Anda di halaman 1dari 74

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN

POPULASI SAPI POTONG DI KELURAHAN BONTOLERUNG


KECAMATAN TINGGIMONCONG KABUPATEN GOWA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Peternakan
Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi
Uin Alauddin Makassar

Oleh

SAHARUDDIN
NIM: 60700114041

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2021

i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Saharuddin

Nim : 60700114041

Tempat/Tanggal Lahir : Bontote’ne, 09 Oktober 1995

Jurusan : Ilmu Peternakan

Fakultas : Sains dan Teknologi

Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Penurunan Populasi Sapi Potong di Kelurahan

Bontolerung Kecamatan Tinggimoncong

Kabupaten Gowa

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa Skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia

merupakan duplikat, tiruan, plagiat, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan

gelar yang diperoleh dinyatakan batal karena hukum.

Samata,27 Juni 2021

Penulis

Saharuddin

i
PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Penurunan Populasi Sapi Potong di Kelurahan Bontolerung Kecamatan

Tinggimoncong Kabupaten Gowa” yang disusun oleh SAHARUDDIN, Nim:

60700114041, mahasiswa jurusan ilmu peternakan fakultas sains dan teknologi

UIN Alauddin Makassar telah diuji dalam sidang munaqasyah pada hari …

tanggal …. 2021, dinyatakan dan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana peternakan pada jurusan ilmu peternakan.

Samata,27 Juni 2021

DEWAN PENGUJI

Ketua : Sjamsiah, S.Si., M.Si., Ph.d (………………)

Sekretaris : Dr. Muh. Nur Hidayat, S.Pt., M.P (………………)

Munaqisy I : Dr. Ir. Andi Suarda, M.Si (………………)

Munaqisy II : Prof. Dr. H. M. Dahlan M, M.Ag (………………)

Pembimbing I : Astati, S.Pt., M.Si (………………)

Pembimbing II : Mursidin, S.Pt., M.Si (………………)

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing penulisan Skripsi saudara, SAHARUDDIN, Nim:

60700114041, mahasiswa jurusan ilmu peternakan pada fakultas sains dan

teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Setelah dengan seksama

mengoreksi Skripsi yang bersangkutan dengan judul : Analisis Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Penurunan Populasi Sapi Potong di Kelurahan

Bontolerung Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa, memandang

bahwa Skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat disetujui

untuk diajukan seminar ujian Munaqasyah

Demikian persetujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut.

Samata, Juli 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Astati, S.Pt.,M.Si Mursidin, S.Pt.,M.Si.


NIP: 197608212009122002 NIP: 70010049

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah swt atas berkah, rahmat dan

hidayah-Nya, yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga bisa

menyelesaikan penelitian skripsi ini dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Penurunan Populasi Sapi Potong di Kelurahan Bontolerung

Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa”.

Penelitian skripsi ini telah disusun dengan semaksimal dan mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan penelitian

skripsi ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua

pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan penelitian skripsi ini.

Terkhusus kepada kedua orang tua saya yaitu Ibunda Hasniah dan

Ayahanda Sangkala yang selalu menjadi alasan utama untuk terus bergerak maju

demi meraih impian. Terima kasih atas doa dan curahan kasih sayang dengan

sepenuh hati kepada saya sejak kecil, hingga dapat menyelesaikan skripsi sebagai

salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana S.Pt. Tak henti-hentinya ucapan

terima kasih atas dukungan yang diberikan baik moril maupun materil. Semoga

ini bisa membuat kedua orang tua saya bahagia, Amiin.

Terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Ibu Astati,

S.Pt., M.Si. sebagai pembimbing I dan Bapak Mursidin, S.Pt., M.Si. sebagai

pembimbing II saya yang telah mendidik dan membimbing saya serta meluangkan

iv
waktunya untuk memberikan petunjuk, arahan dan ilmu mulai dari awal

melakukan penelitian hingga penyelesaian skripsi.

Terima kasih tak terhingga pula saya ucapkan kembali kepada kepada Ibu

Astati, S.Pt., M.Si. selaku Penasehat Akademik saya yang telah mendidik dan

memberikan nasehat kepada saya muali dari awal masuk kuliah hingga sekarang

ini.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya saya haturkan kepada berbagai

pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada penulis:

1. Bapak Prof. Dr. Hamdan Juhannis M.A., Ph.D. selaku rektor

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Bapak Prof. Dr. Mardan.,

M.Ag. Selaku wakil rektor 1 bidang Akademik Pengembangan Lembaga

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Bapak Dr. Wahyudin,

M.Hum. selaku Wakil rektor 2 bidang Administrasi Umum dan

Perencanaan Keuangan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,

Prof. Dr. Darussalam, M.Ag. selaku wakil rektor 3 bidang

Kemahasiswaan dan Kerja sama Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar, Dr. H Kamaluddin Abunawas, M.Ag. Selaku wakil rektor 4

bidang kerjasama dan pengembangan lembaga Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar.

2. Bapak Prof. Dr. H Muh Khalifah Mustami. S.Ag., M.Pd. selaku Dekan

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar, Ibu Sjamsiah, S.Si., M.S., Ph.D. selaku wakil dekan 1 bidang

Akademik Fakultas Sains dan Teknologi, Ibu Dr. Fatmawati Nur, S.Si.,

v
M.Si. selaku wakil dekan 2 bidang Administrasi Fakultas Sains dan

Teknologi serta Bapak Dr. Muh Anshar Abubakar, S.Pt., M.Si. selaku

wakil dekan 3 bidang Kemahasiswaan Fakultas Sains dan Teknologi.

3. Bapak Dr. Muh. Nur Hidaat., M.P sebagai Ketua Jurusan Ilmu

Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar dan Ibu Dr. Hj. Jumriah Syam, S.Pt., M.Si selaku

Sekretaris Jurusan Ilmu Peternakan.

4. Ibu Andi Afriana, S.E. selaku Staf Jurusan Ilmu Peternakan yang telah

membantu segala persuratan dari awal hingga sekarang ini.

5. Terimakasih kepada sahabat terbaikku, sahabat seperjuangan Iswandi R,

Muhammar Ardilawa, Redho Al-fazrin, Muhammad Arfa dan

Khaerul Anwar yang selalu memberikan semangat, solusi, dan waktu

luangnya untuk membantu penyelesaian skripsi ini. Semoga segala

bantuan dan bimbingan semua pihak dalam penyusunan skipsi ini

mendapat imbalan dari Allah swt.

Wassalamu AlaikumWr. Wb

Samata,27 Juni 2021

Penulis

Saharuddin

vi
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

No. 1. Pengukuran Variabel, Sub Variabel dan Indikator Penelitian.

No. 2. Populasi Ternak Besar Menurut Jenisnya di Kabupaten Gowa.

No. 3. Klasifikasi responden Berdasarkan Umur di Kelurahan Bontolerung


Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa
No. 4. Klasifikasi Responden Berdasarkan jenis kelamin di Kelurahan
Bontolerung Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa
No. 5. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan
Bontolerung Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa
No. 6. Model Koefisien Korelasi
No. 7. Model Koefisien Test Omnibus
No. 8. Model Summary
No. 9. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Pengaruh Variabel

vii
DAFTAR GAMBAR

No. 1. Skema Kerangka Pikir

No. 2. Diagram penyebaran nilai variabel independent terhadap variabel


Dependent

viii
ABSTRAK

Nama : Saharuddn
Nim : 60700114041
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penurunan
Populasi Sapi Potong di Kelurahan Bontolerung
Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel yang


berpengaruh dominan terhadap penurunan populasi sapi potong di Kelurahan
Bontolerung Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa. Jenis penelitian ini
adalah deskriptif kuantitatif, yaitu jenis penelitian yang menjelaskan mengenai
variabel yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil Uji F memperlihatkan bahwa
kolom signifikan (sig.) angka yang ditunjukkan adalah “.005” yang berarti <0,05.
Maka dapat disimpulkan bahwa Variabel independen (X1, X2, X3) secara
simultan atau bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (Y)
dengan koefisien Determinasi sebesar ,242. Berdasarkan hasil Uji T, dapat
diketahui bahwa nilai signifikansi X1 sebesar “0,018” yang berarti <0,05, X2
sebesar “0,137” > 0,05, dan X3 sebesar “0,034” <0,05. Maka dapat disimpulkan
bahwa Variabel (X1 dan X3) secara parsial atau tersindiri berpengaruh nyata
terhadap variabel dependen (Y).

Kata Kunci: Analisis, populasi, Sapi Potong.

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usaha peternakan sapi potong merupakan suatu proses mengkombinasikan

faktor-faktor produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja dan juga modal untuk

menghasilkan produk peternakan. Sapi potong merupakan salah satu ternak yang

dapat diandalkan sebagai penyedia daging. Hal ini tentunya merupakan hal yang

sangat menguntungkan bagi peternak apabila bisa dimanfaatkan dengan baik.

Selain itu, pemenuhan protein hewani mampu meningkatkan kebutuhan gizi

masyarakat untuk meningkatkan kecerdasan. Upaya meningkatkan konsumsi

protein hewani bagi masyarakat berarti juga harus meningkatkan produksi bahan

pangan asal ternak.

Menurut Amir (2017), sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk,

kebutuhan akan konsumsi daging indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

Peluang usaha berternak sapi potong sangat menjanjikan karena dengan melihat

peningkatannya permintaan bahan makanan yang berasal dari hewan sebagai

sumber protein hewani khususnya daging. Ternak sapi biasanya menghasilkan

berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan berupa daging,

disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kompos, biogas, kulit,

tulang dan lain sebagainnya.

Menurut Tawaf (2013), dalam Prasetyo (2015), kontribusi besar yang

disumbangkan oleh rumah tangga peternakan yang masih mengandalkan sistem

peternakan rakyat/tradisional dalam hitungan populasi ternak akan menyulitkan

1
para pelaku agribisnis dan pemerintah dalam rangka menyerap sapi siap potong

untuk memenuhi kebutuhan daging nasional maupun daerah. Para peternak lokal

yang masih mengandalkan pola tradisional tersebut biasanya menjual sapi ketika

mereka membutuhkan uang tunai atau mempunyai keperluan mendadak (biaya

pendidikan, biaya pernikahan anak dan lain-lain), sehingga pihak penyerap sapi

siap potong tidak bisa mengandalkan dari pola peternakan tradisional tersebut.

Sirkulasi penyerapan sapi siap potong khususnya peternakan sapi lokal/rakyat

perdesaan menjadi sulit dihitung kontribusinya dalam perekonomian kaitannya

dengan pemenuhan kebutuhan daging.

Menurut Daryanto (2007), dalam Saputra dkk..(2009), bahwa

permasalahan utama pada bisnis sapi potong adalah penurunan populasi yang

terus menerus terjadi penurunan setiap tahunnya, program yang selama ini

dilaksanakan belum memberikan dampak yang meyakinkan pada program

peningkatan populasi ternak sapi potong. Permasalahan penurunan populasi sapi

potong ini juga terjadi di Kelurahan Bontolerung Kecamatan Tinggimoncong

Kabupaten Gowa, pertumbuhan populasi sapi potong di Kelurahan Bontolureng

menunjukkan penurunan dari tahun 2016 sampai 2020.

Populasi sapi potong di Kelurahan Bontolureng dari tahun 2016 hingga

2020 mengalami penurunan, hal ini diperoleh langsung dari data sensus

kepemilikan ternak yang ada di Kelurahan Bontolureng, diketahui bahwa tahun

2016 jumlah ternak sapi potong sebanyak 191 ekor termasuk pedet, induk jantan

dan betina sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 168 ekor, 2018 sebanyak 135

ekor, 2019 sebanyak 109 ekor dan 2020 tersisa 69 ekor induk jantan dan betina.

2
Dari hasil survey awal didapatkan hasil wawancara terkait permasalahan yang

terjadi dilokasi penelitian, beberapa tanggapan permasalahan yang diutarakan oleh

peternak adalah seringnya dilakukan penjualan sapi betina, tingkat kelahiran pedet

yang rendah serta pengalaman beternak yang masih kurang efektif dalam

memelihara ternak sapi potong.

Terkait beberapa permasalahan yang dihadapi oleh peternak sapi potong di

Kelurahan Bontolureng, maka peneliti bermaksud ingin melakukan penelitian

secara langsung terkait permasalahan yang dihadapi, maka dilakukanlah penelitian

dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Populasi

Sapi Potong di Kelurahan Bontolerung Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten

Gowa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah pokok dari

penelitian ini adalah apakah faktor laju penjualan sapi betina, tingkat kelahiran

pedet, dan pengalaman beternak berpengaruh terhadap penurunan populasi sapi

potong di Kelurahan Bontolerung Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel yang

berpengaruh dominan terhadap penurunan populasi sapi potong di Kelurahan

Bontolerung Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa.

3
D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi bagi

peneliti, peternak dan masyarakat umum mengenai faktor apa saja yang

mempengaruhi penurunan populasi ternak sapi potong di Kelurahan Bontolerung.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Binatang Ternak Dalam Tinjauan Al-Qur’an

Ditinjau dari manfaat dan kegunaannya, sapi merupakan hewan ternak

yang dapat memberikan manfaat pada kehidupan manusia sejak zaman dahulu

kala. Secara turun temurun hewan ternak ini dipelihara oleh manusia sehingga

dapat diambil manfaatnya baik berupa daging, susu dan kulit maupun hasil ikutan

lainnya atau dimanfaatkan tenaganya untuk dikendarai maupun membajak sawah,

dan sebagai hewan Qurban semuanya hanya untuk kemaslahatan manusia, hal ini

sesuai dengan firman Allah swt dalam QS. Surah Al-An’am 6:142

َ َٰ ‫ش أي‬
‫ط ۚ ِن إِنَّهۥُ لَ ُك أم‬ َّ ‫ت ٱل‬
ِ ‫ط َٰ َو‬ َّ ‫َومِنَ أٱۡل َ أن َٰعَ ِم َح ُمولَ ٗة َوفَ أر ٗش ۚا ُكلُواْ ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم‬
ُ ‫ٱَّللُ َو ََل تَتَّبِعُواْ ُخ‬
‫ين‬ ّٞ ‫ُّو ُّم ِب‬ٞ ‫عد‬
َ
Terjemahnya:

“Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan
dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang telah diberikan
Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (Kementrian
Agama RI 2012).

Dalam “Tafsir Al-Mishbah” ayat di atas menjelaskan tentang bianatang

ternak, yaitu unta, sapi, domba dan kambing yang sangat banyak buat kamu antara

lain, sebagai alat pengankuatan barang-barang berat kamu dan ada juga yang

kamu manfaatkan bulu dan rambutnya sebagai alas. Makanlah sebagai rezki yang

halal yang telah dianugerahkan Allah kepada kamu dan jaganlah kamu mengikuti

langkah-lagkah syaitan dalam segala hal termasuk menghalalkan yang haram atau

5
sebaliknya. Sesungguhnya ia terhadap kamu adalah musuh yang nyata

permusuhannya (Shihab, 2002).

Ayat di atas menjelaskan bahwa sesungguhnya pada penciptaan binatang

ternak itu benar-benar terdapat pelajaran yang sangat penting bagi manusia yang

dapat diambil manfaatnya berupa daging, susu, kulit dan hasil ikutan lainnya. Di

samping pemanfaatannya untuk manusia sebagai nikmat pemberian Allah swt,

binatang ternak dapat dijadikan sebagai bahan riset pembelajaran ilmu

pengetahuan, dalam ilmu nutrisi peternakan dapat dikaji mengenai rumput yang

dimakan atau dikonsumsi oleh binatang ternak, setelah dikunyah akan didorong

masuk ke dalam perut, kemudian akan bercampur dengan darah dan berbagai

mikroba lainnya, lewat kekuasan Allah swt, maka makanan yang dimakan berupa

rumput akan berubah menjadi daging, kemudian atas kekuasaan-Nya dapat

memberikan minum untuk manusia dari apa yang ada dalam perutnya berupa susu

yang bersih sudah dipisahkan dari benda bernajis diantara darah dan feses.

Keberadaan ternak dengan corak warna dan ciri-ciri fisik yang berbeda-

beda merupakan sifat alamiah dari Allah swt, hal ini tercantum dalam Q.S Al-

Fathir 35:28

 ◆
➔◆ ◆◆
◆❑ ⧫➔
⬧ ☺  
◼⧫  
   →⬧☺◼➔
 ❑→ ⧫

6
Terjemahnya :

“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan


binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan
jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-
hamba-Nya, hanyalah ulama[1258].Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Pengampun”. (Kementrian Agama RI 2012).

Yang dimaksud ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui

kebesaran dan kekuasaan Allah. Dalam “Tafsir Al-Mishbah” ayat di atas

menjelaskan tentang bianatang ternak yakni unta, sapi dan domba. Bermacam-

macam bentuk, ukuran, jenis dan warnanya, yakni seperti keragaman tumbuhan

dan gunung-gunung. Sebagian dari penyebab perbedaan itu dapat ditangkap

maknanya oleh ilmuan.Kata kadzalika dipahami oleh banyak ulama dalam arti

seperti keragaman itu juga terjadi pada makhluk-makhluk hidup itu.Ada juga

ulama yang memahaminya dalam arti “seperti itulah perbedan-perbedaan yang

tampak dalam kenyataan yang dialami makhluh”.Ini kemudian mengantar kepada

pernyataan berikutnya yang maknanya adalah yang takut kepada Allah dari

manusia yang berbeda-beda warnanya itu hanyalah para ulama atau cendikiawan

(Shihab, 2002).

Pada ayat lain Allah swt menjelaskan tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi populasi, penurunan Populasi antara lain di sebabkan oleh

rendahnya tingkat produktivitas,pemotongan yang tinggi, mortalitas anak yang

tinggi, daya dukung lahan ( pakan ) yang terbatas dan kualitas pakan rendah serta

7
faktor penyakit. hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam Q.S Al- Baqarah

2:164

◆❑☺   


◼◆ ◆
◆ 
  →◆
⧫ ☺ ⬧⧫ 
 ⧫⧫ ⧫◆ 
  ☺ 
➔⧫ ◆  ◆⬧
  ⧫◆ ❑⧫
⬧◆  →
⬧◆ ⧫
⧫✓⧫ ☺
◆ ☺
⧫❑➔➔⧫ ❑⬧ ⧫


Terjemahnya :

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya


malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa
air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan
Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan
awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat)
tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”.
(Kementrian Agama RI 2012).

Pada ayat di atas dapat dikatakan Penyebab naik turunnya jumlah populasi

dipengaruhi oleh Natalitas (kelahiran), Mortalitas (Kematian), dan Imigrasi atau

perpindahan.

8
B. Ternak sapi potong

Sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang sejak dahulu kala

sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya

dari luar Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan dibudidayakan lama sekali

di Indonesia, sehingga telah mempunyai ciri khas tertentu. Bangsa sapi potong

asli Indonesia hanya sapi Bali (Bos Sondaicus), sedangkan yang termasuk sapi

lokal adalah sapi Madura dan sapi Sumba Ongole (SO). Dalam perkembangannya

muncul sapi sapi yang dapat dipelihara dan dikembangbiakkan dengan baik oleh

peternak seperti Jenis Simental, Peranakan Ongole (PO), Brahman, Sapi PFH

(Peranakan Frisian Holstein) dan lain-lain (Prasetyo, 2015).

Menurut Ngadiyono (2012), menyatakan bahwa bangsa sapi mempunyai

klasifikasi sebagai berikut :

Fillum : Chordata
Subfillum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Sub kelas : Theria
Ordo : Artiodactyla
Subordo : Ruminantia
Famili : Bovidae
Genus : Bos
Spesies : Bos Sondaicus (Bos Banteng), Bos Indicus
(Sapi Zebu), Bos Taurus (sapi eropa).

Menururt Sugeng (2003), bahwa ternak sapi potong adalah jenis ternak

yang dipelihara untuk menghasilkan daging sebagai produk utamanya. Seekor

atau sekelompok ternak sapi dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan

9
untuk manusia terutama daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti kulit,

pupuk dan tulang. Sapi termasuk dalam genus Bos, mempunyai teracak/jari genap,

berkaki empat, tanduk berongga, dan memamahbiak. Sapi juga termasuk dalam

kelompok Taurine, termasuk di dalamnya Bos Taurus (sapi yang tidak memiliki

punuk) dan Bos Indicus (sapi yang berpunuk).

Beberapa sapi potong Eropa dan Inggris yang didatangkan ke Indonesia

antara lain Simmental, Limosin, Angus, Hereford, Shorthorn, Santa Gertrudis, dan

Beefmaster. Sapi yang didatangkan dari India: Brahman dan Ongole. Sementara

sapi lokal Indonesia adalah sapi Bali, sapi Madura, dan sapi PO (Peranakan

Ongole). Jenis sapi yang terpopuler di Indonesia adalah sapi PO dan sapi bali.

Pemilihan suatu bangsa sapi tergantung pada kesukaan peternak, keadaan

lingkungan, kemampuan adaptasi, efisiensi produksi, kemampuan memelihara dan

menyusui anak, ukuran badan, pertambahan berat badan, dan sifat-sifat lain yang

cocok dengan keinginan peternak yang bersangkutan (Riady 2004).

Sapi potong adalah sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena

karakteristik yang dimilikinya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas

daging yang cukup baik. Sapi-sapi inilah yang umumnya dijadikan sebagai sapi

bakalan yang dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga

diperoleh pertambahan berat badan yang ideal untuk dipotong, pemilihan bakalan

yang baik menjadi langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan usaha.

Salah satu tolak ukur penampilan produksi sapi potong adalah pertmbahan berat

badan harian (Abidin 2002).

10
Sapi potong merupakan salah satu ternak yang dipelihara dengan tujuan

utama sebagai penghasil daging. Ciri-ciri sapi potong memiliki tubuh besar,

kualitas dagingnya maksimum, laju pertumbuhan cepat, efisiensi pakan tinggi,

dan mudah dipasarkan. Kebutuhan daging sapi di Indonesia terus mengalami

peningkatan, namun penambahan produksi dan populasi sapi potong

pertumbuhannya rendah sehingga belum mampu mengimbangi angka permintaan.

(Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2016).

C. Usaha Ternak Sapi Potong di Indonesia

Menurut Amir (2017), Suplai protein asal ternak terutama daging sapi

yang dihasilkan secara domestik belum mampu memenuhi kebutuhan

konsumsi masyarakat, sehingga kebijakan impor daging dan sapi hidup masih

diberlakukan. Kebutuhan konsumsi daging masyarakat Indonesia baru mencapai

6,5 kg/kapita/tahun, yang berasal dari daging sapi hanya sebesar 1,7

kg/kapita/tahun. Peningkatan ekonomi masyarakat dan pertambahan penduduk

disertai dengan peningkatan kesadaran tentang nilai-nilai gizi, menyebabkan

peningkatan permintaan akan produk asal ternak meningkat dengan sangat pesat.

Namun peningkatan konsumsi protein hewani yang membaik ini belum dapat

diantisipasi dengan suplai protein asal ternak yang memadai. Pada kenyataannya

sumber daging di Indonesia berasal dari daging ayam (62%), daging sapi dan

kerbau (25%), dan sisanya berasal dari aneka ternak lainnya.

11
Sapi potong mempunyai fungsi sosial yang penting di masyarakat

sehingga merupakan komoditas yang sangat penting untuk dikembangkan,

sumberdaya peternakan khususnya sapi potong merupakan salah satu

sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) dan berpotensi untuk

dikembangkan guna meningkatkan dinamika ekonomi (Syam 2013).

Sebagian besar peternak yang menjalankan usaha ternak sapi potong

masih dalam skala kecil dengan sistem pemeliharaan yang dikandangkan (semi

intensif) dipandang lebih efisien. Pada malam hari ternak dikandangkan dan siang

hari ternak dilepaskan, sehingga pemberian pakan tidak terlalu rutin dilakukan di

kandang, tetapi ternak dibiarkan mencari rumput sendiri pada siang hingga sore

hari dan pada malam hari pemberian pakan hijauan diberikan di dalam kandang

sebagai pakan ternak dimalam hari (Siregar dalam Hidayat dkk, 2019).

Menurut Rahmanto (2004), dalam Prasetyo (2015), pengusahaan ternak

sapi potong rakyat dilihat dari sistem pemeliharaannya terbagi kedalam dua pola,

yaitu yang berbasis lahan (landbase) dan yang tidak berbasis lahan (non

landbase). Pola pemeliharaan yang bersifat landbase memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

(1) Pemeliharaan ternak dilakukan dipadang-padang penggembalaan yang luas

yang tidak dapat digunakan sebagai lahan pertanian, sehingga pakan ternak hanya

mengandalkan rumput yang tersedia di padang penggembalaan tersebut.

(2) Pola ini umumnya terdapat di wilayah yang tidak subur, sulit air,

bertemperatur tinggi, dan jarang penduduk seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa

Tenggara Timur, sebagian Kalimantan dan sebagian Sulawesi.

12
(3) Teknik pemeliharaan dilakukan secara tradisional, kurang mendapat sentuhan

teknologi.

(4) Pengusahaan tidak bersifat komersial, tetapi cenderung bersifat sebagai simbol

status sosial. Dilain pihak, pola pemeliharaan yang bersifat non landbase memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

a. Pemeliharaan ternak lebih banyak dikandangkan dengan pemberian

pakan di dalam kandang.

b. Terkait dengan usahatani sawah atau ladang sebagai sumber hijauan

pakan ternak.

c. Pola ini umumnya dilakukan di wilayah padat penduduk seperti di

Jawa, Sumatera, dan ada pula sebagian di NTB, Kalimantan, dan Sulawesi.

d. Pengusahaan pada pola non landbase relatif lebih intensif dibandingkan

dengan pola landbase dengan tujuan umumnya untuk tabungan dan

sebagian lagi untuk tujuan komersial.

Usaha peternakan sapi potong seharusnya bisa dilakukan secara kontinyu

dengan mempertimbangkan kebutuhan daging baik regional maupun nasional.

Selain itu perlu dioptimalkan juga upaya pola pembibitan (breeding) yang

terstruktur dan menghindari inbreeding di antara sapi lokal yang bisa

mengakibatkan kualitas sapi potong lokal menurun, percepatan

pengembangbiakan melalui pola inseminasi buatan (IB), pencegahan penyakit,

dan pelarangan pemotongan sapi betina. Peningkatan keterampilan peternak dan

perubahan pandangan dari pemeliharaan sapi sebagai usaha sampingan dan

investasi sebagai lahan usaha yang berkelanjutan. Dengan demikian,

13
pengembangan usaha peternak dari sistem tradisional menjadi industri

pengembangan sapi potong yang dapat diharapkan hasilnya lebih menguntungkan

(Susetyorini dan Muzammil 2014).

D. Struktur Populasi Ternak Sapi Potong

Struktur populasi adalah komposisi populasi yang meliputi jenis kelamin

jantan betina dan umur seperti kategori anak, kategori muda, kategori dewasa dan

kategori tua. Struktur populasi dalam satu wilayah sangat menentukan

pertambahan populasi daerah itu sendiri. Struktur populasi ternak sapi potong

menunjukkan ketidakseimbangan antara jantan dan betina dan antar umur,

perbandingan jantan dan betina diusahakan 1:8 hingga 10 ekor. Ternak jantan 1

ekor dengan kualitas genetik yang baik dikawinkan dengan 8-10 ekor induk ternak

dapat memperbaiki performa produktivitas ternak. Nisbah jantan : betina (1:8)

dapat mempercepat umur berahi ternak hingga 1 tahun dan memperkecil tingkat

kematian pedet menjadi 7,38% (Lita 2009, dalam Putra 2017).

Siregar (2007), menyatakan bahwa, walaupun populasi suatu jenis ternak

termasuk tinggi, tetapi kalau tidak tersebar secara merata pada berbagai daerah

maka sulit mendapatkan sapi tersebut, terutama pada daerah-daerah yang jauh dari

lokasi penyebarannya. Oleh karena itu, indikator penyebaran ini perlu dimasukkan

dalam penentuan tingkat prospektivitas suatu jenis ternak untuk digunakan

sebagai bakalan dalam penggemukan. Populasi merupakan modal, dapat pula

dipandang sebagai alat produksi biologis (menghasilakan anak, tambahan berat

badan/daging). Dari pertambahan populasi dapat dilihat kemajuan ternak, bahwa

14
semakin tinggi populasi suatu jenis ternak akan semakin mudah mendapatkan

jenis ternak tersebut.

Menurut Putra (2017), bahwa populasi ternak potong yang ada di

Indonesia saat ini 40% berada di Pulau Jawa dengan kepemilikan 1-2 ekor per

orang peternak. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya populasi ternak

adalah keterbatasan bibit unggul, rendahnya mutu pakan ternak, perkawinan

silang dan kurangnya pengetahuan peternak dalam menangani produksi ternak

tersebut. Populasi ternak dinyatakan sebagai jumlah ternak yang hidup pada suatu

wilayah pada periode waktu tertentu dan biasanya dinyatakan dalam tahun.

Besarnya populasi ternak potong dipengaruhi oleh berbagai penyebab

antara lain: banyaknya pemotongan, kematian ternak, ekspor ternak, dan tinggi

rendahnya natural increase. Ciri-ciri kelompok populasi di atas adalah deskripsi

kuantitatif populasi yang akan berubah sepanjang waktu. Perubahan status ini

disebut dinamika populasi.

Suhubudy (2005), mendeskripsikan beberapa faktor yang menyebabkan

kurangnya populasi ternak di Indonesia antara lain adanya program sapinisasi,

rendahnya tingkat reproduksi ternak, dan teknik serta metode praktik peternakan

di Indonesia yang tidak mendukung pengembangan ternak merupakan faktor-

faktor yang menyebabkan populasi ternak tidak berkembaang dengan baik.

E. Laju Penjualan dan Pemotongan Ternak Sapi Betina Produktif

Tekanan ekonomi dan kebutuhan peternak, terkadang membuat peternak

akan panik sehingga tidak ada pilihan kecuali menjual ternaknya yang produktif,

apalagi yang dijual adalah ternak betina yang bunting, tingginya ternak yang

15
diperdagangkan di pasar hewan karena dijual oleh masyarakat keluar daerah dari

daerah setempat, dapat mengurangi populasi ternak produktif (Pasaribu 2010,

dalam Utami 2015).

Pembentukan harga sapi diawali dengan cara penaksiran. Calon pembeli

setelah melihat pedet, jantan dewasa maupun betina dewasa yang akan dibeli,

maka terjadilah proses tawar menawar. Di awal perdagangan peternak/pedagang

pedet membuka harga bagi sapi yang akan dijual kemudian akan terjadi proses

tawar menawar antara peternak/pedagang dengan pembeli. Peternak/ pedagang

akan menentukan harga yang tinggi apabila pedet yang dijual mempunyai kualitas

yang bagus dilihat dari jenis kelamin, umur, dan ukuran badan. Pada penelitan ini

rata-rata pedet yang terjual mempunyai umur 6 – 8 bulan dan memiliki variasi

ukuran badan (kecil, sedang dan besar) (Ayu 2018).

Menurut penelitian Saputra dkk (2009), bahwa dalam rangka pencegahan

pengurangan populasi sapi betina produktif, maka Dinas Kesehatan hewan dan

peternakan harus terus meningkatkan kinerjanya dalam melakukan sosialisasi,

pengawasan dan pengendalian terhadap pemotongan sapi betina produktif.

Alternatif pencegahan pemotongan sapi betina produktif dapat dilakukan dengan

melakukan sosialisasi secara berkesinambungan kepada peternak mengenai

dampak yang ditimbulkan dari pemotongan sapi betina dan juga perlu dilakukan

kegiatan penjaringan betina produktif yang akan disembelih oleh peternak.

Dengan demikian diharapkan populasi sapi betina produktif dapat dipertahankan

dan ditingkatkan yang diikuti oleh peningkatan populasi dan produktivitas ternak

sapi potong.

16
Pemotongan betina produktif merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan percepatan penurunan populasi sapi dalam negeri. Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 18/2009. (Priyanty dkk 2017), menyatakan dalam rangka

mencukupi ketersediaan bibit, ternak ruminansia betina produktif diseleksi untuk

pemuliaan, sedangkan ternak ruminansia betina tidak produktif disingkirkan untuk

dijadikan ternak potong dan setiap orang dilarang menyembelih ternak ruminansia

kecil betina produktif atau ternak ruminansia produktif. Selain itu pemotongan

yang tidak dilakukan di RPH menyebabkan pengawasan relatif kurang intensif

sehingga tidak ada jaminan bahwa ternak sapi yang dipotong bukan betina

produktif.

F. Tingkat Kelahiran dan Kematian Sapi Potong

Perkawinan ternak berkerabat dekat (inbreeding) pada sistem

pemeliharaan sapi secara ekstensif diduga sebagai penyebab lain menurunnya

performa sapi. Oleh sebab itu, perlu adanya peningkatan produktifitas sapi melalui

program pemuliaan yang berkelanjutan. (Dudi 2007, dalam Utami 2015).

Tingkat kelahiran adalah banyaknya jumlah kelahiran yang dialami oleh

seekor ternak betina dalam satu tahun/periode melahirkan. Angka kelahiran

adalah jumlah anak yang lahir per tahun dibagi dengan jumlah betina dewasa atau

populasi dikali 100%. Penurunan angka kelahiran atau penurunan populasi ternak

terutama dipengaruhi oleh efesiensi reproduksi atau kesuburan yang rendah atau

kematian presentasi kira-kira 80% sedangkan 20% dipengaruhi oleh faktor

genetic, (Diana 1992, dalam Putra 2017).

17
Selain itu berbagai masalah yang menghambat pencapaian populasi

produksi, produktivitas dan reproduktivitas ternak sapi diantaranya rendahnya

tingkat kebuntingan atau kelahiran serta tingginya tingkat pemotongan betina

produktif atau bunting yang telah menghambat perkembangan populasi ternak.

Dari total impor sapi hidup yang dilakukan oleh para pengusaha penggemukan

sekitar 30% ternyata terdapat sapi betina yang produktif yang masih bisa

dikembangkan lebih lanjut atau berproduksi. Kondisi peternakan sapi PO saat ini

masih mengalami kekurangan pasokan sapi bakalan lokal karena pertambahan

populasi tidak seimbang dengan kebutuhan nasional, sehingga terjadi impor sapi

PO bakalan dan daging. Fertilitas Sapi PO di Indonesia berkisar 83-86% lebih

tinggi dibandingkan sapi Eropa yang hanya 60%. Kerakteristik reproduksi antara

lain periode kehamilan 280-294 hari, rata-rata presentase kebuntingan 86,56%,

tingkat kematian kelahiran anak sapi hanya 3,65%, persentase kelahiran 83,4%

dan interval penyapihan antara 15,48-16,28 bulan (Putra 2017).

Menurut Amir (2017), untuk meningkatkan produktivitas kelahiran ternak

sapi dapat dilakukan dengan cara, yaitu pasture mating (perkawinan alami tanpa

campur tangan manusia), dan hand mating (perkawinan buatan), dapat dilakukan

dua cara pula yaitu dengan mencampurkan betina yang sedang birahi dikandang

sapi jantan, atau dengan inseminasi Buatan (IB). Inseminasi Buatan (IB) adalah

pemasukan atau penyampaian semen kedalam saluran kelamin betina dengan

menggunkan alat buatan manusia. Untuk melakukan perbaikan atau peningkatan

ternak sapi potong melalui bibit, dapat dilakukan dengan beberapa cara,

18
diantaranya kawin silang dengan mencari pejantan dari bangsa sapi terpilih,

kemudian dikawinkan dengan betina dari bangsa sapi diinginkan.

Tingkat mortalitas pedet di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu diatas 5%

kelahiran hidup. Periode yang sangat peka terhadap berbagai faktor dan dapat

menimbulkan kematian adalah masa menyusui yaitu sebelum pedet berumur tiga

bulan akibat diare karena mengkonsuumsi pakan yang berkualitas rendah,

(Suryani 2008, dalam Utami 2015).

Menurut Putra (2017), kematian (mortalitas) anak-anak sapi dipengaruhi

oleh umur induk, pengaruh jenis kelamin, berat lahir dan pengaruh makanan.

Dalam perkembangan peternakan sapi PO telah diperoleh beberapa kemajuan

terutama dalam menekan angka kematian pedet sapi PO sebesar 10-80%. Hasil

penelitian lainnya diperoleh kematian pedet sebesar 7,33% dan lebih rendah lagi

sebesar 7,26% pada lokasi yang sama memperoleh terhadap kelahiran atau sebesar

1,84% dari populasi. Kemampuan lain yang dapat diandalkan untuk

pengembangan populasi sapi PO adalah jarak beranak (calving interval) yang

cukup baik yakni bisa menghasilkan satu anak satu tahun dengan memperoleh

calving interval yakni 14-15 bulan. Berbagai jenis penyakit yang sering terjangkit

pada sapi berupa penyakit menular dapat menimbulkan kerugian yang besar bagi

peternak dari tahun ke tahun, ribuan ternak sapi menjadi korban penyakit.

Beberapa jenis penyakit yang sering terjadi pada sapi PO adalah anthrax (radang

limpa), penyakit ngorok, penyakit mulut dan kuku, penyakit radang paha,

penyakit Bruccellosis (keguguran menular), kuku busuk, cacing hati, cacing perut,

dan lain-lain.

19
Menurut Setiwan (2017), dalam Ridho (2020), bahwa pemeliharaan ternak

sapi yang dijumpai didaerah daerah masih banyak menggunakan cara tradisional

karena campur tangan manusia dan teknologi yang digunakan masih minim,

sehingga persentase yang diharapkan tidak tercapai dimana banyak terjadi

kematian terutama anak yang baru lahir. Tingkat mortalitas pedet di Indonesia

masih sangat tinggi, yaitu diatas 5% kelahiran hidup.

G. Kerangka Pemikiran

Kabupaten Gowa merupakan salah satu sentra produsen peternakan sapi

potong di Sulawesi Selatan, hal ini disebabkan karena tingkat populasi sapi

potong di Kabupaten Gowa terbilang besar. Namun adapun sebagian kecil

wilayah seperti desa dan kecamatan yang perkembangan populasinya masih

terbilang kurang produktif salah satunya yaitu di Kelurahan Bontolerung

Kecamatan Tinggimoncong, berbagai permasalahan yang dihadapi oleh

masyarakat yang beternak sapi potong diantaranya kondisi ekonomi masyarakat

sehingga mereka dengan terpaksa menjual sapi betina demi memenuhi kebutuhan

ekonomi.

Hal serupa pun dialami peternak sehingga terjadi penurunan populasi yaitu

produktivitas tingkat keliharan pedet yang belum maksimal secara keseluruhan

serta masih kurangnya pengalaman masyarakat di Kelurahan Bontolerung dalam

beternak. Untuk itu, beberapa permasalahan tersebut dapat disejajarkan dengan

variabel penelitian, maka perlu suatu kerangka pemikiran yang berlandaskan pada

analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan populasi di Kelurahan

Bontolureng Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa. Untuk menganalisis

20
faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan populasi sapi potong dalam

penelitian ini adalah laju penjualan sapi betina produktif, tingkat kelahiran pedet,

dan pengalaman beternak.

Secara ringkas, kerangka pikir penelitian tentang analisis faktor-faktor

yang mempengaruhi penurunan populasi sapi potong di Kelurahan Bontolerung

dapat dilihat pada Gambar 1:

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir

H. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir, maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Laju penjualan sapi betina produktif berpengaruh terhadap penurunan

populasi ternak sapi potong di Kelurahan Bontolerung.

2. Tingkat kelahiran pedet berpengaruh terhadap penurunan populasi

ternak sapi potong di Kelurahan Bontolerung.

3. Pengalaman beternak berpengaruh terhadap penurunan populasi

ternak sapi potong di Kelurahan Bontolerung.

I. Penelitian Terdahulu

Penelitian Hidayat dkk (2019), dengan judul Analisis Faktor yang

Mempengaruhi Minat dalam Mengembangkan Ternak Sapi Potong (studi kasus:

Nagori Tempel Jaya, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun),

21
penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman berpengaruh terhadap minat warga

dalam mengembangkan ternak sapi potong sedangkan harga bibit, pendidikan

peternak, dan umur peternak tidak berpengaruh terhadap minat warga dalam

mengembangkan ternak sapi potong di Nagori Tempel Jaya.

Penelitian Kartika dkk (2015), dengan judul Faktor-Faktor yang

Menyebabkan Rendahnya Jumlah Kepemilikan Ternak Kerbau di Desa Sumbang

Kecematan Curio Kabupaten Enrekang, penelitian menunjukkan 5 faktor yang

menyebabkan rendahnya kepemilikan ternak kerbau di Desa Sumbang Kecamatan

Curio Kabupaten Enrekang yaitu lahan untuk pakan sedikit dengan skor 87 berada

pada rangking 1, modal sedikit dengan skor 93 dengan rangking 2, tenaga kerja

tidak ada dengan skor 136 rangking 3, pejantan sedikit dengan skor 166 rangking

4, dan kelahiran rendah dengan skor 176 berada pada rangking 5.

Penelitian Ermi Ulia Utami (2015), dengan judul Struktur Populasi Sapi

Bali di Peternakan Rakyat Kelurahan Sapaya Kabupaten Gowa, parameter yang

diukur berupa kelahiran, kematian, pemotongan, penjualan, pembelian dan

struktur populasi. Penelitian ini memperoleh kelahiran sebesar 20,4% setara

dengan 22 ekor, pembelian sebesar 13% setara dengan 15 ekor, kematian 21,3%

setara dengan 23 ekor, pemotongan 13,9% setara dengan 15 ekor dan penjualan

37,2% setara dengan 40 ekor. Dinamika populasi kurun waktu 2010, 2011 dan

2014 mengalami peningkatan sebesar 15,29%. Apabila koefisien teknis tahun

2015 dan mutasi ternak tetap dipertahankan maka dapat diestimasi populasi sapi

Bali pada tahun 2019, sekitar 6.052 ekor.

22
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini di laksanakan pada bulan April hingga Mei 2021 di

Kelurahan Bontolerung Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa, dengan

pertimbangan daerah penelitian merupakan salah satu sentra peternakan sapi

potong di Sulawesi Selatan.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, yaitu jenis penelitian

yang menjelaskan mengenai variabel yang telah ditentukan yaitu laju penjualan

sapi betina produktif, tingkat kelahiran pedet, dan pengalaman beternak di

Kelurahan Bontolureng Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa.

C. Populasi dan Sampel

23
Populasi merupakan seluruh peternak sapi potong dilokasi penelitian yang

memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian, jumlah

populasi peternak sapi potong di Kelurahan Bontolerung sebanyak 50 orang.

Sampel adalah bagian dari populasi. Populasi dalam penelitian ini hanya

berjumlah 50 peternak, maka pengambilan sampel dilakukan dengan

menggunakan metode sampel jenuh yaitu teknik pengambilan sampel bila seluruh

populasi digunakan sebagai sampel, hal ini dilakukan apabila jumlah populasi

relatif kecil.

D. Variabel Penelitian

Untuk mengetahui pengukuran penelitian ini dapat dilihat Tabel. 1.

Tabel 1. Pengukuran Variabel, Sub Variabel dan Indikator Penelitian.


No. Variabel Sub Variabel Indikator

24
A. Variabel
Dependent (Y)
1. Penurunan Skala kepemilikan a. Jumlah ternak pada awal
Populasi Sapi ternak sapi potong sampai dengan saat ini
Potong b. kepemilikan sapi betina
produktif
c. Kepemilikan ternak sapi
jantan dewasa.
d. Kesediaan pelayanan
B. Variabel inseminator
Independen (X)
1. Laju penjualan Kebutuhan peternak a. Penjualan saat melakukaan
sapi betina perayaan.
produktif (X1) b. Penjualan untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
c. Penjualan untuk memenuhi
kebutuhan sekolah anak-anak.
d. Penjulan untuk memenuhi
kebutuhan sekunder (motor,
mobil, dan handpone).

2. Tingkat kelahiran Jumlah kelahiran a. Kelahiran pedet setiap


pedet (X2) rendah tahunnya.
b. Jarak kelahiran pedet.
c. Ketersediaan kandang khusus
pedet.
d. Harga & kualitas semen.

3. Pengalaman Pengetahuan peternak a. Pengetahuan tentang


Beternak (X3) pemeliharaan ternak.
b. Pengetahuan tentang
pemberian vitamin & obat-
obatan.
c. Pengetahuan tentang
pemberian pakan hijauan &
konsentrat.
d. Pengetahuan mendeteksi
birahi.

E. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah

1. Kualitatif

25
Data kualitatif adalah data dari penjelasan kata vertbal tidak dapat

dianalisis dalam bentuk bilangan atau angka. Dalam penelitian, data

kualitatif berupa gambaran mengenai objek penelitian.

2. Kuantitatif

Data kuantitatif adalah jenis data yang dapat diukur (measurable)

atau dihitung secara langsung sebagai variabel angka atau bagian. Variabel

dalam ilmu statistika adalah atribut, karakteristik, atau pengukuran yang

mendeskripsikan suatu kasus atau objek penelitian.

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Data primer

Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari peternak sapi

potong yang ada di Kelurahan Bontolureng menggunakan kuesioner dan

melakukan wawancara secara mendalam mengenai variabel yang telah

ditentukan.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari

Instansi/Dinas/Organisasai terkait sesuai dengan kebutuhan data

penelitian di Kelurahan Bontolerung.

F. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan antara lain:

26
1. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung

terhadap situasi dan kondisi peternakan sapi potong di Kelurahan

Bontolureng.

2. Wawancara, merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara tanya jawab langsung kepada peternak sapi potong di

Kelurahan Bontolureng dengan berpedoman menggunakan kuisioner.

G. Analisis Data

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penurunan populasi sapi

potong di Kelurahan Bontolureng Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa,

maka digunakanlah analisis regresi berganda dengan memprediksi hubungan

sebab akibat antara variabel dependen dan variabel Independen (Koncoro 2001,

dalam Mursidin 2013), yang dapat dinotasikan secara fungsional sebagai berikut:

Y= a +b1X1+b2X2+b3X3+e………1)

Keterangan :

Y = Penurunan populasi sapi potong (skor)

X1 = Laju penjualan sapi betina produktif (skor)

X2 = Tingkat kelahiran pedet (skor)

X3 = Pengalaman beternak (skor)

a = Konstanta

b1,b2,b3 = Koefisien regresi

e = Kesalahan pengganggu

Keterangan skor pada setiap variabel yang diteliti merupakan cara

pengukuran dengan menggunakan skala Likert. Hal ini sesuai pendapat Riduwan

27
(2008), bahwa skala Likert digunakan untuk mengukur nilai dari tanggapan

seseorang maupun kelompok tentang kejadian atau gejala sosial yang terjadi.

Setiap jawaban dihubungkan dengan nilai skor yang telah ditentukan sebagai

berikut:

Sangat baik, sangat setuju dan sangat puas. = 5

Baik, setuju, dan puas. = 4

Ragu-ragu. = 3

Sedang. = 2

Kurang. = 1

H. Metode Analisis Data

Uji Normalitas menurut Bailia et. al (2014), adalah data terdistribusi

dengan baik atau tidak. Uji Multikolinieritas menurut Ghozali (2013), menguji

model regresi adanya kolerasi antar variabel bebas, karena seharusnya tidak boleh

terjadi korelasi antar variabel bebas. Dapat dilihat dari nilai variance inflation

factor (VIF), jika VIF >10 dan Tolerance <0.10 maka terjadi multikolinieritas. Uji

Koefisien Korelasi (R) menurut Soewito (2013), koefisien korelasi digunakan

untuk mengukur seberapa besar hubungan variabel bebas dan variable terikat

secara parsial. Jika nilai mendekati 1, maka hubungan variabel bebas terhadap

variabel terikat kuat. Uji Koefisien Determinasi (R2) menurut Lenzun, et al

(2014), koefisien determinasi digunakan untuk melihat kontribusi dari variabel

bebas dan terikat dengan nilai R2 antara 0-1. Jika nilai mendekati 1 yang berarti

variabel independen memberikan kontribusi yang lebih besar untuk memprediksi

variasi variabel dependen. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) berdasarkan. Lind

28
(2014), uji F adalah perbandingan serempak dari beberapa rata-rata populasi.

Riduwan & Sunarto (2014), jika nilai Sig. F <0,05, artinya variabel bebas secara

bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Uji Signifikansi

Parsial (Uji t) menurut Riduwan & Sunarto (2014), menyatakan bahwa uji t

digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara

parsial. Nilai Sig. t adalah <0,05, yang berarti bahwa variabel bebas secara

individual atau parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel

terikat.

G. Konsep Operasional

Untuk memudahkan dalam memahami istilah serta variabel-variabel yang

digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Sapi potong merupakan jenis ternak ruminansia yang dipelihara dan

dibudidaya oleh masyarakat di Kecamatan Bontolerung.

2. Penurunan sapi potong yaitu berkurangnya jumlah ternak sapi potong yang

ada di Kecamatan Bontolerung baik itu pejantan, betina dewasa maupun

pedet.

3. Tingkat kelahiran pedet adalah banyaknya jumlah kelahiran anak sapi

yang dialami oleh seluruh induk sapi dalam satu tahun/periode melahirkan

di Kecamatan Bontolerung.

4. Pengalaman beternak yaitu semakin lama peternak memelihara maka

semakin baik pengetahuan peternak memelihara ternak sapi potong di

Kelurahan Bontolerung.

29
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

30
Wilayah administrasi Kabupaten Gowa terdiri dari 18 kecamatan dan 167

Desa/Kelurahan dengan luas sekitar 1.883,33 km2 atau sama dengan 3,01 persen

dari luas wilayah Propinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Gowa berada pada

119.3773° Bujur Barat dan 120.0317° Bujur Timur, 5.0829342862° Lintang Utara

dan 5.577305437° Lintang Selatan. Kabupaten yang berada di daerah selatan dari

Selawesi Selatan merupakan daerah otonom. Wilayah Kabupaten Gowa sebagian

besar merupakan dataran tinggi yaitu sekitar 72,26 persen. Ada 9 wilayah

Kecamatan yang merupakan dataran tinggi yaitu Parangloe, Manuju, Tinggi

moncong, TomboloPao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan, Tompobulu dan

Biringbulu. Batas administrasi Kabupaten Gowa sebagai berikut:

❖ Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Maros.

❖ Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sinjai, Bulukumba dan

Bantaeng.

❖ Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan Jeneponto.

❖ Sebelah Barat dengan Kota Makassar dan Takalar.

Dari total luas Kabupaten Gowa 35,30 persen mempunyai kemiringan

tanah diatas 40 derajat, yaitu pada wilayah kecamatan Parangloe, Tinggimoncong,

Bungaya dan Tompobulu. Kabupaten Gowa dilalui oleh banyak sungai yang

cukup besar yaitu ada 15 sungai. Sungai dengan luas daerah aliran yang terbesar

adalah Sungai Jeneberang yaitu seluas 881 km 2 dengan panjang 90 km.

Seperti halnya dengan daerah lain di Indonesia, di Kabupaten Gowa hanya

dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Biasanya musim

kemarau dimulai pada Bulan Juni hingga September, sedangkan musim hujan

31
dimulai pada Bulan Desember hingga Maret. Keadaan seperti itu berganti setiap

setengah tahun setelah melewati masa peralihan, yaitu Bulan April hingga Mei

dan Oktober hingga Nopember.

Curah hujan disuatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim,

keadaan geografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah

curah hujan beragam menurut bulan dan letak suatu wilayah. Curah hujan

tertinggi yang dipantau oleh beberapa stasiun/pos pengamatan terjadi pada Bulan

Januari yang mencapai rata-rata 1.182 mm, sedangkan curah hujan terendah pada

Bulan Agustus-September yang bisa dikatakan hampir tidak ada hujan.

B. Kondisi Pertanian

Kabupaten Gowa sangat berpotensi dalam bidang pertanian dilihat dari

produksi padi (padi sawah dan padi ladang) yang terus mengalami kenaikan setiap

tahunnya. Penggunaan lahan kering di Kabupaten Gowa dibedakan menjadi lahan

untuk bangunan dan pekarangan,tegalan/kebun, ladang/huma, hutan dan lainnya.

Sedangkan tanah sawah meliputi sawah yang berpengairan baik secara teknis

maupun sederhana, sawah tadah hujan dan sawah pasang surut digunakan untuk

lahan pertanian. Luas sawah di Kabupaten Gowa mencapai 32.542 ha dimana

40,47 persen dari luas keseluruhan merupakan sawah non irigasi dan 59,53 persen

merupakan tanah sawah berpengairan.

C. Kondisi Peternakan

Kondisi peternakan di Kabupaten Gowa tercatat mengalami kenaikan

dibeberapa komoditi ternak besar. Hal ini disebabkan karena kondisi daerah yang

mendukung. Maka dapat dilihat pada tabel berikut.

32
Tabel 2. Populasi Ternak Besar Menurut Jenisnya di Kabupaten Gowa, 2020.
Sapi
Kecamatan Kerbau Kuda Kambing Babi

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


1. Bontonompo 206 1777 1 2 -
2. Bontonompo Sel 414 924 117 2 -
3. Bajeng 111 4714 - 9 -
4. Bajeng Barat - 99 - 358 -
5. Pallangga 293 5672 2 4 -
6. Barombong 34 374 3 125 -
7. Sombaopu 46 1519 26 47 -
8. Bontomarannu 137 1494 50 47 -
-
9. Pattallassang 35 5128 114 204 25.250
25.250
10. Parangl oe 152 8900 198 198 -
11.Manuju 123 10673 588 969 -
12. Tinggimoncong 4 10097 109 454 -
13.Tombolo Pao 38 14373 416 748 -
14.Parigi 7 8100 60 128 -
15.Bungaya 83 12493 314 550 -
16. Bontolempangan 10 6828 1028 1847 -
17.T ompobul u - 5870 873 2076 -
18.B iri ngbul u 38 14373 416 748 -
2019 1.731 113.408 4.415 8.516 25.259
2018 7.934 50.381 2.759 6.031 11.729
JUMLAH/Total 2017 2.456 56.311 77.674 16.879 6.450
2016 2.235 55.100 .7.108 17.405 6.100
Sumber: Kecamatan Tinggimoncong dalam 6Angka, 2020.
7
4
Berdasarkan Tabel 2. Bahwa populasi ternak di seluruh kecamatan

sebagian besar terjadi peningkatan khususnya pada ternak sapi berjumlah 113.408

ekor pada tahun 2019, jika dibandingkan tahun 2018 hanya berjumlah 50.381

ekor, lain halnya dengan ternak kerbau yang terjadi penurunan pada tahun 2019

dengan jumlah populasi ternak seluruh kecamatan sebanyak 1.731 ekor

dibandingkan pada tahun 2018 yang berjumlah 7.934 ekor. Adapun populasi

ternak lainnya yang mengalami peningkatan pada tahun 2019 adalah ternak kuda

berjumlah 4.415 jika dilihat tahun 2018 hanya 2.759 ekor, begitupun juga dengan

33
ternak kambing dan babi. Hal ini menunjukkan bahwa ditahun 2019 terjadi

peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2018.

D. Keadaan Umum Responden

a) Umur Responden

Meningkatnya umur seseorang maka meningkat pula pengetahuan,

pengalaman serta hubungan sosial seseorang, salah satu faktor yang sangat

berpengaruh terhadap produktivitas kerja seseorang adalah umur. Semakin

bertambah umur seseorang maka akan mempengaruhi kemampuannya untuk

melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas dimana pengaruh tersebut akan nampak

pada kemampuan fisik seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan. Adapun

klasifikasi responden berdasarkan tingkat umur di Kelurahan Bontolureng

Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi responden Berdasarkan Umur di Kelurahan Bontolureng


Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa Tahun 2021.

No. Umur (Tahun) Jumlah (peternak) Persentase (%)

a. Produktif 40 80
(16-45 Tahun)
b. Tidak Produktif 10 20
(45-70 Tahun)
Jumlah 50 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2021.

34
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa rentang umur yang dimiliki

peternak yang ada di Kelurahan Bontolureng Kecamatan Tinggi Moncong

Kabupaten Gowa, dimana jumlah yang terbanyak yaitu kategori umur produktif

sebanyak 40 orang dengan persentase 80%, sedangkan kategori umur tidak

produktif sebanyak 10 peternak dengan persentase 20%. Dari hal tersebut dapat

diketahui bahwa rata-rata peternak yang ada di Kelurahan Bontolureng

Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa berada pada kelompok usia yang

produktif. Umur peternak sangat berkaitan erat dengan kemampuan menjalankan

pengetahuan yang dimiliki dan mampu menerapkan ilmu yang didapatkan. Hal ini

sesuai dengan pendapat Sumiati (2011), yang menyatakan bahwa kemampuan

kerja seseorang peternak sangat dipengaruhi oleh tingkat usia. Semakin produktif

usia petani maka semakin mempunyai semangat ingin tahu hal-hal baru yang

belum diketahui, selain itu usia juga mempengaruhi kondisi fisik dan motivasi.

b) Jenis Kelamin

Jenis kelamin seseorang dapat berdampak pada jenis pekerjaan yang

digelutinya, jenis kelamin juga berpengaruh terhadap produktifitas kerja seseorang

sehingga mengakibatkan suatu keberhasilan pada suatu usaha. Perbedaan fisik

antara laki-laki dengan perempuan tentunya akan berdampak pada hasil kerjanya.

Adapun klasifikasi responden berdasarkan jenis kelamin di Kelurahan

35
Bontolureng Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 4. Klasifikasi Responden Berdasarkan jenis kelamin di Kelurahan


Bontolerung Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa Tahun
2021.

No. Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Laki-laki 50 100
2. Perempuan - -

Jumlah 50 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2021.

Tabel 4. Menunjukkan bahwa jenis kelamin di Kelurahan Bontolureng

Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa semua responden berjenis kelamin

laki-laki sebanyak 50 orang dengan presentase 100% sedangkan untuk jenis

kelamin perempuan tidak ada, hal ini di sebabkan karena usaha peternakan sapi

potong merupakan salah satu jenis usaha yang lebih banyak dilakukan oleh laki-

laki serta kaum laki-laki umumnya lebih produktif dalam melakukan pekerjaan

khususnya membutuhkan tenaga yang lebih kuat bila dibandingkan dengan kaum

perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sari, dkk (2009), yang menyatakan

bahwa dalam usaha sapi potong melibatkan pria lebih banyak dibanding wanita

karena beternak merupakan pekerjaan yang lebih banyak melibatkan kegiatan

fisik sehingga lebih cocok untuk pria.

c) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh

dalam usaha peternakan, hal ini sangat diharapkan dapat membantu masyarakat

dalam upaya peningkatan produksi ternak yang dipelihara. Tingkat pendidikan

36
yang memadai akan berdampak pada kemampuan manajemen usaha peternakan

yang digeluti, pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang relatif muda

menyebabkan seseorang semakin berkembang wawasan berfikirnya dan

keputusan yang diambil semakin baik. Adapun klasifikasi responden berdasarkan

tingkat pendidikan di Kelurahan Bontolureng Kecamatan Tinggimoncong

Kabupaten Gowa dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan


Bontolerung Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa Tahun
2021.

No. Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Tidak Sekolah 14 28
2. SD 22 44
3. SMP 8 16
4. SMA 6 12
5. S1 - -
Jumlah 50 100
Sumber: Data primer Setelah Diolah, 2020.

Tabel 5. menunjukkan sebagian besar responden berada pada tingkat

pendidikan SD sebanyak 22 orang dengan persentase 44% sedangkan tingkat

pendidikan S1 tidak ada dengan persentase 0%. Hal ini menunjukkan bahwa

pendidikan yang tinggi memungkinkan para peternak untuk dapat lebih

mengembangkan dirinya serta menata pola fikirnya untuk menyerap teknologi

yang baru. Hal ini sesuai dengan pendapat Hendrayani dan Febrina (2009),

menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang tentunya akan

semakin tinggi pula daya serap teknologi dan semakin cepat untuk menerima

inovasi yang datang dari luar dan begitu juga sebaliknya.

37
D. Analisis Faktor Penurunan Populasi Sapi Potong di Kelurahan

Bontolerung

Sehubungan dengan dilakukannya penelitian ini, untuk mengukur variabel

penelitian yang digunakan maka dilakukan pengukuran dengan cara menguraikan

indikator-indikator variabel Y yaitu faktor penurunan populasi sapi potong dalam

bentuk item-item pertanyaan, dimana variabel X1 adalah laju penjualan sapi

betina, X2 tingkat kelahiran pedet (anak sapi) dan X3 pengalaman beternak yang

disusun dalam kuesioner dengan bobot nilai (skor) jawaban 1-5. Nilai variabel

tersebut digolongkan dalam beberapa kategori yang didasarkan pada skala Likert.

Pengujian terhadap gejala penyimpangan dalam berbagai asumsi mengenai

analisis faktor yang mempengaruhi penurunan populasi sapi potong dilakukan

dengan menggunakan aplikasi spss 20 dengan model regresi, maka didapatkan

hasil beberapa pengujian data sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data.

Menurut pendapat Mursidin (2013), bahwa agar mengetahui apakah tidak

melanggar asumsi normalitas dapat dilihat dari penyebaran data pada sumbu

diagonal grafik, jika data menyebar disekitar garis linear dan mengikuti arah garis

linear, maka model regresi layak untuk diduga memenuhi asumsi normalitas

dengan persamaan regresi. Adapun penyebaran data dapat dilihat pada Gambar 2

berikut ini :

38
Gambar 2. Diagram penyebaran nilai variabel independent terhadap
variabel dependent.

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat, bahwa lingkaran atau titik-titik

data penelitian menyebar disekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti

arah garis normal. Model tersebut layak dipakai untuk memprediksi tingkat

penurunan populasi sapi potong.

2. Uji Multikolinearitas

Uji asumsi multikolineritas dimaksudkan untuk menguji apakah terdapat

korelasi yang kuat, eksak, atau sempurna diantara variabel independen. Untuk

mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dapat dilihat pada nilai VIF (Variance

Inflation Factor) serta besaran korelasi antar variabel independent. Maka untuk

melihat besaran korelasi antara variabel dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 6. Model Koefisien Korelasi

Collinearity Statistic

Model Tolerance VIF

39
1 (Constant)
X1 Laju Penjualan Sapi Betina 0.971 1.030
X2 Tingkat Kelahiran Pedet 0.970 1.030
X3 Pengalaman Beternak 0.999 1.001

Berdasarkan tabel 6 diatas, bahwa nilai VIF pada seluruh variabel

independen <10 serta nilai tolerance dari variabel tersebut >0.10 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas dalam model regresi.

3. Uji Kelayakan Model

Uji kelayakan model memberikan gambaran berupa tes terhadap

kelayakan model pada Chi Square. Hal ini akan menunjukkan hasil analisis untuk

mengetahui apakah distribusi data seragam atau tidak, Uji F dilakukan untuk

melihat pengaruh variabel independen (bebas) secara bersama-sama berpengaruh

terhadap variabel dependen (terikat). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 7. Model Koefisien Test Omnibus

ANOVAa
Mean
Model Sum of Squares Df Square F Sig.
1 Regression 2.284 3 .761 4.908 .005b
Residual 7.136 46 .155
Total 9.420 49
a. Predictors: (Constant), Laju penjualan sapi betina, Tingkat kelahiran pedet,
Pengalaman beternak.
4. Dependent Variabel: Penurunan populasi sapi potong
(F Tabel: 2.80-4.22)

40
Berdasarkan tabel 7 memperlihatkan bahwa kolom signifikan (sig.) angka

yang ditunjukkan adalah “.005” (sangat signifikan) yang berarti memenuhi syarat

α < 0,05. Variabel independen (X1, X2, X3) berpengaruh nyata terhadap variabel

dependen (Y) yang artinya perubahan nilai pada variable dependen dapat

diprediksi melalui pengaruh variable independen.

Melihat pengaruh dari semua variabel X yaitu laju penjualan sapi betina,

tingkat kelahiran pedet dan pengalaman beternak serta variabel Y penurunan

populasi sapi potong dengan korelasi person pada nilai R hitung, R Square dan

Adjusted R Square dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 8. Model Summary


Adjusted R
Model R R Square Square Std. Error of the Estimate
1 .492a .242 .193 ,39386
a. Predictors: (Constant), Laju penjualan sapi betina, Tingkat kelahiran
pedet, Pengalaman beternak.

Berdasarkan tabel 8 bahwa nilai r menunjukkan korelasi berganda, yaitu

korelasi antara variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai r berkisar

antara 0 – 1, jika mendekati 1, maka hubungan semakin erat. Sebaliknya jika

mendekati 0, maka hubungannya semakin lemah. Berdasarkan hasil perhitungan

dengan menggunakan SPSS 20 dapat diketahui nilai r 0,492. artinya korelasi

antara variabel X laju penjualan sapi betina, tingkat kelahiran pedet dan

pengalaman beternak terhadap penurunan populasi sapi potong (Y). Berarti terjadi

hubungan yang kuat karena hampir mendekati 1. Hal ini sesuai dengan pendapat

Riduwan, (2004) bahwa koefisien korelasi nilai r jika interval koefisiennya 0,00-

0,199 maka tingkat hubungan sangat rendah, jika 0,200-0,399 dikatakan rendah,

41
0,400-0,599 dikatakan cukup, 0,600-0,799 dikatakan kuat dan 0,800-1,00

dikatakan sangat kuat.

Berdasarkan tabel di atas diperoleh angka R2 (R Square) sebesar 0,242

atau (24,2%). Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh

variabel independen (X1, X2 dan X3) terhadap variabel dependen (Y) sebesar

24,2%. Atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model (X1, X2

dan X3) mampu menjelaskan sebesar 24,4% variasi variabel dependen (Y).

F. Pengaruh Laju Penjualan Sapi Betina, Tingkat Kelahiran Pedet, dan

Pengalaman Beternak Terhadap Penurunan Populasi Sapi Potong

Pengaruh laju penjualan sapi betina, tingkat kelahiran pedet dan

pengalaman beternak pada penurunan populasi sapi potong dilakukan dengan

menggunakan Analisis Regresi Linear Berganda, dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Pengaruh Variabel X 1, X2, dan
X3, Terhadap Variabel Y.
Variabel Bebas Var. Koefisien Thitung Sig. Keterangan
Terikat Regresi
(B)
Konstanta Y 4,826 7,447 0,000
X1 Laju penjualan sapi -0,278 -2,461 0,018 Signifikan
betina
X2Tingkat kelahiran 0,084 1,514 0,137 Tdk
pedet signifikan
X3 Pengalaman 0,188 2,190 0,034 Signifikan
beternak

Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2021.

42
Keterangan: Signifikan pada α = 0,005. (T Tabel: 1.684)

Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat dari masing-masing koefisien regresi

variabel bebas, maka dapat dibentuk persamaan regresi linear berganda sebagai

berikut.

Y= a +b1X1+b2X2+b3X3

Y = 4,826 + (- 0,278)X1 + (0,084)X2 + (0,188)X3

Y = 4,826 - 0,278X1 + 0,084X2 + 0,188X3

Melihat persamaan tersebut maka dapat diketahui nilai konstanta pengaruh

laju penjualan sapi betina, tingkat kelahiran pedet dan pengalaman beternak

terhadap penurunan populasi sapi potong sebesar 4,826 atau naik turunya

penurunan populasi sapi potong dapat dijelaskan melalui variabel yang dipilih.

Hal ini menunjukkan bahwa jika nilai variabel bebas bernilai 0 atau tidak ada

maka penurunan populasi sapi potong akan bernilai 4,826.

Untuk menentukan variabel mana yang paling berpengaruh diantara semua

variabel bebas yang ada terhadap variabel terikat, maka digunakan metode analisis

yang membandingkan besar koefisien regresi antar masing-masing variabel bebas

tersebut. Dari hasil koefisien regresi masing-masing variabel bebas maka variabel

pengalaman beternak terhadap penurunan populasi sapi potong memiliki koefisien

regresi (B) yang paling tinggi yaitu 0,188.

Setelah melakukan pengujian pengaruh variabel bebas secara bersama-

sama, maka selanjutnya dilakukan pengujian pengaruh variabel bebas terhadap

variabel terikat secara sendiri-sendiri (parsial). Adapun pengujian dilakukan

dengan menggunakan uji t. pengujian ini dilakukan dengan membandingkan

antara nilai thitung variabel bebas X1 dengan ttabel atau nilai signifikansi <  = 0,05.

43
Untuk melihat pengaruh secara sendiri-sendiri masing-masing variabel bebas akan

dipaparkan sebagai berikut:

a. Pengaruh Variabel Laju Penjualan Sapi Betina (X1) Terhadap Variabel


Penurunan Populasi Sapi Potong (Y)

Berdasarkan hasil uji t yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi

peternak sebesar  (0,018) < (0,05) yang dapat disimpulkan bahwa variabel laju

penjualan sapi betina (X1) mempunyai pengaruh signifikan (nyata) terhadap

penurunan populasi sapi potong (Y).

b. Pengaruh Variabel Tingkat Kelahiran Pedet (X2) Terhadap Variabel


Penurunan Populasi Sapi Potong (Y)

Berdasarkan hasil uji t yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi norma

subyektif sebesar  (0,137) > (0,05) yang dapat disimpulkan bahwa variabel

tingkat kelahiran pedet (X2) mempunyai pengaruh tidak signifikan (tidak nyata)

terhadap penurunan populasi sapi potong (Y).

c. Pengaruh Variabel Pengalaman Beternak (X3) Terhadap Variabel


Penurunan Populasi Sapi Potong (Y)

Berdasarkan hasil uji t yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi kontrol

perilaku sebesar  (0,034) < (0,05) yang dapat disimpulkan bahwa variabel

pengalaman beternak (X3) mempunyai pengaruh signifikan (nyata) terhadap

penurunan populasi beternak (Y).

44
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa variabel laju penjualan sapi betina (X1) dan

pengalaman beternak (X3) mempunyai pengaruh signifikan (nyata) terhadap

penurunan populasi sapi potong (Y), sedangkan untuk variabel tingkat kelahiran

pedet (X2) mempunyai pengaruh tidak signifikan (tidak nyata) terhadap penurunan

populasi sapi potong (Y). Maka dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi

45
penurunan populasi sapi potong di Kelurahan Bontolerung Kecamatan

Tinggimoncong Kabupaten Gowa yaitu variabel laju penjualan sapi Betina dan

variabel pengalaman beternak.

2. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan maka saran yang dapat

dikemukakan dalam penelitian adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rekomendasi bagi pemerintah

setempat, agar peternak diberikan pengetahuan tentang tata cara beternak yang

baik sehingga peternak tersebut mampu meningkatkan populasinya.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya,

untuk meneliti tentang karakteristik peternak.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Kiat Mengatasi Permasalah Praktis. Penggemukan Sapi Potong.


Jakarta,AgroMedia Pustaka.

Amir, S. 2017. Potensi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong di Desa


Balassuka Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa. Skripsi. Jurusan
Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar,Makassar.

Ayu, G. R. A. 2018. Sapi Bali dan Pemasarannya. Warmadewa University Press,


Bali:
Bungin, Burhan. 2014. Metodologi Penelitian Kuantitatif Edisi kedua. Jakarta:
Kencana
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS
21 ipdate PLS regresi. Semarang: Universitas Diponegoro.

46
Hidayat, A. N., Saleh, K., Saragih, F. H. 2019. Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Minat dalam Mengembangkan Ternak Sapi Potong (Studi
Kasus: Nagori Tempel Jaya, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten
Simalungun). Jurnal Agribisnis Sumatra Utara, Vol. 12, No. 1.

Hendrayani, E. dan D. Febrina 2009. Analisis Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Motivasi Beternak Sapi di Desa Koto Benai
Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi. Jurnal Peternakan.
6 (2) : 53 – 62.

Lind, M. Wathen. 2014. Teknik-teknik statistika dalam bisnis dan ekonomi Edisi
15 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.

Lenzun, J.J, James D.D.M, Decky A. 2014. Pengaruh kualitas produk, harga
terhadap kepuasan pelanggan kartu prabayar Telkomsel. Jurnal EMBA.
Vol. 2, No. 3,pp. 1237-1245.

Mursidin. 2013. Analisis Keberhasilan Usaha Kemitraan Ayam Ras Pedaging


(Broiler) di Kabupaten Gowa. Thesis. Pascasarjana Universitas
Hsasanuddin, Makassar.

Ngadiyono. 2012. Beternak Sapi Potong Ramah Lingkungan. PT Intan Sejati,


Klaten.

Putra, Y. E. 2017. Struktur dan Dinamika Populasi Ternak Sapi Potong di


Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Andalas Payakumbuh.

Prasetyo, B. 2015. Analisis Keuntungan dan Strategi Pengembangan Usaha


Peternakan Sapi Potong Rakyat Perdesa Kecamatan Ampel Kabupaten
Boyolali. Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang.

Priyanti, A. Inounu, I dan N. Ilham. 2017. Pencegahan Pemotongan Sapi Betina


Produktif Melalui Tata Kelola Lembaga Korporasi Perusahaan Daerah.
Wartazoa.

Riduwan, H. Sunarto. 2014. Pengantar statistika untuk penelitian pendidikan,


sosial, ekonomi, komunikasi dan bisnis. Bandung: Aflabeta.

Riduwan, 2004. Statistika untuk Lembaga dan Instansi Pemerintah /


Swasta, Bandung. Alfabeta, hal 218.

Riady. M. 2004. Tantangan dan Peluang Peningkatan Produksi Sapi Potong


menuju 2020. Prosiding Lokakarya Nasional Sapi Potong. Yogyakarta, 8-
9 Okt 2004. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

47
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hlm 3-6. Rumah Tangga
Tani Berdasarkan Tipologi Wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Disertasi S3. Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. Rumah Tangga
Tani Berdasarkan Tipologi Wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Disertasi S3. Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.

Ridho, R. 2020. Dinamika Populasi Ternak Sapi Bali di Kecamatan XIII Koto
Kampar Kabupaten Kampar. Skripsi. Program Studi Peternakan Fakultas
Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau, Pekanbaru.

Sari, AI., S.H. Purnomo., dan E.T. Rahayu. 2009. Sistem Pembagian Kerja, Akses
dan Kontrol Terhadap Sumber Daya Ekonomi Dalam Keluarga Peternak
Rakyat Sapi Potong di Kabupaten Grobogan. Jurnal Sains Peternakan, 7
(1). pp. 18-26. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Soewito, Yudhi. 2013. Kualitas produk, merek dan desain pengaruhnya terhadap
kepu usan pembelian sepeda motor Yamaha Mio. Jurnal EMBA. Vol. 1,
No. 3, pp. 218-229.

Syam, J. 2013. Ilmu Dasar Ternak Potong. Alauddin University Press. Makassar-
Gowa.

Saputra, H. Daryanto, A. Hendrawan, D. S. 2009. Strategi Pengembangan Ternak


Sapi Potong Berwawasan Agribisnis di Provinsi Aceh. Jurnal Manajemen
dan Agribisnis, Vol. 6 No. 2 Oktober.

Shihab, Quraish. 2002. Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Tafsir Al-
Mishbah. Lentera Hati. Jakarta.

Siregar, S.B. 2007. Penggemukan Sapi PO. Cetakan 14. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Sugeng. Y. B. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Subhubdy, Happy Porwoto, I.B. Dania, Imran, Sofyan Dh, S.H. Dilaga, dan M.
Muhzi, 2005. Profil Dan Potensi Kerbau Sumbawa Di Propinsi Nusa
Tenggara Barat “Suatau Rekaman Pendahuluan Data Dasar Kerbau
Lokal”. Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Mataram.

Susetyorini dan Muzammil, A. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Meningkatnya Pendapatan Masyarakat Peternak Sapi Potong di Desa
Bolo-Kecamatan Ujungpangkah. Jurnal Fakultas Ekonomi, Vol 3, No. 1.

48
Utami, U.E. 2015. Struktur Populasi Sapi Bali di Peternakan Rakyat Kelurahan
Sapaya Kabupaten Gowa. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin, Makassar.

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian

KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN
POPULASI SAPI POTONG DI KELURAHAN BONTOLURENG
KECAMATAN TINGGIMONCONG KABUPATEN GOWA

SAHARUDDIN
NIM: 60700114041

I. Identitas Responden
a. Nama Responden :
b. Umur :

49
c. Jenis Kelamin :
d. Pendidikan Terakhir :
e. Pekerjaan
a. Utama :
b. Sampingan :
II. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Populasi
Sapi Potong.
a. Pertanyaan Dasar
A. Sejak kapan anda memulai beternak sapi potong?
Jawab :.............................
B. Apa alasan anda beternak sapi potong?
Jawab:............................................................
...........................
C. Selama beternak apakah ada ternak anda yang mati?
Jawab:............................................................
...........................

D. Apakah ada penurunan populasi ternak anda?


Jawab :...................................
E. Selama beternak sapi potong resiko apa yang anda alami?
Jawab :....................................
6. Berapa jumlah ternak anda pada saat awal beternak dan
saat ini ?
Jawab :………………………

b. Keinginan peneliti untuk mendapatkan informasi mengenai faktor-


faktor yang mempengaruhi penurunan populasi sapi potong.
i. Petunjuk pengisisan
a. Pertanyaan pada bagian ini menyediakan jawaban dengan
kode 1 sampai 5. Setiap responden hanya diberi kesempatan
memilih satu jawaban. Adapun makna angka adalah :
Sangat Setuju : 5
Setuju : 4
Ragu-ragu : 3
Kurang Setuju : 2
Tidak Setuju : 1
ii. Mohon berikan tanda (√) pada jawaban yang anda pilih
Penurunan Populasi Sapi Potong (Y)
NO. Jawaban

50
Pernyataan Sangat Setuj Ragu Kurang Tidak
Setuju u - Setuju Setuju
ragu
5 4 3 2 1
1. Jumlah awal beternak
sapi potong sampai
saat ini belum
berkembang sesuai
harapan
2. Kepemilikan sapi
betina produktif
masih sedikit di
peternak
3. Kepemilikan sapi
jantan dewasa masih
sedikit di peternak
4. Tanggapan dalam
kesediaan pelayanan
inseminator yang
baik

Laju Penjualan Sapi Betina (X1)


NO. Jawaban
Pernyataan Sangat Setuj Ragu Kurang Tidak
Setuju u - Setuju Setuju
ragu
5 4 3 2 1
1. Keinginan menjual
ternak saat
melakukan perayaan
2. Keinginan menjual
ternak untuk
kebutuhan hidup
3. Keinginan menjual
ternak untuk
kebutuhan sekolah
anak-anak
4. Keinginan menjual
ternak untuk membeli
motor, mobil atau HP

51
Tingkat Kelahiran pedet (X2)
NO. Jawaban
Pernyataan Sangat Setuj Ragu Kurang Tidak
Setuju u - Setuju Setuju
ragu
5 4 3 2 1
1. Keinginan
meningkatkan
kelahiran pedet
setiap tahun
2. Keinginan mengetahui
jarak kelahiran
pedet yang baik
3. Kepemilikan kandang
khusus pedet yang
baik
4. Keinginan terhadap
harga semen yang
disesuaikan
kualitasnya

Pengalaman Beternak (X3)


NO. Jawaban
Pernyataan Sangat Setuj Ragu Kurang Tidak
Setuju u - Setuju Setuju
ragu
5 4 3 2 1
1. Kewajiban memahami
pengetahuan tentang
pemeliharaan ternak
2. Kewajiban peternak
memahami tentang
pemberian vitamin &
obat-obatan.
3. Kewajiban peternak
memahami tentang
pemberian pakan
hijauan &
konsentrat.
4. Pengetahuan peternak

52
dalam mendeteksi
birahi

Lampiran 2. Data Responden Peternak Sapi Potong di Kelurahan Bontolerung

No Nama Umur Jenis Pendidikan Pekerjaan


(thn) Kelamin
1 Dg. Rahimi 70 Laki laki SD Petani/peternak
2 Dg. Ninri 55 Laki laki SD Petani/peternak
3 Dg. Ismail 40 Laki laki SMP Petani/peternak
4 Ruslan 52 Laki laki SMP Petani/peternak
5 Ruma 49 Laki laki SD Petani/peternak
6 Jumain 50 Laki laki SD Petani/peternak
7 Syarifuddin 32 Laki laki SMA Petani/peternak
8 Suardi 25 Laki laki SMA Petani/peternak
9 Jamudin 47 Laki laki SD Petani/peternak
10 Rallu 70 Laki laki - Petani/peternak
11 Dg. Tiro 60 Laki laki SD Petani/peternak
12 Dg. Nuru 72 Laki laki - Petani/peternak
13 Dahlan 50 Laki laki SD Petani/peternak
14 Dg. Sila 68 Laki laki - Petani/peternak
15 Sulaiman 60 Laki laki SD Petani/peternak
16 Azis Wandi 59 Laki laki SMP Petani/peternak
17 Majid Sebo 80 Laki laki - Petani/peternak
18 Naid Juna 66 Laki laki SMP Petani/peternak
19 Dg. Baco 77 Laki laki - Petani/peternak
20 Dg. Mona 68 Laki laki SD Petani/peternak
21 Dg. Sattu 50 Laki laki SD Petani/peternak
22 Rizaldi 25 Laki laki SMA Pedagang/peternak
23 Dg. Raba 78 Laki laki - Petani/peternak
24 Dg. Ganing 61 Laki laki SD Petani/peternak
25 Dg. Mara 60 Laki laki SD Petani/peternak
26 Dg. Lasa 76 Laki laki - Petani/peternak
27 Dg. Sondeng 63 Laki laki SD Petani/peternak
28 Yusuf 51 Laki laki SMP Petani/peternak
29 Dg. Depu 55 Laki laki - Petani/peternak
30 Saleh 53 Laki laki SMP Petani/peternak
31 Muhdar 42 Laki laki SD Petani/peternak
32 Daud 27 Laki laki SD Petani/peternak

53
33 Ismail 43 Laki laki SMP B.Bangunan/Peternak
34 Dg. Lassang 60 Laki laki SD Petani/peternak
35 Dg. Lurang 60 Laki laki - Petani/peternak
36 Rudi 37 Laki laki - Petani/peternak
37 Dg. Sewang 60 Laki laki - Petani/peternak
38 Hendrayadi 25 Laki laki SMA Pedagang/Peternak
39 Armin 23 Laki laki SMA Petani/peternak
Syaputra
40 Dg. Minggu 70 Laki laki SD Petani/peternak
41 Dg. Camangi 53 Laki laki SD Petani/peternak
42 Dg. Juma 54 Laki laki - Petani/peternak
43 Dg. Sattu 55 Laki laki - Petani/peternak
44 Aris 60 Laki laki SD Petani/peternak
45 Dg. Nurung 39 Laki laki - Pedagang/Peternak
46 Mansyur 52 Laki laki SD Petani/peternak
47 Daud 71 Laki laki SD Petani/peternak
48 Dg. Sewang 48 Laki laki SMP Petani/peternak
49 Halim 51 Laki laki SMA Wirausaha
50 Syamsuddin 42 Laki laki SD Petani/peternak

Lampiran 3. Hasil Output Data Menggunakan SPSS 20.

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N


Penurunan Populasi 4,5400 ,43846 50
Laju penjualan sapi betina 4,5200 ,50467 50

Tingkat Kelahiran pedet 3,1850 1,03240 50


Pengalaman beternak 3,7600 ,65652 50

Correlations

Laju Tingkat
Penurunan penjualan Kelahiran Pengalaman
Populasi sapi betina pedet beternak
Pearson Correlation Penurunan 1,000 -,350 ,259 ,282
Populasi
Laju penjualan sapi -,350 1,000 -,169 ,015
betina
Tingkat Kelahiran ,259 -,169 1,000 ,029
pedet

54
Pengalaman ,282 ,015 ,029 1,000
beternak
Sig. (1-tailed) Penurunan ,006 ,034 ,024
Populasi
Laju penjualan sapi ,006 ,121 ,459
betina
Tingkat Kelahiran ,034 ,121 ,420
pedet
Pengalaman ,024 ,459 ,420
beternak
N Penurunan 50 50 50 50
Populasi
Laju penjualan sapi 50 50 50 50
betina

Tingkat Kelahiran 50 50 50 50
pedet
Pengalaman 50 50 50 50
beternak

Model Summaryb

Change Statistics
Adjusted Std. Error R
R R of the Square F Sig. F Durbin-
Model R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change Watson
1 .492a ,242 ,193 ,39386 ,242 4,908 3 46 ,005 1,374
a. Predictors: (Constant), Pengalaman beternak, Laju penjualan sapi betina, Tingkat Kelahiran pedet
b. Dependent Variable: Penurunan Populasi

Coefficientsa

Unstandardized Standardized Collinearity


Coefficients Coefficients Correlations Statistics
Std. Zero-
Model B Error Beta T Sig. order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant) 4,826 ,648 7,447 ,000
Laju -,278 ,113 -,320 - ,018 -,350 -,341 -,316 ,971 1,030
penjualan 2,461
sapi betina
Tingkat ,084 ,055 ,197 1,514 ,137 ,259 ,218 ,194 ,970 1,030
Kelahiran
pedet
Pengalaman ,188 ,086 ,281 2,190 ,034 ,282 ,307 ,281 ,999 1,001
beternak
a. Dependent Variable: Penurunan Populasi

Collinearity Diagnosticsa

Model Eigenvalue Condition Variance Proportions

55
Index Laju
penjualan Tingkat
sapi Kelahiran Pengalaman
(Constant) betina pedet beternak
1 1 3,896 1,000 ,00 ,00 ,01 ,00
2 ,077 7,113 ,00 ,02 ,88 ,04
3 ,022 13,334 ,02 ,16 ,00 ,84
4 ,005 28,422 ,97 ,82 ,11 ,13
a. Dependent Variable: Penurunan Populasi

56
57
58
(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Camangi)

(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Nuhung)

59
(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Saleh)

(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Aris)

60
(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Rizaldi)

(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Mansyur)

61
(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Sattu dan Bapak Juma)

(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Rahimi)

62
(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Ismail)

(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Syamsuddin)

63
(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Rudi)

64

Anda mungkin juga menyukai