Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Peternakan
Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi
Uin Alauddin Makassar
Oleh
SAHARUDDIN
NIM: 60700114041
i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Nama : Saharuddin
Nim : 60700114041
Kabupaten Gowa
benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia
merupakan duplikat, tiruan, plagiat, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan
Penulis
Saharuddin
i
PENGESAHAN SKRIPSI
UIN Alauddin Makassar telah diuji dalam sidang munaqasyah pada hari …
tanggal …. 2021, dinyatakan dan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
DEWAN PENGUJI
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
bahwa Skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat disetujui
Pembimbing I Pembimbing II
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah swt atas berkah, rahmat dan
skripsi ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
Terkhusus kepada kedua orang tua saya yaitu Ibunda Hasniah dan
Ayahanda Sangkala yang selalu menjadi alasan utama untuk terus bergerak maju
demi meraih impian. Terima kasih atas doa dan curahan kasih sayang dengan
sepenuh hati kepada saya sejak kecil, hingga dapat menyelesaikan skripsi sebagai
salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana S.Pt. Tak henti-hentinya ucapan
terima kasih atas dukungan yang diberikan baik moril maupun materil. Semoga
Terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Ibu Astati,
S.Pt., M.Si. sebagai pembimbing I dan Bapak Mursidin, S.Pt., M.Si. sebagai
pembimbing II saya yang telah mendidik dan membimbing saya serta meluangkan
iv
waktunya untuk memberikan petunjuk, arahan dan ilmu mulai dari awal
Terima kasih tak terhingga pula saya ucapkan kembali kepada kepada Ibu
Astati, S.Pt., M.Si. selaku Penasehat Akademik saya yang telah mendidik dan
memberikan nasehat kepada saya muali dari awal masuk kuliah hingga sekarang
ini.
Alauddin Makassar.
2. Bapak Prof. Dr. H Muh Khalifah Mustami. S.Ag., M.Pd. selaku Dekan
Makassar, Ibu Sjamsiah, S.Si., M.S., Ph.D. selaku wakil dekan 1 bidang
Akademik Fakultas Sains dan Teknologi, Ibu Dr. Fatmawati Nur, S.Si.,
v
M.Si. selaku wakil dekan 2 bidang Administrasi Fakultas Sains dan
Teknologi serta Bapak Dr. Muh Anshar Abubakar, S.Pt., M.Si. selaku
3. Bapak Dr. Muh. Nur Hidaat., M.P sebagai Ketua Jurusan Ilmu
Alauddin Makassar dan Ibu Dr. Hj. Jumriah Syam, S.Pt., M.Si selaku
4. Ibu Andi Afriana, S.E. selaku Staf Jurusan Ilmu Peternakan yang telah
Wassalamu AlaikumWr. Wb
Penulis
Saharuddin
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
ABSTRAK
Nama : Saharuddn
Nim : 60700114041
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penurunan
Populasi Sapi Potong di Kelurahan Bontolerung
Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
faktor-faktor produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja dan juga modal untuk
menghasilkan produk peternakan. Sapi potong merupakan salah satu ternak yang
dapat diandalkan sebagai penyedia daging. Hal ini tentunya merupakan hal yang
protein hewani bagi masyarakat berarti juga harus meningkatkan produksi bahan
Peluang usaha berternak sapi potong sangat menjanjikan karena dengan melihat
disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kompos, biogas, kulit,
1
para pelaku agribisnis dan pemerintah dalam rangka menyerap sapi siap potong
untuk memenuhi kebutuhan daging nasional maupun daerah. Para peternak lokal
yang masih mengandalkan pola tradisional tersebut biasanya menjual sapi ketika
pendidikan, biaya pernikahan anak dan lain-lain), sehingga pihak penyerap sapi
siap potong tidak bisa mengandalkan dari pola peternakan tradisional tersebut.
permasalahan utama pada bisnis sapi potong adalah penurunan populasi yang
terus menerus terjadi penurunan setiap tahunnya, program yang selama ini
2020 mengalami penurunan, hal ini diperoleh langsung dari data sensus
2016 jumlah ternak sapi potong sebanyak 191 ekor termasuk pedet, induk jantan
dan betina sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 168 ekor, 2018 sebanyak 135
ekor, 2019 sebanyak 109 ekor dan 2020 tersisa 69 ekor induk jantan dan betina.
2
Dari hasil survey awal didapatkan hasil wawancara terkait permasalahan yang
peternak adalah seringnya dilakukan penjualan sapi betina, tingkat kelahiran pedet
yang rendah serta pengalaman beternak yang masih kurang efektif dalam
Gowa”.
B. Rumusan Masalah
penelitian ini adalah apakah faktor laju penjualan sapi betina, tingkat kelahiran
C. Tujuan Penelitian
3
D. Kegunaan Penelitian
peneliti, peternak dan masyarakat umum mengenai faktor apa saja yang
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
yang dapat memberikan manfaat pada kehidupan manusia sejak zaman dahulu
kala. Secara turun temurun hewan ternak ini dipelihara oleh manusia sehingga
dapat diambil manfaatnya baik berupa daging, susu dan kulit maupun hasil ikutan
dan sebagai hewan Qurban semuanya hanya untuk kemaslahatan manusia, hal ini
sesuai dengan firman Allah swt dalam QS. Surah Al-An’am 6:142
َ َٰ ش أي
ط ۚ ِن إِنَّهۥُ لَ ُك أم َّ ت ٱل
ِ ط َٰ َو َّ َومِنَ أٱۡل َ أن َٰعَ ِم َح ُمولَ ٗة َوفَ أر ٗش ۚا ُكلُواْ ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم
ُ ٱَّللُ َو ََل تَتَّبِعُواْ ُخ
ين ّٞ ُّو ُّم ِبٞ عد
َ
Terjemahnya:
“Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan
dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang telah diberikan
Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (Kementrian
Agama RI 2012).
ternak, yaitu unta, sapi, domba dan kambing yang sangat banyak buat kamu antara
lain, sebagai alat pengankuatan barang-barang berat kamu dan ada juga yang
kamu manfaatkan bulu dan rambutnya sebagai alas. Makanlah sebagai rezki yang
halal yang telah dianugerahkan Allah kepada kamu dan jaganlah kamu mengikuti
langkah-lagkah syaitan dalam segala hal termasuk menghalalkan yang haram atau
5
sebaliknya. Sesungguhnya ia terhadap kamu adalah musuh yang nyata
ternak itu benar-benar terdapat pelajaran yang sangat penting bagi manusia yang
dapat diambil manfaatnya berupa daging, susu, kulit dan hasil ikutan lainnya. Di
pengetahuan, dalam ilmu nutrisi peternakan dapat dikaji mengenai rumput yang
dimakan atau dikonsumsi oleh binatang ternak, setelah dikunyah akan didorong
masuk ke dalam perut, kemudian akan bercampur dengan darah dan berbagai
mikroba lainnya, lewat kekuasan Allah swt, maka makanan yang dimakan berupa
memberikan minum untuk manusia dari apa yang ada dalam perutnya berupa susu
yang bersih sudah dipisahkan dari benda bernajis diantara darah dan feses.
Keberadaan ternak dengan corak warna dan ciri-ciri fisik yang berbeda-
beda merupakan sifat alamiah dari Allah swt, hal ini tercantum dalam Q.S Al-
Fathir 35:28
◆
➔◆ ◆◆
◆❑ ⧫➔
⬧ ☺
◼⧫
→⬧☺◼➔
❑→ ⧫
6
Terjemahnya :
Yang dimaksud ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui
menjelaskan tentang bianatang ternak yakni unta, sapi dan domba. Bermacam-
macam bentuk, ukuran, jenis dan warnanya, yakni seperti keragaman tumbuhan
maknanya oleh ilmuan.Kata kadzalika dipahami oleh banyak ulama dalam arti
seperti keragaman itu juga terjadi pada makhluk-makhluk hidup itu.Ada juga
pernyataan berikutnya yang maknanya adalah yang takut kepada Allah dari
manusia yang berbeda-beda warnanya itu hanyalah para ulama atau cendikiawan
(Shihab, 2002).
tinggi, daya dukung lahan ( pakan ) yang terbatas dan kualitas pakan rendah serta
7
faktor penyakit. hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam Q.S Al- Baqarah
2:164
Terjemahnya :
Pada ayat di atas dapat dikatakan Penyebab naik turunnya jumlah populasi
perpindahan.
8
B. Ternak sapi potong
Sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang sejak dahulu kala
sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya
dari luar Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan dibudidayakan lama sekali
di Indonesia, sehingga telah mempunyai ciri khas tertentu. Bangsa sapi potong
asli Indonesia hanya sapi Bali (Bos Sondaicus), sedangkan yang termasuk sapi
lokal adalah sapi Madura dan sapi Sumba Ongole (SO). Dalam perkembangannya
muncul sapi sapi yang dapat dipelihara dan dikembangbiakkan dengan baik oleh
peternak seperti Jenis Simental, Peranakan Ongole (PO), Brahman, Sapi PFH
Fillum : Chordata
Subfillum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Sub kelas : Theria
Ordo : Artiodactyla
Subordo : Ruminantia
Famili : Bovidae
Genus : Bos
Spesies : Bos Sondaicus (Bos Banteng), Bos Indicus
(Sapi Zebu), Bos Taurus (sapi eropa).
Menururt Sugeng (2003), bahwa ternak sapi potong adalah jenis ternak
9
untuk manusia terutama daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti kulit,
pupuk dan tulang. Sapi termasuk dalam genus Bos, mempunyai teracak/jari genap,
berkaki empat, tanduk berongga, dan memamahbiak. Sapi juga termasuk dalam
kelompok Taurine, termasuk di dalamnya Bos Taurus (sapi yang tidak memiliki
antara lain Simmental, Limosin, Angus, Hereford, Shorthorn, Santa Gertrudis, dan
Beefmaster. Sapi yang didatangkan dari India: Brahman dan Ongole. Sementara
sapi lokal Indonesia adalah sapi Bali, sapi Madura, dan sapi PO (Peranakan
Ongole). Jenis sapi yang terpopuler di Indonesia adalah sapi PO dan sapi bali.
menyusui anak, ukuran badan, pertambahan berat badan, dan sifat-sifat lain yang
Sapi potong adalah sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena
daging yang cukup baik. Sapi-sapi inilah yang umumnya dijadikan sebagai sapi
diperoleh pertambahan berat badan yang ideal untuk dipotong, pemilihan bakalan
yang baik menjadi langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan usaha.
Salah satu tolak ukur penampilan produksi sapi potong adalah pertmbahan berat
10
Sapi potong merupakan salah satu ternak yang dipelihara dengan tujuan
utama sebagai penghasil daging. Ciri-ciri sapi potong memiliki tubuh besar,
Menurut Amir (2017), Suplai protein asal ternak terutama daging sapi
konsumsi masyarakat, sehingga kebijakan impor daging dan sapi hidup masih
6,5 kg/kapita/tahun, yang berasal dari daging sapi hanya sebesar 1,7
peningkatan permintaan akan produk asal ternak meningkat dengan sangat pesat.
Namun peningkatan konsumsi protein hewani yang membaik ini belum dapat
diantisipasi dengan suplai protein asal ternak yang memadai. Pada kenyataannya
sumber daging di Indonesia berasal dari daging ayam (62%), daging sapi dan
11
Sapi potong mempunyai fungsi sosial yang penting di masyarakat
masih dalam skala kecil dengan sistem pemeliharaan yang dikandangkan (semi
intensif) dipandang lebih efisien. Pada malam hari ternak dikandangkan dan siang
hari ternak dilepaskan, sehingga pemberian pakan tidak terlalu rutin dilakukan di
kandang, tetapi ternak dibiarkan mencari rumput sendiri pada siang hingga sore
hari dan pada malam hari pemberian pakan hijauan diberikan di dalam kandang
sebagai pakan ternak dimalam hari (Siregar dalam Hidayat dkk, 2019).
sapi potong rakyat dilihat dari sistem pemeliharaannya terbagi kedalam dua pola,
yaitu yang berbasis lahan (landbase) dan yang tidak berbasis lahan (non
berikut:
yang tidak dapat digunakan sebagai lahan pertanian, sehingga pakan ternak hanya
(2) Pola ini umumnya terdapat di wilayah yang tidak subur, sulit air,
bertemperatur tinggi, dan jarang penduduk seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa
12
(3) Teknik pemeliharaan dilakukan secara tradisional, kurang mendapat sentuhan
teknologi.
(4) Pengusahaan tidak bersifat komersial, tetapi cenderung bersifat sebagai simbol
status sosial. Dilain pihak, pola pemeliharaan yang bersifat non landbase memiliki
pakan ternak.
Jawa, Sumatera, dan ada pula sebagian di NTB, Kalimantan, dan Sulawesi.
Selain itu perlu dioptimalkan juga upaya pola pembibitan (breeding) yang
13
pengembangan usaha peternak dari sistem tradisional menjadi industri
jantan betina dan umur seperti kategori anak, kategori muda, kategori dewasa dan
pertambahan populasi daerah itu sendiri. Struktur populasi ternak sapi potong
perbandingan jantan dan betina diusahakan 1:8 hingga 10 ekor. Ternak jantan 1
ekor dengan kualitas genetik yang baik dikawinkan dengan 8-10 ekor induk ternak
dapat mempercepat umur berahi ternak hingga 1 tahun dan memperkecil tingkat
termasuk tinggi, tetapi kalau tidak tersebar secara merata pada berbagai daerah
maka sulit mendapatkan sapi tersebut, terutama pada daerah-daerah yang jauh dari
lokasi penyebarannya. Oleh karena itu, indikator penyebaran ini perlu dimasukkan
14
semakin tinggi populasi suatu jenis ternak akan semakin mudah mendapatkan
Indonesia saat ini 40% berada di Pulau Jawa dengan kepemilikan 1-2 ekor per
orang peternak. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya populasi ternak
tersebut. Populasi ternak dinyatakan sebagai jumlah ternak yang hidup pada suatu
wilayah pada periode waktu tertentu dan biasanya dinyatakan dalam tahun.
antara lain: banyaknya pemotongan, kematian ternak, ekspor ternak, dan tinggi
kuantitatif populasi yang akan berubah sepanjang waktu. Perubahan status ini
rendahnya tingkat reproduksi ternak, dan teknik serta metode praktik peternakan
akan panik sehingga tidak ada pilihan kecuali menjual ternaknya yang produktif,
apalagi yang dijual adalah ternak betina yang bunting, tingginya ternak yang
15
diperdagangkan di pasar hewan karena dijual oleh masyarakat keluar daerah dari
setelah melihat pedet, jantan dewasa maupun betina dewasa yang akan dibeli,
pedet membuka harga bagi sapi yang akan dijual kemudian akan terjadi proses
akan menentukan harga yang tinggi apabila pedet yang dijual mempunyai kualitas
yang bagus dilihat dari jenis kelamin, umur, dan ukuran badan. Pada penelitan ini
rata-rata pedet yang terjual mempunyai umur 6 – 8 bulan dan memiliki variasi
pengurangan populasi sapi betina produktif, maka Dinas Kesehatan hewan dan
dampak yang ditimbulkan dari pemotongan sapi betina dan juga perlu dilakukan
dan ditingkatkan yang diikuti oleh peningkatan populasi dan produktivitas ternak
sapi potong.
16
Pemotongan betina produktif merupakan salah satu faktor yang
dijadikan ternak potong dan setiap orang dilarang menyembelih ternak ruminansia
kecil betina produktif atau ternak ruminansia produktif. Selain itu pemotongan
sehingga tidak ada jaminan bahwa ternak sapi yang dipotong bukan betina
produktif.
performa sapi. Oleh sebab itu, perlu adanya peningkatan produktifitas sapi melalui
adalah jumlah anak yang lahir per tahun dibagi dengan jumlah betina dewasa atau
populasi dikali 100%. Penurunan angka kelahiran atau penurunan populasi ternak
terutama dipengaruhi oleh efesiensi reproduksi atau kesuburan yang rendah atau
17
Selain itu berbagai masalah yang menghambat pencapaian populasi
Dari total impor sapi hidup yang dilakukan oleh para pengusaha penggemukan
sekitar 30% ternyata terdapat sapi betina yang produktif yang masih bisa
dikembangkan lebih lanjut atau berproduksi. Kondisi peternakan sapi PO saat ini
populasi tidak seimbang dengan kebutuhan nasional, sehingga terjadi impor sapi
tinggi dibandingkan sapi Eropa yang hanya 60%. Kerakteristik reproduksi antara
tingkat kematian kelahiran anak sapi hanya 3,65%, persentase kelahiran 83,4%
sapi dapat dilakukan dengan cara, yaitu pasture mating (perkawinan alami tanpa
campur tangan manusia), dan hand mating (perkawinan buatan), dapat dilakukan
dua cara pula yaitu dengan mencampurkan betina yang sedang birahi dikandang
sapi jantan, atau dengan inseminasi Buatan (IB). Inseminasi Buatan (IB) adalah
ternak sapi potong melalui bibit, dapat dilakukan dengan beberapa cara,
18
diantaranya kawin silang dengan mencari pejantan dari bangsa sapi terpilih,
kelahiran hidup. Periode yang sangat peka terhadap berbagai faktor dan dapat
menimbulkan kematian adalah masa menyusui yaitu sebelum pedet berumur tiga
oleh umur induk, pengaruh jenis kelamin, berat lahir dan pengaruh makanan.
terutama dalam menekan angka kematian pedet sapi PO sebesar 10-80%. Hasil
penelitian lainnya diperoleh kematian pedet sebesar 7,33% dan lebih rendah lagi
sebesar 7,26% pada lokasi yang sama memperoleh terhadap kelahiran atau sebesar
cukup baik yakni bisa menghasilkan satu anak satu tahun dengan memperoleh
calving interval yakni 14-15 bulan. Berbagai jenis penyakit yang sering terjangkit
pada sapi berupa penyakit menular dapat menimbulkan kerugian yang besar bagi
peternak dari tahun ke tahun, ribuan ternak sapi menjadi korban penyakit.
Beberapa jenis penyakit yang sering terjadi pada sapi PO adalah anthrax (radang
limpa), penyakit ngorok, penyakit mulut dan kuku, penyakit radang paha,
penyakit Bruccellosis (keguguran menular), kuku busuk, cacing hati, cacing perut,
dan lain-lain.
19
Menurut Setiwan (2017), dalam Ridho (2020), bahwa pemeliharaan ternak
sapi yang dijumpai didaerah daerah masih banyak menggunakan cara tradisional
karena campur tangan manusia dan teknologi yang digunakan masih minim,
kematian terutama anak yang baru lahir. Tingkat mortalitas pedet di Indonesia
G. Kerangka Pemikiran
potong di Sulawesi Selatan, hal ini disebabkan karena tingkat populasi sapi
sehingga mereka dengan terpaksa menjual sapi betina demi memenuhi kebutuhan
ekonomi.
Hal serupa pun dialami peternak sehingga terjadi penurunan populasi yaitu
variabel penelitian, maka perlu suatu kerangka pemikiran yang berlandaskan pada
20
faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan populasi sapi potong dalam
penelitian ini adalah laju penjualan sapi betina produktif, tingkat kelahiran pedet,
H. Hipotesis
I. Penelitian Terdahulu
21
penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman berpengaruh terhadap minat warga
peternak, dan umur peternak tidak berpengaruh terhadap minat warga dalam
Curio Kabupaten Enrekang yaitu lahan untuk pakan sedikit dengan skor 87 berada
pada rangking 1, modal sedikit dengan skor 93 dengan rangking 2, tenaga kerja
tidak ada dengan skor 136 rangking 3, pejantan sedikit dengan skor 166 rangking
Penelitian Ermi Ulia Utami (2015), dengan judul Struktur Populasi Sapi
dengan 22 ekor, pembelian sebesar 13% setara dengan 15 ekor, kematian 21,3%
setara dengan 23 ekor, pemotongan 13,9% setara dengan 15 ekor dan penjualan
37,2% setara dengan 40 ekor. Dinamika populasi kurun waktu 2010, 2011 dan
2015 dan mutasi ternak tetap dipertahankan maka dapat diestimasi populasi sapi
22
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Jenis Penelitian
yang menjelaskan mengenai variabel yang telah ditentukan yaitu laju penjualan
23
Populasi merupakan seluruh peternak sapi potong dilokasi penelitian yang
Sampel adalah bagian dari populasi. Populasi dalam penelitian ini hanya
menggunakan metode sampel jenuh yaitu teknik pengambilan sampel bila seluruh
populasi digunakan sebagai sampel, hal ini dilakukan apabila jumlah populasi
relatif kecil.
D. Variabel Penelitian
24
A. Variabel
Dependent (Y)
1. Penurunan Skala kepemilikan a. Jumlah ternak pada awal
Populasi Sapi ternak sapi potong sampai dengan saat ini
Potong b. kepemilikan sapi betina
produktif
c. Kepemilikan ternak sapi
jantan dewasa.
d. Kesediaan pelayanan
B. Variabel inseminator
Independen (X)
1. Laju penjualan Kebutuhan peternak a. Penjualan saat melakukaan
sapi betina perayaan.
produktif (X1) b. Penjualan untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
c. Penjualan untuk memenuhi
kebutuhan sekolah anak-anak.
d. Penjulan untuk memenuhi
kebutuhan sekunder (motor,
mobil, dan handpone).
1. Kualitatif
25
Data kualitatif adalah data dari penjelasan kata vertbal tidak dapat
2. Kuantitatif
atau dihitung secara langsung sebagai variabel angka atau bagian. Variabel
1. Data primer
Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari peternak sapi
ditentukan.
2. Data sekunder
26
1. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung
Bontolureng.
G. Analisis Data
sebab akibat antara variabel dependen dan variabel Independen (Koncoro 2001,
dalam Mursidin 2013), yang dapat dinotasikan secara fungsional sebagai berikut:
Y= a +b1X1+b2X2+b3X3+e………1)
Keterangan :
a = Konstanta
e = Kesalahan pengganggu
pengukuran dengan menggunakan skala Likert. Hal ini sesuai pendapat Riduwan
27
(2008), bahwa skala Likert digunakan untuk mengukur nilai dari tanggapan
seseorang maupun kelompok tentang kejadian atau gejala sosial yang terjadi.
Setiap jawaban dihubungkan dengan nilai skor yang telah ditentukan sebagai
berikut:
Ragu-ragu. = 3
Sedang. = 2
Kurang. = 1
dengan baik atau tidak. Uji Multikolinieritas menurut Ghozali (2013), menguji
model regresi adanya kolerasi antar variabel bebas, karena seharusnya tidak boleh
terjadi korelasi antar variabel bebas. Dapat dilihat dari nilai variance inflation
factor (VIF), jika VIF >10 dan Tolerance <0.10 maka terjadi multikolinieritas. Uji
untuk mengukur seberapa besar hubungan variabel bebas dan variable terikat
secara parsial. Jika nilai mendekati 1, maka hubungan variabel bebas terhadap
bebas dan terikat dengan nilai R2 antara 0-1. Jika nilai mendekati 1 yang berarti
28
(2014), uji F adalah perbandingan serempak dari beberapa rata-rata populasi.
Riduwan & Sunarto (2014), jika nilai Sig. F <0,05, artinya variabel bebas secara
Parsial (Uji t) menurut Riduwan & Sunarto (2014), menyatakan bahwa uji t
digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara
parsial. Nilai Sig. t adalah <0,05, yang berarti bahwa variabel bebas secara
terikat.
G. Konsep Operasional
2. Penurunan sapi potong yaitu berkurangnya jumlah ternak sapi potong yang
pedet.
yang dialami oleh seluruh induk sapi dalam satu tahun/periode melahirkan
di Kecamatan Bontolerung.
Kelurahan Bontolerung.
29
BAB IV
30
Wilayah administrasi Kabupaten Gowa terdiri dari 18 kecamatan dan 167
Desa/Kelurahan dengan luas sekitar 1.883,33 km2 atau sama dengan 3,01 persen
dari luas wilayah Propinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Gowa berada pada
119.3773° Bujur Barat dan 120.0317° Bujur Timur, 5.0829342862° Lintang Utara
dan 5.577305437° Lintang Selatan. Kabupaten yang berada di daerah selatan dari
besar merupakan dataran tinggi yaitu sekitar 72,26 persen. Ada 9 wilayah
Bantaeng.
Bungaya dan Tompobulu. Kabupaten Gowa dilalui oleh banyak sungai yang
cukup besar yaitu ada 15 sungai. Sungai dengan luas daerah aliran yang terbesar
dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Biasanya musim
kemarau dimulai pada Bulan Juni hingga September, sedangkan musim hujan
31
dimulai pada Bulan Desember hingga Maret. Keadaan seperti itu berganti setiap
setengah tahun setelah melewati masa peralihan, yaitu Bulan April hingga Mei
Curah hujan disuatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim,
keadaan geografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah
curah hujan beragam menurut bulan dan letak suatu wilayah. Curah hujan
tertinggi yang dipantau oleh beberapa stasiun/pos pengamatan terjadi pada Bulan
Januari yang mencapai rata-rata 1.182 mm, sedangkan curah hujan terendah pada
B. Kondisi Pertanian
produksi padi (padi sawah dan padi ladang) yang terus mengalami kenaikan setiap
Sedangkan tanah sawah meliputi sawah yang berpengairan baik secara teknis
maupun sederhana, sawah tadah hujan dan sawah pasang surut digunakan untuk
40,47 persen dari luas keseluruhan merupakan sawah non irigasi dan 59,53 persen
C. Kondisi Peternakan
dibeberapa komoditi ternak besar. Hal ini disebabkan karena kondisi daerah yang
32
Tabel 2. Populasi Ternak Besar Menurut Jenisnya di Kabupaten Gowa, 2020.
Sapi
Kecamatan Kerbau Kuda Kambing Babi
sebagian besar terjadi peningkatan khususnya pada ternak sapi berjumlah 113.408
ekor pada tahun 2019, jika dibandingkan tahun 2018 hanya berjumlah 50.381
ekor, lain halnya dengan ternak kerbau yang terjadi penurunan pada tahun 2019
dibandingkan pada tahun 2018 yang berjumlah 7.934 ekor. Adapun populasi
ternak lainnya yang mengalami peningkatan pada tahun 2019 adalah ternak kuda
berjumlah 4.415 jika dilihat tahun 2018 hanya 2.759 ekor, begitupun juga dengan
33
ternak kambing dan babi. Hal ini menunjukkan bahwa ditahun 2019 terjadi
a) Umur Responden
pengalaman serta hubungan sosial seseorang, salah satu faktor yang sangat
melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas dimana pengaruh tersebut akan nampak
a. Produktif 40 80
(16-45 Tahun)
b. Tidak Produktif 10 20
(45-70 Tahun)
Jumlah 50 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2021.
34
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa rentang umur yang dimiliki
Kabupaten Gowa, dimana jumlah yang terbanyak yaitu kategori umur produktif
produktif sebanyak 10 peternak dengan persentase 20%. Dari hal tersebut dapat
Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa berada pada kelompok usia yang
pengetahuan yang dimiliki dan mampu menerapkan ilmu yang didapatkan. Hal ini
kerja seseorang peternak sangat dipengaruhi oleh tingkat usia. Semakin produktif
usia petani maka semakin mempunyai semangat ingin tahu hal-hal baru yang
belum diketahui, selain itu usia juga mempengaruhi kondisi fisik dan motivasi.
b) Jenis Kelamin
antara laki-laki dengan perempuan tentunya akan berdampak pada hasil kerjanya.
35
Bontolureng Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa dapat dilihat pada
tabel berikut:
1. Laki-laki 50 100
2. Perempuan - -
Jumlah 50 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2021.
kelamin perempuan tidak ada, hal ini di sebabkan karena usaha peternakan sapi
potong merupakan salah satu jenis usaha yang lebih banyak dilakukan oleh laki-
laki serta kaum laki-laki umumnya lebih produktif dalam melakukan pekerjaan
khususnya membutuhkan tenaga yang lebih kuat bila dibandingkan dengan kaum
perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sari, dkk (2009), yang menyatakan
bahwa dalam usaha sapi potong melibatkan pria lebih banyak dibanding wanita
c) Tingkat Pendidikan
dalam usaha peternakan, hal ini sangat diharapkan dapat membantu masyarakat
36
yang memadai akan berdampak pada kemampuan manajemen usaha peternakan
yang digeluti, pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang relatif muda
1. Tidak Sekolah 14 28
2. SD 22 44
3. SMP 8 16
4. SMA 6 12
5. S1 - -
Jumlah 50 100
Sumber: Data primer Setelah Diolah, 2020.
pendidikan S1 tidak ada dengan persentase 0%. Hal ini menunjukkan bahwa
yang baru. Hal ini sesuai dengan pendapat Hendrayani dan Febrina (2009),
semakin tinggi pula daya serap teknologi dan semakin cepat untuk menerima
37
D. Analisis Faktor Penurunan Populasi Sapi Potong di Kelurahan
Bontolerung
betina, X2 tingkat kelahiran pedet (anak sapi) dan X3 pengalaman beternak yang
disusun dalam kuesioner dengan bobot nilai (skor) jawaban 1-5. Nilai variabel
tersebut digolongkan dalam beberapa kategori yang didasarkan pada skala Likert.
1. Uji Normalitas
melanggar asumsi normalitas dapat dilihat dari penyebaran data pada sumbu
diagonal grafik, jika data menyebar disekitar garis linear dan mengikuti arah garis
linear, maka model regresi layak untuk diduga memenuhi asumsi normalitas
dengan persamaan regresi. Adapun penyebaran data dapat dilihat pada Gambar 2
berikut ini :
38
Gambar 2. Diagram penyebaran nilai variabel independent terhadap
variabel dependent.
arah garis normal. Model tersebut layak dipakai untuk memprediksi tingkat
2. Uji Multikolinearitas
korelasi yang kuat, eksak, atau sempurna diantara variabel independen. Untuk
mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dapat dilihat pada nilai VIF (Variance
Inflation Factor) serta besaran korelasi antar variabel independent. Maka untuk
melihat besaran korelasi antara variabel dapat dilihat pada table berikut.
Collinearity Statistic
39
1 (Constant)
X1 Laju Penjualan Sapi Betina 0.971 1.030
X2 Tingkat Kelahiran Pedet 0.970 1.030
X3 Pengalaman Beternak 0.999 1.001
independen <10 serta nilai tolerance dari variabel tersebut >0.10 maka dapat
kelayakan model pada Chi Square. Hal ini akan menunjukkan hasil analisis untuk
mengetahui apakah distribusi data seragam atau tidak, Uji F dilakukan untuk
terhadap variabel dependen (terikat). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
ANOVAa
Mean
Model Sum of Squares Df Square F Sig.
1 Regression 2.284 3 .761 4.908 .005b
Residual 7.136 46 .155
Total 9.420 49
a. Predictors: (Constant), Laju penjualan sapi betina, Tingkat kelahiran pedet,
Pengalaman beternak.
4. Dependent Variabel: Penurunan populasi sapi potong
(F Tabel: 2.80-4.22)
40
Berdasarkan tabel 7 memperlihatkan bahwa kolom signifikan (sig.) angka
yang ditunjukkan adalah “.005” (sangat signifikan) yang berarti memenuhi syarat
α < 0,05. Variabel independen (X1, X2, X3) berpengaruh nyata terhadap variabel
dependen (Y) yang artinya perubahan nilai pada variable dependen dapat
Melihat pengaruh dari semua variabel X yaitu laju penjualan sapi betina,
populasi sapi potong dengan korelasi person pada nilai R hitung, R Square dan
antara variabel X laju penjualan sapi betina, tingkat kelahiran pedet dan
pengalaman beternak terhadap penurunan populasi sapi potong (Y). Berarti terjadi
hubungan yang kuat karena hampir mendekati 1. Hal ini sesuai dengan pendapat
Riduwan, (2004) bahwa koefisien korelasi nilai r jika interval koefisiennya 0,00-
0,199 maka tingkat hubungan sangat rendah, jika 0,200-0,399 dikatakan rendah,
41
0,400-0,599 dikatakan cukup, 0,600-0,799 dikatakan kuat dan 0,800-1,00
variabel independen (X1, X2 dan X3) terhadap variabel dependen (Y) sebesar
24,2%. Atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model (X1, X2
dan X3) mampu menjelaskan sebesar 24,4% variasi variabel dependen (Y).
Tabel 9. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Pengaruh Variabel X 1, X2, dan
X3, Terhadap Variabel Y.
Variabel Bebas Var. Koefisien Thitung Sig. Keterangan
Terikat Regresi
(B)
Konstanta Y 4,826 7,447 0,000
X1 Laju penjualan sapi -0,278 -2,461 0,018 Signifikan
betina
X2Tingkat kelahiran 0,084 1,514 0,137 Tdk
pedet signifikan
X3 Pengalaman 0,188 2,190 0,034 Signifikan
beternak
42
Keterangan: Signifikan pada α = 0,005. (T Tabel: 1.684)
variabel bebas, maka dapat dibentuk persamaan regresi linear berganda sebagai
berikut.
Y= a +b1X1+b2X2+b3X3
laju penjualan sapi betina, tingkat kelahiran pedet dan pengalaman beternak
terhadap penurunan populasi sapi potong sebesar 4,826 atau naik turunya
penurunan populasi sapi potong dapat dijelaskan melalui variabel yang dipilih.
Hal ini menunjukkan bahwa jika nilai variabel bebas bernilai 0 atau tidak ada
variabel bebas yang ada terhadap variabel terikat, maka digunakan metode analisis
tersebut. Dari hasil koefisien regresi masing-masing variabel bebas maka variabel
antara nilai thitung variabel bebas X1 dengan ttabel atau nilai signifikansi < = 0,05.
43
Untuk melihat pengaruh secara sendiri-sendiri masing-masing variabel bebas akan
peternak sebesar (0,018) < (0,05) yang dapat disimpulkan bahwa variabel laju
subyektif sebesar (0,137) > (0,05) yang dapat disimpulkan bahwa variabel
tingkat kelahiran pedet (X2) mempunyai pengaruh tidak signifikan (tidak nyata)
perilaku sebesar (0,034) < (0,05) yang dapat disimpulkan bahwa variabel
44
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
diambil kesimpulan bahwa variabel laju penjualan sapi betina (X1) dan
penurunan populasi sapi potong (Y), sedangkan untuk variabel tingkat kelahiran
pedet (X2) mempunyai pengaruh tidak signifikan (tidak nyata) terhadap penurunan
populasi sapi potong (Y). Maka dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi
45
penurunan populasi sapi potong di Kelurahan Bontolerung Kecamatan
Tinggimoncong Kabupaten Gowa yaitu variabel laju penjualan sapi Betina dan
2. Saran
setempat, agar peternak diberikan pengetahuan tentang tata cara beternak yang
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya,
DAFTAR PUSTAKA
46
Hidayat, A. N., Saleh, K., Saragih, F. H. 2019. Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Minat dalam Mengembangkan Ternak Sapi Potong (Studi
Kasus: Nagori Tempel Jaya, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten
Simalungun). Jurnal Agribisnis Sumatra Utara, Vol. 12, No. 1.
Lind, M. Wathen. 2014. Teknik-teknik statistika dalam bisnis dan ekonomi Edisi
15 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Lenzun, J.J, James D.D.M, Decky A. 2014. Pengaruh kualitas produk, harga
terhadap kepuasan pelanggan kartu prabayar Telkomsel. Jurnal EMBA.
Vol. 2, No. 3,pp. 1237-1245.
47
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hlm 3-6. Rumah Tangga
Tani Berdasarkan Tipologi Wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Disertasi S3. Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. Rumah Tangga
Tani Berdasarkan Tipologi Wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Disertasi S3. Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.
Ridho, R. 2020. Dinamika Populasi Ternak Sapi Bali di Kecamatan XIII Koto
Kampar Kabupaten Kampar. Skripsi. Program Studi Peternakan Fakultas
Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau, Pekanbaru.
Sari, AI., S.H. Purnomo., dan E.T. Rahayu. 2009. Sistem Pembagian Kerja, Akses
dan Kontrol Terhadap Sumber Daya Ekonomi Dalam Keluarga Peternak
Rakyat Sapi Potong di Kabupaten Grobogan. Jurnal Sains Peternakan, 7
(1). pp. 18-26. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Soewito, Yudhi. 2013. Kualitas produk, merek dan desain pengaruhnya terhadap
kepu usan pembelian sepeda motor Yamaha Mio. Jurnal EMBA. Vol. 1,
No. 3, pp. 218-229.
Syam, J. 2013. Ilmu Dasar Ternak Potong. Alauddin University Press. Makassar-
Gowa.
Shihab, Quraish. 2002. Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Tafsir Al-
Mishbah. Lentera Hati. Jakarta.
Siregar, S.B. 2007. Penggemukan Sapi PO. Cetakan 14. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Subhubdy, Happy Porwoto, I.B. Dania, Imran, Sofyan Dh, S.H. Dilaga, dan M.
Muhzi, 2005. Profil Dan Potensi Kerbau Sumbawa Di Propinsi Nusa
Tenggara Barat “Suatau Rekaman Pendahuluan Data Dasar Kerbau
Lokal”. Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Mataram.
48
Utami, U.E. 2015. Struktur Populasi Sapi Bali di Peternakan Rakyat Kelurahan
Sapaya Kabupaten Gowa. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin, Makassar.
KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN
POPULASI SAPI POTONG DI KELURAHAN BONTOLURENG
KECAMATAN TINGGIMONCONG KABUPATEN GOWA
SAHARUDDIN
NIM: 60700114041
I. Identitas Responden
a. Nama Responden :
b. Umur :
49
c. Jenis Kelamin :
d. Pendidikan Terakhir :
e. Pekerjaan
a. Utama :
b. Sampingan :
II. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Populasi
Sapi Potong.
a. Pertanyaan Dasar
A. Sejak kapan anda memulai beternak sapi potong?
Jawab :.............................
B. Apa alasan anda beternak sapi potong?
Jawab:............................................................
...........................
C. Selama beternak apakah ada ternak anda yang mati?
Jawab:............................................................
...........................
50
Pernyataan Sangat Setuj Ragu Kurang Tidak
Setuju u - Setuju Setuju
ragu
5 4 3 2 1
1. Jumlah awal beternak
sapi potong sampai
saat ini belum
berkembang sesuai
harapan
2. Kepemilikan sapi
betina produktif
masih sedikit di
peternak
3. Kepemilikan sapi
jantan dewasa masih
sedikit di peternak
4. Tanggapan dalam
kesediaan pelayanan
inseminator yang
baik
51
Tingkat Kelahiran pedet (X2)
NO. Jawaban
Pernyataan Sangat Setuj Ragu Kurang Tidak
Setuju u - Setuju Setuju
ragu
5 4 3 2 1
1. Keinginan
meningkatkan
kelahiran pedet
setiap tahun
2. Keinginan mengetahui
jarak kelahiran
pedet yang baik
3. Kepemilikan kandang
khusus pedet yang
baik
4. Keinginan terhadap
harga semen yang
disesuaikan
kualitasnya
52
dalam mendeteksi
birahi
53
33 Ismail 43 Laki laki SMP B.Bangunan/Peternak
34 Dg. Lassang 60 Laki laki SD Petani/peternak
35 Dg. Lurang 60 Laki laki - Petani/peternak
36 Rudi 37 Laki laki - Petani/peternak
37 Dg. Sewang 60 Laki laki - Petani/peternak
38 Hendrayadi 25 Laki laki SMA Pedagang/Peternak
39 Armin 23 Laki laki SMA Petani/peternak
Syaputra
40 Dg. Minggu 70 Laki laki SD Petani/peternak
41 Dg. Camangi 53 Laki laki SD Petani/peternak
42 Dg. Juma 54 Laki laki - Petani/peternak
43 Dg. Sattu 55 Laki laki - Petani/peternak
44 Aris 60 Laki laki SD Petani/peternak
45 Dg. Nurung 39 Laki laki - Pedagang/Peternak
46 Mansyur 52 Laki laki SD Petani/peternak
47 Daud 71 Laki laki SD Petani/peternak
48 Dg. Sewang 48 Laki laki SMP Petani/peternak
49 Halim 51 Laki laki SMA Wirausaha
50 Syamsuddin 42 Laki laki SD Petani/peternak
Descriptive Statistics
Correlations
Laju Tingkat
Penurunan penjualan Kelahiran Pengalaman
Populasi sapi betina pedet beternak
Pearson Correlation Penurunan 1,000 -,350 ,259 ,282
Populasi
Laju penjualan sapi -,350 1,000 -,169 ,015
betina
Tingkat Kelahiran ,259 -,169 1,000 ,029
pedet
54
Pengalaman ,282 ,015 ,029 1,000
beternak
Sig. (1-tailed) Penurunan ,006 ,034 ,024
Populasi
Laju penjualan sapi ,006 ,121 ,459
betina
Tingkat Kelahiran ,034 ,121 ,420
pedet
Pengalaman ,024 ,459 ,420
beternak
N Penurunan 50 50 50 50
Populasi
Laju penjualan sapi 50 50 50 50
betina
Tingkat Kelahiran 50 50 50 50
pedet
Pengalaman 50 50 50 50
beternak
Model Summaryb
Change Statistics
Adjusted Std. Error R
R R of the Square F Sig. F Durbin-
Model R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change Watson
1 .492a ,242 ,193 ,39386 ,242 4,908 3 46 ,005 1,374
a. Predictors: (Constant), Pengalaman beternak, Laju penjualan sapi betina, Tingkat Kelahiran pedet
b. Dependent Variable: Penurunan Populasi
Coefficientsa
Collinearity Diagnosticsa
55
Index Laju
penjualan Tingkat
sapi Kelahiran Pengalaman
(Constant) betina pedet beternak
1 1 3,896 1,000 ,00 ,00 ,01 ,00
2 ,077 7,113 ,00 ,02 ,88 ,04
3 ,022 13,334 ,02 ,16 ,00 ,84
4 ,005 28,422 ,97 ,82 ,11 ,13
a. Dependent Variable: Penurunan Populasi
56
57
58
(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Camangi)
59
(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Saleh)
60
(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Rizaldi)
61
(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Sattu dan Bapak Juma)
62
(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Ismail)
63
(Pengisian kuisoner dan Wawancara bersama Bapak Rudi)
64