Anda di halaman 1dari 70

GAMBARAN PENYIMPANAN OBAT-OBAT HIGH ALERT DI

INSTALASI FARMASI RSUD DR. MOHAMAD SALEH KOTA

PROBOLINGGO

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH
FARIDA NUR AINI
NIM 11032

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA


MALANG JANUARI 2014
ABSTRAK

Aini, Farida Nur. 2014. Gambaran Penyimpanan Obat-obat High Alert Di Instalasi
Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo. Karya Tulis Ilmiah.
Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang. Pembimbing Erna Susanti.,M.
Biomed.,Apt.

Kata kunci : Gambaran, Penyimpanan obat, Obat High Alert, Instalasi Farmasi, Chek
list

Obat High Alert adalah obat yang menyebabkan resiko tinggi ketika terjadi kesalahan
dalam pemberiannya. Penyimpanan obat High Alert di Instalasi Farmasi adalah
kegiatan pengaturan obat yang meliputi obat disimpan di tempat terpisah tidak
dicampur dengan obat lain, penulisan nama obat dan konsentrasi jelas dan tidak
disingkat, pemberian tanda peringatan High Alert, dan menggunakan sistem Tall man
untuk obat golongan LASA (Look Alike Sound Alike). Tujuan penelitian ini adalah
untuk menggambarkan penyimpanan obat High Alert di Instalasi Farmasi RSUD Dr.
Mohamad Saleh Kota Probolinggo dan mengambil kesimpulan kategori penyimpanan
obat High Alert berdasarkan analisis data menggunakan lembar checklist. Penelitian
ini dapat digolongkan dalam penelitian deskriptif dimana data disajikan dalam bentuk
tabel dari hasil pengolahan data dengan instrument penelitian berupa chek list yang
kemudian diambil kesimpulan.Hasil penelitian didapatkan 4 golongan obat yang
termasuk High Alert yaitu golongan narkotik dan psikotropik, golongan LASA (Look
Alike Sound Alike), golongan elektrolit konsentrat dan golongan obat dengan
perlakuan khusus dalam pemberian. Berdasarkan pengamatan penyimpanan obat-obat
tersebut dapat disimpulkan bahwa penyimpanan masuk dalam kategori baik.
Penyimpanan obat-obat High Alert di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh
Kota Probolinggo diharapkan ditingkatkan terutama dalam hal memisahkan obat
High Alert dari obat yang lain, pemberian tanda peringatan bertuliskan High Alert,
dan penulisan nama obat LASA (Look Alike Sound Alike) menggunakan sistem Tall
man. Sehingga kewaspadaan tenaga kesehatan terhadap obat High Alert lebih
meningkat.

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul

“Gambaran Penyimpanan Obat-obat High Alert di Instalasi Farmasi RSUD Dr.

Mohamad Saleh Kota Probolinggo” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai persyaratan

untuk menyelesaikan program D III Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang.

Sehubung dengan terselesaikannya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, saya

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yaitu :

1. Ibu Lailiiyatus Syafah, S.Farm, Apt., selaku Direktur Akademi Farmasi Putra

Indonesia Malang
2. Ibu Erna Susanti, M.Biomed, Apt., selaku dosen pembimbing
3. Ibu Endang Susilowati, M.Farm-Klin.,Apt., selaku dosen penguji
4. Bapak Bambang Arif, S.si., Apt., selaku dosen penguji
5. Ibu Dra. Sri Purwanti. Apt selaku pembimbing di RSUD Dr. Mohamad Saleh

Kota Probolinggo
6. Bapak dan ibu dosen Akademi Farmasi dan semua staf
7. Kedua orang tua, yang memberikan doa dan motivasi baik secara materil dan

spiritual
8. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang telah membantu kepada

penulis

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini belum

sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan. Semoga Karya

Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat.

2
Malang, Juni 2014

Penulis

DAFTAR ISI

ABSTRAK................................................................................................................................i

3
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL...................................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................................6
1.6 Ruang lingkup dan Keterbatasan penelitian........................................................7
1.7 Definisi istilah.........................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................9
2.1 Definisi Rumah Sakit..............................................................................................9
2.2 Definisi Keselamatan Pasien................................................................................10
2.3 Definisi Insiden Keselamatan Pasien...................................................................19
2.4 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit..............................................................24
2.5 Definisi obat-obat High Alert...............................................................................28
Tabel 2.4 Faktor Resiko Obat-obat High Alert..............................................................31
2.6 Kerangka teori......................................................................................................33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.......................................................................36
3.1 RancanganPenelitian............................................................................................36
3.2 Populasi.................................................................................................................36
3.3 Lokasi dan waktu penelitian................................................................................36
3.4 Definisi Operasional Variabel..............................................................................37
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel.........................................................................37
3.5 Instrumen penelitian.............................................................................................38
3.6 Pengumpulan data................................................................................................38
3.7 Analisis data..........................................................................................................39
BAB IV HASIL PENELITIAN.........................................................................................41
4.1 Hasil Penelitian......................................................................................................41
4.2 Pembahasan..........................................................................................................54
BAB V PENUTUP............................................................................................................62
5.1 Kesimpulan............................................................................................................62
5.2 Saran......................................................................................................................62
Daftar Rujukan.................................................................................................................64
Lampiran-lampiran..........................................................................................................65

4
DAFTAR TABEL

5
DAFTAR GAMBAR

6
DAFTAR LAMPIRAN

7
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tempat pelayanan kesehatan masyarakat yang memberikan pelayanan medis

jangka panjang maupun pendek adalah rumah sakit dimana tempat ini merupakan

fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki organisasi yang sangat beragam dan

sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan kesehatan.Rumah sakit

memiliki berbagai jenis tenaga kesehatan dengan ilmunya yang beragam dan

berinteraksi satu sama lain. Berdasarkan fungsinya mendukung penyelenggaraan

kesehatan sudah seharusnya rumah sakit merupakan tempat untuk penyembuhan

penyakit dan pemulihan kesehatan (Kepmenkes RI no.129 tahun 2008).

Berbagai upaya untuk meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai badan

pelayanan kesehatan untuk umum telah dilakukan.Salah satunya dengan membuat

standart minimal rumah sakit dimana terdapat peraturan-peraturan yang menjadi tolak

ukur pencapaian standart pelayanan yang baik bagi pasien. Harapan adanya standart

minimal rumah sakit tersebut dapat meningkatkan kepuasan pasien dan membantu

proses pemulihan kesehatan pasien selama dirawat di rumah sakit.Namun upaya yang

dilakukan tidak hanya fokus pada kepuasan dan pemulihan kesehatan pasien tetapi

keselamatan pasien juga harus ditingkatkan. Keselamatan pasien adalah suatu sistem

dimana rumah sakit membuat suatu asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen

resiko, identifikasi, dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,

Pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan

1
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan

suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Di dalam keselamatan pasien terdapat istilah insiden keselamatan pasien yaitu

setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi

mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari kejadian yang

tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera ( KNC), Kejadian tidak cedera

(KTC), Kejadian potensial cedera (KPC). Berdasarkan laporan insiden keselamatan

pasien KKP-RS tahun 2011 menurut jenis insiden terdapat : KNC (18,53%), KTD

(14,41%), tidak ada data ( 2,6%). Berdasarkan unit penyebab keperawatan

menduduki peringkat pertama (11,32%), farmasi menduduki peringkat kedua

(6,17%). Berdasarkan tipe insiden proses atau prosedur klinik dan medikasi sama

memiliki prosentase kejadian (9, 26%).

Berdasarkan kejadian-kejadian tersebut dapat menimbulkan medication error

yaitu kejadian yang merugikan pasien akibat kesalahan dalam proses pengobatan

selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah

(Kepmenkes no 1027). Penyebab kesalahan pengobatan antara lain kurangnya

diseminasi pengetahuan terutama para dokter yang menyebabkan 22% kesalahan,

tidak cukupnya informasi mengenai pasien misalnya data uji laboratorium, Sebanyak

10% kesalahan dosis yang kemungkinan disebabkan tidak di ikutinya SOP

pengobatan, 9% kesalahan dalam membaca resep seperti tulisan tidak terbaca.

interpretasi perintah dalam resep dan singkatan dalam resep ,salah mengerti

perintah lisan ,pelabelan dan kemasan membingungkan,blok dari penyimpanan obat

yang tidak baik,masalah dengan standar dan distribusi,asesmen alat penyampai obat

2
yang tidak baik saat membeli ,gangguan ketegangan dan lingkungan

kerja,ketidaktahuan pasien.

Berdasarkan laporan JAMA (The journal of the American Medical

Association) 1995 menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan

pada : tahap ordering (49%), diikuti tahap administration management (26%),

pharmacy management (14%), transcribing (11%). Berdasarkan keterangan tersebut

dapat dilihat manajemen farmasi juga turut andil dalam menimbulkan kesalahan

pengobatan.Medication error dalam kefarmasian dapat terjadi karena kesalahan

pemberian obat meliputi salah obat, salah dosis, salah rute pemberian, salah

peresepan, pelabelan yang tidak tepat, tidak dapat membaca resep karena penulisan

yang tidak jelas, dan manajemen obat.

Untuk mencegah medication error khususnya dalam pemberian obat farmasis

harus lebih waspada saat melakukan pelayanan obat, khususnya pemberian obat-obat

High Alert.Obat-obat yang perlu diwaspadai (High Alert) adalah obat yang beresiko

tinggi jika terjadi kesalahan dan berpotensi menimbulkan kesalahan pengobatan atau

medication error.ISMP (Institute forSafe Medication Practice) telah membuat daftar

obat yang termasuk dalam golongan obat high alert diantaranya elektrolit pekat,

antitrombotik, antidiabetik oral, dan parenteral, antiaritmia, anestetik dan penghambat

neuromuscular. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kesalahan akibat

penggunaan obat High Alert salah satunya adalah mengatur penyimpanan obat

tersebut.Hal tersebut untuk mencegah kesalahan berupa salah obat untuk golongan

LASA dan salah dosis untuk larutan konsentrat.

3
Adapun upaya yang dapat dilakukan farmasis diantaranya mengatur

penyimpanan obat High Alert yang ada di Instalasi Farmasi, ikut serta dalam tim

medis untuk menyediakan informasi pengobatan jika menggunakan golongan obat

High Alert, membuat analisa, menginterprestasikan farmakokinetik pengobatan,

memonitor efek samping dan interaksi obat, mengedukasi professional kesehatan lain,

dan mengidentifikasi kesalahan.

Berdasarkan fungsi rumah sakit sebagai pelayanan kesehatan sudah

seharusnya meningkatkan keselamatan pasien agar pasien mendapatkan pelayanan

yang maksimal.Oleh karena itu perlu ditingkatkan upaya-upaya untuk memperbaiki

kebijakan yang ada sesuai dengan standart yang berlaku.Farmasis juga perlu

melakukan upaya-upaya peningkatan keselamatan pasien dalam hal pengelolaan obat-

obatan.Oleh karena itu dilakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Penyimpanan

Obat-obat High Alert di Instalasi Farmasi Rumah Sakit”. Dengan melakukan

penelitian ini diharapkan hasilnya memberikan dan membantu dalam mengelola

obat-obat High Alert sebagai salah satu upaya peningkatan keselamatan pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pendahuluan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini:

1.2.1 Bagaimana penyimpanan obat-obat High Alertdi Instalasi Farmasi

RSUD Dr.Mohamad Saleh Kota Probolinggo ?

4
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran

penyimpanan obat-obat High Alert di Instalasi FarmasiRSUD Dr.Mohamad Saleh

Kota Probolinggo

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mendiskripsikan bagaimana cara pelabelan obat-obat High Alertdi Instalasi

Farmasi RSUD Dr.Mohamad Saleh Kota Probolinggo

2. Untuk mendeskripsikan bagaimana aturan tata letak penyimpanan obat-obat High

Alertdi Instalasi Farmasi RSUD Dr.Mohamad Saleh Kota Probolinggo

3. Untuk mendiskripsikan apakah menggunakan sistem FIFO atau FEFO dalam

penyimpanan obat-obat High Alert di Instalasi Farmasi RSUD Dr.Mohamad Saleh

Kota Probolinggo

4. Untuk mendiskripsikan apakah penyimpanan obat-obat High Alert menurut jenis

sediaan dan sesuai alphabetis di Instalasi Farmasi RSUD Dr.Mohamad Saleh Kota

Probolinggo

5. Untuk mendiskripsikan penyimpanan obat LASA (Look Alike Sound Alike) yang

termasuk High Alert sudah menggunakan sistem Tallman di Instalasi Farmasi RSUD

Dr.Mohamad Saleh Kota Probolinggo

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi tenaga kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

bermanfaat bagi tenaga kesehatan terutama tenaga kefarmasian untuk lebih

5
memahami obat-obat golongan High Alert agar meningkatkan pelayanan yang aman

dan bermutu tinggi.

1.4.2 Bagi masyarakat


Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan di

rumah sakit sehingga masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang maksimal.

1.4.3 Bagi tempat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan informasi dalam

kegiatan penyimpanan obat-obat High Alertdan dapat membantu menangani

pengelolaan obat-obat High Alert.

1.5 Asumsi Penelitian

Diperlukan perhatian khusus dalam penyimpanan obat-obat High Alert

sehingga mendapat pengawasan lebih dan kejadian medication error dapat dicegah.

1.6 Ruang lingkup dan Keterbatasan penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah penyimpanan obat-obat High Alert di

Instalasi Farmasi RSUD Dr.Mohamad Saleh Kota Probolinggo .

Keterbatasan penelitian ini adalah pengamatan yang dilakukan hanya

menyoroti penyimpanan saja sehingga tidak bisa menggambarkan seluruh proses

pengelolaan dari obat-obat High Alert.

1.7 Definisi istilah

Medication error adalah istilah dari kesalahan dalam pengobatan yaitu

kejadian merugikan pada pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan

tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.

6
Obat High Alert adalah obat yang beresiko tinggi jika terjadi kesalahan dan

berpotensi menimbulkan kesalahan pengobatan(medication error ).

Patient safety adalah adalah system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien yang

lebih aman meliputi asesmen resiko, identifikasi, dan pengelolaan hal yang

berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan

belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk

meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang

disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil.

Pengelolaan obat merupakan serangkaian kegiatan yang menyangkut aspek

perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan,

serta pencatatan dan pelaporan obat dengan memanfaatkan sumber-sumber yang

tersedia seperti tenaga dana, sarana, dan perangkat lunak dalam upaya mencapai

tujuan yang ditetapkan di berbagai tingkat unit kerja (Dep.Kes RI, 1992).

7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan tempat

menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan

pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit

(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitasi),

yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan .

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan

personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik

modern yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama untuk

pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, Charles.J.P, Endang

kumolosasi.Farmasi klinik.2004:2).

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Sekarang ini rumah sakit adalah lembaga

komunitas yang merupakan instrument masyarakat. Rumah sakit merupakan titik

fokus untuk mengkoordinasi dan menghantarkan pelayanan penderita pada

komunitasnya. Berdasarkan hal tersebut rumah sakit dapat dipandang sebagai suatu

8
struktur terorganisasi yang menggabungkan bersama-sama semua profesi kesehatan,

fasilitas diagnostik dan terapi, alat dan perbekalan serta fasilitas fisik ke dalam suatu

sistem terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

2.1.1 Tugas dan Fungsi rumah sakit

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya

kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya

penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan

upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan.

Guna melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi yaitu

menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan non medik,

pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan,

penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum dan keuangan.

2.2 Definisi Keselamatan Pasien

Keselamatan pasien rumah sakit adalah system dimana rumah sakit membuat asuhan

pasien yang lebih aman meliputi asesmen resiko, identifikasi, dan pengelolaan hal

yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,

kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi

solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang

disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil.

9
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan dan gawat darurat.

2.2.1 Sasaran keselamatan pasien rumah sakit

Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan disemua

Rumah Sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan

sasaran ini mengacu pada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO

Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh KomiteKeselamatan Pasien Rumah

Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).

2.2.1.1 Sasaran I :Ketepatan Identifikasi Pasien

Keselamatan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di

hampir semua aspek tahapan diagnosis dan pengobatan. Maksud sasaran itu adalah

untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu pertama, untuk identifikasi pasien

sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan. Kedua, untuk

kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

Kebijakan atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk

memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi

pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah, pengambilan darah dan

spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, atau pemberian pengobatan atau tindakan

lain. Kebijakanatau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi

seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang

1
identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak

bisa digunakan untuk identifikasi.Kebijakan atau prosedur juga menjelaskan

penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di

pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi

pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk

mengembangkan kebijakan atau prosedur agar dapat memastikan semua

kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.

Elemen Penilaian Sasaran I

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan

nomor kamar atau lokasi pasien.

2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.

3.Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan specimen lain untuk

pemeriksaan klinis

4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.

5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada

semua situasi dan lokasi.

2.2.1.2 Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang

dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan

keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau

tertulis.Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat

perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi

1
kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti

melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau

prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan ke

komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah,

kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil

pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang

adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan

bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak

memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.

Elemen Penilaian Sasaran II

1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau

hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima

perintah.

2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan

dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah.

3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau

yang menyampaikan hasil pemeriksaan

4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan

komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

1
2.2.1.3 Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai ( High
Alert )

Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,

manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-

obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering

menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinelevent), obat yang berisiko

tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-

obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan

Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA).

Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian

elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau

yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan

magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat

tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat

kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan

gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi

kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang

perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan

pasien ke farmasi.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau

prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data

yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area

1
mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar

operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana

penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah

pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-hati.

Elemen Penilaian Sasaran III

1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,

menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.

2. Implementasi kebijakan dan prosedur.

3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan

secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati

di area tersebut sesuai kebijakan.

4. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label

yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

2.2.1.4 Sasaran IV : Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat pasien Operasi
Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesuatu yang

menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat

dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah,

kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak

ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang

tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak

mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang

1
berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegiblehandwritting) dan

pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.

Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan

dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang

mengkhawatirkan ini.Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang

digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di

The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing WrongSite, Wrong

Procedure, Wrong Person Surgery.Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien

dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan

secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang yang akan

melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan,

dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada

semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi)

atau multipel level (tulang belakang).

Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:

1. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;


2. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaanyang

relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang, dan melakukan

verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant yang dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau

kekeliruan diselesaikan.Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan

dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.

1
Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas,

misalnya menggunakan checklist.

Elemen Penilaian Sasaran IV

1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk

identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.

2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi

saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen

serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.

3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum

insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur atau tindakan pembedahan.

4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam

untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur

medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

2.2.1.5 Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam

tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang

berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien

maupun para profesional pelayanan kesehatan.Infeksi biasanya dijumpai dalam

semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada

aliran darah (bloodstream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan

dengan ventilasi mekanis).

1
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand

hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan

berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit mempunyai proses

kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan

atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk

implementasi petunjuk itu di rumah sakit.

Elemen Penilaian Sasaran V

1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang

diterbitkan dan sudah diterima secara umum (dari WHO Patient Safety).

2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.

3. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan

secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

2.2.1.6 Sasaran VI : Pengurangan Resiko Pasien Jatuh

Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien

rawat inap.Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang

disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan

mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa

termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan

keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program

tersebut harus diterapkan rumah sakit.

1
Elemen Penilaian Sasaran VI

1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh

dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi

atau pengobatan, dan lain-lain.

2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada

hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.

3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat

jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.

4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan

berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.

2.3 Definisi Insiden Keselamatan Pasien

Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap

kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi

mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien.Insiden keselamatan pasien

juga merupakan dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak

mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).Namun demikian, penyebab

terjadinya insiden keselamatan pasien di rumah sakit sangat kompleks, melibatkan

semua bagian dalam system yang berlaku dalam rumah sakit.

2.3.1 Jenis-jenis insiden keselamatan pasien


Berdasarkan Permenkes No. 1691 tahun 2011, tentang keselamatan pasien di

rumah sakit, insiden keselamatan pasien terdiri dari :

2.3.1.1 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)

1
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pada pasien

akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien.Kejadian tersebut

dapat terjadi disemua tahapan perawatan dari diagnosis, pengobatan dan pencegahan.

2.3.1.2 Kejadian Tidak Cedera (KTC)


Suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak mengakibatkan

cedera.

2.3.1.3 Kejadian Nyaris Cedera (KNC)


Kejadian Nyaris Cedera adalah terjadinya insiden yang belum sempat terpapar

ke pasien. Misalnya suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staflain

mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan kepada pasien.

2.3.1.4 Kejadian Potensial Cedera (KPC)


Kejadian Potensial Cedera adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk

menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Misalnya obat-obatan LASA

( Look Alike Sound Alike ) disimpan berdekatan.

2.3.1.5 Kejadian Sentinel


Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.

Biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat

diterima seperti operasi pada bagian tubuh yang salah ( Misalnya amputasi pada kakai

yang salah).

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi insiden keselamatan pasien


Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya insiden keselamatan pasien,

namun tidak semua factor berasal dari tenaga kesehatan yang bertugas. Menurut

1
Agency for healthcare Research and Quality (2003) mengatakan bahwa factor yang

dapat menimbulkan insiden keselamatan pasien adalah sebagai berikut :

2.3.2.1 Komunikasi
Adanya komunikasi yang tidak tepat antara pasien dan tenaga kesehatan,

tenaga kesehatan dengan sesama tenaga kesehatan, informasi tidak didokumentasikan

dapat menimbulkan insiden keselamatan pasien.Oleh karena itu diperlukan

komunikasi yang terbuka dan jelas tentang segala hal yang berkaitan dengan

pengobatan dan penanganan pasien. Jika antara tenaga kesehatan, pasien dan tenaga

kesehatan lainnya dapat bekerja sama dalam bentuk komunikasi yang lebih baik maka

pencegahan insiden keselamatan pasien dapat dilakukan.

2.3.2.2 Arus informasi yang tidak adekuat


Artinya adalah arus informasi yang tidak memadai dimana sumber informasi

pengobatan dan pelayanan pasien di pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan

prosedur yang ada atau bahkan tidak memiliki prosedur pelayanan pasien. Kemudian

jika pasien dirujuk ke tempat lain informasi yang penting tidak disertakan.

2.3.2.3 SDM (Sumber Daya Manusia)


Sumber daya manusia meliputi orang-orang yang bertugas di tempat

pelayanan kesehatan.Mereka bertugas membantu dalam pengobatan dan pemulihan

kesehatan pasien selama di rawat di tempat maupun rawat jalan.Oleh karena itu

kemampuan yang dimiliki oleh orang yang bekerja di tempat pelayanan kesehatan

khususnya tenaga kesehatan harus benar-benar memadai dan digunakan dengan

baik.Jika tenaga kesehatan belum banyak memiliki kemampuan tertentu dalam

penanganan pasien sebaiknya berhati-hati setiap kali bekerja agar tidak menimbulkan

2
kesalahan yang berujung pada insiden keselamatan pasien. Rumah sakit gagal

mengikuti kebijakan, SOP dan proses dokumentasi lainnya termasuk dalam SDM.

2.3.2.4 Hal-hal yang berhubungan dengan pasien


Hal-hal yang berhubungan dengan pasien adalah sebagai berikut Idenifikasi

pasien yang tidak tepat, asesmen pasien yang tidak lengkap. Tidak semua pasien

mengetahui tentang obat-obatan dan cara pengobatan. Sebagai tenaga kesehatan

sudah seharusnya memberikan informasi tentang pengobatan yang sedang dijalani

oleh pasien.Banyak pasien yang tidak mematuhi aturan pengobatan yang seharusnya,

sehingga terjadi kesalahan tertentu yang mengakibatkan kerugian pada pasien.Hal

tersebut harus dicegah agar pasien tidak dirugikan bahkan menyebabkan bahaya

serius.

2.3.2.5 Transfer pengetahuan di rumah sakit


Meliputi kekurangan pada orientasi atau training, tingkat pengetahuan staf

untuk menjalankan tugas, alur kerja tidak memadai, para dokter, perawat dan staf lain

sibuk karena SDM tidak memadai, pengawasan yang tidak memadai.

2.3.2.6 Kegagalan teknis


Kegagalan alat atau perlengkapan: pompa infus, monitor. Komplikasi atau

kegagalan implants .Instruksi tidak adekuat, peralatan dirancang secara buruk bisa

sebabkan pasien cedera.Kegagalan alat tidak teridentifikasi secara tepat sebagai dasar

cedera pasien, dan diasumsikan kesalahan tenaga kesehatan.

2.3.2.7 Kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat


Pedoman cara pelayanan dapat merupakan faktor penentu terjadinya banyak

medical errors. Kegagalan dalam proses layanan dapat ditelusuri sebabnya pada

buruknya dokumentasi, bahkan tidak ada pencatatan, atau SOP klinis yang adekuat.

2
2.4 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik, pelayanan

penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan, dan

pemeliharaan sarana Rumah Sakit.Farmasi Rumah Sakit adalah seluruh aspek

kefarmasian yang dilakukan di suatu Rumah Sakit.

Jadi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian atau fasilitas

di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang

ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri.Pekerjaan kefarmasian adalah

pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan,

penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Berdasarkan hal tersebut definisi umum dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah

suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan

seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi

persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara

professional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas

seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna,

mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan

atau sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal

dan rawat jalan, pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan

seluruh perbekalan kesehatan di Rumah Sakit, pelayanan farmasi klinik umum dan

spesialis, mencakup pe layanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik.

2
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu unit atau bagian di rumah sakit,

tempat atau fasilitas penyelenggaraan semua fungsi pekerjaan kefarmasian yang

mengelola semua aspek obat mulai dari produksi, pengembangan, pelayanan farmasi

untuk semua individu pasien, profesional kesehatan, dan program rumah sakit.

( Siregar, Charles.J.P, Endang kumolosasi.Farmasi klinik, 2004:2 )

2.4.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan,

penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai

dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam

rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan, maupun untuk semua unit

termasuk poliklinik rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus

menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan

bermutu tinggi dan yang paling bermanfaat dengan biaya minimal.Jadi, IFRS adalah

satu-satunya unit dalam rumah sakit yang bertugas dan bertanggung jawab

sepenuhnya pada pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan obat atau

perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit tersebut.IFRS

bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan

terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian atau

unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah sakit

keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik.

2.4.2 Distribusi dan pengendalian obat oleh IFRS


IFRS adalah satu-satunya unit atau bagian yang harus bertanggung jawab

dalam pengelolaan menyeluruh mulai dari perencanaan, pengadaan (pembelian, dan

2
manufaktur), pengendalian mutu, penyimpanan, penyiapan dan peracikan, pelayanan

resep atau order, distribusi sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan

yang beredar, dan digunakan dirumah sakit termasuk pelayanan yang berkaitan

dengan obat kepada penderita ambulatory (Charles J.P Siregar, 2003).

Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab IFRS, sangat penting dan

tepat bahwa apoteker secara rutin hadir dalam semua daerah perawatan penderita,

mengadakan hubungan dengan personel berkaitan dan akan mengetahui dan

berkontribusi pada prosedur medik yang berkaitan dengan obat, yaitu :

1. Kebijakan dan prosedur pengendalian penggunaan obat investigasi (jika digunakan

di rumah sakit) harus dikembangkan dan diikuti. IFRS harus bertanggung jawab

untuk penyimpanan, pengemasan, pemberian label, pendistribusian, dan

pemeliharaan rekaman inventaris obat investigasi. IFRS juga bertanggung jawab

(bekerja sama dengan investigator utama ) untuk memberikan informasi tentang

obat investigasi tersebut.


2. Apoteker wajib mengkaji resep atau order asli dokter, sebelum mendispensing

setiap obat. Tidak diperkenankan menyalin kembali order obat oleh perawat atau

personel lain untuk disampaikan kepada IFRS. Sistem komputerisasi keseluruhan

rumah sakit dan IFRS sendiri, harus dilindungi dan aman terhadap pemasukan data

yang tidak sah. Semua system harus dilengkapi untuk pengkajian dan verifikasi

order asli dokter sebelum di dispensing. Untuk itu, IFRS harus membuat prosedur

atau instruksi kerja tertulis.


3. Profil pengobatan penderita (P-3) untuk semua penderita rawat tinggal dan rawat

jalan (atau yang dipilih) harus dibuat, dipelihara, dan digunakan

2
4. Apoteker wajib mengadakan prosedur pengendalian yang diperlukan guna

memastikan bahwa penderita menerima obat yang benar pada waktu yang tepat.

Untuk mencapai hal tersebut, semua obat yang digunakan di rumah sakit

didistribusikan oleh IFRS. Senua obat harus dikemas, diberi etiket, dan

didistribusikan dalam cara yang memenuhi standar profesional yang berlaku dan

persyaratan hukum.
5. Untuk kepentingan keselamatan penderita, semua obat yang di dispensing oleh

apoteker untuk dikonsumsikan pada penderita sebaiknya dalam kemasan unit

tunggal dan sedapat mungkin dalam bentuk siap konsumsi. Perlunya perawat

menyiapkan obat ( misalnya : mengambil dosis dari wadah multidosis, memberi

etiket pada wadah, dan rekonstitusi) sebelum dikonsumsikan harus diminimalkan.


6. Personel IFRS harus menyiapkan semua produk steril antara lain : injeksi

kemoterapi, sediaan infuse, sediaan parenteral lainnya, pencampuran sediaan

intravena, dan larutan irigasi.


7. Apoteker bekerja sama dengan staf rumah sakit wajib menetapkan kebijakan dan

prosedur terdokumentasi untuk penanganan obat yang diduga berbahaya dalam

pekerjaan (occupational hazard). Prosedur tersebut harus memelihara keutuhan

sediaan obat dan melindungi personel rumah sakit.

2.5 Definisi obat-obat High Alert

Obat-obat High Alert adalah obat-obatan yang menyebabkan resiko tinggi

ketika terjadi kesalahan dalam pemberiannya. Meskipun kesalahan mungkin atau

tidak mungkin dengan obat, konsekuensi dari kesalahan akan lebih merugikan pasien

( ISMP, 2012).

2
2.5.1 Manajemen obat High Alert di Rumah Sakit
ISMP (Institute for Safe Medication Practice) memberikan strategi untuk

manajemen obat-obat High aAlert yaitu meningkatkan informasi tentang obat-obatan

High Alert, membatasi akses ke obat-obat High Alert, menggunakan label dan tanda

peringatan, menggunakan system cek ganda bila diperlukan. Menurut American

Hospital Association (2002) terdapat 3 prinsip yang dapat digunakan untuk

melindungi pemakaian obat-obat High Alert sebagai berikut :

1. Mengurangi atau menghilangkan kemungkinan kesalahan

Misalnya mengurangi penyebaran obat-obat High Alert di rumah sakit,

mengurangi persediaan larutan konsentrat, menghilangkan obat-obat High Alert dari

daerah klinis.

2. Mendokumentasikan kesalahan yang terjadi

Misalnya adanya petugas yang memeriksa pengaturan pompa infuse untuk obat

high alert adalah salah satu cara untuk mendokumentasikan jika terjadi kesalahan

dengan demikian dapat dicegah sebelum diaplikasikan pada pasien.

3. Meminimalkan konsekuensi dari kesalahan

Misalnya terjadi kesalahan fatal ketika lidokain 2% 50 ml yang disuntikkan

bukan manitol yang memiliki penampilan yang sama.

American Hospital Association (2002) juga telah membuat konsep kunci

untuk melindungi penggunaan obat-obat High Alertyaitu :

1. Membangun system redudansi (misalnya unit dosis distribusi obat)


2. Gunakan brankas khusus (misalnya pompa elektronik dengan mekanisme

menjepit untuk mencegah aliran bebas)

2
3. Mengurangi pilihan ( misalnya memiliki banyak pilihan untuk memesan heparin

dalam berbagai

konsentrasiseperti20.000units/250mLdan20.000units/500mLdan25.000units/500

mL. untuk menghindari kesalahan sebaiknya hanya terdapat satu pilihan).


4. Menggunakan suatu fungsi, yaitu teknik untuk mengurangi kemungkinan jika

obat yang diberikan berpotensi mematikan


5. Mengeksternalisasi atau sentralisasi proses kesalahan (memusatkan persiapan

larutan IV)
6. Menggunakan diferensiasi (misalnya mengidentifikasi dan mengkhususkan obat

yang memiliki nama dan bunyi mirip saat disebutkan, menggunakan nama

generik yang cenderung tidak terdengar sama dengan nama merek)


7. Tempat penyimpanan obat yang tepat (misalnya memisahkan obat berpotensi

berbahaya dengan nama yang mirip atau kemasan yang serupa)


8. Gambaran produk baru (misalnya bagian farmasi dan terapi harus memeriksa

obat-obat baru dan pengiriman obat yang tidak terdapat label


9. Standarisasi dan menyederhanakan dalam pemesanan (misalnya meminimalkan

perintah dalam bentuk lisan dan mengurangi singkatan)


10. Mengurangi akses obat (misalnya obat-obat High Alert hanya boleh disimpan di

apotek dan hanya apoteker yang dapat mengaksesnya)


11. Menggunakan batasan (misalnya farmasis memeriksa semua permintaan untuk

obat-obat high alert sebelum persiapan dan administrasi, menghentikan

permintaan, membatasi dosis dan durasi)


12. Menggunakan pengingat (misalnya menggunakan label pada obat-obat High

Alert, pada data di computer terdapat peringatan dan informasi tentang obat-obat

High Alert tersebut)


13. Standarisasi dosis (gunakan tabel dosis standart lebih baik daripada menghitung

dosis berdasarkan berat badan).

2
2.5.3 Faktor resiko obat-obat High Alert
Faktor resiko dari obat-obat high alert adalah factor penentu yang

menentukan berapa besar kemungkinan obat tersebut menimbulkan bahaya. Berikut

factor resiko dari beberapa contoh obat High Alert :

Tabel 2.4 Faktor Resiko Obat-obat High Alert

Tipe obat Faktor Resiko Umum Penanganan


Insulin 1. Tidak ada system cek dosis 1. Menetapkan sistem
2. botol-botol insulin dan pengecekan yang mana tenaga
heparin dicampur dan dijaga kesehatan membuat preparat
dalam kedekatan tertutup dosis dan tenaga kesehatan
satu sama lainnya pada unit lainnya melakukan review
keperawatan. terhadapnya.
3. Angka kesalahan terjadi ke 2. Menyimpan insulin dan
dalam cairan infus heparin tidak berdekatan.
3. Melakukan ejaan untuk setiap
unit lebih baik daripada
menyingkatnya.
4. Menetapkan sebuah sistem
pengecekan yang independen
untuk angka pompa infuse dan
pengaturan konsentrasi.
Opiates dan 1. Narkotik parenteral 1. Membatasi ketersediaan opium
narkotik disimpan sebagai stok dasar dan narkotik dalam stok dasar.
di area keperawatan. 2. Mengajarkan para staff tentang
2. Hydromorphine pengucapan kemungkinan pencampuran
hampir sama dengan hydromorphine dan morphine.
morphine 3. Menyediakan aturan peralatan
untuk dua kali cek obat,
pengaturan pompa, dan dosis.
Penyuntikan 1. Menyimpan concentrated 1. Memindahakan potassium
potassium potassium chloride/phosphate dari stok
chloride/phosp chloride/phosphate di luar dasar.
hate farmasi. 2. Memindahakan preparasi obat
concentrate 2. Mencampur tanpa persiapan dan gunakan pra campuran
dari potassium komersial dari IV.
chloride/phosphate 3. Menetapkan standard dan
batasi konsentrasi obat.
Antikoagulan 1. Konsentrasi dan total 1. Menetapkan standar
Intravena / volume tidak terlabel konsentrasi dan menggunakan
dengan jelas. premixed solutions.

2
Heparin 2. Botol multidosis botol-botol 2. Menggunakan botol single-
insulin dan heparin dosis
dicampur dan dijaga dalam Memisahkan heparin dan
kedekatan tertutup satu insulin:
sama lainnya pada unit
keperawatan.
Sodium 1. menyimpan sodium chloride 1. Membatasi jalan masuk
chlorine solution di atas 0.9 % di atas sodium chloride solutions di
solutions di nursing unit. atas 0.9%: pindahkan solutions
atas 0.9% 2. Tersedianya banyak ini dari nursing unit.
konsentrasi/formula 2. Membuat standar dan batasan
3. Tidak ada sistem obat dan konsentrasi.
pengecekan dua kali. Menyediakan protokol
peralatan untuk double-check
angka pompa obat,
konsentrasi, dan
garis tambahan.

Faktor resiko dari obat-obat High Alert tidak hanya berkaitan dengan penandaan

tetapi dapat pula berkaitan dengan obat High Alert yang memiliki nama dan

pengucapan sama. Oleh karena itu staf rumah sakit diajarkan untuk mencegah bunyi

yang kedengarannya sama tetapi berbeda dengan menggunakan :

1. Menuliskan dengan benar dan mengucapkan ketika mengkomunikasikan

informasi dalam pengobatan. Buat pendengar tersebut mengulang kembali

pengobatan tersebut untuk meyakinkan mereka mengerti dengan benar.

2. Mengingatkan merek tersebut dan nama obat generik yang biasa diucapakan dan

seperti terlihat.

2
3. Memperhatikan untuk kesalahan –kesalahan pembagian ketika menambahkan

obat

4. Kelompokkan obat dengan kategori daripada dengan alpabet.

5. Mengingatkan menempatkan dalam sistem komputer dan diatas label pada

tempat pengobatan untuk tanda dokter, perawat, dan farmasi pada masalah

yang potensial.

6. Melakukan check tempat atau label pengobatan selain label pasien sebelum

memberikan dosis kepada pasien.

2.6 Kerangka teori

Rumah sakit merupakan tempat sarana penyelenggaraan upaya

kesehatan.Upaya tersebut berupa kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan

dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.Dari penjelasan di atas pasti

terdapat hubungan yang erat dengan pengertian keselamatan pasien, karena upaya

yang dilakukan semua ditujukan untuk kepentingan pasien.Jadi sudah seharusnya

sebuah rumah sakit beserta stafnya mengusahakan tingkat keselamatan pasien demi

keamanan dan kenyamanan.

Banyak usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan keselematan pasien

salah satunya dengan adanya standar minimal pelayanan rumah sakit.Diharapkan

dengan adanya aturan tersebut keselamatan pasien lebih meningkat, namun tidak

begitu saja harapan tersebut tercapai.Meskipun telah ada berbagai aturan kejadian

kesalahan pengobatan atau Medication Error masih terjadi. Dalam hal ini kejadian

3
tersebut akan sangat merugikan pasien. Pasien datang ke rumah sakit untuk berobat

dan memulihkan kesehatan bukan untuk menjadi korban dari kejadian Medication

Error.

Banyak factor yang menyebabkan kejadian Medication Error tidak hanya

karena standart yang dibuat tidak memadai, tetapi dapat pula berasal dari tenaga

kesehatan, lingkungan, pasien, pemberian obat dan terjadi kesalahan teknis dari alat

kesehatan yang digunakan. Dalam pemberian obat akan berakibat fatal jika kita

sebagai tenaga kesehatan salah dalam pemberiannya. Akan lebih berbahaya jika yang

diberikan adalah obat-obat High Alert .

Pengertian obat-obat High Alert adalah obat yang beresiko tinggi jika dalam

pemberiannya terjadi kesalahan.obat LASA (Look Alike Sound Alike) juga termasuk

dalam kategori High Alertadalah obat yang nama dan pengucapannya mirip.

Berbahaya jika kita sebagai tenaga kesehatan salah dalam mengambil obat LASA ini

dikarenakan ada kemiripan antara obat yang satu dengan yang lain. Jika sudah begitu

seharusnya obat-obat High Alert perlu mendapatkan perhatian yang lebih.Perhatian

tersebut dapat berupa membuat penanganan khusus kategori obat ini dengan

mengatur penyimpanannya.Mengatur penyimpanan obat-obat High Alertmemang

bukan satu-satunya usaha untuk meningkatkan keselamatan pasien.Namun jika

dilaksanakan dengan baik dapat membantu meningkatkan keselamatan pasien di

Rumah Sakit. Begitu juga dengan tenaga kesehatan mereka akan lebih paham dan

berhati-hati dalam melakukan pelayanan kepada pasien.

3
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 RancanganPenelitian

Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian survey deskriptif yaitu

dilakukan terhadap sekumpulan objek yang biasanya bertujuan untuk melihat

gambaran fenomena (termasuk kesehatan). Metode penelitian survey deskriptif

bertujuan untuk menggambarkan penyimpanan obat-obat High Alert di Instalasi

Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo.

3
Adapun rancangan penelitian meliputi tahapan sebagai berikut :Tahap

pertama, melakukan survey terhadap obat-obat golongan High Alert yang disimpan di

Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo. Tahap kedua

melakukan analisa data yang bersifat kualitatif yaitu dari hasil pengamatan kemudian

diambil kesimpulan.

3.2 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah obat-obat High Alert yang ada di

Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo .

3.3 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh

Kota Probolinggo.Waktu pelaksanaan dimulai pada bulan Mei 2014.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variable adalah uraian tentang batasan variable yang

dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variable yang bersangkutan. Berikut

adalah table definisi operasional variabel :

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel


Variable Sub Definisi operasional Alat ukur Hasil Skala
penelitian variabel ukur
Penyimpan Tempat Tempat Penyimpanan Lembar Jawaba Nomin
an obat penyimpan obat-obat High Alert checklist n Ya
an disendirikan tidak al
standart skor 1
dicampur.
penyimpan Tidak
Pelabelan an obat skor 0
Pelabelanseperti nama
obat, tanggal kadaluarsa, High Alert
kekuatan
obat,tandaperingatanobat
High Alert dan label

3
larutan konsentrat
Sistem
FIFO atau FIFO (First In First Out)
FEFO adalah dimana barang
yang pertama masuk
harus lebih dulu keluar
disbanding barang yang
baru datang.
FEFO adalah dimana
barang yang mendekati
kadaluarsa dikeluarkan
Penyimpan lebih dulu.
an menurut
jenis Obat-obat golongan High
sediaan Alert disimpan menurut
bentuk sediaan dan sesuai
alphabet.

Sistem
Tallman
untuk
Sistem Tallman dimana
LASA
nama kedua obat yang
sama dibuat huruf besar
dan diberi warna yang
mudah terlihat.

3.5 Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar obat-obat yang

masuk kategori High Alert ,dan daftar chek list kelengkapan standart penyimpanan

obat golongan High Alert .

3.6 Pengumpulan data

3
Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data adalah pengamatan atau

observasi langsung.Metode pengamatan atau observasi langsung yaitu melakukan

pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan penyimpanan obat-obatHigh Alert di

Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo. Berikut teknik

pengumpulan data yang digunakan :

3.6.1 Pengamatan langsung

3.6.1.1 Mengumpulkan data obat-obatan High Alert yang ada di Instalasi Farmasi

RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo.

3.6.1.2 Melihat bagaimana penyimpanan obat-obat High Alert yang ada di Instalasi

Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo meliputi bagaimana

tempat penyimpanannya, Sistem penyimpanan, dan Pelabelan.

3.6.1.3 Kemudian hasil dibandingkan dengan standart penyimpanan

3.6.1.4 Dihitung prosentase kemudian diambil kesimpulan

3.7 Analisis data

Dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yaitu hasil dari

pengamatan langsung dianalisis kemudian diambil kesimpulan berupa deskripsi.

Analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Data yang diperoleh dari lembar checklist diberi skor, jawaban ya mendapat

skor 1, jawaban tidak mendapat skor 0


2. Hasil data yang telah diberi skor dijumlahkan dan dibagi dengan skor tertinggi

lalu dikalikan dengan 100%


3. Dihitung nilai rata-rata yang diperoleh
4. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan kategori tentang penyimpanan obat-obat

High Alertdi Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo.

3
Perhitungan skor digunakan rumus :

n
P= N x 100%

Keterangan :

P = Prosentase yang didapat

n = Skor yang didapat

N = Skor tertinggi atau maksimal

Dari hasil pemberian skor maka dapat disimpulkan kategori penyimpanan obat-obat

High Alert di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo dengan

menggunakan prosentase sebagai berikut :

No HASIL YANG DIPEROLEH KRITERIA


1. 81-100% BAIK SEKALI
2. 61-80% BAIK
3. 41-60% CUKUP
4. 21-40% KURANG
5. 0-20% KURANG SEKALI

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan lembar chek list dengan cara

dilakukan skoring yaitu jika item pertanyaan sesuai dengan standar maka diberi skor

1, jika tidak sesuai dengan standar diberi skor 0. Untuk melihat apakah sesuai dengan

standart atau belum dengan cara skor yang didapat dibagi dengan skor maksimal

kemudian dikali dengan 100%. Hasil yang didapat berupa prosentase yang

menunjukkan gambaran penyimpanan obat-obat High Alert di Instalasi Farmasi RSUD

3
Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo apakah sudah baik atau kurang dan apakah sesuai

dengan standart.

4.1.1 Obat-obat High Alert di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota

Probolinggo

Obat golongan High Alert di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota

Probolinggo terdiri dalam 4 golongan yaitu golongan narkotik dan psikotropik, golongan

LASA (Look Alike Sound Alike), golongan elektrolit konsentrat, dan golongan obat dengan

perlakuan khusus dalam pemberian.

Tabel 4.1.1.1 Obat-obat High Alert golongan narkotik dan psikotropik di Instalasi

Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo

No NARKOTIKA PSIKOTROPIKA
1 Codein 10 mg Tab Alprazolam 0,5 mg Tab
2 Codein 15 mg Tab Alganax 0,25 mg Tab
3 Codein 20 mg Tab Alganax 0,5 mg Tab
4 Codipront Cap Analsik Tab
5 Codipront C. Exp, Cap Braxidin Tab
6 MST 15 mg Clobazam Tab
7 Morphin Inj Diazepam 2 mg Tab
8 Fentanyl Inj Diazepam 5 mg Tab
9 Pethidin Inj Luminal 30 mg Tab
10 - Sanmag Tab
11 - Valisanbe 2 mg Tab
12 - Valisanbe 5 mg Tab
13 - Alprazolam 1 mg Tab
14 - Miloz Inj
15 - Valisanbe Inj
16 - Sedalum Inj
17 - Phental Inj
18 - Frisium Inj

Obat High Alert golongan narkotik dan psikotropik di Instalasi Farmasi

RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo terdapat 2 item obat yaitu tablet dan

3
injeksi yang masing-masing memiliki dosis berbeda. Obat-obat tersebut disimpan di

lemari khusus 2 pintu dan terpisah dari obat lain. Pelabelan dilakukan sesuai dengan

protap rumah sakit yaitu diberi label bertuliska sedatif dengan warna dasar merah.

Penulisan nama obat dan dosis sudah jelas dan dapat dengan mudah dibaca. Namun

masih belum terdapat tanda peringatan bahwa obat tersebut High Alert.

Tabel 4.1.1.2 Obat-obat High Alert golongan LASA (Look Alike Sound Alike) atau

Norum (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad

Saleh Kota Probolinggo

No Mirip Ucapan
1 Alprazolam Lorazepam
2 Histapan Heptasan
3 Ciflos Ciflon
4 Dopamine Dobutamine

Golongan LASA (Look Alike Sound Alike) atau Norum (Nama Obat Rupa

Ucapan Mirip) yang mirip ucapan ini masih belum diletakkan secara terpisah. Obat-

obat ini masih diletakkan bercampur dengan obat lain. Penulisan nama obat dan dosis

sudah ditulis dengan jelas. Namun dalam penulisan untuk kategori LASA masih

belum menggunakan sistem Tall man. Sistem tersebut adalah cara penulisan nama

obat yang terdengar mirip dan terlihat sama. Sehingga jika menggunakan sistem Tall

man diharapkan tenaga kesehatan akan lebih teliti saat akan mengambil obat LASA

ini. Golongan obat ini masih belum diberi tanda peringatan High Alert.

Pelabelan obat LASA di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota

Probolinggo mengikuti protap dari pihak Rumah Sakit yaitu label bertuliskan Norum

dengan warna dasar hijau.

3
Tabel 4.1.1.3 Obat-obat High Alert golongan LASA (Look Alike Sound Alike) atau

Norum (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad

Saleh Kota Probolinggo

No Mirip Nama
1 ALPRAzolam LORAzepam
2 CifLON CifLOS
3 CeFAZolin CefTRIAXone
4 DimenhyDRINATE DiphenhydrAMINE
5 MetFORMIN MetroNIDAZOL
6 Gentamicin Gentian violet
7 KeTOROLAC KeTALAR
8 AmloDIPINE AmiloRIDE

Golongan LASA (Look Alike Sound Alike) atau Norum (Nama Obat Rupa

Ucapan Mirip) yang mirip nama ini juga masih belum diletakkan secara terpisah.

Penulisan nama obat yang termasuk LASA ini juga masih belum menggunakan

sistem Tall man. Namun penulisan nama obat dan dosis sudah jelas. Pelabelan yang

dilakukan juga mengikuti protap dari pihak Rumah Sakit yaitu label bertuliskan

Norum dengan warna dasar hijau. Golongan obat ini masih belum diberi tanda

peringatan High Alert

Tabel 4.1.1.4 Obat-obat High Alertgolongan LASA (Look Alike Sound Alike) atau

Norum (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad

Saleh Kota Probolinggo

No Mirip Kemasan
1 Acran Inj Beclof Inj
2 Cefotaxime Inj Ceftriaxone Inj
3 Soholin Inj Cendrantron Inj

3
4 Alinamin F Inj Aminophilin Inj
5 Impugan Inj Furosemid Inj
6 Getidine Inj Camigesic Inj
7 Plasminex Inj Traventis Inj

Golongan LASA (Look Alike Sound Alike) atau Norum (Nama Obat Rupa Ucapan

Mirip) yang mirip kemasan ini juga masih belum diletakkan secara terpisah.

Pelabelan obat dilakukan sama dengan yang lain nama obat dan dosis ditulis dengan

jelas. Golongan obat ini masih belum diberi tanda peringatan High Alert . Penulisan

obat juga belum menggunakan sistem Tall man. Pelabelan yang dilakukan juga

mengikuti protap dari pihak Rumah Sakit yaitu label bertuliskan Norum dengan

warna dasar hijau.

Tabel 4.1.1.5 Obat-obat High Alertgolongan obat dengan perlakuan khusus dalam

pemberian di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo

Kelas Terapi Nama obat


Adrenergik agonis (IV) Norepinefrin, Phenytoin
Anastetik Safol (IV)
Antiaritmika (IV) Lidokain
Antitrombotika Arixtra (IV/SC)
Pengobatan Inotropik (IV) Fargoxin, Fasorbid Inj
Agen sedasi Midazolam
Hipoglikemik oral Metformin, glibenklamid, Glucobay, Glidanil,

Glimepiride, Glipizide,
Insulin SC dan IV Sansulin N, Novomix, Lantus, Solostar, Novorapid
Agen radiokontras Iopamiro
Kemoterapi agen Oksitosin (IV)

Golongan obat dengan perlakuan khusus dalam pemberian di Instalasi Farmasi RSUD

Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo masih belum diletakkan secara terpisah.

Penulisan nama obat dan dosis sudah jelas dan tidak disingkat. Golongan obat ini

4
masih belum diberi tanda peringatan High Alert. Dalam protap Rumah Sakit untuk

obat golongan ini masih belum ada instruksi pelabelan khusus. Karena obat-obat yang

termasuk golongan ini tidak berada di Instalasi Farmasi. Namun seiring

perkembangan informasi dan untuk kepentingan keselamatan pasien , obat-obat ini

mulai dipindahkan ke Instalasi Farmasi tahap demi tahap. Hal tersebut diupayakan

untuk mengindari adanya kesalahan dalam pengobatan dan akan meningkatkan

keselamatan pasien.

Tabel 4.1.1.6 Obat-obat High Alert golongan elektrolit konsentrat di Instalasi Farmasi

RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo

No Nama Obat
1 D 40%
2 Mg Sulfat 20%
3 Mg Sulfat 40%
4 Meylon
5 KCl 7,5 %
6 Potassium fosfat Inj
7 Mg Sulfat Inj

Golongan elektrolit konsentrat di Instalasi Farmasi Dr. Mohamad Saleh Kota

Probolinggo sudah diletakkan secara terpisah. Penulisan nama obat dan konsentrasi

sudah jelas. Golongan obat ini masih belum diberi tanda peringatan High Alert.

Pelabelan yang dilakukan juga mengikuti protap dari pihak Rumah Sakit yaitu label

bertuliskan elektrolit konsentrat dengan warna dasar kuning.

4
4.1.2 Hasil Pengamatan

Tabel 4.1.2.1 Hasil Pengamatan penyimpanan obat-obat High Alertgolongan narkotik

dan psikotropik di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo.

No KETERANGAN JAWABAN HASIL SKOR %


SKOR MAKSIMAL

1 Penyimpanan obat-obat Tidak 0 1


High Alert disendirikan dan
tidak dicampur
2 Nama obat jelas dan tidak Ya 1 1
disingkat

3 Terdapat tanggal Ya 1 1
kadaluarsa pada kemasan
obat
4 Terdapat kekuatan obat atau Ya 1 1
dosis baik pada kemasan
maupun wadah obat
5 Terdapat tanda Tidak 0 1
peringatan obat High
Alert
6. Terdapat label Ya 1 1
larutan konsentrat
beserta
konsentrasinya
7. Penyusunan obat Ya 1 1
menggunakan sistem FIFO
atau FEFO
8. Penyusunan obat secara Ya 1 1
alfabetis dan menurut jenis
sediaan
Jumlah 6 8

4
Pada table 4.1.2.1 menunjukkan bahwa skor total yang diperoleh dari penyimpanan

obat-obat High Alert di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota

Probolinggo adalah 6 dengan prosentase 75%, sedangkan skor maksimal adalah 8

dengan prosentase 100%.

Tabel 4.1.2.2 Hasil Pengamatan penyimpanan obat-obat High AlertLASA (Look Alike

Sound Alike) atau Norum (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) di Instalasi Farmasi RSUD

Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo.

No KETERANGAN JAWABAN HASIL SKOR %


SKOR MAKSIMAL

1 Penyimpanan obat-obat Tidak 0 1


High Alert disendirikan dan
tidak dicampur
2 Nama obat jelas dan tidak Ya 1 1
disingkat

3 Terdapat tanggal Ya 1 1
kadaluarsa pada kemasan
obat
4 Terdapat kekuatan obat atau Ya 1 1
dosis baik pada kemasan
maupun wadah obat
5 Terdapat tanda Tidak 0 1
peringatan obat High
Alert
6. Penyusunan obat Ya 1 1
menggunakan sistem FIFO
atau FEFO
7. Penyusunan obat secara Ya 1 1
alfabetis dan menurut jenis
sediaan
8. Penulisan nama obat Tidak 0 1
menggunakan sistem Tall
man

4
Jumlah 5 8

Pada table 4.1.2.2 menunjukkan bahwa skor total yang diperoleh dari penyimpanan

obat-obat High Alert di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota

Probolinggo adalah 5 dengan prosentase 62,5 %%, sedangkan skor maksimal adalah

8 dengan prosentase 100%.

Tabel 4.1.2.3 Hasil Pengamatan penyimpanan obat golongan obat dengan perlakuan

khusus dalam pemberian di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Proboli

nggo.

No KETERANGAN JAWABAN HASIL SKOR %


SKOR MAKSIMAL

1 Penyimpanan obat-obat Tidak 0 1


High Alert disendirikan dan
tidak dicampur
2 Nama obat jelas dan tidak Ya 1 1
disingkat

3 Terdapat tanggal Ya 1 1
kadaluarsa pada kemasan
obat
4 Terdapat kekuatan obat atau Ya 1 1
dosis baik pada kemasan
maupun wadah obat
5 Terdapat tanda Tidak 0 1
peringatan obat High
Alert
6. Penyusunan obat Ya 1 1
menggunakan sistem FIFO
atau FEFO

4
7. Penyusunan obat secara Ya 1 1
alfabetis dan menurut jenis
sediaan
Jumlah 5 7

Pada table 4.1.2.3 menunjukkan bahwa skor total yang diperoleh dari penyimpanan

obat-obat High Alert di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota

Probolinggo adalah 5 dengan prosentase 71,4 %, sedangkan skor maksimal adalah 7

dengan prosentase 100%.

Tabel 4.1.2.4 Hasil Pengamatan penyimpanan obat golongan elektrolit konsentrat di

Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo.

No KETERANGAN JAWABAN HASIL SKOR %


SKOR MAKSIMAL

1 Penyimpanan obat-obat Ya 1 1
High Alert disendirikan dan
tidak dicampur
2 Nama obat jelas dan tidak Ya 1 1
disingkat

3 Terdapat tanggal Ya 1 1
kadaluarsa pada kemasan
obat
4 Terdapat kekuatan obat atau Ya 1 1
dosis baik pada kemasan
maupun wadah obat
5 Terdapat tanda Tidak 0 1
peringatan obat High
Alert
6. Penyusunan obat Ya 1 1
menggunakan sistem FIFO
atau FEFO

4
7. Penyusunan obat secara Ya 1 1
alfabetis dan menurut jenis
sediaan
Jumlah 6 7

Pada table 4.1.2.4 menunjukkan bahwa skor total yang diperoleh dari penyimpanan

obat-obat High Alert di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota

Probolinggo adalah 6 dengan prosentase 86 %, sedangkan skor maksimal adalah 7

dengan prosentase 100%.

Tabel 4.1.3 Rekapitulasi Prosentase Hasil Pengamatan

No Data Penyimpanan Skor jawaban Prosentase Skor yang di

dapat

1 Golongan narkotik dan 6 75 %

psikotropik
2 Golongan LASA (Look 5 62,5 %

Alike Sound Alike)


3 Golongan obat dengan 5 71,4 %

perlakuan khusus dalam

pemberian
4 Golongan elektrolit 6 86%

konsentrat
Jumlah 294,9 %
Prosentase nilai rata-rata

75 +62,5 +71,4 +86


= 4

294,9
= 4

= 73,7 %

4
Dari hasil diperoleh skor rata-rata gambaran penyimpanan obat High Alert di Instalasi

Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo sebesar 73,7%

4.2 Pembahasan

Penelitian ini membahas tentang bagaimana gambaran penyimpanan obat-obat

High Alert yaitu obat-obat yang perlu diwaspadai di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penyimpanan

obat-obat High Alert di Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Sedangkan tujuan khusus dari

penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan kriteria-kriteria penyimpanan khusus

untuk obat golongan High Alert.

Kriteria penyimpanan tersebut adalah cara pelabelan antara lain bagaimana

tanda peringatan untuk obat High Alert, bagaimana label dosis obat, tanggal

kadaluarsa, dan label larutan konsentrat. Kriteria sistem penyusunan obat golongan

High Alert menggunakan FEFO atau FIFO dan apakah disusun menurut alphabet dan

bentuk sediaan. Kriteria tata letak penyimpanan apakah obat-obat High Alert

disendirikan atau dicampur dengan yang lain, dan bagaimana kriteria penyimpanan

untuk obat LASA ( Look Alike Sound Alike ).

Metode penelitian yang digunakan adalah pengamatan secara langsung

dengan alat ukur berupa lembar chek list berisi kriteria penyimpanan khusus obat-

obat High Alert.Dari lembar chek list hasil dicocokkan berdasarkan pengamatan

langsung. Populasi penelitian ini adalah obat-obat High Alert yang ada di Instalasi

4
Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo. Dalam penelitian ini semua

populasi dijadikan sampel.

Analisis data yang dilakukan adalah dengan memberikan prosentase

gambaran penyimpanan obat-obat High Alert yang telah dilakukan. Terdapat

beberapa tolak ukur tentang bagaimana penyimpanan yang sudah dilakukan yaitu

baik, kurang, cukup atau kurang sekali menurut prosentase yang telah diperoleh.

Dengan menggunakan prosentase tersebut akan memudahkan mengolah data hasil

pengamatan.

Manfaat yang diperoleh dengan adanya penelitian ini diharapkan bagi instansi

yang menjadi tempat penelitian dapat dijadikan masukan informasi dalam mengelola

penyimpanan khusus obat-obat High Alert sehingga dapat meningkatkan keselamatan

pasien. Manfaat bagi tenaga kesehatan mendapat pemahaman tentang pentingnya

pengaturan penyimpanan khusus obat-obat High Alert, sehingga jika mendapat resep

obat-obat High Alert akan lebih berhati-hati. Manfaat bagi masyarakat adalah dengan

meningkatnya kesadaran pentingnya keselamatan pasien maka pelayanan kesehatan

akan lebih maksimal. Keterbatasan penelitian ini adalah hanya mengamati

penyimpanan obat saja sehingga tidak dapat menggambarkan seluruh proses

pengelolaan dari obat-obat High Alert.

Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan data 4 golongan obat yang masuk

dalam kategori High Alert, yaitu golongan narkotik dan psikotropik, golongan LASA

(Look Alike Sound Alike), golongan elektrolit konsentrat dan golongan obat dengan

perlakuan khusus dalam pemberian. Golongan obat yang masuk kategori High Alert

4
tersebut harus diperhatikan cara penyimpanannya untuk mencegah kesalahan saat

pengambilan maupun saat akan disiapkan untuk diberikan kepada pasien.

Pengaturan tentang penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai (High

Alert) termasuk dalam sasaran keselamatan pasien.Maksud dari sasaran keselamatan

pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Rumah Sakit

perlu mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat

yang perlu diwaspadai (High Alert). Rumah Sakit secara kolaboratif mengembangkan

kebijakan dan atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai

berdasarkan data yang ada di rumah sakit. (DepKes RI, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian didapatakan penyimpanan obat High Alert

golongan narkotik dan psikotropik di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh

Kota Probolinggo mendapat prosentase sebesar 75 % yang artinya penyimpanan

masuk dalam kategori baik. Letak penyimpanan obat narkotik dan psikotropik telah

disendirikan sesuai aturan yang berlaku yaitu dalam lemari khusus dengan dua

pintu.Nama obat telah ditulis dengan jelas dan tidak disingkat, selain itu dalam wadah

obat telah tertulis konsentrasi obat atau dosis yang jelas.Dalam kemasan obat juga

telah tertera tanggal kadaluarsa yang jelas.Obat golongan narkotika dan psikotropika

disimpan sesuai alfabetis dan bentuk sediaan, juga telah disusun menggunakan sistem

FIFO.

Obat-obat yang ada di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota

Probolinggo diletakkan diwadah tersendiri tidak memakai kardus obat sehingga lebih

tertata rapi. Namun dalam penyimpanannya tidak diberi label peringatan bertuliskan

High Alert. Pelabelan obat golongan narkotik dan psikotropik di Instalasi Farmasi

4
RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo dilakukan berdasarkan protap yang

dikeluarkan oleh pihak rumah sakit. Label tersebut bertuliskan sedatif untuk golongan

narkotik dan psikotropik dengan warna dasar merah.

Obat golongan narkotik dan psikotropik masuk dalam kategori High Alert

dikarenakan obat-obat tersebut dapat mempengaruhi jiwa dan pikiran seseorang yang

akhirnya rawan disalahgunakan.Sehingga penggunaannya perlu diawasi mulai dari

pengadaan, peredaran, pengobatan, pelaporan dan penyimpanan.Jadi saat

penyimpanan disarankan diberi tanda peringatan agar tenaga kesehatan mengetahui

bahwa obat tersebut perlu diwaspadai agar hati-hati saat menyiapkan, menggunakan

dan saat diberikan kepada pasien harus dijelaskan dengan benar.

Penyimpanan obat High Alert golongan obat dengan perlakuan khusus dalam

pemberian di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo

mendapat prosentase sebesar 71,4 % yang artinya penyimpanan masuk dalam

kategori baik. Letak penyimpanan obat obat dengan perlakuan khusus dalam

pemberian belum disendirikan .Nama obat telah ditulis dengan jelas dan tidak

disingkat, selain itu dalam wadah obat telah tertulis konsentrasi obat atau dosis yang

jelas.Dalam kemasan obat juga telah tertera tanggal kadaluarsa yang jelas.Obat obat

dengan perlakuan khusus dalam pemberian disimpan sesuai alfabetis dan bentuk

sediaan, juga telah disusun menggunakan sistem FIFO.

Obat High Alert golongan obat dengan perlakuan khusus dalam pemberian di

Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo belum diberi label

tanda peringatan High Alert. Label tanda peringatan High Alert diperlukan agar

5
tenaga kesehatan yang akan menggunakan obat ini lebih waspada saat mengetahui

bahwa obat tersebut High Alert.

Obat golongan ini perlu diperhatikan penyimpananannya karena indikasinya

untuk penyakit dalam dan mayoritas memiliki rentang terapi sempit.Rentang terapi

sempit adalah dimana jarak antara efek terapi dan efek toksis obat dekat.Dosis obat-

obat ini perlu diperhatikan saat menyiapkan untuk diserahkan kepada pasien. Begitu

juga jika obat sebelum digunakan harus diencerkan dahulu, hal tersebut harus

diwaspadai setiap akan menggunakan obat golongan ini untuk meminimalisir

kesalahan.

Obat-obat seperti insulin untuk SC atau IV perlu diperhatikan dosisnya saat

akan menyuntikkan, karena dosis setiap penderita diabetes berbeda. Untuk

pengobatan penyakit jantung dan pembuluh juga perlu diperhatikan saat akan

mengambil, menyiapkan dan meracik obat untuk pasien. Karena obat-obat tersebut

banyak yang memiliki rentang terapi sempit sehingga penggunaan harus hati-hati dan

diawasi dengan baik untuk mencegah kesalahan obat.Sedangkan untuk agen

kemoterapi tenaga kesehatan juga harus berhati-hati saat mengambil, menyiapkan dan

peracikan obat tersebut. Karena jika tidak akan terpapar zat kemoterapi tersebut, tidak

hanya itu perhitungan dosis juga harus diperhatikan. Dosis obat kemoterapi yang

terlalu kecil tidak dapat mematikan pertumbuhan sel kanker, bila terlalu besar

efeknya berbahaya sampai menyebabkan kematian.

Penyimpanan obat High Alert golongan elektrolit konsentrat di Instalasi

Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo mendapat prosentase sebesar

86 % yang artinya penyimpanan masuk dalam kategori baik sekali. Letak

5
penyimpanan elektrolit konsentrat telah disendirikan .Nama obat telah ditulis dengan

jelas dan tidak disingkat, selain itu dalam wadah obat telah tertulis konsentrasi obat

atau dosis yang jelas.Dalam kemasan obat juga telah tertera tanggal kadaluarsa yang

jelas.Elektrolit konsentrat disimpan sesuai alfabetis dan bentuk sediaan, juga telah

disusun menggunakan sistem FIFO.

Penyimpanan elektrolit konsentrat tidak diberi label peringatan bertuliskan

High Alert. Pelabelan elektrolit konsentrat di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad

Saleh Kota Probolinggo dilakukan berdasarkan protap yang dikeluarkan oleh pihak

rumah sakit. Label tersebut bertuliskan elektrolit konsentrat dengan warna dasar

kuning.

Elektrolit konsentrat digunakan untuk pemberian infus dan injeksi.Elektrolit

konsentrat dengan konsentrasi tinggi sering diberikan secara tidak sengaja di unit

pelayanan pasien atau pada keadaan darurat. Biasanya yang diberikan secara tidak

sengaja adalah elektrolit konsentrat dengan konsentrasi tinggi yang seharusnya

diencerkan terlebih dahulu. Obat-obat ini sering diisukan dalam keselamatan pasien

adalah pemberian larutan konsentrat secara tidak sengaja(misalnya, kalium klorida

2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%,

dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Cara yang paling efektif untuk

mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan

proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan

elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.(DepKes RI, 2011) Jika

larutan dengan konsentrasi tinggi tetap diberikan maka akan berakibat fatal hingga

kematian pada pasien.Oleh karena itu elektrolit konsentrat tidak boleh berada di

5
ruang perawatan pasien untuk mencegah kesalahan obat. Unit-unit yang

memperbolehkan adanya elektrolit konsentrat antara lain Instalasi Farmasi, Instalasi

Rawat Darurat dan Instalasi Rawat Intensif. Dalam penyimpanannya juga harus diberi

label yang jelas agar tenaga kesehatan lebih waspada saat akan menggunakan

khususnya perawat.

Penyimpanan obat High Alert golongan LASA (Look Alike Sound Alike) di

Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo mendapat prosentase

sebesar 62,5% yang artinya penyimpanan masuk dalam kategori baik. Letak

penyimpanan obat LASA masih belum disendirikan .Nama obat golongan LASA

telah ditulis dengan jelas dan tidak disingkat.selain itu dalam wadah obat telah tertulis

konsentrasi obat atau dosis yang jelas. Dalam kemasan obat juga telah tertera tanggal

kadaluarsa yang jelas.Obat golongan LASA disimpan sesuai alfabetis dan bentuk

sediaan, juga telah disusun menggunakan sistem FIFO.

Obat High Alert golongan LASA (Look Alike Sound Alike) di Instalasi

Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo belum diberi label tanda

peringatan High Alert. Label tanda peringatan High Alert diperlukan agar tenaga

kesehatan yang akan menggunakan obat ini lebih waspada saat mengetahui bahwa

obat tersebut High Alert. Selain itu penulisan nama obat LASA tidak memakai sistem

Tall man, dimana nama obat yang terdengar dan terlihat mirip ditulis huruf besar dan

diberi warna yang mencolok sehingga lebih mudah membedakan. Penulisan tersebut

untuk memudahkan tenaga kesehatan mengenali obat yang mempunyai ucapan,

kemasan dan nama yang hampir sama. Selain itu penting dalam menuliskan obat

LASA jelas dan tidak disingkat saat peresepan begitu juga dalam menuliskan dosis

5
obat harus jelas.(ISMN, 2010) Jika terjadi kekeliruan saat mengambil obat LASA

akan berakibat fatal pada pasien. Misalnya pasien yang menderita gangguan

pencernaan yang seharusnya diberi Losec (Omeprazole), tetapi yang diberikan

adalah Lasix (Furosemide) yang bekerja sebagai diuretik. Gangguan pencernaan

pasien tidak sembuh tetapi menjadikan pasien sering buang air kecil. Hal tersebut bisa

terjadi mengingat kemasan Lasix dan Losec hampir sama jadi harus hati-hati dalam

mengambil obat LASA. Pelabelan obat LASA di Instalasi Farmasi RSUD Dr.

Mohamad Saleh Kota Probolinggo dilakukan berdasarkan protap yang dikeluarkan

oleh pihak rumah sakit. Label tersebut bertuliskan Norum dengan warna dasar hijau.

Golongan obat-obat yang masuk High Alert tersebut sangat penting dikelola

penyimpanannya. Selain bertujuan meningkatkan keselamatan pasien, dapat

menambah informasi bagi tenaga kesehatan tentang apa dan bagaimana obat-obat

High Alert itu. Sehingga jika mendapat peresepan obat-obat High Alert tenaga

kesehatan lebih waspada dan sudah mengerti apa yang harus dilakukan. Dari

pembahasan dapat disimpulkan bahwa penyimpanan obat High Alert di Instalasi

Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo termasuk dalam kriteria baik

dengan prosentase skor kumulatif sebesar 294,9 % dan prosentase skor rata-rata

sebesar 73,7%.

5
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan terhadap

gambaran penyimpanan obat High Alert yang dilakukan di Instalasi Farmasi RSUD

Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo sebagai berikut :

5.1.1 Penyimpanan obat High Alert golongan narkotik dan psikotropik di Instalasi

Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo termasuk dalam

kriteria baik dengan prosentase 75 %


5.1.2 Penyimpanan obat High Alert golongan LASA (Look Alike Sound Alike) di

Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo termasuk

dalam kriteria baik dengan prosentase 62,5 %


5.1.3 Penyimpanan obat High Alert golongan obat dengan perlakuan khusus dalam

pemberian di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo

termasuk dalam kriteria baik dengan prosentase 71,4 %


5.1.4 Penyimpanan obat High Alert golongan elektrolit konsentrat di Instalasi

Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo termasuk dalam

kriteria baik sekali dengan prosentase 86 %

5
Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa penyimpanan

obat-obat High Alert di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota

Probolinggo jika diprosentasekan sebesar 73,7 % dan masuk dalam kategori baik.

5.2 Saran
5.2.1 Diharapkan penyimpanan obat High Alert golongan LASA (Look Alike

Sound Alike) dan obat dengan perlakuan khusus dalam pemberian

disendirikan dan tidak dicampur dengan obat lain.


5.2.2 Diharapkan penulisan nama obat LASA (Look Alike Sound Alike)

menggunakan sistem Tall man untuk memudahkan mengingat dan

membedakan obat tersebut


5.2.3 Diharapkan semua obat yang masuk golongan High Alert diberi tanda

peringatan bertuliskan High Alert agar tenaga kesehatan memiliki

kewaspadaan saat mengetahui obat yang akan disiapkan bertanda khusus.

5
Daftar Rujukan

Anonim. 2011. Laporan Insiden Keselamatan Pasien KKP-RS periode Januari-April


2011.
Anonim. 2002. Health Research and Educational Trust, and The Institute for Safe
Medication. American Hospital Association, (Online),
(www.medpathwayinfo.com. Diakses 10 Desember 2013).
Anonim. 2011. Children’s Health System Pharmacy Departement Inpatient-
Outpatient Medications High Alert medication, (Online),
(http://Chvmedwebint.chsys.org/medicalstaffnewsletters/2011/June/high alert
medicationdraft.pdf, diakses 5 November 2013).
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi V. Jakarta: Rineka Cipta
Depkes RI. 1992 . Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor:983/Menkes/SK/XI/1992, Pedoman Organisasi Rumah Sakit.
DepKes RI. 2008. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
No.129/Menkes/SK/11/2009, Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
DepKes RI. 2008. Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Keselamatan Pasien (Patient
Safety). Jakarta: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
DepKes RI. 2004. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1027/Menkes/SK/IX/2004 Standart Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
DepKes RI. 2011. Standart Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
DepKes RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan No.1691/Menkes/Per/VIII/2011.
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
ISMP. 2008. Misprogramming Concentration Leads to Dosing Errors, (Online),
(http://www.ismp.org/Newsletters/acutecare/articles/, diakses 01 November
2013).

5
ISMP. 2011. Confuse Drug Name, (Online), (http://www.ismp.org, diakses 18
Februari 2014).
ISMN. 2010. Briefing Document On Sound Alike Look Alike Drugs (SALADs),
(Online),
(http://www.imsn.ie/Briefing_Document_On_Sound_Alike_Look_Alike_Drugs
_SALADs_June_2010_[1]_pdf, diakses, 18 Februari 2014).
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Siregar. Charles J.P. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Terapan.Jakarta : EGC

5
Lampiran 1 Daftar obat-obat High Alert

Kelas atau kategori Contoh obat


Adrenergik agonis (IV) Ephinefrin, fenilefrin, Norepinefrin
Adrenergik antagonis (IV) Propanolol, metoprolol, labetolol
Anestetik umum, dihirup dan Propofol, ketamine
IV
Antiaritmika (IV) Lidokain, amiodaron
Antitrombotika termasuk :
-Antikoagulan Warfarin, heparin BM rendah, heparin yang tak
terpecah (IV)
-Faktor Xa inhibitor Fondaparinux
-menghambat thrombin
langsung
-Thrombolitik Alteplase, Reteplase, Tenecteplase
-Glikoprotein IIb Eptifibatide
Cardioplegia solution
Kemoterapi agen, parenteral
dan oral
Pengobatan epidural atau
intratekal
Hipoglikemik oral
Pengobatan inotropik (IV) Digoxin, milrinon
Insulin SC dan IV
Liposom dalam bentuk obat Liposomal amphotericin B

Agen sedasi yang tidak Dexmedetomidine, midazolam


berlebihan
Agen sedasi oral untuk anak Kloral hidrat
Narkotik atau opioid
-IV
-transdemal
-oral (termasuk cairan
konsentrate, cepat dan formula
berkelanjutan)
Agen yang memblok Succinylcholine, rocuronium, vecuronium
neuromuskular (IV)
Preparat nutrisi parenteral
Agen radiokontras (IV)
Natrium klorida untuk injeksi,
hipertonik, konsentrasinya

5
lebih besar dari 0,9%

Lampiran 2

Pengobatan spesifik

Epoprostenol (iv)

Injeksi magnesium sulfat

Metrotrexat oral, penggunaan non onkologi

Opium tincture

Oksitosin (IV)

Natrium nitroprussid untuk injeksi

Potassium klorida konsentrat untuk injeksi

Injeksi potassium fosfat

Promethazin (IV)

Vasopressin (IV) atau (IO)

6
Lampiran 3 Prosedur tetap Keselamatan Pasien RSUD Dr. Mohamad Saleh Kota
Probolinggo

6
Lampiran 4

Anda mungkin juga menyukai