3 : 164-175
ISSN-p : 2088-8139
ISSN-e : 2443-2946
Cost Effectiveness Analysis (CEA) Strategy for Anemia Therapy in Chronic Kidney Disease Patients
ABSTRAK
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan kondisi dimana ginjal tidak mampu mempertahankan
keseimbangan cairan sisa metabolisme yang bersifat progresif, irreversible dan berlangsung secara
lambat. Anemia sebagai komplikasi pada PGK berkontribusi pada morbiditas, mortalitas, kualitas hidup
pasien, serta biaya perawatan yang lebih besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perbedaan
efektivitas dan biaya terapi anemia dengan epoetin pada pasien penyakit ginjal kronis. Penelitian
dilakukan secara observasional-analitik dengan desain cohort retrospektif dari perspektif provider.
Sampel yang digunakan yaitu pasien PGK dengan anemia yang memenuhi kriteria inklusi periode Januari
- Desember 2020, data diambil dari catatan medis dan rekap keuangan pasien. Dilakukan analisis statistik
pada efektivitas terapi anemia dengan epoetin berdasarkan ketercapaian outcome klinis peningkatan nilai
Hb dalam waktu 3 bulan dan pembiayaan yang dihitung berdasarkan biaya medis langsung. Sebanyak 113
pasien yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri atas 96 pasien kelompok epoetin alfa dan 17 pasien
kelompok epoetin beta. Persentase ketercapaian target terapi pada kelompok epoetin beta lebih tinggi
(11,76%) dibandingkan kelompok epoetin alfa (10,42%). Rata-rata kenaikan Hb kelompok epo beta lebih
tinggi dibandingkan kelompok epo alfa. Biaya epoetin pada terapi pengobatan anemia kelompok epoetin
beta (Rp 1.005.365) lebih rendah dibandingkan kelompok epoetin alfa (Rp 1.017.188). Nilai ICER yang
diperoleh sebesar Rp -125.966 menunjukkan penghematan biaya Rp 125.966 untuk meningkatkan 1%
ketercapaian target terapi nilai Hb >10 g/dl. Biaya terapi dengan epo beta lebih rendah dibandingkan epo
alfa dan ketercapaian target terapi Hb lebih baik pada epo beta dibandingkan epo alfa.
Kata Kunci: anemia; cost effectiveness analysis (CEA); penyakit ginjal kronik
ABSTRACT
Chronic kidney disease (CKD) is a condition in which the kidneys are unable to maintain a fluid
balance of metabolic waste that is progressive, irreversible, and takes place slowly. Anemia is a
complication of CKD that contributes to morbidity, mortality, and quality of life of patients, as well as
greater costs of care. This study aims to evaluate the differences in the effectiveness and cost of anemia
therapy with epoetin in patients with chronic kidney disease. The study was conducted in an analytical-
observational manner with a retrospective cohort design from the provider's perspective. The sample
used was CKD patients with anemia who met the inclusion criteria for the period January - December
2020, data were taken from medical records and patient financial recapitulation. Statistical analysis was
carried out on the effectiveness of anemia therapy with epoetin based on the achievement of clinical
outcomes of increasing Hb values within 3 months and financing calculated based on direct medical costs.
A total of 113 patients met the inclusion criteria, consisting of 96 patients in the epoetin alpha group and
17 patients in the epoetin beta group. The percentage of achieving therapeutic targets in the epoetin beta
group was higher (11.76%) than in the epoetin alfa group (10.42%). The average increase in Hb in the EPO
beta group was higher than in the EPO alpha group. The cost of epoetin for anemia treatment in the beta
epoetin group (Rp 1,005,365) was lower than the epoetin alfa group (Rp 1,017,188). The ICER value
obtained was IDR -125,966, indicating a cost savings of IDR 125,966 to increase 1% of the achievement of
therapeutic targets for Hb values >10 g/dl. The cost of therapy with EPO beta is lower than EPO alpha and
the achievement of Hb therapy targets is better in EPO beta than EPO alpha.
Keywords: anemia; cost-effectiveness analysis (CEA); chronic kidney disease
kali lebih besar dibandingkan pada pasien bulan. Sampel penelitian harus memenuhi
dengan EPO beta. Perbedaan ini merupakan kriteria inklusi berupa pasien dengan usia >18
indikasi bahwa terdapat perbedaan total biaya tahun (usia dewasa dan usia lanjut), pasien
pada terapi kedua EPO tersebut. Penggunaan penyakit ginjal kronik stage 4 dan 5 yang
EPO beta berpotensi menurunkan biaya terapi menjalani rawat jalan dan hemodialisis rutin
bagi pasien maupun pembayar pada terapi minimal selama 3 bulan dengan kondisi yang
anemia pasien PGK 15. Penelitian Widianti stabil, pasien dengan diagnosis anemia
menunjukkan penggunaan epoetin beta normositik normokromik dan mendapatkan
(Recormon®) memiliki efektivitas yang lebih terapi anemia berupa eritropoetin, tersedia
tinggi dalam peningkatan Hb sebesar 56,41%. data rekam medis dan rekap keuangan yang
Berdasarkan nilai CER dan tabel efektivitas- lengkap untuk dilakukan penelitian. Kriteria
biaya Recormon® adalah pilihan terapi yang eksklusi pada penelitian berupa pasien
lebih cost-effective 12. anemia karena penyebab lain (kehilangan
Perbedaan penelitian ini dibandingkan darah yang cukup banyak, dan keganasan).
dengan penelitian yang sudah dilakukan di RS Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan
PKU Muhammadiyah Yogyakarta yaitu persetujuan ethical clereance dari FK-KMK
penelitian ini dilakukan pada pasien PGK UGM dengan nomor KE/FK/0091/EC/2021
dengan anemia normokromik normositik dan dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
dilakukan analisis efektivitas biaya terhadap dengan nomor 00203/KT.7.4/VIII/2021. Besar
terapi anemia pada pasien PGK stage 4 dan 5 minimal sampel yang memenuhi kriteria
dengan epoetin berdasarkan target kadar Hb. inklusi diperoleh berdasarkan perhitungan
Pada penelitian ini dilakukan evaluasi apakah rumus untuk penelitian cohort sebesar 87
terdapat perbedaan efektivitas dan biaya sampel setiap kelompok 16. Dari 139 pasien
terapi epoetin beta dibandingkan epoetin alfa PGK menggunakan epoetin yang menjalani
berdasarkan ketercapaian nilai Hb serta hemodialisa rutin, terdapat 26 yang tidak
berapakah nilai ICER untuk pencapaian target memenuhi kriteria inklusi.
Hb pada terapi epoetin beta dibandingkan Pencatatan data selama 3 bulan periode
epoetin alfa pada pasien hemodialisis di RS penelitian berupa nama pasien, nomor rekam
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pada medis, tanggal lahir, jenis kelamin, frekuensi
penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hemodialisis setiap bulan, terapi yang
perbedaan efektivitas dan biaya terapi antara diperoleh setiap bulan, komorbid, dan data
terapi epoetin beta dan epoetin alfa pada laboratorium yang mendukung penelitian
terapi anemia pasien PGK dengan yaitu nilai pemeriksaan darah yang meliputi
hemodialisa berdasarkan pencapaian target nilai Hb dan nilai fungsi ginjal yaitu ureum
Hb dan untuk mengevaluasi nilai ICER untuk dan kreatinin yang dilakukan setiap awal
pencapaian target Hb pada terapi epoetin beta bulan selama 3 bulan penelitian. Rekap
dibandingkan epoetin alfa. keuangan pasien berupa biaya medis
langsung yang meliputi yang meliputi biaya
METODOLOGI administrasi setiap hemodialisis dan kontrol
Penelitian ini dilakukan secara selama 3 bulan, biaya konsultasi dengan
observasional-analitik dengan desain dokter spesialis saat kontrol selama 3 bulan,
penelitian cohort retrospektif. Pengumpulan biaya tindakan hemodialisis selama 3 bulan,
data dilakukan secara retrospektif biaya pemeriksaan laboratorium dan biaya
berdasarkan catatan medis pada pasien obat dalam waktu 3 bulan.
penyakit ginjal kronik dengan anemia yang Pengukuran outcome klinik yaitu nilai
menjalani hemodialisis di RS PKU Hb dan Hct dalam 3 bulan. Analisis rata-rata
Muhammadiyah Yogyakarta secara purposive nilai Hb setiap kelompok dan nilai rata-rata
nonrandom sampling pada pasien dengan PGK kenaikan Hb pada setiap kelompok dilakukan
periode Januari – Desember 2020 selama 3 uji independent sample t-test untuk mengetahui
ada tidaknya perbedaan rata-rata nilai Hb dan tidak terdistribusi normal maka selanjutnya
rata-rata kenaikan Hb jika data terdistribusi dilakukan analisis Mann Whitney U Test
normal dan uji Mann Whitney test jika data sedangkan jika data terdistribusi normal
terdistribusi tidak normal. Penilaian dilakukan dengan Uji Independent T test.
pencapaian target yaitu jika nilai Hb > 10g/dl Terdapat beberapa data yang dianalisis
dan HCT >30%. Uji Chi Square dilakukan dengan uji Chi Square. Proporsi subyek
dengan membandingkan capaian target penelitian dikatakan berbeda signifikan jika
Hb dan Hct dari terapi epoetin. Analisis nilai p<0.05. Hasil analisis karakteristik subjek
efektivitas biaya dilakukan dengan penelitian dapat dilihat pada tabel I.
menganalisis rasio efektivitas biaya yang Berdasarkan hasil analisis statistik pada kedua
diperoleh dari rata-rata biaya penggunaan kelompok diperoleh tidak terdapat perbedaan
(Rp) dibagi dengan % efektivitas (% pada signifikan secara statistik pada variabel jenis
pasien yang mencapai target terapi kelamin, usia, frekuensi hemodialisis, dan
anemia) dalam jangka waktu 3 bulan.. Analisis komorbid.
ICER dilakukan dengan membandingkan Pada kedua kelompok persentase
selisih biaya medis langsung dengan selisih pasien laki-laki lebih dominan dibandingkan
outcome atau efek dalam hal ini berupa perempuan. Hal ini sama dengan dengan
persentase pasien yang mencapai target terapi beberapa penelitian sebelumya dimana
anemia. persentase pasien laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Penelitian
Sihombing menunjukkan persentase laki-laki
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik pasien sebanyak 54,02% dan Murtisiwi menunjukkan
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi persentase laki-laki sebanyak 59,4% 18,19. Jenis
sebanyak 96 pasien menggunakan epoetin alfa kelamin merupakan prediktor yang tidak
dan 17 pasien menggunakan epoetin beta. dapat diprediksi terkait risiko inisiasi dan
Sedikitnya pasien yang menggunakan epoetin progresi PGK. Laki-laki lebih mungkin untuk
beta (Recormon®) disebabkan adanya mencapai gagal ginjal lebih cepat daripada
kebijakan dari RS yang merekomendasikan perempuan sehingga laki-laki digunakan
penggunaan epoetin yaitu epoetin alfa. Hal sebagai faktor risiko untuk memprediksi
tersebut dapat disebabkan Recormon® waktu yang lebih cepat dalam mencapai gagal
merupakan epoetin pertama yang ginjal. Penurunan nilai GFR pada perempuan
mencantumkan keterangan pada proses lebih lambat dibandingkan laki-laki dapat
pembuatannya bersinggungan dengan bahan dipengaruhi oleh tekanan darah sistolik
bersumber babi sehingga terdapat kebijakan perempuan cenderung lebih rendah 10 mmHg
RS untuk menjamin kehalalan pengobatan dibanding laki-laki. Tekanan darah
yang digunakan oleh pasien dengan merupakan penentu perburukan PGK.
merekomendasikan epoetin alfa. Adanya Perempuan dihubungkan dengan progresi
kebijakan tersebut menjadikan pasien yang yang lebih lambat, proteksi ginjal dan luaran
menggunakan epoetin beta sangatlah sedikit, yang lebih baik dibanding laki-laki. Adaya sex
berdasarkan Arikunto apabila subjek dimorphic adipokine dan adiponectin dikaitkan
penelitian kurang dari 100, maka seluruh dengan penurunan fungsi ginjal pada pria,
populasi dapat menjadi sampel penelitian tetapi tidak pada wanita 20,21. Usia subyek
sehingga adanya perbedaan jumlah sampel ini penelitian didominasi oleh pasien dengan usia
masih dapat diterima untuk dilakukan 18-59 tahun sebanyak 68% pada kelompok
penelitian17. Karakteristik subyek penelitian epoetin alfa dan 76% pada epoetin beta. Studi
ini adalah usia, jenis kelamin, frekuensi epidemiologis menunjukkan peningkatan
hemodialisa, dan jumlah komorbid. Uji prevalensi penurunan GFR, peningkatan
normalitas pada semua data penelitian ACR, meningkatnya faktor risiko CVD pada
dilakukan dengan uji Shapiro Wilk, jika data pasien geriatri 22. Berdasarkan data USRDS
* Charson Comorbid Index; ** Uji Chi-Square tidak signifikan secara statistik (p>0,05)
2020, kejadian PGK meningkat 4 kali lebih dengan kurang 3 komorbid. Komorbid dapat
umum pada usia lebih dari 65 tahun mempengaruhi luaran klinis dan biaya terapi
dibandingkan individu yang lebih muda. pada pasien. Berdasarkan tabel II, hipertensi,
Pada usia ≥ 40 tahun akan terjadi penurunan diabetes melitus, dan gangguan
jumlah nefron fungsional sebesar ±10% setiap kardiovaskuler merupakan komorbid yang
sepuluh tahunnya akibat nefrosklerosis dan paling banyak terjadi. Komorbid pada
glomerulosklerosis 23,24. penelitian tidak memiliki perbedaan
Hemodialisis dapat dilakukan dengan signifikan secara statistik pada kedua
frekuensi 3x per minggu dengan durasi 4-5 kelompok tersebut. Hipertensi merupakan
jam. Hemodialisis dapat mengontrol anemia komplikasi dan penyebab utama dari PGK.
dengan lebih baik. Di Indonesia frekuensi Hipertensi dapat merusak ginjal secara
hemodialisis dibatasi 2x per minggu oleh BPJS progresif. Berdasarkan NHANES peningkatan
untuk membatasi pengeluaran biaya dan serum kreatinin lebih tinggi pada pasien
pemerataan pelayanan hemodialisis. Pada hipertensi dibandingkan pasien non
pasien PGK umumnya memiliki komorbid hipertensi.
tambahan yang merupakan faktor penting Prevalensi hipertensi pada CKD 60-90%
pada hasil akhir atau outcome pasien. tergantung pada keparahan PGK dan
Komorbid dapat mempengaruhi terapi, biaya penyebabnya. Sekitar 50-70% pasien dengan
medis maupun luaran klinis dari pasien. CCI GFR <60 ml/min/1,73 m2 atau CKD stage 3-5
dapat digunakan untuk memprediksi hasil mengalami hipertensi. Tekanan darah yang
klinis dari pasien dengan ESRD dan tingkat tinggi dan hipertensi yang tidak terkontrol
mortalitas pada pasien yang menjalani dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan
hemodialisis secara sederhana dan efektif 25. glomerulus dan risiko lebih tinggi terjadinya
Usia, PGK, dan cardiovascular disease morbiditas kardiovaskuler dan kematian.
merupakan kontributor utama pada skor CCI Kerusakan dalam jangka panjang dapat
dalam penelitian ini. Pasien dengan skor 3 mengakibatkan PGK dan hipertensi.
memiliki 77% survival rate dalam 10 tahun Mekanisme hipertensi pada PGK dapat terjadi
sedangkan pasien dengan skor 5 memiliki 21% akibat volume cairan yang berlebihan,
survival rate dalam 10 tahun 26. Karakteristik aktivitas simpatis yang berlebihan, retensi
komorbid pada kedua kelompok didominasi garam, disfungsi endotel dan perubahan
Tabel II. Jenis komorbid pasien PGK yang menjalani hemodialisis rutin
DM= Diabetes melitus; CHF= Congestive heart failure; COPD= Chronic obstructive pulmonary disease;
CHD= Coronary heart disease; NS= Nephrotic syndrome; IHD= Ischemic heart disease
Tabel III. Ketercapaian target terapi anemia pada pasien hemodialisis rutin
Tabel IV. Rata-rata kenaikan nilai Hb pada pasien yang mencapai target terapi anemia
hipertensi, diabetes melitus, dan gagal jantung sejalan dengan penelitian Widianti yang
kongestif. Terapi anemia pada PGK menyebutkan bahwa terjadi peningkatan nilai
menggunakan epoetin berdasarkan Hb sebesar 56,41% pada pasien epoetin beta
PERNEFRI diharapkan dapat mencapai target dan 54% pada pasien dengan epoetin alfa.
10-11 g/dl. Rata-rata peningkatan Hb pada kelompok
Berdasarkan tabel III, pada kelompok epoetin beta sebesar 1,02 g/dl sedangkan
epoetin beta persentase pasien yang mencapai epoetin alfa sebesar 0,76 g/dl. Peningkatan
target terapi lebih baik dibandingkan pada nilai Hb bergantung pada variasi respon
kelompok epoetin alfa. Terdapat 11,76% individual terhadap penggunaan epoetin 12.
pasien mencapai target terapi dalam 3 bulan. Pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis
Target terapi yang tidak tercapai dengan anemia selain terapi epoetin sebagai
kemungkinan dapat terjadi akibat adanya terapi utama, diberikan terapi anemia lainnya
penurunan nilai TSAT dan nilai ferritin pada sebagai kombinasi. Obat yang digunakan
pasien. Adanya penurunan nilai besi pada sebagai terapi anemia lainnya pada penelitian
pasien PGK dapat menurunkan efektifitas ini terdapat pada tabel V.
penggunaan epoetin8. Tidak semua pasien Umumnya sebagian besar pasien PGK
PGK di RS PKU dilakukan pemeriksaan status mendapatkan asam folat sebagai anti anemia
besi secara rutin sehingga tidak dapat lainnya akibat berkurangnya asam folat saat
dilakukan pencegahan penurunan efektifitas hemodialisis. Asam folat dan vitamin yang
terapi epoetin akibat status besi yang rendah larut air seperti vitamin b kompleks ikut
secara optimal. Adanya komorbid dapat terbuat bersama cairan hemodialisis. Asam
mempengaruhi respon terhadap epoetin. folat dan vitamin B kompleks sebagai terapi
Komorbid dapat menyebabkan hipo-responsif kombinasi yang dapat meningkatkan
ESA. Adanya peningkatan fibrosis sumsum optimalisasi epoetin belum terdapat bukti
tulang belakang dan efek hormonal dapat yang cukup, namun pemberian kedua obat
menyebabkan penghambatan pada proses tersebut dapat direkomendasikan untuk
eritropoesis34. Nilai Hb selama 3 bulan memenuhi nutrisi pada pasien PGK 35.
pemberian epoetin dapat dilihat pada tabel IV. Pemberian asam folat pada pasien PGK dapat
Pada pasien yang mencapai target menurunkan homosistein yang meningkat 36.
terapi dapat dilihat rata-rata kenaikan Hb Pada guideline Red Blood Cell Transfusion
pasien dengan epoetin beta memiliki merekomendasikan pemberian transfusi pada
peningkatan yang lebih besar dibandingkan pasien yang disesuaikan dengan situasi klinik
dengan kelompok epoetin alfa. Hal ini pasien. pasien dengan nilai Hb ≤ 7 mg/dL
Tabel VI. Rata-rata rincian biaya medik langsung terapi anemia pasien hemodialisis pada
kedua kelompok dalam 1 bulan
*uji Mann Whitney U Test tidak signifikan secara statistik (p>0,05); **uji Independent T-test tidak
signifikan secara statistik (p>0,05)
Tabel VII. Perhitungan nilai ICER dan analisis sensitivitas pada pasien PGK
hemodialisis rutin RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta 2020
meningkatkan 1% ketercapaian target terapi lebih variabel penelitian. Terdapat nilai ICER
nilai Hb> 10g/dl. Berdasarkan hasil penelitian yang negatif selain pada nilai base case yaitu
Widianti yang menyebutkan bahwa epo beta pada biaya epoetin alfa maksimal dan pada
memiliki nilai rasio efektivitas biaya lebih biaya epoetin beta minimal. Nilai ICER
kecil dibandingkan epo alfa. Epoetin beta menunjukkan nilai positif pada perhitungan
memiliki harga yang lebih mahal biaya epoetin alfa minimal dan pada biaya
dibandingkan dengan epoetin alfa, akan tetapi epoetin beta maksimal. Adanya retang yang
tidak membuat biaya pasien dengan epoetin besar pada nilai ICER baru dapat disebabkan
beta menjadi lebih tinggi. Hal ini dapat karena adanya jumlah pasien yang berbeda
disebabkan pasien dengan epoetin beta pada kedua kelompok sehingga dapat
memiliki efektivitas mencapai target terapi mempengaruhi standar devisiasi perhitungan
anemia yang lebih tinggi dan menjaga nilai Hb biaya medis langsung dan adanya komponen
stabil dalam rentang target terapi biaya yang memiliki variasi yang lebar yaitu
dibandingkan epoetin alfa. Nilai Hb yang biaya hemodialisis dan biaya obat.
tidak stabil dapat mengakibatkan perlunya Keterbatasan dalam penelitian ini
penambahan biaya untuk mempertahankan berupa jumlah sampel yang tidak
nilai Hb dalam rentang target terapi. proporsional antar kedua kelompok penelitian
Analisis sensitivitas bertujuan untuk sehingga dapat berpeluang terjadinya
memperhitungkan ketidakpastian yang overestimate dan kurang representatif dalam
umum terjadi pada evaluasi ekonomi penelitian, tidak dilakukan penilaian outcome
kesehatan karena pada praktik klinis terdapat klinik berupa nilai Hct dikarenakan tidak
berbagai macam variasi. Perhitungan semua pasien dilakukan pemeriksaan nilai
dilakukan dengan memodifikasi satu atau Hct secara rutin setiap bulannya. Tidak