 1.98 2.18 0.19 2.02 2.18 0.15
Keikutsertaan poktan 0.29 0.45 0.15 0.27 0.45 0.18
Benih (Kg/ha) 527 300 -227 548 300 -248
Luas lahan (m )2 1464.71 1505.31 40.60 1520.4 1505.31 -15.1
Pupuk N (kg) 31.72 16.92 -14.8 32.94 16.92 -16.0
Pupuk P (kg) 32.91 25.87 -7.04 34.07 25.87 -8.20
Tenaga kerja
(Rp000) 1846.24 1932.80 86.56 1897.5 1932.80 35.28
Jumlah observasi 51 200 43 200
Rata-rata pendidikan petani pengadopsi dan non pengadopsi pada unmatched dan
matched data juga tidak berbeda, yakni tamatan SD (Tabel 1). Artinya pendidikan petani
cukup rendah sehingga memperlambat adopsi teknologi (Sudjarmoko 2016). Padahal
pendidikan adalah faktor kunci dalam adopsi benih bersertifikat (Baglan et al. 2020).
Mengenai input produksi, petani non pengadopsi lebih banyak menggunakan
benih dibanding petani pengadopsi (Tabel 1). Mengenai input produksi, petani
pengadopsi lebih banyak menggunakan benih dibanding petani non pengadopsi. Rata-
rata penggunaan benih petani pengadopsi sebanyak 527 kg/ha untuk unmatched dan 548
kg/m2 untuk matched data, sedangkan petani non pengadopsi sebanyak 300 kg/m2 untuk
unmatched dan matched data. Petani pengadopsi lebih banyak menggunakan pupuk
dibanding petani non pengadopsi. Hal ini tidak dapat dikaitkan dengan keputusan adopsi
petani karena pupuk dimaksudkan untuk menyuburkan tanaman dengan nutrisi yang
dibutuhkan (Baglan et al. 2020). Sementara itu, biaya tenaga kerja petani pengadopsi
lebih sedikit dibanding petani non pengadopsi. Rata-rata biaya tenaga kerja yang
digunakan petani pengadopsi sebanyak 1,8 juta, sedangkan petani non pengadopsi
sebanyak 1,9 juta.
Coeef S.E Coeef S.E Coeef S.E Coeef S.E Coeef S.E
2.45591 0.340 3.71807 0.929 2.43754 0.383 3.13740 1.087 2.17865 0.394
Konstanta *** 91 *** 3 *** 5 *** 72 *** 58
0.043 0.067 0.051 0.082 0.052
Ln lahan 0.01798 18 0.01689 27 0.04004 44 0.03608 11 0.02508 65
0.53131 0.034 0.77612 0.076 0.46970 0.041 .74049* 0.101 .48590* 0.042
Ln Benih *** 47 *** 89 *** 16 ** 7 ** 25
0.003 0.009 0.004 0.010 0.004
Ln Pupuk N 0.00308 67 0.01453 32 0.0068 9 0.01047 6 0.005 96
0.00649 0.003 0.00882 0.004 0.005 0.00726 0.004 0.005
Ln Pupuk P * 65 ** 03 0.00323 14 ** 48 0.00484 22
Ln Tenaga 0.28167 0.053 0.140 0.29374 0.061 0.191 .29827* 0.062
Kerja *** 47 -0.0276 5 *** 29 0.10405 93 ** 6
Log-
likelihood -152.45 -15.446 -126.61 -73.231 -156.57
Λ 1.861 0.66604
0.70219 0.162 0.450 0.9402* 0.175
σ2 *** 11 0.44528 46 ** 57
0.45128 0.121 0.184
σ(u) 0.08254 0.01985 0.13854 *** 54 0.28231 44
0.24250 0.089 .42387* 0.046
0.16739 0.15673
σ(v) 0.10008 *** 35 ** 95
0.99310 0.079 0.372
ρ(w, v) *** 8 0.09832 37
Note: ***, **, dan * artinya signifikan pada level 1%, 5%, dan 10%.
Tabel 3 Distribusi frekuensi TE dan rata-rata produktivitas petani adopsi dan non adopsi
menggunakan SPF Konvensional dan SC-SPF
SPF-Conventional SC-SPF