Anda di halaman 1dari 34

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Terdahulu


Penggunaan studi literatur terdahulu yang digunakan sebagai referensi dan
perbandingan akan mempermudah penyusun dalam mengerjakan tugas akhir
ini. Setiap studi terdahulu akan dilakukan review untuk dapat menyampaikan
isi dari jurnal atau pustaka lainnya secara ringkas. Beberapa studi literatur
yang telah didapatkan mengenai perencanaan struktur atas jembatan dengan
tipe pelengkung (arch bridge) yang akan di paparkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Matriks Studi Terdahulu

Review Literatur 1

Studi Alternatif Perencanaan Struktur Atas Jembatan


Judul Rangka Baja Tipe Pelengkung pada Jembatan Seacorm,
Kabupaten Jembrana, Bali

Jurnal E-journal Gelagar

Volume dan
Volume (2) No. 1 dan Halaman 18-24
Halaman

Tahun 2020

Penyusun Jimy Fernando Ghello, Sudirman Indra, Agus Santosa

Merencanakan alternatif struktur atas jembatan Seacorm,


Kabupaten Jembrana, Bali dengan menggunakan rangka
baja tipe pelengkung. Jembatan ini memiliki dimensi
Kesimpulan panjang 100 meter dan lebar 7 meter. Metode yang dipakai
adalah metode LRFD. Dari hasil analisa diperoleh struktur
bangunan atas jembatan untuk pelat lantai menggunakan
tulangan pokok D16-200 dan tulangan bagi D13-250,

7
gelagar memanjang baja profil WF 350 x 350 x 14 x 22,
gelagar melintang baja profil WF 700 x 400 x 14 x 32,
gelagar induk baja profil WF 800 x 400 x 40 x 40, ikatan
angin baja profil dobel L 250 x 250 x 35, untuk Dimensi
kabel penggantung dyform 6, untuk peletakan
menggunakan elastomer ukuran panjang 110 cm, lebar 110
cm, tinggi 32 cm.

Gambar
Perencanaan

Gambar 2.1 Alternatif Perencanaan Jembatan Seacorm,


Kabupaten Jembrana, Bali

1. Pelat lantai menggunakan tulangan ulir dan steeldeck.


Persamaan
2. Material gelagar menggunakan baja.
1. Profil baja pada gelagar menggunakan profil WF.
2. Metode perencanaan menggunakan LRFD.
Peberdaan
3. Analisa 3D menggunakan STAAD PRO V8I S6.
4. Tipe jembatan menggunakan through arch bridge.

Review Literatur 2

Studi Alternatif Perencanaan Struktur Atas Jembatan


Pelengkung Pipa Baja dengan Metode Desain Faktor
Judul
Beban dan Ketahanan (DFBK) pada Jembatan Pasopati,
Kota Madiun.

Jurnal E-Journal Gelagar

8
Volume dan
Volume (2) No. 2 dan Halaman 1 - 10
Halaman

Tahun 2022

Penyusun Nuki Tri Susanto, A. Agus Santosa, Muhammad Erfan

Alternatif perencanaan struktur atas jembatan baja tipe


Pelengkung pada jembatan sungai bengawan Kota Madiun.
Dalam hal ini perencanaan menggunakan metode DFBK
(Desain Faktor Beban dan Ketahanan). Dimensi jembatan
memiliki bentang 110 meter dan lebar 9 meter. Hasil dari
Kesimpulan
analisa yang diperoleh, struktur bangunan atas jembatan
menggunakan profil WF 350 x 175 x 7 x 11 (gelagar
memanjang), WF 700 x 300 x 15 x 28 (gelagar melintang),
WF 400 x 400 x 13 x 21 (gelagar induk), Pipa Ø0,6 m
(pelengkung), Pipa Ø0,3 m (ikatan angin).

Gambar
Perencanaan
Gambar 2.2 Alternatif Perencanaan Jembatan Sanga Sanga,
Kecamatan Palaran

1. Pelat lantai menggunakan tulangan ulir dan steeldeck.


2. Materal yang digunakan pada gelagar menggunakan
Persamaan baja.
3. Menggunakan Metode DFBK.
4. Analisa 3D menggunakan SAP 2000 V19.
1. Pada pelengkung menggunakan baja profil pipa.
Perbedaan
2. Pada gelagar menggunakan baja profil WF.

9
Review Literatur 3

Perancangan Struktur Atas Jembatan Busur Baja Tipe Tied


Judul Arch Bridge Bentang 60 m pada Jembatan Kali Putih,
Magelang

Jurnal Renovasi (Rekayasa dan Inovasi Teknik Sipil)

Volume dan
Volume (6) No. 1 dan Halaman 34 - 46
Halaman

Tahun 2021

Penyusun Budi Setiawan, Algazt Aryad Masagala

Merencanakan desain alternatif struktur atas pada


Jembatan Kali Putih, Magelang dengan menggunakan tipe
Tied Arch Bridge. Dimensi jembatan memiliki bentang 60
meter dan lebar 9,4 meter. Dari hasil analisa didapatkan
dimensi profil baja arch rib dan chord tie beam BOX
1200.500.20.20, profil baja top bracing BOX
300.150.10.10, profil baja end cross girder IWF
700.300.13.24, profil baja cross girder IWF 900.300.16.28,
Kesimpulan
profil baja stringers IWF 450.200.9.14, profil baja wind
bracing IWF 200.200.8.12, dimensi hanger Ø40 mm, plat
lantai kendaraan komposit tebal 20 cm dengan tulangan
pokok Ø16-150 dan tulangan bagi Ø13-150, serta
sambungan menggunakan baut mutu tinggi A-325.
Didapatkan nilai lendutan terbesar berada di tengah
bentang sebesar 0,057 m kurang dari lendutan ijin sebesar
0,075 m.
1. Tipe Jembatan menggunakan tied arch bridge.
Persamaan
2. Profil pelengkung mengunakan baja profil boks.

10
3. Profil gelagar induk menggunakan baja profil boks.
1. Profil gelagar memanjang dan melintang menggunakan
Perbedaan baja profil WF.
2. Pelat lantai menggunakan tulangan ulir.

Review Literatur 4

Studi Alternatif Perencanaan Struktur Atas Jembatan


Judul Soekarno-Hatta, Kota Malang Menggunakan Desain A-
Half Through Arch

Jurnal E-Journal Gelagar

Volume dan
Volume (2) No. 2 dan Halaman 258 - 268
Halaman

Tahun 2020

Penyusun Wahyu Kurniawan, Ester Priskasari, Sudirman Indra

Dimensi struktur baja untuk gelagar induk menggunakan


profil WF 400.400.45.70, gelagar memanjang profil WF
400.200.8.13, gelagar melintang bawah profil WF
Kesimpulan 850.350.16.36, gelagar melintang atas WF 350.350.12.19,
kabel penggantung Wire Ropes 6x37 IWRC Ø38, gelagar
ikatan angin atss 2L 150.150.19, dan gelagar ikatan angin
bawah 2L 250.250.35.
1. Pelat lantai menggunakan tulangan ulir dan steeldeck.
Persamaan
2. Menggunakan Metode DFBK.
1. Profil gelagar dan pelengkung menggunakan baja profil
WF.
Perbedaan
2. Tipe jembatan menggunakan a-half through arch.
3. Analisa 3D menggunakan STAAD PRO.
Setelah dilakukan review pada studi terdahulu seperti yang telah
dipaparkan pada tabel 2.1. Dapat diambil kesimpulan bahwa jembatan rangka

11
baja dengan menggunakan tipe pelengkung dapat diterapkan pada jembatan
dengan bentang diatas 60 meter. Jembatan rangka baja tipe pelengkung
memiliki bentang maksimum sampai 550 meter (Prasmoro dkk., 2017). Pada
gelagar induk jembatan dan juga kabel hanger bisa di rencanakan bersudut
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Maka pada studi alternatif
perencanaan struktur atas jembatan Bandar Ngalim, Kota Kediri dengan
bentang 120 meter dan lebar lantai kendaraan ditambah trotoir 15 meter akan
direncanakan pada gelagar memanjang, melintang, induk, dan pelengkung
menggunakan menggunakan profil boks baja. Kemudian menggunakan kabel
sebagai hanger jembatan.

2.2 Pengertian Jembatan


Jembatan merupakan struktur bangunan yang pada dasarnya berfungsi
untuk menghubungkan dua bagian alur transportasi yang terputus oleh
hambatan. Hambatan dapat berupa sungai, lembah, danau, saluran irigasi,
jalan yang tidak sebidang dan lain-lain. Sehingga memungkinkan kendaraan
darat, kereta api dan pejalan kaki lewat dengan lancar dan aman (Sugiono,
2016).
Menurut (Struyk & Van Der Veen, 1984) jembatan adalah suatu
konstruksi yang gunanya meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang
tidak sebidang dan berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya berupa jalan
air (sungai) atau jalan lalu lintas biasa.
Ada dua bagian di dalam struktur jembatan, yaitu struktur bawah jembatan
(lower structure) yang meliputi pondasi, tiang jembatan, dan abutmen.
kemudian struktur atas jembatan (upper structure) yang meliputi perletakkan,
gelagar memanjang, gelagar melintang, gelagar induk, struktur pelat lantai,
kabel penggantung, dan ikatan angin.
Jembatan rangka baja merupakan jembatan yang menggunakan material
terbuat dari baja dimana konstruksinya mengutamakan pertimbangan dari
kebutuhan bentang jembatan, bisa menggunakan bentuk batang, menerus,
ataupun menggunakan tipe pelengkung. Adapun kelebihan dari jembatan
yang menggunakan rangka baja adalah sebagai berikut :

12
1. Material baja memiliki kuat tekan dan kuat tarik yang tinggi.
2. Dapat menghemat tenaga kerja dikarenakan material baja dilakukan
fabrikasi di pabrik, sehingga pada saat di site hanya tinggal dilakukan
pemasangan saja.
3. Baja memiliki berat yang relatif ringan.
4. Pada material baja bisa didaur ulang pada saat setelah masa kerja, struktur
baja tersebut bisa di bongkar dan di pasang kembali di tempat lainnya.

Disamping beberapa kelebihan diatas, material baja juga memiliki beberapa


kekurangan diantaranya :

1. Biaya untuk perawatan material baja yang terbilang cukup mahal.


2. Material baja tidak tahan api sehingga dapat memuai jika terkena suhu
yang sangat tinggi.
3. Baja juga kurang fleksibel dimana material tersebut sulit untuk dibentuk
ataupun dipotong

2.3 Definisi Jembatan Tipe Pelengkung


Jembatan tipe pelengkung merupakan struktur jembatan dimana rangkanya
berbentuk busur sehingga dapat menyalurkan beban yang diterima dari lantai
kendaraan disalurkan ke kedua sisi abutmen yang berada di kedua ujung
jembatan. Jembatan dengan tipe pelengkung ini dapat menopang jembatan
dengan bentang 80 meter hingga 500 meter.

2.2.1 Jembatan Baja Tipe Pelengkung


Kelebihan utama yang dimiliki oleh jembatan rangka baja dengan
tipe pelengkung adalah lengkung jembatan dapat mengelola gaya tekan
dengan sangat baik. Aspek konstruksinya membuat jembatan dengan
tipe ini mampu membawa lebih banyak beban daripada tipe lainnya
pada rentang yang sama. Lengkungan yang lebih rata akan menciptakan
lebih banyak kekuatan yang dikirim ke tanah dengan cara yang aman.
Proses inilah yang memungkinkan jembatan lengkung memiliki tingkat
ketahanan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan desain lainnya.

13
Ada banyak jenis yang terdapat pada konstruksi jembatan busur baja
ini, salah satunya yaitu Tied-Arch Bridge.
Tied-Arch Bridge merupakan jembatan busur dimana gaya
horizontal pada busur disebabkan oleh gaya tarik yang berada di ujung
busur ke pondasi yang dilawan oleh gaya tarik gravitasi sendiri yang
sama besarnya ditambah dengan elemen dari semua struktur yang dapat
menopang lengkungan pada jembatan tersebut.
Pada saat perencanaan jembatan busur perlu menentukan dimensi
terlebih dahulu, dalam penentuan dimensi jembatan yang perlu
diperhatikan diantaranya :
1. Lebar Jembatan
Yang dimaksud dari lebar jembatan yaitu jarak dari perletakkan kiri
ke perletakkan kanan paling luar terhadap besar bentang :
≥ ...................................................................................... (2.1)

Didapatkan nilai “b”.


Keterangan :
b = lebar jembatan
L = bentang busur
Dimensi untuk komponen struktur ditentukan berdasarkan acuan
dari SNI maupun peraturan lainnya.
2. Tinggi Busur
𝑓 = × 𝐿 sampai 𝑓 = × 𝐿 ..................................................... (2.2)

Didapatkan nilai “f”.


Keterangan :
f = tinggi busur
L = bentang busur

2.2.2 Keuntungan Jembatan Baja Tipe Pelengkung


Ada beberapa keuntungan dari penggunaan jembatan rangka baja
diantaranya :
1. Baja memiliki sifat yang tidak akan berubah banyak seiring dengan
berjalannya waktu.

14
2. Portal baja jika dirawat dengan baik akan berumur panjang.
3. Perilaku baja yang dapat mendekati asumsi perancang disbanding
dengan material lain karena material baja mengikuti hukum hooke
hingga mencapai tegangan yang cukup tinggi.

Untuk keuntungan dari penggunaan jembatan baja dengan memakai


tipe pelengkung diantaranya :

1. Semua pada bagian lengkung akan menerima tekan yang kemudian


di transfer ke abutmen dan ditahan oleh tegangan tanah yang berada
di bawah pelengkung. Dengan tidak adanya gaya tarik yang
diterima oleh pelengkung memungkinkan jembatan dengan tipe ini
dapat dibuat lebih panjang dari jembatan balok dan juga dapat
menggunakan material yang tidak kuat menerima tarik dengan baik
seperti beton
2. Jembatan dengan bentuk lengkung merupakan sebuah inovasi dari
peradaban manusia yang mempunyai nilai estetika tinggi dan
ditopang dengan struktur yang sangat kuat.

2.4 Teori Dasar Desain Faktor Beban dan Ketahanan


DFBT (Desain Faktor Beban dan Ketahanan) merupakan salah satu
metode dalam melakukan perencanaan bangunan gedung dengan
memperhitungkan faktor beban dan faktor ketahanan material. Desain yang
memenuhi persyaratan standar DFBT ini bila kekuatan desain pada setiap
komponen struktur sama atau melebihi kekuatan perlu yang ditentukan
berdasarkan kombinasi beban DFBT.
Desain harus sesuai dengan persamaan 2.3.
Ru ≤ ϕRn ................................................................................................ (2.3)
Dengan :
Ru = Kekuatan perlu menggunakan kombinasi DFBT
Rn = Kekuatan nominal
Φ = Faktor ketahanan
ϕRn = Kekuatan desain

15
(Sumber : SNI 1729:2020, Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural, halaman 10 - 11)

2.5 Teori Desain Struktur Baja


Pada struktur jembatan terdapat gaya aksial untuk rangka dan gaya lentur
untuk lantai kendaraan, berikut untuk uraiannya.

2.5.1 Desain Komponen Struktur untuk Tarik


Kekuatan tarik desain, ϕtPn, dan kekuatan tarik izin, Pn/Ωt,
komponen struktur tarik harus merupakan nilai terendah yang diperoleh
dengan keadaan batas leleh tarik pada penampang bruto dan keruntuhan
tarik pada penampang neto.
Untuk leleh tarik pada penampang bruto :
Pn = Fy × Ag ............................................................................. (2.4)
ϕt = 0,90 (DFBT)
Untuk keruntuhan tarik pada penampang neto :
Pn = Fu × Ae ............................................................................. (2.5)
ϕt = 0,75 (DFBT)
Luas neto efektif komponen struktur tarik harus ditentukan sebagai
berikut :
Ae= An × U .............................................................................. (2.6)
Dengan :
Ae = Luas neto efektif (mm2)
Ag = Luas bruto dari komponen struktur (mm2)
Fy = Tegangan leleh minimum (MPa)
Fu = Kekuatan tarik minimum (MPa)
U = Faktor lag geser
(Sumber : SNI 1729:2020, Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural, halaman 27 - 28)

16
2.5.2 Desain Komponen Struktur untuk Tekan
Kekuatan tekan desain ϕcPn, dan kekuatan tekan izin, Pn/Ωc
ditentukan sebagai berikut.
Kekuatan tekan nominal, Pn, harus diambil dari nilai terendah
yang diperoleh berdasarkan pada keadaan batas tekuk lentur, tekuk
torsi, dan tekuk torsi lentur yang berlaku.
Φc = 0,90 (DFBT)
Kekuatan tekan nominal, Pn, harus ditentukan berdasarkan keadaan
batas berupa tekuk lentur.
Pn = Fcr × Ag ............................................................................ (2.7)
Tegangan kritis Fcr ditentukan sebagai berikut.

a. Bila ≤ 4,71 atau ≤ 2,25

Fcr = 0,658 𝐹𝑦 ................................................................... (2.8)

b. Bila > 4,71 atau > 2,25

Fcr = 0,877 × Fe .......................................................................... (2.9)

Dengan :
Ag = Luas penampang bruto komponen struktur (mm2)
E = Modulus elastisitas baja (200.000 MPa)
Fe = Tegangan tekuk elastis yang sesuai dengan persamaan
2.10 sebagaimana berlaku (MPa)

= ...................................................................... (2.10)

Fy = Tegangan leleh minimum (MPa)


r = Radius girasi (mm)
Lc = Panjang efektif komponen struktur (mm)
(Sumber : SNI 1729:2020, Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural, halaman 32 - 35)

17
2.5.3 Desain Komponen Struktur Simetris Ganda dan Tunggal yang
Memikul Lentur dan Tekan
Interaksi lentur dan gaya tekan pada komponen struktur simetris
ganda dan komponen struktur simetris tunggal yang melentur terhadap
sumbu geometris (x dan/atau y) harus dibatasi oleh persamaan 2.11 dan
persamaan 2.12.
a. Apabila ≥ 0,2

+ + ≤ 1 ................................................... (2.11)

b. Apabila < 0,2

+ + ≤ 1 .................................................. (2.12)

Dengan
Pr = Kekuatan aksial perlu dengan menggunakan kombinasi
Beban DFBT, kips (N)
Pc = ϕcPn = Kekuatan aksial tersedia, kips (N)
Mr = Kekuatan lentur perlu, menggunakan kombinasi beban
DFBT, kip-in. (N-mm)
Mc = ϕbMn = Kekuatan lentur tersedia, kip-in. (N-mm)
ϕc = Faktor ketahanan untuk tekan = 0,90
ϕb = Faktor ketahanan untuk lentur = 0,90
(Sumber : SNI 1729:2020, Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural, halaman 76 - 77)

2.5.4 Desain Komponen Struktur Simetris Ganda dan Tunggal yang


Memikul Lentur dan Tarik
Interaksi lentur dan gaya tarik pada komponen struktur simetris
ganda dan komponen struktur simetris tunggal yang melentur terhadap
sumbu geometris (x dan/atau y) harus dibatasi oleh persamaan 2.11 dan
persamaan 2.12.
Dengan
Pr = Kekuatan aksial perlu dengan menggunakan kombinasi
beban DFBT, kips (N)

18
Pc = ϕtPn = Kekuatan aksial desain, kips (N)
Mr = Kekuatan lentur perlu dengan menggunakan kombinasi
beban DFBT, kip-in. (N-mm)
Mc = ϕbMn = Kekuatan lentur desain, kip-in. (N-mm)
Φt = Faktor ketahanan untuk tarik = 0,90
ϕb = Faktor ketahanan untuk lentur = 0,90
(Sumber : SNI 1729:2020, Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural, halaman 77)

2.6 Pembebanan Jembatan


Negara Indonesia memiliki peraturan yang membahas mengenai
pembebanan pada jembatan yang dipaparkan dalam SNI 1725:2016 yaitu
Standar Nasional Indonesia tentang Pembebanan Untuk Jembatan. Semua
yang termasuk dalam perencanaan pembebanan akan dihitung berpedoman
pada SNI 1725:2016.

2.6.1 Beban Mati


Beban mati adalah semua beban tetap yang berasal dari berat sendiri
jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur
tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya
(SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan, halaman 2). Beban mati
pada jembatan meliputi :
1. Berat Sendiri (MS)
Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen
struktural lain yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini berat bahan
dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah
dengan elemen nonstruktural yang dianggap tetap (SNI 1725:2016,
Pembebanan untuk Jembatan, 2016). Adapun faktor beban yang
digunakan untuk berat sendiri dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Faktor beban untuk berat sendiri

19
(SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan, 2016)
2. Beban Mati Tambahan/Utilitas (MA)
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang
membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen
nonstruktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan.
Dalam hal tertentu, nilai faktor beban mati tambahan yang berbeda
dengan ketentuan pada tabel 2.4 boleh digunakan dengan
persetujuan instansi yang berwenang. Hal ini bisa dilakukan
apabila instansi tersebut melakukan pengawasan terhadap beban
mati tambahan pada jembatan, sehingga tidak dilampaui selama
umur jembatan (SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan,
halaman 14).

Tabel 2.3 Berat isi beban mati

(Sumber : SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan, halaman


13)

20
Tabel 2.4 Faktor beban mati tambahan

(Sumber : SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan, halaman


14)

2.6.2 Beban Lalu Lintas


Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban
lajur “D” dan beban truk “T”. Beban lajur “D” bekerja pada seluruh
lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang
ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya.
Jumlah total beban lajur ”D” yang bekerja tergantung pada lebar jalur
kendaraan itu sendiri. Beban truk “T” adalah satu kendaraan berat
dengan 3 gandar yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur
lalu lintas rencana. Tiap gandar terdiri atas dua bidang kontak
pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan
berat. Hanya satu truk “T” diterapkan per lajur lalu lintas rencana (SNI
1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan, halaman 37 - 38).

1. Beban lajur “D” (TD)


Beban lajur “D” terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang
digabung dengan beban garis (BGT) seperti dilihat pada gambar
2.7. Adapun faktor yang digunakan untuk beban lajur “D”
dipaparkan pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Faktor beban untuk beban lajur “D”

21
(Sumber : SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan, halaman
38 - 39)

a. Intensitas beban “D”


Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q KPa
dengan besaran q tergantung pada panjang total yang dibebani L
pada persamaan 2.13 dan persamaan 2.14.
Jika L ≤ 30 m : q = 9,0 KPa ...................................... (2.13)

Jika L > 30 m : q = 9,0 0,5 + KPa .................... (2.14)

Dengan
q = Intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah
memanjang jembatan (KPa)
L = Panjang total jembatan (m)

Gambar 2.7 Beban lajur “D”


(Sumber : SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan,
halaman 39)

Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus


ditempatkan tegak lurus terhadap arah arus lalu lintas pada
jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m. untuk
mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan
menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada
posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.

22
2. Beban Truk “T” (TT)
Beban truk “T” tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban
“D”. Beban truk dapat digunakan untuk perhitungan struktur lantai.
Adapun faktor beban untuk beban “T” dipaparkan pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Faktor beban untuk beban “T”

(Sumber : SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan, halaman


41)

a. Besarnya Pembebanan truk “T”


Pembebanan truk “T” terdiri atas kendaraan truk semi-
trailer yang mempunyai yang mempunyai susunan dan berat
gandar seperti pada gambar 2.8. Berat dari tiap-tiap gandar
disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan
bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak
antara dua gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4,0 meter
sampai dengan 9,0 meter untuk mendapatkan pengaruh terbesar
dalam arah memanjang.

Gambar 2.8 Pembebanan truk “T”

23
2.6.3 Faktor Beban Dinamis (FBD)
Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara
kendaraan yang bergerak dan jembatan. Besarnya FBD tergantung pada
frekuensi dasar dari suspensi kendaraan, biasanya antara 2 hz sampai 5
hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan.
Untuk perencanaan, FBD dinyatakan sebagai beban statis ekuivalen.
Untuk pembebanan “D”, FBD merupakan fungsi panjang bentang
ekuivalen seperti tercantum pada gambar 2.9. untuk bentang tunggal
panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan bentang sebenarnya.
Pada pembebanan truk “T”, FBD diambil 30%. Nilai FBD yang
dihitung digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas
permukaan tanah.

Gambar 2.9 Faktor beban dinamis untuk beban T untuk pembebanan lajur
“D”
(Sumber : SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan, halaman 44 -
45)

2.6.4 Gaya Rem (TB)


Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada
jarak 1800 mm diatas permukaan jalan masing-masing arah
longitudinal dan dipilih yang paling menentukan.
Gaya rem harus diambil terbesar dari :
a. 25% dari berat gandar truk desain, atau
b. 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR

24
(Sumber : SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan, halaman 46)

2.6.5 Pembebanan untuk Pejalan Kaki (TP)


Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus
direncanakan untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5
KPa dan dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan
pada masing-masing lajur kendaraan (SNI 1725:2016, Pembebanan
untuk Jembatan, halaman 46).

2.6.6 Beban Angin


1. Tekanan Angin Horizontal
Tekanan angin yang ditentukan diasumsikan disebabkan ooeh
angin rencana dengan kecepatan dasar (VB) sebesar 90 hingga 126
km/jam.
Beban angin harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada
permukaan yang terekspos oleh angin. Luas area yang
diperhitungkan adalah luas area dari semua komponen, termasuk
system lantai dan railing yang diambil tegak lurus terhadap arah
angin. Kecepatan angin rencana , VDZ, harus dihitung dengan
persamaan 2.15.

VDZ = 2,5 V0 ln ............................................. (2.15)

Dengan
VDZ = Kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z
(km/jam)
V10 = Kecepatan angin pada elevasi 10000 mm diatas
permukaan tanah atau diatas permukaan air
rencana (km/jam)
VB = Kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126
km/jam pada elevasi 10000 mm
Z = Elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau
dari permukaan air dimana beban angin dihitung
(Z > 10000 mm)

25
V0 = Kecepatan gesekan angin (km/jam)
Z0 = Panjang gesekan di hulu jembatan (mm)

Tabel 2.7 Nilai V0 dan Z0 untuk berbagai variasi kondisi permukaan hulu

(Sumber : SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan, halaman


55 - 56)
V10 dapat diperoleh dari :
a. Grafik kecepatan angin dasar untuk berbagai periode ulang
b. Survei angin pada lokasi jembatan, dan
c. Jika tidak ada data yang lebih baik, perencana dapat
mengasumsikan bahwa V10 = VB = 90 s/d 126 km/jam

2. Beban Angin pada Struktur (EWS)


Jika dibenarkan oleh kondisi setempat, perencana dapat
menggunakan kecepatan angin rencana dasar yang berbeda untuk
kombinasi pembebanan yang tidak melibatkan kondisi beban angin
yang bekerja pada kendaraan. Dengan tidak adanya data yang lebih
tepat, tekanan angin rencana dalam MPa dapat ditetapkan dengan
menggunakan persamaan 2.16.
2
PD = PB ............................................................ (2.16)

Dengan
PB = Tekanan angin dasar seperti yang sudah ditentukan pada
tabel 2.8 (MPa)

Tabel 2.8 Tekanan angin dasar

26
(Sumber : SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan, halaman
56)
Gaya total beban angin tidak boleh diambil kurang dari 4,4
kN/mm pada bidang tekan dan 2,2 kN/mm pada bidang hisap pada
struktur rangka dan pelengkung, serta tidak kurang dari 4,4 kN/mm
pada balok atau gelagar.

3. Beban dari Struktur Atas


Jika angin yang bekerja tidak tegak lurus struktur, maka tekanan
angin dasar PB untuk berbagai sudut serang dapat diambil seperti
yang dipaparkan dalam tabel 2.9 dan harus dikerjakan pada titik
berat dari area yang terkena beban angin. Arah sudut serang
ditentukan tegak lurus terhadap arah longitudinal.

Tabel 2.9 Tekanan angin dasar (PB) untuk berbagai sudut serang

(Sumber : SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan, halaman


56 - 57)

4. Gaya Angin pada Kendaraan (EWI)


Tekanan angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur
jembatan maupun pada kendaraan yang melintasi jembatan.
Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin
pada kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai
tekanan terus menerus sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus bekerja 1800
mm diatas permukaan jalan.

27
Tabel 2.10 Komponen beban angin yang bekerja pada kendaraan

(Sumber : SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan, halaman


57)

2.6.7 Pengaruh Gempa


Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil
untuk runtuh namun dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan
gangguan terhadap pelayanan akibat gempa dengan kemungkinan
terlampaui 7% dalam 75 tahun.
Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan
berdasarkan perkalian antara koefisien respon elastic (CSM) dengan
berat struktur ekivalen yang kemudian dimodifikasi dengan faktor
modifikasi respons (Rd) ditunjukan pada persamaan 2.17.
EQ = × Wt ................................................................... (2.17)

Dengan
EQ = Gaya gempa horizontal statis (kN)
CSM = Koefisien respons gempa elastis
Rd = Faktor modifikasi respons
Wt = Adalah berat total struktur terdiri dari beban mati dan
beban hidup yang sesuai (kN)
(Sumber : SNI 2833:2016, Perencanaan Jembatan Terhadap Beban
Gempa, halaman 9)

28
2.6.8 Kombinasi Pembebanan
Gaya total terfaktor yang digunakan dalam perencanaan harus
dihitung dengan menggunakan persamaan 2.18.
Q = Ʃηi γi Qi ....................................................................... (2.18)
Dengan
ηi = Fakor pengubah respons
γi = Faktor beban
Qi = Gaya atau beban yang bekerja pada jembatan
Faktor beban untuk setiap beban harus diambil seperti yang
ditentukan dalam tabel 2.11. Perencana harus menyelidiki bagian
parsial dari kombinasi pembebanan yang dapat terjadi harus
diinvestigasi dimana setiap beban yang diindikasikan untuk perhitungan
dalam kombinasi pembebanan harus dikalikan dengan faktor beban
yang sesuai.

Tabel 2.11 Kombinasi beban dan faktor beban

(Sumber : SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan, halaman 11)

2.7 Bagian-bagian Perencanaan Struktur Jembatan Pelengkung


Bagian struktur atas jembatan yang akan di bahas akan disebutkan sebagai
berikut :
1. Gelagar memanjang
2. Gelagar melintang

29
3. Pelat lantai jembatan
4. Gelagar induk
5. Pelengkung jembatan (Steel Arch)
6. Ikatan angin
7. Kabel (Hanger)
8. Socket
9. Perletakkan elastomer

2.7.1 Gelagar Memanjang dan Melintang


Gelagar merupakan komponen utama yang memiliki fungsi
menyalurkan beban longitudinal dan umunya direncanakan dengan
prinsip lendutan. Gelagar terbagi menjadi dua macam, gelagar
memanjang dan gelagar induk. Gelagar memanjang berfungsi
menerima beban dari pelat lantai kendaraan, sedangkan gelagar
melintang menyalurkan beban yang diterima oleh gelagar memanjang
ke struktur utama.
a. Lebar Efektif Plat Beton

Gambar 2.10 Lebar efektif balok komposit

Untuk gelagar dalam/balok interior :


bE ≤ .............................................................................. (2.19)

bE ≤ b0 ............................................................................ (2.20)
bE ≤ bf + 16 tS ................................................................. (2.21)
Untuk gelagar pinggir/balok eksterior :

30
bE ≤ + bf ..................................................................... (2.22)

bE ≤ (b0 + bf) ................................................................ (2.23)

bE ≤ bf + 6 tS ................................................................... (2.24)
Dengan
bE = Lebar efektif beton
L = Panjang gelagar
b0 = Jarak antar gelagar
bf = Lebar profil
tS = Tebal plat lantai
(Sumber : Struktur Baja - Desain dan Perilaku Edisi Kedua, Salmon
& Johnson, 1995)

b. Kontrol Kelangsingan Profil

Gambar 2.11 Profil penampang baja boks

Faktor kelangsingan berdasarkan tebal pelat :

λG = ×
........................................................................ (2.25)

Batas-batas kelangsingan sayap :


λf = ×
......................................................................... (2.26)

λp = 1,12 .................................................................. (2.27)

31
λr = 1,49 .................................................................. (2.28)

Batas-batas kelangsingan badan :

λW = ....................................................................... (2.29)

λp = 2,42 ................................................................. (2.30)

λr = 5,70 .................................................................. (2.31)

Dengan syarat :
λf ≤ λp ≤ λr
λW ≤ λp ≤ λr
Dimana
b = Lebar profil baja (mm)
h = Tinggi profil baja (mm)
tw = Tebal web (mm)
tf = Tebal flange (mm)
fy = Mutu baja
λG = Faktor kelangsingan
λf = Rasio lebar terhadap tebal sayap
λp = Batas maksimum untuk penampang kompak
λr = Batas maksimum untuk penampang nonkompak
λW = Rasio lebar terhadap tebal badan
E = Modulus elastisitas baja (MPa)
(SNI 1729:2020, Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural, halaman 18)

c. Kontrol Kekuatan Penampang


Maka kuat lentur nominal dari komponen struktur komposit adalah :
Mn = Mp = Zx × fy ........................................................ (2.32)
Kontrol kekuatan penampang :
Φb × Mn ≥ Mu ............................................................... (2.33)
Dengan
Φb = Faktor resistensi untuk lentur = 0,85

32
Mn = Momen nominal (kgm)
Mu = Momen ultimit (kgm)

d. Kontrol lendutan
Kontrol lendutan menggunakan momen area atau luasan momen.
f ijin = × 𝐿 ............................................................... (2.34)

f ada ≤ f ijin
Kontrol lendutan untuk perletakkan sendi-rol, akibat beban terpusat
(P) dan beban merata (q) lendutan maksimumnya sebesar :
.
f ada = + f ada = ................................ (2.35)

e. Kontrol Kekuatan Geser


Vn = 0,6 × fy × tw × Cv ................................................ (2.36)
Dimana
Vn = Kuat geser nominal plat badan (kg)
fy = Tegangan leleh (MPa)
d = Tinggi profil baja (mm)
tw = Tebal web (mm)

2.7.2 Pelat Lantai Kendaraan


Pelat lantai kendaraan adalah komponen struktur pada jembatan
yang merupakan tempat berpijaknya kendaraan yang lewat. Berfungsi
untuk mendistribusikan beban-beban sepanjang bentang jembatan.
Sistem perencanaan pelat merupakan kombinasi antara steel deck
dengan beton.
a. Pelat Lantai Steel deck
Pelat lantai steel deck adalah pelat kombinasi yang
menggunakan bondek sebagai pengganti tulangan momen positif
(tulangan bawah), sekaligus sudah berfungsi sebagai bekisting
bawah pelat dan lantai kerja, sedangkan untuk tulangan momen
negatif bisa menggunakan tulangan baja biasa atau menggunakan
wiremesh. Penggunaan dek baja dipasang tegak lurus arah pendek

33
bentang balok, untuk menahan gaya leteral dan bekerja sebagai plat
satu arah. Pelat lantai steel deck termasuk kedalam pelat satu arah
dikarenakan pada pelat lantai steel deck lebih dominan menahan
beban yang berupa momen lentur pada bentang satu arah saja akibat
bentuk penampang balok yang bergelombang.
Untuk perhitungan tulangan plat 1 arah :
× × ×
As tulangan ulir = ........................... (2.37)

As’ steel deck = b × tebal steel deck .............................. (2.38)


.
a= , . .
.................................................................. (2.39)

Tegangan pada serat beton :


Cc = 0,85 × fc’ × a × b ................................................... (2.40)
Tegangan pada serat steel deck :
Cs = As’ steel deck × (fs’ – (0,85 fc’) ............................ (2.41)
Tegangan tarik pada serat baja :
T = As . fy ...................................................................... (2.42)
Kekuatan momen yang terjadi :
Mn = Cc × (d - ) ........................................................... (2.43)

Kekuatan momen rencana :


Mr = ϕMn, dimana ϕ = 0,8 ............................................ (2.44)
Kekuatan momen rencana ϕMn harus lebih besar atau sama dengan
momen luar rencana (Mu) :
Mr = ϕMn > Mu ............................................................. (2.45)
(Sumber : Struktur Baja - Desain dan Perilaku Edisi Kedua, Salmon
& Johnson, 1995)

2.7.3 Gelagar Induk


Gelagar induk adalah gelagar yang dipasang pada kedua sisi
jembatan dan dipasang searah dengan panjang jembatan. Fungsi dari
gelagar induk adalah untuk menerima semua pengaruh beban jembatan
yang disalurkan dari gelagar melintang.

34
2.7.4 Pelengkung Jembatan
Struktur pelengkung pada jembatan busur merupakan struktur
utama yang menahan sebagian besar beban yang diterima oleh
jembatan.

2.7.5 Ikatan Angin


Ikatan angin merupakan salah satu komponen jembatan yang fungsi
utamanya memberikan kekuatan konstruksi dalam bidang horizontal.
Ikatan angin dapat terletak diatas, ditengah, atau di bawah. Ikatan yang
cukup harus disediakan antara rangka-rangka utama untuk menjamin :
a. Sokongan ada pada semua titik buhul, konsisten dengan anggapan
yang dipergunakan dalam penentuan panjang efektif batang tekan.
b. Semua beban dan pengaruh beban yang dihitung dapat disalurkan
pada struktur pendukung.
c. Sokongan ada pada setiap titik dimana gaya tekan bekerja pada
batang diagonal dan/atau vertical, akibat perubahan arah batang tepi
(tanpa memperdulikan batang tarik atau tekan).

2.7.6 Kabel (Hanger)


Kabel mempunyai fungsi sebagai penggantung (hanger) antara
gelagar induk dengan gelagar pelengkung. Penentuan dimensi kabel
harus dilihat dari gaya tarik atau tegangan putus yang terjadi pada
kabel. Menurut bentuknya kabel ini dibedakan menjadi 2 jenis yaitu
parallel wire cables dan wire ropes.
a. Parallel Wire Cables
Setiap strand pada jenis ini ada sekitar 250 – 350 kawat yang
sejajar satu sama lain. Dalam satu kabel bisa terdiri dari 7, 19, 37,
atau 61 strand yang disatukan satu sama lain.

35
Gambar 2.10 Parallel wire cables
b. Wire Ropes
Setiap tali terdiri dari 7 strand dan setiap strand berisi 7, 19, 37,
atau 61 kawat. Kawat-kawat tersebut dijalin untuk membuat sebuah
strand yang kemudian strand-strand tersebut disatukan untuk
menjadi tali. Pada setiap tali tidak diijinkan mempunyai lebih dari
250 – 300 kabel, ini bertujuan untuk menghindari kekakuan yang
berlebih supaya pada saat pemasangan lebih mudah.

Gambar 2.11 Wire ropes

2.7.7 Socket
Sambungan antar kabel penggantung menggunakan socket yaitu
open wire rope socket. Karena socket tersebut didesain berdasarkan
kuat ijin kabel, yang berfungsi menahan gaya tarik kabel ke struktur
utama dan gelagar melintang.

Gambar 2.12 Open wire socket

36
Gambar 2.13 Sambungan socket pada struktur
(Sumber : www.pfeifer-structures.com)

2.7.8 Perletakkan Bantalan Elastomer

Gambar 2.14 Representasi bantalan elastomer

Beban yang harus dihitung diterima oleh bantalan adalah beban


hidup ditambah beban mati rencana. Di dalam perhitungan beban-beban
ini harus di konversi menjadi tegangan ratarata berdasarkan luas area
bantalan yang menerima beban seperti pada persamaan 2.46 dan 2.47.
σS = ....................................................................... (2.46)

σL = .............................................................................. (2.47)

Dengan
σS = Tegangan rata-rata akibat beban total (MPa)

37
σL = Tegangan rata-rata akibat beban hidup (MPa)
PDL = Beban mati rencana (N)
PLL = Beban hidup rencana (N)
A = Luas keseluruhan (bonded surface area) (mm2)
Faktor bentuk untuk lapisan-lapisan elastomer tanpa lubang harus
dihitung dengan persamaan 2.48, 2.49, dan 2.50.
S= .
............................................................................ (2.48)

lp = 2 (L + W) ..................................................................... (2.49)
A = L × W .......................................................................... (2.50)
Dengan
S = Faktor Bentuk
A = Luas keseluruhan (bonded surface area) (mm2)
lp = Keliling elastomer, termasuk lubang (bonded surface
perimeter) (mm)
hri = Ketebalan efektif karet pada lapisan antara (mm)
l = Panjang efektif keseluruhan elastomer (mm)
b = Lebar efektif keseluruhan elastomer (mm)
Faktor bentuk (S) harus berada dalam batas ini :
Untuk bantalan polos 1<S≤4
Untuk bantalan tipe berlapis 4 < S ≤ 12
(Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor : 10/SE/M/2015 Tentang Pedoman Perancangan Bantalan
Elastomer untuk Perletakkan Jembatan, 2015)

2.8 Perencanaan Sambungan


Fungsi sambungan adalah untuk meneruskan gaya maupun momen dari
suatu komponen struktur ke komponen struktur lainnya sehingga beban yang
di hasilkan oleh gaya maupun momen dapat diteruskan oleh pondasi.
Sambungan harus direncankan sama atau lebih besar dari gaya profil yang
akan disambung. Sambungan seharusnya tidak ditempatkan di bagian yang
akan mengalami sendi plastis karena mekanisme saluran tegangan sambungan
tersebut biasanya telah memanfaatkan perilaku inelastis daktail terhadap

38
bahannya. Pada jembatan rangka baja pelengkung ini akan menggunakan
sambungan baut.

2.8.1 Sambungan Baut


Pada perencanaan ini baut yang digunakan baut mutu tinggi (HTB).
Ada dua jenis baut mutu tinggi yang ditunjukkan oleh ASTM sebagai
A325 dan A490. Baut ini memiliki kepala segi enam yang tebal dan
digunakan dengan mur segi enam yang setengah halus dan tebal.
a. Kekuatan Tarik Desain Penyambung
Kekuatan desain Rn berdasarkan kekuatan tarik penyambung :
Rn = 0,75 × fub × Ab ..................................................... (2.51)
Dengan
Rn = Kekuatan tarik desain penyambung (kg)
fub = Kekuatan tarik baut
Ab = Luas bruto penampang bruto

b. Kekuatan Geser Desain


Kekuatan desain Rn bila terdapat ulir pada bidang geser :
Rn = m × r1 × fub × Ab ................................................. (2.52)
Dengan
r1 = 0,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser
0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser
m = Jumlah bidang geser

c. Kekuatan Desain Tumpu Baut


Kekuatan desain ϕRn, berdasarkan kekuatan tumpu pada lubang
baut :
Rn = 2,4 × db × tp × Fu ................................................. (2.53)
Dengan
Fu = Kekuatan tarik baja yang disambung
tp = Ketebalan plat
db = Diameter baut

39
d. Kontrol Kekuatan Geser Desain
Dalam kontrolnya kekuatan geser desain harus lebih besar atau
sama dengan (≥) beban geser terfaktor baut baru bisa dikatakan
aman.
ϕRn ≥ Rn ........................................................................ (2.54)

e. Menentukan Jumlah Baut


Dalam menentukan jumlah baut, untuk kekuatan baut (Rn) diambil
dari nilai terkecil dari kekuatan tarik, geser,s atau tumpu.
𝑛=∅ ............................................................................ (2.55)

Dengan
Φ = Faktor reduksi = 0,75
Pu = Beban terfaktor (kg)
𝑛 = Jumlah baut
(Sumber : Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD,
Setiawan, halaman 110–111)

40

Anda mungkin juga menyukai