Anda di halaman 1dari 50

1

BAB 2
Proyek Pekerjaan Revetment dan Retaining Wall Dumping 2 di Pelabuhan
Benoa

2.1 Pendahuluan
2.1.1 Latar Belakang

Pelabuhan merupakan salah satu sarana penting dalam membangun


perekonomian. Pada saat ini terdapat 6 pelabuhan di Bali, yaitu Pelabuhan
Gilimanuk, Pelabuhan Padangbai, Pelabuhan Benoa, Pelabuhan Celukan
Bawang, Pelabuhan Amuk, dan Pelabuhan Tribuana. Dari 6 pelabuhan
tersebut hanya Pelabuhan Benoa sajalah yang menjadi pelabuhan peti kemas,
yang dimana selama ini Bali selalu didistribusi oleh Pelabuhan Peti Kemas
yang ada di Surabaya. Pekerjaan Revetment dan Retaining Wall Dumping 2
di Pelabuhan Benoa ini merupakan Pengembangan Pelabuhan Benoa yang
merupakan wujud dari keinginan provinsi Bali untuk lebih mandiri dengan
dapat memiliki pelabuhan peti kemas serta LNG-nya sendiri, hal ini dapat
menghemat Cost and Business dibandingkan dengan menggunakan bantuan
pelabuhan yang berada di Surabaya, serta untuk menyambut G-20.

2.1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan mengenai Proyek Pekerjaan Revetment


dan Retaining Wall Dumping 2 di Pelabuhan Benoa adalah sebagai berikut.

1. Maksud

Maksud dilakukannya Proyek Pelabuhan Benoa adalah


untuk kegiatan perekonomian dan pariwisata.

2. Tujuan

Adapun tujuan dari dibangunannya Pelabuhan Benoa adalah


untuk:

a. Meningkatkan kegiatan ekonomi di daerah Benoa

b. Menunjang kelancaran Perdagangan antar pulau.


c. Mendukung pariwisata di Bali.

2.1.3 Deskripsi Proyek

1. Data Umum Proyek

Nama Proyek : Proyek Pekerjaan Revetment dan Retaining


Wall Dumping 2

Lokasi Proyek : Pelabuhan Benoa, Bali


Pemilik Proyek : PT. Pelabuhan Indonesia (Persero)
ID Project : 1621010
No. Kontrak : SP92/HK.0502/P.III-2021
Nilai Kontrak : Rp.361.100.000.000,00 (Exc. PPN)
Tanggal SPMK : 03 Juni 2021
Konsultan MK : PT. Virama Karya (Persero)
Kontraktor : PT. Waskita Karya (Persero) Tbk
Waktu Pelaksanaan : 540 Hari Kalender
Masa Pemeliharaan : 365 Hari Kalender
Cara Pembayaran : Termin
Jenis Kontrak : Lumpsum

2. Lokasi Proyek

Lokasi proyek berada di pelabuhan benoa, Bali yang dapat dilihat


pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Lokasi Proyek

2
3. Struktur Organisasi Proyek

Struktur organisasi Proyek Pekerjaan Revetment dan Retaining


Wall Dumping 2 di Pelabuhan Benoa dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Proyek

2.2 Tinjauan Perencanaan

Tahap-tahap perencanaan pembangunan suatu proyek, antara lain:


2.2.1 Tahap Perancangan

Keterlibatan antara pemilik proyek beserta yang terlibat didalamnya


seperti ketelibatan pemilik proyek dengan general kontraktor ataupun
general kontraktor dengan sub kontraktornya. Tahapan ini terdiri dari
membuat konsepan maupun gambar – gambar sketsa atau merupakan out
line dari bangunan berikut dengan biaya proyek. Gambar – gambar tersebut
dikembangkan lebih rinci kembali untuk dapat dipakai sebagai dasar
pembahasan berikutnya.

3
2.2.2 Tahap Perencanaan
1. Studi Kelayakan

Pada studi kelayakan, berfungsi untuk meyakinkan pemilik


proyek (owner) bahwa proyek yang diusulkan layak untuk
dilaksanakan.Pihak yang terlibat aktif dalam perencanaan/Planning
adalah pemilik proyek dan dapat dibantu oleh konsultan perencana.
Kegiatan yang dilaksanakan:

• Menyusun rancangan proyek secara kasar dan mengestimasi


biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek tersebut.
• Mendiskusikan manfaat yang akan diperoleh jikaproyek tersebut
dilaksanakan, baik manfaat langsung (manfaat ekonomis)
maupun manfaat tidak langsung (fungsi sosial).
• Menyusun analisis kelayakan proyek, baik secara ekonomis
maupun finansial.
• Menganalisis dampak lingkungan yang mungkin terjadi apabila
proyek tersebut dilaksanakan.

2. Breafing

Hal yang akan direncanakan adalah sesuai dengan keinginan


pihak owner, oleh karena itu diperlukan tahap breafing/penjelasan.
Pada tahap ini owner akan menjelaskan fungsi dan biaya proyek,
sehingga konsultan perencana dapat secara tepat menafsirkan
keinginan pemilik proyek dan membuat taksiran biaya. Kegiatan
yang dilaksanakan:

• Menyusun rencana kerja dan menunjuk pada perencana tenaga


ahli.
• Mempertimbangkan kebutuhan pemakai, keadaan lokasi dan
lapangan, merencanakan rancangan, taksiran biaya, dan
persyaratan mutu.
• Mempersiapkan ruang lingkup kerja, jadwal waktu, taksiran
biaya dan implikasinya, serta rencana pelaksanaan.

4
• Mengecek dan mempersiapkan kesehatan dan keselamatan kerja,
serta kelengkapan APD.

3. Perencanaan Teknis

Dalam diperlukan perencanaan teknis agar dapat


mempermudah pada saat proyek dilaksanakan.

A. Desain Rencana

Desain rencana dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Desain Rencana

B. Standar Acuan
Standar acuan yang digunakan pada Proyek Pekerjaan
Revetment dan Retaining Wall Dumping 2 di Pelabuhan Benoa

5
adalah:

• ASTM A252 (Tiang Pancang Pipa Baja)

• ACI 318-14 (Tiang Pancang Beton Pretensioned)

• JIS A5335-1987 Tipe A dan Tipe B (Tiang Pancang Beton


Bulat Berongga Pretensioned) SNI 1154-2016 / AASHTO
M203-12 (Kawat baja pra tekan kuat tarik tinggi)

• JIS A7201:2009 (Standard Practice for Execution of Spun


Concrete Piles)

• AWS E-7018 (American Welding Society for Welding


Elektrode)

• ASTM E 165-95 (Standard Test Methode for Penetrant


Test)

4. Perencanaan non teknis

Perencanaan non teknis terdiri dari jadwal proyek (time


schedule) dan sumber daya yang dibutuhkan.

A. Jadwal Proyek (time schedule)

Jadwal dibuat untuk mengetahui kemajuan/progress tahapan


pekerjaan sehingga pelaksanaan pekerjaan pembangunan lebih
terkontrol.Jadwal proyek mencakup volume pekerjaan, jenis
pekerjaan, dan waktu pelaksanaan. Fungsi dari penjadwalan
pekerjaan adalah sebagai berikut:

• Untuk mengetahui kapan suatu pekerjaan dapat dimulai dan


kapan harus selesai.
• Untuk mengkoordinasi pemesanan barang yang akan dipakai
agar datang tepat saat dibutuhkan.
• Untuk mengatur jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada
waktu tertentu, agar dapat dipersiapkan jika dibutuhkan
tenaga kerja yang banyak.

6
• Untuk mengontrol apakah pekerjaan telah dilaksanakan tepat
waktu.

B. Sumber Daya yang Dibutuhkan

Perencanaan ini mengatur 5 unsur sumber daya yang sangat


dibutuhkan oleh sebuah proyek konstruksi, yaitu:

a. Sumber daya manusia yaitu perlu direncanakan dengan baik


apakah diperlukan tenaga ahli khusus untuk masalah tertentu,
serta untuk menentukan jumlah tenaga kerja yang perlu
disiapkan.

b. Sumber daya peralatan (Machines) yaitu Peralatan didata


sesuai kebutuhan, baik peralatan yang biasa maupun peralatan
khusus yang perlu disiapkan dari jauh hari. Direncanakan
juga untuk peralatan apakah akan dibeli atau disewa.

c. Sumber daya keuangan (money) yaitu Direncanakan dengan


baik system pembayaran yang akan dilakukan.

d. Sumber daya bahan (Material) yaitu Bahan perlu


direncanakan dengan baik sesuai keperluan saat pengerjaan,
sehingga saat dibutuhkan material tersebut ada dan tidak
membuang waktu pelaksanaan.

e. Sumber daya matode (method) yaitu metode konstruksi yang


digunakan pada pelaksanaan pembangunan.

2.2.3 Pekerjaan yang Dilaksanakan


Pekerjaan yang dilaksanakan saat kunjungan KKL adalah:

1. Pemancangan SPP

Pekerjaan ini menerangkan langkah pekerjaan Pemancangan


Pipa Baja (SPP) dia meter 609 mm dengan tebal 12 mm dan dia
711 mm tebal 16mm melalui pemancangan darat yang meliputi :

7
• Pemindahan Pipa Baja SPP dia 609 mm dengan t = 12 mm dan
dia 711 mm t = 16mm

• Pemancangan Pipa Baja SPP dia 609 mm dengan t = 12 mm


dan dia 711 mm t = 16mm

Semua item pekerjaan diatas adalah bagian dari pekerjaan


pengadaan dan pemancangan SPSP pada dermaga curah cair
pelabuhan Benoa.

2. Pemancangan SPSP

Pekerjaan ini menerangkan langkah pekerjaan Pemancangan


Pipa Baja (SPSP) dia meter 1016 mm dengan tebal 14 mm ASTM
A252 grade 2 melalui pemancangan darat yang meliputi :

• Pengadaan Pipa Baja SPSP dia 1016 mm t 14 mm ASTM


A252 grade 2

• Marine coating pada area splash zone tebal minimal 900


mikron

• Pemancangan Pipa Baja SPSP dia 1016 mm t 14 mm ASTM


A252 grade 2

Semua item pekerjaan diatas adalah bagian dari pekerjaan


pengadaan dan pemancangan SPSP pada dermaga curah cair
pelabuhan Benoa.

3. Pemancangan CSP

Pekerjaan ini menggambarkan proses pekerjaan pemancangan


spun pile dan penyambungan spun pile.

8
2.3 Dasar Teori
2.3.1 SPP (Steel Pipe Pile)
SPP banyak digunakan dalam pekerjaan pondasi untuk struktur laut
seperti pelabuhan dan pantai. SPP mentransfer beban vertikal bangunan
atau struktur ke lapisan tanah yang dalam atau stabil. Selain mentransfer
beban vertikal juga sebagai dinding penahan tanah .

Kelebihan utama dari SPP ini adalah banyak opsi dalam memilih
ukuran untuk menyesuaikan dengan persyaratan teknis yang berbeda-beda.

Standar acuan untuk spesifikasi ukuran dan massa SPP


menggunakan ASTM A252. Pada ASTM dapat dilihat spesifikasi SPP dari
tiap ukurannya yang dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tabel Spesifikasi SPP berdasarkan ASTM A252

9
2.3.2 SPSP (Steel Pipe Sheet Pile)
SPSP terdiri dari pipa baja dengan sambungan yang dilas. SPSP
biasanya digunakan sebagai dinding penahan tanah dan tanggul pada tepi
sungai dan pelabuhan.
Jenis SPSP dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Jenis Steel Pipe Sheet Pile

2.3.3 CSP (Concrete Sheet Pile)

Concrete sheet pile biasa dikenal dengan tiang pancang beton. Tiang
pancang dengan jenis ini adalah salah satu tiang pancang yang cukup
umum dan sering dipakai. Tiang pancang beton mempunyai bahan dasar
utama dari beton yang di cor pada sebuah tempat. Umumnya tiang ini
juga umumnya dibuat langsung dari sebuah pabrik dan bisa langsung
digunakan dengan mudah. Tiang pancang jenis ini umumnya mempunyai
berbagai macam bentuk seperti silinder, kotak ataupun persegi panjang.

Dalam proyek ini yang digunakan adalah jenis spun pile atau tiang
pancang bulat. Spun pile merupakan bentuk Tiang pancang yang ada
lubang ditengahnya. Tiang pancang ini dipilih agar tekanan aksial bisa
terfokus pada selimut beton/ yang melingkari pada tiang.

10
Gambar 2.5 Detail Spun Pile

2.4 Pelaksanaan
2.4.1 Pemancangan SPP
● Flowchart

Gambar 2.6 Flowcart Pekercaan Pemancangan SPP

11
● Urutan Pelaksanaan
1. Pipa SPP telah di inspeksi bersama dengan Konsultan MK dan
Owner sebelum dilakukan mobilisasi ke area pemancangan;

2. Pipa Baja SPP akan dimobilisasi ke area pemancangan


menggunakan flatbed truck atau multi axle;

Gambar 2.7 Ilustrasi mobilisasi SPP ke Area Pemancangan

3. Sebelum mobilisasi alat dilakukan ceklist alat pemancangan dan


crane service, perhitungan load chart alat yang digunakan,
perhitungan sebagai berikut :

12
Gambar 2.8 Perhitungan Load Chart Sumitomo 80 ton

13
Gambar 2.9 Perhitungan Load Chart Kobelco 80 ton

4. Mobilisasi SPP dari stockyard ke lokasi area pemancangan dengan


menggunakan flatbed truck atau multi axle
a. Berikut lokasi stockyard awal SPP sebelum di mobilisasi

14
Gambar 2.10 Lokasi Stockyard Awal
SPP Sebelum di Mobilisasi

b. Mobilisasi SPP dari stockyard menggunakan crane 80 ton (1


unit) kemudian diswing ke arah flatbed truck atau multi axle
(1 unit).

Gambar 2.11 Mobilisasi SPP dari stockyard


menggunakan crane

Hal – hal yang perlu diperhatikan pada step 1 adalah sebagai


berikut:
● Pengambilan diutamakan adalah SPP yang akan dipancang
pertama kali untuk memudahkan proses pemancangan nanti,
disesuaikan dengan gambar shop drawing;

15
c. Flatbed truck atau multi axle menerima SPP dari crane 80 ton.

Gambar 2.12 Flatbed truck atau multi axle


menerima SPP dari crane

Hal – hal yang perlu diperhatikan pada step 2 adalah sebagai


berikut :
● SPP ditempatkan pada flatbed truck atau multi axle dan diikat
untuk kemudian dimobilisasi ke area lokasi pemancangan.

d. Crane 80 ton (1 unit) mengambil SPP dari flatbed truck atau


multi axle dan ditempatkan ke area pemancangan.

16
Gambar 2.13 Crane Menempatkan SPP ke
Tempat Pemancangan

Hal – hal yang perlu diperhatikan pada step 3 adalah sebagai


berikut :
● Crane mengambil SPP dari Boogie untuk ditempatkan ke
area lokasi pemancangan.

5. Persiapan sebelum pemancangan SPP, dilaksanakan stake out posisi


SPP dengan koordinat yang direncanakan menggunakan lat ukur
Total Station untuk memastikan posisi SPP terpasang pada pada
posisi yang direncanakan;

Gambar 2.14 Posisi SPP

17
6. Crane pancang menempatkan SPP pada lokasi titik yang telah di
marking oleh Surveyor, agar posisi tiang stabil untuk menjaga
kelurusan tiang SPP di monitoring oleh alat Total Station ;

Gambar 2.15 Pemancangan SPP

7. Dilanjutkan dengan pemancangan SPP sampai dengan kedalaman


rencana;

Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat pemancangan :

● SPP dipasang tepat pada posisinya dan dipancangkan sesuai


dengan garis – garis yang tertera dalam gambar kerja
● Lokasi kepala tiang pancang, pergeseran lateral tiang pancang di
posisi yang ditentukan tidak boleh melampui 75mm dalam
segala arah
● Kemiringan tiang pancang, penyimpangan arah vertikal atau
kemiringan yang disyaratkan tidak boleh melampui 25 mm per
meter (1:50)

18
8. Penyambungan SPP menggunakan standard pengelasan Shielded
metal Arc Welding (SMAW);

Gambar 2.16 Shielded metal Arc Welding (SMAW)

19
2.4.2 Pemancangan SPSP
● Flowchart

Gambar 2.17 Flowcart Pekerjaan Pemancangan SPSP

● Urutan Pelaksanaan
1. Approval Material Pipa Baja SPSP dia 1016 t = 14 mm yang telah

disetujui oleh konsultan MK dan Owner.

2. Material Pipa Baja SPSP telah melewati pengujian material

meliputi uji tarik dan chemical. Pada material pelindung atau

marine coating telah melewati uji pull up dan ketebalan. Selain

pengujian bahan material, konsultan MK dan Owner juga

melakukan pengecekan dimensi pada material yang sudah jadi,

seperti pengukuran panjang, tebal, dan diameter.

20
Gambar 2.18 Uji Tarik Material SPSP

3. Pipa Baja SPSP yang telah selesai diproduksi akan dimobilisasi ke


site menggunakan tongkang via laut / shipment;

Gambar 2.19 Ilustrasi Tongkang Sandar pada Site

4. Pada saat yang bersamaan memobilisasi alat pancang dan crane


sebagai alat untuk bongkar material pipa baja SPSP di site;

21
5. Sebelum mobilisasi alat dilakukan ceklist alat pemancangan dan
crane service, perhitungan load chart alat yang digunakan,
perhitungan sebagai berikut:

Gambar 2.20 Perhitungan Load Chart Sumitomo 80 ton

22
Gambar 2.21 Perhitungan Load Chart Kobelco 80 ton

23
Gambar 2.22 Perhitungan Load Chart Kobelco 35 ton

24
Gambar 2.23 Perhitungan Load Chart XCMG 150 ton

6. Dilakukan ceklist PJK3 saat sebelum mobilisasi alat dan


disaksikan Konsultan MK, dan Owner;

Gambar 2.24 Pengecekan Alat

25
7. Mobilisasi SPSP dari stockyard ke lokasi area pemancangan
ddapat digunakan 2 metode mobilisasi :
● Metode Boogie
a. Berikut lokasi stockyard awal SPSP sebelum di mobilisasi

Gambar 2.25 Lokasi Stockyard Awal SPSP

Koordinat Stockyard SPSP


A = 303744.0260 ; 9034133.3944
B = 303780.1750 ; 9034098.8852
C = 303712.0810 ; 9034025.5670
D = 303676.7527 ; 9034133.3944

b. Mobilisasi SPSP dari stockyard menggunakan crane 80 ton (1


unit) kemudian diswing ke arah boogie (1 unit).

26
Gambar 2.26 Mobilisasi SPSP dari stockyard menggunakan crane

Hal – hal yang perlu diperhatikan pada step 1 adalah sebagai


berikut

● Pengambilan diutamakan adalah SPSP yang akan dipancang


pertama kali untuk memudahkan proses pemancangan nanti,
disesuaikan dengan gambar shop drawing;

c. Bogie menerima SPSP dari crane 80 ton

Gambar 2.27 Bogie menerima SPSP dari crane

27
Hal – hal yang perlu diperhatikan pada step 2 adalah sebagai
berikut:

● SPSP ditempatkan pada Bogie dan diikat untuk kemudian

dimobilisasi ke area lokasi pemancangan.

d. Crane 80 ton (1 unit) mengambil SPSP dari boogie.

Gambar 2.28 Crane Mengambil SPSP dari Boogie

Hal – hal yang perlu diperhatikan pada step 3 adalah sebagai


berikut :
● Crane mengambil SPSP dari Boogie untuk ditempatkan ke
area lokasi pemancangan.

e. SPSP di tempatkan ke area lokasi pemancangan sepanjang


platform quaywall

28
Gambar 2.29 SPSP di tempatkan ke area lokasi
pemancangan

Titik merah = Titik Awal Pemancangan SPSP.

Hal – hal yang perlu diperhatikan pada step 3 adalah sebagai


berikut :
● Sebelum pancang ditempatkan pada stockyard rencana,
tempatkan kayu kelapa sebagai landasan SPSP pada
stockyard yang direncanakan.

8. SPSP yang berada pada stockyard dilakukan mobilisasi lokal


dengan menggunakan metode estafet dengan menggunakan crane
80 ton (2 Unit), 35 ton (1 unit), 50 ton (1 Unit) dan 150 ton (1
Unit). Berikut urutan metode estafet mobilisasi lokal:

29
● Metode Estafet
a. Berikut lokasi stockyard awal SPSP sebelum di mobilisasi.

Gambar 2.30 Lokadi Awal SPSP

Koordinat Stockyard SPSP

A = 303744.0260 ; 9034133.3944
B = 303780.1750 ; 9034098.8852
C = 303712.0810 ; 9034025.5670
D = 303676.7527 ; 9034133.3944

b. Mobilisasi SPSP dari stockyard menggunakan crane 150 ton


(1 unit) kemudian diswing ke arah crane 35 ton (1 unit) dan
50 ton (1 unit)

30
Gambar 2.31 Mobilisasi SPSP dari stockyard menggunakan crane
Hal – hal yang perlu diperhatikan pada step 1 adalah sebagai
berikut:

● Pengambilan diutamakan adalah SPSP yang akan dipancang


pertama kali untuk memudahkan proses pemancangan nanti,
disesuaikan dengan gambar shop drawing;
c. Crane 35 ton (1 unit) dan 50 ton (1 unit) menerima SPSP dari
crane 150 ton

Gambar 2.32 Crane 35 ton dan 50 ton menerima SPSP dari crane 150 ton
Hal – hal yang perlu diperhatikan pada step 2 adalah sebagai
berikut :

● Sling crane 150 ton dilepas, SPSP ditempatkan di atas bantalan


kayu yang sudah disiapkan di lapangan.

31
● Pasang dan ikatkan sling crane 35 ton dan crane 50 ton pada
SPSP, setelah SPSP ditempatkan.

d. Crane 80 ton (2 unit) menerima SPSP dari crane 50 ton (1 unit)


dan 35 ton (1 unit).

Gambar 2.33 Crane 80 ton menerima SPSP dari crane 50 ton dan 35 ton.

Hal – hal yang perlu diperhatikan pada step 3 adalah sebagai


berikut :

● Sling crane 35 ton dan 50 ton dilepas, SPSP ditempatkan di


atas bantalan kayu yang sudah disiapkan di lapangan.
● Pasang dan ikatkan sling crane 80 ton pada SPSP, setelah
SPSP ditempatkan.

e. Crane 80 ton (2 unit) menerima SPSP dari crane 50 ton (1 unit)


dan 35 ton (1 unit) kemudian ditempatkan ke area lokasi
pemancangan.

32
Gambar 2.34 Crane 80 ton menerima SPSP dari crane 50 ton dan 35 ton
kemudian ditempatkan ke area lokasi pemancangan.

Titik merah = Titik Awal Pemancangan SPSP

Hal – hal yang perlu diperhatikan pada step 3 adalah sebagai


berikut :
● Sebelum pancang ditempatkan pada stockyard rencana,
tempatkan kayu kelapa sebagai landasan SPSP pada stockyard
yang direncanakan.

9. Persiapan sebelum pemancangan SPSP, dilaksanakan stake out


posisi SPSP dengan koordinat yang direncanakan menggunakan
2 alat ukur Total Station untuk memastikan posisi SPSP terpasang
pada pada posisi yang direncanakan;
● Surveyor 1 pada posisi sejajar dengan SPSP (posisi tetap)
● Surveyor 2 para arah melintang SPSP (posisi bergerak
mengikuti SPSP)

33
Gambar 2.35 Persiapan Pemancangan SPSP
● Untuk dudukan alat surveyor yang sejajar dengan SPSP berada
pada jarak 200 m dari posisi titik pancang terakhir.
● Dibuat platform sebagai landasan alat ukur TS dan surveyor
untuk memonitoring pemancangan SPSP pada arah sejajar
SPSP.
● Sebelum pemancangan dimulai setiap pancang harus diberi
tanda setiap interval 50 cm yang dimulai dari kaki tiang agar
dapat diketahui panjang tiang yang terpancang.

10. Platform pemancangan harus dipastikan untuk kepadatan tanah


dasarnya dan kemampuan daya dukungnya sebagai tumpuan
crane pemancangan, track dari crane harus diberikan plat sebagai
landasan. Kemudian tanah dasar crane harus memiliki nilai CBR
≥ 6% dibuktikan dengan hasil pengujian CBR lapangan;

34
Gambar 2.36 Hasil CBR Lapangan
11. Sebelum dilakukan pemancangan pasang guide beam pada
koordinat yang sudah di stake out oleh surveyor;

Gambar 2.37 Pemasangan Guide Beam


12. Crane pancang menempatkan SPSP pada lokasi titik yang telah di
marking oleh Surveyor, agar posisi tiang stabil digunakan guide
beam untuk menjaga kelurusan tiang SPSP;

35
Gambar 2.38 Penempatan Posisi Pancang pada Guide Beam

13. SPSP di vibro sampai dengan level guide beam / pada kondisi
tiang SPSP tidak bisa masuk;

Gambar 2.39 Penggetaran SPSP


14. Dilanjutkan pemancangan dengan menggunakan hammer dan
dolly sampai kedalaman rencana;

Gambar 2.40 Proses Pemancangan

15. Pemancangan SPSP dibantu dolly sampai kedalaman rencana

36
Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat pemancangan :

● Dipastikan sisi atas SPSP tidak terbalik, karena sisi atas SPSP
tidak terbalik karena sisi atas SPSP tidak terbalik, karena sisi
atas tebal marine coating 900 micron (2,8 m untuk splash
zone) dan posisi arah clutch (kanan dan kiri tidak terbalik).
● Pengikatan tali sling diluar area marine coating 900 micron.
● SPSP dipasang tepat pada posisinya dan dipancangkan sesuai
dengan garis – garis yang tertera dalam gambar kerja.
● Untuk membetulkan posisi atau garis tiang pancang, harus
diperbaiki dengan vibro.
● Lokasi kepala tiang pancang, pergeseran lateral tiang pancang
di posisi yang ditentukan tidak boleh melampui 75mm dalam
segala arah.
● Kemiringan tiang pancang, penyimpangan arah vertikal atau
kemiringan yang disyaratkan tidak boleh melampui 25 mm per
meter (1:50).
16. Semua titik dilakukan pencatatan sesuai form Pile Driving Record
(PDR) yang disetujui (pemancangan dengan hammer, spsp paling
rendah, sebelum top SPSP pada elevasi rencana);
17. Pengambilan data kalendering saat akan mencapai elevasi rencana
atau kondisi SPSP dipancang tidak dapat masuk elevasi rencana;

Dalam pemancangan SPSP terkadang tiang pancang SPSP tidak


mencapai kedalaman dari yang direncanakan akibat dari tanah
keras. Maka harus dilakukan preboring

Pekerjaan pre boring adalah pekerjaan pendukung untuk


pemancangan / tiang pancang, dimana tanah padat/keras dengan
SPT>50 dibor dulu, sehingga pancang bisa masuk.
Tahap – Tahap Pekerjaan Pre Boring :

1. Mobilisasi
2. Pekerjaan Persiapan

37
3. Cek Kelurusan & Penentuan Posisi
4. Pemasangan Temporary Casing
5. .Preboring dan Pengeboran
6. Angkat/Cabut Temporary Casing

2.4.3 Pemancangan CSP


● Flowchart

Gambar 2.41 Flowcart Pekerjaan Pemancangan CSP

● Urutan Pelaksanaan
1. Perhitungan Load Chart

Gambar 2.42 Perhitungan Load Chart

38
2. Persiapan Pemancangan
a. Pembuatan patok refrensi (x, y, z)
b. Penentuan center line titik pancang (alat TS 1)
c. Stake out titik pancang (alat TS 2)
d. Penentuan elevasi top pancang (alat WP)

3. Pemilihan jenis alat pancang (berat hammer)


Berikut disajikan tabel untuk memperkirakan berat hammer
yang akan digunakan.

Gambar 2.43 Penentuan Berat Hammer


D65 = Berat hammer yang digunakan

Gambar 2.44 Tahap Memposisikan Pancang

4. Tetap selalu di cek posisi koordinat titik pancang sebelum di


lakukan pemancangan

39
Gambar 2.45 Marking Tiang Pancang

Gambar 2.46 Pengangkatan Tiang Pancang

40
5. Positioning Tiang Pancang

Gambar 2.47 Aturan Memposisikan Tiang Pancang

Pengarahan Kelurusan

Gambar 2.48 Pengarahan Kelurusan Tiang Pancang

41
● Sumbu tiang pancang harus segaris dengan hammer dan
leader
● Surveyor hanya mengarahkan kelurusan tiang pancang saat
sebelum penetrasi
● Digunakan 2 alat Total Station untuk mengukur kelurusan
tiang dan kemiringan sesuai rencana
● Posisi antara Surveyor 1 dan Surveyor 2 saling tegak lurus

Toleransi yang diizinkan pada tiang pancang :


● Lokasi Kepala CSP harus ditempatkan sebagaimana yang
ditunjukkan dalam gambar kerja. Penggeseran lateral
kepala dari posisi yang ditentukan tidak boleh melampaui
50mm dalam segala arah.
● Kemiringan CSP Penyimpangan arah vertikal atau
kemiringan yang disyaratkan tidak boleh lebih melampaui
2,5 mm permeter.
● Kemungkinan resiko pancang miring menabrak pancang
depan sudah diperhitungkan dengan sisa jarak aman ±41m
● Diambil data PDR dan Kalendering 10 pukulan terakhir
dengan s = 2,5mm

Permasalahan pemancangan :
● Apabila pancang tidak mencapai daya dukung, dapat
dilakukan kaledering ulang setelah 3 – 7 hari setelah
pemancangan.
● Untuk hasil kalendering ulang apabila masih tidak tercapai
daya dukungnya dilakukan penyambungan dan
pemancangan lagi sampai tercapai daya dukung rencana.

42
6. Rumus Perhitungan Nilai Tahanan Tiang Pancang

Gambar 2.49 Perhitungan Daya Dukung Tiang

Catatan :,Untuk Batasan berapa kali pukulan yang diizinkan


WBP tidak terdapat batasnya, hanya nominal strength spun
pile, tinggi jatuh max 2,5 m dan penetrasi 2,5 cm per 10
pukulan, untuk nantidievaluasi daya dukungnya dengan rumus
HilleyS.

7. Pengelasan tiang pancang

Tahap pengelasan dapat dilihat paa gambar di bawah.

Gambar 2.50 Tahap Pengelasan Tiang Pancang

43
8. Pemotongan tiang pancang

Tahap pemotongan tiang pancang dapat dilihat paa gambar di


bawah.

Gambar 2.51 Tahap Peotongan Tiang Pancang


2.5 Peralatan
Alat yang digunakan adalah:

1. Crane Pancang

2. Hammer

3. Crane Service

4. Alat Las

5. Flatbet Truck / Multi Axle

6. Guide Beam

7. Vibrotory Pile Driver

8. Dolly

9. Boogie

10. Alat Bor

44
11. Excavator

12. Wipe Rope dan Fiber Sling / Hook Plat

13. Alat Las

14. Tripodal
2.6 Bahan
Bahan atau material yang digunakan adalah:

1. SPP diameter 711,5 mm dan t = 16 mm

2. SPP diameter 609,6 mm dan t = 12 mm

3. SPSP diameter 1016 mm dan t = 14 mm

4. Spun Pile diameter 600 mm

2.7 Manajemen Proyek

Manajemen konstruksi adalah suatu proses mengatur atau mengelola


pekerjaan pembangunan agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan dari
pembangunan tersebut.

Secara umum, manajemen konstruksi menerapkan fungsi manajemen dari


suatu proyek dengan memanfaatkan sumber daya secara lebih efektif dan efisien
demi mencapai tujuan. Berikut 4 fungsi manajemen konstruksi:

1. Perencanaan (Planning)

Dari segi perencanaan, manajemen konstruksi berfungsi dalam


menentukan proyek pembangunan yang seperti apa yang akan dikerjakan,
kapan dan bagaimana caranya. Seorang manajer konstruksi wajib menjadi
pengambil keputusan atas rencana pembuatan konstruksi.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Manajemen konstruksi berfungsi untuk membentuk organisasi atau


divisi-divisi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan sebuah proyek sesuai
yang sudah direncanakan. Manajer memiliki hak untuk memberikan
penempatan beberapa tim atau anggota kerja ke dalam suatu divisi.

45
3. Pengarahan (Actuating)

Adanya manajemen konstruksi maka dapat melakukan pembinaan atau


pengarahan seperti memberikan pelatihan, bimbingan dan bentuk arahan
lainnya agar setiap tanggung jawab yang diberikan terlaksana dengan baik.

4. Pengendalian (Controlling)

Manajemen konstruksi bertindak sebagai pengawas terhadap kegiatan


proyek dan melakukan evaluasi jika saja terjadi penyimpangan dalam
suatu divisi selama proyek berlangsung. Maka seorang manajer akan
melakukan pencegahan dan upaya antisipasi terhadap penyimpangan yang
terjadi.

Selain 4 fungsi manajemen konstruksi diatas, ada beberapa fungsi lain


dari manajemen, yaitu:

• Cost control(pengendalian biaya).


• Quality control (pengawasan, mulai dari perencanaan hingga
pelaksanaan).
• Time control (pengendalian waktu).

Tujuan Manajemen Konstruksi, adalah mengelola fungsi manajemen


atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga
diperoleh hasil optimal sesuai dengan persyaratan (spesification).

Untuk keperluan pencapaian tujuan ini, perlu diperhatikan pula


mengenai mutu bangunan, biaya yang digunakan dan waktu pelaksanaan
Dalam rangka pencapaian hasil ini selalu diusahakan pelaksanaan
pengawasan mutu (quality control), pengawasan biaya (cost control) dan
pengawasan waktu pelaksanaan (time control).

2.8 Pengendalian Proyek


1. Pengendalian Mutu

46
Pengendalian mutu pada proyek Pekerjaan Revetment dan Retaining
Wall Dumping 2 di Pelabuhan Benoa dilakukan dengan beberapa cara
yaitu:

● Pengecekan Alat
● Tes CBR
● Tes Sandcone

2. Pengendalian Waktu dan Biaya


Pengendalian waktu dan biaya proyek Pekerjaan Revetment dan
Retaining Wall Dumping 2 di Pelabuhan Benoa dilakukan dengan
menggunakan software BIM 360 dengan bantuan beberapa software
seperti civil 3D, Revit dan Navisworks dan informasi proyek tiap
minggu menggunakan webgis.

3. Pengendalian K3
Pengendalian waktu dan biaya proyek Pekerjaan Revetment dan
Retaining Wall Dumping 2 di Pelabuhan Benoa dilakukan beberapa
cara yaitu:
● Kegiatan safety talk
● Inspeksi alat
● Pemasangan rambu-rambu
● Pemasangan ralling

2.9 Hambatan dan Solusi


Hambatan pada proyek Pekerjaan Revetment dan Retaining Wall Dumping
2 di Pelabuhan Benoa adalah:

1. Jam Kerja Overtime.


Solusinya adalah pekerjaan dikejar dan juga memerhatikan kesehatan
pekerja.
2. Ditemukan Permukaan yang keras di dasar laut, sehingga mempersulit
pemancangan.

47
Solusinya dengan melakukan pengeboran terlebih dahulu sebelum
pemancangan.
2.10 Kegiatan saat Kunjungan KKL
Kegiatan yang dilakukan saat kunjungan KKL adalah:

1. Diberikan arahan-arahan terkait dengan proyek pembangunan pelabuhan


benoa serta sambutan dari project manager dari proyek tersebut
2. Sambutan dari perwakilan sipil undip dan memaparkan maksud dan
tujuan mengunjungi proyek tersebut
3. Mahasiswa berkeliling di sekitar area proyek dengan dipandu oleh oleh
perwakilan pihak proyek
4. Mahasiswa aktif bertanya tentang kondisi proyek selama berkeliling di
sekitar area proyek.

2.11 Kesimpulan dan Saran


2.11.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat adalah:

1. Merupakan wujud dari keinginan provinsi Bali untuk memiliki


pelabuhan peti kemas sendiri.
2. Pekerjaan yang dilakukan saat kunjungan KKL yaitu
pemancangan SPP, SPSP ,dan CSP.

2.11.2 Saran
Saran untuk proyek Pekerjaan Revetment dan Retaining Wall
Dumping 2 di Pelabuhan Benoa adalah:
1. Lebih memperhatikan lagi tentang aspek lingkungan pada saat
pengerukan laut atau pembuangan tanah ke laut.
2. Pelaksanaan K3 pada para pekerja perlu ditingkatkan lagi pada
saat bekerja.
3. Pengawasan terhadap para pekerja perlu ditingkatkan lagi pada
saat bekerja agar mutu dan hasil tetap terjaga.

48
2.12 Lampiran
2.12.1 Dokumentasi

Gambar 2.52 Pemberiian Materi dan Quiz Gambar 2.53 Kunjungan Lapangan

Gambar 2.54 Foto Bersama

49
2.12.2 Daftar Anggota Kelompok

Adapun peran anggota kelompok dalam Kuliah Kerja Lapangan


2022 ini adalah sebagai berikut.

Tabel 2.2 Daftar Anggota Kelompok

Peran Nama Nim


Ketua Radiva Naufal 21010119140176
Wakil Ketua Rayhan Muhammad 21010119140184
Sekretaris Muhammad Rizza Al-farisi 21010119130093
Bendahara Muhammad Faisal Rashif 21010119140185
Muhammad Farhaan Kristianto 21010119130133
Bagus Abrar Ahimsa 21010119140191
PIC Acara Rafli Arnanda 21010119140103
Fauzan Adhima 21010119140174
Rafi Muhammad Reysa 21010119140162
Muhammad Ariq Wiratama 21010119140154
Don Palullu' 21010119120040
Samuel Vlanotti P 21010119130081
Daniel Reza Timothy M 21010119130069
PIC Laporan
Apryanus Yepta 21010119140173
Taufik Kurnia Rizky 21010119110044
Reza Afif Nur Hidayat 21010119130144
Yesaya Alvin Kriscahyadi 21010119130131
Ardhy Permana R 21010119130118
PIC Humas Adhi Maulana N 21010119110047
Farrel Alif 21010119140179
Yudha Prawira Candra Nugraha 21010119140183
Dimas Aditya 21010119140151
PIC Dokumentasi Alliyanisa Ataya Rysatyanta 21010119140164
Kinanti Fatikha Farhasari 21010119130126
Marsalia Nadhila Putri 21010119130062
M Noordhien 21010119140183
Koor Lapangan
M Daffa Al Ramsyi 21010119140172

50

Anda mungkin juga menyukai